• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL GAMBARAN ERITROSIT LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL INDO-PASIFIK (Tursiops aduncus) DI PUSAT KONSERVASI MAMALIA AIR PT. WERSUT SEGUNI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL GAMBARAN ERITROSIT LUMBA-LUMBA HIDUNG BOTOL INDO-PASIFIK (Tursiops aduncus) DI PUSAT KONSERVASI MAMALIA AIR PT. WERSUT SEGUNI INDONESIA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL GAMBARAN ERITROSIT LUMBA-LUMBA HIDUNG

BOTOL INDO-PASIFIK (Tursiops aduncus) DI PUSAT

KONSERVASI MAMALIA AIR PT. WERSUT SEGUNI

INDONESIA

MOHAMMAD SURYAPUTRA

B04090179

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Gambaran Eritrosit Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) di Pusat Konservasi Mamalia Air PT. Wersut Seguni Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Mohammad Suryaputra

(4)
(5)

ABSTRAK

MOHAMMAD SURYAPUTRA. Profil Gambaran Eritrosit Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) di Pusat Konservasi Mamalia Air PT. Wersut Seguni Indonesia. Dibimbing oleh ARYANI SISMIN STYANINGTIJAS dan AGUSTIN INDRAWATI.

Lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) adalah mamalia laut yang tersebar luas di dunia. Status lumba-lumba ini masih sedikit diketahui, oleh karena itu masih dibutuhkan banyak penelitian untuk lebih memahami mengenai lumba-lumba hidung botol, baik yang berada di penangkaran maupun di alam liar. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa profil eritrosit lumba-lumba hidung botol yang tinggal di penangkaran (PT. Wersut Seguni Indonesia). Parameter eritrosit yang dianalisa adalah jumlah eritrosit, hematokrit (PCV), hemoglobin, dan indeks eritrosit. Penelitian ini menggunakan 7 ekor lumba-lumba (Tursiops aduncus) pada bulan September 2013 di PT. Wersut Seguni Indonesia. Darah diambil dari bagian dorsal vena superfisial sirip ekor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan lumba-lumba hidung botol memiliki jumlah eritrosit sebesar 5.14 ± 0.56 × 106/mm3, kadar hemoglobin sebesar 13.86 ±.68 g/dl, nilai hematokrit 44.29 ± 2.69 %, nilai MCV 86.57 ± 5.91 fl, nilai MCH 26.94 ± 1.23 pg, dan nilai MCHC 31.20 ± 2.30 g/dl. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa profil eritrosit Tursiops aduncus lebih tinggi dibandingkan dengan Tursiops truncatus baik yang berada di alam liar maupun yang berada di penangkaran.

Kata kunci: Tursiops aduncus, eritrosit, hemoglobin, hematokrit (PCV), indeks eritrosit

ABSTRACT

MOHAMMAD SURYAPUTRA. Profile of Erythrocyte Bottlenose Dolphin (Tursiops aduncus) in The Conservation of Marine Mammals PT. Wersut Seguni Indonesia. Supervised by ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS and AGUSTIN INDRAWATI.

Bottlenose dolphin (Tursiops aduncus) is one of worldwide marine mammals. The status of this dolphin is poorly known and thus many research are needed to understand more about bottlenose dolphin, both free range and captive. The aim of this research was to analyze erythrocyte profile of bottlenose dolphins who live in captive (PT Wersut Seguni Indonesia). Erythrocyte parameters analyzed were total erythrocyte, packed cell volume (PCV), haemoglobin, and erythrocyte indices. This research used 7 dolphins (Tursiops aduncus) on September 2013 at PT. Wersut Seguni Indonesia. The blood was collect from the dorsal part of superficial vein in flukes region. The result shown that those dolphins had 5.14 ± 0.56 × 106 /mm3 of erythrocyte, 13.86 ± 1.68 g/dL haemoglobin concentration, 44.29 ± 2.69 % PCV, 86.57 ± 5.91 fl MCV, 26.94 ± 1.23 pg MCH, and 31.20 ± 2.30 g/dL MCHC. The result shown that erythrocyte profile of Tursiops aduncus is higher than Tursiops truncatus both at free range and captive.

Key words: Tursiops aduncus, erythrocyte, haemoglobin, packed cell volume, erythrocyte indices.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PROFIL GAMBARAN ERITROSIT LUMBA-LUMBA HIDUNG

BOTOL INDO-PASIFIK (Tursiops aduncus) DI PUSAT

KONSERVASI MAMALIA AIR PT. WERSUT SEGUNI

INDONESIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan pembuatan skripsi dengan judul, “Profil Gambaran Eritrosit Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik (Tursiops

aduncus) di Pusat Konservasi Mamalia Air PT. Wersut Seguni Indonesia” dapat

terselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr Drh Aryani Sismin Satyaningtijas, M.Sc dan ibu Dr Drh Agustin Indrawati, M. Biomed selaku pembimbing, atas arahan, bimbingan, dan kesabaran selama penyusunan skripsi.

Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Ayah dan ibu tersayang beserta keluarga tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan.

2. Rizka Fitri Syarafina dan Talita Fauziah Milani selaku rekan sepenelitian atas kebersamaan dalam suka maupun duka yang telah dilewati.

3. Dr Drh Yudha, Drh Zaki, dan staf yang bekerja di PT. Wersut Seguni Indonesia.

4. Drh Nurhidayat, MS, Ph.D atas bimbingannya selama saya berada di IPB. 5. Mudita Natania, Nirmala, dan Wisnu Febry Pradana serta teman-teman

yang selalu mendukung dan membantu dalam pengerjaan skripsi ini 6. Teman-teman angkatan 46, 47, dan 48 yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, semoga penelitian dan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

PT Wersut Seguni Indonesia 2

Populasi dan Distribusi Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus) 2 Taksonomi dan Morfologi Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik

(Tursiops aduncus) 3

Biologi dan Tingkah Laku 3

Darah 4

METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Bahan 5

Alat 5

Prosedur Pengambilan Sampel 5

Perhitungan Jumlah Eritrosit 6

Perhitungan Kadar Hemoglobin 6

Perhitungan Nilai Hematokrit 6

Indeks Eritrosit 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 10

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pemeriksaan eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan indeks

eritosit pada lumba-lumba hidung botol 7

2 Data perbandingan eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan

indeks eritrosit 8

DAFTAR GAMBAR

1 Distribusi Tursiops aduncus 2

2 Morfologi T. aduncus 3

3 Pengambilan darah lumba-lumba di vena superfisial pada dorsal

sirip ekor 5

4 Gambaran sel darah merah lumba-lumba hidung botol dengan

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang luas dan kaya akan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna. Keanekaragaman hayati ini berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem di lingkungan. Fauna yang hidup di perairan sebagai sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan untuk kepentingan manusia tanpa memerhatikan status kepunahannya. Salah satu satwa akuatik yang hidup di perairan Indonesia adalah lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus). Lumba-lumba hidung botol merupakan mamalia laut yang cerdas sehingga dapat dilatih dan digunakan sebagai sarana edukasi dan hiburan.

Eksplorasi berlebih yang dilakukan oleh manusia terhadap lumba-lumba jenis ini menyebabkan terjadinya penurunan populasi di alam. Penurunan tersebut diduga akibat dari aktivitas manusia, seperti penangkapan lumba-lumba secara berlebihan, aktivitas kapal, dan polusi air laut jangka panjang. Satwa ini digolongkan ke dalam satwa Appendix II oleh Convention on Migratory Species (CMS) dan Convention

for International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES)

yaitu satwa yang jumlahnya belum terancam punah tetapi harus diawasi lalu lintas dan perdagangannya (Klinowska 1991; Brownell et al. 2003). Setiap orang dilarang untuk menangkap atau memelihara satwa tersebut seperti tercantum pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem serta Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar menyebutkan bahwa lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) merupakan salah satu fauna yang harus dilindungi (Dephut 1990; 1999).

Berbagai usaha yang dilakukan untuk menjaga kelestarian lumba-lumba hidung botol diantaranya adalah penangkaran yang merupakan upaya domestikasi satwa liar dalam rangka budidaya atau mengembangbiakan satwa tersebut. Salah satu cara untuk menjaga kelestariannya adalah dengan menjaga kesehatan lumba-lumba tersebut agar terhindar dari penyakit. Kesehatan merupakan salah satu peranan yang penting agar lumba-lumba dapat bertahan hidup dan tetap sehat selama berada di penangkaran (Mulyani et al. 2012).

Status kesehatan satwa dapat dijaga dengan melakukan pemeriksaan kesehatan lumba-lumba secara berkala. Parameter pemeriksaan kesehatan tersebut antara lain adalah frekuensi napas, frekuensi denyut jantung, dan gambaran darah. Salah satu gambaran darah yang diamati adalah profil eritrosit, namun tidak banyak informasi mengenai data pada lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus). Penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat menjadi acuan dalam pemeriksaan kesehatan lumba-lumba.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai hematologi Tursiops aduncus berupa jumlah eritrosit, nilai hematokit, kadar hemoglobin, serta menghitung indeks eritrosit yang berada di tempat penangkaran (PT. WERSUT SEGUNI INDONESIA) sebagai parameter yang dapat digunakan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

(16)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh nilai hematologi dari lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) sehingga informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA

PT. Wersut Seguni Indonesia

PT. Wersut Seguni Indonesia (WSI) merupakan sebuah lembaga konservasi lumba-lumba dan penangkaran satwa langka di Kabupaten Kendal yang tepatnya berada di Kawasan Wisata Pantai Cahaya Desa Sendang Sikucing Kecamatan Rowosari Kabupaten Kendal. Lembaga konservasi ini berdiri sejak tahun 1999, tempat ini menyediakan perawatan serta pelatihan bagi lumba-lumba yang tidak sengaja terjaring atau tertangkap oleh nelayan. Lembaga konservasi ini juga menyediakan pengobatan untuk penderita autis dan stroke dengan menggunakan lumba sebagai media. Lembaga ini juga mengadakan pentas untuk lumba-lumba dan aneka satwa yang dibuka untuk umum sebagai salah satu tujuan wisata di Jawa Tengah dengan nama The Sea Pantai Cahaya.

