• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA

PENENTUAN KANDUNGAN FENOLAT DAN

FLAVONOID TOTAL DARI BUAH PARIJOTO

(Medinilla speciosa Blume)

SKRIPSI

LELIANA NURUL WACHIDAH

NIM. 109102000052

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERTA

PENENTUAN KANDUNGAN FENOLAT DAN

FLAVONOID TOTAL DARI BUAH PARIJOTO

(Medinilla speciosa Blume)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

LELIANA NURUL WACHIDAH

NIM. 109102000052

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

Nama : Leliana Nurul Wachidah Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Antioksidan Serta Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa

Blume)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antioksidan serta untuk menentukan kandungan fenolat dan flavonoid total dari ekstrak kasar dan fraksi-fraksi (n-heksan, etil asetat dan metanol) dari buah Medinilla speciosa Blume (Melastomataceae). Aktivitas antioksidan ditentukan dengan metode DPPH (2,2 difenil-1-pikrilhidrazil). Kandugan fenolat dan flavonoid total ditentukan secara spektrofotometri masing-masing menggunakan reagen Folin-Ciocalteu dan AlCl3

yang hasilnya dinyatakan dalam ekuivalen asam galat (mg GAE/g ekstrak) dan ekuivalen rutin (mg RE/g ekstrak). Hasil menunjukkan bahwa fraksi etil asetat memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 20,43 μg/mL, diikuti

oleh fraksi metanol, ekstrak kasar dan fraksi n-heksan dengan nilai IC50

masing-masing 46.65, 48.24 dan 292.44 μg/mL, dibandingkan dengan vitamin C sebagai kontrol positif (17.52 μg/mL). Fraksi etil asetat memberikan kandungan fenolat total

tertinggi (580 mg GAE/g ekstrak), diikuti ekstrak kasar, fraksi metanol dan fraksi

n-heksan masing-masing 408, 388 dan 86 mg GAE/g ekstrak. Fraksi etil asetat juga memperlihatkan kandungan flavonoid total tertinggi (184 mg RE/g ekstrak), diikuti fraksi metanol, ekstrak kasar dan fraksi n-heksan masing-masing 164, 156 dan 82 mg RE/g ekstrak. Penemuan ini memperlihatkan bahwa buah M.speciosa

berpotensi memiliki potensi sebagai antioksidan alami.

(7)

Name : Leliana Nurul Wachidah Program Study : Pharmacy

Title : Antioxidant Activity and Estimation of Total Phenolic and Total Flavonoid from Medinilla speciosa Blume Fruits

This present study was conduct to investigate the antioxidant activity and determine the total phenolic and flavonoid content of crude extract and fractions (n-hexane, ethyl acetate and methanol) of fruit of Medinilla speciosa Blume (Melastomataceae). Antioxidant activity was carried out by DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl)method. Total phenolic and flavonoid content were measured by Folin-Ciocalteu and AlCl3 reagents respectively, which results were expressed in

gallic acid equivalent (mg of GAE/g of extract) and rutin equivalent (mg of RE/g of sample). The result showed that ethyl acetate fraction gave the highest antioxidant activity with IC50 value 20.43 μg/mL, followed by methanol fraction,

crude extract and n-hexane fraction with IC50 value 46.65, 48.24 and 292.44

μg/mL respectively, compared with positive control ascorbic acid (17.52 μg/mL). Ethyl acetate fraction gave the highest amount of total phenolic content with 580 GAE/g of extract followed by crude extract, methanol fraction and n-hexane fraction with 408, 388 and 86 mg GAE/g of extract respectively. Ethyl acetate fraction exhibited the highest amount of total flavonoid content with 184 mg RE/g extract, followed by methanol fraction, crude extract and n-hexane fraction with 164, 156 and 82 mg RE/g extract respectively. These finding showed that fruit of

M.speciosa is potential for the development of an antioxidant agent.

(8)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan

karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi.

Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa

petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau.

Skripsi dengan judul “Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total

Serta Uji Aktivitas Antioksidan dari Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume)”

ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi

penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. H. Chairul, Apt selaku pembimbing pertama dan

Ibu Dr. Azrifitria, M.Si., Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki

andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini,

semoga segala bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan

yang lebih baik di sisi-Nya.

2. Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat

menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Bambang Sunarko selaku Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia beserta staf atas penggunaan segala fasilitas

dan bantuannya selama penelitian.

4. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

(9)

Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam

Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak H. Sapuan panutan dalam keluarga dan Ibu Hj. Indarti wanita

terhebat dalam hidup ini yang selalu memberikan doa, dukungan serta

nasihat. Serta Kak Khoirul Roziqin dan adik-adikku Anam, Firman, Anis

yang selalu memberikan keceriaan dalam kehidupan ini.

8. Bapak Rubawi dan keluarga yang telah membantu mengumpulkan sampel

buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) dari Gunung Muria Kudus.

9. Rekan-rekan CSS MoRA 2009 (Community Santri Scholar of Ministry of

Religious Affair), teman-teman Farmasi 2009, teman-teman “PIM

LOVERS”, terkhusus untuk sahabat-sahabat terbaik Dila, Dhea, Nuyung,

Omi, Fina, Mila, Fitri, Fatimah, Wali, Ziza, Lulu’, Ferry, Emma, Neneng, Ainul, Dyah, Cucut, Nurul, Zaky, Gianti, Hani, Arif, yang selalu

memberikan keceriaan dalam masa perkuliahan hingga penulisan skripsi

ini selesai.

10.Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian di

laboraturium LIPI, Teh Lina dan Teh Ana.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati,

saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini.

Saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat member

sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta dan pembaca pada umumnya.

Ciputat, 30Juli 2013

(10)
(11)

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

2.5Senyawa Fenolat dan Flavonoid ... 11

2.6Penapisan Fitokimia ... 15

2.7Metode Ekstraksi ... 18

2.8Spektrofotometer UV-Vis ... 20

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 23

3.4.1 Pembuatan Ekstrak Kasar ... 25

3.4.2 Partisi Ekstrak Kasar ... 25

3.4.3 Uji Susut Pengeringan ... 26

3.4.4 Penapisan Fitokimia ... 26

3.4.5 Uji Aktivitas Antioksidan ... 28

(12)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1Hasil Penelitian ... 32

4.1.1 Hasil Ekstraksi dan Partisi ... 32

4.1.2 Hasil Uji Penapisan Fitokimia ... 32

4.1.3 Hasil Uji Susut Pengeringan ... 33

4.1.4 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan ... 33

4.1.4 Hasil Kandungan Fenolat Total ... 36

4.1.5 Hasil Kandungan Flavonoid Total ... 38

4.2Pembahasan ... 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1Kesimpulan ... 50

5.2Saran ... 50

(13)

Gambar 1. Buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) ... 5

Gambar 2. Struktur kimia 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil ... 10

Gambar 3. Struktur kimia asam galat ... 13

Gambar 4. Kerangka dasar flavonoid... 13

Gambar 5. Struktur kimia rutin ... 15

Gambar 6. Reaksi uji mayer ... 15

Gambar 7. Reaksi uji dragendorff ... 16

Gambar 8. Mekanisme reaksi pembentukan garam flavilium ... 16

Gambar 9. Reaksi hidrolisis saponin dalam air ... 17

Gambar 10. Skema instrumentasi spektrofotometer UV-VIS ... 21

Gambar 11. Kurva aktivitas antioksidan vitamin C ... 33

Gambar 12. Kurva aktivitas antioksidan ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol ... 35

Gambar 17. Kandungan flavonoid total ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol ... 39

