ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015)
ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING INCOME TAX REVENUE FROM INDIVIDUAL TAXPAYERS
(Case Study at the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015)
SKRIPSI
Dianjukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
ISTI QUMAIROH 20130420164
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015)
ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING INCOME TAX REVENUE FROM INDIVIDUAL TAXPAYERS
(Case Study at the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015)
SKRIPSI
Dianjukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
ISTI QUMAIROH 20130420164
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : Isti Qumairoh
Nomor Mahasiswa : 20130420164
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul : “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015) tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedi akarya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta,
MOTTO
“
Allah, tidak ada Tuhan yang (berhak disembah) melainkan Dia. Yang
hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-
Nya.” (
QS. Ali
Imran,2 )
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.
Sesungguhnya
bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai
(dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”
(QS.
Al-Insyirah,6-8)
“Kebanyakan dari kita tidak pernah
mensyukuri apa yang sudah
kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai.”
(Schopenhauer)
“
Banyak kegagalan hidup terjadi karena orang-orang tidak
menyadari Betapa dekatnya kesuksesan ketika mereka menyerah
”
(Thomas Alfa Edison)
“Kegagalan bukan berarti kehancuran, tetapi sebagai batu loncatan
menuju sukses.” (Phytagoras)
PERSEMBAHAN kelancaran dan semangat dan telah memberi kehidupan sampai detik ini.
2. Untuk kedua orang tuaku, sebagai tanda bukti hormat dan rasa terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecilku ini kepada Bapak Susilo Yusuf Alhamadani dan Ibu Siti Rukayah yang telah merawat, mendidik, dan memberikan kasih sayang kepadaku dari aku lahir hingga saat ini dan cinta kasih yang tidak terhingga yang tidak mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas bertulisan kata cinta dan persembahan. Semoga ini adalah langkah awal untuk bapak dan ibu bahagia. Aku sayang kalian...terimakasih pak..buk..sehat terus agar kalian bisa menyaksikan kesuksesanku nanti.
3. Terimakasih buat adekku Denisa Istiq Faroh yang selalu menyemangati, memberi dukungan, kadang bikin rusuh, teman nonton drama korea waktu lagi jenuh sama skripsi, dan penghibur setia hingga akhirnya mbakmu ini bisa nyelesain skripsi ini.
4. Keluarga besarku, terimakasih telah memberikan motivasi dan doa untukku. 5. Bapak Drs. Afrizal Tahar, S.H, M.Acc., CA., AK. selaku dosen pembimbing
terimakasih telah memberikan bimbingan, nasehat, dan rasa sabar untuk membimbing saya, memberikan ilmu penegtahuan yang Bapak miliki kepada saya sehingga bermanfaat untuk saya dan saya dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa ada halangan yang berarti.
7. Terimakasih buat mas dim, yang udah nemenin buat minta izin di Semarang (lebih tepatnya jadi Ojek waktu aku lagi disemarang buat ngurus izin penelitian) terimakasih mas :D
8. Terimakasih buat temen-temen KAPTENFOUR, Pundik, Umy, Wowot, Mas Nug, Cakzon, Gogon, dan yang lain yang gak bisa tak sebutin satu-satu kalian sahabat terbaik terimakasih kawan, sayang kalian.
9. Terimakasih buat temen-temenku selama di jogja udah jadi keluarga keduaku. 10.Terimakasih buat temen-temen KKN 16, Pak Ketua Zazan, Mas Ojan, Reza,
ChaCha, Duo Thailand (Asma & Han), Meimei, Girin, Dita, Ayu, Tyo, Huda, Kecencet Diaz, Bebebku Elsa Fitria yang setelah KKN sering ngajak nongkrong bareng, terimakasih atas pengalaman selama sebulan yang kalian berikan ke aku, gak nyesel pernah kenal kalian.
11.Terimakasih buat sahabat-sahabat kepompongku, Galuh, Desy, Muna, Kato, Patma, Luvi yang udah beberapa tahun gak kumpul terus kemaren disempetin buat kumpul bareng, terimakasih kalian masih ingat dengan persahabat alay kita dibangku SMP dulu.
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT, atas limpahan
rahmat, hidayah dan karunianya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi ini diajukan guna
memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta . Judul skripsi yang penulis ajukan
adalah “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015)”.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sesuai dengan yang diharapkan oleh
penulis, walaupun skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan.
Penulis menyadari dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Kedua orang tua dan adik tersayang atas bimbingan, kasih sayang, kesabaran, dan
do’a, yang tidak pernah berhenti sampai detik ini.
2. Keluarga besarku yang selalu memberi dorongan, motivasi, dan do’a.
3. Bapak Drs. Afrizal Tahar, S.H, M.Acc., CA., AK selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan pengetahuan, bimbingan dan waktunya, sehingga skripsi ini
4. Bapak Dr. Nano Pratolo, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
5. Ibu Dr. Ietje Nazaruddin, SE.,M.Si., Ak, selaku Kepala Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan bimbingan selama penulisan
skripsi ini.
7. For a special person who always give encouragement and motivation for me.
8. Teman-teman semua terimakasih atas kebersamaan, bimbingan, motivasi dan
bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan
dukungan, bantuan dan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
dibutuhkan.penulis mengharapakan bila penulisan skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pengetahuan dan bermanfaat.
Yogyakarta,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
INTISARI ... viii
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Batasan Penelitian ... 6
7. Penerimaan Pajak...26
B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis ... 28
C. Model Penelitian ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
A. Objek dan Subjek Penelitian ... 33
B. Jenis Data ... 33
C. Teknik Pengambilan Sampel ... 34
D. Teknik Pengumpulan Data ... 34
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 34
F. Uji Kualitas dan instrumen Data ... 37
G. Uji Analisis dan Hipotesis...39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Deskriptif Data Umum ... 41
B. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 53
C. Hasil Penelitian...60
D. Pembahasan Hipotesis ... 64
BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN ... 70
A. Simpulan ... 70
B. Keterbatasan Penelitian ... 70
C. Saran ... 71
DAFTAR TABEL
4.1 Daftar Kecamatan Di Kabupaten Pati ... 41
4.2 Hasil Statistik Deskriptif ... 53
4.3 Hasil Uji Normalitas ... 55
4.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 56
4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 57
4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 58
4.7 Hasil Uji Analisis Regresi Linear Berganda ... 59
4.8 Hasil Uji Koefisien determinasi ... 60
4.9 Hasil Uji Simultan ( Uji Statistik f ) ... 61
4.10 Hasil Uji Parsial ( Uji Statistik t ) ... 62
DAFTAR GAMBAR
2.1 Model Penelitian ... 32
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh Kepatuhan Wajib Pajak, Jumlah Wajib Pajak, dan Jumlah Surat Setoran Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati pada periode 2005-2015.