Populasi dan Distribusi Lumba-lumba Hidung Botol (Tursiops aduncus)

Tursiops aduncus hanya dapat ditemukan pada daerah yang beriklim tropis

dengan suhu perairan yang cukup hangat. Penyebarannya hampir di seluruh Indo-Pasifik, mulai dari pantai Timur Afrika, melalui Laut Merah dan Teluk Persia, terus menuju ke arah timur sampai ke Taiwan, bagian Selatan Jepang, hingga sampai bagian Tenggara pantai Australia (Wells and Scott 2002).

(17)

3 Taksonomi dan Morfologi Lumba-lumba Hidung Botol Indo-Pasifik

(Tursiops aduncus)

Berdasarkan Integrated Taxonomic Information System, lumba-lumba hidung botol memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Cetacea Subordo : Odonticeti Famili : Delphinidae Genus : Tursiops

Spesies : Tursiops aduncus (Brownell et al. 2003)

Gambar 2 Morfologi T. aduncus (Culik 2010)

Menurut Jefferson et al. (2008) Tursiops aduncus memiliki kemiripan bentuk tubuh dengan kerabat dekatnya Tursiops truncatus. Tursiops aduncus memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan bentuk hidung yang cukup panjang dan sirip punggung (dorsal fin) yang berbentuk seperti sabit. Hal ini senada dengan Wang dan Yang (2009) yang menyebutkan bahwa, Tursiops aduncus umumnya memiliki bentuk tubuh yang lebih kecil daripada Tursiops truncatus. Tursiops

aduncus yang berada di perairan Asia Timur memiliki panjang tubuh maksimal 2.7

m dan berat mencapai 200 kg, sedangkan pada populasi lainnya, Tursiops aduncus memiliki panjang tubuh tidak lebih dari 2.5 m. Tursiops aduncus memiliki bentuk dan ukuran sirip yang relatif lebih besar dan lebih luas jika dibandingkan dengan ukuran serta proporsi bentuk tubuhnya yang kecil dan ramping.

Biologi dan Tingkah Laku

Lumba-lumba hidung botol memiliki wilayah habitat yang beragam yaitu di sekitar pantai seperti hilir sungai, laguna, pesisir pantai dengan kedalaman antara 0.5-20 m, serta mencakup juga daerah lepas pantai atau di tengah laut, terutama pada daerah yang beriklim tropis dengan suhu 10-32 oC (Culik 2004; Wells and Scott 1999). Perbedaan antara lumba-lumba yang tinggal di pesisir pantai dengan lumba-lumba yang tinggal di lepas pantai dapat terlihat dari pakan yang didapat. Lumba-lumba yang tinggal di pesisir pantai umumnya memakan berbagai macam

(18)

4

ikan dan invertebrata yang berada pada zona littoral dan sub-littoral. Lumba-lumba yang tinggal di lepas pantai umumnya memakan ikan dan cumi-cumi (Reyes 1991) Musim kawin pada lumba-lumba hidung botol terjadi pada saat musim semi hingga musim panas atau musim panas hingga musim gugur yang merupakan puncak jumlah populasi terbanyak (Jefferson et al. 1993, Wells and Scott 2002). Usia dewasa kelamin pada lumba-lumba hidung botol jantan lebih lambat dibandingkan betina. Usia dewasa kelamin lumba-lumba jantan adalah 10 tahun sedangkan pada lumba-lumba betina berkisar antara 5-10 tahun. Periode gestasi pada lumba-lumba hidung botol berlangsung selama 12 bulan, setelah melahirkan lumba-lumba akan memasuki masa laktasi selama 18 bulan. Selang kelahiran pada lumba-lumba hidung botol berkisar antara 3-6 tahun namun pada lumba-lumba di penangkaran selang ini menjadi lebih pendek yaitu berkisar antara 2-3 tahun (Kogi

et al. 2004; Noren et al. 2002).

Darah

Darah merupakan jaringan lunak yang berfungsi sebagai transportasi, regulasi dan perlindungan. Darah bekerja dengan cara berdifusi untuk mengantarkan nutrisi dan membuang sisa hasil metabolisme. Sebagai agen transport darah berfungsi untuk mengantarkan oksigen dan karbondioksida dari paru-paru menuju ke jaringan. Darah juga menghantarkan nutrisi yang diserap melalui saluran pencernaan menuju hati dan jaringan. Darah juga digunakan untuk mengantarkan hormon dari kelenjar endokrin menuju target organnya. Sebagai agen regulasi darah berfungsi untuk mejaga homeostasis tubuh dengan mempertahankan nilai pH, mempertahankan suhu tubuh, serta menjaga tekanan osmotik di dalam tubuh. Sebagai agen proteksi, darah mengangkut sel-sel fagosit dan antibodi yang berfungsi untuk menjaga kekebalan tubuh (Akers and Denbow 2008).

