KESADARAN HUKUM MASYARAKAT KELURAHAN CIPEDAK KECAMATAN JAGAKARSA TERHADAP PENCATATAN PERKAWINAN
Oleh
NUR FAUZI
NIM. 107044100531
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
iv
ﻢﯿﺣﺮﻟا ﻦﻤﺣﺮﻟا ﷲا ﻢﺴﺑ
KATA PENGANTAR
Assalamua’laikum.wr.wb
Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat-Nya.
Tidak ada kekuatan apapun dalam diri ini selain dengan kekuasaan Allah SWT.
Dialah penguasa dari seluruh alam semesta ini, yang Maha Pengasih tanpa pilih
kasih; Maha Penyayang bagi semua makhluk-Nya. Karena anugerah dan karunia
yang diberikan-Nya kita memiliki kemampuan untuk berfikir dan menikmati segala
kenikmatan terutama nikmat Islam dan Iman serta nikmat duniawi yang tak terhingga
jumlahnya. Shalawat dan salam semoga tercurah ke hadirat
Qudwah Hasanah
Nabi
Muhammad SAW, yang selalu kita nantikan
syafa'at
nya di hari pembalasan nanti,
Amin.
Tidak ada kata lain yang tepat yang dapat penulis untaikan untuk menunjukan
betapa Allah SWT Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dengan kasih sayang,
rahmat, dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Dialah motivator
sejati yang selalu mendorong penulis untuk selalu terus berusaha menuntaskan
kawajiban dan tanggung jawab mulia ini dan untuk selalu berbuat yang terbaik di
dunia ini semata-mata untuk mencapai ridha-Nya
v
ini.
Penulis sangat menyadari, bahwa selesainya penulisan skripsi ini bukanlah
semata-mata dari buah tangan hasil penulis sendiri, akan tetapi dari hamba Allah
yang senantiasa mendermakan kemampuannya untuk kemaslahatan publik, baik
secara langsung maupun tidak. Mereka yang dengan tulus hati meluangkan waktu
mesti hanya sekedar menuangkan aspirasi bagi penulis, tentu tanggung jawab ini akan
terasa kian berat, tanpa kehadiran mereka.
Oleh karena itu tidak berlebihan kiranya jika pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terimakasih, khususnya kepada ;
1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MA, Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Drs. H. Ahmad Basiq Djalil, SH, MA, Ketua Program Studi Ahwal
Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum.
3.
Ibu Hj. Rosdiana, MA., Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhshiyyah
Fakultas Syari’ah dan Hukum.
vi
5.
Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syari’ah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan fasilitas bagi penulis untuk mengadakan studi kepustakaan.
6.
Para dosen Fakultas Syariah dan Hukum, para Guru, Ustadz yang telah
mendidik Penulis baik secara langsung atau tidak telah membantu
pemahaman Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7.
Bapak Lurah Cipedak Drs. Abdul Latief, S.Sos, Chaeruddin, SE, selaku
wakil Lurah Cipedak, H. Misro, S.Ag, Dr. JM Muslimin, P.hd, Kamarusdiana,
S.Ag, MH. yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, karena
dari merekalah banyak Ilmu mengenai Sosiologi Hukum dan Pencatatan
Pernikahan yang benar-benar sangat membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
8.
Yang tercinta Ayahanda dan Ibunda , yang disetiap nafasnya mengalir doa
untuk kebahagiaan dan kesuksesan Ananda dalam meniti kehidupan dunia dan
di akhirat kelak, dan selalu memberikan motivasi baik secara moril dan
materil semata-mata untuk keberhasilan penulis.
9.
Teruntuk Kakakku yang bahagia di sisi Allah SWT, Om ku yang sangat
baik sekali Abdul Rohim, Adikku tercinta Khairul Umam dan seluruh
keluarga besar, terima kasih atas do'a dan motivasinya baik moril dan materiil
untuk keberhasilan studi Penulis.
vii
11.
Teman-teman seperjuangan, khususnya Zuhdi, Taufiq, Irul, Ahfas, Firman,
Lutfi, Nanto, Ma’mun, Dani, Tajul, Fiqri, dan teman-teman di kampus, PA-
07 teman seperjuanganku yang selalu ada baik dalam suka maupun duka,
teman-teman KNPI, Karang Taruna RT sampai Kecamatan, KKN Desa
Cibatok 1,. Dimanapun Aku dan kalian berada, Aku akan merindukan kalian
selalu.
12.
Semua makhluk Allah yang membuat Penulis terinspirasi dan semua pihak
yang telah memberikan bantuannya kepada Penulis, hingga penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT. Semoga senantiasa
menerima kebaikan dan ketulusan mereka serta memberikan sebaik-baiknya balasan
atas amal baik mereka. Terakhir semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah
khazanah keilmuan kita. Amin.
Jakarta, 20 Agustus 2011
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... viii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ... 1
B.
Perumusan Masalah ...5
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...5
D.
Review Studi Terdahulu ...6
E.
Metode Penelitian...8
F.
Teknik Penulisan...11
G.
Sistematika Penulisan...11
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Kesadaran Hukum ...13
1.
Pengertian Kesadaran Hukum ...13
2.
Konsep Kesadaran Hukum ...16
3.
Fungsi Kesadaran Hukum ...24
B.
Pencatatan Perkawinan ...26
1.
Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan ...26
B.
Keadaan Demografi ...31
C.
Kehidupan Keagamaan dan Kemasyarakatan ...35
D.
Kehidupan Ekonomi dan Politik ...37
BAB IV PENCATATAN PERKAWINAN DAN KESADARAN HUKUM
MASYARAKAT KELURAHAN CIPEDAK
A.
Identitas Responden ... 40
B.
Pengetahuan Terhadap Pencatatan Perkawinan ...42
C.
Pemahaman Terhadap Pencatatan Perkawinan...45
D.
Sikap Terhadap Pencatatan Perkawinan ...48
E.
Perilaku Terhadap Pencatatan Perkawinan...51
F.
Analisis dan Interpretasi ... 56
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan ... 65
B.
Rekomendasi ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 67
LAMPIRAN -LAMPIRAN
1.
Surat Permohonan Data dan Wawancara
2.
Surat Keterangan Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkawinan adalah akad yang menghalakan hubungan antara laki-laki dan
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang sehat,
bahagia, dan kekal. Berdasarkan perintah agama untuk mendapatkan ridha Allah
SWT, definisi perkawinan itu sendiri adalah bentuk perjanjian antara hubungan
laki-laki dan perempuan yang selama ini dilarang atau haram hukumnya untuk
menggaulinya menjadi terbuka, boleh, dan halal.
1Dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan terdapat
dalam pasal 1 (satu) dan 2 (dua):
Pasal 1: bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama dan kepercayaan itu.
Pasal 2: dan tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2Secara garis besar, bahwa perkawinan akan dianggap sah jika
diselenggarakan berdasarkan Undang-undang yang berlaku baik secara materiil
yaitu, Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan peraturan
pelaksanaannya dalam bentuk peraturan pemerintah No. 9 1975, sedangkan
hukum formilnya adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 1989, dan KHI
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan,( Jakarta: PT. Kencana, 2006), Cet. Pertama, hal.43.
2
(Kompilasi Hukum Islam) adalah sebagai pelengkap yang menjadi pedoman bagi
para hakim Pengadilan Agama di seluruh Indonesia yang ditetapkan dan
disebarluaskan melalui Intruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991. Undang-undang di
atas telah tegas menyebutkan bahwa:
Perkawinan seseorang akan dianggap sah oleh hukum apabila
perkawinannya itu dicatatkan oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Ada hal yang harus diketahui bersama berkaitan dengan masalah
pencatatan perkawinan, yaitu bagi yang beragama selain Islam misalnya Kristen
maka perkawinannya dicatatkan di Kantor Catatan Sipil setempat, dan bagi orang
yang beragama Islam maka perkawinannya dicatatkan oleh pegawai pencatat
nikah, talak, dan rujuk di KUA (Kantor Urusan Agama).