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati pada periode 2005-2015 sebagai sampel. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Teknik pengumpulan data dari laporan tahunan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati dan anaslisis data menggunakan uji statistik deskriptif, uji asumsi klasik. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan analisis regresi linier berganda.
ABSTRACT
This study aims to examine empirically the effect of Taxpayer Compliance, Tax Payers, and Total Tax Payment on Income Tax Receipts individual taxpayer who is registered in the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015.
This research was conducted at the Tax Office Primary Pati in the period 2005-2015 as the sample. Sampling using purposive sampling method. The technique of collecting data from the annual reports in the Tax Office Primary Pati and anaslisis data using descriptive statistics test, classic assumption test. Hypothesis testing is done using a multiple linear regression analysis.
The results showed that the Taxpayer Compliance has a positive influence on Revenue Income Tax Individual Taxpayer, Tax Payers do not have a negative influence on the Revenue Income Tax Personal Tax Payer, Total Tax Payment has a positive influence on Revenue Income Tax Personal Tax Payer ,
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan negara berkembang yang ada di Asia Tenggara.
Salah satu tujuan nasional negara Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Negara Indonesia dalam melaksanakan
kegiatannya memerlukan dana yang jumlahnya semakin meningkat dari tahun
ke tahun. Krisis global yang terjadi di beberapa negara dunia ikut memacu
pemerintah dalam membenahi semua sektor perekonomian. Dalam
membenahi berbagai sektor tersebut diperlukan dana yang tidak sedikit, dan
ironisnya akhir-akhir ini pemerintah terlihat sangat sibuk dalam membenahi
sektor penerimaan negara yang jumlah defisitnya mencapai angka puluhan
milyar rupiah (Safitri, 2011). Dana tersebut didapatkan dari pendapatan
negara yang berasal dari meningkatnya penerimaan luar negeri yang
didapatkan melalui kegiatan ekspor dan penerimaan dalam negeri yang
berasal dari penerimaan pajak saat ini.
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting
karena pajak memiliki fungsi penting yaitu sebagai budgetair, yang mana
sumber dana yang digunakan pemerintah dalam membiayai pengeluaran
Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dilihat dari grafik
penerimaan negara pada sektor pajak dari tahun ke tahun menunjukkan tren
positif, hal ini tidak terlepas dari semakin baiknya pemahaman masyarakat
terhadap pentingnya peranan pajak dalam pembangunan negara.
Pajak di Indonesia didapatkan dari Pajak Penghasilan (PPh) dari
sektor migas dan non migas, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), penerimaan bea cukai, dan
dari pengenaan pajak lainnya. Direktorat jendral pajak di Indonesia
berkeinginan meningkatkan penerimaan pajak dengan melaksanakan program
intensifikasi pajak dengan memperluas sektor sumber penghasilan pajak yang
dimulai dari perkebunan kelapa sawit kemudian disusul yaitu konstruksi,
properti, bubur kertas dan kertas, serta batu bara (Amaliyah, 2010). Pajak
penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat
yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya
dalam tahun pajak untuk kepentingan negara dan masyarakat dalam hidup
berbangsa dan bernegara sebagai suatu kewajiban yang dilaksanakannya
(Hendra, 2011).
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
keperluan negara bagi kemakmuran rakyat (UU KUP pasal 1 ayat 1). Namun
bagi pemerintah, pemungutan pajak masih sulit dilakukan oleh negara karena
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan
rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat kepada administrasi pengelolaan
pajak di pemerintahan dan banyaknya masyarakat beranggapan bahwa
membayar pajak hanya dijadikan sapi perahan oleh penguasa pada zaman
penjajahan. Oleh sebab itu, tidaklah mudah menyadarkan semua Wajib Pajak
untuk memenuhi persyaratan sistem perpajakan (James dan Alley,2002).
Kecenderungan melakukan penghindaran oleh Wajib Pajak lebih banyak
terjadi karena sistem pemungutan pajak di Indonesia yang menggunakan self
assessment. Hal inilah yang menyebabkan Wajib Pajak orang pribadi maupun
Wajib Pajak badan tidak patuh dalam melaksanakan kewajibannya sehingga
menimbulkan rendahnya penerimaan pajak.
Penerimaan pajak adalah penghasilan yang didapatkan pemerintah
dari pembayaran pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
maupun Wajib Pajak badan. Tercapainya penerimaan pajak dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor pendukung antara lain jumlah Wajib Pajak, tingkat
kepatuhan dan kedisiplinan nasional yang tinggi oleh Wajib Pajak, dan
jumlah surat setoran pajak.
Untuk dapat mengidentifikasi adanya kepatuhan Wajib Pajak dalam
menjalankan perpajakannya dapat dilihat dari kepatuhan Wajib Pajak dalam
melaporkan usahanya sebagai pengusaha kena pajak dan mendaftarkan diri
pemberitahuan. Demi mencapai target pajak, perlu ditumbuhkan terus
menerus kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Doran, 2009).Banyaknya Wajib Pajak
yang melanggar kewajibannya untuk membayar pajak tepat waktu, sehingga
banyak menimbulkan isu ketidak patuhan Wajib Pajak dalam perpajakan. Isu
tersebut menjadi penting karena dapat menimbulkan upaya Wajib Pajak
untuk melakukan penghindaran pajak dan dapat terjadi pengurangan
penyetoran dana pajak ke kas negara (Safitri, 2011). Tingkat jumlah Wajib
Pajak sangat mempengaruhi pendapatan pajak yang akan di terima oleh
negara, karena semakin banyak jumlah Wajib Pajak maka akan
meningkatkan jumlah penenerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Seperti
halnya jumlah Wajib Pajak, semakin banyaknya jumlah surat setoran pajak
maka akan meningkatkan penerimaan pajak negara.
Pajak merupakan komponen utama penerimaan dalam negeri.
Penerimaan pajak pada tahun 2015 target pajak di angka Rp 1.294,25 trilyun.
