• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Dan Profil Sel Darah Putih Pada Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops Aduncus) Di Pusat Konservasi Mamalia Air Pt. Wersut Seguni Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Dan Profil Sel Darah Putih Pada Lumba-Lumba Hidung Botol (Tursiops Aduncus) Di Pusat Konservasi Mamalia Air Pt. Wersut Seguni Indonesia"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DAN PROFIL SEL DARAH PUTIH PADA

LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL (

Tursiops aduncus

) DI

PUSAT KONSERVASI MAMALIA AIR PT. WERSUT SEGUNI

INDONESIA

RIZKA FITRI SYARAFINA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Gambaran dan Profil Sel Darah Putih Pada Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) di Pusat Konservasi Mamalia Air PT. Wersut Seguni Indonesia” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RIZKA FITRI SYARAFINA. Gambaran dan Profil Sel Darah Putih Pada Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) di Pusat Konservasi Mamalia Air PT. Wersut Seguni Indonesia. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan AGUSTIN INDRAWATI.

Dewasa ini lumba-lumba yang merupakan mamalia laut mulai dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai tujuan. Upaya pemantauan dan pencegahan kesehatan dilakukan dengan melihat gambaran darahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sel darah putih pada lumba-lumba hidung botol sebagai parameter yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis kesehatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2013 dengan menggunakan tujuh ekor lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) yang ada di kawasan konservasi mamalia air PT. Wersut Seguni Indonesi. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena superficialis sirip ekor. Sampel darah diambil untuk pemeriksaan leukosit, diferensial leukosit dan preparat ulas darah. Preparat ulas darah diwarnai dengan menggunakan pewarna Giemsa dan diamati dibawah mikroskrop dengan perbesaran 1000x. Hasil gambaran hematologi pada lumba-lumba hidung botol memiliki kisaran nilai leukosit 4,2 ± 0,822 x 103/mm3, limfosit 63,1 ± 9,771%, monosit 3,6 ± 1,718%, neutrofil 31,6 ± 8,432%,eosinofil 1,3 ± 1,604%dan basofil 0,1 ± 0,378%.

Kata kunci: hematologi, sel darah putih, diferensial leukosit, Tursiops aduncus

ABSTRACT

RIZKA FITRI SYARAFINA. ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and AGUSTIN INDRAWATI. Representation of White Blood Cells In Bottle Nose dolphins (Tursiops aduncus) in the Area of Water Mammals Conservation PT. Wersut Seguni Indonesia. Supervised by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS dan AGUSTIN INDRAWATI. Conservation PT. Wersut Seguni Indonesia. Blood smear was performed through the superficial veins of each tail fin for examination of leukocytes and diferential leukocyte. Thin blood smears were stained by Giemsa and observed under microscope with 100 x 10 magnification. The hematological result of bottle nose dolphins has a range values of 4,2 ± 0,822 x 103/mm3 for leukocytes, 63,1 ± 9,771% for lymphocytes, 3,6 ± 1,718% for monocytes, 31,6 ± 8,432% for neutrophils, 1,3 ± 1,604% for eosinophils and 0,1 ± 0,378% for basophils.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

GAMBARAN DAN PROFIL SEL DARAH PUTIH PADA

LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL (

Tursiops aduncus

) DI

PUSAT KONSERVASI MAMALIA AIR PT. WERSUT SEGUNI

INDONESIA

RIZKA FITRI SYARAFINA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Kedokteran Hewan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc selaku pembimbing I dan Ibu Dr. drh. Agustin Indrawati, M.Biomed selaku pembimbing II atas segala waktu, perhatian bimbingan, arahan bantuan dan kesabaran selama penyusunan skripsi.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak dan Ibu tersayang serta keluarga tercinta yang selalu mensuport dan mendoakan.

2. Dr. Drh. Yudha, Drh. Zaki dan staf yang bekerja di PT. Wersut Seguni Indonesia yang telah bersedia membantu dalam penelitian ini.