3Dalam bidang perkawinan seseorang berhak melakukan perkawinan dan
perkawinannya itu sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama
dan kepecayaannya itu. Dari penjelasan tersebut jelas penerapan pada pasal 29
ayat 2 UUD 1945 atas warga Negara Indonesia khususnya penduduk yang
beragama Islam diwujudkan dengan pemberlakuan hukum dalam perkawinan.
Perkawinan merupakan salah satu bentuk ibadah yang bertujuan pada tali
kasih dan menjelma dalam sebuah keluarga. Dalam tatanan konstitusional
perkawinan tidak hanya sebatas hubungan antara suami istri namun lebih dekat
pada hal-hal yang berisikan hubungan pribadi antara pihak yang terlibat dalam
perbuatan hukum. Dalam tatanan hukum di Indonesia perkawinan menempati
3
3
posisi formal dan oleh karena itu menurut Undang-undang no 1 tahun 1974
tentang perkawinan dalam pasal 2 ayat (2) bahwa:
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku
4.
Dalam menegakkan supremasi hukum perlu kiranya membangun kesan
yang positif terhadap efektifitas hukum itu sendiri. Akan tetapi terkadang
pengaturan perkawinan ini yang sudah yang ditetapkan dalam Undang-undang
sering kali tidak diindahkan oleh sebagian masyarakat Islam di Indonesia.
Mereka berusaha menghindari sistem dan cara pengaturan pelaksanaan
perkawinan menurut Undang-undang. Perkawinan yang dinilai terlalu birokratis
dan berbelit-belit serta lama pengurusannya. Untuk itu mereka menempuh cara
sendiri yang menurutnya tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dalam ilmu
hukum cara seperti itu dikenal dengan istilah “penyelundupan hukum” yaitu suatu
cara menghindarkan diri dari persyaratan hukum yang ditentukan oleh
Undang-undang dan peraturan yang berlaku dengan tujuan perbuatan bersangkutan dapat
menghindarkan suatu akibat hukum yang dikehendaki
5. Oleh karena itu untuk
mewujudkan suatu hukum yang baik sangat tergantung pada tiga pilar hukum.
Menurut hukum nasional hukum hanya akan berlaku jika ditopang oleh
tiga pilar yaitu (a) aparat hukum (b) peraturan hukum yang jelas dan (c) kesadaran
4
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (2), Tentang Perkawinan, hal. 2
5
hukum masyarakat
6. Ketiga pilar hukum tersebut harus tegak dengan baik, sebab
jika salah satu pilar itu lemah maka akan mengakibatkan lemahnya penegakan
hukum. Kurang dipahaminya peraturan perundang-undangan akan berdampak
pada kurangnya kesadaran masyarakat terhadap hukum.
Walaupun ini merupakan masalah yang dianggap kecil akan tetapi akan
luas dampak yang ditimbulkannya, meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat
yang perlu diuji kebenarannya baik dari sudut Undang-undang yang masih ada
dan berlaku dalam Negara Republik Indonesia maupun dari sudut pandang hukum
Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Rasul.
Kehidupan modern yang sangat kompleks seperti sekarang ini menuntut
adanya ketertiban dalam berbagai hal, antara lain apabila tidak mendapat
perhatian akan menimbulkan kekacauan. Mengetahui hubungan pernikahan
seseorang dengan pasangannya mungkin akan sulit bila pernikahan itu tidak
tercatat.
7Dengan alasan ini pula yang kemudian mendorong penulis untuk mengkaji
lebih dalam berupa skripsi, harapan penulis akan berguna bagi kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu penulis ingin mengangkat permasalahan ini menjadi
judul skripsi: ” Kesadaran Hukum Masyarakat Kelurahan Cipedak Kecamatan
Jagakarsa Terhadap Pencatatan perkawinan.”
6
Bustanul Arifin, Kompilasi Fiqih Dalam Bahasa Undang-undang, Pesantren, II, 2 (1985), hal. 28
7
5
B. Perumusan Masalah
1. Perumusan Masalah
Menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik
Indonesia mengharuskan kepada seluruh warga negara untuk mencatatkan setiap
perkawinannya di Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil. Akan tetapi
pada prakteknya masih ada sebagian masyarakat yang tidak mencatatkan
perkawinannya di lembaga yang berwenang dengan berbagai alasan, dengan
rumusan di atas penulis lebih memperinci dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
penelitian diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Seberapa jauh pengetahuan hukum masyarakat Cipedak terhadap pencatatan
perkawinan?
2.
Seberapa jauh pemahaman hukum masyarakat Cipedak terhadap pencatatan
perkawinan?
3.
Bagaimana respon masyarakat Cipedak terhadap pencatatan perkawinan?
4.
Bagaimana perilaku hukum masyarakat Cipedak terhadap pencatatan
perkawinan?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
b.
Untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman hukum masyarakat Cipedak
terhadap pencatatan perkawinan.
c.
Untuk mengetahui respon masyarakat Cipedak terhadap pencatatan
perkawinan.
d.
Untuk mengetahui perilaku hukum masyarakat Cipedak terhadap
pencatatan perkawinan.
e.
Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Syari’ah
pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari pembahasan proposal skripsi ini adalah sebagai berikut:
a.
Untuk memperkaya khazanah keilmuan khususnya dalam bidang
perkawinan yang menyangkut hal pencatatan perkawinan.
b.
Agar penelitian ini akan menjadi sangat penting dan bermanfaat bagi
peningkatan kesadaran hukum kepada masyarakat khususnya mengenai
Pencatatan perkawinan.
c.
Bagi masyarakat pembaca umumnya dan mahasiswa khususnya, tulisan
ini diharapkan supaya menjadi salah satu sumber bacaan yang dapat
dipertimbangkan dalam memecahkan permasalahan yang relevan.
D.
Review Studi Terdahulu
7
sebuah perbandingan. Adapun skripsi yang membahas tentang pencatatan
perkawinan antara lain:
1.
M. Andi Hakim tahun 2008, Fakultas Syari’ah dan Hukum dengan judul
Tingginya Biaya Pencatatan Perkawinan, yang menjelaskan tentang tingginya
biaya pencatatan sebagai satu-satunya alasan tidak dicatatnya perkawinan,
kemudian metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini ialah penelitian
deskriptif dengan metode pendekatan yang bersifat yuridis empiris dan
menggunakan sumber data wawancara dan hasil dokumentasi. M.Andi Hakim
memberikan kesimpulan bahwa karena tingginya biaya administrasi maka
masyarakat tidak mencatatkan perkawinannya di hadapan Pegawai Pencatat
Nikah. Perbedaan dengan penulis yaitu dari metode penelitiannya, penulis
menggunakan metode peneitian kuantitatif yakni dengan penyebaran angket, dan
lebih fokusnya kepada kesadaran masyarakat terhadap pencatatan perkawinan,
sehingga penulis mengangkat judul Kesadaran Hukum Masyarakat Kelurahan
Cipedak Kecamatan Jagakarsa Terhadap Pencatatan Perkawinan.
bisa terlepas dari pentingnya pencatatan pernikahan di Kantor Urusan Agama,
sumber yang digunakan M. Fadly lebih kepada kitab-kitab fiqih, perbedaan dengan
penulis yaitu dari metode penelitian yakni penulis menggunakan metode penelitian
kuantitatif dengan menggunakan angket.
E.
Metode Penelitian
Agar mendapatkan data yang valid, maka metode yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah:
1.
Pendekatan masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah dengan cara
menggunakan penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sample dari
suatu populasidan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data
yang pokok.
8Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif, yaitu
penelitian yang mendeskripsikan objek penelitian yang menjadi target
penelitian dengan analisa kuantitatif mulai dari pengumpulan data, penyajian
data dan menganalisis data serta menginterpretasikannya.
98
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, Cet. II, (Jakarta: PT Pustaka LP3ES Indonesia Anggota IKAPI, 1995), h.3.
9
9
a.
