• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru di Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru di Kota Medan"

Copied!
138
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ADRIAL FALAHI

127024020/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) Program Studi Magister

Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ADRIAL FALAHI

127024020/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(3)

GURU DI KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Adrial Falahi

Nomor Pokok : 127024020

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Subhilhar, MA, Ph.D) (Husni Thamrin, S.Sos., MSP) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA) (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Subhilhar, MA, Ph.D Anggota : Husni Thamrin, S.Sos., MSP

(5)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SERTIFIKASI GURU

DI KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu

dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 23 Juli 2014

Penulis,

(6)

ABSTRAK

Sertifikasi Guru merupakan program penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Implementasi merupakan kunci sukses sebuah program. Kegagalan dalam melaksanakan program berarti kegagalan dalam mencapai tujuan dari program tersebut. Sementara fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru di Kota Medan dengan menggunakan isu-isu interaktif yang digagas oleh George C. Edward III berupa komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi yang berperan dalam pelaksanaan kebijakan. Keberperanan empat isu ini sangat bermakna bagi implementasi kebijakan dan penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui analisis deskriptif dan objek penelitiannya adalah panitia sertifikasi guru di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Medan, guru yang telah mengikuti sertifikasi guru dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013, panitia sertifikasi guru di LPMP Sumatera Utara dan panitia sertifikasi guru di LPTK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan sertifikasi guru di Kota Medan telah memenuhi empat isu Implementasi Kebijakan Publik model Edward III walaupun belum sempurna. Komunikasi adalah unsur yang paling lemah dalam pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru. Penyampaian informasi terganggu oleh kurangnya sosialisasi yang dilakukan baik dari segi waktu dan materinya serta model penyampaian informasi yang juga kurang tepat sehingga menyebabkan informasi yang tidak jelas dan tidak sampai ke guru. Kelemahan dari sudut konsistensi peraturan kebijakan itu sendiri telah menciptakan image yang tidak baik dalam masyarakat. Peraturan yang berubah-ubah telah membuat masyarakat khususnya guru menjadi bingung. Keberpihakan kebijakan khususnya terhadap guru (sebagai sasaran) hendaknya bisa diciptakan sehingga program ini bisa mencapai target dan sasaran secara maksimal.

(7)

ABSTRACT

Teacher Certification is an important program to improve the quality of National Education. The implementation of the program is the keys to success. Failure to implement the program means failure to achieve the goal. The focus of this research is to identify and analyze the implementation of teacher certification policies in Medan by using interactive issues initiated by George C. Edward III is communications, resources, disposition and bureaucratic structures that play a role in policy implementation. The fourth role is a very significant issue for policy implementation.This study uses qualitative descriptive analysis. Is a research subject in the teacher certification committee Medan City Department of Education, teachers who have been following the certification of teachers from 2007 to 2013, the committee LPMP teacher certification in North Sumatra and teacher certification in LPTK committee. The results of this study indicate that teacher certification policy implementation in Medan has met four issues of Public Policy Implementation model of Edward III, although not perfect. Communication is the weakest element in the implementation of teacher certification policy. Submission of information is interrupted by the lack of socialization in terms of both time and material and information delivery models are also causing less precise information is not clear and not up to the teacher. Weak regulation from the point of consistency has created a policy that is not a good image in the society. Regulatory change has been made public, especially teachers become confused. Alignments policy especially towards the target (teacher) should be created so that the program can reach targets and objectives to the maximum.

(8)

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya saya dapat meyelesaikan tesis ini dengan Judul :

Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru di Kota Medan”. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) pada program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatara Utara.

Penulis sudah merasa melakukan penelitian dengan kemampuan maksimal, namun tentunya tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan. Hal ini tentunya disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan waktu yang dimiliki oleh penulis.

Pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.)

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU)

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, M.A selaku Ketua Program Magister Studi

Pembangunan Universitas Sumatera Utara dan dosen pembanding.

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Sekretaris Program Studi

Magister Studi Pembangunan dan dosen pembanding.

5. Prof. Subhilhar, MA, Ph.D, sebagai dosen pembimbing I saya yang telah

memberikan waktu, semangat dan saran-saran yang membangun guna

mendukung pengerjaan tesis ini menjadi sempurna dan dapat

dipertanggungjawabkan.

6. Bapak Husni Thamrin, S.Sos., MSP, sebagai dosen pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktu dalam membimbing, memberikan pengarahan, pengetahuan dan dukungan.

7. Bapak Drs. Humaizi, MA selaku dosen pembanding yang telah memberikan

banyak masukan di dalam proses penulisan tesis saya

8. Seluruh Dosen Program Studi Magister Studi Pembangunan yang telah banyak

(9)

Dina, Bang Iwan dan Ibu Nisa, yang telah banyak membantu saya dalam proses penyusunan administrasi dan memberikan semangat.

10.Bapak Irwansyah, S.Pd, selaku Panitia/Staff pengelola Sertifikasi Guru Kota Medan yang telah memberikan waktu dan kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian di Dinas Pendidikan Kota Medan.

11.Bapak Drs. H. Ridwanto, M.Si, selaku Ketua Panitia Sertifikasi Guru Rayon 132 Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al-Washliyah yang telah banyak bekerjasama dalam rangka mensukseskan dan menyelenggarakan Sertifikasi Guru dan memberikan kesempatan untuk diwawancarai.

12.Seluruh mahasiswa program Magister Studi Pembangunan FISIP USU Tahun

2012 Angkatan XXV. Terima kasih untuk setiap kebersamaannya dalam proses menggali ilmu pengetahun untuk mencapai gelar magister. Semoga kita dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah kita pelajari di lingkungan masyarakat secara bertanggung jawab.

13.Ayahanda Abdul Kadir Hasry (Alm) dan Ibunda Yarnis Syarif, Abang, Uni,

Abang/Kakak Ipar serta ponakan penulis, atas do’a restu serta dorongan

semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

14.Devi Silvia Rahmi, S.Pd, Istriku tercinta dan anak-anakku tersayang Fadhil

Roghdan Falahi dan Lu’lu’ Al Faqihah Falahi yang selama ini mendampingi

dengan penuh pengorbanan dan kesabaran serta pengertian kepada penulis.

15.Segenap pihak yang belum disebutkan di atas dan juga telah memberikan

bantuan kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung.

Semoga Allah SWT memberikan balasan kebaikan dan dicatat sebagai amal shalih dari Allah SWT.

Besar harapan saya semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pembaca terutama pengambil keputusan dan pelaksana kebijakan sertifikasi guru untuk dapat dipergunakan sebagai sumbang saran pemikiran.

Medan, Juli 2014

Peneliti,

(10)

Penulis yang memiliki nama lengkap Adrial Falahi merupakan anak ke-3 dari 3 bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Abdul Kadir Hasry (Alm) dan Ibu Yarnis Syarif, BA. ini lahir di Kota Padang, pada tanggal 30 November 1973. Pendidikan Sekolah Dasar penulis, ditempuh SD Negeri 1980 dan lulus pada tahun 1986. Selanjutnya penulis menjalani pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Patumbak dan lulus pada tahun 1990. Pada tahun 1992 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri yaitu di Jurusan Ilmu Administrasi Negara (IAN) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, dan dinyatakan lulus pada bulan Februari. Pada tahun 2012, penulis kembali melanjutkan pendidikan pada program studi Magister Studi Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan lulus pada bulan Juli 2014.