3. Staf Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor atas semua bantuannya.

4. M. Suryaputra dan Talita Fauziah Milani selaku rekan sepenelitian tas kebersamaan dalam suka dan duka yang telah dilewati

5. Semua dosen yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah di Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

6. Keluarga stressoo (Retno, Anne, Azis, Rian, Ari dan Ika) atas doa dan dukungannya

7. Teman-teman angkatan Acromion 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, semoga penelitian dan skripsi ini dapat brmanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Morfologi Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) 2 Distribusi Geografis Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) 4

Sel Darah Putih 4

Diferensial Leukosit 5

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Bahan dan Alat 6

Pelaksanaan penelitian 6

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Neutrofil 9

Eosinofil 10

Basofil 10

Limfosit 11

Monosit 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 113

(10)

DAFTAR TABEL

1 Hasil Pemeriksaan Darah Lumba-lumba Hidung Botol 8

DAFTAR GAMBAR

1 Tursiops aduncus 3

2 Perbandingan morfologi lumba-lumba hidung botol Tursiops aduncus

dan Tursiops trucantus 4

3 Distribusi geografis Tursiops aduncus 4

4 Pengambilan darah lumba-lumba pada vena superficialis di dorsal sirip

ekor 7

5 Gambaran sel neutrofil lumba-lumba (pewarnaan Giemsa) dan sel neutrofil paus pembunuh (Orcinus orca) dengan pewarnaan Wright 9 6 Sel eosinofil lumba-lumba dan mencit dengan pewarnaan Giemsa 10

7 Sel basofil mencit dengan pewarnaan Giemsa 10

8 Morfologi sel limfosit lumba-lumba dan mencit dengan pewarnaan

Giemsa 11

9 Morfologi sel monosit lumba-lumba dan sel monosit mencit dengan

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lumba-lumba merupakan mamalia laut yang tergolong cerdas dan unik sehingga mamalia ini mulai dimanfaatkan keberadaannya oleh manusia. Pemanfaatan lumba-lumba ini adalah sebagai hewan entertain dan sebagai alat bantu pengobatan/terapi, selain itu pada beberapa kasus seperti di Taiji, Jepang daging hewan ini juga dikonsumsi. Salah satu alasan lumba-lumba cukup digemari masyarakat adalah lumba-lumba merupakan mamalia yang cerdas. Masyarakat dapat menikmati suguhan menarik atraksi lucu yang dilakukan oleh lumba-lumba terlatih. Bentuk tubuhnya yang kompleks juga merupakan salah satu contoh pemanfaatan dalam pembuatan baju renang yang dibuat mirip seperti kulit lumba-lumba dengan tujuan untuk memperkecil gaya gesekan dengan air. Sistem komunikasi lumba-lumba yang unik, yaitu sistem sonar juga diterapkan dalam teknologi pembuatan radar kapal selam (Shirihai dan Jarrett 2006).

Pemanfaatan lumba-lumba yang banyak lama-kelamaan akan menyebabkan lumba-lumba di ambil dari habitat aslinya sehingga populasi lumba-lumba dapat menurun. Pemanfaatan lumba-lumba yang berlebihan dapat mengancam jumlah populasi lumba-lumba juga berdampak pula terhadap penyebaran penyakit zoonotik yang berasal dari lumba-lumba tersebut. Di perairan Indonesia terdapat lebih dari sepertiga jenis paus dan lumba-lumba, termasuk beberapa jenis dikategorikan langka dan terancam punah (Klinowska 1991; Kahn 2005). Menurut UU Lingkungan Hidup Internasional, lumba-lumba saat ini adalah mamalia laut yang dilindungi dan oleh karena itu setiap orang dilarang untuk menangkap, dan atau memeliharanya. dimana didalam lampirannya ditegaskan bahwa lumba-lumba adalah mamalia laut yang dilindungi oleh undang-undang. Sesuai dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, serta Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (T. aduncus) merupakan salah satu fauna yang perlu dilindungi keberadaannya. Berdasarkan konvensi internasional yang mengatur perdagangan tumbuhan dan satwa liar, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), T. aduncus dikategorikan ke dalam Appendix II yaitu daftar nama spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan (CITES 2012).

(12)

2

dilakukan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan masih sedikitnya informasi yang berhubungan dengan sel darah pada Tursiops aduncus.

Tujuan Penelitian

Menghitung jumlah dari sel darah putih serta diferensial leukosit pada lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) sebagai parameter yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis lebih lanjut.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran dari sel darah putih dan diferensial leukosit dari lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus), sehingga informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai acuan penelitian lain selanjutnya demi meningkatkan kesehatan lumba-lumba.

