KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN KURISI
(
Nemipterus japonicus
Bloch, 1791)
DI PERAIRAN TELUK BANTEN
TRI MAHENDRA HIDAYAT
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Stok Sumberdaya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di Perairan Teluk Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2015
ABSTRAK
TRI MAHENDRA HIDAYAT. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di Perairan Teluk Banten. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan ISDRADJAD SETYOBUDIANDI
Ikan kurisi merupakan salah satu jenis ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Penelitian ini bertujuan mengkaji stok sumberdaya ikan kurisi berdasarkan aspek biologi reproduksi dan dinamika populasi. Total ikan yang diambil mencapai 1146 individu selama 12 bulan. Rasio kelamin ikan betina dengan jantan adalah 1:1,5. Pola pertumbuhan ikan kurisi jantan maupun betina bersifat allometrik negatif. Puncak musim pemijahan diduga terjadi pada bulan Januari hingga Agustus. Nilai panjang asimtotik (L∞) ikan kurisi betina, jantan, dan total berturut-turut 286,50; 287,52; dan 381,10 mm. Nilai Lm untuk ikan kurisi
betina, jantan, dan total adalah 253; 245; dan 252 mm. Laju eksploitasi ikan kurisi telah melebihi laju eksploitasi optimum sehingga ikan kurisi di Perairan Teluk Banten diduga mengalami tangkap lebih. Hasil tangkapan maksimum lestari dan upaya optimum, masing-masing 139 ton per tahun dan 3009 trip per tahun. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pengaturan jumlah tangkapan 100 ton per tahun, ukuran mata jaring, dan musim penangkapan.
Kata kunci: ikan kurisi, laju eksploitasi, pertumbuhan, produksi surplus, Teluk Banten value. This research aims at examining threadfin bream stock resources based on reproductive biology and population dynamics aspects. The total numbers of fish observed were 1146 individuals. Sex ratio of females to males is 1:1,5. The growth pattern of Threadfin bream was negative allometric for males and females. Summit spawning season presume to be occured in January until August. Asymptotic length value (L∞) of threadfin females, males, and total were 286,50; 287,52; and 381,10 mm respectively. The Lm value of females, males, and the
total were 253; 245; and 252 mm respectively. The exploitation rates of Threadfin bream have exceeded the optimum exploitation rate, so Threadfin bream in the Banten Bay have been over exploited. The number of MSY and optimum efforts amount 139 tonnes per year and 3009 trip per year. Management process that we can conduct is to regulate the fishing effort 100 tonnes per year, fishing season, and mesh size.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
KAJIAN STOK SUMBERDAYA IKAN KURISI
(
Nemipterus japonicus
, Bloch 1791)
DI PERAIRAN TELUK BANTEN
TRI MAHENDRA HIDAYAT
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Stok Sumberdaya Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di Perairan Teluk Banten. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi. 2. Beasiswa BUMN dan ASTAGA yang telah memberikan bantuan dana selama
studi.
3. Mahasiswa Departemen MSP 48 yang telah mengumpulkan data 6 spesies ikan di PPN Karangantu selama kurun waktu 29 September 2013 hingga 29 Agustus 2014 atas izinnya menggunakan data spesies ikan kurisi.
4. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA dan Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan ilmunya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberi saran selama perkuliahan.
6. Inna Puspa Ayu, SPi MSi dan Ali Mashar, SPi MSi selaku Komisi Pendidikan dan penguji tamu yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Jajaran Dinas Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu, yang telah memberikan izin dalam pengumpulan data karya ilmiah ini.
8. Keluarga (Ayah, Ibu, dan Kakak) atas doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.
9. Teman-teman MSP 47 dan non-MSP yang tidak bisa disebutkan satu per satu 10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
banyak membantu untuk terselesaikannya karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pemikiran 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu Penelitian 2
Pengumpulan Data 3
Analisis Data 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Hasil 11
Pembahasan 22
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 30
DAFTAR TABEL
1 Penentuan TKG secara morfologi Cassie (1956 in Effendie 2002) 6 2 Rasio kelamin ikan kurisi berdasarkan waktu pengambilan contoh 11 3 Parameter pertumbuhan ikan kurisi betina, jantan, dan total 20 4 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kurisi di Perairan Teluk Banten 21 5 Hasil tangkapan (ton) dan upaya tangkapan (trip) ikan kurisi 22 5 Parameter pertumbuhan ikan kurisi beberapa hasil penelitian 25
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran 1
2 Daerah penangkapan ikan kurisi di Perairan Teluk Banten 3 3 Ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 4
4 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi betina 12
5 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi jantan 12
6 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi total 12
7 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi betina setiap bulan pengamatan 13 8 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi jantan setiap bulan pengamatan 14 9 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kurisi betina berdasarkan
waktu pengamatan 15
10 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kurisi jantan berdasarkan
waktu pengamatan 15
11 Indeks kematangan gonad ikan kurisi betina dan jantan 16
12 Faktor kondisi ikan kurisi betina dan jantan 16
13 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kurisi betina 17 14 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kurisi jantan 18 15 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kurisi total 19 16 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kurisi betina 20 17 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kurisi jantan 20 18 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kurisi total 21
19 Model produksi surplus pendekatan model Fox 22
DAFTAR LAMPIRAN
1 Klasifikasi ikan kurisi (Nemipterus japonicus) 30
2 Kuisioner nelayan PPN Karangantu 30
3 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) 32 4 Uji Chi-square terhadap rasio kelamin ikan kurisi 34
5 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi 34
7 Data TKG ikan kurisi betina dan jantan 36
8 Data IKG ikan kurisi betina dan jantan 36
9 Data faktor kondisi ikan kurisi betina dan jantan 37 10 Sebaran frekuensi panjang ikan kurisi betina, jantan, dan total 37 11 Sebaran kelompok umur ikan kurisi betina, jantan, dan total 38 12 Pendugaan pertumbuhan dengan persamaan plot Ford Walford 39
13 Mortalitas ikan kurisi betina 40
14 Mortalitas ikan kurisi jantan 40
15 Mortalitas ikan kurisi total 41
16 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi betina 41 17 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi jantan 42 18 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi total 42
19 Standarisasi alat tangkap ikan kurisi 43
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten merupakan salah satu tempat pendaratan ikan yang berpotensi di daerah Banten. PPN Karangantu, Banten merupakan tempat pendaratan ikan-ikan yang ditangkap di Perairan Teluk Banten dan sekitarnya. Nelayan yang menangkap ikan di perairan Teluk Banten memiliki hasil tangkapan ikan dengan jumlah bervariasi setiap waktu.
Salah satu ikan yang terdapat di Perairan Teluk Banten adalah ikan kurisi (Nemipterus japonicus). Ikan kurisi merupakan salah satu ikan ekonomis penting yang ditangkap di Teluk Banten dan dijual dalam bentuk segar dengan harga Rp 10.000 hingga 15.000/kg. Jenis alat tangkap ikan kurisi yang digunakan adalah alat tangkap dogol, jaring insang, pancing, jaring rampus, bagan, dan sero (DKP Karangantu 2015).
Keberadaan ikan kurisi sebagai ikan ekonomis penting dan tingginya permintaan pasar mendorong para pelaku usaha perikanan mengeksploitasi tanpa mempertimbangkan keberlanjutan ikan tersebut. Eksploitasi ikan kurisi di Teluk Banten dilakukan setiap hari sepanjang tahun. Kegiatan penangkapan ikan kurisi yang dilakukan terus-menerus dapat mempengaruhi kondisi stok sumberdaya ikan kurisi di Perairan Teluk Banten. Menurut DKP Banten (2010), produksi ikan kurisi tahun 2000 hingga 2010 berfluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Berdasarkan fakta tersebut dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi stok ikan kurisi yang ditangkap di perairan Teluk Banten, bahkan apabila tidak dilakukan upaya pengelolaan akan berakibat pada kepunahan.