Populasi
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang
sama.
10Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah masyarakat
Kelurahan Cipedak Kecamatan Jagakarsa.
b.
Sample
Sample adalah sebagian dari suatu jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi.
11Bila populasi berjumlah besar, dan peneliti tak mungkin mempelajari
semua yang ada di dalam populasi, misalnya karena faktor dana, tenaga,
waktu, maka peneliti menggunakan sampel yang berupa sebagian yang
mewakili populasi itu sendiri. Berdasarkan survei mengenai kependudukan
dan data-data yang diperoleh dari pihak kelurahan Cipedak sampai bulan
April jumlah penduduk pada tahun 2011 terakhir adalah 28.231 jiwa, sehingga
populasi secara keseluruhan adalah 28.231 jiwa.
12Pada penelitian ini diambil
sample sebanyak 100 orang, yang berarti 0,1% dari populasi.
Rumus perhitungan besaran sampel n=
N____
N(d) 2 + 1
Kelurahan Cipedak mempunyai 6 RW, kemudian distratifikasi ternyata
mempunyai 62 RT secara keseluruhan sehingga sampel yang didapat
10
Bambang Sunggono SH, MS, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2003), Cet V, h. 121
11
Ibid, h. 122
12
sebanyak 100 orang. Dari hasil stratifikasi tersebut sudah mewakili populasi
dan sah dalam penelitian.
132.
Tempat penelitian
Penelitian akan dilakukan di Kelurahan Cipedak Kecamatan Jagakarsa
Jakarta Selatan
3.
Sumber Data
a.
Data Primer
Data primer adalah yaitu data-data yang didapatkan dari hasil
penyebaran kuisoner kepada masyarakat kelurahan Cipedak.
b.
Data sekunder
. Sumber Data ini merupakan sumber data yang merupakan data
pendukung dari data primer yang dapat memberikan penjelasan.
14Al-Qur’an, Al-Hadits, Undang-Undang, Kompilasi Hukum Islam dan
Peraturan-peraturan lainnya, buku-buku karangan ilmiah serta buku-buku
yang berkaitan dengan masalah ini.
4.
Teknik Pengumpulan Data
Seluruh data yang penulis peroleh dari penelitian dikumpulkan dengan
cara:
13
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1981), Cet. III, h. 192
14
11
a.
Kuesi
oner yang diberikan langsung kepada responden yaitu masyarakat
kelurahan Cipedak.
b.
Meng
umpulkan dokumen yang berkaitan dengan penelitian.
5.
Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan metode
kuantitatif, yaitu dengan cara analisis deskriptif terhadap variabel penelitian
dengan memberikan standar jawaban berupa skor,yang selanjutnya
dikategorikan ke dalam tingkatan rendah, sedang, tinggi. Demikian untuk
pertanyaan tentang pengetahuan dan pemahaman. Sedangkan untuk
pertanyaan sikap hukum dengan memberikan standar jawaban berupa skor,
yang selanjutnya dikategorikan ke dalam tingkatan rendah, sedang, tinggi
berbentuk persentase untuk mendapat konsistensi masyarakat Cipedak
terhadap Pencatatan Perkawinan.
F.
Teknik Penulisan
Adapun penulisan ini berpedoman pada aturan buku Pedoman Penulisan
Skripsi tahun 2007, yang disediakan oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan beberapa pengecualian yaitu tulisan ayat
Al-Qur’an dan Hadits satu spasi, dan daftar pustaka, Al-Al-Qur’an ditulis diawal.
Agar penulisan skripsi ini lebih sistematis dan terarah, maka penulisan
skripsi ini disusun dalam lima bab, setiap bab terdiri dari sub-sub bab yaitu:
Bab Pertama, Pendahuluan, yang meliputi, latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, studi review terdahulu,
metode penelitian, teknik penulisan dan sistematika penulisan
.Bab kedua menjelaskan tentang pengertian kesadaran hukum, konsep
kesadaran hukum, fungsi kesadaran hukum, dasar hukum pencatatan perkawinan,
urgensi pencatatan perkawinan.
Bab ketiga menjelaskan tentang potret masyarakat kelurahan Cipedak
Kecamatan Jagakarsa, kondisi geografis dan batas wilayah, keadaan demografi,
kehidupan keagamaan dan kemasyarakatan, kehidupan ekonomi dan politik.
Bab keempat menjelaskan tentang identitas responden, pengetahuan
tentang pencatatan perkawinan, pemahaman tentang pencatatan perkawinan,
sikap tentang pencatatan perkawinan, perilaku tentang pencatatan perkawinan,
kemudian analisis dan interpretasi penulis.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A.Kesadaran Hukum
1. Pengertian Kesadaran Hukum
Secara bahasa “Kesadaran Hukum” terbentuk dari dua kata yaitu
Kesadaran dan hukum. Kata “kesadaran”mempunyai kata dasar “sadar”,
yang berawalan ke-an. Sadar berarti insyaf, paham, mengerti. Kesadaran
berarti mengetahui serta memahami sesuatu hal baik secara kongkrit
maupun abstrak.1
Kesadaran hukum diartikan secara terpisah dalam bahasa yang kata
dasarnya “sadar” tahu dan mengerti, dan secara keseluruhan merupakan
mengetahui dan mengerti tentang hukum, menurut Ewick dan Silbey :
“Kesadaran Hukum” mengacu ke cara-cara dimana orang-orang memahami
hukum dan intitusi-institusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang
memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang.2
1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1988), Cet. I, h,765
2
Hukum secara bahasa adalah peraturan yang dibuat oleh penguasa
(pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang disuatu masyarakat
(negara).3
Menurut J.J von schmid, perasaan hukum diartikan sebagai penilaian
hukum yang timbul dari perasaan secara serta mertadari masyarakat, yang
memberi arti kesadaran ditekankan tentang nilai-nilai masyarakat tentang
fungsi apa yang hendaknya dijalankan oleh hukum dalam masyarakat.4
sejalan dengan pendapat tersebut maka dapat dikatkan bahwa pendapat
tersebut kembali pada masalah dasar dar sahnya hukum yang berlaku, yang
akhirnya harus dikembalikan pada nilai-nilai masyarakat (dalam arti
warganya).
Menurut Prof. Soerjono Soekanto kesadaran hukum adalah
konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban
dengan ketentraman yang dikehendakinya atau yang sepantasnya.5
Masyarakat (manusia) di manapun selalu bertopang pada sejumlah
nilai-nilai, hal-hal yang oleh para warganya harus dijunjung tinggi dan yang
secara lebih operasional dinyatakan dalam norma-norma sebagai
pembimbing dan pedoman.
Bagi Ewick dan Silbey, “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan
dan karenannya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris.
3
Ibid, h, 314
4
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, (Jakarta: CV Rajawali,1982), Cet, I, h, 152
5
15
Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai
perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas-asas”.6
Setiap masyarakat senantiasa mempunyai kebutuhan-kebutuhan
utama, dan di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan utamanya para warga
mendapatkan pengalaman-pengalaman tentang faktor-faktor yang
mendukung dan yang menghalang-halangi usahanya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan utama tersebut. Apabila faktor-faktor tersebut
dikonsolidir, maka terciptalah sistem nilai-nilai yang mencakup
konsepsi-konsepsi atau patokan-patokan abstrak tentang apa yang dianggap baik dan
apa yang dianggap buruk. Sistem nilai-nilai menghasilkan
patokan-patokanuntuk proses yang bersifat psikologis, antara lain: pola-pola berfikir
yang menentukan sikap mental manusia, sikap mental yang pada hakikatnya
merupakan kecenderungan-kecenderungan untuk bertingkah laku,
membentuk pola-pola perikelakuan maupun kaedah-kaedah.7
Dari proses tersebut nyatalah bahwa manusia sebagai warga
masyarakat senantiasa berusaha untuk mengarahkan dirinya ke suatu
keadaan yang dianggap wajar yang terwujud di dalam pola-pola perilaku
dan kaedah-kaedah tertentu. Jadi kesadaran hukum sebenarnya merupakan
kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang
6
Ali Achmad, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal 511
7
hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebenarnya yang
ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu
penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat
yang bersangkutan.