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus)

Lumba-lumba hidung botol merupakan salah satu anggota dari famili Delphinidae yag berukuran sedang, memiliki keragaman warna dari biru keabu-abuan hingga hitam dengan pigmentasi yang cukup jelas di bagian ventral. Kata Tursiops diambil dari gabungan bahasa Yunani tursio yang artinya lumba-lumba dan ops yang berarti rupa atau berbentuk, sedangkan aduncus berasal dari bahasa latin yang berarti bengkok (rahang bawah sedikit membengkok ke belakang) (Perrin et al. 2008). Spesies ini merupakan kelompok cetacea yang paling umum berada di perairan. Beberapa kelompok cetacea dapat tumbuh hingga ukuran yang sangat besar, hal ini terjadi karena mereka tidak perlu menahan bobot tubuhnya. Berbagai bentuk tubuh dan ukuran kelompok cetacea mencerminkan habitat dan pola makan yang berbeda, struktur sosial dan perilaku masing masing kelompok (Nowak 2003).

(13)

3

Gambar 1 Tursiops aduncus (Amir et al. 2002).

Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (Tursiops aduncus) memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Cetacea Subordo : Odontoceti Familia : Delphinidae Genus : Tursiops

Spesies : Tursiops aduncus (Perrin et al. 2008)

Tursiops aduncus (Indo-Pacific Bottlenosed Dolphin) cenderung hidup di perairan dangkal yang dekat dengan pantai pada kedalaman kurang dari 300 m. Spesies ini dapat menahan nafas ketika menyelam dan bernafas secara normal ketika di permukaan secara teratur karena proses pertukaran gas terjadi dengan sangat cepat di kapiler paru-paru. Selain itu spesies ini memiliki jumlah eritrosit dua kali lipat lebih banyak dan 2-9 kali jumlah myoglobin hewan darat.

(14)

4

(a) (b)

Gambar 2 Perbandingan morfologi (a) lumba-lumba hidung botol Tursiops aduncus (Corbet and Harris 1991) dan (b) Tursiops truncatus.

Distribusi Geografis Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) Tursiops aduncus ditemukan hanya pada daerah bertemperatur hangat sampai tropis di seluruh pesisir Indo-Pasifik, dari bagian barat Afrika Selatan, sepanjang Laut Hindia (termasuk Laut Merah, Teluk Persia, Laut China Selatan, Laut Sulu, Laut Celebes, dan di seluruh pulau serta semenanjung kepulauan Indo-Melayu, Kepulauan Solomon dan Caledonia Baru) hingga Jepang bagian selatan dan Australia tenggara (Wells dan Scott 2002; Moller dan Beheregaray 2001). Namun tingkat kontinuitas dalam kisaran distribusi tidak diketahui (Wang dan Yang 2009).

Gambar 3 Distribusi geografis Tursiops aduncus (Hammond et al. 2009).

Sel Darah Putih

(15)

5 Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Ketika viskositas darah meningkat dan aliran lambat, leukosit mengalami marginasi, yakni bergerak ke arah perifer sepanjang pembuluh darah. Kemudian melekat pada endotel dan melakukan gerakan amuboid. Melalui proses diapedesis, yaitu kemampuan leukosit untuk meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Pergerakan leukosit di daerah intertisial pada jaringan meradang setelah leukosit beremigrasi, atau disebut kemotaktik terarah oleh sinyal kimia (Price 2006).

Diferensial Leukosit

Neutrofil adalah leukosit yang jumlahnya paling banyak. Granula ini terwarnai oleh zat warna netral. Nukleus dari sel-sel ini terbagi dalam lobus-lobus (segmen). Neutrofil bersegmen menandakan bahwa granula ini sudah tua, sedangkan yang lebih muda belum bersegmen (band). Neutrofil memiliki gerakan seperti amoeba dan aktif dalam proses fagositosis, menelan bakteri dan partikel lainnya. Neutrofil dibentuk dalam sumsum tulang dari myelosit neutrofilik ekstra vaskular. Intinya bermacam-macam, dengan bentuk bermacam-macam pula antara lain batang, bengkok, dan bercabang-cabang. Sel-sel neutrofil paling banyak dijumpai pada sel darah putih (Effendi 2003).