Kondisi stok sumberdaya ikan kurisi di Perairan Teluk Banten sudah dalam kondisi tangkap lebih (Oktaviyani 2013). Hal yang menjadi indikator terjadinya tangkap lebih terhadap ikan kurisi, yaitu ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil. Hal inilah yang mendorong perlunya suatu pengelolaan sumberdaya ikan kurisi yang sesuai melalui kajian stok berdasarkan aspek dinamika populasi. Aspek dinamika populasi yang dimaksud meliputi parameter pertumbuhan, mortalitas dan laju eksploitasi, kelompok umur, dan biologi reproduksi. Kajian tersebut diharapkan dapat memberikan informasi aktual kondisi sumberdaya ikan kurisi, sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan.
Kerangka Pemikiran
2
Informasi mengenai aspek dinamika populasi diperlukan untuk dapat melakukan pengelolaan yang tepat sehingga dampak negatif pemanfaatan sumberdaya ikan kurisi dapat diantisipasi. Aspek dinamika populasi yang dimaksud meliputi parameter biologi reproduksi, mortalitas alami, mortalitas tangkapan, dan laju eksploitasi. Berdasarkan informasi tersebut dapat menghasilkan bentuk pengelolaan yang menjadi dasar pemanfaatan ikan kurisi secara berkelanjutan.
Gambar 1 Diagram alir kerangka pemikiran
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi mengenai stok sumberdaya ikan kurisi terutama aspek biologi reproduksi dan aspek dinamika populasi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi aktual mengenai kondisi stok sumberdaya ikan kurisi di perairan Teluk Banten dan dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan kurisi tetap lestari.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013 hingga Agustus 2014 di PPN Karangantu, Kabupaten Serang, Provinsi Banten (Gambar 2). Pengambilan contoh dilakukan sebanyak 12 kali dengan selang waktu kurang
Mortalitas alami Mortalitas tangkapan
Laju eksploitasi
Pengelolaan sumberdaya ikan kurisi secara berkelanjutan Dinamika populasi
Biologi reproduksi Sumberdaya ikan kurisi
Permintaan pasar tinggi
3 lebih satu bulan. Analisis ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 2 Daerah penangkapan ikan kurisi (Nemipterus japonicus) di Perairan Teluk Banten
Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan metode Penarikan Contoh Acak Sederhana (PCAS) pada ikan kurisi di sekitar perairan Teluk Banten. Ikan kurisi yang dianalisis merujuk pada klasifikasi Saanin (1984) (Lampiran 1). Data yang dikumpulkan meliputi panjang total, bobot basah, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, produksi dan upaya penangkapan ikan kurisi (Oktaviyani 2013). Ikan contoh yang diambil diukur panjang total ikan dimulai dari ujung mulut (a) ikan hingga ujung ekor terakhir (b) menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm.
Pengukuran panjang total ikan kurisi (Nemipterus japonicus) disajikan pada Gambar 3. Penimbangan bobot basah total tubuh ikan menggunakan timbangan dengan ketelitian 10 gram. Setiap pengambilan contoh terdapat 40 hingga 135 individu ikan yang dianalisis. Ikan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam cool box untuk menganalisis jenis kelamin, dan tingkat kematangan gonad (TKG) di Laboratorium.
4
Banten dengan menggunakan kuesioner sebagai data pendukung untuk mengetahui kegiatan penangkapan ikan kurisi (Lampiran 2).
Gambar 3 Panjang total (a ke b) ikan kurisi (Nemipterus japonicus)
Analisis Data
Rasio kelamin
Rasio kelamin digunakan untuk mengetahui perbandingan jenis kelamin ikan yang ada di Perairan. Nilai rasio kelamin ini diamati karena perbedaan tingkah laku, jenis kelamin, kondisi lingkungan, dan penangkapan. Menurut Effendie (2002), analisis untuk mengetahui keseimbangan rasio kelamin ikan jantan dan ikan betina dirumuskan sebagai berikut:
P (%) =
(1) P adalah rasio kelamin (jantan atau betina), n adalah jumlah jenis ikan betina atau jantan, dan N adalah jumlah total individu ikan betina dan jantan contoh (individu).
Rasio antara ikan jantan dan betina dalam suatu populasi, kemudian diuji kembali menggunakan uji khi-kuadrat (Chi-square). Pengujian tersebut digunakan untuk mengetahui keseimbangan hubungan antara populasi betina dengan populasi jantan dalam suatu populasi. Menurut Steel & Torrie (1993), uji Chi square adalah:
∑(o- )
(2)
2
adalah nilai statistik Chi-square untuk peubah acak yang sebaran penarikan contoh mengikuti sebaran Chi-square, oi adalah sebaran ikan ikan betina dan
5 Hubungan panjang bobot
Model pertumbuhan diasumsikan mengikuti pola hukum kubik. Dua parameter yang dijadikan analisis adalah panjang dan bobot. Menurut Effendie (2002), hubungan parameter panjang dan bobot ditentukan dengan persamaan:
W= aLb (3) W adalah bobot (gram), L adalah panjang total (mm), a dan b adalah koefisien pertumbuhan bobot. Nilai a dan b diduga dari bentuk linear persamaan (3), yaitu:
(4) parameter penduga a dan b diperoleh dengan analisis regresi linear sederhana dengan log W sebagai y dan log L sebagai x, sehingga diperoleh persamaan:
(5) sebagai model observasi, dan
(6) sebagai model dugaan.
Konstanta dan b0 diduga dengan: ∑ - ∑ ∑
∑ - (∑ ) (7) dan
̅- ̅. (8) sedangkan a dan b diperoleh melalui hubungan b= dan a= .
bentuk hubungan antara panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b dengan hipotesis:
1. H0 : b = 3, memiliki hubungan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama
dengan pola pertumbuhan bobot) 2. H1 : b ≠ 3, memiliki hubungan allometrik, yaitu:
a) Bila b > 3, allometrik positif (pertambahan bobot lebih dominan) b) Bila b< 3, allometrik negatif (pertambahan panjang lebih dominan) hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan uji statistik sebagai berikut:
6
adalah galat baku dugaan b yang diduga dengan:
∑ - (∑ ) (10) Nilai t tun dibandingkan dengan nilai ttabel pada selang kepercayaan 95%.
Nilai t tun >tt l , maka tolak hipotesis nol (H0),dan pola pertumbuhan ikan kurisi
adalah allometrik. Nilai thitung<ttabel, berarti gagal tolak atau terima hipotesis nol
(H0), dan pola pertumbuhan ikan kurisi adalah isometrik (Walpole 1993).
Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dapat diamati dengan cara morfologi salah satunya dengan klasifikasi Cassie (1956). Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologis (Cassie 1956 in Effendie 2002)
TKG BETINA JANTAN
I
Ovari seperti benang, panjang sampai kedepan rongga tubuh. Warna jernih permukaan licin
Testes seperti benang, lebih pendek (terbatas) dan terlihat ujungnya dirongga tubuh, warna jernih
II
Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan. Telur belum terlihat jelas dengan mata
Permukaan testes lebih besar. Pewarnaan putih seperti susu, bentuk lebih jelas daripada tingkat I
III
Ovari berwarna kuning secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata
Permukaan testes tampak bergerigi warna semakin putih, testes semakin besar dalam keadaan diawet mudah putus
IV
Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½ sampai 2/3
Indeks kematangan gonad (IKG) adalah perbandingan antara bobot gonad terhadap bobot tubuh ikan (Effendie 2002). Rumus IKG adalah sebagai berikut:
(11)
IKG adalah indeks kematangan gonad (%), BG adalah bobot gonad total (gram), BT adalah bobot tubuh (gram)
Faktor kondisi
7
(12) untuk ikan dengan pola pertumbuhan isometrik (b = 3), dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
3 (13)
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot tubuh ikan contoh (gram), L adalah panjang total ikan contoh (mm), serta a dan b adalah konstanta.
Sebaran frekuensi panjang dan identifikasi kelompok umur
Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok umur ikan. Data panjang total ikan kurisi dikelompokkan dalam beberapa kelas panjang, sehingga kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Kelompok umur diduga dengan menganalisis frekuensi panjang ikan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang terdapat pada program FISAT II. Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur menyebar normal dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku masing-masing kelompok umur.
Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan dalam kelas panjang ke-i (i = 1,
, …, ), µj adalah rata-rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah simpangan
baku panjang kelompok umur ke-j, dan pi adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j , , …, ), m k fun s o j kt f y n d un k n untuk menduga ̂ ̂ ̂ adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):
∑ flo ∑j pjq j (14)
q j σ
j√ - - j
σj (15)
qij merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µj, dan
s mp n n ku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L
ditentukan dengan mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj j, pj sehingga diperoleh dugaan ̂ ̂ dan ̂ untuk menduga parameter pertumbuhan. Pendugaan parameter pertumbuhan
Parameter pertumbuhan diduga menggunakan model pertumbuhan Von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999). Berikut ini merupakan persamaan model pertumbuhan Von Bertalanffy:
t ∞ - - (t-t) (16)
untuk t sama dengan t+1, persamaan (16) ditulis menjadi:
8
jika mensubstitusikan persamaan (16) dan (17), maka diperoleh persamaan:
- [ - ] - - (18)
atau
t ∞ - - t - (19)
Pendugaan persamaan (18) dan (19) menggunakan persamaan regresi linier sederhana, yaitu , dengan x = Lt sebagai absis diplotkan
terhadap y = Lt+1 sebagai ordinat, sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama
dengan b1 = e-K, dan titik potong absis sama dengan b0 = L∞[1 – e-K]. Oleh
karena itu, nilai K dan L∞diperoleh melalui hubungan:
- (20) dan
∞ - (21)
dugaan nilai t0, diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre dan Venema
(1999) yaitu:
log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 log L∞– 1,038 log K (22)
Lt adalah panjang ikan saat umur t (mm), Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur
t+1 (satuan waktu), L∞adalah panjang asimtotik ikan (mm), K adalah koefisien pertumbuhan (mm/satuan waktu), t adalah umur ikan, t0 adalah umur ikan saat
panjang sama dengan nol. Mortalitas dan laju eksploitasi
Menurut Sparre dan Venema (1999), laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan dilinearkan berdasarkan data panjang sedemikian sehingga diperoleh persamaan:
ln )
t , = h – Z t( )
) (23)
Pendugaan persamaan (23), diperoleh melalui persamaan regresi linear sederhana y=b0+b1x, dengan y= ln menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut:
9 Laju mortalitas penangkapan (F), dapat diperoleh melalui hubungan:
F = Z – M (25) Menurut Pauly (1984), laju eksploitasi (E) ditentukan dengan membandingkan F dan Z. Penentuan laju eksploitasi (E) dengan membagi F dan Z yang dirumuskan sebagai berikut:
(26) M adalah laju mortalitas alami, F adalah laju mortalitas penangkapan, Z adalah laju mortalitas total, dan E adalah laju eksploitasi.
Standarisasi alat tangkap
Standarisasi dilakukan karena alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap sumberdaya ikan kurisi beragam, sehingga terdapat kemungkinan tertangkap oleh dua atau lebih alat tangkap yang memiliki produktivitas tinggi. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap standar memiliki faktor daya tangkap atau fishing power index (FPI) sama dengan satu (Tinungki 2005). Menurut Spare dan Venema (1999), nilai FPI diketahui dengan rumus:
f (27)
s (28)
CPUEi adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan dari alat tangkap ke-i
(ton/trip), Ci adalah jumlah tangkapan jenis alat tangkap ke-i (ton), fi adalah
jumlah upaya penangkapan jenis alat tangkap ke-i (trip), CPUEs adalah hasil
tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap yang di jadikan standar (ton/trip), dan FPI adalah faktor upaya tangkap pada jenis alat tangkap ke-i.
Ukuran pertama kali matang gonad
Pendugaan ukuran pertama kali ikan matang gonad dilakukan untuk menduga ukuran ikan kurisi pertama kali matang gonad di Teluk Banten. Metode yang digunakan yaitu Spearman-Karber yang menyatakan bahwa logaritma ukuran pertama kali matang gonad metode Spearman-Karber (Udupa 1986) adalah:
M = k - ∑ ) (29) sehingga ukuran pertama kali matang gonad diduga melalui persamaan:
Lm= antilog m (30)
dengan selang kepercayaan 95% bagi log m yang dibatasi:
10
m adalah log panjang ikan kematangan gonad pertama, xk adalah log nilai tengah kelas panjang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang gonad pada kelas
panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, Lm
adalah panjang ikan pertama kali matang gonad Model produksi surplus
Model produksi surplus digunakan untuk menduga upaya yang dapat menghasilkan tangkapan maksimum lestari (Sparre dan Venema 1999). Model yang digunakan adalah model Schaefer dan Fox, dari kedua model tersebut dipilih salah satu yang memiliki koefisien determinasi (R2) tertinggi. Menurut Sparre dan Venema (1999), persamaan model Schaefer dan Fox adalah:
t
ft - ft (32)
dan
ln t
ft - ft (33)
Hubungan linear persamaan (32) dan (33), digunakan untuk menghitung Maximum Sustainable Yield (MSY) melalui penentuan turunan pertama sedemikian sehingga diperoleh dugaan fMSY dan MSY model Schaefer:
(34) dan
f (35)
serta dugaan fMSY dan MSY model Fox:
- (36)
dan
f (37)
a adalah perpotongan, b adalah kemiringan, e adalah simbol eksponensial, Ct
adalah tangkapan tahun ke-t, ft adalah upaya tangkap tahun ke-t. Model yang
dipilih adalah model yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) paling tinggi. Potensi Lestari (PL), jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC), dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan ditentukan dengan analisis produksi surplus, sedemikian sehingga:
PL = 90% x MSY (38) dan
11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Rasio kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan betina dan jantan yang terdapat dalam suatu populasi. Tabel 2 menunjukkan rasio kelamin ikan kurisi pada setiap pengambilan contoh.
Tabel 2 Rasio kelamin ikan kurisi
Waktu Pengambilan
Berdasarkan Tabel 2, jumlah ikan kurisi jantan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan betina. Jumlah total perbandingan antara ikan betina dan jantan yaitu 1:1,5. Uji Chi square dengan selang kepercayaan 95 %, diperoleh hasil bahwa perbandingan ikan kurisi betina dan jantan dalam keadaan tidak seimbang pada semua waktu pengambilan contoh (Lampiran 4).