Pemerintah mencatat realisasi sementara penerimaan pajak hingga 31
Desember 2015 mencapai Rp 1.055 triliun setara 81,5 persen dari target Rp
1.294,25 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan
(APBNP) 2015. Penerimaan pajak non migas mencapai Rp 1.005,7 triliun
atau tumbuh sekitar 12 persen dari tahun lalu. Secara kotor (termasuk kas
yang dialokasikan untuk restitusi pajak), penerimaan pajak mencapai Rp
1.150 triliun. Secara nominal pendapatan dari pajak penghasilan (PPh) non
547,5 triliun, sehingga dapat disimpulkan realisasi penerimaan perpajakan
mencapai Rp 1.235,8 triliun, atau 83 persen dari target dalam APBNP tahun
2015 yang sebesar Rp 1.489,3 triliun (Beritasatu.com, 2 Januari 2016). Hal
ini membuktikan sebagaian besar penerimaan-penerimaan negara berasal dari
pajak. Mengingat jumlah penduduk yang semakin besar dan pertumbuhan
ekonomi yang tetap berlanjut, maka diperkirakan penerimaan pajak masih
dapat meningkat di tahun berikutnya.
Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan
pajak pernah dilakukan oleh Safitri (2011) hasilnya menunjukkan bahwa
adanya pengaruh jumlah pemeriksaan pajak, sanksi pajak, dan kepatuhan
Wajib Pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi. Semakin
meningkatnya jumlah pemeriksaan pajak, sanksi pajak dan kepatuhan Wajib
Pajak maka penerimaan pajak penghasilan akan semakin meningkat.
Penelitian Anti (2014) hasilnya menunjukkan bahwa sosialisasi perpajakan,
jumlah Wajib Pajak, pemeriksaan pajak, jumlah surat setoran pajak,
ekstensifikasi Wajib Pajak, intensifikasi pajak, dan kepatuhan Wajib Pajak
mempengaruhi penerimaan pajak. Rahmawati (2014) melakukan penelitian
diperoleh hasil adanya pengaruh kepatuhan Wajib Pajak terhadap penerimaan
pajak penghasilan, ini menunjukkan bahwa kepatuhan pajak memiliki
pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak penghasilan.
Dengan demikian penelitian ini mengambil beberapa variabel antara
lain jumlah Wajib Pajak, jumlah surat setoran pajak, kepatuhan Wajib Pajak.
untuk melakukan penelitian dengan judul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada KPP Pratama Pati periode 2005-2015 ”.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Safitri (2011) dan Anti (2014), yang bertujuan untuk menguji konsistensi
dari hasil penelitian sebelumnya dan diharapakan dapat memperbaiki
keterbatasan yang ada pada penelitian sebelumnya. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya kepatuhan
Wajib Pajak dijadikan sebagai variabel intervening sedangkan pada penelitian
ini peneliti menjadikan kepatuhan Wajib Pajak sebagai variabel independen,
dan pada penelitian ini peneliti menambah variabel lain yaitu jumlah surat
setoran pajak dan jumlah Wajib Pajak sebagai variabel independen dengan
penerimaan pajak sebagai variabel dependen.
B. Batasan Masalah Penelitian
Pembahasan dalam penelitian ini akan dibatasi dengan beberapa peninjauan
yang terfokus pada:
1. Pembahasan pada penelitian dikhususkan pada pajak penghasilan orang
pribadi karena merupakan pajak yang harus ditanggung oleh orang pribadi
dan bebannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
2. Kantor pelayanan pajak yang diteliti pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Pati.
4. Penelitian ini hanya memfokuskan tiga variabel yang mempengaruhi
penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi yaitu Kepatuhan
Wajib Pajak, Jumlah Wajib Pajak, Jumlah Surat Setoran Pajak (SSP).
C. Rumusan Masalah
1. Apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi berpengaruh positif
terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan?
2. Apakah jumlah Wajib Pajak orang pribadi berpengaruh positif terhadap
tingkat penerimaan pajak penghasilan?
3. Apakah jumlah surat setoran pajak orang pribadi berpengaruh positif
terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan?
D. Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji secara empiris apakah tingkat kepatuhan Wajib Pajak
berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan.
2. Untuk menguji secara empiris apakah tingkat jumlah Wajib Pajak
berpengaruh positif terhadap tingkat penerimaan pajak penghasilan.
3. Untuk menguji secara empiris apakah tingkat jumlah surat setoran pajak
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Teoritis
a. Peneliti berharap hasil penelitian dapat digunakan untuk pemberian
wacana tentang faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak di
Indonesia yaitu ada faktor tingkat kepatuhaan wajib pajak, jumlah
wajib pajak, jumlah surat setoran pajak.
b. Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi
daalam mengembangkan penelitian dibidang perpajakan.
2. Bagi Praktisi
a. Bagi aparat kantor perpajakan baik yang ada di Kabupaten Pati
ataupun di seluruh Indonesia, sebagai informasi yang berguna untuk
menilai usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam upaya
peningkatan penerimaan negara dari sektor perpajakan.
b. Bagi Wajib Pajak
Diharapkan dapat memberikan pengetahuan baru bagi Wajib Pajak
agar kesadaran wajib pajak dan pemahaman perpajakan lebih
meningkat untuk melaksanakan kewajibannya dalam membayar pajak
sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak di Kabupaten Pati.
c. Bagi penelitian selanjutnya
Dapat digunakan sebagai referensi ataupun acuan untuk mahasiswa
atau pembaca lainnya untuk melakukan penelitian di masa yang akan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan Teori
1. Teori Tindakan Beralasan ( Theory Of Reasoned Action )
Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada
tahun 1980. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia
berperilaku dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala
informasi yang tersedia. Jogiyanto (2007), sikap merupakan jumlah dari
perasaan yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu
obyek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan
individual pada skala evaluative dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju
atau menolak dan sebagainya. Selanjutnya norma-norma subyektif
didefinisikan sebagai persepsi atau pandangan seseorang terhadap
kepercayaan-kepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi niat untuk
melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan
(Jogiyanto, 2007).