Eosinofil adalah salah satu jenis granulosit. Pada sitoplasma banyak granul besar dan terwarnai oleh zat warna asam. Intinya tidak bersegmen seperti neutrofil, biasanya berlobus dua dan jumlahnya tidak banyak. Eosinofil berasal dari myelosit eosinofilik dari sumsum tulang. Dalam keadaan alergi shock anafilaksis dan parasitism akan meningkat jumlahnya. Sedangkan pada keadaan stres atau tercekam akan menurun jumlahnya karena adanya respon adrenocortical (Moberg and Mench 2000). Jumlah eosinofil hanya 1-4 % leukosit darah, bergaris tengah 9um. Eosinofil mempunyai pergerakan amuboid, dan mampu melakukan fagositosis, lebih lambat tetapi lebih selektif dibanding neutrofil. Memfagositosis komplek antigen dan anti bodi merupakan fungsi eosinofil untuk melakukan fagositosis selektif terhadap komplek antigen dan antibodi. Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan, khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses Patologi. Kortikosteroid akan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat. (Effendi 2003).

Basofil adalah granulosit yang larut dalam air dan terwarnai oleh zat warna basa. Dalam keadaan normal jumlahnya sangat sedikit, yaitu 1 % dari leukosit darah. Kemampuan fagositik kecil, bahkan terkadang tidak ada. Basofil berasal dari sumsum tulang pada myelosit basofilik. Ukuran garis tengah 12µm, inti satu, besar bentuk ireguler umumnya bentuk huruf S, sitoplasma basofil terisi granul yang lebih besar dan seringkali menutupi inti. Granula basofil metakromatik dan mensekresi histamin dan heparin dalam keadaan tertentu. Basofil merupakan sel utama pada tempat peradangan hipersesitivitas kulit basofil. Hal ini menunjukkan basofil berhubungan dengan mekanisme kekebalan (Effendi 2003).

(16)

6

limpa, dan tonsil. Limfosit menghasilkan antibodi karena kandungan gamaglobulin pada ekstraknya. Memiliki gerakan amoeboid, tapi tidak terlalu aktif dalam fagositosis. Monosit adalah agranulosit yang beredar dalam darah dalam jumlah terbatas. Sel darah putih ini berbentuk besar, memiliki sitoplasma berbutir-butir banyak dan menyerap zat warna. Merupakan sel leukosit yang besar, jumlanya 3-8% dari jumlah leukosit normal. Monosit dapat ditemui dalam darah, jaringan penyambung, dan rongga-rongga tubuh. Monosit tergolong fagositik mononuclear (sistem retikuloendotel) dan mempunyai tempat-tempat reseptor pada permukaan membrannya untuk imunoglobulin dan komplemen. Monosit beredar melalui aliran darah dan menembus dinding kapiler masuk kedalam jaringan penyambung. Dalam jaringan penyambung monosit bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocompetent dengan antigen (Effendi 2003).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September tahun 2013 di kawasan wisata Pantai Cahaya, Sendang Sikucing-Kendal dan Laboratorium Wahana, Pawiyatan Luhur, Bendandhuwur, Semarang, Jawa tengah.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 7 sampel darah Tursiops aduncus yang sudah dinyatakan sehat oleh dokter hewan pada PT. Wersut Seguni Indonesia, EDTA sebagai anti koagulan, alkohol 70%, larutan Tur, metil alkohol, pewarna Giemsa dan akuades.

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel darah lumba-lumba adalah spoid 5 ml, tabung reaksi anti koagulan, cool box. Peralatan yang digunakan untuk penghitungan jumlah leukosit dan diferensial leukosit adalah kaca preparat, pipet Thoma leukosit, kamar hitung, blood counter tabulator dan mikroskop.

Pelaksanaan Penelitian Tahap Pengambilan Sampel Darah

(17)

7

Gambar 4 Pengambilan darah lumba-lumba di vena superficialis di dorsal sirip ekor

Pembuatan Preparat Ulas Darah

Pewarnaan preparat ulas dilakukan untuk mengamati ada tidaknya kelainan morfologi sel darah putih. Kaca preparat dibersihkan dengan alkohol 70%. Satu tetes darah lumba-lumba diteteskan di salah satu sisi preparat. Kaca preparat lain diambil dan ditempatkan di salah satu sisi ujungnya pada kaca preparat pertama dengan membentuk sudut kira-kira 45 derajat. Kaca preparat kedua ditarik sampai menyentuh tetes darah dan dibiarkan menyebar sepanjang tepi kaca preparat kedua. Kaca preparat kedua didorong sepanjang permukaan kaca preparat pertama sehingga terbentuk lapisan merata dan tipis. Preparat dikeringkan dengan cara diayun-ayunkan di udara. Kemudian preparat ulas dimasukkan ke dalam metil alkohol selama 5 menit. Setelah dikeringkan preparat dimasukkan ke dalam larutan Giemsa 10% selama 15 menit. Setelah 15 menit, preparat dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan di udara. Preparat yang sudah jadi diamati dengan mikroskop perbesaran 1000x. Kemudian dilakukan pengamatan dan penghitungan jumlah sel leukosit dan diferensial leukosit (Tambur et al. 2006).

Penghitungan Jumlah Sel Leukosit dan Diferensial Leukosit

Penghitungan jumlah leukosit dilakukan dengan menggunakan pipet Thoma leukosit. Sampel darah yang diberi anti koagulan (EDTA) dihisap dengan pipet sampai tanda “0,5”. Pipet kemudian dicelupkan ke dalam larutan Turk dihisap sampai tanda “11” sehingga diperoleh pengenceran 1:20. Pipet dihomogenkan dengan memutarkan pipet membentuk angka delapan, kemudian 2-3 tetes darah yang pertama dibuang. Selanjutnya darah diteteskan dipinggir kamar hitung. Kamar hitung dibiarkan satu menit yang bertujuan untuk melisiskan eritrosit dan memberi kesempatan kepada leukosit untuk menempati kamar hitung. Penghitungan leukosit dilakukan dengan bantuan mikroskop perbesaran 400x pada empat kotak besar dari kamar hitung. Jumlah leukosit tiap milimeter kubik (mm³) adalah jumlah sel terhitung dikalikan dengan 50 (Tambur et al. 2006).

(18)

8

perhitungan persentase jenis leukosit. Angka yang diperoleh merupakan jumlah relatif masing-masing jenis leukosit dari seluruh jenis leukosit (Tambur et al. 2006).

Analisis Data

Data yang didapat dianalisa secara deskriptif dengan pengamatan hematologi. Pengamatan morfologi sel darah putih dilakukan pada preparat ulas darah dengan pewarnaan Giemsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian hematologi darah lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) yang telah dilakukan diperoleh jumlah leukosit/WBC/SDP dan diferensial leukosit dari masing-masing sampel darah lumba-lumba seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Pemeriksaan Darah Lumba-lumba Hidung Botol

No. Sampel Leukosit

(x103/mm3)

Diferensial Leukosit (%)

Neutrofil Eosinofil Basofil Limfosit Monosit

Tabaru 4,6 38 4 1 52 5

Ket : Range* = rentang jumlah sel darah putih lumba-lumba (Tursiops truncatus) yang dilaporkan oleh Patricia et al. tahun 2006

SD = Standar Deviasi

(19)

9 menyimpang dari keadaan normal mempunyai arti klinik yang penting untuk evaluasi suatu proses penyakit (Dellmann dan Brown 1992).

Benda asing yang masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan kenaikan jumlah leukosit. Proses fagositosis yang dilakukan oleh neutrofil dan monosit untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh dapat mempengaruhi kenaikan jumlah leukosit. Kelainan kuantitatif leukosit meliputi leukositosis dan leukopenia. Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi. Leukositosis merupakan suatu respon normal terhadap infeksi atau peradangan. Keadaan ini dapat dijumpai setelah gangguan emosi, setelah anestesia atau berolahraga, dan selama kehamilan (Corwin 2009). Leukopenia adalah keadaan jumlah sel darah putih yang lebih rendah dari normal (Lonsdale 1995).

Leukopenia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain depresi sumsum tulang pada kasus anemia aplastik, mielofibrosis dan osteosklerosis, infeksi oleh bakteri (Thypus abdominalis, Parathypus, Brucellosis), Obat-obat sitostatika (myleran, mercaptopurin, dll) dan dapat juga disebabkan oleh iradiasi.

Neutrofil

Neutrofil merupakan garis pertahanan utama seluler terhadap invasi jasad renik dan memfagosit partikel kecil dengan aktif. Neutrofil mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan mampu melakukan glikolisis baik secara aerob maupun anaerob. Kemampuan neutrofil untuk hidup dalam lingkungan anaerob sangat menguntungkan, karena dapat membunuh bakteri dan membantu membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Effendi 2003). Neutrofil merupakan komponen paling banyak dari jumlah total leukosit (Frandson 1992). Jumlah neutrofil yang ditemukan pada penelitian menunjukkan jumlah yang sama dengan yang dilaporkan oleh Patricia et al. tahun 2006. Rata-rata jumlah relatif sel neutrofil dalam darah pada lumba-lumba (Tursiops aduncus) adalah 31,6 %. Jumlah neutrofil dalam darah dipengaruhi oleh adanya infeksi, peradangan atau stress. Perbandingan morfologi sel neutrofil lumba-lumba dan mencit dapat dilihat pada Gambar 5. Peradangan atau infeksi akan menstimulasi pengeluaran neutrofil untuk menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Neutrofil tersebut akan menerima sinyal yang dihasilkan oleh sel yang bersangkutan atau racun dari bakteri (Frandson 1992). Dalam kondisi stres, jumlah kortisol dalam tubuh juga dapat mempengaruhi keluarnya neutrofil dari sumsum tulang, sehingga menyebabkan peningkatan neutrofil (Samuelson 2007). Morfologi dari sel neutrofil dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Gambaran (A) sel neutrofil lumba-lumba (pewarnaan Giemsa) dan (B) sel neutrofil paus pembunuh (Orcinus orca) dengan pewarnaan Wright (Thomas 2010).

(20)

10 Eosinofil

Eosinofil berperan aktif dalam mengatur alergi akut dan proses peradangan, mengatur infestasi parasit dan memfagosit bakteri, kompleks antigen-antibodi, mikoplasma dan ragi (Dellmann dan Brown 1992). Eosinofil mengandung profibrinolisin, diduga berperan mempertahankan darah dari pembekuan khususnya bila keadaan cairnya diubah oleh proses-proses patologi. Kortikosteroid dapat mempengaruhi jumlah eosinofil dengan menimbulkan penurunan jumlah eosinofil darah dengan cepat (Effendi 2003). Jumlah rata-rata sel eosinofil lumba-lumba (Tursiops aduncus) dalam penelitian ini adalah 1,3 %. Tabel 1 menunjukkan jumlah eosinofil dalam darah sampel kurang dari rentang jumlah eosinofil dalam darah yang dilaporkan oleh Patricia et al. tahun 2006 yaitu 26-57 %. Gambaran morfologi sel eosinofil pada lumba-lumba dan mencit dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Sel eosinofil (A) lumba-lumba dan (B) mencit dengan pewarnaan Giemsa (Hoffbrand 2006).

Basofil

Basofil merupakan jenis leukosit yang memiliki jumlah paling sedikit dalam darah. Basofil memiliki fungsi utama dalam membangkitkan reaksi hipersensitif dengan sekresi mediator yang bersifat vasoaktif. Sel ini melepaskan mediator untuk aktivitas peradangan dan alergi (Mahmmod et al. 2011). Pengamatan darah yang dilakukan pada 7 ekor lumba-lumba ini, hanya ditemukan adanya basofil pada satu sampel darah saja. Tidak adanya basofil bukan berarti hewan tidak mengalami alergi atau peradangan, namun perlu dilihat perubahan dari jenis leukosit lainnya untuk memastikan ada tidaknya peradangan tersebut. Basofil terlibat dalam proses peradangan, oleh karena itu terjadi suatu keseimbangan yang peka antara basofil dan eosinofil dalam mengawali dan mengontrol peradangan tersebut (Frandson 1992). Fagosit oleh basofil bersifat terbatas, sehingga basofil lebih jarang ditemukan (Samuelson 2007).

Gambar 7 Sel basofil mencit dengan pewarnaan Giemsa (Hoffbrand 2006).

(21)

11 Limfosit

Limfosit merupakan leukosit yang berespon terhadap antigen dengan cara membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan imunitas seluler (Frandson 1992). Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, lima dari tujuh sampel darah yang diambil menunjukkan jumlah limfosit yang melebihi rentang jumlah limfosit yang pernah dilaporkan oleh Patricia et al. (2006). Jumlah rata-rata sel limfosit pada penelitian ini adalah 63,1 %.

Peningkatan limfosit terjadi jika antigen masuk ke dalam tubuh, sehingga tubuh harus memproduksi antibodi (Frandson 1992). Penurunan limfosit dapat dialami jika terjadi imunosupresi atau kerusakan pada jaringan limfoid akibat faktor tertentu atau hewan dalam keadaan tercekam (stres). Pada kondisi stres, kadar kortisol dalam darah meningkat. Kortisol dapat menyebabkan limfopenia dengan cara mengurangi mitosis atau pembentukan limfosit. Kortisol juga berpengaruh terhadap berkurangnya limfosit dalam sirkulasi karena terjadi redistribusi limfosit ke sumsum tulang dan bagian lain (Chastain dan Ganjam 1986). Gambaran morfologi sel limfosit mamalia pada lumba-lumba dan mencit dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Morfologi sel limfosit (A) lumba-lumba dan (B) mencit dengan pewarnaan Giemsa (Hoffbrand 2006).