2. Konsep Kesadaran Hukum
Ide tentang kesaadaran hukum warga-warga masyarakat sebagai dasar
sahnya hukum positif tertulis ditemukan dalam ajaran tentang Rechtsgeful
atau Rechtsbewustzjin yang intinya adalah, bahwa tidak ada hukum yang
mengikat warga-warga masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukum.8
Hal tersebut merupakan salah satu aspek dari kesadran hukum sering kali
dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektifitas
hukum.
Masalah kesadaran hukum termasuk pula di dalam ruang lingkup
persoalan hukum dan nilai-nilai sosial. Apabila ditinjau dari teori-teori
modern tentang hukum dan pendapat para ahli hukum tentang sifat
mengikat dari hukum, timbul bermacam permasalahan. Salah satu persoalan
yang timbul, adalah mengenai adanya suatu jurang pemisah antara
asumsi-asumsi tentang dasar keabsahan hukum tertulis, serta kenyataan dari
dipatuhinya hukum tersebut.
8
17
Terdapat pula suatu pendapat yang menyatakan bahwa mengikatnya
hukum terutama tergantung pada keyakinan seseorang. Hal inilah yang
dinamakan rechtsbewustzjin.
Kutchinsky mengemukakan suatu gambaran tentang keterkaitan antara
aturan-aturan hukum dengan pola perilaku dalm kaitannya dengan fungsi
hukum dalam masyarakat.
Kutchinsky berpendapat sebagaimana dikutip oleh Otje Salman
bahwa:
Its a tradicional juridical viewpoint that legal rules (leges snd other legal sources) a nation define in an unambiguous way wich acts are forbidden and which are permitted for the citizens of the nation. The juridical tradition also takes of granted that these legal rules are adhered legal rules and legal behaviour. Which has been called the. “co-varience theory” is more or less accepted as afact not only by legislator but by most legal philosophers and sociologis.9
Ajaran tradisional, pada umumnya bertitik tolak pada suatu anggapan
bahwa hukum secara jelas merumuskan perikelakuan-perikelakuan yang
dilarag atau yang diperbolehkan. Meski demikian hukum tersebut dengan
sendirinya dipatuhi oleh sebagian besar dari warga masyarakat. Ajaran ini
terkenal dengan nama co-varience theory, yang berasumsi bahwa ada
kecocokan antara hukum dengan pola-pola perikelakuan hukum. Ajaran lain
menyatakan bahwa hukum hanya efektif apabila didasarkan pada volksgeist
atau rechtsbewustzijn.
9
Suatu hal yang perlu dicatat bahwa ajaran atau teori tersebut
mempermasalahkan kesadaran hukum yang dianggap sebagai mediator
anatara hukum dengan pola-pola perikelakuan manusia di dalam masyarakat
baik secara individu maupun kolektif. Sebenarnya, kesadaran hukum
tersebut yang sering kali dianggap sebagai faktor-faktor yang
mempengaruhi hubungan antara hukum dengan pola-pola perikelakuan
manusia dalam masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa
hukum merupakan penjelmaan dari jiwa dan cara berfikir masyarakat yang
beesangkutan.10
Di Indonesia masalah kesadaran hukum mendapat tempat yang sangat
penting di dalam politik hukum nasional. Hal ini dapat diketahui
sebagaimana dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1973 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa:
1. Pembinaan bidang harus mampu mengarahkan dan menampung kebutuhan-kebutuhan hukum sesuai dengan kesadran hukum rakyat yang berkembang ke arah modernisasi menurut tingkat-tingkat kemajuan pembangunan di segala bidang sehingga tercapai ketertiban dan kepastian hukum sebagai prasarana yang harus ditunjukkan ke arah peningkatan pembinaan kesatuan bangsa sekaligus sebagai sarana penunjang perkembangan modernisasi dan pembangunan yang menyeluruh, dilakukan dengan:
(a) Peningkatan dan penyempurnaan pembinaan hukum Nasiona dengan antara lain mengadakan pembaharuan, kodifikasi, serta unifikasi hukum di bidang-bidang tertentu dengan jalan memperhatikan kesadaran hukum dalam masyarakat.
(b)Menertibkan fungsi lembaga-lembaga hukum menurut proporsinya masing-masing.
10
19
(c) Peningkatan kemampuan dan kewibawaan penegak-penegak hukum
2. Memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa dan para pejabat pemerintah ke arah penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, dan ketertiban serta kepastian hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Kesadaran hukum sering kali diasumsikan, bahwa ketaatan hukum
sangat erat hubungannya dengan kesadaran hukum. Kesadaran hukum
dianggap sebagai variabel bebas, sedangkan taraf ketaatan merupakan
variabel tergantung.11 Selain itu kesadaran hukum dapat merupakan variabel
antara, yang terletak antara hukum dengan perilaku manusia yang nyata.
Perilaku yang nyata terwujud dalam ketaatan hukum, namun hal itu
tidak dengan sendirinya hukum mendapat dukungan sosial, dukungan sosial
hanyalah diperoleh apabila ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada
kepuasan merupakan hasil pencapaian hasrat akan keadilan.12
Pada umumnya kesadaran hukum dikaitkan dengan ketaatan hukum
atau efektifitas hukum. Dengan kata lain kesadaran hukum menyangkut
masalah apakah ketentuan hukum benar-benar berfungsi atau tidak dalam
masyarakat.
11
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, (Bandung: PT. Alumni, 2004), h, 51
12
Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum, dapat
dikemukakan sebagai berikut:13
1. Compliance, diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan pada
harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari
hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila seseorang
melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan ini sama sekali tidak didasarkan
pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah hukum yang bersangkutan, dan
lebih didasrkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai
akibatnya, kepatuhan hukum akan ada apabila ada pengawasan yang
ketat terhadap pelaksanaan kaidah –kaidah hukum tersebut.
2. Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan
karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotan kelompok tetap
terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang
untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya tarik untuk patuh
adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut,
sehingga kepatuhan pun tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.
Walaupun seseorang tidak menyukai penegak hukum akan tetapi proses
identifikasi terhadapnya berjalan terus dan mulai berkembang
perasaan-perasaan positif terhadapnya. Hal ini disebabkan oleh karena orang yang
bersangkutan berusaha untuk mengatasi perasaan-perasaan
kekhawatirannya terhadap kekecewaan tertentu, dengan jalan menguasai
13
21
objek frustasi tersebut dengan mengadakan identifikasi. Penderitaan yang
ada sebagai akibat pertentangan nilai-nilai diatasinya dengan menerima
nilai-nilai penegak hukum.14
3. Internalisasion, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah
hukum karena secara intristik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi
kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya dari pribadi
yang bersangkutan, atau oleh karena dia mengubah nilai-nilai yang
semula dianutnya. Hasil dari proses tersebut adalah suatu konformitas
yang didasarkan pada motivasi secara intristik. Titik sentral dari kekuatan
proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari
kaidah-kaidah bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai-nilainya terhadap
kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasnya.
4. Kepentingan-kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh wadah
hukum yang ada.15
Diantara keempat faktor tersebut, dapat berdiri sendiri-sendiri dapat
pula merupakan gabungan dari keseluruhan atau sebagian dari keempat
faktor di atas. Jadi seseorang mematuhi hukum dapat dikernakan dia takut
sanksi yang akan dikenakan apabila ia melanggar hukum. Atau mungkin
juga seseorang mematuhi hukum krena kepentingan-kepentingan terjamin
oleh hukum, bahkan mungkin ia mematuhi hukum karena ia merasa hukum
14
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, (Jakarta: CV Rajawali,1982), Cet, I, h. 230
15
yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Namun
demikian, hal-hal tersebut di atas dari maslah apakah seseorang setuju atau
tidak setuju terhadap substansi maupun prosedur hukum yang ada.
