• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN NANOKALSIUM DAN NANOKITOSAN

DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING (

Scylla

sp.)

SEBAGAI OBAT KUMUR

FATMASARI NUARISMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)

i

ABSTRAK

FATMASARI NUARISMA. Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan AGOES MARDIONO JACOEB.

Nanokalsium merupakan kalsium yang memiliki ukuran mencapai 10-9 m dan lebih cepat terserap ke dalam tubuh yang diperoleh dari limbah cangkang kepiting (Scylla sp.). Salah satu terobosan terbaru adalah menjadikan nanokalsium pada obat kumur yang ditambah nanokitosan untuk mencegah pertumbuhan bakteri di dalam mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nanokalsium, menentukan efektivitas nanokitosan dalam mengurangi aktivitas bakteri di dalam mulut dan membandingkan hasil obat kumur dengan produk komersial. Penelitian dilakukan beberapa tahap, yaitu ekstraksi nanokalsium, pengujian mineral dengan AAS, pengujian PSA, dan Mikrobiologi dengan TPC. Hasil kadar air nanokalsium menunjukkan hasil rataan 11,63%. Hasil uji total mineral pada Ca sebesar 796444,9±841,9 ppm. Nilai derajat putih nanokalsium mencapai 96,8%. Analisis SEM nanokalsium memiliki ukuran 134-156,34 nm. Ukuran nanokitosan pada analisis PSA sebesar 401,46 nm. Hasil terbaik uji total plate count (TPC) pada konsentrasi 0,5%.

Kata kunci: cangkang kepiting, kitosan, mouthwash, nanokalsium, scylla sp..

ABSTRACT

FATMASARI NUARISMA. Utilization of Nanocalcium and Nanochitosan from Crab Shell Waste (Scylla sp.) as Mouthwash. Supervised by PIPIH SUPTIJAH and AGOES MARDIONO JACOEB.

Nanocalcium is 10-9 m in particle size and quickly absorb into the body, taken

from crab shell waste (Scylla sp.). One of the latest breakthrough was using nanocalcium on mouthwash that added by nanochitosan to prevent the bacterial growth in mouth. The purpose of this research were to analyze nanocalcium, to know the effectiveness of nanochitosan for reducing the bacterial activity in the mouth and to compare these product with the commercial. The study was conducted several stages, namely nanokalsium extraction, mineral testing with AAS, PSA testing, and Microbiology with TPC. Moisture content was 11.63%. The result of total minerals test on Ca was 796444.93±841.87 ppm. White degree percentage reached 96.8%. Particle size of nanocalcium was 134-156.34 nm from SEM analyzed. Particle of nanochitosan from PSA analysis was 401.46 nm. The best result concentration of total plate count (TPC) was 0.5%.

(5)

© HAK CIPTA MILIK IPB, TAHUN 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

PEMANFAATAN NANOKALSIUM DAN NANOKITOSAN

DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING (

Scylla

sp.)

SEBAGAI OBAT KUMUR

FATMASARI NUARISMA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur Nama : Fatmasari Nuarisma

NIM : C34100055

Program Studi: Departemen Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Dra Pipih Suptijah MBA Pembimbing I

Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl- Biol Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso MSi Ketua Departemen

(10)
(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pemanfaatan Nanokalsium dan Nanokitosan dari Limbah Cangkang Kepiting (Scylla sp.) sebagai Obat Kumur”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr Dra Pipih Suptijah MBA dan Dr Ir Agoes M Jacoeb Dipl- Biol selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan, motivasi serta ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

2. Dra Ella Salamah MSi selaku dosen penguji atas segala saran, arahan dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

3. Prof Dr Ir Joko Santoso MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 4. Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Departemen

Teknologi Hasil Perairan.

5. Seluruh dosen dan staff administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

6. Orang tua (Andi Abdul Wahid dan Fitri Finiarti) dan ketiga kakak tercinta yang telah memberikan cinta, kasih sayang, motivasi maupun semangat kepada penulis.

7. Beasiswa BIDIKMISI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk menempuh pendidikan kepada penulis di Institut Pertanian Bogor.

8. Ema Masruroh SSi dan Dini Indriani AMd yang telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium.

9. Wahyu Mutia Rizki dan Nia Kurniawati selaku teman sebimbingan dalam penelitian. Tim Trio TPC (Maya Sofia dan Bang Olong) selaku teman yang telah membantu selama penelitian uji TPC dan seluruh keluarga besar THP 47 atas kebersamaan dan kekompakan selama ini. Yayan Fitriyan selaku teman terdekat penulis yang telah membantu penelitian, Khalida Hanum dan seluruh penghuni kost Griya Pink selaku teman terdekat penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 2