Monosit

Monosit merupakan jenis leukosit yang bekerja pada infeksi yang tidak terlalu akut (Dellmann dan Brown 1992). Keberadaan leukosit dalam darah hanya beberapa hari (Samuelson 2007). Dalam jaringan monosit bereaksi dengan limfosit dan memegang peranan penting dalam pengenalan dan interaksi sel-sel immunocompetent dengan antigen (Effendi 2003). Monosit juga bertugas untuk memberikan potongan patogen kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dikenali dan dibentuk antibodinya. Menurut Tabel 1 ditemukan lebih banyak jumlah monosit pada sampel darah yang diperiksa tergolong sama dengan hasil yang pernah dilaporkan oleh Patricia et al (2006) meskipun pada tiga sampel darah ditemukan jumlah monosit yang melebihi rentang jumlah monosit. Gambaran morfologi sel monosit pada lumba-lumba dan mencit dapat dilihat pada Gambar 9.

(22)

12

Gambar 9 Morfologi sel monosit (A) lumba-lumba dan sel monosit (B) mencit dengan pewarnaan Giemsa (Handayani 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil gambaran hematologi pada lumba-lumba hidung botol memiliki kisaran nilai leukosit (4,2 ± 0,822), limfosit (63,1 ± 9,771), monosit (3,6 ± 1,718), neutrofil (31,6 ± 8,432), eosinofil (1,3 ± 1,604) dan basofil (0,1 ± 0,378). Morfologi sel darah putih pada lumba-lumba memiliki kesamaan dengan morgologi sel darah mamalia lainnya. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian hematologi Tursiops trucantus yang dilaporkan Patricia et al. pada tahun 2006, nilai hematologi Tursiops aduncus rata-rata lebih rendah.

Saran

Penelitian lebih lanjut mengenai hematologi lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) sangat perlu dilakukan agar dapat dijadikan sebagai acuan bagi penelitian lainnya mengenai lumba-lumba hidung botol.

(23)

13

DAFTAR PUSTAKA

Amir O, Berggren P, Jiddawi NS. 2002. The Occurrence and Distribution of Dolphins in Zanzibar, Tanzania, with Comments on the Differences Between Two Species of Tursiops. Western Indian Ocean J. Mar Sci. 4(1): 85-93.

Carwardine M. 1995. Smithsonian Handbooks: Whales, Dolphins, and Porpoises. New York (US): Dorling Kindersley Publishing Inc.

Chastain CB, Ganjam VK. 1986. Clinical Endocrinology of Companion Animals. Philadelphia (US): Lea & Febiger.

[CITES]. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2012. Apendices I, II and III. [diunduh 2014 Maret 6]. Tersedia pada: http://www.cites.org.

Corbet GB dan Harris S. 1991. The Handbook of British Mammals Third Edition. Oxford (UK): Blackwell Scientific Publications.

Corwin JE. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta (ID): EGC.

Dellmann HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner I. Jakarta (ID): UI Press.

Effendi Z. (2003). Peranan Leukosit Sebagai Anti Inflamasi Alergik Dalam Tubuh. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta (ID): UGM press. Hammond PS, Bearzi G, Bjørge A, Forney K, Karczmarski L, Kasuya T, Perrin WF, Scott MD, Wang JY, Wells RS, Wilson B (2008) Tursiops aduncus. In: IUCN 2009. Cambridge (UK): IUCN Red List of Threatened Species. Version 2009.2. <www.iucnredlist.org>.

Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta (ID): Salemba Medika.

Hoelzel AR. 2002. Marine Mammal Biology. Australia (AU): Blacwell Science Ltd.

Hoffbrand, Victor. 2006. At a Glance Hematology. Jakarta (ID): EMS.

Kahn B. 2005. Indonesia Oceanic Cetacean Program Activity Report: January – February 2005. The Rapid Ecological Assesment (RATE) of Oceanic Cetaceans and Asociated Habitats In The Bali – Lombok Strait Region. 21. Klinowska M. 1991. Dolphins, Porpoises and Whales of the World. The IUCN

red data book. IUCN. Gland. Switzterland.

Lonsdale T. 1995. Periodontal Disease and Leucopenia. Journal of Small Animal Practice 36: 542-546.