Hubungan panjang bobot
12
Gambar 3 Hubungan panjang bobot ikan kurisi betina
Gambar 4 Hubungan panjang bobot ikan kurisi jantan
Gambar 5 Hubungan panjang bobot total ikan kurisi
13
14
15 Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad menunjukkan tahapan perkembangan gonad ikan sebelum, baru, dan telah memijah. Gambar 8 dan 9 adalah grafik mengenai persentase nilai TKG ikan kurisi betina dan jantan. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kurisi yang diamati selama penelitian terdiri atas TKG I – TKG IV. Ikan kurisi betina maupun jantan yang diamati dominan berada pada TKG I dan TKG II (Lampiran 7).
Gambar 8 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kurisi betina
Gambar 9 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kurisi jantan Indeks kematangan gonad (IKG)
Nilai Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan nilai dalam persen (%) dari perbandingan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan. Berdasarkan Gambar 10, nilai IKG ikan kurisi betina lebih tinggi dibandingkan dengan IKG ikan kurisi jantan. Nilai IKG ikan kurisi betina berkisar antara 0,4743-2,6791, sedangkan nilai IKG kurisi jantan berkisar antara 0,3279-1,4869 (Lampiran 8).
16
Gambar 10 Indeks kematangan gonad ikan kurisi jantan dan betina Faktor kondisi
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bereproduksi dan bertahan hidup. Gambar 11 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan faktor kondisi dari masing-masing waktu pengamatan, baik ikan kurisi betina maupun jantan. Nilai faktor kondisi ikan kurisi betina dan jantan secara berturut turut adalah 0,7401-1,1914 dan 0,7908-1,3186 (Lampiran 9).
Gambar 11 Faktor kondisi ikan kurisi jantan dan betina Sebaran frekuensi panjang dan kelompok umur
Ikan kurisi yang diamati selama penelitian mencapai 1146 individu dengan 462 individu ikan betina dan 684 individu ikan jantan (Lampiran 10.) Analisis pemisahan kelompok umur ikan kurisi menggunakan metode NORMSEP yang terdapat dalam FISAT II dan hasilnya disajikan pada Gambar 13, 14, dan 15. Berdasarkan Gambar 12, 13, dan 14 terlihat adanya pergeseran modus ke arah kanan yang menunjukkan adanya pertumbuhan ikan kurisi dengan cara melihat dari kiri ke kanan pada Gambar sebaran frekuensi panjang. Pertumbuhan ikan kurisi betina, jantan, dan total diduga terjadi pada bulan Januari hingga Maret dan Juni hingga Agustus.
Perolehan nilai indeks sparasi dengan metode NORMSEP lebih dari 2 (Lampiran 11), artinya bahwa pemisahan kelompok umur ikan kurisi diterima dan dapat digunakan untuk analisis berikutnya. Hasil analisis sebaran panjang nilai tengah atau kelompok umur tersebut, selanjutnya digunakan untuk perhitungan parameter pertumbuhan dengan metode Ford-Walford, sedangkan parameter to
menggunakan persamaan Pauly (Sparre dan Venema 1999).
17
18
Gambar 12 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kurisi betina
19
20
Parameter pertumbuhan
Persamaan plot Ford Walford digunakan untuk memperoleh dugaan cepat bagi nilai parameter pertumbuhan, yaitu nilai L∞ dan K (Lampiran 12), sedangkan penentuan t0 menggunakan persamaan pauly. Parameter pertumbuhan L∞, K, dan
t0 kemudian digunakan untuk menghitung Lt pada persamaan Von Bertalanffy.
Tabel 3 Parameter Pertumbuhan ikan kurisi
Contoh
Persamaan pertumbuhan model Von Bertalanffy kurisi betina berdasarkan Tabel 3 adalah Lt = 286,5037 (1-e-0,2507(t+0,4448)), jantan adalah Lt = 287,5215 (1-e
-0,2275 (t+0,4015)
), dan total adalah Lt = 381,1000 (1-e-0,1200(t+0,1467)). Berdasarkan persamaan tersebut, dapat ditentukan pertambahan panjang ikan kurisi dari waktu ke waktu hingga mencapai panjang asimtotiknya. Gambar 15, 16, dan 17 merupakan kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kurisi betina, jantan, dan total.
Gambar 15 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kurisi betina
Gambar 16 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kurisi jantan
21
Gambar 17 Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy ikan kurisi total Mortalitas dan laju eksploitasi
Pendugaan mortalitas ikan kurisi dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data panjang. Tabel 4 menunjukkan nilai parameter mortalitas serta laju eksploitasi (E) ikan kurisi.
Tabel 4 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kurisi
Parameter Nilai (per tahun)
Betina Jantan Total Mortalitas alami (M) 0,3173 0,2977 0,1815 Mortalitas total (Z) 0,7387 0,8102 0,9348 Mortalitas penangkapan (F) 0,4214 0,5125 0,7534 Eksploitasi (E) 0,5705 0,6326 0,8059
Berdasarkan Tabel 4, nilai mortalitas penangkapan ikan kurisi betina, jantan, dan total lebih besar dibandingkan dengan mortalitas alami. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan kurisi lebih banyak mati karena aktivitas penangkapan. Laju eksploitasi ikan kurisi betina, jantan, maupun total, sebesar 0.5705, 0.6326, dan 0.8059. Hasil analisis laju eksploitasi ikan kurisi disajikan dalam Lampiran 13.
Ukuran pertama kali matang gonad
Hasil perhitungan ukuran pertama kali mencapai matang gonad dengan metode Sperman-Karber (Udupa 1986), diperoleh hasil bahwa ikan kurisi betina, jantan, dan total mencapai matang gonad pada ukuran panjang 253; 245; dan 252 mm. Hasil anlisis ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi betina, jantan, dan total disajikan dalam Lampiran 14.
Model produksi surplus
Model produksi surplus digunakan untuk menentukan tingkat upaya optimum, yaitu upaya yang dapat menghasilkan tangkapan maksimum lestari. Penentuan upaya optimum diperlukan analisis standarisasi alat tangkap yang disajikan dalam Lampiran 15. Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan
22
kurisi yang telah distandarisasi disajikan pada Tabel 5. Hasil tangkapan ikan kurisi tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan 2011 sebesar 141 ton. Upaya penangkapan tertinggi terjadi pada tahun 2012 sebesar 4 031 trip.
Analisis potensi sumberdaya ikan kurisi menggunakan model pendekatan Fox. Hasil analisis dengan model Fox didapatkan koefisien determinasi (R2) sebesar 86%. Nilai upaya optimum (fMSY) dan Maximum Sustainable Yield
(MSY) masing-masing sebesar 3 009 trip dan 139 ton. Nilai Jumlah tangkap yang diperbolehkan atau Total Allowable Catch (TAC) dan Potensi Lestari (PL) sebesar 100 ton dan 125 ton (Lampiran 16). Hasil tangkapan aktual ikan kurisi 2014 sebesar 115 ton. Upaya penangkapan aktual ikan kurisi 2014 sebesar 2 527 trip. Grafik model produksi surplus dengan pendekatan model Fox disajikan pada Gambar 18.