METODE PENELITIAN ... 2

Waktu dan Tempat ... 2

Bahan ... 3

Alat ... 3

Prosedur Penelitian ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 8

Hasil Pengukuran Rendemen Nanokalsium ... 8

Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006) ... 9

Kandungan Mineral Nanokalsium ... 9

Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Nanokalsium ... 10

Hasil Uji Derajat Putih Nanokalsium ... 11

Uji Mikroskop Nanokalsium ... 12

Hasil Particle Size Analyzer (PSA) Nanokitosan ... 13

Uji Mikrobiologi Total Plate Count (SNI 2006) ... 13

KESIMPULAN DAN SARAN ... 14

Kesimpulan ... 14

Saran ... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 19

(14)

iii

DAFTAR TABEL

1 Rendemen nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.) ... 8

2 Hasil analisis mineral AAS nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.). ... 10

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian utama ... 3

2 Diagram alir pembuatan nanokalsium ... 4

3 Diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan ... 7

4 Hasil uji SEM nanokalsium perbesaran 5000x... 10

5 Tepung nanokalsium... 11

6 Permukaan gigi nanokalsium a. kontrol, b. setelah perendaman, ... 12

7 Analisis SEM gigi sebelum dan sesudah (Petrou et al. 2009) ... 12

8 Hasil uji TPC obat kumur ... 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar sampel obat kumur ... 21

2 Tabel hasil analisis kadar air ... 21

3 Analisis particle size analyzer ... 21

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kepiting (Scylla sp.) merupakan salah satu bahan baku hasil perairan dari filum krustase yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Menurut data produksi KKP (2013), volume ekspor kepiting melonjak 25,76% menjadi lebih dari 19.000 ton senilai 198 juta dolar AS. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor kepiting dan produk olahannya mencapai 19.786 ton pada Januari-Juni 2013. Selama ini pemanfaatan kepiting masih terbatas hanya sebagai kebutuhan pangan. Pemanfaatan limbah cangkang kepiting masih kurang diperhatikan yang beredar dipasaran. Menurut Irawati dan Utami (2007), pemanfaatan cangkang kepiting di Indonesia masih belum optimal.

Pemanfaatan limbah cangkang yang menjadi permasalahan lingkungan belum sepenuhnya ditangani, namun dengan memberikan perlakuan terhadap cangkang menjadi salah satu alternatif penyelesaian limbah cangkang. Limbah cangkang krustase mengandung 30-40% protein, 30-50% kalsium karbonat, dan 20-30% kitin (Arbia et al. 2013). Tingginya kandungan kalsium karbonat menjadikan solusi alternatif untuk menangani limbah cangkang kepiting. Salah satu pemanfaatan limbah dari cangkang kepiting adalah di bidang farmasi dan kesehatan yaitu sebagai penguat gigi dan tulang karena kandungan kalsium.

Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1kg. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. Berdasarkan jumlah ini, 99% berada didalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi (Almatsier 2004).

Salah satu terobosan terbaru yaitu dengan membuat produk obat kumur yang mengandung kalsium sebagai penambah mineral gigi dan kitosan yang berperan dalam mengurangi bakteri di dalam mulut. Permasalahan gigi yang sering terjadi adalah gigi sensitif. Markowitz (2013) menjelaskan bahwa gigi sensitif adalah gigi yang mengalami kondisi yang terasa menyiksa dan menyakitkan. Gigi sensitif terjadi diakibatkan oleh menipisnya struktur mineral yang terdapat dalam gigi.

Kalsium yang umum dikonsumsi terdapat dalam bentuk mikro kalsium. Ukuran partikel kalsium ini terkait dengan besarnya penyerapan ke dalam tubuh. Nanokalsium adalah kalsium dengan ukuran partikel mencapai 10-9 m yang menyebabkan reseptor cepat masuk ke dalam tubuh dengan sempurna (Suptijah 2009). Mineral hasil ekstraksi cangkang dapat dimanfaatkan sebagai

alternatif sumber kalsium dengan menggunakan teknologi nano (Flick et al. 2000 dalam Minarty 2012) dalam memelihara kesehatan pertumbuhan

gigi. Selain itu nanokalsium juga diaplikasikan pada industri berbeda misal farmasi, kosmetik, cat dan industri komposit (Pour dan Moghadam 2014).

Kitosan merupakan polisakarida alami yang diperoleh dari kitin melalui proses deasetilasi (Sano et al. 2003). Salah satu manfaat kitosan dalam bidang farmasi adalah sebagai zat antibakteri. Kemampuan antibakteri kitosan diakibatkan terdapatnya gugus NH3 glukosamin yang mampu berinteraksi dengan

(17)

Obat kumur yang beredar di pasaran lebih banyak mengandung komposisi tidak alami dan menggunakan alkohol. Untuk menghindari masalah tersebut obat kumur dibuat dari nanokalsium dan mengganti alkohol dengan penambahan nanokitosan.

Perumusan Masalah

Limbah cangkang kepiting (Scylla sp.) masih jarang dimanfaatkan. Banyak kandungan kalsium dari cangkang kepiting cukup potensial untuk dimanfaatkan. Salah satunya adalah dengan mengubah menjadi produk nanokalsium, yang diaplikasikan dalam produk obat kumur (mouthwash). Teknologi nano dapat menghasilkan kalsium yang bisa diserap dan lebih cepat masuk ke dalam tubuh manusia. Nanokitosan yang berperan sebagai antibakteri dapat diaplikasi pada obat kumur (mouthwash) yang bersinergi dengan nanokalsium. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penggunaan teknologi nanokalsium dipadukan dengan penambahan nanokitosan dalam mencegah aktivitas bakteri dalam mulut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penggunaan nanokalsium dalam obat kumur, menentukan efektivitas nanokitosan dalam mengurangi aktivitas bakteri di dalam mulut dan membandingkan hasil penelitian obat kumur dengan produk obat kumur komersil.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

(18)

3

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi cangkang kepiting, air, akuades, akuabides, HCL 1N, NaOH 3N, H2SO4, Ammonium Molibdat

Tetrahidrat,, H2SO4 95-97%, FeSO4.7H2O, KH2PO4, MgO, alkohol 70%, asam

asetat 1%, TPP 0,1%, Tween 80.

Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi timbangan digital, disc mill, termometer, tanur, oven, hot plate, erlenmeyer, magnetic stirerr, kompor listrik, beaker glass, gelas ukur, gelas piala, labu takar, spray drying, pipet volumetrik, pipet otomatis, rak tabung reaksi, tabung reaksi, finnpipet, cawan petri, mikropipet, vortex, sudip, inkubator, spektrofotometer merek UV-200-RS, mikroskop stereo, Atomic Absorption Specthrometer (AAS), mikroskop SEM EVO 50 Carl Zeis.

Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama diawali dengan ekstraksi nanokalsium dengan metode modifikasi Fernandez (1999) dan dilakukan

pengukuran rendemen dan kadar air (SNI 2006), analisis fosfor (Taussky dan Shorr 1953), analisis total mineral (AAS) (AOAC 2005), analisis

SEM (Toya et al. 1986), dan uji derajat putih (Faridah et al. 2006). Tahap kedua dilakukan pembuatan nanokitosan dan dilanjutkan dengan analisis particle size analyzer (PSA). Tahap ketiga dilakukan pembuatan komposisi obat kumur dan dilakukan uji mikrobiologi (TPC) (SNI 2006). Uji TPC dilakukan dengan menggunakan kontrol negatif, kontrol positif (mouthwash komersil), dan konsentrasi 0,1%, 0,3%, dan 0,5%. Prosedur penelitian secara garis besar disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir penelitian utama.

(19)

Penelitian Tahap 1

Pembuatan Nanokalsium (modifikasi metode Fernandez 1999)

Pembuatan nanokalsium diawali dengan preparasi cangkang kepiting (Scylla sp.). Cangkang dibersihkan dari kotoran yang menempel dicuci dan dikeringkan dengan cara dijemur sampai kering. Selanjutnya cangkang kepiting yang telah kering kemudian dihancurkan dan diproses dengan menggunakan alat penepungan di Laboratorium Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi menjadi tepung. Tepung cangkang kepiting kemudian di ekstraksi dengan HCl 1N dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 90oC. Tahap selanjutnya adalah presipitasi

mineral dengan larutan NaOH 3N dengan cara tetes demi tetes sampai endapan tidak terbentuk lagi. Selanjutnya endapan putih mineral dipisahkan dari filtratnya. Endapan putih yang diperoleh kemudian dilakukan proses pencucian menggunakan air aqua. Endapan putih yang sudah netral, dikeringkan menggunakan oven pada suhu 100oC. Kemudian dilakukan analisis kadar air. Setelah kering sampel dibakar diatas hot plate sampai tidak berasap. Sampel kemudian di tanur pada suhu 600oC selama 6 jam untuk menghilangkan senyawa organik. Tahap terakhir adalah tepung nanokalsium dihaluskan dengan menggunakan mortar dan dilakukan analisis. Berikut diagram alir pembuatan nanokalsium disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanokalsium.

Penepungan dengan alat penepungan Preparasi cangkang

Ekstraksi dengan pelarut HCl 1N, 1 jam

Pembakaran di atas hot plate

Presipitasi dengan NaOH 3N

Pengabuan dalam tanur (600oC),

(20)

5

Pengukuran Rendemen Nanokalsium

Rendemen merupakan persentase dari perbandingan kadar bobot akhir nanokalsium terhadap bobot cangkang kepiting sebelum mengalami perlakuan. Banyaknya rendemen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

Rendemen (%) =

Keterangan:

a = Berat hasil proses b = Berat awal bahan

Analisis Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006)

Analisis kadar air dilakukan mengacu pada SNI 01-2356-2006. Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Selanjutnya sampel ditimbang sebanyak 5 g dalam cawan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC dalam tekanan tidak lebih 10 mmHg selama 5 jam atau sampai beratnya konstan. Cawan beserta isinya kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air dapat dilihat sebagai berikut:

Analisis Fosfor (Taussky dan Shorr 1953)

Preparasi larutan dilakukan terlebih dahulu yaitu dengan membuat larutan A dan larutan B. Pada larutan A, sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah 60 mL akuades, selanjutnya ditambahkan 28 mL H2SO4 dan dilarutkan dengan

akuades hingga 100 mL. Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B, sebanyak 10 mL larutan A ditambah 60 mL akuades dan 5 g FeSO4.7H2O, kemudian

dilarutkan dengan akuades hingga 100 mL. Sampel hasil pengabuan kering dimasukkan kedalam tabung kuvet kemudian ditambah dengan 2 mL larutan B. Intensitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

Analisis Kandungan Mineral Nanokalsium AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) (AOAC 2005)

Sampel kering ditimbang pada cawan porselen ± 1 g dan ditanur selama 4-6 jam dengan suhu 700 oC. Kemudian ditambahkan HCl 25% sebanyak ¾ isi cawan lalu dipanaskan diatas hot plate (diruang asam) sampai volume HCl 25% berkurang menjadi ¼ isi cawan. Kemudian ditambahkan akuades hingga 100 mL pada labu takar dan disaring. Sampel kemudian siap untuk diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometry.