Masalah kepatuhan hukum atau ketaatan terhadap hukum merupakan
suatu unsur saja dari persoalan yang lebih luas, yaitu kesadaran hukum.
Dari berbagai arti hukum, salah satu diantaranya, hukum diartikan
sebagai jaringan nilai-nilai yang merupakan refleksi dari suatu masyarakat.
Masalah nilai-nilai hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum. Hal ini
dikarenakan kesadaran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum
yang ada serta hukum yang dikehendaki atau yang seharusnya ada.
Kesadaran hukum berkaitan dengan nilai-nilai yang tumbuh dan
berkembang dalam suatu masyarakat. Dengan demikian masyarakat
mentaati hukum bukan karena paksaan, melainkan karena hukum itu sesuai
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Dalam hal ini
telah terjadi internalisasi hukum dalam masyarakat yang diartikan bahwa
kaedah-kaedah hukum tersebut telah meresap dalam diri masyarakat.
Terdapat empat indikator kesadaran hukum yang masing-masing
merupakan suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, yaitu:
1. Pengetahuan hukum;
2. Pemahaman hukum;
23
4. Pola perilaku hukum.16
Setiap indikator menunjuk pada tingkat kesadaran hukum tertentu
mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi.
Pengetahuan hukum adalah pengetahuan seseorang mengenai
beberapa perilaku tertentu yang diatur oleh hukum. Sudah tentu bahwa
hukum yang dimaksud di sini adalah hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis. Pengetahuan tersebut berkaitan dengan perilaku yang dilarang
ataupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum.17 Sebagaimana dapat
dilihat di dalam masyarakat bahwa pada umumnya seseorang mengetahui
bahwa membunuh, mencuri, dan seterusnya dilarang oleh hukum.
Pengetahuan hukum tersebut erat kaitannya dengan asumsi bahwa
masyarakat dianggap mengetahui isi suatu peraturan manakala peraturan
tersebut telah diundangkan.
Pemahaman hukum dalam arti di sini adalah sejumlah informasi yang
dimiliki seseorang mengenai isi peraturan dari suatu hukum tertentu, dengan
kata lain perkataan pemahaman hukum adalah suatu pengertian terhadap isi
dan tujuan dari suatu peraturan dalam suatu hukum tertentu, tertulis maupun
tidak tertulis, serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur
oleh peraturan tersebut.18 Dalam hal pemahaman hukum, tidak disyaratkan
seseorang harus lebih dahulu mengetahui adanya suatu aturan tertulis yang
16
Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, suatu analisa sosiologi hukum, (Jakarta: CV Rajawali,1982), Cet, I, h. 159
17
Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, (Bandung: PT. Alumni, 2004), h, 56
18
mengatur sesuatu hal. Akan tetapi yang dilihat di sini adalah bagaimana
persepsi ini biasanya diwujudkan melalui sikap mereka terhadap tingkah
laku sehari-hari.19
Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum
karena adanya penghargaan terhadap hukum sebagai ssuatu yang
bermanfaat atau menguntungkan jika hukum itu ditaati. Suatu sikap hukum
akan melibatkan pilihan warga terhadap hukum yang sesuia dengan
nilai-nilai yang ada dalam dirinya sehingga warga masyarakat menerima hukum
berdasarkan penghargaan terhadapnya.20
Pola perilaku hukum merupakan hal yang penting dalam kesadaran
hukum, karen disini dapat dilihat apakah suatu peraturan berlaku atau tidak
dalam masyarakat. Dengan demikian kesadaran hukum dalam masyarakat
dapat dilihat dari pola perilaku hukum suatu masyarakat.
3. Fungsi Kesadaran Hukum
Fungsi kesadaran hukum, hal pertama yang harus diperhatikan adalah
tentang hukum itu sendiri. Hukum mempunyai tujuan mengatur warga
masyarakat agar hidup tertib, tentram dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Di sini hukum yang dimaksud adalah hukum yang terdiri atas
19
T.O Ihromi, Bianglala Hukum, (Bandung: Tarsito, 1986), Cet I, h, 99
20
25
peraturan-peraturan yang telah dibuat oleh legislatif dengan aturan-aturan
yang sesuai dengan pemerintahan negara. Karena negara Indonesia adalah
negara yang berbhineka, maka masyarakat dalam memahami hukum pun
berlainan. Pemahaman warga masyarakat berbeda dengan pemahaman para
pejabat atau penegak hukum.21
Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang
memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai Fenomena sosial merupakam
institusi dan pengendalian masyarakat. Di dalam masyarakat dijumpai
berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan di dalam masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, oleh karena itu fungsinya
demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman
kesadaran hukum.
Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan
hukum inilah yang diharapkan akan menunjang dan menjadikan masyarakat
menjunjung tinggi intitusi atau aturan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk
mendambakan ketaatan serta ketertiban hukum. Peran dan fungsi
membangun kesadaran hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat
pada intitusi sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan : 1)
Stabilitas, 2) Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan
21
dalam masyarakat, 3) Memberikan kerangka sosial institusi berwujud
norma-norma, 4) Jalinan antar institusi.
Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan
pentingnya hukum adalah, adanya ketidakpastian hukum,
peraturan-peraturan yang bersifat statis, tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk
mempertahankan peraturan yang berlaku.22
Berlawanan dengan faktor-faktor diatas salah satu menjadi fokus
pilihan dalam kajian tentang kesadaran hukum adalah, penekanan bahwa
hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan dengan lokasi dimana suatu
tindakan hukum terjadi, studi tentang kesadaran hukum tidak harus
mengistimewakan hukum sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi
untuk tindakan, studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak
sekedar permasalahan sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki
kehidupan mereka, tetapi juga apa mereka lakukan.23
B.Pencatatan Perkawinan
1. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan
22
Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991), Edisi Revisi Hal.112
23
27
Landasan hukum keharusan adanya pencatatan perkawinan ini
disebutkan dalam Undang-Undang Perkawinan yakni UU No. 1 tahun 1974
pasal 2:
“Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Apabila kita lihat dalam peraturan pelaksana dari UU No. 1 Tahun
1974, yaitu Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dalam Pasal 2 nya
antara lain menyebutkan bahwa, Pencatatan perkawinan dari mereka yang
melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai
pencatat perkawinan, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 32 Tahun 1946
tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, yaitu Kantor Urusan Agama
setempat ( KUA daerah di mana perkawinan dilaksanakan ).24
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan
menurut agama dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh
pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil, sebagaimana
dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai pencatatan
perkawinan. Jadi dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
ini, maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh 2 (dua) instansi
pemerintah, yaitu, (a) Kantor Urusan Agama (KUA), bagi mereka yang
24
beragama Islam, (b) Kantor Catatan Sipil (KCS), bagi mereka yang bukan
beragama Islam.
Pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat menentukan
dalam suatu perkawinan karena pencatatan perkawinan merupakan suatu
syarat diakui dan tidaknya perkawinan oleh negara. Bila suatu perkawinan
tidak dicatat maka perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara, begitu pula
sebagai akibat yang timbul dari perkawinan tersebut.25 Dengan demikian
dengan dicatatkannya perkawinan akan memberikan perlindungan hukum
kepada kedua belah pihak dan akan memudahkan pembuktian akan adanya
perkawinan.
2. Urgensi Pencatatan Perkawinan
Untuk kondisi saat ini, pencatatan perkawinan dipandang sebagai
sesuatu yang sangat urgen sekali, karena menyangkut banyak kepentingan.