Gambar 18. Reaksi DPPH dengan antioksidan ... 43

Gambar 19. Reaksi folin-ciocalteu dengan senyawa fenol ... 46

Gambar 20. Aktivitas antioksidan dari vitamin C ... 64

Gambar 21. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar ... 64

Gambar 22. Aktivitas antioksidan dari fraksi n-heksan ... 64

Gambar 23. Aktivitas antioksidan dari fraksi etil asetat ... 65

Gambar 24. Aktivitas antioksidan dari fraksi metanol ... 65

Gambar 25. Kandungan senyawa fenolat dari asam galat ... 66

Gambar 26. Kandungan senyawa fenolat dari ekstrak kasar ... 66

Gambar 27. Kandungan senyawa fenolat dari fraksi n-heksan ... 66

Gambar 28. Kandungan Senyawa fenolat dari fraksi etil asetat ... 66

Gambar 29. Kandungan senyawa fenolat dari fraksi metanol ... 66

Gambar 30. Kandungan senyawa flavonoid dari rutin ... 67

Gambar 31. Kandungan senyawa flavonoid dari ekstrak kasar ... 67

Gambar 32. Kandungan senyawa flavonoid dari fraksi n-heksan ... 67

Gambar 33. Kandungan Senyawa flavonoid dari fraksi etil asetat ... 67

Gambar 34. Kandungan Senyawa flavonoid dari fraksi metanol ... 67

Gambar 35. Penapisan fitokimia alkaloid ... 68

Gambar 36. Penapisan fitokimia saponin ... 68

Gambar 37. Penapisan fitokimia flavonoid ... 69

Gambar 38. Penapisan fitokimia tannin ... 69

Gambar 39. Penapisan fitokimia antrakuinon ... 70

(14)

Tabel 1. Berat masing-masing fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol ... 32 Tabel 2. Hasil uji Penapisan fitokimia ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

etil asetat dan fraksi metanol ... 32 Tabel 3. Hasil uji susut pengeringan ekstrak kasar dan fraksi metanol ... 33 Tabel 4. Aktivitas antioksidan dari vitamin C ... 33 Tabel 5. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

etil asetat dan fraksi metanol ... 34 Tabel 6. Nilai absorbansi standar asam galat... 36 Tabel 7. Kandungan fenolat total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi

etil asetat dan fraksi metanol ... 37 Tabel 8. Nilai absorbansi standar rutin ... 38 Tabel 9. Kandungan Flavonoid Total dari ekstrak kasar, fraksi n-heksan,

(15)

Lampiran 1. Hasil determinasi buah parijoto (Medinilla speciosa Blume) Lampiran 2. Perhitungan persen inhibisi dan IC50

Lampiran 3. Perhitungan kandungan fenolat total Lampiran 4. Perhitungan kadar total flavonoid Lampiran 5. Analisis data

(16)

1.1 Latar belakang

Indonesia adalah negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

terbesar kedua di dunia setelah Brazil (Farida et al., 2012). Kekayaan alam

tumbuhan di Indonesia terdiri atas 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis

tumbuhan di dunia, dimana 940 jenis diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat

obat (jumlah ini merupakan 90% dari jumlah tumbuhan obat di kawasan Asia)

(Nugroho, 2010).

Tanaman obat digunakan sebagai sumber obat hampir pada semua

kebiasaan di dunia. Selama dekade terakhir, penggunaan obat tradisional telah

berkembang. Hal ini terus dilakukan tidak hanya untuk perawatan kesehatan bagi

masyarakat miskin di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara di

mana obat konvensional digunakan dalam perawatan kesehatan nasional

(Kamarian et al., 2013). Menurut WHO, obat-obatan herbal melayani kebutuhan

kesehatan sekitar 80% dari populasi dunia, terutama bagi jutaan orang di daerah

pedesaan di negara-negara berkembang (WHO, 2001).

Dewasa ini, dunia kedokteran banyak membahas mengenai radikal bebas

(free radical). Radikal bebas terlibat dalam penyakit degeneratif seperti

patogenesis diabetes, kerusakan hati, inflamasi, kanker, gangguan jantung,

gangguan syaraf dan proses penuaan (Onkar et al., 2012). Oleh sebab itu,

dibutuhkan antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan

radikal bebas dan meredam dampak negatifnya (Winarsi, 2011). Antioksidan

merupakan senyawa yang dapat menghambat radikal bebas sehingga dapat

mencegah penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas tersebut (Gutteridge,

2000). Sebagian besar antioksidan diproduksi secara sintetik. Beberapa contoh

antioksidan sintetik yang beredar adalah BHA (butylated hydroxyanisole), BHT

(butylated hydroxytoulene) dan TBHQ (tertiary butylated hydroquinone). Akan

tetapi antioksidan sintetik memiliki efek toksik dibandingkan dengan antioksidan

(17)

dan TBHQ adalah seperti alergi, asma, radang hidung, sakit kepala, kemerahan,

urtikaria, masalah pada mata dan perut, serta penurunan kesadaran (Race, 2009).