Teori tindakan beralasan berusaha untuk menetapkan faktor-faktor
apa Sikap ( Attitude) Norma Subyektif ( Subjective Norm) Niat Perilaku (
Behavioral Intention ) Perilaku ( Behavioral ) yang menentukan konsistensi
sikap dan perilaku. Teori ini berasumsi bahwa orang berperilaku secara
a. Model teori ini memprediksi perilaku seseorang dari maksudnya. Jika
seseorang mengutarakan maksudnya untuk melaksanakan jihad dengan
tujuan mendapatkan pahala dari Allah, maka dia lebih mungkin
melakukannya daripada dia tidak punya maksud untuk melakukannya.
b. Maksud perilaku dapat diprediksi dari dua variabel utama: sikap seseorang
terhadap perilaku dan persepsinya tentang apa yang seharusnya orang lain.
c. Sikap terhadap perilaku diprediksi dengan menggunakan kerangka
nilai-harapan yang telah diperkenalkan.
Dalam perspektif model teori tindakan beralasan, norma subjektif
seperti tertera dalam skema diatas, berkenaan dengan dasar perilaku yang
merupakan fungsi dari keyakinan-keyakinan normatif (normative beliefs)
dan keinginan untuk mengikuti keyakinan-keyakinan normatif itu
(motivation to comply). Norma subjektif menggambarkan persepsi
individu tentang harapan-harapan orang-orang lain yang dianggapnya
penting terhadap seharusnya ia berperilaku.
Teori tindakan beralasan mengemukakan bahwa sebab terdekat
(proximalcause) timbulnya perilaku bukan sikap, melainkan niat
(intention) untuk melaksanakan perilaku itu. Niat merupakan pengambilan
keputusan seseorang untuk melaksanakan suatu perilaku. Pengambilan
keputusan oleh seseorang untuk melaksanakan suatu perilaku merupakan
suatu hasil dari proses berpikir yang bersifat rasional. Proses berpikir yang
maka akan terjadi proses perencanaan pengambilan keputusan yang secara
kongkret diwujudkan dalam niat untuk melaksanakan suatu perilaku.
Dalam kerangka teori tindakan beralasan, sikap ditransformasikan
secara tidak langsung dalam wujud perilaku terbuka melalui perantaraan
proses psikologis yang disebut niat. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa niat merupakan suatu proses psikologis yang keberadaannya
terletak di antara sikap dan perilaku. Banyak penelitian di bidang sosial
yang sudah membuktikan bahwa Theory of Reason Action (TRA) ini
adalah teori yang cukup memadai dalam memprediksi tingkah laku.
Namun setelah beberapa tahun, Ajzen (1991) melakukan meta
analisis, ternyata didapatkan suatu penyimpulan bahwa Theory Reason
Action (TRA) hanya berlaku bagi tingkah laku yang berada di bawah
kontrol penuh individu karena ada faktor yang dapat menghambat atau
memfalisistasi relisasi niat ke dalam tingkah laku. Berdasarkan analisis ini,
lalu Ajzen menambahkan suatu faktor yang berkaitan dengan kontrol
individu, yaitu perceived behavior control (PBC).
2. Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH pajak merupakan iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tiada
memperoleh jasa timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Menurut UU No.28 Tahun 2007 Pasal
konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh setiap orang maupun
badan yang sifatnya memaksa namun tetap berdasarkan pada
Undang-Undang, dan tidak mendapat imbalan secara langsung serta digunakan untuk
kebutuhan negara juga kemakmuran rakyatnya. Menurut UU Perpajakan
Nasional, Pajak ialah iuran wajib rakyat kepada negara berdasarkan
peraturan undang-undang tanpa memperoleh imbalan langsung yang
digunakan untuk pembiayaan segala pengeluaran secara umum serta
pengeluaran pembangunan.
Pajak memiliki fungsi penting yaitu pertama fungsi pajak sebagai
budgetair, dimana pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai kebutuhan pemerintahan. Kedua fungsi mengatur, pajak sebagai
alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang
keuangan, misalnya bidang ekonomi, politik, budaya, pertahanan keamanan
seperti mengadakan perubahan-perubahan tarif dan memberikan
pengecualian-pengecualian, keringanan-keringanan atau sebaliknya, yang
ditujukan kepada masalah tertentu (Mardiasmo, 2011).
Menurut lembaga pemungutannya pajak dibedakan menjadi dua
yaitu pajak pusat dan pajak daerah.
a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri
Pemungutan pajak merupakan sebuah dilema sosial karena sering terjadi
pertentangan antara kepentingan invidual dan kepentingan kolektif (Holler
et al. 2011).
Berdasarkan sifatnya pajak tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Subjektif: Pajak subjektif adalah suatu jenis pajak yang kewajiban
pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh keadaan subjektif subjek
pajak, walaupun untuk menentukan timbulnya kewajiban membayar paja
tergantung pada keadaan objek pajaknya. Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah pajak penghasilan.
b. Pajak Objektif: Pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang timbulnya
kewajiban pajaknya sangat ditentukan pertama-tama oleh objek pajak.
Keadaan subjektif subjek pajak tidak relevan, walaupun dalam
kasus-kasus tertentu ikut dipertimbangkan. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Pajak
Kendaraan Bermotor.
Berdasarkan golongan pajak tersebut dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Langsung (direct taxes): Pajak langsung adalah pajak yang
langsung dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan, tidak dapat
dialihkan kepada orang lain dan dipungut secara berkala atau periodik,
seperti Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Tidak Langsung (indirect taxes): Pajak tidak langsung adalah pajak
pembebanan pembayaran pajaknya dapat dialihkan kepada pihak lain.
Contoh pajak tidak langsung adalah PPN, PPnBM, dan Bea Materai.
Menurut Mardiasmo (2011) terdapat beberapa teori yang
menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara
untuk memungut pajak, antara lain adalah:
a. Teori Asuransi
Negara dalam melaksanakan tugasnya harus melindungi rakyatnya.
Sehingga rakyat diwajibkan untuk memenuhi pembayaran perpajakannya
yang juga dapat disebut sebagai suatu jaminan perlindungan yang telah
diberikan negara kepada rakyatnya.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini pembayaran pajak mempunyai hubungan dengan
kepentingan individu, pembebanan pajak terhadap masyarakaat
berdasarkan atas kepentingan masyarakat. Semakin besar kepentingan
yang dimiliki masyarakat, pajak yang dibayarkan masyarakat juga tinggi.
c. Teori Daya Pikul
Pada umumnya pajak yang ditangguung oleh masyarakat memiliki
berat yang sama, yang berarti pajak yang dibayar harus sesuai dengan daya
pikul masing-masing masyarakat. Untuk mengukur daya pikul dapat
menggunakan dua pendekatan yaitu unsur objektif, dengan melihat
besarnya penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang, dan
dengan unsur subjetif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan materiil
d. Teori Bakti
Letak keadilan pemungutan pajak ada pada hubungan antar
masyarakat dengan negaranya. Sebagai masyarakat yang baik, maka
masyarakat harus sadar betul dengan pentingnya pembayaran pajak yang
merupakan suatu kewajiban yang dimiliki.
e. Teori Asas Daya Beli
Dalam pemungutan pajak harus meenerapkan dasar keadilan, artinya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat
untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan.