Perkawinan bukan hanya ikatan antara mempelai laki-laki dan perempuan,
akan tetapi merupakan penyatuan dua keluarga besar yang
masing-masingnya punya hak dan kepentingan dari perkawinan. Dilangsungkannya
perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah adalah dengan maksud
Pegawai Pencatat Nikah dapat mengawasi langsung terjadinya perkawinan
tersebut. Mengawasi disini dalam artian menjaga jangan sampai perkawinan
25
29
tersebut melanggar ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.26
Secara eksplisit memang tidak satupun nash baik al-Quran maupun
hadis yang menyatakan keharusan adanya pencatatan perkawinan. Akan
tetapi dalam kondisi seperti sekarang ini, pencatatan perkawinan merupakan
sebuah kemestian, karena banyak sekali mudharat yang akan ditimbulkan
jika tidak dilakukan pencatatan. sementara Islam menggariskan bahwa
setiap kemudharatan itu sedapat mungkin harus dihindari, sebagaimana
ungkapan sebuah kaedah fikih: “Kemudharatan harus dihilangkan”.27
Menyempurnakan akad nikah adalah wajib, Namun ia tidak sempurna
tanpa adanya pencatatan. Oleh sebab itu mencatatkan perkawinanpun
hukumnya wajib. Banyak sekali kemaslahatan yang tercapai dengan adanya
pencatatan perkawinan. Bahwa ada perbedaan pendapat tentang masalah
pencatatan perkawinan ini adalah sesuatu yang lumrah, karena persoalan ini
berada dalam koridor ijtihad yang tentunya kebenarannya bersifat relatif.
Akan tetapi kita berkewajiban untuk mencari mana yang paling mendekati
kebenaran.28
26
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976), hal.93.
27
Ali Ahmad al-Nadwi, Al-Qawa’id al-Fiqhiyah, (Beirut: Dar al-Qalam, 1987), Cet. I, h. 252.
28
29
BAB III
POTRET MASYARAKAT KELURAHAN CIPEDAK
A.
Keadaan Geografis
Kelurahan Cipedak merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan
di Kecamatan Jagakarsa yang termasuk dalam wilayah Kotamadya Jakarta
Selatan merupakan pemekaran wilayah dari Kelurahan Ciganjur sebagaimana
Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor : 1746 tahun 1987 Tanggal 8 Mei
1990 ditetapkan bahwa Kelurahan Ciganjur dipecah menjadi Kelurahan Ciganjur
dan Cipedak.
1Secara geografis, Cipedak merupakan sebagai tempat yang memiliki
peluang untuk mengembangkan ekonomi, pendidikan, pusat pemerintahan, dan
pemukiman. Untuk mengakses ke pusat kota Jakarta dibutuhkan waktu hanya satu
jam, dan hanya memerlukan waktu kurang dari satu jam menuju pusat
pendidikan, pusat perbelanjaan, terminal, akses jalan tol, tempat dan fasilitas
umum penting lainnya.
Kelurahan Cipedak yang memiliki luas wilayah 397,5 hektar ini, suhu
udara berkisar antara 28 derajat Celsius, merupakan suhu rata-rata bagi penduduk
Jakarta dan sekitarnya. Menurut data yang diperoleh dari profil Kelurahan
Cipedak, Kelurahan tersebut berada pada ketinggian 50 meter dari permukaan
1
30
laut, Curah hujan rata-rata per tahun 1200 m
3. Untuk memudahkan kerja dan
administrasi, Kelurahan Cipedak di bagi menjadi 10 RW, dan 51 RT.
2Adapun secara geografis Kelurahan Cipedak berbatasan dengan:
1.
Sebelah Utara : Jl. Brigif, Jl. Warung Sila Kelurahan Ciganjur.
2.
Sebelah Selatan : Kelurahan Tanah Baru, Kota Depok.
3.
Sebelah Barat : Kali Krukut, Kelurahan Gandul, Kota Depok.
4.
Sebelah Timur : Jl. Moh. Kahfi II Kelurahan Srengseng Sawah.
3Sebagian besar penduduknya merupakan kaum urban (pendatang).
Kebanyakan mereka bermukim di beberapa perumahan dan real estate, seperti
Grand Matoa Residence, Komplek DKI dan lain-lain. Inilah yang menjadikan
alasan kawasan ini sangat strategis sebagai kawasan pemukiman penduduk. Bagi
masyarakat asli, keberadaan perumahan dan real estate direspon secara positif,
misalnya dalam konteks ekonomi seperti menjadi tukang kebun, pembantu rumah
tangga, membuat warung-warung kecil, sector jasa (pembayaran telpon, listrik),
pertukangan, dan sub-sektor informal lainnya.
Letak strategis lainnya, Kelurahan Cipedak berdekatan dengan perguruan
tinggi seperti Akademi Pimpinan Perusahaan (APP), Institut Sains Teknologi
Nasional (ISTN), Sekolah Pusat Pertanian (SPP). Ketiga perguruan tinggi ini
terletak di wilayah Kelurahan Cipedak. Di samping itu, masyarakat Cipedak
2
Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April 2011
3
masih bisa mengakses perguruan tinggi lain yang terletak di Lebak Bulus seperti
Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) dan Universitas Veteran Nasional
(UVN) Limo dan Pondok Labu. Keberadaan semua perguruan tinggi ini selain
memiliki pengaruh positif pada terciptanya peluang usaha bagi masyarakat
setempat, lebih jauh, memiliki peran signifikan bagi percepatan terciptanya
masyarakat yang kondisif dalam bidang social, keagamaan, budaya, dan secara
khusus bagi peningkatan kualitas pendidikan masyarakat itu sendiri.
4Berdasarkan deskripsi geografis di atas, bisa dipahami bahwa Kelurahan
Cipedak berada di daerah yang memiliki potensi untuk berkembang dalam
berbagai aspek kehidupan. Adapun letaknya di daerah Khusus Ibukota Jakarta,
dan berbatasan langsung dengan Kota Depok. Dimana diketahui mobilitas
penduduk, gaya hidup, persepsi kemanusiaan, dan tingkat kohesi social
masyarakat perkotan berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan.
B.
Keadaan Demografi
Berdasarkan data monografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April
Tahun 2011, jumlah penduduk adalah sebanyak 28.231 jiwa, terdiri atas 7.774
kepala keluarga.
5
4
Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April 2011
5
32
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, laki-laki sebanayak 14.168 jiwa,
dan jenis kelamin perempuan sebanayak 14.063 jiwa. Untuk jumlah warga asing
di Kelurahan Cipedak tidak ada.
[image:43.612.125.537.124.525.2]Tabel 2.1
Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin
6No
Jenis Kelamin
Jumlah (orang)
1.
Laki-laki
14.168
2.
Perempuan
14.063
Sumber: Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April, 2011
Sedangkan keadaan penduduk menurut agama di Kelurahan Cipedak
mayoritas adalah beragama Islam, adapun keterangan lebih lanjut dijelaskan
sebagai berikut:
Tabel 2.2
Jumlah penduduk menurut Agama
No
Agama
Jumlah (orang)
1.
Islam
27.209
2.
Kristen Protestan
586
3.
Kristen Katolik
346
4.
Hindu
49
5.
Budha
41
Sumber: Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April, 2011
Jumlah pemeluk agama tersebut diimbangi dengan fasilitas ibadah, seperti
terdapat 15 buah masjid, 39 buah mushola, kemudian dalam bidang
6
kemasyarakatan dan keagamaan, terdapat 36 perkumpulan majelis ta’lim, dan 8
kelompok remaja masjid yang tersebar di Kelurahan Cipedak.
7 [image:44.612.124.539.85.412.2]Sedangkan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat
table di bawah ini.
Tabel 2.3
Penduduk Kelurahan Cipedak menurut tingkat pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah (orang)
1.
TK
475
2.
SD
1.536
3.
SLTP
7.446
4.
SLTA
14.716
5.
AKADEMI
1.005
6.
S1-S3
972
Sumber: Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April, 2011
Dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut pendidikan, diantaranya
TK sebanyak 475 orang, SD sebanyak 1.536 orang, SLTP sebanyak 7.446 orang,
SLTA sebanyak 14.716, Akademi sebanyak 1.005 orang, dan S1-S3 sebanyak
972 orang. Hal tersebut diimbangi dengan sarana pendidikan terdiri dari 7 taman
kanak-kanak, 9 buah Sekolah Dasar, 3 buah Madrasah Ibtidaiyyah, 3 buah
Sekolah Lanjut Tingkap Pertama, 1 buah Madrasah Tsanawiyyah dan 3 Sekolah
Lanjut Tingkat Atas. Lembaga pendidikan tersebut lebih banyak dikelola oleh
pihak swasta dibawah payung yayasan masing-masing.
8Sedangkan jumlah penduduk menurut usia, untuk setiap kelas usia tertentu
adalah seperti terlihat pada Tabel 2.4 berikut ini.
7
Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April 2011
8
34
Tabel 2.4
Jumlah penduduk menurut usia
No USIA
Jumlah (orang)
1.
0-4 tahun
3.464
2.
5-9 tahun
2.239
3.
10-14 tahun
2.363
4.
15-19 tahun
2.740
5.
20-24 tahun
2.838
6.
25-29 tahun
2.866
7.
30-34 tahun
2.791
8.
35-39 tahun
2.879
9.
40-44 tahun
2.114
10. 45-49 tahun
1.599
11. 50-54 tahun
1.445
12. 55-59 tahun
805
13. 60-64 tahun
767
14. 65-69 tahun
209
15. 70-74 tahun
64
16. 75 tahun Ke atas
48
Sumber: Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan April 2011
Tabel tersebut menunjukkan kelas usia 0-4 tahun sebanayk 3.464 orang,
5-9 tahun sebanyak 2.235-9 orang, 10-14 tahun sebanyak 2.363 orang, 15-15-9 tahun
sebanyak 2.740 orang, 20-24 tahun sebanyak 2.838 orang, 25-29 tahun sebanyak
2.866 orang, 30-34 tahun sebanyak 2.791 orang, dan 35-39 tahun sebanyak 2.879
orang, 40-44 tahun sebanyak 2.114 orang, 45-49 tahun sebanyak 1.599 orang,
50-54 tahun sebanyak 1.445 orang, 55-59 tahun sebanyak 805 orang, 60-64 tahun
sebanyak 767 orang, 65-69 tahun sebanyak 209 orang, 70-74 tahun sebanyak 64
orang, 75 ke atas sebanyak 48 orang.
99
Mengenai jumlah penduduk menurut mata pencaharian, penduduk
Kelurahan Cipedak adalah 3.321 orang berprofesi sebagai pedagang/wiraswasta,
11.831 orang berprofesi sebagai karyawan swasta, 8.155 orang berprofesi sebagai
Pegawai Negeri Sipil dan 657 Sebagai Pegawai Negeri Militer. Pensiun sebanyak
312 orang serta sector jasa sebanyak 3.955 orang.
10C.
Kehidupan Keagamaan dalam Masyarakat
Manusia, sebagai makhluk hidup, merupakan usnur lingkungan yang
paling
dominan.
Secara
alamiah,
manusia
senantiasa
membutuhkan
lingkungannya, baik biotik maupun abiotik dan material maupun immaterial yang
mengitarinya.
11Semua itu mempengaruhi kehidupan manusia dan dipengaruhi
oleh manusia. Proses hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi tersebut
membentuk suatu sistem yang bisa disebut dengan ekosistem.
12Ekosistem pada hakikatnya adalah interaksi komunal dalam suatu sistem
kehidupan dari aneka ragam makhluk hidup. Kesulitan dalam ekosistem
menunjukkan interaksi positif dan serasi di kalangan semua makhluk hidup.
13Suatu kelompok manusia atau masyarakat manusia biasanya terikat oleh berbagai
sistem, adat istiadat, dan hukum bersifat khas. Kelompok masyarakat tersebut
hidup bersama-sama di suatu wilayah tertentu dan sama-sama berbagai iklim,
10
Data Demografi Kelurahan Cipedak sampai bulan Apri 2011
11
M. Bahri Ghazali, Pesantren Berwawasan Lingkungan, (Jakarta:Prasasti, 2002), h.2.
12
Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi tentang Kepribadian dalam Masyarakat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984), Cet. Pertama, h. 3.
13
36
musim, dan makanan yang relatif sama.
14Sejalan dengan waktu, kemudian
terbentuklah suatu komunitas etnis, suku, dan bangsa tertentu. Secara umum,
pembentukan komusitas itu tergantung pada kesediaan sejumlah faktor yang
menjadi sumber pembentukan identitas yang membedakan dengan komunitas
etnis, suku, dan bangsa lain.
Dalam konteks itu, manusia sebagai makhluk yang secara fitri merupakan
makhluk spiritual dan makhluk rasional, memerlukan agama sebagai kebutuhan
dasar, di samping kebutuhan lain yang bersifat fisikal-kuantitatif dan
rasional-saintifik. Untuk itu, agama yang terdiri dari seperangkat ajaran, nilai dan simbol
perlu dipahami secara utuh oleh umat manusia sehingga kehadirannya
benar-benar fungsional bagi penyempurnaan kehidupan dan eksistensi mereka. Pada sisi
ini, pendidikan agama sebagai upaya pengenalan dan pemahaman terhadap
agama, serta sebagai proses internalisasi nilai-nilai menjadi penting untuk
diangkat.
Proses internalisasi nilai-nilai tadi, secara praktis, dalam konteks
Kelurahan Cipedak, dilaksanakan melalui pendidikan secara formal seperti di
sekolah maupun pendidikan informal yang diselenggarakan baik di majelis
taklim, musholla dan masjid di wilayah Kelurahan Cipedak. Termasuk
pendidikan di pondok pesantren-pondok pesantren di Kelurahan Cipedak yang
14
tentunya memiliki implikasi positif bagi lingkungannya baik dalam keagamaan
maupun kemasyarakatan.
D.
Kehidupan Ekonomi dan Politik
Secara umum, masyarakat Kelurahan Cipedak mempunyai peluang untuk
mengembangkan kehidupan ekonomi mereka. Indikasi ini terlihat dari kian
lebarnya areal perdagangan, kompleks perumahan, pendidikan dan perkantoran
dimana masyarakat Kelurahan Cipedak bisa menjual keterampilan mereka kepada
institusi tersebut, sebab untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga bisa
menjadi masyarakat yang sejahtera tanpa diimbangi dengan kemampuan teknis
dan keterampilan saat ini semakin sulit. Problem ini pula sebenarnya yang secara
nasional dihadapi oleh bangsa kita.
Sebagai sebuah harapan, sepanjang yang penulis ketahui, terdapat
beberapa indikator yang dipandang akan mendorong ke arah tumbuh dan
berkembangnya ekonomi masyarakat. Kelurahan Cipedak, adalah:
1.
Jumlah angkatan kerja yang setiap tahun mengalami peningkatan dan mereka
tersebar dalam berbagai lembaga ekonomi, baik formal maupun informal. Pada
tahun-tahun mendatang, dimana kualitas angkatan kerja masyarakat Kelurahan
Cipedak akan mengalami perbaikan karena semakin banyaknya tenaga kerja
terdidik-terampil yang akan diterima oleh pasar kerja.
152.
Letak Kelurahan Cipedak yang sangat strategis ditinjau dari berbagai aspek,
terutama dalam aspek ekonomi. Persoalan hambatan dan keterlambatan
15
38
informasi dan komunikasi bukanlah menjadi persoalan yang mendasar bagi
masyarakat Kelurahan Cipedak.
3.
Terdapat institusi ekonomi berupa pasar tradisional dan modern, sehingga
masyarakat bisa dengan mudah melakukan transaksi perdagangan baik dalam
partai kecil maupun besar. Untuk partai kecil masyarakat bisa mengakses pasar
Kemiri Depok, pasar Pondok Labu, dan pusat-pusat perbelanjaan modern.
Sedangkan pasar Tanah Abang merupakan pusat kegiatan ekonomi yang bisa
menghidupkan masyarakat Jakarta, termasuk masyarakat Kelurahan Cipedak.
164.