Tabel 5 Hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kurisi
Tahun Hasil tangkapan (ton) Upaya (trip)
2010 141 2.471
Gambar 18 Model produksi surplus ikan kurisi dengan pendekatan model Fox
Pembahasan
Hasil analisis rasio kelamin ikan kurisi betina dan jantan di Teluk Banten secara keseluruhan adalah 1:1,5. Ikan kurisi jantan yang tertangkap di Teluk Banten lebih banyak dibandingkan ikan betina. Berdasarkan hasil uji Chi-square (Lampiran 4), rasio antara ikan kurisi betina dan jantan dalam keadaan tidak seimbang. Hasil rasio ikan kurisi betina dan jantan yang tidak seimbang ini sesuai
23 dengan penelitian Amine (2012) di Teluk Suez sebesar 1:1,19, Kerdgari (2009) di Teluk Persia sebesar 1:2,6.
Hasil analisis rasio kelamin ikan kurisi setiap bulan pengamatan memiliki hasil yang berbeda-beda, perbedaan rasio ikan betina dan jantan tertinggi pada November yaitu 1:4,7. Berbeda halnya dengan penelitian Oktaviyani (2013), rasio betina dan jantan tertinggi pada bulan Juni yaitu 1:2,5. Perbedaan ini dapat terjadi karena pola tingkah laku ruaya ikan, perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan laju mortalitas, dan perbedaan umur pertama kali matang gonad (Effendie 2002 )
Hubungan panjang bobot ikan kurisi digunakan untuk menduga pola pertumbuhan. Pola pertumbuhan ikan kurisi pada penelitian ini setelah dilakukan pengujian (uji t) adalah allometrik negatif, yang artinya pertambahan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bobot (Lampiran 5). Hal tersebut sesuai dengan penelitian Oktaviyani (2013) dan Fitriyanti (2011), bahwa pola pertumbuhan ikan kurisi adalah allometrik negatif. Selain itu, hasil analisis pola pertumbuhan setiap bulan pengamatan ikan kurisi betina dan jantan allometrik positif pada bulan Mei dan November, sedangkan pada bulan lainnya memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (Lampiran 6). Menurut Suwarni (2009), perbedaan pola pertumbuhan disebabkan oleh ketersediaan makanan, tingkat kematangan gonad, dan variasi ukuran tubuh ikan-ikan contoh.
Tingkat kematangan gonad digunakan untuk menduga waktu pemijahan ikan. Ikan kurisi betina dan jantan yang telah matang gonad banyak terdapat pada Januari hingga Agustus (Gambar 8 dan Gambar 9). Hal ini mengindikasikan puncak musim pemijahan ikan kurisi terjadi pada Januari hingga Agustus. Berbeda halnya dengan hasil penelitian Kizhakudan et al. (2008), bahwa puncak musim pemijahan terjadi pada September hingga Desember, menurut Joshi (2010), bahwa puncak musim pemijahan terjadi pada Mei hingga November, dan menurut Elhaweet (2013), bahwa puncak pemijahan terjadi pada April hingga November. Perbedaan puncak pemijahan ini disebabkan terdapat dua kelompok ikan yang waktu pemijahannya berbeda, sehingga terjadi ketidakseragaman perkembangan gonad (Brojo dan Sari 2002). Selain itu, Musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai IKG untuk kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi (Ozvarol et al. 2010).
Nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) akan semakin tinggi seiring bertambahnya nilai TKG. Hal ini menunjukkan bahwa bobot gonad mencapai maksimal saat ikan memijah, kemudian menurun cepat selama berlangsung pemijahan hingga selesai (Effendie 1979). Berdasarkan hasil penelitian ini, nilai IKG ikan kurisi betina lebih tinggi dibandingkan nilai IKG ikan kurisi jantan. Hal ini sesuai dengan penelitian Nolaila (2013), bahwa nilai IKG ikan kurisi betina lebih tinggi dibandingkan dengan IKG ikan kurisi jantan. Nilai IKG ikan dapat bervariasi, baik jantan maupun betina (Sulistiono et al. 2001). Menurut Biusing (1998) in Sulistiono et al. (2001), nilai IKG betina lebih tinggi daripada jantan karena pertumbuhan ikan betina cenderung tertuju pada perkembangan gonad.
24
0,7908-1,3186 (Lampiran 9). Nilai faktor kondisi pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Nolaila (2013), bahwa faktor kondisi ikan betina dan jantan berada pada kisaran 0,8614-1,1056 dan 0,8308-1,0955. Perbedaan ini diduga karena faktor kondisi dipengaruhi jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan peryataan Effendie (1979), bahwa hal-hal yang memengaruhi faktor kondisi antara lain jenis kelamin, ketersediaan makanan, musim, dan morfologi ikan tersebut.
Sebaran frekuensi panjang digunakan untuk menduga kelompok umur ikan kurisi di Teluk Banten, hal ini dilakukan karena frekuensi panjang berasal dari kelompok umur yang sama dan cenderung bervariasi (Oktaviyani 2013). Frekuensi panjang ikan kurisi yang diamati selama penelitian didominasi 159-174 mm (Lampiran 10). Berbeda halnya dengan penelitian Oktaviyani (2013), bahwa frekuensi panjang ikan kurisi berkisar 142-152 mm. Hal ini dapat terjadi karena pola pertumbuhan, ukuran pertama kali matang gonad, dan perbedaan masa hidup, serta adanya pemasukan jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada (Nikolsky 1963 in Suwarni 2009).
Studi mengenai pertumbuhan merupakan cara menentukan ukuran badan sebagai suatu fungsi umur (Sparre dan Venema 1999). Pergeseran modus kearah kanan menunjukkan terjadi pertumbuhan ikan, sedangkan kearah kiri menunjukkan terjadi rekruitmen. Pertumbuhan ikan betina, jantan maupun total berdasarkan hasil penelitian ini terjadi pada bulan Januari hingga Maret dan bulan Juni hingga Agustus. Rekruitmen terjadi pada bulan Oktober hingga November dan bulan Maret hingga April (Gambar 13, 14, dan 15). Nilai indeks sparasi yang didapatkan pada penelitian ini lebih dari dua (Lampiran 11), artinya bahwa hasil pemisahan kelompok ukuran ikan kurisi dapat diterima. Indeks sparasi menggambarkan kualitas pemisahan dua kelompok umur yang berdekatan. Perolehan nilai indeks sparasi apabila kurang dari dua (I<2), maka tidak mungkin dilakukan pemisahan diantara dua kelompok umur, karena akan terjadi tumpang tindih besar antara keduanya atau modus yang diperoleh merupakan modus palsu (Sparre dan Venema 1999).
Hasil pendugaan parameter pertumbuhan dengan metode plot Ford Walford menunjukkan bahwa koefisien pertumbuhan (K) ikan kurisi jantan lebih besar dibandingkan ikan kurisi betina (Tabel 3). Menurut Sparre dan Venema (1999), semakin rendah koefisien pertumbuhan semakin lama waktu yang dibutuhkan spesies tersebut untuk mendekati panjang asimtotik, begitupun sebaliknya. Hasil analisis beberapa penelitian mengenai parameter pertumbuhan ikan kurisi disajikan dalam Tabel 5.
25 Tabel 5 Parameter pertumbuhan ikan kurisi dari beberapa hasil penelitian
Sumber Lokasi Nama Spesies Contoh Ikan
Berdasarkan tabel parameter pertumbuhan (Tabel 3), dapat digunakan untuk menduga mortalitas dan laju eksploitasi (Khan et al. 2003). Mortalitas terjadi karena penangkapan (F) yang dilakukan oleh manusia, dan mortalitas alami (M) terjadi karena penyakit, predasi, dan umur (Sparre dan Venema 1999). Berdasarkan Tabel 4, nilai laju mortalitas penangkapan (F) ikan kurisi lebih besar dibandingkan mortalitas alami (M). Mortalitas antara ikan kurisi betina, jantan, dan total memiliki nilai yang berbeda. Menurut Pauly (1984), perbedaan tersebut disebabkan perbedaan panjang asimtotik ( ∞) d n l ju p rtum u n (K). Perbedaan laju mortalitas mengakibatkan komposisi antara ikan betina dan jantan tidak seimbang (Lampiran 4).