(11)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Manfaat Penelitian ... 9

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Kebijakan ... 10

2.2.Pengertian Kebijakan Publik ... 11

2.3.Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ... 14

2.4.Model Implementasi Kebijakan Publik ... 17

2.5.Sertifikasi ... 23

2.5.1. Latar Belakang Sertifikasi ... 23

2.5.2. Pengertian Sertifikasi ... 26

(12)

2.7.Kerangka Pemikiran ... 31

3. BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian ... 32

3.2.Lokasi Penelitian ... 32

3.3.Informan Penelitian ... 33

3.4.Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.5.Teknik Analisa Data ... 35

4. BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN 4.1.Deskripsi Lokasi Penelitian ... 37

4.1.1. Gambaran Umum Kota Medan ... 37

4.1.2. Geografi ... 39

4.1.3. Demografi ... 41

4.1.4. Kondisi Pendidikan Kota Medan ... 42

4.1.5. Visi dan Misi serta Tujuan Dinas Pendidikan Kota Medan ... 45

4.2.Gambaran Umum Sertifikasi Guru ... 50

4.2.1. Pengertian, Tujuan, Manfaat dan Dasar Hukum Sertifikasi Guru ... 50

4.2.2. Pola Pelaksanaan Sertifikasi Guru ... 52

4.2.3. Mekanisme, Alur Kerja dan Aktivitas Institusi ... 57

4.3.Hasil Temuan Penelitian ... 73

(13)

4.3.3. Sumberdaya ... 83

4.3.4. Disposisi ... 90

4.3.5. Struktur Birokrasi ... 94

4.3.6. Kendala Pelaksanaan Sertifikasi Guru ... 97

5. BAB VI PENUTUP 5.1.Kesimpulan ... 105

5.2.Saran ... 108

(14)

No. Judul Halaman

4.1. Rangkuman Hasil Wawancara ... 102

(15)

No. Judul Halaman

2.1. Bagan Model George C. Edward III ... 22

2.2. Model Donald Van Meter dan Carl Van Horn ... 23

4.1. Peta Kecamatan Kota Medan ... 39

4.2. Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kota Medan ... 49

4.3. Alur Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan ... 55

4.4. Mekanisme Sertifikasi Guru Tahun 2013 ... 58

(16)

No. Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara Terhadap Panitia Sertifikasi Guru di Dinas

Pendidikan Kota Medan ... 113

2. Pedoman Wawancara Terhadap Guru Tersertifikasi (Tahun 2007,

2008, 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013) ... 115

3. Pedoman Wawancara Terhadap Panitian Sertifikasi Guru di LPMP

Sumatera Utara ... 117

4. Pedoman Wawancara Terhadap Panitian Sertifikasi Guru di LPTK

(17)

ABSTRAK

Sertifikasi Guru merupakan program penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Implementasi merupakan kunci sukses sebuah program. Kegagalan dalam melaksanakan program berarti kegagalan dalam mencapai tujuan dari program tersebut. Sementara fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru di Kota Medan dengan menggunakan isu-isu interaktif yang digagas oleh George C. Edward III berupa komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi yang berperan dalam pelaksanaan kebijakan. Keberperanan empat isu ini sangat bermakna bagi implementasi kebijakan dan penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui analisis deskriptif dan objek penelitiannya adalah panitia sertifikasi guru di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Medan, guru yang telah mengikuti sertifikasi guru dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013, panitia sertifikasi guru di LPMP Sumatera Utara dan panitia sertifikasi guru di LPTK. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan sertifikasi guru di Kota Medan telah memenuhi empat isu Implementasi Kebijakan Publik model Edward III walaupun belum sempurna. Komunikasi adalah unsur yang paling lemah dalam pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru. Penyampaian informasi terganggu oleh kurangnya sosialisasi yang dilakukan baik dari segi waktu dan materinya serta model penyampaian informasi yang juga kurang tepat sehingga menyebabkan informasi yang tidak jelas dan tidak sampai ke guru. Kelemahan dari sudut konsistensi peraturan kebijakan itu sendiri telah menciptakan image yang tidak baik dalam masyarakat. Peraturan yang berubah-ubah telah membuat masyarakat khususnya guru menjadi bingung. Keberpihakan kebijakan khususnya terhadap guru (sebagai sasaran) hendaknya bisa diciptakan sehingga program ini bisa mencapai target dan sasaran secara maksimal.

(18)

ABSTRACT

Teacher Certification is an important program to improve the quality of National Education. The implementation of the program is the keys to success. Failure to implement the program means failure to achieve the goal. The focus of this research is to identify and analyze the implementation of teacher certification policies in Medan by using interactive issues initiated by George C. Edward III is communications, resources, disposition and bureaucratic structures that play a role in policy implementation. The fourth role is a very significant issue for policy implementation.This study uses qualitative descriptive analysis. Is a research subject in the teacher certification committee Medan City Department of Education, teachers who have been following the certification of teachers from 2007 to 2013, the committee LPMP teacher certification in North Sumatra and teacher certification in LPTK committee. The results of this study indicate that teacher certification policy implementation in Medan has met four issues of Public Policy Implementation model of Edward III, although not perfect. Communication is the weakest element in the implementation of teacher certification policy. Submission of information is interrupted by the lack of socialization in terms of both time and material and information delivery models are also causing less precise information is not clear and not up to the teacher. Weak regulation from the point of consistency has created a policy that is not a good image in the society. Regulatory change has been made public, especially teachers become confused. Alignments policy especially towards the target (teacher) should be created so that the program can reach targets and objectives to the maximum.

(19)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek sosial dari program pembangunan

nasional yang harus diperhatikan dan menjadi sesuatu yang sangat penting karena

berhubungan dengan aset, modal, potensi kemajuan suatu bangsa dan juga

merupakan agen perubahan (agent of change).

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan

Pemerintah RI untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

kehidupan bangsa dan juga mengamanatkan untuk mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang bertujuan meningkatkan

keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat. Untuk mengemban amanat tersebut ditetapkanlah

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

untuk manjamin pemerataan kesempatan pendidikan, meningkatkan mutu dan

relevansi pendidikan serta efisiensi menajeman pendidikan dalam rangka

menghadapi tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global.

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan tersebut maka lahirlah

Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2006 tentang Standar Nasional

Pendidikan yang menetapkan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang

menjadi acuan dalam penyelenggaraan serta keberhasilan pendidikan nasional.

(20)

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut berkenaan dengan standar pendidik dan

tenaga kependidikan dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi

akademik dan kompetensi. Kualifikasi akademik dan kompetensi yang

dimaksudkan oleh Peraturan Pemerintah tersebut melahirkan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional RI Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi

guru ini lah yang menjadi dasar bagi pelaksanaan program sertifikasi guru yang

melahirkan Peraturan Manteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Tentang

Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan yang dimulai dari permendiknas Nomor 18

Tahun 2007, Nomor 11 Tahun 2008, Nomor 10 Tahun 2009, Nomor 11 Tahun

2011 serta Nomor 5 Tahun 2012.

Peraturan Manteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia tentang

Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan ini menjadi landasan dalam pelaksanaan

Sertifikasi Guru di Indonesia dan Permendiknas ini hampir setiap tahun

mengalami perubahan dan penambahan isi yang selalu disesuaikan dengan kondisi

dan perkembangan serta pelaksanaan sertifikasi guru di Indonesia.