Baru-baru ini terjadi peningkatan pesat dalam pencarian antioksidan alami untuk

menggantikan antioksidan sintetik. Terdapat penelitian bahwa tumbuhan yang

mengandung senyawa metabolit sekunder berupa flavonoid dan fenol berguna

sebagai penangkap radikal bebas, yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan

(Nishantini et al., 2012).

Famili Melastomataceae memiliki spesies sekitar 4500 dalam 150-166

genus (Maria et al., 2012). Telah dilaporkan beberapa jenis tumbuhan famili

Melastomataceae yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan seperti Melastoma

malabathricum (Faravani, 2009) dan Osbeckia stellata (Suman, 2013). Salah

satu spesies dari famili Melastomataceae adalah Medinilla speciosa Blume.

M. speciosa yang dikenal di Indonesia dengan nama daerah buah parijoto

merupakan salah satu tanaman khas dari Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten

Kudus Jawa Tengah. M. speciosa tumbuh liar di lereng-lereng gunung atau di

hutan-hutan dan kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias (Wibowo dkk.,

2012). Kandungan kimia yang terdapat dalam daun dan buah adalah saponin dan

kardenolin, di samping itu buahnya juga mengandung flavonoid dan daunnya

mengandung tannin (Anonim, 2013). Dalam uji pendahuluan terhadap ekstrak

buah M. speciosa diketahui bahwa M. speciosa memiliki aktivitas penghambatan

terhadap radikal bebas DPPH sebesar 93,43% pada konsentrasi 1000 ppm. Dalam

pencarian literatur tidak ditemukan adanya referensi mengenai senyawa fenolat

dan flavonoid total serta aktivitas antioksidan dari M. speciosa. Hal inilah yang

melatarbelakangi penelitian mengenai uji aktivitas antioksidan serta penentuan

kandungan fenolat dan flavonoid total dari ekstrak Medinilla speciosa Blume serta

(18)

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah

sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak kasar metanol, fraksi non polar, fraksi semi polar dan

fraksi polar dari buah M. speciosa memiliki aktivitas antioksidan?

2. Berapakah kadar fenolat total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non polar,

fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M .speciosa?

3. Berapakah kadar flavonoid total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M .speciosa?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M. speciosa.

2. Mengetahui kadar fenolat total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M. speciosa.

3. Mengetahui kadar flavonoid total dari ekstrak kasar metanol, fraksi non

polar, fraksi semi polar dan fraksi polar dari buah M. speciosa.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang antioksidan dalam bidang

kesehatan serta referensi bagi penelitian selanjutnya.

2. Memberikan informasi mengenai potensi buah M. speciosa sebagai

(19)

2.1 Medinilla speciosa Blume 2.1.1 Taksonomi

Klasifikasi tanaman parijoto adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Melastomataceae

Genus : Medinilla

Spesies : Medinilla speciosa Blume

(www.plantamor.com)

2.1.2 Pertelaan

Parijoto merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1 - 2 m; batang bulat,

kulit dengan lapisan gabus jika tua, bergerigi, kasar, putih kecoklatan; daun

tunggal, bersilang berhadapan, tangkai pendek, bulat, lunak, warna ungu

kemerahan, helaian daun bentuk lonjong, pangkal dan ujung runcing, tepi rata,

panjang 10 - 20 cm, lebar 5 - 15 cm, pertulangan melengkung, permukaan atas

licin, berwarna hijau, permukaan bawah kasar, warna hijau kelabu; bunga

majemuk, di ketiak daun, sempurna, berkelamin ganda, kelopak 5 helai, ujung

runcing, pangkal berlekatan, panjang 3 - 8 mm, warna ungu tua, benang sari 2 kali

lipat jumlah mahkota, kepala sari berupa kuncup membengkok, warna merah

keunguan, kepala putik duduk di atas bakal buah, kepala putik bulat, ungu,

mahkota lepas, 5 helai, bentuk kuku, panjang 5-8 mm, warna merah muda; buah

(20)

warna merah keunguan; biji bulat, jumlah banyak, kecil, putih; akar serabut, putih

kotor (Anonim, 2013).

Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) [ Sumber : Koleksi Pribadi ]

2.1.3 Tempat Tumbuh

Merupakan tumbuhan liar di lereng-lereng gunung atau di hutan-hutan dan

kadang dibudidayakan sebagai tanaman hias. Tumbuh baik pada tanah yang

berhumus tinggi dan lembab, pada ketinggian 800 m sampai 2.300 m di atas

permukaan laut. Berbunga pada bulan November - Januari dan waktu panen yang

tepat bulan Maret - Mei (Anonim, 2013).

2.1.4 Kandungan Kimia

Daun dan buah parijoto mengandung saponin dan kardenolin, di samping

itu buahnya juga mengandung flavonoid dan daunnya mengandung tanin

(Anonim, 2013).

2.1.5 Khasiat

Secara tradisional buah M. speciosa digunakan sebagai obat sariawan,

antiradang dan antibakteri (Anonim, 2013). Parijoto dipercaya oleh masyarakat di

daerah Gunung Merapi dapat meningkatkan kesuburan janin dan kesehatan ibu

(Anggana, 2011). Sedangkan masyarakat Desa Colo Kabupaten Kudus memiliki

keyakinan jika ibu hamil mengkonsumsi parijoto, kalau anaknya laki-laki maka

(21)

2.2 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda, menghambat atau

mencegah oksidasi lipid atau molekul lain dengan menghambat inisiasi atau

propagasi dari reaksi rantai oksidatif (Javanmardi et al., 2003). Antioksidan

merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa

ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya

reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga

merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat

radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya, kerusakan sel akan

dihambat (Winarsi, 2011).

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan

enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida

dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase. Antioksidan non-enzimatis

dibagi dalam dua kelompok yaitu antioksidan larut lemak, seperti tokoferol,

karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin. Antioksidan non enzimatis yang

kedua adalah antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, protein

pengikat logam, dan protein pengikat heme. Antioksidan enzimatis dan

non-enzimatis tersebut bekerja sama memerangi aktivitas senyawa oksidan dalam

tubuh. Terjadinya stres oksidatif dapat dihambat oleh kerja enzim-enzim

antioksidan dalam tubuh dan antioksidan non-enzimatik (Winarsi, 2011).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan digolongkan menjadi 3

kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan tersier (Winarsi, 2011).

a. Antioksidan primer (Antioksidan Endogenus)

Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD),

katalase, dan glutation peroksidase (GSH-Px). Seuatu senyawa dikatakan sebagai

antioksidan primer apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada

senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah

menjadi senyawa yang lebih stabil. Enzim superoksida dismutase (SOD), katalase,

dan glutation peroksidase menghambat pembentukan radikal bebas, dengan cara

memutus reaksi berantai (polimerisasi), kemudian mengubahnya menjadi produk

(22)

b. Antioksidan sekunder (Antioksidan Endogenus)

Antioksidan sekunder atau antioksidan non-enzimatis disebut sistem

pertahanan preventif. Dalam sistem pertahanan ini, terbentuknya senyawa oksigen

reaktif dihambat dengan cara pengkhelatan metal, atau dirusak pembentukannya.

Antioksidan sekunder dapat berupa komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi

dari sayuran dan buah-buahan. Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja

dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger), kemudian

mencegah reaktivitas amplifikasinya.

c. Antioksidan tersier

Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan

metionin sulfoksida reduktase. Enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan

biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas. Kerusakan DNA yang

terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya single dan double

strand, baik gugus non-basa maupun basa (Winarsi, 2011).

2.3 Radikal Bebas

Radikal bebas (free radical) adalah suatu senyawa atau molekul yang

mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya.