Nilai laju eksploitasi ikan kurisi betina, jantan, dan total yang diperoleh telah melebihi angka eksploitasi optimal yang ditetapkan menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) yaitu 0,5, sehingga dapat diduga bahwa ikan kurisi di Perairan Teluk Banten mengalami tangkap lebih. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan kurisi betina dan jantan banyak mati akibat penangkapan. Tingkat eksploitasi mengindikasikan adanya tekanan penangkapan terhadap stok ikan kurisi di Teluk Banten, karena penangkapan berpengaruh terhadap perubahan populasi ikan di suatu perairan (Masrikat 2012) dan spesies yang dieksploitasi akan berdampak pada tereduksinya ikan dewasa sehingga ikan belum sempat untuk bereproduksi (King 1995).
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) merupakan salah satu
cara mengetahui perkembangan populasi dalam perairan. Perolehan ukuran pertama kali matang gonad pada penelitian ini baik ikan kurisi betina, jantan, dan total yaitu 253; 245; dan 252 mm. Berbeda halnya dengan penelitian Oktaviyani (2013) di Teluk Banten, bahwa ikan kurisi matang gonad pada ukuran 213 mm, dan penelitian Sen (2012) di perairan Veraval India diperoleh ukuran matang gonad pada ukuran 165.47 mm. Menurut Sulistiono et al. (2001), perbedaan ukuran pertama kali matang gonad ikan disebabkan oleh parameter pertumbuhan yang berbeda. Menurut Effendie (2002), ikan dengan spesies sama dan tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari 5o memiliki ukuran pertama kali matang gonad yang berbeda.
26
Hasil analisis produksi surplus digunakan untuk menduga upaya yang dapat menghasilkan tangkapan maksimum yang berkelanjutan tanpa berpengaruh terhadap produktivitas jangka panjang dari stok. Model yang digunakan adalah model Fox karena memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang lebih besar dibandingkan model Schaefer. Model yang memiliki nilai R2 tertinggi menunjukan model tersebut mempunyai keterwakilan yang tinggi dengan model sebenarnya (Susilo 2002). Hasil yang diperoleh menunjukan upaya kondisi aktual (faktual) sebesar 2527 trip/tahun berada di bawah fMSY (3009 trip/tahun). Hasil
tersebut menunjukan bahwa upaya yang tidak melebihi fMSY tidak akan
berdampak besar pada peningkatan hasil tangkapan ikan. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan stok ikan kurisi akibat adanya upaya tangkap lebih berdasarkan hasil analisis mortalitas dan laju eksploitasi (Tabel 4).
Pemanfaatan ikan kurisi yang terus menerus tanpa adanya pengelolaan dapat mengakibatkan keberadaan ikan kurisi pada masa akan datang menjadi terancam. Berdasarkan hasil penelitian, kondisi perikanan ikan kurisi telah mengalami tangkap lebih sehingga perlu dilakukan pengelolaan perikanan. Pengelolaan yang tepat terhadap permasalahan sumberdaya ikan kurisi dapat dilakukan dengan mengurangi upaya penangkapan agar menghasilkan produksi yang tinggi, penangkapan pada ukuran ikan yang lebih besar dari ukuran pertama kali matang gonad yaitu 253 mm, karena diduga pada ukuran tersebut ikan telah mengalami reproduksi minimal satu kali. Cara tersebut dapat ditempuh dengan pengaturan ukuran mata jaring lebih dari 3,5 cm. Selain itu, pengelolaan dengan pendekatan konsep MSY yaitu upaya penangkapan tidak boleh melebihi 3009 trip per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 100 ton per tahun.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ikan kurisi di Perairan Teluk Banten diduga telah mengalami tangkap lebih dengan laju eksploitasi yang telah melebihi laju eksploitasi maksimum sebesar 0,5. Puncak musim pemijahan ikan kurisi diduga terjadi pada bulan Januari hingga Agustus. Selain itu, hasil tangkapan aktual telah melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 110 ton per tahun sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih.
Saran
27
frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 4(1): 75-84.
Brojo M, Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi (Nemipterus tambuloides Blkr.) yang didaratkan di tempat pelelangan ikan Labuan, Pandeglang. Jurnal iktiologi Indonesia. 1(2): 9-13.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2015. Statistik Perikanan Tangkap Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 2014. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Banten.
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Banten Tahun 2000-2010. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Banten.
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama.
Elhaweet AAA. 2013. Biological studies of the invasive species Nemipterus japonicus (Bloch,1791) as a Red immigrant into the Mediterranean. Egyptian Journal of Aquatic Research. 39(1): 267-274.
Fitriyanti. 2011. Kajian stok dan analisis ketidakpastian hasil tangkapan sumber daya ikan terisi (Nemipterus balinensis Bleeker, 1859) di Perairan Teluk Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Joshi KK. 2010. Population dynamic of Nemipterus japonicus (Bloch) in the trawling grounds off Cochin. Indian J. Fisheries. 57(1): 7-12.
Kerdgari MT, Valinassab, Jamaili S, Fatemi MR, F Kaymaram. 2009. Reproductive Biology of the Japanese Threadfin Bream, Nemipterus japonicus, in the Northern of Persian Gulf. Journal of Fisheries and Aquatic Science. 4(3): 143-149.
Khan MAA, Sada NU, Chowdhury ZA. 2003. Status of the demersal fishery resources of Bangladesh. WorldFish Center Conference Proceedings. 67(1): 63-82.
King M. 1995. Fisheries Biology: Assessment and Management. London: Fishing News Books.
Kizhakudan SJ, Sujithia T, Kizhakudan JK, Zala MS. 2008. Fishery of threadfin breams along Saurashtra coast (Gujarat), and some aspects of biology of Nemipterus japonicus (Bloch 1791) and N. Mesoprion (Bleeker, 1853). J.Mar. Biol. Ass. India. Journal. 50(1): 43-51.
Manojkamar PP. 2004. Some Some aspects on the biology of Nemipterus japonicus (Bloch) from Veraval in Gujarat. Indian J. Fish. 51(2):185-191. Masrikat JAN. 2012. Standing stock of demersal fish assessment in southern part
of South China Sea. Journal of Coastal Development. 3(15):276-281.
28
Oktaviyani S. 2013. Kajian stok ikan kurisi (Nemipterus japonicas, Bloch 1791) di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Octoriani W. 2014. Potensi dan Laju Eksploitasi Ikan Kurisi (Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlivan M. 2010. Age, growth, and reproduction of goldband goatfish (Upeneus moluccensis, Bleeker 1855) from the Gulf of the Antalya (Turkey). Journal of Animal and Veterinary Advances. 9(5): 939-945.
Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics in Tropical Waters: A Manual for Use with Programmable Calculators. Manila (PH): International Center for Living Aquatic Resources Management.
Pramadika IC. 2014. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saanin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan (Jilid I dan II). Bandung (ID): Bina Cipta.
Sen S, Dash GR, Mohammed KK, Sreenath KR, Mojjada SK, Fofandi MK, Zala MS, Kumari S. 2014. Stock assessment of Japanese threadfin bream, Nemipterus japonicus (Bloch, 1791) from Veraval water. Indian Journal of Geo-Marine Sciences. 43(4):519-527.