Mahmmod YS, Elbalkemy FA, Klaas IC, Elmekkawy MF, Monazie AM. 2011. Clinical and haematological study on water buffaloes (Bubalus bubalis) and crossbread cattle naturally infected with Theileria annulata in Sharkia province, Egypt. Tick and Tick-borne Diseases 54: 1-4.

Martin R., Pine R, DeBlase A. 2001. A Manual of Mammalogy with Keys to Families of the World. Long Grove (IL): Waveland Press, Inc.

(24)

14

Moller LM, Beheregaray LB. 2001. Coastal bottlenose dolphin from south-eastern Australia are Tursiops aduncus according to sequences of the mitochondrial DNA control region. Mar Mamm Sci 17: 249-263.

Nowak R. 2003. Walker's Marine Mammals of the World. Baltimore (MD): John Hopkins University Press.

Patricia AF, Thomas CH, Rene AV, Juli DG, Jeffrey A, Eric SZ, Gregory DB. 2006. Hematology, Serum Chemistry and Cytology Findings from Apparently Healthy Atlantic Bottlenose Dolphins (Tursiops trucantus) Inhabiting the Estuarine Waters of Charleston, South Carolina. Aquatic Mammals 32(2): 182-195.

Perrin W, Würsig B, Thewissen J. 2008. Encyclopedia of Marine Mammals. San Diego (CA): Academic Press.

Price SA. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Lorraine MW, penerjemah. Jakarta (ID): EGC.

Samuelson DA. 2007. Textbook of Veterinary Histology. China (CN): Saunders, an imprint of Elsevier Inc.

Shirihai H, Jarrett B. 2006. Whales, Dolphins, and Other Marine Mammals of the World. Princeton (NJ): Princeton University Press.

Tambur Z, Kulišić Z, Maličević Z, Nevenka AB, Zorana M. 2006. White Blood Cell Differential Count in Rabbits Artificially Infected with Intestinal Coccidia. J. Protozool. Res 16, 42-50.

Thomas HR. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. State Avenue (USA): Blackwell Publishing.

Wang JY, Yang AC. 2009. Indo-Pacific bottlenose dolphin (Tursiops aduncus). In: Encyclopedia of marine mammals, 2nd Ed. (Perrin WF, Würsig B, Thewissen JGM, eds.) Academic Press, Amsterdam, pp. 602-608.

(25)

15

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Tursiops aduncus (Amir et al. 2002).
Gambar 2  Perbandingan morfologi (a) lumba-lumba hidung botol Tursiops  aduncus (Corbet and Harris 1991) dan (b) Tursiops truncatus
Gambar  4    Pengambilan  darah  lumba-lumba  di  vena  superficialis  di  dorsal  sirip  ekor
Tabel 1  Hasil Pemeriksaan Darah Lumba-lumba Hidung Botol
+2

Referensi

Dokumen terkait

Asrama karyawan dibuat setengah terbuka agar sirkulasi udara lebih Iancar dan karyawan merasa lebih nyaman. Adanya permainan bidangvertikal berupa kolom batu kali Bukaan2

Dengan demikian teori ini berlaku dalam penelitian yang dilakukan pada Kantor Rektorat Undana dimana faktor tingkat kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

memastikan bahwa semua data yang dientry benar dan menerima uang dari pasien yang telah menerima pelayanan tersebut c Kasir Rawat Inap : Kasir Rawat Inap bertugas memasukan semua

E. Saya menegosiasikan deadline yang ditetapkan atasan tersebut dengan baik-baik agar tidak terlalu memberatkan Ketika gagal mencapai sesuatu yang saya inginkan, saya... Mencari

Agrosil setara dosis 1500 kg SiO 2 /ha mampu meningkatkan pH, kadar SiO 2 tersedia Andisol, bobot dan jumlah umbi kentang pada kelas A(100 gr/umbi).Pemberian SP-36 tidak

Imej SEM bagi jaringan hidrogel pada nisbah 2:1 (Ag) dan 3:1 (Ag) yang telah terisi dengan nanopartikel perak... Hasil keputusan perencatan hidrogel terisi nanopartikel perak.

Untuk itu berbagai peluang, manfaat, dan potensi penerapan sistem agroforestri karet dan terong yang berdasarkan dengan pengaturan jarak tanam tanaman terong, untuk itu perlu

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rumus indeks eksentrisitas Zagreb pertama dan kedua pada graf pembagi nol dari ring komutatif dengan unsur kesatuan dan untuk ,