Adanya elektron yang tidak berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat

reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul

yang berada di sekitarnya. Senyawa radikal bebas juga dapat mengubah suatu

molekul menjadi suatu radikal. Apabila senyawa radikal baru tersebut bertemu

dengan molekul lain, akan terbentuk radikal baru lagi, dan seterusnya sehingga

akan terjadi reaksi berantai (chainreactions) (Winarsi, 2011).

Radikal bebas sangat penting untuk setiap proses biokimia dan merupakan

bagian penting dari proses aerob dan metabolisme (Tiwari, 2001). Selama

berjalannya metabolisme, terjadi pembentukan beberapa oksidan kuat, baik di sel

darah maupun di kebanyakan sel tubuh lainnya (Murray et al., 2009). Radikal

bebas atau yang disebut Reactive Oxygen Species (ROS) yang akan menyerang

molekul lain disekitarnya sehingga menyebabkan reaksi berantai terjadi dan

menghasilkan radikal bebas yang beragam, seperti anion superoksida (O2-) dan

(23)

peroksinitrat (ONOO-) (Vimala et al.,2003). Reaksi radikal bebas merupakan

faktor penting dalam perkembangan penyakit kronis seperti kanker, hipertensi,

gagal jantung dan aterosklerosis seperti rematik dan katarak (Ostrowska, et al,

1998).

Secara umum, tahapan reaksi pembentukan radikal bebas mirip dengan

rancidity oxidative (ketengikan oksidatif), yaitu melalui tiga tahapan reaksi

berikut (Winarsi, 2011):

a. Tahap inisiasi, yaitu awal pembentukan radikal bebas. Misalnya :

Fe++ + H2O2  Fe+++ + OH-+ ●OH

R1-H + ●OH  R1● + H2O

b. Tahap propagasi, yaitu pemanjangan rantai radikal.

R2-H + R1●  R2● + R1-H

R3-H + R2●  R3● + R2-H

c. Tahap terminasi, yaitu bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain atau

dengan penangkap radikal, sehingga potensi propagasinya rendah.

R1● + R1●  R1-R1

R2● + R1●  R2-R1

R2● + R2●  R2-R2 dst

Terdapat dua sumber radikal bebas, yaitu sumber endogen yang mana

radikal bebas yang dihasilkan dalam tubuh sebagai racun oleh produk yang dari

fungsi normal dalam tubuh dan sumber eksogen yang mana produksi radikal

bebas disebabkan oleh rangsangan eksternal (Vimala et al., 2003 ).

Sumber endogen berasal dari dalam tubuh sendiri. Di dalam tubuh, radikal

bebas sering dihasilkan selama proses aerobik, seperti metabolisme, reaksi

biokimia dalam sel, detoksifikasi di hati dan pembentukan energi oleh

mitokondria.Radikal bebas diproduksi di mitokondria selama metabolisme aerob

ketika oksigen digunakan untuk mengoksidasi makanan yang kita makan untuk

menghasilkan energi. Radikal bebas dan hidrogen peroksida juga dihasilkan oleh

tubuh sebagai bagian dari sistem kekebalan tubuh untuk menyerang dan

membunuh bakteri yang menyerang. Dengan demikian, tubuh tidak membutuhkan

(24)

tidak diinginkan karena mereka dapat membunuh sel-sel dan menyebabkan

kerusakan jaringan (Vimala et al, 2003).

Sedangkan sumber eksogen dimana produksi radikal bebas berasal dari

rangsangan eksternal. Produksi radikal bebas ditingkatkan dengan mengkonsumsi

makanan tinggi lemak, minyak jenuh, daging panggang, produk makanan olahan

dan makanan basi. Gaya hidup stres, merokok dan radiasi juga meningkatkan

produksi radikal bebas. Radikal bebas juga masuk ke dalam tubuh melalui bahan

kimia yang terdapat dalam pewarna, pengawet, dan penguat rasa makanan, serta

pencemaran lingkungan dan pestisida (Vimala et al, 2003).