(http://umk.ac.id/index.php/problem-di-sekitar-sertifikasi-guru, diakses 10

Oktober 2013)

Meskipun Permendiknas tentang sertifikasi bagi guru dalam jabatan ini

hampir setiap tahun mengalami perubahan, namun dalam pelaksanaannya tentu

saja masih terdapat beberapa kendala yang menyebabkan pelaksanaan sertifikasi

tidak berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan.

(21)

guru berhak mengikuti sertifikasi adalah guru yang diangkat menjadi guru

sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan

dosen pada tanggal 30 Desember 2005. Kondisi ini menyatakan bahwa guru yang

diangkat setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 belum

berhak mengikuti sertifikasi guru. Pernyataan ini menimbulkan aksi negatif dan

tindakan yang menghalalkan segala cara oleh para guru untuk mendapatkan SK

pengangkatan sebagai guru tahun 2005 bekerjasama dengan kepala sekolah dan

yayasan.

Pelaksanaan sertifikasi guru dapat ditempuh oleh guru dalam 4 jalur yaitu

jalur dokumen portofolio, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG),

Pemberian Sertifikat Pendidik secara Langsung (PSPL) dan Pendidikan Profesi

Guru (PPG). Khusus jalur portofolio para peserta diberikan kesempatan untuk

mengumpulkan dokumen portofolio berupa bukti fisik yang meliputi beberapa

komponen. Salah satu komponen yang seringkali menjadi masalah adalah point

keikutsertaan dalam forum ilmiah yang dibuktikan dengan adanya sertifikat. Cara

dalam perolehan sertifikat ini juga menjadi masalah karena sertifikat seringkali

didapatkan dengan cara hanya membeli sertifikat tanpa harus mengikuti forum

ilmiah tersebut.

Setiap peserta yang akan mengikuti sertifikasi guru tahun 2012 dan tahun

selanjutnya, terlebih dahulu diwajibkan mengikuti Uji Kompetensi Awal (UKA).

Ujian ini dilaksanakan berdasarkan bidang studi yang diampu oleh peserta. Pada

tahap awal, sosialisasi terhadap UKA ini juga tidak merata di setiap kacamatan

dan kabupaten/kota. Ada daerah yang melakukan sosialisasi namun ada juga yang

(22)

guru harus dimulai dengan pelaksanaan UKA yang sebelumnya harus

disosialisasikan terlebih dahulu kepada guru. Pada tahap pelaksanaannya, UKA

juga mengalami masalah diantaranya soal-soal yang diajukan ternyata ada yang

tidak relevan dengan bidang studi yang diampu dan ditambah lagi dengan sarana

yang tidak memadai. Hal ini banyak menimbulkan protes dari peserta (guru) yang

berakibat tidak mampunya peserta dalam menjawab soal.

Dalam penelitian sebelumnya oleh Andhi Suhada (2012) yang berjudul

“Implementasi Kebijakan Sertifikasi Guru pada Sekolah Menengah Atas Negeri di

Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu” dijelaskan bahwa dari segi

komunikasi berupa sosialisasi di Indramayu sudah berjalan dengan baik, kondisi

sumberdaya yang dimiliki juga menguasai IT dan komunikasi serta memiliki

komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugas. Namun demikian ada beberapa

saran yang harus diperhatikan seperti singkatnya waktu yang diberikan dalam

proses sosialisasi membuat materi sosialisasi menjadi kurang efektif. Dari segi

sumberdaya disarankan agar jumlah personil panitia sertifikasi guru di Indramayu

ditambah, disebabkan oleh banyaknya guru yang harus dilayani dan

membutuhkan waktu penanganan yang cepat.

Winarsih (2008) dalam penelitian berjudul “Implementasi kebijakan

sertifikasi guru sekolah dasar (studi kasus di Kabupaten Semarang)” dijelaskan

bahwa : Implementasi sertifikasi guru SD di Kabupaten Semarang secara umum

sudah berjalan dengan baik. Pada faktor komunikasi dan konsistensi informasi

juga baik, namun dari kejelasan informasi antara lain mengenai persyaratan masa

(23)

dianggap kurang. Dari segi sarana dan prasarana maupun anggaran khusus

peleksanaan sertifikasi di Kabupaten Semarang tidak ada.

Dari beberapa hasil penelitian di atas memang diakui bahwa masa transisi

dari tahun 2010 ke tahun 2011 terdapat perobahan dalam penetapan kriteria

penentuan peserta sertifikasi guru (kuota) yang mengikuti sertifikasi guru. Tahun

2010 kriteria pertama adalah peserta yang memiliki masa mengajar paling lama,

kriteria kedua jumlah usia serta pangkat dn golongan . Tahun 2011 dan seterusnya

ketentuan tersebut menjadi terbalik, kriteria utama terletak pada usia kemudian

disusul oleh masa mengajar yang paling lama. Perobahan ketentuan seperti ini

juga akan membuat peserta akan menjadi bingung.

Akhirnya pelaksanaan sertifikasi guru akan bermuara kepada peningkatan

kompetensi guru dan pemberian tunjangan profesi guru untuk guru yang telah

dinyatakan lulus dan mendapatkan sertifikat pendidik. Tunjangan profesi guru ini

seharusnya di berikan kepada guru setiap bulannya. Namun pada kenyataannya

pemberian tunjangan profesi guru ini mengalami hambatan terbukti dengan tidak

lancarnya tunjangan tersebut sampai ke guru. Ternyata ada guru yang

mendapatkannya per tiga bulan, ada juga yang per enam bulan dan bahkan ada

juga yang per satu tahun dan yang menyedihkan ternyata masih ada guru yang

sama sekali belum memperoleh tunjangan profesi guru meskipun sudah lebih dari

satu tahun lulus sertifikasi guru.

(http://www.suriansyah.com/2012/11/sertifikasi-guru-antara-tuntutan-kesejahteraan-dan-profesioanlisme.htm, diakses 06

November 2013)

Berkenaan dengan standar kualifikasi akademik, maka kondisi guru di

(24)

total jumlah guru di Indonesia (dari TK sampai SLTA, termasuk madrasah, swasta

maupun negeri) yang berjumlah 2.777.802 guru, baru 34,49% atau sekitar

958.056 guru yang memiliki kualifikasi S-1. Dengan perincian sebagai berikut,

guru SLTP yang berjumlah 686.402, baru 53,47% yang sudah memiliki

kualifikasi S-1. Guru SLTA dengan jumlah 312.616 guru yang terdiri dari SMA

dan MA, baru 68,78% sudah berkualifikasi S-1. Di SMK dari 168.031 guru,

64,70% juga sudah berkualifikasi S-1. Guru SD dan MI, baik negeri maupun

swasta merupakan kelompok guru dengan jumlah paling banyak yang belum

berkualifikasi S-1, yaitu dari 1.452.809 guru, baru 9,01% yang berkualifikasi S-1,

sekitar 130.898 guru. Hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri dalam mendongkrak

mutu pendidikan di Indonesia (data Balitbang dan Dirjen PMPTK Depdiknas,

2004).

Pencapaian standar kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi guru

dibuktikan melalui sertifikat pendidik yang diperoleh melalui program sertifikasi.