Sistem pemungutan pajak yang ada di Indonesia terdiri dari Official
Assessment System yang merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada aparat pemerintahan perpajakan untuk
menentukan sendiri besarnya jumlah pajak yang terutang oleh Wajib
Pajak setiap tahunnya berdasarkan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Wajib Pajak bersifat pasif karena wewenang telah diberikan
kepada pemerintah perpajakan, dan utang pajak timbul setelah dikeluarkan
surat ketetapan pajak oleh pemerintah.
Kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan secara sukarela
self assesment system merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang
terutang setiap tahunnya sesuai dengan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku. Wajib Pajak bersifat aktif untuk menentukan pajak yang
terutang sedangkan pemerintah tidak ikut campur daan hanya mengawasi
saja.
With Holding System merupakan sitem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan pihak ketiga
ini dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan,
keputusan presiden, dan peraturan lainnya untuk memotong dan memungut
pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan
yang tersedia. Disini pemerintah dan Wajib Pajak bersifat pasif (Mardiasmo,
2011)
1. Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Safitri (2011) mendefinisikan kepatuhan perpajakan
merupakan keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajibannya sebagai
Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewaibannya dalam
membayarkan pajak kepada negara. Kepatuhan membayar pajak merupakan
salah satu tanggung jawab bagi pemerintah dan rakyat kepada Tuhan,
rakyat (Tahar, 2014). Kewajiban dari pemerintah adalah melakukan
pengaturan penerimaan dan pengeluaran sehingga berhak untuk melakukan
pemungutan atas rakyat berdasar perundangundangan yang berlaku.
Kepatuhan pajak yang tidak meningkat akan mengancam upaya pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hal ini dikarenakan tingkat
kepatuhan pajak secara tidak langsung mempengaruhi ketersediaan
pendapatan untuk belanja (Chau, 2009).
Menurut Safitri (2011) terdapat faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya kepatuhan perpajakan, yaitu kejelasan undang-undang
perpajakan dan peraturan perpajakan, jika kejelasan tersebut makin jelas
maka dapat memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya. Banyaknya wajib pajak yang sudah melaksanakan pelaporan
surat pemberitahuan, hal itu dilakukan bukan karena kesadaran mereka
sendiri tetapi karena adanya denda yang dikenakan kepada Wajib Pajak jika
tidak melaksanakan kepatuhannya dalam membayar pajak (Arestanti,2016).
Jika aturan yang ditetapkan pemerintah semakin rumit dan tidak pasti maka
akan mempersulit bagi Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Biaya kepatuhan, untuk mewujudkan pemasukan pajak ke dalam kas
negara, maka dibutuhkan biaya-biaya yang dalam literatur perpajakan
disebut sebagai tax operating cost, yang terdiri dari biaya-biaya yang
dikeluarkan pemerintah untuk memungut pajak yang disebut administrative
kewajiban perpajakannya yang disebut compliance cost atau biaya
kepatuhan.
Biaya kepatuhan adalah semua biaya baik secara fisik maupun psikis
yang harus dipikul oleh Wajib Pajak untuk memnuhi kewajiban
perpajakannya. Biaya kepatuhan terdiri dari fee untuk konsultan/akuntan,
biaya pegawai, biaya transport ke kantor pajak/bank/kas negara, biaya
fotocopy sebagai biaya fisik, dan biaya psikis berupa stress, keingintahuan,
dan kekhawatiran. Makin rendah biaya kepatuhan, makin mudah bagi Wajib
Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak dapat
dikatakan patuh menurut keputusan menteri keuangan nomor:
544/KMK.04/2000, dengan indikator yaitu Wajib Pajak dalam
menyampaikan surat pemeberitahuan (SPT) secara tepat waktu, Wajib Pajak
tidak punyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan
yaang telah memperoleh izin dari pemerintah untuk mengangsur atau
menunda pembayaran, selama 3 tahun berturut-turut akuntan publik atau
lembaga pengawasan keuangan pemerintah mengaudit laporan keuangan
dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, tidak pernah dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun terakhir.
Kriteria wajib pajak patuh menurut Direktur Jenderal Pajak
berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-02/PJ/2011 Tentang Tata Cara
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007. Dalam Surat
Edaran tersebut disebutkan bahwa Wajib Pajak Patuh adalah wajib pajak
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai wajib pajak yang
memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Penetapan Wajib
Pajak Dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pembayaran Pajak. Kriteria tertentu dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 192/PMK.03/2007 adalah :
1. Tepat waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dalam 3 tahun
terakhir.
2. Penyampaian SPT Masa yang terlambat dalam tahun terakhir untuk
Masa Pajak dari Januari sampai November tidak lebih dari 3 masa
pajak untuk setiap jenis pajak dan tidak berturut-turut.
3. SPT Masa yang terlambat seperti dimaksud dalam huruf b telah
disampaikan tidak lewat batas waktu penyampaian SPT Masa untuk
masa pajak berikutnya.
4. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali
telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak, meliputi keadaan pada tanggal 31 Desember tahun sebelum
penetapan sebagai Wajib Pajak Patuh dan tidak termasuk utang pajak
yang belum melewati batas akhir pelunasan.
5. Laporan keuangan di audit oleh akuntan publik atau lembaga
pengecualian selama tiga tahun berturut-turut dengan ketentuan
disusun dalam bentuk panjang (longform report) dan menyajikan
rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal bagi Wajib Pajak yang
menyampaikan SPT Tahunan dan juga pendapat akuntan atas laporan
keuangan yang diaudit ditandatangani oleh akuntan publik yang tidak
dalam pembinaan lembaga pemerintah pengawas akuntan publik.
6. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan berdasar pada putusan pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 tahun terakhir.
4. Jumlah Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat dibagi menjadi Wajib Pajak orang pribadi dan
Wajib Pajak badan yang melakukan pembayaran pajak, pemotongan pajak,
dan pemungutan pajak. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (Mardiasmo, 2011).