Perhitungan kadar mineral (%) basis basah :

(21)

Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) Nanokalsium (Toya et al. 1986) Pengamatan terhadap ukuran partikel nanokalsium diamati dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Analisis ini menggunakan alat SEM EVO 50 Carl Zeis. Preparasi sampel untuk pengamatan ini dimulai dengan pengeringan sampel dengan spray drying. Setelah preparasi, sampel diletakkan pada logam yang dilapisi karbon untuk selanjutnya dilakukan pelapisan emas (Au) 400 Å di dalam Magnetron Sputtering Device yang dilengkapi dengan pompa vakum. Pada proses vakum terjadi loncatan logam emas ke arah sampel, sehingga melapisi sampel. Sampel yang telah dilapisi emas diletakkan pada lokasi sampel dalam mikroskop elektron dan dengan terjadinya tembakan elektron ke arah sampel, maka akan terekam ke dalam monitor dan kemudian dilakukan pemotretan.

Analisis Derajat Putih Nanokalsium (Faridah et al. 2006)

Sampel nanokalsium diukur derajat putih dengan menggunakan Colorflex Spechtrophotometer, yaitu analisis warna secara obyektif yang mengukur warna yang dipantulkan oleh permukaan sampel yang diukur. Uji derajat putih diawali dengan dikalibrasi terlebih dahulu standar berwarna hitam dan dibaca segera hasil pembacaan. Standar berwarna putih dimasukkan dan dibaca segera hasil pembacaan. Bila sudah dikalibrasi, sampel dimasukkan pada wadah kuvet. Selanjutnya sampel dibaca segera hasilnya pada spektrofotometer. Nilai derajat putih dihitung dengan rumus:

Keterangan: L*: Lightness adalah hitam 0 sampai 100 a* : merah (60) sampai hijau (-60) b* : kuning (60) sampai biru (-60)

Uji Mikroskop Nanokalsium

Uji mikroskop ini dilakukan untuk melihat lapisan nanokalsium pada gigi manusia. Sebanyak 2 sampel gigi geraham manusia di rendam dengan nanokalsium dan akuades 100 mL selama 24 jam, 1 gigi geraham manusia sebagai kontrol. Kemudian gigi yang telah di rendam nanokalsium dikeringkan. Gigi dilihat dibawah mikroskop sterero pada perbesaran 50-200x. Selanjutnya gigi di sikat kemudian dilihat kembali dibawah mikroskop stereo pada perbesaran 50-200x.

Penelitian Tahap II

Pembuatan Nanokitosan (modifikasi metode Mardliyati et al. 2012)

Pembuatan nanokitosan diawali dengan pelarutan kitosan 1,5 g dengan asam asetat 1%. Kemudian dihomogenkan pada 3700 rpm selama 2 jam. Setelah itu ditambah dengan tween 0,1% sebanyak 4 tetes dan dihomogenkan selama 30 menit. Kemudian ditambahkan Tripolipospat 0,1% sebanyak 100mL dan dihomogenkan selama 30 menit. Setelah itu dianalisis ukuran dengan menggunakan alat analyzer size particle (PSA). Berikut diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan dapat dilihat pada Gambar 2.

(22)

7

Gambar 3 Diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan.

Analisis Particle Size Analyzer Nanokitosan

Uji ukuran partikel nanokitosan dilakukan menggunakan pengujian PSA (Particle Size Analyzer). Sampel larutan diambil dengan pipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung dengan tinggi maksimum 15 mm. Hasil pengujian sampel nanokitosan akan muncul pada layar komputer.

Penelitian Tahap III

Pembuatan Komposisi Obat Kumur

Pembuatan komposisi obat kumur dengan pemberian nanokalsium pada konsentrasi 0,1%; 0,3%; dan 0,5%. Kemudian ditambahkan dengan nanokitosan dengan konsentrasi 0,25% dan mint. Ketiga konsentrasi masing-masing dilakukan uji mikrobiologi total plate count (TPC) dan dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif (mouthwash). Setelah dilakukan pengujian TPC maka dilakukan uji mikroskop dengan dilakukan perendaman gigi manusia dengan nanokalsium selama 24 jam.

Uji Mikrobiologi atau Total Plate Count (TPC) (SNI 2006)

Uji mikrobiologi total plate count diawali dengan percobaan kepada probandus yang sebelumnya sudah menyikat gigi dan kemudian berkumur menggunakan komposisi obat kumur. Sebanyak 10 mL sampel probandus dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 90 mL larutan KH2PO4 (larutan

1,5 g kitosan serbuk

Homogenisasi (3700 rpm, 2 jam) Pelarutan dengan asam asetat 1%

Penambahan tween 80

Homogenisasi (3700 rpm, 30 menit)

Penambahan Tripolipospat 0,1% sebanyak 100 mL

Homogenisasi (3700 rpm, 30 menit)

(23)

garam fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 mL

dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 mL larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan sampai didapat pengenceran 10-5 dan disesuaikan dengan

pendugaan tingkat koloni bakteri gigi dan mulut. Dari setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 mL untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja agar media PCA merata.

Setelah media PCA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik.

Rendemen merupakan parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas satu produk. Rendemen nanokalsium yaitu persentase dari perbandingan bobot serbuk nanokalsium yang dihasilkan terhadap bobot cangkang kepiting sebelum mengalami perlakuan. Berikut adalah hasil rendemen yang dihasilkan pada proses ekstraksi nanokalsium menggunakan HCl 1N dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rendemen nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.)