Darah terdiri atas bagian cair dan padat. Bagian cair berupa plasma darah yang mengandung air, hormon, protein, dan elektrolit. Bagian padat terdiri atas, eritrosit, leukosit, serta trombosit. Komposisi terbanyak pada benda darah adalah eritrosit. Eritrosit membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi yang berfungsi untuk mengikat oksigen dalam darah. Eritrosit berbentuk lempengan bikonkaf dengan diameter 7.5 µm dan tebal 2 µm. Pada mamalia sel ini normalnya berjumlah 4.8 – 5.4 × 106/mm3 (Ganong 1998).

Hematokrit atau sering disebut juga dengan Packed Cell Volume adalah persentase eritrosit dari keseluruhan volume darah. Peningkatan nilai hematokrit mengindikasikan adanya peningkatan viskositas darah. Peningkatan ini akan mengganggu aliran darah, sehingga tekanan yang dibutuhkan untuk memompa darah akan semakin meningkat. Rendahnya konsentrasi dari eritrosit menunjukan bahwa satwa mengalami anemia (James 1979).

Hemoglobin merupakan zat warna atau pigmen pada eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen di dalam darah. Kadar hemoglobin menunjukan nilai saturasi atau kelarutan oksigen di dalam darah, setiap 1 g hemoglobin dapat membawa 1.34 ml oksigen. Kadar hemoglobin pada mamalia berkisar antara 13-15 g/dl (Mairbäurl 2013).

Eritropoiesis merupakan proliferasi dan diferensiasi dari sel stem hemopoietik menjadi eritrosit. Sel hemopoietik adalah sel yang bersifat pluripoten sehingga sel tersebut dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel darah.

(19)

5 Pembentukan sel darah merah terjadi pada sumsum tulang (bone marrow) mekanismenya berdasarkan umpan balik negatif yang terjadi pada sistim sirkulasi. Pembentukanya akan dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi dan dapat dirangsang oleh keadaan anemia dan hipoksia (Olver 2010).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013 di kawasan Wisata Pantai Cahaya, Desa Sendang Sikucing, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dan Laboratorium Wahana, Pawiyatan Luhur, Bendanhuwur, Semarang, Jawa Tengah.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tujuh sampel darah Tursiops

aduncus, Ethylene Diamine Tetra Acetatic Acid (EDTA) sebagai antikoagulan,

alkohol 70%, larutan Hayem, metil alkohol, pewarna Giemsa dan Akuades. Alat

Peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel darah lumba-lumba adalah syringe 5 ml, tabung reaksi, cool box, pipa mikrokapiler, kaca preparat, kamar hitung Neubauer, sentrifuse, hemoglobinometer Sahli, hematokrit reader dan mikroskop cahaya.

Prosedur Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada tujuh ekor lumba-lumba. Pengambilan darahdilakukan pada pembuluh darah vena superficial di bagian dorsal sirip ekor menggunakan syringe sebanyak 5 ml. Darah yang telah di ambil dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi anti koagulan EDTA yang kemudian dibawa ke Laboratorium Wahana, Pawiyatan Luhur Bendhanhuwur, Semarang untuk dilakukan perhitungan jumlah eritrosit, hemoglobin, hematokrit dan nilai indeks eritrosit.

(20)

6

Perhitungan Jumlah Eritrosit

Perhitungan jumlah eritrosit dilakukan dengan menggunakan Neubauer

Counting Chamber. Darah diambil sampai dengan skala 0.5 menggunakan pipet

eritrosit kemudian ujung pipet dibersihkan dengan tisu. Cairan pengencer Hayem diaspirasi hingga skala 101 menggunakan pipet yang sama sehingga darah dan larutan pengencer akan tercampur. Larutan dihomogenisasi dan ujung pipet diletakkan pada bagian dasar kamar hitung agar larutan dapat masuk terhisap ke dalam kamar hitung. Preparat diamati di bawah mikroskop dan dihitung jumlah butir darah merahnya (Samour dan Howlett 2008).

Faktor pengencer pada eritrosit sebesar 10 000 didapat berdasarkan volume kamar hitung yang digunakan yaitu, jumlah kotak yang dihitung sebanyak 5 buah dari 25 kotak kecil, yang masing-masing kotak berukuran panjang 0.2 mm, lebar 0.2 mm, dan kedalaman 0.1 mm, serta perbandingan antara darah dan larutan pengencer 1:200 (Weiss dan Tvedten 2004).