Menurut direktorat jendral pajak kementrian keuangan, hingga tahun
2015, Wajib Pajak yang terdaftar dalam sistem administrasi direktorat
jenderal pajak mencapai 30.044.103 Wajib Pajak, yang terdiri atas
2.472.632 Wajib Pajak Badan, 5.239.385 Wajib Pajak orang pribadi non
karyawan, dan 22.332.086 Wajib Pajak orang pribadi karyawan. Hal ini
cukup memprihatinkan mengingat menurut data Badan Pusat Statistik,
93,72 juta orang. Artinya baru sekitar 29,4% dari total jumlah orang pribadi
pekerja dan berpenghasilan di Indonesia yang mendaftarkan diri atau
terdaftar sebagai Wajib Pajak.
Ditjen Pajak mewajibkan seluruh Wajib Pajak di Indonesia untuk
memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) pajak lima tahun terakhir mulai 1
Mei 2015. Kebijakan ini disebut replanting policy atau sunset policy
(penghapusan sanksi pajak). Pada keadaan yang normal, Wajib Pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya memang berupaya untuk
menghindari adanya pemeriksaan pajak. Tetapi dalam situasi tertentu,
apabila pertimbangan bisnis memang lebih menguntungkan, maka Wajib
Pajak “dengan terpaksa” harus menghadapi adanya Pemeriksaan Pajak. Dan demi suksesnya dalam menjalani Pemeriksaan Pajak, maka Wajib Pajak
mau tidak mau harus mempersiapkan diri dengan melaksanakan kewajiban
perpajakannya dengan benar ( Budileksmana, 2001). Strategi tersebut
dijalankan untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun ini. Jika
Wajib Pajak betul-betul patuh terhadap kebijakan ini, Ditjen Pajak akan
membebaskan atau menghapus semua sanksi pajak. Sunset policy tersebut
berlaku untuk seluruh jenis pajak, seperti SPT Tahunan jenis Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik Orang Pribadi dan
5. Jumlah Surat Setoran Pajak
Surat setoran pajak merupakan bukti pembayaran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau dilakukan dengan cara lain ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh Menteri
Keuangan (Mardiasmo,2011). Surat setoran pajak ini berfungsi sebagai
bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor penerima
pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi.
Menurut Anti (2014) surat setoran pajak dibedakan menjadi SSP
Standar adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi untuk
melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor
Penerima Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan
bentuk, ukuran, dan isi yang telah ditetapkan. SSP Khusus adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan
menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai
dengan yang telah ditetapkan, dan mempunyai fungsi yang sarna dengan
SSP Standar dalam administrasi perpajakan.
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2013
yang dimaksud dengan Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pelaksanaan pembayaran pajak dapat
Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara elektronik
(e-payment).
Satu formulir SSP hanya dapat digunakan untuk pembayaran satu
jenis pajak dan untuk satu masa pajak atau satu tahun pajak/surat ketetapan
pajak/surat tagihan pajak dengan menggunakan satu kode akun pajak dan
satu kode jenis setoran, kecuali Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pasal 3 ayat (3a) huruf a
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, dapat membayar pajak penghasilan
Pasal 25 untuk beberapa masa pajak dalam satu SSP.
Surat setoran pajak (SSP) terbagi atas SSP standar, SSP Khusus,
SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor), dan
SSCP (Surat Setoran Cukai Atas Barang Kena Cukai Dan PPN Hasil
Tembakau Buatan Dalam Negeri). SSP digunakan sebagai bukti
pembayaran dengan bentuk, ukuran, dan isi sebagaimana ditetapkan oleh
Direktorat Jendral Pajak.
6. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak negara yang masih berlaku hingga saat ini adalah pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang
tanah dan bangunan. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti penerimaan
pajak penghasilan, dimana pajak penghasilan itu sendiri diatur dalam
Undang-Undang No.7 tahun 1984 tentang pajak penghasilan yang berlaku
sejak tanggal 1 januari 1984, undang-undang ini telah beberapa kali
mengalami perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang
Nomor 36 tahun 2011. Undang-Undang pajak penghasilan mengatur
pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan
penghasilaan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek
pajak dikenai pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh
penghasilan, yang nantinya disebut sebagai Wajib Pajak. Wajib Pajak
dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu
tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian
tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir
dalam tahun pajak (Mardiasmo, 2011).
Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pada saat penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Menurut Mardiasmo
(2011) dalam buku Perpajakan edisi revisi, menyebutkan ada beberapa
subjek pajak antara lain yaitu ada orang pribadi, warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan yang terdiri dari
perseroan terbatas, perseroan komanditer, dan perseroan lainnya.
BUMN/BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, oraganisasi.
Seperti yang telah ditetapkan di dalam undang-undang PPh, subjek
pajak dalam PPh terdiri dari dua jenis yaitu subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri terdiri dari subjek pajak
orang pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai
niat bertempat tinggal di Indonesia. Subjek pajak badan yaitu badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari
badan pemerintah. Subjek pajak warisan yaitu warisan yang belum dibagi
sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Sedangkan subjek pajak luar negeri yang terdiri dari orang pribadi
yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan badan yang tidak
didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, atau orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada
di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan di indonesia yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak
apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya
menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan atau berkedudukan di Indonesia.
Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus
menjadi Wajib Pajak karena menerima ataau memperoleh penghasilan yang
bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan. Penghasilan
merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang digunakan
baik untuk investasi maupun konsumsi. (Ilyas, 2006). Meskipun UU No.17
Tahun 2000 menetapkan bahwa objek pajak adalah “penghasilan”, tetapi
sebagai dasar penghitungan pajak (tax basic) adalah Penghasilan Kena
Pajak (PKP). Oleh karena itu, ukuran untuk menentukan bahwa Wajib Pajak
terutang pajak atau tidak tergantung ada tidaknya PKP tersebut.
7. Penerimaan Pajak
Penerimaan berasal dan kata terima yang berarti mendapat
(memperoleh sesuatu), Sedangkan penerimaan berarti perbuatan menerima.
Maka dapat disimpulkan bahwa penerimaan pajak merupakan jumlah
kontribusi masyarakat (yang dipungut berdasarkan undang-undang) yang
diterima oleh negara dalam suatu masa yang akan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah dibawah
Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan
target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di
tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun
ekonomi di masyarakat.