Berat awal bahan Berat hasil proses Rendemen 112,16 g 3,21 g 2,86% 112,20 g 3,24 g 2,88% 112,14 g 3,20 g 2,85%

(24)

9

Khoerunnisa (2011) menyatakan bahwa lamanya waktu ekstraksi HCL memberikan pengaruh terhadap hasil rendemen nanokalsium dari cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis). Nilai rendemen yang bertambah dikarenakan waktu ekstraksi yang lama akan semakin banyak komponen mineral yang terekstrak dari cangkang, namun bila dinaikkan kembali waktu ekstraksi tidak akan berpengaruh, hal ini dikarenakan larutan sudah mengalami titik jenuh sehingga rendemen tidak bertambah. Menurut Brojer et al. (2002) dalam Khoerunnisa (2011), meningkatnya waktu ekstraksi akan menyebabkan meningkatnya massa zat terlarut sampai waktu optimal, bila melebihi dari waktu optimal maka rendemen tidak bertambah. Rendahnya rendemen diduga karena banyak material yang terbuang saat proses penetralan.

Kadar Air Nanokalsium (SNI 2006)

Nanokalsium dari cangkang kepiting (Scylla sp.) di uji kadar airnya. Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam bahan sehingga dapat mengawetkan bahan.

Analisis kadar air nanokalsium cangkang kepiting menghasilkan kadar air 11,63±0,0175%. Hafiludin (2011) nilai kadar air pada cangkang rajungan yaitu mencapai 9,9885% hal ini menunjukkan bahwa kadar air cangkang rajungan jauh lebih rendah dibandingkan cangkang kepiting. Hal ini diduga karena proses pengeringan yang dilakukan dimana kondisinya beragam dan penanganan bahan selama proses pengeringan.

Kandungan Mineral Nanokalsium

Mineral merupakan bagian dari tubuh yang memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan menjadi dua yaitu mineral makro dan mineral mikro (Almatsier 2009 dalam Khoerunnisa 2011). Komposisi makro mineral pada serbuk nanokalsium ini adalah Ca, Mg, Na, P, dan K, sedangkan mikro mineral yang terkandung adalah Fe, Zn, dan Mn. Berikut hasil analisis mineral menggunakan AAS pada cangkang kepiting (Scylla sp.) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil uji kandungan mineral pada kalsium cangkang kepiting (Scylla sp.), kadar mineral kalsium memiliki nilai 796444±841,8 ppm atau 82,54%. Kadar mineral kalsium cangkang kepiting menjadi nilai tertinggi dibandingkan mineral lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Minarty (2012) menunjukkan nilai tertinggi pada cangkang rajungan yaitu kalsium sebesar 51,27% dan Magnesium 36,91%. Salaenoi et al. (2006), kandungan kalsium pada kepiting normal mencapai 342,15 ppm dan kandungan mineral terbesar kedua adalah Magnesium 252,68%.

(25)

Tabel 2 Hasil analisis mineral AAS nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.).

Hasil Scanning Electron Microscope (SEM) Nanokalsium

Ukuran nanopartikel dari nanokalsium dilihat dengan melalui uji SEM (Scanning Electron Microscope). Mohanraj dan Chen (2006) menjelaskan bahwa nanopartikel didefinisikan sebagai penyebaran partikel atau partikel padat dengan kisaran ukuran 10-1000 nm. Hasil analisis SEM dengan perbesaran 5.000x menunjukkan bahwa ukuran partikel serbuk nanokalsium memiliki kisaran nilai 134-156,3nm (Gambar 4) dan digolongkan sebagai nanopartikel. Menurut penelitian sebelumnya Suptijah et al. (2012), nilai ukuran partikel nanokalsium sebesar 37-127 nm.

Nanokalsium merupakan kalsium yang memiliki ukuran partikel 10-9 m. Ranjit dan Baquee (2013) menjelaskan bahwa dengan menggunakan formulasi ukuran nano atau nanopartikel pada sistem penghantar obat merupakan prospek yang sangat bagus. Nanopartikel sudah banyak diaplikasikan untuk terapi anti-tumor, terapi gen, terapi AIDS, radioterapi, dalam mengantarkan protein, antibiotik, virostatik, vaksin dan gelembung untuk melewati pembatas darah-otak. Berikut gambar analisis SEM serbuk nanokalsium dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 menunjukkan morfologi serbuk nanokalsium adalah seperti bunga. Gambar tersebut secara umum menunjukkan kristal yang terbentuk adalah jenis vaterit. Menurut Saksono et al. dalam Khoerunnisa 2011, kristal CaCO3 memiliki

3 bentuk kristal yang berbeda, yaitu kalsit, aragonit, dan vaterit. Kalsit berupa

(26)

11

kubus padat, vaterit berbentuk seperti bunga (flower-like), sedangkan aragonit berbentuk seperti kumpulan jarum.

Gaur et al. (2008), menjelaskan mengenai keuntungan dalam menggunakan ukuran nanopartikel yaitu nanopartikel dapat dimodifikasi untuk mengubah biodistribusi dalam obat sehingga mencapai keberhasilan terapi dengan efek samping yang minimal. Ranjit dan Baquee (2013), yaitu penggunaan nanopartikel juga tidak terakumulasi di dalam tubuh (biodegrable). Min et al. (2008), menunjukkan bahwa nanopartikel dengan ukuran yang sangat kecil memiliki kelarutan yang lebih baik dibandingkan obat biasa di dalam tubuh.