Banyak penduduk Cipedak yang saat ini sedang menempuh pendidikan di
berbagai perguruan tinggi, sehingga bisa diharapkan mereka akan memiliki
harapan kehidupan ekonomi yang lebih baik.
5.
Sedangkan pertanian dan perkebunan sudah tidak ada lagi di Kelurahan
Cipedak, tetapi sektor jasa merupakan pilihan pekerjaan yang bisa dilakukan
oleh mereka yang ingin mengembangkan potensi dirinya.
17Dalam pandangan penulis, pertumbuhan yang terjadi dan pembangunan
yang dilaksanakan di Kelurahan Cipedak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor
keagamaan, sosial dan ekonomi, tetapi juga begitu ditentukan oleh kehidupan
politik yang dewasa dan demokrasi. Dalam setiap kali pemilihan umum,
masyarakat tidak terjebak pada aksi yang merugikan persatuan dan kesatuan
sesama warga yang memang sudah terjalin sedemikian kuat.
16
Data Demografi Kelurahan cipedak sampai bulan April 2011
17
40
BAB IV
PENCATATAN PERKAWINAN DAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT KELURAHAN CIPEDAK
A. Identitas Responden
Obyek yang menjadi penelitian penulis adalah masyarakat Kelurahan
Cipedak Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Adapun deskripsi identitas
responden mengacu pada tiga indikator, yaitu: (1) Jenis Kelamin, (2) Tingkat
Pendidikan, (3) Pekerjaan.
Dari sebaran angket ternyata responden lebih didominasi oleh
masyarakat yang berjenis kelamin laki-laki, yakni 67 %. Dan sebagian
[image:51.612.135.533.53.596.2]responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 33 %.
Tabel 4.1
Jenis Kelamin Responden N=100
Jenis kelamin Frekuensi %
Laki-laki
Perempuan
67
33
67%
33%
Total 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survai di lapangan
Berdasarkan perbedaan tingkat pendidikan jumlah responden untuk
setiap tingkat pendidikan yaitu: tingkat pendidikan tidak tamat SD (0)
berjumlah 19 %, tingkat pendidikan SD/MI yakni, 28 %. Tingkat pendidikan
SMP/MTs yaitu, 15 %. Tingkat pendidikan SMA/MA 29 %. Tingkat
Tabel 4.2 Tingkat pendidikan
N=100
Tingkat pendidikan Frekuensi %
Tidak tamat sekolah
SD/MI SMP/MTs SMA/MA Perguruan Tinggi 19 28 15 29 9 19 28 15 29 9
Total 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survai di lapangan
Mengacu kepada indikator pekerjaan ternyata sebagian besar adalah
pekerja sebagai karyawan, buruh, dan wiraswasta yang berjumlah 70 %. Ibu
Rumah Tangga yakni 22 %. Dan masyarakat yang berprofesi sebagai pengajar
formal maupun non formal berjumlah 8 %.
Tabel 4.3 Jenis Pekerjaan
N=100
Pekerjaan Frekuensi %
Pekerja
Ibu Rumah Tangga
Pengajar 70 22 8 70 22 8
Total 100 100
[image:52.612.146.513.461.639.2]42
B. Pengetahuan Terhadap Pencatatan Perkawinan
Pengetahuan hukum merupakan salah satu indikator pertama dari
kesadaran hukum. Untuk itu pada bagian ini akan dikemukakan pengetahuan
responden seputar hukum perkawinan. Tabel 4.4 menunjukkan jumlah
responden yang mengetahui sistem apa yang digunakan dalam mengatur
perkawinan masyarakat di Indonesia. Dalam tabel itu dapat diamati bahwa
sebagian besar responden, yakni 81 % menganggap bahwa sistem hukum
Islamlah yang berlaku di Indonesia. Berada di peringkat kedua, responden
memilih hukum adat, sebanyak 4 % sebagai sistem hukum yang berlaku.
Sedangkan sisanya, 15 % menganggap bahwa sistem hukum perkawinan yang
[image:53.612.144.519.276.601.2]berlaku di Indonesia adalah sistem hukum Nasional.
Tabel 4.4
Menurut saudara, sistem hukum apa yang mengatur pencatatan perkawinan di Indonesia?
N=100
Jenis sistem Hukum Frekuensi %
Hukum Adat
Hukum Islam
Hukum Nasional
4
81
15
4
81
15
Total 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survai lapangan
Pada tabel 4.5 pertanyaan diarahkan untuk menggali pengetahuan
responden tentang perbedaan yang ada pada sistem-sistem hukum tersebut.
Sebanyak 53 responden (53%), menyatakan bahwa antara sistem hukum adat,
memang sangat signifikan dibanding persentase yang menyatakan tidak ada
(22%) dan bahkan mereka yang tidak mengetahui apakah sama atau berbeda
[image:54.612.145.538.127.418.2](25%).
Tabel 4.5
Menurut pengetahuan saudara, adakah perbedaan di antara sistem-sistem hukum tersebut?
N=100
Perbedaan sistem Frekuensi %
Ada Tidak ada Tidak tahu 53 22 25 53 22 25
Total 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survai lapangan
Tabel 4.6 memaparkan pengetahuan masyarakat tentang fungsi Kantor
Urusan Agama (KUA). Sebanyak 87% menjawab bahwa mereka mengetahui
fungsi-fungsi KUA. Sedangkan yang menyatakan ketidaktahuannya yakni,
[image:54.612.144.512.504.697.2]10%, dan yang tidak menjawab, yakni 3%.
Tabel 4.6
Apakah saudara mengetahui fungsi Kantor Urusan Agama (KUA)?
N=100
Pengetahuan tentang fungsi KUA Frekuensi %
Tahu Tidak tahu Tidak menjawab 87 10 3 87 10 3
44
Tabel 4.7 mengemukakan pengetahuan responden tentang keberadaan
larangan bagi orang yang menikah tidak dicatatkan. Sebanyak 42% menjawab
bahwa ada larangan orang untuk menikah tidak dicatatkan. Sedangkan yang
menjawab tidak ada sebanyak 33%, dan yang menjawab tidak perlu dan tidak
[image:55.612.145.536.177.459.2]tahu masing-masing 11% dan 14%.
Tabel 4.7
Sepengetahuan saudara, adakah larangan orang untuk menikah tidak dicatatkan?
N=100
Larangan nikah tidak di catat Frekuensi %
Ada
Tidak ada
Tidak perlu
Tidak tahu
42
33
11
14
42
33
11
14
Total 100 100
Keterangan: Data diolah dari hasil survai lapangan
Sedangkan pada tabel 4.8 dikemukakan pengetahuan responden
mengenai hak dan kewajiban suami-istri dalam keluarga. Sebagian besar
responden 84% mengetahui hak dan kewajibannya masing-masing. Hal ini
dapat dipahami karena, baik secara hukum Islam maupun kebiasaan yang
Gambar
Dokumen terkait
Pisuke (pemberian yang harus dibayarkan oleh pihak laki-laki kepada keluarga perempuan karena telah mengambil putrinya) adalah tradisi yang selalu dipertahankan agar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi sundrang merupakan pemberian pihak laki-laki terhadap pihak perempuan berupa uang yang jumlahnya telah ditentukan oleh
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah ; (1), bagaimanakah kesadaran hukum masyarakat terhadap pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974, (2), upaya apa
milik dan pencatatan tanah wakaf di Kecamatan Mijen Kota Semarang.
Meskipun terdapat persamaan ada juga perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Romli Muar, dengan peneliti, diantaranya dari segi tempat, Muhammad Romli Muar
Dengan demikian menolak Ho dan menerima H1 yang menyatakan responden yang status sosial rendah, menengah, dan tinggi menunjukan proporsi yang berbeda mengenai pemahaman
Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, penulis tertarik untuk melakukan suatu penelitian dan menuangkan dalam bentuk tulisan sehingga memberikan
Dari hasil analisis data menunjukan bahwa pendidikan masyarakat Kelurahan Baqa masih cukup rendah hal tersebut dilihat dari frekuensi jawaban yang diberikan