Pendapatan dan belanja Negara (APBN). Jika dilihat dari sisi
ekonomi, penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan Negara yang
potensial, karena melalui pajak pemerintah dapat membiayai sarana dan
prasarana publik diseluruh sektor kehidupan, seperti sarana transportasi, air,
listrik, pendidikan, kesehatan, keamanan, komunikasi, sosial dan berbagai
fasilitas lainnya yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Peningkatan penerimaan pajak memegang peranan strategis karena akan
meningkatkan kemandirian pembiayaan pemerintah.
Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh
pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada
definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut
akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan negara yang
disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu menyejahterakan rakyat,
menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial. Untuk
dapat mencapai tujuan ini, negara harus melakukan pembangunan di segala
bidang.
Sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum material/sosial,
Indonesia menganut prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran
pembangunan merupakan faktor yang sangat penting. Dalam menjamin
ketersediaan dana untuk pembangunan ini, salah satu cara yang dilakukan
pemerintah adalah dengan melakukan pemungutan pajak.
B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis
1. Hubungan antara Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Tingkat Penerimaan Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang nomor 16 Tahun 2000, batas waktu
penyampaian SPT masa paling lambat dua puluh hari setelah akhir masa
pajak, sedangkan batas waktu penyampaian SPT tahunan paling lambat
tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Undang-Undang Nomor 16, Tahun
2000 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 28, Tahun 2007
dengan perubahan batas waktu penyampaian SPT tahunan paling lambat
empat bulan setelah akhir tahun pajak khusus bagi Wajib Pajak badan.
Pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku
sangatlah penting guna dapat melaksanakan dan memenuhi kewajibannya
di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Yosi (2011) ditunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikan dan kuat antara kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dengan
penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Denpasar Barat. Anti (2014) menunjukkan hasil bahwa kepatuhan Wajib
Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak
(2012) menunjukkan hasil yang berbeda dari Yosi (2011) dan Anti
(2014) yang menyatakan bahwa kepatuhan Wajib Pajak tidak
berpengaruh terhadap efektifitas penerimaan pajak penghasilan di Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Tanjungpinang.
H1 : Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan
pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Pati periode 2005-2015.
2. Hubungan antara Jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dengan Tingkat Penerimaan Pajak Penghasilan.
Jumlah Wajib Pajak merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penerimaan pajak. Jumlah Wajib Pajak yang efektif akan
meningkatkan penerimaan pajak. Wajib Pajak dapat dibagi menjadi
Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan yang melakukan
pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak. Wajib
pajak memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan (Mardiasmo, 2011).
Aisyah (2013) melakukan penelitian yang sama dan menunjukkan
hasil bahwa jumlah Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan pajak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Anti (2014)
pun menunjukkan hasil yang sama yaitu jumlah Wajib Pajak berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan pajak. Hariyanto dkk (2014) melakukan
Pajak terhadap penerimaan pajak. Hariyanto dkk (2014) menyatakan
bahwa jumlah Wajib Pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penerimaan pajak. Tetapi penelitian yang dilakukan oleh Gunawan
(2015) menunjukkan hasil bahwa jumlah Wajib Pajak tidak berpengaruh
terhadap penerimaan pajak penghasilan di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Tangerang. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2 : Jumlah Wajib Pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak
penghasilan Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Pati periode 2005-2015.
3. Hubungan Jumlah Surat Setoran Pajak dengan Tingkat Penerimaan Pajak Penghasilan.
Surat setoran pajak merupakan bukti pembayaran pajak yang telah
dilakukan dengan menggunakan formulir atau dilakukan dengan cara lain
ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh
Menteri Keuangan (Mardiasmo,2011). Surat setoran pajak berfungsi
sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi. Jumlah surat setoran merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi jumlah penerimaan pajak. Semakin banyak jumlah
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya.
Hariyanto (2014) melakukan penelitian dan mendapatkan hasil
bahwa jumlah surat setoran memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penerimaan pajak. Anti (2014) juga melakukan penelitian dan
mendapatkan hasil yang sama yaitu jumlah surat setoran berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan pajak. Gunawan (2012)
menunjukan hasil yang berbeda yaitu surat setoran pajak tidak
berpengaruh terhadap penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Karanganyar. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, maka
hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
H3 : Jumlah surat setoran pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan
pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi pada Kantor
C. Model Penelitian
Penelitian ini menggambarkan hubungan antara pengaruh tingkat
kepatuhan Wajib Pajak, jumlah Wajib Pajak, surat setoran pajak dan
penerimaan pajak penghasilan yang digambarkan dalam suatu model
penelitian seperti berikut:
Gambar 2.1
Model Penelitian Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak (Safitri, 2011)
Jumlah Wajib Pajak (Hariyanto, 2014)
Surat Setoran Pajak (Anti, 2014)
Penerimaan Pajak penghasilan
H1 (+)
H2 (+)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Obyek dan Subyek Penelitian
Obyek penelitian dapat juga disebut sebagai variabel penelitian yang
merupakan inti masalah penelitian. Sedangkan subyek penelitian seperti
benda, orang atau tempat data yang menjadi variabel penelitian yang melekat
dan dipermasalahkan. Dari definisi tersebut maka obyek di dalam penelitian
ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi diantaranya ada tingkat kepatuhan pajak, jumlah
Wajib Pajak, dan jumlah surat setoran pajak. Subyek penelitian dalam
penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pati.
B. Jenis Data
Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kuantitatif yang
menghubungan antara variabel, dengan tujuan menggambarkan hubungan
yang terjadi antar variabel yang diteliti. Sedangkan jenis dan sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis dan sumber data sekunder.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Pati yang ada di Kabupaten Pati, Jawa Tengah
berupa laporan keuangan Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP
C. Teknik Pengambilan Sampel
Berdasarkan masalah yang ada dalam penelitian maka peneliti
menggunakan metode pemilihan sampel non probability sampling dengan
pemilihan sampel bertujuan atau purposive sampling. Dimana untuk
menentukan sampel yang akan digunakan dengan pertimbangan tertentu.
D. Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari
laporaan keuangan Wajib Pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP
Pratama Pati pada periode anggaran 2005-2015. Selain itu data juga
didapatkan dari tesis, skripsi, dan jurnal-jurnal sebagai pendukung
pembuatan penelitian.