2.4 Uji Aktivitas Antioksidan

2.4.1 Metode Radical Scavenger dengan DPPH

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering

digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

ekstrak bahan alam (Blois, 1958). Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikril-hidrazil)

merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah untuk mengukur

aktivitas antioksidan. DPPH banyak digunakan untuk menguji kemampuan dan

untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan (Prakash et al., 2001). Metode DPPH

merupakan metode yang luas digunakan untuk mengevaluasi kemampuan

membersihakn radikal bebas dari berbagai sampel (Ebrahimzadeh et al., 2008).

Senyawa DPPH berwarna ungu karena adanya delokalisasi elektron pada

atom nitrogen setelah direaksikan dengan senyawa antioksidan menjadi

Difenilpikrilhidrazin yang berwarna kuning. Hal ini mengakibatkan ikatan

rangkap terkonjugasi menjadi lebih panjang sehingga panjang gelombang DPPH

bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang dengan absorbansi kuat pada

λmax 516 nm. DPPH akan tereduksi dan warnanya akan berubah menjadi kuning

setelah bereaksi dengan senyawa antioksidan. Perubahan tersebut dapat diukur

dengan spektrofotometer dan diplotkan sebagai konsentrasi (Reynetson, 2007).

Prinsip metode DPPH didasarkan pada pengurangan DPPH dengan adanya

donor hidrogen dari antioksidan terbentuk difenil pikril hidrazin (Blois, 1958).

% aktivitas penghambatan = �0−�1

�0 �

100 %

Keterangan : A0 merupakan absorban DPPH dan A1 merupakan absorban dari

(25)

Gambar 2. Struktur Kimia 1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil [ Sumber : Artanti & Muhammad, 2012 ]

2.4.2 Metode Reducing Power

Metode Reducing power merupakan metode yang digunakan untuk

mengukur kekuatan reduksi suatu sampel. Metode ini dilakukan berdasarkan

kemampuan suatu senyawa dalam mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+. Antioksidan

dalam sampel akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ dengan memberikan sebuah

elektron. Jumlah kompleks Fe2+ dapat diketahui dengan mengukur formasi Perl’s

Prussian blue pada panjang gelombang 700 nm. Meningkatnya absorban pada

700 nm menjadi indikasi meningkatnya kemampuan mereduksi dari antioksidan

(Ebrahimzadeh et al., 2008). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Fe(CN)63- + A-OH  Fe(CN)64- + H+ + A=O

2.4.3 Metode Linoleat-Tiosianat

Dalam metode linoleat-tiosianat, sebagai sumber radikal adalah asam

linoleat yang merupakan asam lemak tidak jenuh. Radikal merupakan senyawa

oksidator. Radikal ini akan mengoksidasi ion fero (dari feroklorida) menjadi ion

feri yang dengan adanya ion tiosianat akan menghasilka kompleks feri-tiosianat

yang berwarna merah dan dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang

490 nm. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

RO●

OH● + Fe2+  Fe3+

R●

Radikal

Fe3+ + 6CNS-  Fe(CNS)63-

Merah

(26)

2.4.4 Metode Aktivitas Penghambatan Radikal Nitrat Oksida

Oksida nitrat, karena memiliki elektron yang tidak berpasangan, maka

diklasifikasikan sebagai radikal bebas dan menunjukkan reaktivitas yang penting

dengan jenis tertentu dari protein dan radikal bebas lainnya. Penghambatan secara

in vitro dari radikal nitrat oksida juga diukur sebaga aktivitas antioksidan. Metode

ini didasarkan pada inhibisi dari pembentukan radikal nitrat oksida yang

dihasilkan dari natrium nitropusid dalam dapar garam dan diukur dengan pereaksi

Griess. Dengan adanya penghambatan, absorbansi dari kromofor diukur pada

panjang gelombang 546 nm. Aktivitas ini menunjukkan sebagai reduksi dari nitrat

oksida (Shivaprassi et al., 2005).

2.4.5 Metode Aktivitas Penghambatan Radikal Hidroksil

Kapasitas penghambatan radikal hidroksil ekstrak secara langsung

berhubungan dengan aktivitas antioksidan. