• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012"

Copied!
168
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT SUKU JAWA DALAM HAL PIJAT BAYI YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN BAYI DI KELURAHAN

PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012 Oleh :

NIM. 071000038 DINA PERMATASARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT SUKU JAWA DALAM HAL PIJAT BAYI YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN BAYI DI KELURAHAN

PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengajukan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

NIM . 071000038 DINA PERMATASARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT SUKU JAWA DALAM HAL PIJAT BAYI YANG DILAKUKAN OLEH DUKUN BAYI DI KELURAHAN

PINANGSORI KECAMATAN PINANGSORI KABUPATEN TAPANULI TENGAH

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM. 071000038 DINA PERMATASARI

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Juli 2012

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes Drs. Tukiman, MKM

NIP. 19690922 199403 2 002 NIP. 19611024 199003 1 003

Penguji II Penguji III

Drs. Eddy Syahrial, MS

NIP. 19590713 198703 1 001 NIP. 19721004 200003 2 001 Namora Lumongga Lubis

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Pijat bayi sebagai salah satu bentuk bahasa sentuhan ternyata memiliki efek yang positif untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Akan tetapi tetap diperlukan teknik yang tepat dalam melakukan pijat. Sedangkan pijat bayi yang dilakukan dukun pijat bayi banyak yang tidak sesuai dengan teknik pijat bayi yang terdapat dalam pedoman pijat bayi menurut kesehatan.

Jenis penelitian ini bersifat survey deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh ibu suku jawa yang memiliki bayi di Kelurahan Pinangsori yaitu 479 jiwa dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 80 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik yang berupa umur sebagian besar responden yaitu berusia 20-35 tahun sebanyak 51,3%, sebahagian besar responden memiliki paritas anak pertama sebanyak 88,8%, sebahagian besar responden memiliki pendidikan tamat SMP sebanyak 58,8%. Sebagian besar pengetahuan responden dikategorikan kurang yaitu sebanyak 48 orang responden (60,00%), sikap responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 72 orang responden (90%), niat responden dikategorikan baik sebanyak 40 orang responden (50%), kelompok acuan yang berperan adalah keluarga, faktor biaya, tempat, jarak juga dapat mempengaruhi ibu dalam melakukan pijat bayi ke dukun bayi dan Tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 52 orang responden (65%).

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada puskesmas Pinangsori untuk melakukan pertemuan dengan dukun bayi dalam rangka melakukan sosialisasi tehnik pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan dan agar petugas kesehatan di puskesmas Pinangsori turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan kepada masyarakat Kelurahan Pinangsori.

(5)

ABSTRACT

Baby massage as one of the form language of touch, turns out have a positive effects for growth and development the babies. However it still needed the proper technique in conducting baby.While the baby massage that carried out by the Midwife (Traditional Birth Attendants), there aren’t accordance with the baby massage techniques that found in guidelines of baby massage according to health.

The aim of this study is to determine behavior of the Javanese in terms of baby massage which is carried out by the midwife (traditional birth attendants) in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. This research is descriptive quantitative study with purposive sampling collection technique. The population of this research is whole of ethnic Javanese mothers who had babies in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah that is 479 respondents and the number of samples taken as many as 80 people.

The results showed that the most of characteristics of majority respondents was 20-35 years old as much as 51.3%. most of the respondents have a parity first child as much as 88.8%, most of the respondents have graduated from junior high school as much as 58,8%, the category of knowledge is in less cat as much as 48 respondents (60,00%), the category of attitude generally is in average as much as 72 respondents (90%), the category of intentions generally in good as much as 40 respondents (50%), the reference group whose instrumental is the family, the cost factor, place and category of respondents action generally is in average as much as 52 respondents (65%).

From the results of this study suggested to Department of Health Tapanuli Tengah districts to conduct supervision to the midwife (traditional birth attendants) in carried out the baby massage in Kelurahan Pinangsori that collaboration with Pinangsori Health Center and Kelurahan Pinangsori.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dina Permatasari

Tempat/Tanggal Lahir : Pinangsori, 04 Mei 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 6 orang

Anak ke : 2 dari 4 orang bersaudara

Nama Orang Tua : Satriadi S.Pd & Warna Dongoran S.Pd

Alamat Rumah : Jl. Bandar Udara DR. Ferdinand Lumban Tobing Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah/Jl. Jamin Ginting Gg. Sederhana No. 21 Padang Bulan-Medan

Riwatat Pendidikan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmatNya pnulis dapat menyelesaikan skripsi in dengan judul :

“Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ”.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Ayahanda tercinta

Satriadi S.Pd dan Ibunda tercinta Warna Dongoran S.Pd yang telah membesarkan,

mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kasih sayang. Terima kasih yang

sebesar- besarnya atas dukungan, nasehat dan doa yang selalu diberikan kepada

penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan materil

dan moral dari berbagai pihak. Oleh akrena itu pada kesempatan ini, dengan

kerendahan hai penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Surya Utama selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

2. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku dosen pembimbing II dan sekaligus Kepala

Bagian Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberi

(8)

5. Ibu Dr. Namora Lumongga Lubis, MSc selaku dosen penguji yang telah banyak

memberi saran dan penyempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar di FKM USU dan dosen PKIP yaitu Ibu dr. Linda T. Maas,

MPH, Ibu Dra. Syarifah, MS, Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan Bapak Dr.

Drs. Kintoko Rochadi, MKM serta pegawai di departemenPKIP yang telah banyak

membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Dr. Ir. Evawani Yunita Aritonang, M.Kes selaku Dosen Penasehat Akademik

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Redina Simbolon selaku Lurah di Kelurahan Pinangsori yang telah memberikan

izin untuk melakukan penelitian kepada penulis.

9. Masyarakat Kelurahan Pinangsori yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

menjadi responden dalam penelitian ini.

10. Kakakku dan Adik-adikku Tercinta Melisha Cintami S.Pd, Anra Wida Irta S, Ade

Amita Rahayu dan Misahra Darsih Dongoran, S.Pd yang telah memotivasi dan

mendoakan penulis.

11. Teman- teman tercinta Putra Apriadi Siregar.SKM, Rizka Furnanda.SKM, Ananda

Rahman.SKM, Addlinsyah.SKM, Sasmar Aurivan Harya.SKM, Rizki El Hafiz.SKM,

Khairunnisa.SKM, Siti Afsyah.SKM, Day Santri.SKM, Eka Purwanti.SKM, Tengku

Hera Zafirah.SKM, dan Linda Rahayu.SKM, atas dukungan, do’a dan semangat yang

diberikan kepada penulis, terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

12. Teman-teman kost Umbrella 21 dan Gedap 19, terima kasih atas do’a dan

(9)

13. Teman-teman yang di Peminatan PKIP yang tidak disebutkan satu per satu.

14. Teman-teman PBL di Dusun I Sei Ular Kak Adek, Rudy daulay, Linda, Grace, dan

Oza terima kasih atas kerjasama dan kebersamaannya selama di desa.

15. Adik-adik di FKM Annisa Mentari, Dita, Oji, Aziz, Nia, Dayat, Baim, Heri, Ical,

Mamat, Putri Irsan, terima kasih atas kebersamaannya selama di kampus tercinta.

16. Teristimewa untuk Rahmad Dian Syahputra Sinurat yang senantiasa menemani,

memotivasi, memberikan semangat dan dukungan serta mendoakan penulis.

17. Semua Pihak yang telah memberikan bantuan untuk kelancaran pembuatan skripsi

penulis, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Alllah SWT selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua dan

semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Amin.

Medan, Juli 2012

(10)
(11)

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 56

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 56

3.2.2 Waktu Penelitian ... 56 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 44

4.1.1 Letak Geografis ... 44

4.1.2 Demografi ... 45

4.2 Karakteristik responden ... 45

4.2.1 Umur Responden ... 45

4.2.2 Paritas Responden ... 45

4.2.3 Pendidikan Responden ... 45

4.2.4 Penghasilan Responden ... 45

4.3 Perilaku Pijat Bayi Responden ... 46

4.3.1 Pengetahuan ... 46

4.3.2 Sikap... 50

4.4 Niat Responden ... 46

4.5 Kelompok Acuan Responden ... 46

4.6 Sarana dan Prasarana ... 46

4.7 Tindakan Responden ... 46

BAB V PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 83

(12)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Master Data

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Dari Umur Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli

Tengah tahun 2012 ... 67 Tabel 4.2 Distribusi Frekue nsi Dari Paritas Responden Di Kelurahan

Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2012 ... 67 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Dari PendidikanTerakhir Di

Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 68 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Dari Penghasilan

Responden Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 68 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Pijat

Bayi ... 69 Tabel 4. 6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan responden Tentang

Manfaat Yang Diperoleh Bayi Ketika Dilakukan Pemijatan Pada Bayi ... 69 Tabel 4. 7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Lama

Bayi Boleh Dipijat... 70 Tabel 4. 8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang

Kondisi Bayi Yang Boleh Mendapatkan Pijat Bayi ... 70 Tabel 4. 9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Tentang Efek

Yang Mungkin Terjadi Pada Bayi Jika Pemijatan Dilakukan Tidak Sesuai ... 71 Tabel 4. 10 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden

Terhadap Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan

(14)

Tabel 4. 11 Distribusi Frekuensi Sikap Responden Terhadap 72 Tabel 4. 12 Distribusi Frekuensi Tingkat Sikap Responden Terhadap

Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 74 Tabel 4. 13 Distribusi Frekuensi Niat Responden Tentang Teman,

Tetangga, Keluarga Ibu Menyuruh Melakukan Pijat Bayi

Ke Dukun Bayi ... 74 Tabel 4. 12 Distribusi Frekuensi Niat Responden Tentang Alasan

Memilih Pijat Bayi Ke Dukun Bayi ... 74 Tabel 4. 13 Distribusi Frekuensi Tingkat Niat Responden Terhadap

Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Yang Dilakukan Oleh Dukun Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 ... 75 Tabel 4. 14 Distribusi Frekuensi Keluarga Ibu Apakah Menyarankan

Untuk Melakukan Pijat Bayi Kedukun Bayi ... 75 Tabel 4. 15 Distribusi Frekuensi Tentang Sarana dan Prasarana

Responden ... 75 Tabel 4. 16 Distribusi Frekuensi Responden Yang Memberikan Pijat

Pada Bayi Dalam Keadan Sakit ... 76 Tabel 4. 17 Distribusi Frekuensi Responden Terhadap Keadaan Bayi

Yang Tidak Boleh Dipijat ... 76 Tabel 4. 18 Distribusi Frekuensi Responden Tentang Yang Ibu Lakukan

KetikaBayi Ibu Sudah Selesai Diberikan Pijatan ... 76 Tabel 4. 19 Distribusi Frekuensi Tingkat Tindakan Responden Terhadap

Gambaran Perilaku Masyarakat Suku Jawa Dalam Hal Pijat Bayi Di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori

(15)

ABSTRAK

Pijat bayi sebagai salah satu bentuk bahasa sentuhan ternyata memiliki efek yang positif untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Akan tetapi tetap diperlukan teknik yang tepat dalam melakukan pijat. Sedangkan pijat bayi yang dilakukan dukun pijat bayi banyak yang tidak sesuai dengan teknik pijat bayi yang terdapat dalam pedoman pijat bayi menurut kesehatan.

Jenis penelitian ini bersifat survey deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh ibu suku jawa yang memiliki bayi di Kelurahan Pinangsori yaitu 479 jiwa dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 80 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran karakteristik yang berupa umur sebagian besar responden yaitu berusia 20-35 tahun sebanyak 51,3%, sebahagian besar responden memiliki paritas anak pertama sebanyak 88,8%, sebahagian besar responden memiliki pendidikan tamat SMP sebanyak 58,8%. Sebagian besar pengetahuan responden dikategorikan kurang yaitu sebanyak 48 orang responden (60,00%), sikap responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 72 orang responden (90%), niat responden dikategorikan baik sebanyak 40 orang responden (50%), kelompok acuan yang berperan adalah keluarga, faktor biaya, tempat, jarak juga dapat mempengaruhi ibu dalam melakukan pijat bayi ke dukun bayi dan Tindakan responden dikategorikan sedang yaitu sebanyak 52 orang responden (65%).

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada puskesmas Pinangsori untuk melakukan pertemuan dengan dukun bayi dalam rangka melakukan sosialisasi tehnik pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan dan agar petugas kesehatan di puskesmas Pinangsori turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai pijat bayi yang sesuai dengan pedoman pijat bayi menurut kesehatan kepada masyarakat Kelurahan Pinangsori.

(16)

ABSTRACT

Baby massage as one of the form language of touch, turns out have a positive effects for growth and development the babies. However it still needed the proper technique in conducting baby.While the baby massage that carried out by the Midwife (Traditional Birth Attendants), there aren’t accordance with the baby massage techniques that found in guidelines of baby massage according to health.

The aim of this study is to determine behavior of the Javanese in terms of baby massage which is carried out by the midwife (traditional birth attendants) in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012. This research is descriptive quantitative study with purposive sampling collection technique. The population of this research is whole of ethnic Javanese mothers who had babies in Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah that is 479 respondents and the number of samples taken as many as 80 people.

The results showed that the most of characteristics of majority respondents was 20-35 years old as much as 51.3%. most of the respondents have a parity first child as much as 88.8%, most of the respondents have graduated from junior high school as much as 58,8%, the category of knowledge is in less cat as much as 48 respondents (60,00%), the category of attitude generally is in average as much as 72 respondents (90%), the category of intentions generally in good as much as 40 respondents (50%), the reference group whose instrumental is the family, the cost factor, place and category of respondents action generally is in average as much as 52 respondents (65%).

From the results of this study suggested to Department of Health Tapanuli Tengah districts to conduct supervision to the midwife (traditional birth attendants) in carried out the baby massage in Kelurahan Pinangsori that collaboration with Pinangsori Health Center and Kelurahan Pinangsori.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap manusia berkeinginan untuk hidup sehat atau paling tidak akan

mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Tindakan manusia dalam

mempertahankan kesehatan tersebut mengakibatkan terjadinya pemanfaatan

pelayanan kesehatan yang ada, baik pengobatan modern maupun pengobatan

tradisional. (Tinendung, 2008)

Pengobatan tradisional yang telah lazim dipergunakan, digunakan sebagai

istilah pembanding pengobatan modern atau pengobatan di luar pengobatan

kedokteran barat. Padahal di barat, pengobatan tradisional sudah modern, keduanya

menjadi alternatif yang dipilih pasien. Pengobatan tradisional dan modern bisa

dijadikan komplementer yang saling melengkapi (Melinda, 2009)

Menurut Azwar (2001) masyarakat di Indonesia lebih menyukai pengobatan

tradisional dibandingkan ke rumah sakit atau dokter. Pendapat diatas didukung oleh

data susenas 2007 (Depkes),menunjukkan 38,7 % masyarakat menggunakan obat

tradisional 28,1 % masyarakat mencari pengobatan dengan cara tradisional untuk

mengatasi masalah kesehatan, seperti ke dukun, tabib, dan sebagainya. Sedangkan

65,1 % lainnya melakukan pengobatan sendiri baik dengan obat modern maupun obat

tradisional. Kenyataan itu mungkin didukung dengan isu global kembali ke alam

(back to nature), sehingga menambah keyakinan mereka akan pengobatan tradisional. Banyak faktor yang memengaruhi tindakan dalam mencari pola pengobatan

(18)

ekonomi, maupun faktor dari luar yaitu sarana kesehatan serta sikap dan perilaku

petugas. Menurut Weber yang dikutip oleh Sarwono (1997), individu melakukan

suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran

atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu ini merupakan

tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan

sarana-sarana yang paling tepat

Sementara di Indonesia, sumber pengobatan mencakup tiga sektor yang saling

berhubungan yaitu pengobatan sendiri, pengobatan medis profesional, dan

pengobatan tradisional. Berdasarkan data Depkes RI (2009), diketahui bahwa

62,65% penduduk Indonesia yang sakit melakukan pengobatan sendiri dan sisanya ke

pengobatan medis, pengobat tradisional, dan tidak berobat. Menurut Azwar didalam

Melinda (2009), masyarakat di Indonesia lebih menyukai pengobatan tradisional

dibandingkan ke rumah sakit atau dokter.

Pengobatan dan penyembuhan suatu jenis penyakit yang dilakukan baik

secara tradisional dengan memanfaatkan tenaga pengobat tradisional (dukun, datuk

maupun tabib) maupun pengobatan serta penyembuhan jenis penyakit yang dilakukan

secara modern dengan memanfaatkan tenaga medis serta dengan mempergunakan

peralatan kedokteran yang serba modern. Kedua jenis (cara) ini saling berbeda dan

tidak dapat dipertemukan dan sampai saat ini kedua cara ini masih diperlukan oleh

masyarakat, baik masyarakat yang berada di perkotaan maupun masyarakat yang

berada di pedesaan (Lubis, 1995).

Menurut Melinda (2009), walaupun pelayanan kesehatan modern telah

(19)

pengobatan tradisional tetap tinggi. Bahkan ada kecenderungan minat masyarakat

terhadap pengobatan tradisional meningkat baik yang asli Indonesia maupun yang

berasal dari luar Indonesia dikarenakan meningkatnya arus masuk obat tradisional,

suplemen/herbal dan alat pengobatan dari luar negeri. Menurut Notoatmodjo (2003)

ada beberapa respons seseorang apabila sakit adalah tidak bertindak/kegiatan apa-apa

(no action), tindakan mengobati sendiri, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas

pengobatan tradisional (traditional remedy), mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop), mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modren yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga

kesehatan swasta, mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modren yang

diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine) .

Data berdasarkan hasil penelitian Tukiman dan Jumirah (2001) dalam Sitorus

(2003) tentang “Perilaku masyarakat terhadap timbulnya gejala penyakit” diketahui

bahwa ketika mengalami sakit ada sebanyak 5% yang membiarkan penyakitnya tanpa

melakukan pengobatan, 5% melakukan pengobatan dengan cara sendiri, diobati

dengan jamu sebanyak 9%, memakai obat bebas sebanyak 63%, pergi ke

dokter/puskesmas sebanyak 18%. Artinya ketika mengalami sakit, sebagian besar

orang-orang akan melakukan pengobatan dengan berbagai cara. Pola pengobatan

yang dilakukan masyararakat didasarkan oleh pola pencarian pengobatan yang

dipahami dan diyakininya.

Patut diakui bahwa teknologi kedokteran yang ada saat ini belum sepenuhnya

mampu mengatasi setiap masalah kesehatan, terlebih dengan semakin

(20)

penyakit justru diketahui sebagai dampak kemajuan di bidang deteksi penyakit,

seperti penyakit genetik, keganasan dan lain sebagainya. Dengan kesadaran ini mau

tidak mau dunia kedokteran tidak bisa menutup mata dengan kemajuan pengobatan

tanpa ilmu dan teknologi kedokteran, walaupun terkadang ada metode yang terlihat

tidak rasional termasuk pijat kepada bayi (Lubis, 1995).

Bayi merupakan makhluk lemah dan sensitif yang memerlukan perawatan

secara menyeluruh dan penuh dengan kasih sayang untuk memberikan rasa aman dan

nyaman pada bayi. Pada umumnya bayi mudah terserang penyakit karena bayi belum

mampu/belum memiliki daya tahan tubuh yang baik/kuat, oleh sebab itu orangtua

harus berpartisipasi dalam merawat bayi sebelum sakit dan ketika sakit. Bila terdapat

tanda bayi sakit maka segera orang tua mengambil kebijakan untuk membawa

bayinya ke fasilitas kesehatan, untuk menghindari keparahan dari penyakit yang

dialami bayi maka beberapa orangtua memilih untuk melakukan pengobatan dengan

pijat bayi.