Spare P, Venema S. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku 1: Manual. Widodo J, Merta IGS, Nurhakim S, Badarudin M, penerjemah; Prisantoso BI, Rahmat E, Chodriyah U, Basuki PI, Murniyati, Wahyudi NA, Astuti IR, editor. Jakarta (ID). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Ed ke-1. Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan
Biometrik), penerjemah: Sumantri B. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Sulistiono, Kurniati TH, Riani E, Watanabe S. 2001. Kematangan gonad beberapa
jenis ikan buntal (Tetraodon lunaris, T. fluviatilis, T. reticularis) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia 1(2): 25-30.
Susilo SB. 2002. Pendugaan stok dan daya dukung biomass ikan melalui data tangkapan ikan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 9 (1): 99-108.
Suwarni. 2009. Hubungan panjang-bobot dan faktor kondisi ikan butana Acanthurus mata (Cuvier, 1829) yang tertangkap di sekitar perairan pantai Desa Mattiro Deceng, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 19(3): 160–165.
Tampubolon GH. 1986. Growth and Mortality Estimation of India Mackerel (Rastrelliger kanagurta) in the Malacca Strait, Indonesia. Contribution To Tropical Fisheries Biology. 389(1): 372-384.
Tinungki GM, Boer M, Monintja DR, Widodo J dan Fauzi A. 2004. Model Surshing: Model Hybrid antara Produksi Surplus dan Model Cushing dalam Pendugaan Stok Ikan (Studi Kasus: Perikanan Lemuru di Selat Bali). Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 11(2):135-138.
29 Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Sumantri B, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistic. Ed ke-3.
30
LAMPIRAN
Lampiran 1 Klasifikasi ikan kurisi menurut Saanin (1984):
Kingdom : Animalia
Spesies : Nemipterus japonicus (Bloch 1791) Nama Internasional : Japanese threadfine bream
Lampiran 2 Kuisioner untuk nelayan madidihang PPN Karangantu KUISIONER PENELITIAN
Kajian Stok Sumberdaya Ikan Kurisi
(Nemipterus japonicus, Bloch 1791) di Perairan Teluk Banten Dipersiapkan oleh: Tri Mahendra Hidayat C24100073
I. Identitas Responden
1. Nama : Andi Garso
2. Umur : 60
3. Pendidikan : SD/SMP/SMA/S1 4. Pekerjaa utama : Nelayan
5. Pekerjaan sampingan : - 6. Alamat : - II. Keadaan Usaha Penangkapan A. Biaya Tetap (fixed cost)
1. Biaya investasi (Jenis alat tangkap yang digunakan)
No Alat tangkap Jumlah Ukuran Harga satuan
(Rp)
1. Dalam setahun berapa bulan tidak melaut?. paling lama 3 bulan 2. Musim melaut?
31
1. Hasil tangkapan yang didapatkan setiap tahunnya apakah semakin meningkat/menurun? Cenderung turun
2. Hasil tangkapanyang didapatkan per unit upaya apakah semakin meningkat/menurun? Cenderung menurun
3. Apakah terdapat batas secara geografis dalam penangkapan ikan? ada 4. Jika ada, bagaimana menentukan batasan tersebut? Kompas dan GPS 5. Kecenderungan dari masing-masing alat tangkap apakah
meningkta/menurun? menurun
6. Berapa Gross Ton (GT) ukuran kapal yang digunakan? 5-10 GT 7. Dalam satu kali trip, berapa tenaga kerja yang dibutuhkan? 5-6 orang 8. Jenis alat tangkap apa saja yang biasanya digunakan menangkap kurisi?.
Dogol, pukat cincin
9. Apakah dalam penangkapan menggunakan rumpon? tidak
10.Apakah nelayan merupakan sumber pendapatan utama keluarga? ya 11.Sudah berapa lama anda menjadi nelayan? 10 tahun
12.Sudah berapa lama menjadi nelayan kurisi? 5 tahun
32
Lampiran 3 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinearkan berdasarkan data panjang
Menurut persamaan tangkap atau persamaan Baranov (Baranov 1918 in Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t1 dan t2 dapat dihitung dengan:
t ,t t - t (3.1)
N(t1) adalah banyaknya ikan pada saat t1, N(t2) adalah banyaknya ikan pada saat t2, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi ikan yang mati akibat penangkapan, disebut laju eksploitasi. Oleh karena itu:
t t - (t- t ) (3.2)
persamaan Beranov pada (3.2) dapat ditulis menjadi:
t ,t t - - (t- t ) (3.3)
t r - (t- r) (3.4)
sehingga
t ,t r - (t- r) - - (t - t) (3.5)
N(Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di kiri dan kanan persamaan (3.5) menjadi:
ln t ,t d - t ln - - (t - t ) (3.6)
d r r ln . Jika t - t = t - t3=... dan sama dengan suatu konstanta
dengan satuan waktu diperoleh konstanta baru.
d ln - - (t- t ) (3.7)
sehingga persamaan dapat ditulis menjadi:
ln t ,t d - t (3.8)
atau
33 Lampiran 3 (lanjutan)
Menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1992 ) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (3.9) melalui.
ln (1-e-x) ≈ ln X) - (3.10)
untuk X yang bernilai kecil (X<1,0), sehingga:
ln - - (t- t) =ln Z(t t ) – t - t ) (3.11) dan persamaan (3.11) dapat ditulis menjadi:
ln t ,t )
t -t = h - Z t - Z (t t ) (3.12)
atau
ln t,t t) t = h – Z (t+
(3.13)
Bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan Von Bertalanffy memberikan persamaan berikut.
t t - ln
-∞ (3.14)
sedangkan notasi tangkapan C(t ,t ) dapat diubah menjadi C(L1,L2) sehingga:
C t,t t) = C(L1,L2) (3.15)
dan
t t - t ln ∞
-∞- (3.16)
Bagian (t+
pada persamaan (3.16) dapat dikonversi kedalam notasi L1 dan
L2 sehingga:
t(L1)+ ≈ t
t - ln -
∞ (3.17)
dan
ln t , - t (3.18)
yang membentuk persamaan linear dengan y= ln t , sebagai ordinat dan x =
34
Lampiran 4 Uji Chi-square terhadap rasio kelamin ikan kurisi
Waktu pengambilan
contoh
Nisbah (%) Rasio Uji Chi-square Kesimpulan
Betina Jantan Betina:Jantan x hitung x tabel
29 Sept 2013
Lampiran 5 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi betina dan jantan a. Ikan kurisi betina
Koefisien
35 Lampiran 6 Hubungan panjang dan bobot ikan kurisi betina dan jantan setiap
bulan pengamatan a. Ikan kurisi betina
Waktu pengamatan thitung ttabel Pola pertumbuhan
29 September 2013 1,8307 2,3909 Allometrik negatif 26 Oktober 2013 2,3829 2,3979 Allometrik negatif 30 November 2013 3,0803 2,4729 Allometrik positif 30 Desember 2013 2,6391 2,3391 Allometrik negatif 29 Januari 2014 2,9060 2,3069 Allometrik negatif 28 Februari 2014 1,9126 2,3638 Allometrik negatif 29 Maret 2014 2,5412 2,4231 Allometrik negatif 26 April 2014 2,4962 2,3596 Allometrik negatif 30 Mei 2014 2,8736 2,3979 Allometrik negatif 29 Juni 2014 2,6730 2,2929 Allometrik negatif 26 Juli 2014 2,8291 2,3011 Allometrik negatif 29 Agustus 2014 2,7498 2,3000 Allometrik negatif
b. Ikan kurisi jantan
Waktu pengamatan thitung ttabel Pola pertumbuhan
36
Lampiran 7 Data TKG ikan kurisi a. TKG ikan kurisi betina
Sampling TKG
I II III IV
29 September 2013 10 14 1 1
26 Oktober 2013 5 17 3 0
30 November 2013 13 5 0 0
30 Desember 2013 6 20 4 8
29 Januari 2014 14 11 8 22
28 Februari 2014 15 10 4 2
29 Maret 2014 5 14 2 1
26 April 2014 25 7 0 0
30 Mei 2014 1 4 13 7
29 Juni 2014 12 33 16 8
26 Juli 2014 11 26 16 7
29 Agustus 2014 9 29 16 7
b. TKG ikan kurisi jantan
Sampling TKG
I II III IV
29 September 2013 23 19 7 1
26 Oktober 2013 27 11 5 2
30 November 2013 72 12 1 0
30 Desember 2013 48 18 1 2
29 Januari 2014 56 39 4 5
28 Februari 2014 22 9 8 6
29 Maret 2014 32 30 6 4
26 April 2014 60 10 1 0
30 Mei 2014 4 4 5 2
29 Juni 2014 3 17 19 5
26 Juli 2014 1 20 10 1
29 Agustus 2014 6 21 19 6
Lampiran 8 Data IKG ikan kurisi betina dan jantan
37 Lampiran 9 Data faktor kondisi rata-rata ikan kurisi betina dan jantan
Waktu Pengambilan Contoh
Betina Jantan FK
rata-rata
Simpangan
baku FK rata-rata
Simpangan baku 29 September 2013 1,2866 0,2111 1,1015 0,1893 26 Oktober 2013 1,3501 0,2329 1,2725 0,1318 30 November 2013 1,2715 0,1500 1,1004 0,1225 30 Desember 2013 1,2464 0,1821 1,0128 0,1777 29 Januari 2014 1,1690 0,1813 0,9309 0,4605 28 Februari 2014 1,2587 0,1784 1,1381 0,1995 29 Maret 2014 1,0638 0,2117 0,9482 0,1063 26 April 2014 1,0152 0,0924 0,1928 0,1061 30 Mei 2014 0,9048 0,9048 0,8926 0,1192 29 Juni 2014 1,1214 0,2369 0,9721 0,1624 26 Juli 2014 1,2726 0,3246 1,1019 1,1019 29 Agustus 2014 1,2184 0,2875 1,1235 0,2356
Lampiran 10 Sebaran frekuensi panjang ikan kurisi
SK BKB BKA BK Xi Fi
38
39 Lampiran 12 Pendugaan pertumbuhan ikan kurisi betina menggunakan
persamaan plot Ford Walford
a. Pendugaan pertumbuhan ikan kurisi betina menggunakan persamaan plot Ford Walford
a 63,5252 b 0,7782 L∞ 286,5037
K 0,2507
Pendugaan nilai t0 menggunakan rumus empiris Pauly (1983):
Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (logL∞) – 1.038 (logK)
= 0,3922 – 0,2752 (log(286,5037)) – 1,038 (log(0,2507)) t0 = -0,4448
b. Pendugaan pertumbuhan ikan kurisi jantan menggunakan persamaan plot Ford Walford
a 58,5252 b 0,7965 L∞ 287,5215
K 0,1352
Pendugaan nilai t0 menggunakan rumus empiris Pauly (1983):
Log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 (logL∞) – 1,038 (logK)
= 0,3922 – 0,2752 (log(287,5215)) – 1,038 (log(0,1352)) t0 = -0,4015
c. Pendugaan pertumbuhan total ikan kurisi menggunakan persamaan plot Ford Walford
Pendugaan nilai t0menggunakan rumus empiris Pauly (1983):
40
Lampiran 13 Mortalitas ikan kurisi
a. Mortalitas ikan kurisi betina (Nemipterus japonicus)
SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) t t(L1/L2)/2 n , )/ t)
b. Mortalitas ikan kurisi jantan (Nemipterus japonicus)
41 Lampiran 13 (lanjutan)
c. Mortalitas ikan kurisi total (Nemipterus japonicus)
SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) t t(L1/L2)/2 n , )/ t)
Lampiran 14. Ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi
a. ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi betina
42
Lampiran 14 (lanjutan)
b. ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi jantan
SK Nt xi Ni Nb Pi 1-Pi
c. ukuran pertama kali matang gonad ikan kurisi total
43 Lampiran 15 Standarisasi alat tangkap
alat tangkap c f Cpue fpi Dogol 669,6210 13444,0000 0,0498 1,0000 Jaring insang 0,1600 17693,0000 0,0001 0,0001 Bagan 2,6150 22962,0000 0,0001 0,0023 Pancing 0,4990 682,0000 0,0007 0,0147 Sero 0,1610 1280,0000 0,0001 0,0025 Jaring
rampus 0,5630 20993,0000 0,0001 0,0005
Tahun dogol jar insang bagan pancing sero jar rampus c f c f c f c f c f c f 2010 140 2449 0,02 4390 0,43 5210 0,30 326 0,13 1134 0,31 3629 2011 140 1883 0,10 4078 0,85 3211 0,07 132 0,03 112 0,05 5939 2012 138 4013 0,00 3152 0,46 6553 0,07 45 0,00 7 0,12 3846 2013 137 2584 0,00 3580 0,01 4513 0,06 54 0,00 13 0,09 5024 2014 114 2515 0,04 2493 0,87 3475 0,00 125 0,00 14 0,00 2555
Lampiran 16 Model produksi surplus
a. Tabel produksi dan upaya penangkapan tahun 2010-2014
tahun c f Cpue ln cpue
2010 141,0450 2471,3160 0,0571 -2,8634 2011 141,2030 1896,5018 0,0745 -2,5976 2012 139,0790 4031,3049 0,0345 -3,3668 2013 137,0090 2598,4999 0,0527 -2,9426 2014 115,2830 2526,6453 0,0456 -3,0873
b. Tabel nilai MSY dan FMSY menggunakan model Fox dan Schaefer
Nilai Model Fox Model Schaefer
a -2,0727 0,0976
b -0,00033 -0,00002
R 0,86 0,79
Upaya Optimum (fmsy) (unit) 3009 2952
Maximum Sustainable Yield (MSY) (ton/tahun) 139 144 Potensi Lestari (PL) (ton/tahun) 125 130
Total Allowable Catch (TAC) (ton/tahun) 100 104
Keterangan:
c : catch / hasil tangkapan (ton) f : effort / upaya tangkap (trip)
44
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 15 Mei 1992 dari ayah Joko Suryawan dan ibu Lilis Umiati. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Kertawinaya tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Ciasem tahun 2007. Tahun 2010 Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciasem dan pada tahun yang sama Penulis lulus Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa, Penulis memperoleh beasiswa ASTAGA tahun 2010 dan beasiswa BUMN tahun 2013-2014. Kegiatan penulis diluar akademik, yaitu menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) tahun 2013, anggota Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah tahun 2012-2013 Divisi Media Online, anggota lembaga Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim (FKM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2012- 2013. Ketua Divisi Konsumsi Orientasi Mahasiswa Baru (OMBAK) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2012, dan pernah aktif menjadi panitia divisi Logistik dan Transportasi WATER FESTIVAL 2013.