𝑅𝐵𝐶 = 𝑁

5 × 0.2 × 0.2 × 0.1 × 200

Perhitungan Kadar Hemoglobin

Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan denganmenggunakan metode Sahli. Tabung Sahli diisi dengan HCl 0.1 N kemudian darah dihisap dengan menggunakan pipet hemoglobin sampai batas yang ditentukan. Darah dicampurkan dengan HCl 0.1 N ke dalam tabung Sahli kemudian dihomogenisasi dan dibiarkan selama tiga menit sampai terbentuk asam hematin, yang ditandai dengan perubahan warna menjadi cokelat. Akuades ditambahkan sedikit demi sedikit sampai warnanya sama dengan warna standar.

Perhitungan Nilai Hematokrit

Perhitungan nilai hematokrit dilakukan untuk menentukan kadar hematokrit dalam darah. Nilai ini dihitung dengan menggunakan pipa mikrokapiler. Darah dihisap menggunakan pipa mikrokapiler, kemudian pipa disegel menggunakan sumbat karet. Pipa di sentrifugasi dengan kecepatan 10 000 rpm selama 5 menit. Kemudian hasilnya dibaca dengan menggunakan hematokrit reader (Samour dan Howlett 2008).

Indeks Eritrosit

Menurut Samour dan Howlett (2008) perhitungan indeks eritrosit dibagi menjadi tiga yaitu, MCV, MCH, dan MCHC.

(21)

7

Mean corpuscular volume (MCV) adalah menghitung ukuran rata-rata

eritrosit dalam mikrometer kubik dengan menggunakan rumus:

𝑀𝐶𝑉 =𝑃𝐶𝑉 × 10

𝑅𝐵𝐶 = 𝑀𝐶𝑉 (𝑓𝑙)

Mean corpuscular hemoglobin (MCH) adalah menghitung kadar hemoglobin

rata-rata dari setiap eritrosit, yang dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑀𝐶𝐻 = 𝐻𝑏 × 10

𝑅𝐵𝐶 = 𝑀𝐶𝐻 (𝑝𝑔)

Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) adalah jumlah volume

total hemoglobin di dalam total eritrosit yang dihitung dengan menggunakan rumus:

𝑀𝐶𝐻𝐶 = 𝐻𝑏 × 100

𝑃𝐶𝑉 = 𝑀𝐶𝐻𝐶 (𝑔/𝑑𝑙)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian hematologi darah lumba-lumba hidung botol (Tursiops aduncus) yang telah dilakukan maka diperoleh jumlah eritrosit/RBC, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit dari masing-masing sampel darah lumba-lumba yang di tampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritosit pada lumba-lumba hidung botol

No Sampel Eritrosit (×106/mm3) Hemoglobin (g/dl) Hematokrit (%) MCV (fl) MCH (pg) MCHC (g/dl) Tabaru 4.9 13 43 87.75 26.53 30.23 Arapin 4.8 13 44 91.67 27.08 29.54 Ragil 4.7 13 42 89.37 27.65 30.95 Penti 6.1 17 49 80.32 27.87 34.70 Ginda 5.8 15 45 77.59 25.86 33.33 Ucil 4.8 12 41 85.41 25.00 29.27 Ozawa 4.9 14 46 93.88 2857 30.43 Mean ± SD 5.14 ± 0.56 13.86 ± 1.68 44.29 ± 2.69 86.57 ± 5.91 26.94 ± 1.23 31.20 ± 2.03

Data hematologi Tursiops aduncus yang berada di penangkaran ini dibandingkan dengan hematologi Tursiops truncatus yang berada di penangkaran dan di alam liar. Data perbandingan tersebut disajikan pada Tabel 2.

(22)

8

Tabel 2 Data perbandingan eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit

Parameter Tursiops aduncus Tursiops truncatus*

Liar Penangkaran Eritrosit/RBC 5.14 ± 0.56 3.0-4.1 3.0-4.0 Hemoglobin 13.86 ± 1.68 12.4-15.4 12.6-15.8 Hematokrit 44.29 ± 2.69 37-47 36–46 MCV (fl) 86.57 ± 5.91 106-134 108–136 MCH (pg) 26.94 ± 1.23 35-44 37–47 MCHC (g/dl) 31.20 ± 2.03 30-35 32–38

Ket : *data Tursiops truncatus yang dilaporkan oleh Reidarson tahun 2010

Jumlah Eritrosit

Nilai hematologi mamalia laut dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, usia, jenis kelamin, variasi spesies, lingkungan, dan tingkah laku (Reidarson 2010).

Tursiops aduncus pada penelitian ini memiliki jumlah eritrosit yang lebih besar

yaitu sebesar 5.14 ± 0.56 × 106/mm3 dibandingkan dengan jumlah eritrosit pada Tursiops truncatus baik yang berada di penangkaran maupun yang berada di alam

liar. Perbedaan ini mungkin disebabkan adanya adaptasi fisiologis terhadap aktivitas dan kondisi yang terjadi selama dalam penangkaran. Jumlah eritrosit berkaitan erat dengan kadar oksigen. Jumlah eritrosit dapat meningkat karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen (Guyton and Hall 2006). Kedalaman laut juga berkaitan dengan kadar oksigen, semakin dalam laut akan semakin berkurang kadar oksigennya. Mulyani et al. (2012) menyatakan bahwa semakin dalam tempat tinggal dari lumba-lumba tersebut, maka ketersediaan oksigen akan semakin menurun sehingga tubuh akan melakukan adaptasi dengan meningkatkan kinerja sumsum tulang untuk memproduksi lebih banyak eritrosit. Kedalaman tempat tinggal Tursiop aduncus di penangkaran maksimal adalah 6 meter, hal ini tentu tidak sebanding dengan kedalaman tempat tinggal Tursiop truncatus yang dapat mencapai 500 meter (Klatsky et al. 2007), meskipun demikian jumlah eritrosit

Tursiops aduncus yang ada di dalam penangkaran lebih tinggi dibandingkan Tursiops truncatus. Reidarson (2010) juga melaporkan bahwa Tursiops truncatus

yang berada di alam dan yang berada di penangkaran memiliki nilai hematologi yang sama. Hal ini diduga bahwa lumba-lumba merupakan satwa yang mudah beradaptasi karena tidak menunjukan gejala stres. Pada umumnya keadaan stres akan memicu kebutuhan oksigen karena sel mengalami hipoksia sehingga akan Gambar 4 Gambaran sel darah merah lumba-lumba hidung botol dengan

(23)

9 memaksa sel fibroblast pada ginjal untuk memproduksi hormon eritropoietin dan menekan eritropoietin inhibitor sehingga dapat menstimulasi terjadinya proses eritropoiesis pada sumsum tulang (Jelkmann 2011).

Kadar Hemoglobin

Kadar hemoglobin pada penelitian ini menunjukan nilai sebesar 13.86 ± 1.68 g/dl. Nilai ini sama dengan lumba-lumba hidung botol Atlantik (Tursiops truncatus) yaitu sebesar 12.4-15.4 g/dl untuk lumba-lumba yang berada di alam dan 12.6-15.8 g/dl untuk lumba-lumba yang berada di penangkaran. Penurunan kadar hemoglobin dapat mengindikasikan gejala anemia karena hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen. Kondisi anemia akan memicu pelepasan hormon eritropoietin yang sebagian besar dihasilkan oleh ginjal untuk meningkatkan proses eritropoiesis pada bone marrow (Thomas et al. 2008). Kadar hemoglobin berkorelasi dengan jumlah eritrosit. Hemoglobin berada di dalam eritrosit, sehingga ketika terjadi penurunan jumlah atau perubahan bentuk eritrosit maka kadar hemoglobin juga akan berubah (Malka et al. 2014). Kadar hemoglobin juga berkorelasi dengan persen volume eritrosit atau nilai hematokrit (Lee et al. 2008). Penurunan kadar hemoglobin di dalam eritrosit disebabkan oleh menurunnya persentase volume eritrosit di dalam darah. Setiap keadaan yang menurunkan kadar hemoglobin atau jumlah sel darah merah akan mempengaruhi kapasitas transpor oksigen (Silverthorn 2013).

Nilai Hematokrit

Nilai hematokrit adalah persentase volume darah total yang diisi oleh eritrosit yang terkonsentrasi didapat melalui teknik sentrifugasi. Hematokrit terdiri dari eritrosit, leukosit, trombosit dan plasma darah (Silverthorn 2013). Nilai hematokrit

Tursiops aduncus pada penelitian kali ini 44.29 ± 2.69%. Nilai ini sama dengan

lumba-lumba hidung botol Atlantik yaitu sebesar 37-47% untuk lumba-lumba hidung botol Atlantik yang berada di alam dan 36-46% untuk lumba-lumba yang berada di penangkaran.

Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit Tursiops aduncus pada penelitian kali ini sebesar 86.57 ± 5.91

fl untuk MCV, 26.94 ± 1.23 pg untuk MCH, dan 31.20 ± 2.03 g/dl untuk MCHC.

Indeks eritrosit adalah nilai gambaran hematologi yang terkait dengan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit yang digunakan untuk membantu diagnosa kelainan darah (Christensen et al. 2008). Nilai MCV digunakan untuk menunjukkan ukuran eritrosit, apabila terjadi perubahan nilai MCV menandakan eritrosit mengalami perubahan bentuk atau ukuran (makrositik dan mikrositik). Anemia yang berkaitan dengan bentuk dan ukuran sel eritrosit dapat diketahui dengan cara menghitung MCV. MCH merupakan nilai kadar hemoglobin di dalam eritrosit sehingga jumlah nilai ini akan berbanding lurus dengan ukuran dari eritrosit atau akan berbanding lurus dengan nilai MCV. MCHC menggambarkan kadar hemoglobin dalam keseluruhan darah. Penurunan nilai MCHC mengindikasikan kelainan warna pada eritrosit (hipokromik dan hiperkromik) kelainan ini

(24)