Jika seorang guru yang telah memiliki kedua persyaratan ini maka diharapkan

guru tersebut menjadi guru yang profesional yang akan mampu mewujudkan

pendidikan nasional yang bermutu. Kebijakan pemerintah mengenai pelaksanaan

sertifikasi guru muncul dari tuntutan penciptaan sosok guru yang profesional.

Profesionalitas seorang guru di atas kertas dibuktikan dengan sertifikat pendidik.

Dengan dimilikinya sertifikat pendidik tersebut maka ada beberapa harapan dan

konsekuensi yang diemban oleh guru yang profesional tersebut antara lain, (1)

menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik

(25)

kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru, dalam rangka mewujudkan

pendidikan nasional yang bermutu.

Dari keempat konsekuensi pelaksanaan sertifikasi guru tersebut ada satu

tujuan yang sebenarnya hanya sebagai instrumen dari pelaksanan sertifikasi guru

tapi kemudian dijadikan sebagai tujuan utama oleh sebagian guru. Instrumen

peningkatan kesejahteraan guru inilah yang menjadi polemik dan masalah dalam

motivasi seorang guru untuk mengikuti program sertifikasi guru yang seharusnya

berbuntut kepada penciptaan profesionalisme guru.

Kalaulah instrumen peningkatan kesejahteraan guru yang diikuti dengan

tunjangan profesi guru, ini menjadi tujuan utama dari sebagian guru untuk

mengikuti program sertifikasi guru maka bisa dipastikan bahwa profesionalisme

tidak akan terwujud. Tunjangan profesi guru hanyalah sebagai instrumen untuk

meningkatkan kinerja guru agar berdampak kepada peningkatan mutu pendidikan

nasional (http://sumsel.kemengag.go.id/file/dokumen/sertifikasi.pdf, diakses 10

Oktober 2013)

Disamping itu ada beberapa faktor yang seharusnya diperhatikan oleh

pemerintah dalam hal implementasi suatu kebijakan khususnya kebijakan program

sertifikasi guru. Indikator tersebut adalah komunikasi dan sosialisasi, ketersediaan

sumberdaya, sikap pelaksana serta prosedur kebijakan dan koordinasi antar pihak

yang terlibat.

Keempat faktor ini menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan sertifikasi

guru di Indonesia umumnya dan Medan pada khususnya yang akan dibahas dalam

bab selanjutnya. Dari keempat faktor ini kita akan bisa menilai apakah

(26)

Pelaksanaan sertifikasi guru yang mengacu kepada Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 5 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan

dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan dana, baik dana untuk

pelaksanaan sertifikasi maupun dana untuk tunjangan profesi pendidik bagi guru

yang lulus sertifikasi. Dalam awal pelaksanaannya yang dimulai dari tahun 2007

sampai dengan 2012 tentunya banyak kendala yang dihadapi baik dari segi

peraturan yang tidak konsisten maupun dari segi teknis pelaksanaannya di

lapangan yang tentunya melibatkan banyak pihak mulai dari peserta/guru, kepala

sekolah, dinas pendidikan kab./kota, LPMP, LPTK dan BSDMP dan PMP.

Penelitian ini akan membahas secara lebih mendalam tentang

implementasi kebijakan serta faktor-faktor apa saja yang mungkin menjadi

kendala dalam pelaksanaan Sertifikasi Guru khususnya di Kota Medan.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana Implementasi kebijakan sertifikasi guru di Kota Medan.

b. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan sertifikasi guru.

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(27)

2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dialami dalam proses

pelaksanaan sertifikasi guru yang sudah berlangsung selama ini yang dapat

dijadikan sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pembuat

kebijakan.

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan sejumlah manfaat kepada beberapa pihak, baik

secara teoritis maupun secara praktis, manfaat tersebut adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat membuka wawasan dan memberikan

gambaran objektif serta mendalami permasalahan pelaksanaan sertifikasi

guru yang ditinjau dari segi implementasinya yang meliputi proses

pelaksanaan, hasil yang diperoleh serta sasaran kebijakan.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaat bagi kalangan guru-guru dan

lembaga penyelenggara sertifikasi seperti Badan Pengembangan Sumber

Daya Manusia Pendidikan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan,

(BPSDMPK dan PMP), Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota,

LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan) SUMUT, Lembaga

Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) agar lebih mengetahui dan

memahami peranannya dalam mengaktualisasikan kebijakan pemerintah

(28)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kebijakan

Seringkali Istilah kebijakan atau kebijaksanaan disamakan pengertiannya

dengan istilah policy. Hal ini disebabkan oleh belum diketahui dan belum

dijumpainya terjemahan yang tepat sampai saat ini untuk istilah policy ke dalam

Bahasa Indonesia.

Pengertian Policy atau kebijakan, Donovan dan Jackson dalam Keban

(2004: 55) menjelaskan bahwa policy dapat dilihat secara filosofis, sebagai suatu

produk, sebagai suatu proses dan sebagai kerangka kerja. Sebagai suatu konsep

filosofis, kebijakan merupakan serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan;

sebagai suatu produk, kebijakan dipandang sebagai serangkaian kesimpulan atau

rekomendasi; sebagai suatu proses, kebijakan dipandang sebagai suatu cara

dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang

diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya dan

sebagai kerangka kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar menawar dan

negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk

mengarahkan keputusan. Kebijakan senantiasa berorientasi kepada masalah

(problem-oriented) dan juga berorientasi kepada tindakan (action-oriented),

sehingga dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat

(29)

Sementara James E. Anderson dalam Wahab (2008:2), memberikan

rumusan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok,

instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.

Pendapat yang lain adalah dari Carl Friedrich dalam Wahab (2008:2) yang

menyatakan bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan

yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan

tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari

peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang

diinginkan.

Dari beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah dikemukakan oleh

para ahli tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pada hakekatnya studi

tentang policy (kebijakan) mencakup pertanyaan : what, why, who, where, dan

how. Semua pertanyaan itu menyangkut tentang masalah yang dihadapi

lembaga-lembaga yang mengambil keputusan yang menyangkut; isi, cara atau prosedur

yang ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan dilaksanakan.

2.2. Pengertian Kebijakan Publik

Defenisi kebijakan publik menurut Nugroho (Nugroho R, 2003) adalah

suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku

mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai deng

bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat

oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Sedangkan menurut

Thomas Dye (Dye, 1992) kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan

(30)

dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang

holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya

dan berdampak kecil dan sebaliknya tidak menimbulkan persoalan yang

merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang

dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu

kebijakan.

Kebijakan publik/pemerintah merupakan rangkaian pilihan yang kurang

lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak)

yang dibuat oleh badan atau pejabat pemerintah (Dunn, 2003).

Kebijakan publik/pemerintah merupakan keputusan politik yang

dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Kebijakan tersebut dirumuskan

oleh “otoritas” dalam sistem politik yaitu para senior, kepala tertinggi, eksekutif,

legislatif, para hakim, administrator, penasehat raja, dan sebagainya (Easton 1965

dalamAgustino, 2008).