Hasil Uji Derajat Putih Nanokalsium

Derajat putih merupakan salah satu uji yang dilakukan pada produk tepung-tepungan. Yanuar et al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran derajat putih penting untuk jenis tepung-tepungan karena merupakan salah satu faktor yang menunjukkan nilai mutu dari tepung tersebut. Nilai derajat putih pada serbuk nanokalsium yang dihasilkan adalah 96,8% (skala 100%). Suptijah et al. (2012), nanokalsium cangkang udang (Litopenaeus vannamei) memiliki nilai derajat putih 81,73%-93,39%. Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya Minarty (2012), nilai derajat putih pada nanokalsium cangkang rajungan mencapai 63,63% dan penelitian Yanuar et al. (2009) nilai derajat putih nanokalsium cangkang rajungan dengan metode basah 62,88% dan metode kering 54,64%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai derajat putih tepung nanokalsium cangkang kepiting cukup baik. Penurunan nilai derajat putih serbuk nanokalsium disebabkan oleh adanya kandungan mineral lain selain kalsium. Mineral secara alami memiliki warna yang berbeda-beda.

Derajat putih nanokalsium dipengaruhi oleh komponen mineral penyusunnya, komponen utaman penyusun nanokalsium adalah kalsium yang memili warna putih. Oleh sebab itu derajat putih nanokalsium juga tinggi (Minarty 2012). Kalsium merupakan salah satu unsur yang lunak dan keperakan serta mirip dengan Na dalam keraktifannya, meskipun kurang reaktif. Mineral natrium (Na) dan kalium (K) memiliki warna keperakan, magnesium (Mg) memiliki warna putih keabu-abuan, fosfor (P) memiliki warna hitam dan merah, seng (Zn) memiliki warna putih mengkilap (Cotton dan Wilkinson 2007). Berikut merupakan tepung nanokalsium dapat di lihat pada Gambar 5.

(27)

Uji Mikroskop Nanokalsium

Uji mikroskop dilakukan pada perbesaran 50-200x. Gigi yang telah direndam dengan nanokalsium dilakukan pengujian dengan menggunakan mikroskop stereo. Gigi terbagi menjadi kontrol dan yang diberi perendaman dengan nanokalsium. Berikut merupakan foto hasil uji mikroskop dengan perbesaran 50x pada kontrol, perbesaran 100x dengan nanokalsium dan setelah proses penyikatan dapat dilihat pada Gambar 6.

Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan bahwa perendaman dengan nanokalsium selama 24 jam mampu menempel pada lapisan permukaan gigi. Setelah dilakukan penyikatan, nanokalsium yang tertinggal dipermukaan gigi masih menempel dapat dilihat pada Gambar 6 c. Hal ini diduga bahwa nanokalsium sudah mulai bereaksi dengan permukaan luar gigi dan menyerap ke dalam lapisan gigi perlahan. Petrou et al. (2009) menyatakan bahwa perlakuan dengan pasta yang mengandung 8% arginin dan kalsium karbonat sangat efektif masuk ke dalam lapisan dentin. Selain itu dengan perlakuan tersebut juga efektif dalam memberikan lapisan pelindung di seluruh permukaan antara dentin dengan tubulus.

(a) (b)

(c)

Gambar 6 Permukaan gigi nanokalsium (a) kontrol, (b) setelah perendaman, (c) setelah penyikatan.

(28)

13

Hasil Particle Size Analyzer (PSA) Nanokitosan

Pengujian dengan alat particle size analyzer (PSA) dilakukan untuk melihat ukuran partikel nanokitosan. Nanopartikel mempunyai nilai bioavailability yang tinggi karena ukurannya yang sangat kecil (Winarno dan Fernandez 2010). Hasil analisis ukuran partikel nanokitosan memiliki nilai Z average sebesar 401,46nm (dapat dilihat pada Lampiran 3). Mardliyati et al. (2012), menjelaskan bahwa Z average merupakan diameter partikel rerata.

Nanopartikel kitosan di buat dengan menggunakan metode gelasi ionik. Prinsip pembentukan partikel pada metode ini adalah terjadinya interaksi ionik antara gugus amino pada kitosan yang bermuatan positif dengan polianion yang bermuatan negatif membentuk struktur network inter- dan intramolekul tiga dimensi. Pada umumnya metode ini memiliki distribusi ukuran partikel yang sangat lebar, tingkat stabilitas yang rendah, tetapi merupakan metode yang efektif dan sederhana. Selain itu dari berbagai metode pembuatan nanopartikel kitosan, metode gelasi ionik yang banyak menarik perhatian peneliti karena prosesnya yang sederhana, tidak menggunakan pelarut organik, dan dapat dikontrol dengan mudah (Agnihotri et al. 2004 dalam Mardliyati et al. 2012). Crosslinker yang paling banyak digunakan adalah sodium tripolifosfat (TPP), karena bersifat tidak toksik dan memiliki multivalen. Proses crosslinking secara fisika ini tidak hanya menghindari penggunaan pelarut organik, namun juga mencegah kemungkinan rusaknya bahan aktif yang akan dienkapsulasi dalam nanopartikel kitosan (Fan et al.2012 dalam Mardliyati et al. 2012).

Metode gelasi ionik menggunakan alat magnetic stirrer. Menurut Rachmania (2011), bahwa pengecilan ukuran dengan magnetic stirrer dengan kecepatan tinggi akan menyamaratakan energi yang diterima oleh partikel di seluruh bagian sisi larutan sehingga ukuran partikel semakin homogen.