10

menandakan berkurangnya kadar hemoglobin baik dalam setiap sel eritrosit maupun di dalam keseluruhan darah (Rapaport 1987).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil nilai hematologi yang didapat pada Tursiops aduncus adalah jumlah eritrosit 5.14 ± 0.56 ×106/mm3, kadar hemoglobin 13.86 ± 1.68 g/dl, nilai hematokrit 44.29 ± 2.69% , nilai MCV 86.57 ± 5.91 fl, nilai MCH 26.94 ± 1.23 pg, dan nilai MCHC 31.20 ± 2.03 g/dl. Nilai hematologi Tursiops aduncus lebih tinggi dibandingkan dengan Tursiops truncatus yang berada di dalam penangkaran maupun di alam liar.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai lumba-lumba hidung botol Indo-Pasifik (Tursiops aduncus) dengan parameter fisiologis lain baik yang berada di alam liar maupun di dalam penangkaran. Parameter fisiologis yang lain diantaranya berupa kimia darah, respirasi, jantung, sistim reproduksi. Parameter tersebut dapat menjadikan acuan untuk pemantauan kesehatan terhadap lumba-lumba hidung botol yang ada di Indonesia.

(25)

11

DAFTAR PUSTAKA

Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animals. Iowa (US): Blackwell Publishing.

Brownell RL, Perrin WF, Reeves RR, Mead JG. 2003. Taxonomic Status and Distribution of The Indo-Pacific Bottlenose Dolphin, Tursiops aduncus (Ehrenberg, 1833). Di dalam: Meeting of The Nomenclature Committee [internet]. [2003 Agustus 19]. Geneva (CH): CITES. hlm 1-3; [diunduh 2013 juli 29]. Tersedia pada: http://www.cites.org/common/com/nc/fauna/NC3-04.pdf Christensen RD, Jopling J, Henry E, Wiedmeier SE. 2008. The erythrocyte indices

of neonates, defined using data from over 1200 patients in a multihospital health care system. J of perinatology. 28:24-28

Culik BM. 2004. Review of Small Cetaceans. Distribution, Behaviour, Migration,

and Threats. Bonn (GE): CMS Secretariat. hlm 313-319.

Culik BM. 2010. Odontecets. The toothed whales: “Tursiops aduncus” [internet]. [diunduh 2013 Juli 29]. [CMS] Convention on Migratory Species. Tersedia pada: http://www.cms.int/reports/small_cetaceans/index.htm.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 1999. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

Ganong WF. 1998. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-17. Widjajakusumah MD, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran ECG. Terjemahan dari: Review of Medical

Physiology.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-11. Pennsylvania (US): Elsevier Saunders.

James AW. 1979. Principles of Animal Physiology. Ed ke-2. New York (US): Collier Macmillan Publisher.

Jefferson TA, Leatherwood S, Webber MA. 1993. FAO Species Identification

Guide. Marine Mammals of The World. Rome (IT): [FAO] Food and Agriculture

Organization of The United Nations. hlm 320.

Jefferson TA. Webber MA Pitman RL. 2008. Marine Mammals of The World. Amsterdam (NL): Elsevier. hlm 575-576.

Jelkmann W. 2011. Regulation of erythropoietin production. J Physiol. 589(6):1251-1258.doi:10.1113/jphysiol.2010.195057

Klatsky LJ, Wells RS, Sweeney JC. 2007. Offshore bottlenose dolphins (Tursiops

truncatus): movement and dive behavior near the Bermuda pedestal. J Mammal

88(1):59-66.

Klinowska M. 1991. Dolphins, Porpoises and Whales of the World. The IUCN Red

Data Book. Switzerland and Cambridge (UK): [IUCN] International Union for

Conservation of Nature and Natural Resources. hlm 159.

Kogi K, Hishii T, Imamura A, Iwatani T, Dudzinski KM. 2004. Demographic parameters of Indo-Pacific bottlenose dolphins (Tursiops aduncus) around Mikura Island, Japan. Marine Mammals Science. 20(3):510-526.

(26)

12

Lee SJ, Stepniewska K, Anstey N, Ashley E, Barnes K, Binh TQ, D’Alessandro U, Day NPJ, Vries PJ, Dorsey G, Guthmann JP, Mayxay M, Newton P, Nosten F, Olliaro P, Osario L, Pinoges L, Price R, Rowland M, Smithuis F, Taylor R, White NJ. 2008. The relationship between the hemoglobin concentration and the haematocrit in Plasmodium falciparum malaria. Malaria J. 7(149):1-4.doi:10.1186/1475-2875-7-149.

Mairbäurl H. 2013. Red blood cells in sports: effects of exercise and training on oxygen supply by red blood cells. Frontiers in Physiology. 4(332):1-13.doi: 10.3389/fphys.2013.00332.

Malka R, Delgado FF, Manalis SR, Higgins JM. 2014. In vivo volume an hemoglobin dynamics of human red blood cells. PLOS Comput Biol 10(10):e1003839.doi:10.1371/journal.pcbi.1003839.

Mulyani GT, Fibrianto YH, Budipitojo T. 2012. Pengaruh penangkaran terhadap profil eritrosit lumba-lumba hidung botol dari perairan Laut Jawa. J Sain

Veteriner, 30(1).