Sentuhan dan pijatan pada bayi segera setelah kelahiran merupakan kontak

tubuh kelanjutan yang diperlukan bayi untuk mempertahankan rasa aman. Sentuhan

dan pandangan dengan penuh kasih sayang yang ibu berikan kepada buah hati

melalui pijatan akan direspon oleh bayi sebagai bentuk perlindungan, perhatian dan

ungkapan cinta kepada bayi, sehingga akan menguatkan hubungan ibu dengan

anaknya dan mengalirkan kekuatan jalinan kasih antara keduanya (Roesli, 2001).

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, para pakar

telah membukt ikan bahwa terapi sentuh dan pijat menghasilkan perubahan psikologi

(21)

tubuh, dan kecerdasan emosi yang lebih baik. Ilmu kesehatan modern telah

membuktikan secara ilmiah bahwa terapi sentuh dan pijat pada bayi mempunyai

banyak manfaat terutama bila dilakukan sendiri oleh orang tua bayi. Penelitian

tentang pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi memperoleh hasil

bahwa pada kelompok kontrol kenaikan berat badan sebesar 6,16%, sedangkan pada

kelompok yang dipijat 9,44% (Prasetyono, 2009)

Penelitian Field & Scafidi (1986) menunjukkan bahwa pada bayi yang dipijat

akan terjadi peningkatan tonus nervus vagus (saraf otak). Peningkatan aktivitas

nervus vagus akan meyebabkan peningkatan produksi enzim penyerapan seperti gastrin dan insulin sehingga penyerapan makanan menjadi lebih baik. Kondisi inilah

yang dapat menjelaskan berat badan bayi yang dipijat lebih meningkat (Indah, 2010).

Menurut penelitian T.Field (1986) dan Scafidi (1990), menunjukkan bahwa pada 20

bayi prematur (berat badan 1.280 dan 1.176 gr), yang dipijat selama 3 kali 15 menit

selama 10 hari, terjadi kenaikan berat badan 20% - 47% per hari, lebih dari yang tidak

dipijat (Indah, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dasuko (2003) tentang

pengaruh pijat bayi terhadap kenaikan berat badan bayi memperoleh hasil bahwa

pada kelompok kontrol kenaikan berat badan sebesar 6,16%, sedangkan pada

kelompok yang dipijat 9,44% (Amelia, 2010)

Pijat bayi menjadi penyelesaian masalah dari setiap ibu yang mempunyai

bayi. Dengan memijat bayi-bayi mereka, rasa percaya diri orang tua bertambah.

Mereka belajar untuk memperhatikan dan memahami reaksi bayi-bayi pada saat

disentuh, mengetahui perkembangan naluri alamianya, apa-apa yang disukai dan

(22)

terkadang menjadi sabar disaat mereka tidak sanggup menenangkannya. Saat para

orang tua memperhatikan dan mengenali reaksi anak-anaknya dan memberikan

responnya, para bayi memberikan reaksinya kembali dan terbangunlah sebuah

hubungan yang positif di antara mereka (Ameilia, 2010)

Pijat bayi merupakan salah satu bentuk pengobatan tradisional terapi sentuh

tertua yang dikenal manusia dan yang paling populer. Dengan kata lain pijat bayi

adalah seni perawatan di bidang kesehatan dan pengobatan tradisional yang

dipraktekkan sejak berabad-abad silam (Indah, 2010). Laporan tertua tentang seni

pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus Ebers, yaitu catatan kedokteran zaman

Mesir Kuno, Ayur-Veda buku kedokteran tertua di India (sekitar 1800 sebelum

Masehi) yang menuliskan tentang pijat, diet dan olahraga sebagai cara penyembuhan

utama masa itu. Sekitar 5000 tahun yang lalu para dokter di cina dari Dinasti Tang

juga meyakini bahwa pijat bayi adalah salah satu 4 teknik pengobatan penting

(Roesli, 2001).

Pijat bayi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia di

Cina. Masyarakat Cina modern telah lebih dulu mengenal pijat bayi modern. Namun,

negara-negara di daratan Asia lain yang telah lama mengenal pijat bayi sebagai seni

dan terapi adalah Mesir kuno dan India. (Surbakti , 2008).

Perkembangan pijat bayi khususnya di India, pijat bayi menjadi bagian tradisi

dalam perawatan keseharian. Para ibu mempelajari teknik pemijatan dari ibu mertua

atau ibu mertua. Terkadang, pijatan mulai dilakukan pada hari pertama bayi baru

lahir, tapi biasanya saat bayi berumur lima hari, yaitu saat tali pusar sudah lepas dan

(23)

Pijat bayi di Afrika telah menjadi bagian dari kepercayaan dan sugesti yang

sangat kuat sejak zaman nenek moyang mereka. Keterbatasan dan kekurangan dalam

akses pengetahuan serta kesejahteraan menyebabkan terbatasnya masyarakat Afrika

kuno untuk belajar. Karenanya, ketika terjadi masalah kesehatan, pijat bayi adalah

pilihan yang sangat diandalkan. Berbagai penyakit disembuhakan dengan cara

pemijatan. Kini, pijat bayi menjadi aktivitas rutin para orangtua di Afrika agar

anaknya tumbuh sehat. Beberapa teknik pijat bayi ala Afrika bahkan ditiru oleh

negara-negara lain. Sementara itu, bangsa Eropa kuno di duga telah lama mengenal

pijat bayi, bahkan sejak tanah Eropa didiami manusia.

Pijat bayi ini dilakukan sebagai penyembuhan berbagai macam penyakit dan

penenang. Kemudian ketika orang-orang Yunani semakin giat berlomba-lomba dalam

ilmu pengetahuan, berbagai temuan kemudian bermunculan. Banyak ilmuan Yunani

yang menghasilkan temuan dalam bidang kesehatan. Para ilmuan menulis buku dan

disebarkan kepada masyarakat.

Kini bangsa Eropa telah menjadi bangsa yang memimpin dalam bidang

kedokteran. Pijat bayi pun dikenal sebagai bagian penting dalam perawatan dan

kebiasaan sehat bayi. Para dokter dan ilmuan semakin banyak yang

merekomendasikan pentingnya pemijatan bagi bayi karena banyak manfaatnya.

Di Indonesia, pijat adalah metode penyembuhan tradisional yang sangat

akrab bagi masyarakat. Namun, pijat tradisional ini tidak diimbangi dengan

penjelasan ilmiah dan manfaatnya. Pijat tradisional hanya diyakini dengan sugesti.

Pijat bayi yang dimasyarakatkan di Indonesia tepatnya diperkotaan ini dapat dimulai

(24)

telah menjadi kebiasaan bagi ibu-ibu modern karena kebanyakan dari mereka

melakukan proses persalinan dan kelahiran dirumah sakit. Rumah sakit inilah yang

biasanya memperkenalkan pijat bayi kepada pasiennya sebagai terapi sehat dan

bermanfaat. Beda halnya kita temukan di pedesaan, pijat bayi yang dilakukan oleh

dukun pijat dengan ilmu yang turun-temurun hanya ditujukan untuk menyembuhkan

penyakit (Surbakti , 2008).

(25)

Penduduk Sumatera Utara yang memiliki penduduk multi etnik dan

kebudayaan yang beraneka ragam mempunyai warisan pusaka pengobatan tradisional

yang telah digunakan turun temurun secara meluas oleh masyarakat dan menjadi

milik masyarakat. Walaupun pelayanan modern telah berkembang di Indonesia dan

khususnya di daerah Sumatera Utara, namun penggunaan fasilitas kesehatan belum

mampu menjangkau masyarakat secara luas karena faktor biaya, hubungan sosial,

komunikasi maupun kebiasaan/tradisi khususnya dalam hal pijat bayi. Daerah

perkotaan di Sumatera Utara pijat bayi biasanya diperkenalkan kepada pasien oleh

rumah sakit atau bidan tempat proses persalinan. Berbeda dengan daerah pedesaan,

dimana masyarakat pedesaan pada umumnya memanfaatkan pelayanan kesehatan

yang bersifat tradisional seperti pelayanan ke dukun bayi.

Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu kabupaten yang ada di

wilayah Privinsi Sumatera Utara yang memiliki 15 kecamatan dengan jumlah

penduduk di tahun 2010 sebanyak 311.232 orang. Kabupaten Tapanuli Tengah

memiliki penduduk multi etnik yaitu suku Batak, Minang, Jawa - Madura, Bugis,

Cina, Aceh, Melayu, Sunda, dan lain-lain. Penggunaan Pengobatan tradisional pijat

bayi oleh dukun bayi menurut persepsi masyarakat suku Jawa di Kabupaten Tapanuli

Tengah pijat bayi merupakan salah satu pengobatan tradisional yang cukup popular

dikalangan ibu khususnya yang bersuku Jawa untuk mengobati bayi mereka ataupun

untuk mencegah anak mereka terhindar dari sakit yang biasanya dilakukan oleh

dukun pijat bayi di beberapa kecamatan di Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kecamatan Pinangsori merupakan salah satu kecamatan yang berada di

(26)

Kabupaten Tapanui Tengah dan Kotamadya Sibolga yang membuat wilayah ini

sangat dekat dengan fasilitas kesehatan. Kecamatan Pinangsori memiliki 7 kelurahan

dengan jumlah penduduk 22.550 orang.

Kelurahan Pinangsori merupakan salah satu wilayah di kecamatan pinangsori

yang memiliki jumlah penduduk 8560 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 1651

jiwa/km2. Kelurahan Pinangsori merupakan salah satu wilayah yang dihuni dengan

mayoritas suku jawa. Rasio perbandingan berdasarkan suku antara suku jawa dan

selain suku jawa adalah 55% dan 45%. Di Kelurahan Pinangsori pengobatan

tradisional masih bekembang dengan baik termasuk dalam penggunaan jasa dukun

bayi dalam melakukan pijat bayi, dimana suku Jawa di Kelurahan Pinangsori ini

memiliki kepercayaan bahwa bayi mereka yang sedang sakit akan semakin sehat jika

semakin sering diberikan pijat bayi, selain itu jika bayi mereka sering menangis maka

ada kepercayaan bahwa sang bayi sedang lelah dan ingin diberikan pijat bayi. Karena

ditujukan untuk menyembuhkan penyakit, pijat bayi sering dipaksakan. Akibatnya,

bayi menangis keras dan meronta-ronta. Setelah dipijat, bayi lelap karena kelelahan

menangis, bukan karena tenang setelah dilakukan pemijatan oleh sang dukun bayi.

Selama ini pemijatan tidak hanya dilakukan bila bayi sehat, tetapi juga pada

bayi sakit atau rewel dan sudah menjadi rutinitas perawatan bayi setelah lahir

(Prasetyono, 2009). Padahal sudah banyaknya penelitian yang ditemukan tentang tata

cara pemijatan bayi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tetapi masyarakat Suku

Jawa di Kelurahan Pinangsori masih kerap melakukan pemijatan bayi kepada dukun

bayi dan ini akan membahayakan bagi bayi. Hal ini dikarenakan menurut Brainbridge

(27)

kesehatan bayi sebelum dilakukan pemijatan. Apabila dilakukan pemijatan pada bayi

yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik, hal ini dapat menyebabkan

penyakitnya akan semakin parah. Bayi tidak boleh diberikan pemijatan pada saat bayi

dalam keadaan demam jika kita tidak yakin apa yang menjadi penyebabnya. Pijat

bayi yang dilakukan pada bayi yang terkena kanker akan menyebabkan kanker

tersebut bisa menyebar. Selain itu, apabila bayi memiliki alergi dan diberikan

pemijatan dengan menggunakan minyak yang sembarangan maka hal ini dapat

menimbulkan alergi yang semakin banyak dan dapat menimbulkan iritasi pada kulit

bayi. Pernyataan Roesli, (2008) yang mengatakan bahwa cara pemijatan pada setiap

umur bayi berbeda. Jika seluruh gerakan pemijatan dilakukan dengan tekanan dan

waktu yang lama ketakutannya akan berakibat terjadinya pergeseran atau gangguan

pada struktur tulang pada bayi. Oleh sebab itu, Bayi yang berusia 0-3 bulan

disarankan lebih mendekati usapan-usapan dan gerakan halus disertai dengan tekanan

yang ringan dalam waktu yang singkat. Hal ini juga di dukung oleh pernyataan

Surbakti, (2008) yang mengatakan bahwa pijat bayi merupakan teknik relaksasi yang

lembut dan jarang menyebabkan efek samping. Namun bila pemijatan dilakukan

terlalu dalam, dapat menyebabkan pendarahan serta penumpukan darah pada organ

vital seperti hati.

Pada umumnya dukun bayi di Pinangsori hanyalah masyarakat biasa yang

tidak memiliki pendidikan, bahkan ada yang buta huruf. Pekerjaan sebagai dukun

bayi umumnya tidak bertujuan untuk mencari uang, tetapi panggilan untuk menolong

sesama tetapi tidak jarang dukun bayi ini juga menerima upah ataupun ongkos yang

(28)

bayi. Disamping menjadi dukun bayi mereka mempunyai pekerjaan lainnya yang

tetap seperti bertani atau berdagang sehingga dapat dikatakan pekerjaan dukun bayi

hanyalah pekerjaan sambilan. Selain itu, dukun bayi di kelurahan Pinangsori

merupakan orang yang cukup dikenal dan dihormati oleh masyarakat dikelurahan

Pinangsori. Dukun bayi di Pinangsoi merupakan orang tua yang dapat dipercayai dan

sangat besar pengaruhnya pada keluarga yang mereka tolong.

Pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori tidak

mengetahui ketentuan-ketentuan yang seharusnya dilakukan sebelum dan sesudah

melakukan pijat bayi yang sesuai dengan ketentuan medis. Disamping Hal ini sesuai

menurut pendapat pendapat Heath, (2006) bahwa sebelum melakukan pijat bayi ada

ketentuan persiapan pemijatan seperti pemeriksaan kondisi fisik seorang bayi

sebelum dilakukan pemijatan untuk memastikan kondisi kesehatan bayi, penggunaan

alat untuk pijat bayi seperti minyak zaitun (Olive Oil), ketentuan bayi yang boleh dipijat dan tehnik pemijatan bayi yang sesuai dengan ketentuan medis. Hal ini

didukung oleh pernyataan Roesli, (2008) yang mengatakan bahwa sebelum

melakukan pijat bayi, seharusnya seorang pemijat harus mengatahui petunjuk

pemijatan bayi, pedoman dasar pijat bayi, urutan pijat bayi yang sesuai dengan

ketentuan medis, agar memberikan manfaat yang maksimal bagi bayi.

Menurut observasi peneliti, Pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di

kelurahan Pinangsori belum mengikuti pedoman dan tahapan pemijatan bayi dengan

baik. Dukun bayi di kelurahan Pinangsori pada umumnya memijat bayi yang sedang

dalam keadaan sakit. Hal ini tidak sesuai menurut pedoman yang sebaiknya bayi yang

(29)

pemijatan dalam keadaan sakit sebaiknya harus dilakukan pemeriksaan kondisi

kesehatan apabila tidak diketahui penyebabnya. Pada umumnya pijat bayi yang

dilakukan oleh dukun bayi dikelurahan Pinangsori ditujukan untuk mengatasi

penyakit, pijat bayi ini sering dipaksakan. Akibatnya, bayi menangis keras dan

meronta-ronta. Setelah dipijat, bayi lelap karena kelelahan menangis, bukan karena

tenang. Sedangkan pijat bayi sehat yang dimasyarakatkan seharusnya menunggu

kesiapan bayi. Hal ini akan membuat bayi senang. Setelah itu, menjadi santai dan

tidur karena puas dan nyaman. Selain itu, minyak pijat bayi yang dipakai oleh dukun

bayi di kelurahan Pinangsori menggunakan ramuan-ramuan pemijatan yang

terkadang tidak menjamin aman bagi kulit bayi. Misalnya parutan jahe, bawang, atau

dedaunan yang dihancurkan dan dicampurkan kedalam minyak tanpa melakukan tes

alergi pada kulit bayi terlebih dahulu. Ramuan ini mengandung minyak atsiri yang

dapat menyebabkan rasa gatal, panas, atau perih pada kulit bayi. Hal Berbeda dengan

pedoman yang dilakukan secara medis, minyak yang dipakai untuk pemijatan

sebaiknya harus dilakukan tes alergi sebelum dioleskan ke permukaan kulit bayi

untuk meyakinkan kulit bayi tidak mengalami alergi atau iritasi yang disebabkan

ramuan-ramuan atau minyak yang digunakan

Oleh karena itu, hal ini bertentangan dengan cara pandang masyarakat di

Kelurahan Pinangsori tentang pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi. Masyarakat

di Kelurahan Pinangsori memilih pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi. Hal ini

dikarenakan unsur pengalaman masa lalu, unsur sosial budaya dan pengetahuan yang

(30)

persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah yang sering menimbulkan

masalah dalam melaksanakan program kesehatan khususnya dalam hal pijat bayi.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa, walaupun pengobatan modern seperti

tenaga medis dan dokter telah banyak tersebar baik di daerah perkotaan maupun

pedesaan, namun pengobatan secara tradisional pada dukun bayi masih berfungsi

dalam masyarakat baik masyarakat kota maupun masyarakat desa, sehingga setiap

individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi,

pemahaman dan penafsiran atas pijat bayi. Tindakan individu ini merupakan tindakan

sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan sarana-sarana yang

paling tepat.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat

dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran perilaku masyarakat

suku Jawa dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan

Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku masyarakat suku Jawa dalam hal pijat

bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori

(31)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, parietas, pendidikan, penghasilan

keluarga) ibu dalam melakukan pijat bayi ke dukun bayi di Kelurahan Pinangsori

Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam hal pijat bayi yang dilakukan

oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2012

3. Untuk mengetahui tingkat sikap ibu dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh

dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli

Tengah Tahun 2012

4. Untuk mengetahui niat ibu dalam menggunakan jasa dukun bayi untuk

melakukan pijat bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten

Tapanuli Tengah Tahun 2012.

5. Untuk mengetahui kelompok acuan dalam hal penggunaan pijat bayi yang

dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

6. Untuk mengetahui Sarana dan Prasarana yang digunakan dalam melakukan pijat

bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah

Tahun 2012.

7. Untuk mengetahui tingkat tindakan ibu dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh

dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli

(32)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi mengenai gambaran perilaku masyarakat Suku

Jawa dalam hal pijat bayi yang dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan

Pinangsori Kecamatan Pinangsori Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

2. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan untuk melakukan berbagai kegiatan

mengenai pemberian informasi kesehatan khususnya mengenai pijat bayi yang

dilakukan oleh dukun bayi di Kelurahan Pinangsori Kecamatan Pinangsori

Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012.

3. Sebagai masukan bagi berbagai pihak yang akan melanjutkan penelitian ini

ataupun penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian ini.

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.

Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi

manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan

tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang

terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini

bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif

(melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya perilaku kesehatan dapat

dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan

lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang

kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.

Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor

perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi

oleh 3 faktor yaitu :

1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti

status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih

(34)

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang

terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai

macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan

pemerintah dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku

petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang-undang,

peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait

dengan kesehatan.

Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan

sebagainya) (Notoadmojo, 1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi diluar

objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).

Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan

rangsangan.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak

perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam

tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat

non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan perilaku

manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budi

(35)

3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan terahadap

situasi dan rangsangan dari luar.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi

melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu indra penglihatan,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (ever behavior). Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang

dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung ataupun melalui

pengalaman orang lain. Pengetahuan dapat ditingkatkan melalui penyuluhan baik

secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan yang

bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat

dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan optimal.

Menurut Notoatmodjo (1993), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu:

1. Tahu (know)

Diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap

(36)

diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan, mendefenisikan, mengatakan.

2. Pemahaman (Comprehension)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

telah memahami terhadap objek atau materi atau harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyampaikan, meramalkan terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan buku, rumus, metode, prinsip dalam

konteks, atau situasi lain. Misalnya adalah dapat menggunakan rumus statistik dalam

perhitungan-perhitungan hasil penelitian dan dapat menggunakan prinsip-prinsip

siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus-kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata

kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan

dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan

(37)

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi

yang ada. Misalnya: dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan-kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria

yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.

Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkatan-tingkatan di atas (Notoadmojo, 2003).

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap tidak langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan

terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan

sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial

(Notoadmojo, 1993).

Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk merespon

(secara positif atau negatif) terhadap orang, objek atau situasi tertentu. Sikap

mengandung suatu penelitian emosional/afektif (senang, benci, sedih dan

(38)

yang berbeda-beda (sangat benci, agak benci, dan sebagainya). Sikap itu tidaklah

sama dengan perilaku dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang.

Sebab sering kali terjadi bahwa seseorang dapat berubah dengan memperlihatkan

tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap sesorang dapat berubah dengan

diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut melalui persuasi serta

tekanan dari kelompok sosialnya.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak langsung dapat

dilihat, tetapi dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.

Allport (1954) dalam Soekijo (1993), menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (kenyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Sikap ini terdiri dari 4 (empat) tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperlihatkan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya. Mengerjakan dan menyelesaikan tugas

(39)

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan

itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah

adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya: seorang ibu yang mengajak ibu

yang lain untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan

tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif

terhadap gizi anak.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Ciri-ciri sikap adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat ini

membedakannya dengan sifat motif-motif biogenetis seperti lapar, haus atau

kebutuhan akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari dan karena itu pula sikap

dapat berubah-ubah pada orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat

tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari atau

(40)

4. Objek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan

kumpulan dari hal-hal tersebut.

5. Sikap mempunyai segi motivasi dari segi-segi perasaan. Sifat ilmiah yang

membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan

yang dimiliki orang (Purwanto, 1999).

Fungsi sikap dibagi menjadi empat golongan, yakni :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Sikap adalah sesuatu yang bersifat

communicable artinya sesuatu yang mudah menjalar sehingga mudah pula menjadi milik bersama.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tahu bahwa tingkah laku anak kecil atau

binatang umumnya merupakan aksi-aksi yang spontan terhadap sekitarnya.

Antara perangsang dan reaksi tidak ada pertimbangan tetapi pada orang dewasa

dan yang sudah lanjut usianya, perangsang itu pada umumnya tidak diberi reaksi

secara spontan akan tetapi terdapat adanya proses secara sadar untuk menilai

perangsang-perangsang itu. Jadi antara perangsang dan reaksi terhadap sesuatu

yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud pertimbangan-pertimbangan

atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu. Jadi antara perangsang dan

reaksi terhadap sesuatu yang disisipkannya yaitu sesuatu yang berwujud

pertimbangan-pertimbangan atau penilaian-penilaian terhadap perangsang itu

sebenarnya bukan hal yang berdiri sendiri tetapi merupakan sesuatu yang erat

hubungannya dengan cita-cita orang, tujuan hidup orang, peraturan-peraturan

kesusilaan yang ada dalam bendera, keinginan-keinginan pada orang itu dan

(41)

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman. Dalam hal ini perlu

dikemukakan bahwa manusia di dalam menerima pengalaman-pengalaman dari

dunia luar sikapnya tidak pasif tetapi diterima secara aktif artinya semua

pengalaman yang berasal dari luar itu tidak semuanya dilayani oleh manusia

tetapi juga manusia memilih mana-mana yang perlu dan mana yang tidak perlu

dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan kepribadian

seseorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang

mendukungnya. Oleh karena itu dengan melihat sikap-sikap pada obyek-obyek

tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut. Jadi sikap

sebagai pernyataan pribadi. Apabila kita akan mengubah sikap sesorang kita

harus mengetahui keadaan sesungguhnya dari sikap orang tersebut dengan

mengetahui keadaan sikap itu kita akan mengetahui pula mungkin tidaknya sikap

tersebut dapat diubah dan bagaimana cara mengubah sikap-sikap tersebut

(Purwanto, 1999).

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya

sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung/suatu kondisi yang

memungkinkan (Notoadmojo, 1993).

Tindakan terdiri dari empat tindakan, yaitu :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang

(42)

2. Respon Terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.

3. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara optimis,

atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat

tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut.

2.2 Theory of Reasoned Action (TRA)

TRA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 untuk melihat hubungan

keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan

sebuah usaha untuk melihat hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002).

Teori alasan berperilaku merupakan teori perilaku manusia secara umum.

Sebenarnya, teori ini digunakan dalam berbagai perilaku manusia, kemudian

berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang berkaitan

dengan perilaku kesehatan (Glanz, 2009).

Teori ini menghubungkan antara keyakinan (belief), sikap (attitude), niat

(intention) dan perilaku. Niat (kehendak) merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya jika ingin mengetahui apa yang dilakukan seseorang, cara terbaik adalah

(43)

perhatian (salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting (Glanz, 2009).

Niat ditentukan oleh sikap dan norma subjektif. Komponen sikap merupakan

hasil pertimbangan untung rugi dari perilaku tersebut dan pentingnya

konsekuensi-konsekuensi bagi individu. Di lain pihak, komponen norma subjektif atau sosial

mengacu pada keyakinan seseorang terhadap bagaimana dan apa yang dipikirkan

orang-orang yang dianggap penting dan motivasi seseorang mengikuti pikiran

tersebut. Jika orang yang dianggap penting (kelompok referensi) menyetujui tindakan

tersebut, terdapat kecenderungan positif untuk berperilaku (Glanz, 2009).

Gambar 2.1 Diagram Theory of Reasoned Action (TRA)

2.3 Konsep Sehat Sakit

Kesehatan adalah suatu konsep yang telah sering digunakan namun sukar

untuk dijelaskan artinya. Faktor yang berbeda menyebabkan sukarnya

mendefenisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun demikian, kebanyakan

sumber ilmiah setuju bahwa defenisi kesehatan apapun harus mengandung paling

tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural (Ryadi, 1982). Sikap yang

mempengaruhi prilaku

Norma Sosial

(44)

Pandangan orang tentang kriteria tubuh sehat atau sakit sifatnya tidaklah

selalu objektif. Bahkan lebih banyak unsur subjektivitasnya dalam menentukan

kondisi tubuh seseorang. Persepsi masyarakat tentang sehat sakit ini sangatlah

dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur sosial budaya.

Sebaliknya petugas kesehatan berusaha sedapat mungkin menerapkan kriteria medis

yang objektif berdasarkan simptom yang nampak guna mendiagnosa kondisi fisik

seorang individu. Perbedaan persepsi antara masyarakat dan petugas kesehatan inilah

yang sering menimbulkan masalah dalam melaksanakan program kesehatan.

(Sarwono, 1992)

Gagasan orang tentang ”sehat” dan ”sakit” sangatlah bervariasi. Gagasan ini

dibentuk oleh pengalaman, pengetahuan, nilai dan harapan-harapan, disamping juga

pandangan mereka tentang apa yang akan mereka lakukan dalam kehidupan

sehari-hari dan kebugaran yang mereka perlukan untuk menjalankan peran mereka (Elwes

dan Sinmett, 1994).

Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat

dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil berbagai

kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan pengobatan

tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: personalistik dan naturalistik

(Foster/Anderson, 2005). Personalistik adalah suatu sistem dimana penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk

supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu,

roh leluhur, atau roh jahat) maupun manusia (tukang sihir atau tukang tenung).

(45)

istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, disini agen yang aktif menjalankan

peranannya. Dalam sistem ini keadaan sehat sesuai dengan model keseimbangan :

apabila unsur-unsur dasar dalam tubuh - ”humor”, yin dan yang, serta dosha dalam Ayurveda – berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu,

maka tercapailah kondisi sehat. Apabila keseimbangan ini terganggu dari luar

maupun dalam oleh kekuatan-kekuatan alam panas, dingin, atau kadang-kadang

emosi yang kuat, maka terjadilah penyakit.

Menurut Jordan dan Sudarti yang dikutip Sarwono (1992), mengatakan bahwa

persepsi masyarakat tentang sehat sakit dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa

lalu, disamping unsur sosial budaya.

Sudarti dan Soejati (2006) menggambarkan secara deskriptif persepsi

masyarakat beberapa daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat

menganggap bahwa sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan

fisik yang menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah

laku rewel, sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit

jika lesu, tidak dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau ”kantong kering” (tidak

punya uang). Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3

bagian yaitu :

1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia.

2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.

3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain).

Untuk mengobati sakit yang termasuk golongan pertama dan ke dua, dapat

(46)

tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan

dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya penanggulangan tergantung

kepada kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit.

2.4 Teori Tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996),

menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit

sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah

Indonesia ini dan tidak akan tercapai derajat kesehatan yang optimal (Azwar, 1996).

Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan

pola-pola penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat

dijelaskan hanya karena ada perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya atau faktor-faktor penting yang

menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan

kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat

diukur berdasarkan unit keluarga. (Sarwono, 1992).

Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan

(47)

2.4.1. TheorySocial Learning

Untuk melangsungkan kehidupannya, manusia perlu belajar. Dalam hal ini

ada dua macam belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya menari, olah raga

mengendarai mobil dan lain sebagainya; dan belajar psikis. Dalam belajar psikis ini

termasuk juga belajar sosial (social learning) yakni, kontak sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran sosial yang telah

dipelajarinya. Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-

respon adalah tingkah laku tiruan (imitation). Teori tentang tingkah laku tiruan yang penting disajikan disini adalah teori dari NE. Miller, dan J. Dollard serta teori A.

Bandura dan RH. Walters.

2.4.1.1 Teori Belajar Sosial dan Tiruan dari NE. Miller dan J. Dollard

Pandangan NE. Miller dan J. Dollard bertitik-tolak dari teori Hull yang

kemudian dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah

laku manusia merupakan hasil proses belajar sosial, kita harus mengetahui

prinsip-prinsip psikologi belajar. Prinsip-prinsip-prinsip belajar ini terdiri atas 4, yakni dorongan

(drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain dan saling dipertukarkan, yaitu dorongan

menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya.

Disebutkan juga ada 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan yaitu :

1. Tingkah laku sama

(48)

berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama

ini tidak selalu tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut

2. Tingkah laku tergantung (matched dependent behavior)

Tingkah laku ini timbul dalam interaksi dua pihak. Salah satu pihak mempunyai

kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua dan sebagainya) dari pihak lain.

Dalan hal ini pihak lain atau pihak yang kuang tersebut akan menyesuaikan tingkah

laku (match) dan akan tergantung (depend) pada pihak yang lebih misalnya, kakak adik yang sedang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka

membawa coklat. Mendengar ibunya pulang, si kakak segera menjemput ibunya,

kemudian diikuti oleh si adik. Ternyata mereka mendapat coklat (ganjaran). Adik

yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meskipun kakaknya

tidak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang pulang dari pasar

3. Tingkah laku salinan (copying behavior)

Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah

laku atas isyarat yang berupa tingkah laku yang diberikan oleh model. Pengaruh

ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan.

Perbedaannya dalam tingkah laku tergantung si peniru hanya bertingkah laku

terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja, sedangkan pada tingkah

laku salinan si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa lalu maupun

yang akan dilakukan di masa mendatang. Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah

laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang ini akan dijadikan patokan oleh si

peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang,

(49)

2.5. Aspek Sosial Budaya Dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan

Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang

berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi

ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara

kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002).

2.5.1. Faktor Sosial Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan

a. Cendrung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua.

b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan

berpendidikan tinggi.

c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan

penganut agama lain.

d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan.

(Sarifano, 2002).

2.5.2. Faktor Budaya Dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan

diantaranya adalah :

a. Rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil.

b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan.

c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman.

d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan

tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga

(50)

e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi

pelayanan kesehatan.

2.6 .Reaksi Dalam Proses Mencari Pengobatan

Menurut Suchman yang dijabarkan oleh Sarwono (2004), menganalisa pola

proses pencarian pengobatan dari segi individu maupun petugas kesehatan. Menurut

pendapatnya, terdapat lima macam reaksi dalam proses pencarian pengobatan:

1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan

sesuai dengan harapan si sakit.

2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan

dukun.

3. Procastination ialah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya.

Gambar

Tabel  4.1 Distribusi Frekuensi Responden Dari Umur Di Kelurahan
Gambar 2.1 Diagram Theory of Reasoned Action (TRA)
Tabel diatas menunjukkan bahwa sarana kesehatan yang tersedia di
Tabel 4.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Informasi tentang PMS yang diperoleh dari responden sebagian besar adalah dari tenaga kesehatan yaitu sebanyak 36 orang (90%), hal ini menunjukkan bahwa tenaga kesehatan