Konsentrasi nanokitosan yang dibuat adalah 0,25%. Hal ini berdasarkan penelitian Mardliyati et al. (2012) yang menyatakan bahwa dengan pembuatan nanopartikel kitosan dibawah 0,3% mencegah terjadinya ukuran mikro. Pada poses pembuatan konsentrasi kitosan 0,4% dengan penambahan TPP dalam jumlah yang sedikit saja partikel berbentuk ukuran mikro dengan cepat terbentuk. Crosslinker yang paling banyak digunakan adalah sodium tripolifosfat (TPP), karena bersifat tidak toksik dan memiliki multivalen. Penggunaan tween 80 pada

proses pembuatan nanokitosan sebagai emulsifier atau penstabil. Menurut Silvia et al. (2006) dalam Gufron 2010, penggunaan surfaktan tween 80

dapat memperkecil ukuran partikel kitosan.

Uji Mikrobiologi Total Plate Count (SNI 2006)

(29)

Gambar 8 menunjukkan bahwa kontrol sebelum diberi perlakuan memiliki jumlah koloni bakteri terbesar. Apabila dibandingkan dengan produk mouthwash komersil, perlakuan mouthwash NCa dengan konsentrasi 0,5% lebih efektif dalam mencegah pertumbuhan bakteri.

Salah satu manfaat kitosan dalam bidang farmasi adalah sebagai zat antibakteri. Mekanisme aktivitas antibakteri kitosan terjadi melalui interaksi gugus NH3+dari kitosan dengan permukaan sel bakteri yang bermuatan negatif

(Eldin et al. 2008 dalam Zahid 2012). Adanya daya tarik secara struktural antara dinding sel bakteri yang mengandung peptidoglikan dengan struktur dasar rantai utama dari N-asetilglukosamin dan β-glikan (Zahid 2012). Gambar koloni bakteri uji TPC dapat dilihat pada Lampiran 4.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Cangkang kepiting menghasilkan persentase kalsium (Ca) mencapai 82,54% yang cukup efektif diaplikasikan sebagai obat kumur dan mempengaruhi pelapisan mineral gigi saat di uji mikroskop. Dengan penambahan nanokitosan mampu mencegah aktivitas bakteri optimum pada konsentrasi terbaik 0,5%. Obat kumur berbasis nanokalsium cukup efektif dan dapat disetarakan dengan obat kumur yang beredar di pasaran.

(30)

15

Saran

Saran yang diajukan perlu diadakan penelitian lebih lanjut uji lanjut mikroskop terhadap lapisan nanokalsium. Perlu digunakan metode Scanning Electron Microscope (SEM) agar dapat melihat lapisan mineral yang tertutupi oleh nanokalsium.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of Analysis, 16th Edition. Washington (US): AOAC Int.

Agnihotri SA, Mallikarjuna NN, Aminabhavi TM. 2004. Journal of Controlled Realease. 100 5-28.

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Imu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama

Arbia W, Arbia L, Adour L, Amrane A. 2013. Extraction from crustacean shells using biological methods-a review. Food Technol. Biotechnol. 51(1):12-25. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-2356-2006. Penentuan Kadar Air

pada Produk Perairan. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional.

Brojer J, Stamfli H, Graham T. 2002. Effect of extraction time and acid concentration on the separation of proglycogen and macroglycogen in horse muscle samples. Canadian Journal of Veterinary Reasearch 66(3):201-206. Cotton FA, Wilkinson G. 2007. Kimia Anorganik Dasar. Suharto S, Penerjemah,

Jakarta (ID): Universitas Indonesia-John Willey and Son Inc. Terjemahan dari: Basic Inorganic Chemistry.

Eldin MSM, Soliman EA, Al Hashem, Tamer TM. 2008. Antibacterial activity of chitosan chemically modified with new technique. Trends Biomater Aktif Organs. 22:121-133.

Fan W, Yan W, Xu Z, Ni H. 2012. Colloids and surfaces B. Biointerfaces 90:21-27.

Faridah DN, Kusumaningrum HD, Wulandari N, Indrasti D. 2006. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Flick GJ, Hebard CE, Ward DR. 2000. Chemistry and Biochemistry of Marine Food Product. Editor: Martin RE. Connecticut (US): AVI Publ. Co.

Fernandez U. 1999. Enhancement of nanal absorption of insulin using nano particle. Pharm. Res. 16: 1576-1581.

(31)

Gufron M. 2013. Nanoenkapsulasi metformin dengan nanokitosan sebagai obat antidiabetes tipe II [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Hafiludin. 2011. Optimasi proses ekstraksi khitin dari cangkang rajungan dengan menggunakan mesin ekstraksi otomatis. Jurnal Kelautan. 4(2):40-49.

Khoerunnisa. 2011. Isolasi dan karakterisasi nano kalsium dari cangkang kijing

lokal (Pilsbryoconcha exilis) dengan metode presipitasi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Markowitz K. 2013. A new treatment alternative of sensitive teeth: a desensitizing oral rinse. Journal of Dentistry. 418:S1-S11.

Mardliyati E, Muttaqien SE, Setyawati DR. 2012. Sintesis nanopartikel kitosan-trypoliphospate dengan metode gelasi ionik: pengaruh konsentrasi dan rasio volume terhadap karakteristik partikel. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bahan 2012

Mohanraj VJ, Chen Y. 2006. Nanoparticles – a review. Tropic Journal of Pharmaceutical Research. 5(1):561-573.

Min SKMN, Shun JJ, Jeong SK, Hee JP, Ha SS, Reinhard HHN, dan Sung JH. 2008. Preparation, characterization and in vivo evaluation of amorphous atorvastatin calcium nanoparticles using supercritical antisolvent (sas) process. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 69:454-465. Minarty I. 2012. Aplikasi nanokalsium dari cangkang rajungan (Portunus sp.)

pada effervescent [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pour GT, Moghadam SMM. 2014. Optimization of nano calcium carbonate production process using taguchi method. International Journal of Materials, Mechanics and Manufacturing. 2(1):77-80.