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
a. Variabel Dependen
1) Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan Wajib Pajak merupakan tingkat sejauh mana Wajib
Pajak mematuhi peraturan undang-undang yang berlaku dalam
melaporkan pajak. Dan sejauh mana Wajib Pajak mencatat seluruh
penghasilan kena pajaknya berdasarkan undang-undang yang berlaku
(Tahar & Sandy, 2012). Kepatuhan Wajib Pajak dapat diukur dengan
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) yang ada di Kantor Pelayanan
Pajak. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kepatuhan
perpajakan, jika kejelasan tersebut makin jelas maka dapat
memudahkan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
2) Jumlah Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat dibagi menjadi Wajib Pajak orang pribadi dan
Wajib Pajak badan yang melakukan pembayaran pajak, pemotongan
pajak, dan pemungutan pajak. Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan (Mardiasmo, 2011). Ditjen Pajak mewajibkan seluruh Wajib
Pajak di Indonesia untuk memperbaiki Surat Pemberitahuan (SPT) pajak
lima tahun terakhir mulai 1 Mei 2015. Kebijakan ini disebut replanting
policy atau sunset policy (penghapusan sanksi pajak). Strategi tersebut
dijalankan untuk mengamankan target penerimaan pajak tahun ini. Jika
Wajib Pajak betul-betul patuh terhadap kebijakan ini, Ditjen Pajak akan
membebaskan atau menghapus semua sanksi pajak. Kepatuhan Wajib Pajak = Σ Surat Pemberitahuan
Jumlah Wajib Pajak = Σ Wajib Pajak
3)
Jumlah Surat Setoran PajakMenurut peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor
PER-24/PJ/2013 mengartikan surat setoran pajak sebagai bukti pembayaran
pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan menggunakan formulir ke
kas negara melalui tempat pembayaran yang telah ditentukan oleh
Menteri Keuangan. Surat setoran pajak merupakan bukti pembayaran
pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau dilakukan
dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang telah
ditentukan oleh Menteri Keuangan (Mardiasmo,2011).
Surat setoran pajak dibedakan menjadi SSP Standar adalah surat
yang digunakan oleh Wajib Pajak atau berfungsi untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran, dan digunakan sebagai bukti pembayaran dengan bentuk,
ukuran, dan isi yang telah ditetapkan. SSP Khusus adalah bukti
pembayaran atau penyetoran pajak terutang ke Kantor Penerima
Pembayaran yang dicetak oleh Kantor Penerima Pembayaran dengan
menggunakan mesin transaksi dan/atau alat lainnya yang isinya sesuai
dengan yang telah ditetapkan, dan mempunyai fungsi yang sarna dengan
SSP Standar dalam administrasi perpajakan.
b. Variabel Independen
1) Penerimaan Pajak Penghasilan
Tingkat Penerimaan Pajak adalah ukuran seberapa besar pajak
yang diterima oleh pemerintah yang disetorkan Wajib Pajak melalui
KPP setempat atau tempat pembayaran pajak lainnya. Tidak hanya
sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas
negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sebagaimana maksud dari tujuan
negara yang disepakati oleh para pendiri awal negara ini yaitu
menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan
kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan ini, negara harus
melakukan pembangunan di segala bidang.
F. Uji Kualitas data
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat digunakan untuk menentukan data yang telah
dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal. Cara
untuk melihat normalitas adalah secara visual yang melalui normal P-P
Plot, dengan ketentuan jika titik masih berada di sekitar garis diagonal
maka dapat dikatakan bahwa residual menyebar normal ( Nazarudin dan
Basuki, 2015).
Penerimaan Pajak Penghasilan = Realisasi Pajak Penghasilan
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan terdapat problem Multikolinieritas. Dalam
model regresi ganda terdapat suatu hubungan linear antara peubah X
maka dapat disebut Multikolinearitas. Pendeteksian uji multikolinearitas
ini dapat dilihat dari nilai variance inflation factors (VIP), dengan
kriteria pengujian yaitu jika nilai VIP < 10 maka tidak terdapat
multikolinearitas diantara variabel independen (Nazarudin dan Basuki,
2015)
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan adanya ketidaksamaan varian dari
residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji
heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan
dari syarat-syarat asumsi klasik pada model regresi, dimana dalam
regresi harus dipenuhi syarat tidak adanya heteroskedastisitas. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas digunakan metode
Glejser (Nazarudin dan Basuki, 2015).
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi
model regresi. Metode pengujian yang digunakan adalah dengan uji
Durbin-Watson atau Uji DW (Nazarudin dan Basuki, 2015).
G. Analisis Data dan Uji Hipotesis
a. Analisis Data
Dalam analisis data terdapat teknik analisis data, analisis ini
digunakan untuk mengetahui bagaimana variabel dependen dapat
diprediksikan melalui variabel independen. Untuk mengetahui pengaruh
kepatuhan Wajib Pajak, jumlah Wajib Pajak, surat setoran pajak, terhadap
penerimaan pajak penghasilan Wajib Pajak orang pribadi secara matematis
ditunjukkan dalam persamaan yang disajikan :
Uji Regresi Linear Berganda: PPPJ = α + β1.KWP + β2.JWP +
β3.JSSP+ ε
Dimana:
PPPJ = Penerimaan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
α = Konstanta
KWP = Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
JWP = Jumlah Wajib Pajak
JSSP = Jumlah Surat Setoran Pajak
β1,2,3 = Koefisien Regresi Berganda
b. Uji Hipotesis
1) Uji t
Uji t bertujuan untuk menguji pengaruh secara parcial antara
variabel bebas terhadap variabel tidak bebas dengan variabel lain
dianggap konstan, dengan asumsi bahwa jika signifikan nilai t hitung
yang dapat dilihat dari analisa regresi menunjukkan kecil dari α = 5%,
berarti variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
2) Uji Koefisien Determinan
Koefisien determinasi (R square) pada intinya mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variansi
variabel terikat. Adjusted R square berarti R square sudah disesuaikan
dengan derajat masing-masing jumlah kuadrat yang tercakup dalam
perhitungan Adjusted R square. Nilai koefisien adalah nol atau satu.
Nilai Adjusted R square yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel-variabel-variabel-variabel dependen
sangat terbatas.
3) Uji f
Uji statistik f digunakan ntk mengetahui apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model regresi mempunyai
pengarh secara bersama-sama (simultan)terhadap variabel dependen.
Apabila nilai probabilitas signifikan < 0,05, maka variabel independen