Dalam buku III SANKRI oleh Lembaga Administrasi Negara Republik

Indonesia (2004:193), yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah keputusan

atau seperangkat keputusan-keputusan untuk menghadapi situasi atau

permasalahan, yang mengandung nilai-nilai tertentu, memuat ketentuan tentang

tujuan, cara dan sarana serta kegiatan untuk mencapainya. Kebijakan publik

dilaksanakan oleh lembaga-lembaga Pemerintah yang berwenang

menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan negara. Dari sudut

penyelenggara pemerintahan negara, kebijakan publik berlangsung pada seluruh

(31)

Sementara itu, Carl I. Friedrich dalam Budi Winarno (2002:16)

menjelaskan bahwa kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang

diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu,

dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut

ditujukan untuk memanfaatkan potensi dan sekaligus mengatasi hambatan yang

ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Definisi yang diberikan oleh Carl

Friedrich menyangkut dimensi yang luas karena tidak hanya dipahami sebagai

tindakan yang dilaukan oleh pemerintah , tetapi juga oleh kelompok maupun oleh

individu.

Seorang analis kebijakan R.S Parker (1975) menyatakan bahwa kebijakan

publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian asas tertentu atau tindakan

yang dilaksanakan pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan

suatu obyek atau sebagai respon terhadap suatu keadaan yang krisis (Wahab,

2008). Sebagai suatu peraturan, kebijakan publik mempunyai karakteristik yang

satu dengan lainnya saling mendukung. Karakteristik dimaksud adalah:

a. Kebijakan bersifat ganda (berantai), tidak berdiri sendiri secara

tunggal.

b. Kebijakan yang satu terkait dengan kebijakan yang lain yang

merupakan mata rantai berkesinambungan.

c. Kebijakan harus didukung oleh suatu sistem. Kegagalan suatu sistem

politik akan berpengaruh terhadap suatu kebijakan pemerintah.

d. Kebijakan harus dapat mengubah atau mempengaruhi suatu keadaan

yang almost possible menjadi possible. Kebijakan harus dapat

(32)

e. Kebijakan yang baik harus didukung dengan informasi yang lengkap

dan akurat. Informasi yang tidak lengkap dan akurat akan

mengakibatkan salah pandang dan salah penafsiran dalam

mengaplikasikan suatu kebijakan.

Dari beberapa pendapat yang disampaikan oleh berbagai pakar maka

peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa kebijakan publik adalah sebuah

kebijakan yang diambil oleh pengambil keputusan (dalam hal ini adalah pejabat

negara atau pejabat pemerintahan) dalam kaitannya dengan mengatasi problem

yang ada di tengah-tengah masyarakat yang tentunya dengan menggunakan

tahapan, matode dan cara-cara tertentu.

Berhubungan dengan pelaksanaan sertifikasi guru maka kebijakan publik

tentunya diambil dalam mengatasi atau membenahi keberadaan guru yang tidak

lain tujuannya adalah peningkatan kualitas dan mutu guru agar dapat menjadi pilar

dalam pembangunan khususnya pembangunan di bidang pendidikan dan sumber

daya manusia.

2.3. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Pengertian implementasi disampaikan oleh Charles O. Jones (1994) yang

menyatakan bahwa implementasi sebagai “getting the job done” dan “doing it”.

Secara umum Jones menyatakan bahwa implementasi adalah sebuah pekerjaan

yang mudah dan sederhana, namun dibalik semuanya itu ada beberapa faktor

pendukung yang juga sangat berpengaruh antara lain ; adanya implementator,

(33)

Implementasi adalah sebuah proses interaksi antara penentuan tujuan dan

tindakan untuk mencapai tujuan. Ini pada dasarnya adalah kemampuan untuk

membangun hubungan dalam mata rantai sebab akibat agar kebijakan bisa

berdampak (Parsons, 2006;466).

Semantara itu Ripley dan Franklin berpendapat bahwa Implementasi

adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan

otoritas program, kebijakan, keuntungan, atau suatu jenis keluaran yang nyata

(tangible output). Istilah implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang

mengikuti pernyataan maksud tentang tujuan-tujuan program dan hasil yang

diinginkan oleh para pejabat pemerintah (Ripley dan Franklin, 1982:4).

Implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, di mana

pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada

akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran

kebijakan (Agustino, 2008). Ada tiga hal penting dari pengertian implementasi

kebijakan, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; (2) adanya aktivitas

atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil kegiatan.

Implementasi kebijakan paling sedikit mengandung tiga makna, yaitu : (a)

implementasi sebagai suatu proses atau pelaksanaan kebijakan, (b) implementasi

sebagai suatu keadaan akhir atau pencapaian sutau kebijakan, dan (c)

implementasi sebagai proses pelaksanaan dan pencapaian tujuan sebuah

kebijakan. Implementasi sebagai proses pelaksanaan, dilihat dari segi arti kata

(lexicographic), implementasi itu berasal dari kata dalam bahasa Inggeris “to

implement” berarti carry an undertaking, agreemant, pomise into effect, tanpa

(34)

Konsep kedua lebih melihat implementasi sebagai fungsi antara tujuan yang

ditetapkan dengan hasil yang ingin dicapai (output dan outcome), sedangkan

konsep ketiga melihat implementasi sebagai perpaduan antara dua konsep

sebelumnya, yang menyatakan bahwa implementasi kebijakan sebagai fungsi

antara kebijakan, pengambil kebijakan, pelaksana, waktu pelaksanaan dan hasil

yang ingin dicapai.

Implementasi kebijakan adalah proses bagaimana mentranformasikan

input (tujuan dan isi kebijakan) ke dalam bentuk rangkaian tindakan operasional

guna mewujudkan hasil yang diinginkan oleh kebijakan tersebut (outputs dan

outcomes). Outputs adalah hasil langsung dari pengimplementasian kebijakan,

sedangkan outcomes adalah dampak perubahan yang terjadi setelah kebijakan

dilaksanakan.

Pada prinsipnya ketika kebijakan diluncurkan, maka kebijakan tersebut

harus dapat memberikan dampak yang positif terhadap kondisi semula. Oleh

karena itu perlu adanya ukuran efektifitas dari kebijakan itu. Yang diperlukan

dalam pengukuran efektifitas suatu kebijakan adalah:

a. Efesien, artinya kebijakan harus dapat meningkatkan efesiensi kondisi

sekarang dibanding kondisi yang lalu.

b. Fair, artinya adil yaitu bahwa kebijakan harus dapat ditempatkan

secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.

c. Insentif, artinya bahwa kebijakan yang diambil harus dapat

memberikan rangsangan bagi masyarakat untuk dapat melakukan

(35)

d. Enforceability, artinya mempunyai kekuatan untuk menegakkan

hukum. Kebijakan tidak akan berjalan efektif apabila kondisi

penegakan hukum yang lemah (poor law enforcement).

e. Public acceptability, artinya dapat diterima oleh masyarakat.

f. Moral, artinya bahwa kebijakan harus dilandasi dengan etika.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,

merupakan tahap dari kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Ini

mempunyai makna bahwa implementasi adalah pelaksanaan undang-undang

dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama untuk

menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau

program-program. Implementasi di sisi yang lain merupakan fenomena yang

kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran

(output) maupun sebagai suatu dampak (Lester dan Stewart, 2000).

Implementasi kebijakan adalah fase yang sangat menentukan di dalam

proses kebijakan, bisa jadi fase ini menjadi tahap yang sangat krusial karena

menyangkut dinamika, masalah atau problematika yang dihadapi sehingga akan

berimbas pada dampak dan tujuan dari kebijakan publik. Oleh karena itu

dibutuhkan proses implementasi yang efektif, tanpa adanya implementasi yang

efektif keputusan-keputusan yang dibuat oleh pengambil keputusan tidak akan

berhasil dan sukses.

2.4. Model Implementasi Kebijakan Publik

Sejumlah teori tentang implementasi kebijakan menegaskan bahwa

(36)

kebijakan publik. Dalam studi implementasi kebijakan, faktor-faktor yang

mempengarui keberhasilan implementasi kebijakan seperti yang diteoritisasi oleh

para ahli terbagi dalam banyak model.

Model implementasi kebijakan dari George C. Edward III menyatakan

bahwa Implementasi sebuah program atau kebijakan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yakni :

a. Komunikasi

Komunikasi sangat diperlukan bagi terselenggaranya sebuah kebijakan.

Kebijakan tidak akan bisa dipahami oleh pelaksana kebijakan tanpa

adanya penjelasan apa dan bagaimana kebijakan tersebut akan

direalisasikan. Sosialisasi merupakan salah satu sarana yang bisa dipakai

untuk melakukan proses komunikasi. Terdapat 3 unsur yang harus

diperhatikan dalam melakukan proses komunikasi, yaitu :

1. Transmisi atau cara penyampaian informasi ; Transmisi ini mengacu

kepada cara penyampaian informasi yang efektif, yang dapat dipahami

oleh para pelkksana kebijakan. Kesesuaian tujuan antara konsep dan

pelaksanaan merupakan tujuan dari penyampaian informasi.

2. Kejelasan (clarity) ; Kejelasan ini mengandung makna bahwa informasi

yang disampaikan harus memiliki kejelasan dalam tujuan, sasaran dan

aplikasinya supaya pelaksana kebijakan memiliki pandangan yang sama

akan konsep kebijakan tersebut.

3. Konsistensi ; Konsistensi berarti tetap, tidak berubah-ubah sehingga

(37)

kebijakan merupakan hal yang penting untuk dilakukan supaya tepat

sasaran. Hal ini juga diperlukan untuk mencegah terjadinya resistensi.

b. Sumberdaya

Sebuah kebijakan yang terstruktur, terencana dan memiliki konsep yang

jelas tentunya merupakan syarat sebuah kebijakan yang baik. Namun

ketika kebijakan tersebut hendak dilaksanakan tapi sumber daya atau

pelaksana kebijakan tidak memadai dari segi jumlah dan kualitas maka ini

merupakan sesuatu yang agak sia-sia. Sebaik apapun kebijakan

dirumuskan jika pelaksana (sumberdaya manusianya) tidak memadai maka

kebijakan tersebut juga tidak akan optimal. Semberdaya yang dimaksud

oleh Edward III adalah :

4. Staf ; Kecukupan jumlah (kuantitas) dan kemampuan (kualitas) staf

dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan merupakan kunci

pokok keberhasilan sebuah kebijakan.

5. Informasi ; Ada dua hal yang berhubungan dengan informasi.

Pertama, apakah ada petunjuk atas pelaksanaan kebijakan yang

dimaksud. Hal ini sangat diperlukan supaya pelaksana kebijakan tahu

apa yang harus dikerjakan. Kedua, apakah kebijakan tersebut memiliki

landasan hukum sebagai dasar legitimasi kebijakan tersebut.

6. Kewenangan ; Harus menjadi perhatian bagi pembuat kebijakan

apakah pelaksana kebijakan memiliki wewenang dalam melaksanakan

pekerjaannya, sebatas apakah otoritas yang dimilikinya dalam

(38)

7. Fasilitas ; Fasilitas yang memadai sangat menunjang dalam

pelaksanaan sebuah kebijakan. Bayangkan jika sebuah pekerjaan yang

dilakukan tanpa adanya fasilitas berupa sarana dan prasarana.

c. Disposisi

Pengertian disposisi dalam hal ini diartikan sebagai sebuah sikap dan

komitmen. Sikap dan komitmen terbentuk dari pengetahuan/pengalaman

terhadap sesuatu (kebijakan). Jika pengetahuan /pengalaman terhadap

sesuatu tersebut buruk maka akan berakibat apatis dan buruk tapi jika

sebaliknya maka akan terjadi sikap simpati yang akan berakibat kepada

dukungan (positif). Disposisi ini terdiri dari :

1. Efek disposisi ; Efek disposisi ini merupakan sikap negatif yang

dimiliki oleh pelaksana kebijakan. Efek negatif timbul oleh adanya

sikap yang apatis, tidak senang, tidak mendukung terhadap sebuah

kebijakan. Efek apatis ini sangat fatal akibatnya karena sikap ini bukan

saja hanya tidak memaksimalkan hasil sebuah kebijakan tetapi juga

bisa berakibat fatal kepada pengalihan tujuan kebijakan.

2. Penempatan staf ; Penempatan staf yang tepat akan mendukung

terlaksananya sebuah kebijakan. Sikap pelaksana sangat

mempengaruhi berjalannya sebuah kebijakan. Sikap pelaksana yang

tidak mengimplementasikan kebijakan susuai dengan keinginan atasn

akan menjadi penghalang bagi implementasi. Pemindahan dan

penggantian staf sangat dimungkinkan dalam hal ini demi suksesnya

(39)

3. Insentif ; Salah satu cara untuk menghadapi sikap pelaksana kebijakan

yang memiliki sikap/etos kerja yang kurang baik adalah dengan

pemberian insentif. Dengan pemberian insentif ini diharapkan mereka

dapat bekerja lebih baik.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi sangat menunjang bagi sebuah implementasi kebijakan.

Hal ini memungkinkan berjalannya implementasi di atas roda kepastian

dan ketentuan. Struktur birokrasi membuat segalanya akan menjadi lebih

sistematis dengan aturan yang jelas. Struktur biraokrasi oleh Edward III

adalah mekanisme kerja yang dibentuk untuk mengelola pelaksanaan

sebuah kebijakan. Ia menekankan perlu adanya Standar Operasional

Prosedur (SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan diantara para

pelaksana, terlebih jika pelaksanaan program melibatkan lebih dari satu

institusi. Diharapkan struktur birokrasi yang ada dibuat sesederhana

mungkin, hal ini sangat berguna dalam efektifitas dan prosedur pekerjaan.

Struktur birokrasi terdiri dari :

1. Prosedur pelaksanaan ; Prosedur pelaksanaan atau yang lebih dikenal

dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan acuan bagi

pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugasnya.

2. Pembagian tanggungjawab ; Sebaiknya pemegang sebuah

tanggungjawab dipegang oleh sedikit orang. Semakin banyak

pemegang tanggungjawab maka akan semakin kecil kemungkinan

(40)

tindihnya tugas dan tanggung jawab akan memperparah kondisi

pelaksanaan sebuah kebijakan.

Jadi dengan berdasar pada penjelasan di atas, maka faktor komunikasi,

sumber daya, disposisi/ kecenderungan implementor, dan struktur birokrasi

mempengaruhi derajat keberhasilan implementasi kebijakan. Masing-masing

faktor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lainnya, yang

pada akhirnya mempengaruhi implementasi kebijakan.

Berikut ini kita dapat melihat bagan model implementasi kebijakan yang

dibuat oleh George C. Edward III.

(Sumber : Edward III, 1980:148)

Gambar 2.1. Bagan Model George C. Edward III

Model Implementas Donald Van Meter dan Horn menggambarkan bahwa

implementasi kebijakan berjalan secara beralur lurus yang dimulai dari kebijakan

publik, implementor, dan kinerja kebijakan publik. Menurut Meter dan Horn ada

Communication

Bueraucratic Structure

Resources

Disposition

(41)

a. Standar dan sasaran kebiijakan;

b. Sumberdaya;

c. Aktivitas implementasi dan komunikasi organisasi;

d. Karakteristik agen pelaksana/implementor;

e. Kondisi ekonomi, sosial dan politik;

f. Kecenderungan (desposition) pelaksana/implementor.

Sumber : Riant Nugroho, 2008:628

Gambar 2.2. : Bagan Model Donald Van Meter dan Carl Van Horn

2.5. Sertifikasi

a. Latar Belakang Sertifikasi

Pendidik (guru) adalah tenaga profesional sebagaimana diamanatkan

dalam Pasal 39 ayat 2, UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Pasal 2 ayat 1, UU RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

(42)

dan Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan. Mengacu pada landasan yuridis dan kebijakan tersebut, secara

tegas menunjukkan adanya keseriusan dan komitmen yang tinggi pihak

Pemerintah dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan penghargaan

kepada guru yang muara akhirnya pada peningkatan kualitas pendidikan

nasional.

Sesuai dengan arah kebijakan di atas, Pasal 42 UU RI No. 20 Tahun

2003 mempersyaratkan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum

dan sertifikasi sesuai dengan kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani,

serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 28 ayat (1) PP RI No. 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan; dan Pasal 8 UU RI No 14, 2005 yang

mengamanatkan bahwa guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal

S1/DIV dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, yang meliputi

kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Kompetensi guru

sebagai agen pembelajaran secara formal dibuktikan dengan sertifikat

pendidik. Kualifikasi akademik minimum diperoleh melalui pendidikan tinggi

dan sertifikat kompetensi pendidik diperoleh setelah lulus ujian sertifikasi.

Pengertian sertifikasi secara umum mengacu pada National

Commision on Educational Services (NCES) disebutkan“Certification is a

procedure whereby the state evaluates and reviews a teacher candidate’s

credentials and provides him or her a license to teach”. Dalam kaitan ini, di

(43)

(AACTE). Badan independen ini yang berwenang menilai dan menentukan

apakah ijazah yang dimiliki oleh calon pendidik layak atau tidak layak untuk

diberikan lisensi pendidik. Persyaratan kualifikasi akademik minimal dan

sertifikasi bagi pendidik juga telah diterapkan ole beberapa negara di Asia. Di

Jepang, telah memiliki undang-undang tentang guru sejak tahun 1974, dan

undang-undang sertifikasi sejak tahun 1949. China sendir telah memiliki

undang-undang guru tahun 1993 dan peraturan pemerintah yang mengatur

kualifikasi guru diberlakukan sejak tahun 2001. Begitu juga di Philipina dan

Malaysia belakangan ini telah mempersyaratkan kualifikasi akademik

minimun dan standar kompetensi bagi guru.

Di Indonesia, menurut UU RI No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen, sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi

persyaratan kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran.

Sertifikat pendidik diberikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan

program pendidikan profesi pendidik dan lulus uji sertifikasi pendidik. Dalam

hal ini, ujian sertifikasi pendidik dimaksudkan sebagai kontrol mutu hasil

pendidikan, sehingga seseorang yang dinyatakan lulus dalam ujian sertifikasi

pendidik diyakini mampu melaksanakan tugas mendidik, mengajar, melatih,

membimbing, dan menilai hasil belajar peserta didik. Namun saat ini,

mengacu pada Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi

Guru dalam Jabatan disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan

dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio alias

(44)

b. Pengertian Sertifikasi

Carol Seefeldt (1988:241), mengatakan sertifikasi guru adalah

suatu metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan status

profesi mengajar. Dalam hal ini sertifikasi guru diartikan sebagai

prosedur untuk meningkatkan kualitas guru sehingga memenuhi

persyaratan profesi sebagai pengajar.

Disamping itu Nata Atmajaya dalam E. Mulyasa (2009:34)

menyatakan bahwa sertifikasi adalah prosedur yang digunakan oleh pihak

ketiga untuk memberikan jaminan tertulis bahwa sesuatu produk, proses

atau jasa telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Dalam pengertian

ini dinyatakan bahwa sertifikat adalah sebagai syarat atau jaminan untuk

menyatakan bahwa guru layak untuk melaksanakan profesinya sebagai

guru.

Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk

guru yang telah memenuhi standar kompetensi guru. Sertifikasi guru

bertujuan untuk: (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan

tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan

nasional, (2) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan, (3)

meningkatkan martabat guru, (4) meningkatkan profesionalitas guru.

c. Prinsip Sertifikasi

1) Dilaksanakan secara objektif, transparan dan akuntabel

Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat pendidik

(45)

memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan pendidikan

untuk memperoleh akses informasi tentang pengelolaan pendidikan,

yang sebagai suatu sistem meliputi masukan, proses, dan hasil

sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang

dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan

secara administratif, finansial, dan akademik.

2) Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui

peningkatan mutu guru dan kesejahteraan guru

Sertifikasi guru merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan

mutu guru yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru.

Guru yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi

sebesar satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya Pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik

bagi guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru

yang berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan

peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat

meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia

secara berkelanjutan.

3) Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan

Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi

amanat Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik

(46)

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional

Pendidikan.

4) Dilaksanakan secara terencana dan sistematis

Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif dan

efesien harus direncanakan secara matang dan sistematis. Sertifikasi

mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru.

Kompetensi guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi

pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial, sedangkan standar

kompetensi guru mencakup kompetensi inti guru yang kemudian

dikembangkan menjadi kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI,

dan guru mata pelajaran.

5) Menghargai pengalaman kerja guru

Pengalaman kerja guru disamping lamanya guru mengajar juga

termasuk pendidikan dan pelatihan yang pernah diikuti, karya yang

pernah dihasilkan baik dalam bentuk tulisan maupun media

pembelajaran, serta aktifitas lain yang menunjang profesionalitas guru.

Hal ini diyakini bahwa pengalaman kerja guru dapat memberikan

tambahan kompetensi guru dalam mengajar.

6) Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah

Untuk alasan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru serta

penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan profesi

dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah.

(47)

dan Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota tersebut

didasarkan atas jumlah data individu guru per Kabupaten/ Kota yang

masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik

dan Tenaga Kependidikan. (Depdiknas, 2010:10)

2.6. Defenisi Konsep

1. Implementasi adalah aktivitas-aktivitas yang terjadi setelah penerbitan

perintah dari otoritas pemangku kebijakan publik termasuk

usaha-usaha baik dari aspek pelaksana dan dampak substantifnya terhadap

rakyat

2. Implementasi kebijakan adalah arah tujuan yang ditetapkan serta

dapat direalisasikan sebagai kebijakan pemerintah. Kebijakan yang

telah direkomendasikan untuk dipilih oleh policy makers bukanlah

jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil dalam

implementasinya. Implementasi dari suatu program melibatkan

upaya-upaya policy mekers untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana

agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku kolompok

sasaran.

3. Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan

dosen. (Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan

Dosen)

4. Sertifikat Pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang

diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.

(48)

5. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

emngajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan

mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur

pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.

(Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)

6. Sertifikasi Guru adalah program pemerintah yang bertujuan untuk

menjamin, menciptakan keberadaan guru yang profesional demi

mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Program sertifikasi ini

berharap banyak akan munculnya guru-guru yang memiliki kualifikasi

dan kompetensi yang akan mengacu kepada profesionalitas guru.

7. Profesional adalah perkerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang

memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi

standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

(Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)

8. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan

prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen

dalam melaksanakan tugas keprofesinalan. (Undang Undang RI

Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)

9. Tunjangan Profesi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru dan

dosen yang memiliki sertifikat pendidik sebagai penghargaan atas

profesionalitasnya. (Peraturan Pemerintah RI No. 41/2009, Tentang

(49)

2.7. Kerangka Pemikiran

Berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh George C. Edward,

maka implementasi kebijakan dipengaruhi oleh lima faktor yaitu ; sumber daya,

komunikasi, sikap para pelaksana serta struktur birokrasi. Dengan adanya empat

faktor tersebut maka penulis akan menggunakannya sebagai bahan atau alat untuk

mengetahui bagaimana implementasi kebijakan sertifikasi guru di Kota Medan.

Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat dari bagan berikut ini :

Gambar 2.3. Bagan Alur Krangka Pemikiran Penelitian

Sumber Daya Komunikasi

Disposisi Implementor

Temuan-Temuan

Kerangka Teoritik

Latar Belakang, Rumuasan Masalah,

Tujuan Penelitian

Observasi, Wawancara, Dokumentasi

Struktur Birokrasi

(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Format

penelitian kualitatif yang dipilih untuk meneliti implementasi kebijakan adalah

format kualitatif deskriptif, yaitu ; sebuah format yang bertujuan untuk

menggambarkan dan menjelaskan bagaimana implementasi kebijakan Sertifikasi

Guru di Kota Medan yang seharusnya dan idealnya berpatokan kepada Prosedur

Operasional Standar dalam Sertifikasi Guru untuk kemudian membandingkan

dengan fakta yang terjadi di lapangan dan sekaligus mencari dan menemukan

kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Sertifikasi Guru tersebut.

Penelitian ini juga akan menjelaskan dengan rinci berbagai kondisi dan

situasi serta fenomena realitas sosial di masyarakat tentang pelaksanaan Sertifikasi

Guru.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah Kota Medan. Kota Medan ini dipilih

dengan beberapa alasan, antara lain :

1. Dari segi jumlah, guru yang sudah tersertifikasi di Kota Medan menduduki

peringkat pertama sejak dimulainya pelaksanaan sertifikasi hingga tahun

2012 yaitu sejumah 24.697 guru, kemudian diikuti peringkat kedua dan

(51)

2. Dari hasil pelaksanaan Uji Kompetensi Awal (UKA) tahun 2013 maka

Kota Medan memiliki hasil nilai rata-rata tertinggi untuk Sumatera Utara

bersamaan dengan dua kota lainnya yaitu Kota Pematang Siantar dan Kota

Binjai dengan nilai rata-rata 42, kemudian disusul oleh Kota Tebing

Tinggi, Kota Tanjung Balai dan Kab. Nias dengan jumlah rata-rata 41.

3.3. Informan Penelitian

Untuk memperdalam analisis data yang berkaitan dengan implementasi

sertifikasi guru di Kota Medan maka akan dilakukan wawancara secara mendalam

dengan Informan kunci :

a. Guru yang sudah tersertifikasi tahun 2007 sampai dengan tahun 2013

sebanyak 7 orang guru dengan rincian :

1. Guru tersertifikasi tahun 2007, inisial RS

2. Guru tersertifikasi tahun 2008, inisial FW

3. Guru tersertifikasi tahun 2009, inisial YH

4. Guru tersertifikasi tahun 2010, inisial RF

5. Guru tersertifikasi tahun 2011, inisial ZD

6. Guru tersertifikasi tahun 2012, inisial MS

7. Guru tersertifikasi tahun 2013, inisial SK

b. Panitia/Staf Pengelola Sertifikasi Guru di Dinas Pendidikan Kota

Medan, Irwansyah, S.Pd.

c. Panitia Sertifikasi Guru (PSG) di LPTK UMN Al-Washliyah, Drs. H.

Ridwanto, M.Si

(52)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang

diperoleh langsung dari pihak yang memberikan informasi sedangkan sumber data

sekunder adalah sumber yang secara tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Yang dimaksud dengan data primer dalam penelitian ini adalah

key person (purposive sampling) yang menjadi objek wawancara penelitian

sedangkan dara sekunder adalah data yang berasal dari dokumen yang diperoleh

dari buku, bahan laporan dari instansi terkait, bahan dari internet, artikel atau

opini media massa. Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :

a. Observasi ; dilaksanakan dengan melakukan pengamatan secara langsung

terhadap obyek penelitian, dengan maksud memperoleh gambaran nyata

pada hasil temuan. Observasi ini dilakukan terhadap proses pelaksanaan

sertifikasi guru yang dimulai dari sosialisasi program sertifikasi guru di

tingkat Dinas Pendidikan Kota Medan, LPMP (Lembaga Penjaminan

Mutu Pendidikan), serta pelaksanaan sertifikasi guru berupa PLPG di

LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan)

b. Wawancara ; dilakukan terhadap respon yang telah ditentukan untuk

mendapatkan informasi yang lebih jelas dan mendalam dari beberapa

informan tentang berbagai hal yang diperlukan, yang berhubungan dengan

masalah penelitian.

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Model George C. Edward III
Gambar 2.2. : Bagan Model Donald Van Meter dan Carl Van Horn
Gambar 2.3. Bagan Alur Krangka Pemikiran Penelitian
Gambar 4.1. Peta Kecamatan Kota Medan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi kebijakan pelayanan e-Ktp di Kecamatan Singkil Kota Manado pada umumnya sudah efektif dilihat dari empat aspek penting dari proses implementasi kebijakan

Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan penekanan pada implementasi kebijakan ketransmigrasian di Dinas Tenagakerja, Transmigrasi

Implementasi kebijakan pelayanan e-Ktp di Kecamatan Singkil Kota Manado pada umumnya sudah efektif dilihat dari empat aspek penting dari proses implementasi kebijakan

Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan penekanan pada implementasi kebijakan ketransmigrasian di Dinas Tenagakerja, Transmigrasi

Skripsi ini berjudul Implementasi visi dan misi televisi lokal di Kota Medan, sebuah studi deskriptif kualitatif. Tujuannya adalah untuk mengetahui implementasi

Berdasarkan dari analisa data yang ada, penelitian ini menemukan beberapa hal, diantaranya adalah: pertama, dari segi proses pelaksanaan kebijakan sertifikasi guru baik di tingkat

Dalam tataran implementatif kebijakan sertifikasi guru di Kabupaten Boyolali telah dapat memenuhi berbagai kepentingan dari pusat maupun daerah dan subyek serta obyek

Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, hasil dari penelitian ini menunjukan bahwasanya Implementasi Kebijakan Pengelolaan Parkir di Tepi Jalan Umum Kota Semarang Tahun 2022