Saksono N, Mubarok MH, Widaningroem R, Bismo S. 2007. Pengaruh medan magnet terhadap konduktivitas larutan Na2CO3 dan CaCl2 serta presipitasi dan

morfologi partikel CaCO3 pada sistem fluida statis. Jurnal Teknologi.

4:317-323.

Salaenoi J, Sangcharoen A, Thongpan A, Mingmuang M. 2006. Morphology and haemolymph composition changes in red sternum mud crab (Scylla serrata). Kasetsart J. (Nat. Sci.). 40:158-166.

Sano H, Shibasaki K, Matsukubo T dan Takaesu Y. 2003. Effect of chitosan rinsing on reduction of dental plaque formation. Bull Tokyo Dent. Coll. 44(1):9-16.

Petrou I, Heu R, Stranick M, Lavender S, Zaidel L, Cummins D, Sullivan RJ. 2009. A breakthrough therapy for dentin hypersensitivity: how dental products containing 8% arginine and calcium carbonate work to deliver effective relief of sensitive teeth. J Clin Dent. 20(1):23-31.

(32)

17

Ranjit K, Baquee AA. 2013. Nanoparticle: an overview of preparation, characterization and application. International Research Journal Of Pharmacy. 4(4): 47-57. ISSN 2230-8407.

Ravichandran S, Rameshkumar G, Prince AR. 2009. Biochemical composition of

shell and flesh of the Indian White shrimp Penaeus indicus (H.milne Edwards 1837). Am-Euras. J. Sci. Res. 4(3):191-194.

Silvia SS, Catarina M. 2006. Microencapsulation of hemoglobin in chitosan-coated algintae microsphere prepared by emulsification/internal gelation. The AAPS Journal. 7(4) Article 88.

Suptijah P. 2009. Sumber Nano Kalsium Hewan Perairan. Di dalam: 101 Inovasi Indonesia. Jakarta (ID): Kementerian Negara Riset dan Teknologi.

Suptijah P, Jacoeb AM, Deviyanti A. 2012. Karakterisasi dan bioavailabilitas

nanokalsium cangkang udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Jurnal Akuatika. III(1):63-73.

Taussky HH, Shorr E. 1953. A micro colorimetric method for the determination of inorganic phosporous. J. Biol. Chem. 202:675-685.

Toya T, Jotaki R, Kato A. 1986. Specimen Preparation in EPMA and SEM. JEOL Training Center EP Section.

Yanuar V, Santoso J, Salamah E. 2009. Pemanfaatan cangkang rajungan (Portunus pelagicus) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan produk crackers. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan. XII(1):59-72.

Winarno FG, Fernandez IE. 2010. Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan Kemasan. Bogor (ID): M-Brio Press. Hal : 16-27.

(33)
(34)

19

(35)
(36)

21

Lampiran 1 Gambar sampel obat kumur (mouthwash N-Ca)

Lampiran 2 Tabel hasil analisis kadar air

No. Cawan kosong Berat sampel awal Bobot akhir

1 27,22g 24,87g 29,71g

2 24,23g 25,94g 26,87g

3 27,54g 25,00g 29,75g

Kadar air (%) =

=

1

= 9,9880%

Lampiran 3 Analisis particle size analyzer

Lampiran 4 Koloni bakteri uji TPC (a. Nca 0,1; b. Nca 0,3; c. kontrol positif).

(37)
(38)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Januari 1992. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Andi Abdul Wahid dan Fitri Finiarti.

Penulis menempuh pendidikan pertama di TK Al-Hidayah Tanjung Priok Jakarta tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan formal di SDN 03 Petang Tanjung Priok, Jakarta pada tahun 1998 hingga tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 95 Jakarta dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMAN 10 Jakarta dan lulus pada tahun 2010.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian utama.
Gambar 2 Diagram alir pembuatan nanokalsium.
Gambar 3 Diagram alir prosedur pembuatan nanokitosan.
Tabel 1 Rendemen nanokalsium cangkang kepiting (Scylla sp.)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Pakan yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Kepiting Bakau ( Scylla serrata ) adalah bukan karya orang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan kitin dan kitosan dapat dihasilkan dengan cara mengekstraknya dari limbah cangkang

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari (1) karakter gugus fungsi adsorben yang dihasilkan kitosan dari limbah cangkang kepiting dibandingkan dengan kitosan

Salah satu bahan yang belum lazim digunakan dan cukup potensi untuk digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah limbah cangkang kepiting yang dapat menghasilkan

Kadar air optimum pada proses fermentasi limbah cangkang kepiting menggunakan Rhizopus oryzae untuk menghasilkan kitin pada penelitian ini

Terhadap cangkang kepiting bakau, kitin, dan kitosan yang diperoleh dilakukan penentuan kandungan logam magnesium, besi, kalsium, seng, tembaga, dan silika oksida [4].. Gambar 3

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin berat abu cangkang kerang maka konsentrasi logam dari limbah makin menurun, hal ini disebabkan dari proses aktivasi cangkang kerang

Dengan adanya kegiatan demonstrasi pembuatan kitosan ini, siswa-siswi kelas XII IPA SMAN 2 Kecamatan Mendo Barat dapat mengetahui bahwa limbah cangkang kepiting