Noren SR, Lacave G, Wells RS, Williams TM. 2002. The development of blood oxygen store in bttlenose dolphins (Tursiops truncatus): inmplications for diving capacity. J Zool Lond. 258:105-113.doi:10.1017/S0952836902001243.

Olver CS. 2010. Erythropoiesis. Di dalam. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed ke-6. Editor. Weiss DJ, Wardrop KJ. Iowa (US): Blackwell Publishing. hlm 36 -42.

Rapaport SI. 1987. Introduction to hematology Ed ke-2. Pennsylvania (US): J.B. Lippincott Company

Reidarson TH. 2010. Hematology of Marine Mammals. Di dalam Schalm’s

Veterinary Hematology. Ed ke-6. Editor. Weiss DJ, Wardrop KJ. Iowa (US):

Blackwell Publishing. hlm 950-957.

Reyes JC. 1991. The Conservation of small cetaceans: a review. report prepared for the secretariat of the convention of migratory species of wild animals. Bonn (GE): UNEP / CMS Secretariat.

Samour J, Howlett JC. 2008. Avian Medicine Ed ke-2, editor Samour J. Philadelphia (US): Mosby Elsevier.

Silverthorn DU. 2013. Fisiologi Manusia sebuah pendekatan Terintegrasi Ed ke-6. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran ECG. Terjemahan dari: Human

Physiology An Integrated.

Thomas R, Kanso A, Sedor JR. 2008. Chronic Kidney Disease and ITS Copmications. National Institutes of Health. 35(2): 329-vii

Wang JY, Yang AC. 2009. Indo-Pasific Bottlenose Dolphin (Tursiops aduncus). Di dalam: Encyclopedia of Marine Mammals Ed ke-2, editor. Perrin WF, Wursig B, Thewissen JGM. San Diego (US): Academic Press. hlm 602-608.

Weiss D, Tvedten H. 2004. The Complete Blood Count and Bone Marrow Examination: General Comments and Selected Techniques. Di dalam: Small

Animal Clinical Diagnosis by Laboratory Methods, Ed ke-4, editor. Willard

Michael D, Tvedten Harold. Missouri (US): Saunders. hlm 14-37.

Wells RS, Scott MD. 1999. Bottlenose dolphin - Tursiops truncatus. Di dalam: Ridgway SH, Harrison SR. Handbook of Marine Mammals. Ed ke-6. San Diego (US): Academic Press. hlm 137-182.

(27)

13 Wells RS, Scott MD. 2002. Bottlenose Dolphins. Di dalam: Encyclopedia of

Marine Mammals, editor. Perrin WF, Wursig B, Thewissen JGM. San Diego

(28)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 1991 dari ayah Deden Supriyadi dan ibu Eni Widiyarti. Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Mutiara 17 Agustus pada tahun 1997, dilanjutkan ke SD Mutiara 17 Agustus. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Mutiara 17 Agustus dan melanjutkan pendidikan di SMA N 4 Bekasi.

Pada tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Penulis memilih program studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik periode 2010 – sekarang.

Gambar

Gambar 1  Distribusi Tursiops aduncus (Wang and Yang 2009)
Gambar 3 Pengambilan darah lumba-lumba di vena superfisial pada dorsal sirip ekor
Tabel  1  Hasil  pemeriksaan  eritrosit,  hemoglobin,  hematokrit,  dan  indeks  eritosit  pada lumba-lumba hidung botol
Tabel 2 Data perbandingan eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit

Referensi

Dokumen terkait

meningkatkan kedisiplinan anak adalah dengan cara pemberian reward. Karena dengan pemberian reward anak akan lebih

Asrama karyawan dibuat setengah terbuka agar sirkulasi udara lebih Iancar dan karyawan merasa lebih nyaman. Adanya permainan bidangvertikal berupa kolom batu kali Bukaan2

Dengan demikian teori ini berlaku dalam penelitian yang dilakukan pada Kantor Rektorat Undana dimana faktor tingkat kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

memastikan bahwa semua data yang dientry benar dan menerima uang dari pasien yang telah menerima pelayanan tersebut c Kasir Rawat Inap : Kasir Rawat Inap bertugas memasukan semua

Litologi yang menyusun lokasi di Cekungan Wates dan sekitarnya diteliti tentang sifat fisiknya dalam hubungannya sebagai akifer serta kondisi air tanah pada

Agrosil setara dosis 1500 kg SiO 2 /ha mampu meningkatkan pH, kadar SiO 2 tersedia Andisol, bobot dan jumlah umbi kentang pada kelas A(100 gr/umbi).Pemberian SP-36 tidak

Untuk itu berbagai peluang, manfaat, dan potensi penerapan sistem agroforestri karet dan terong yang berdasarkan dengan pengaturan jarak tanam tanaman terong, untuk itu perlu

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rumus indeks eksentrisitas Zagreb pertama dan kedua pada graf pembagi nol dari ring komutatif dengan unsur kesatuan dan untuk ,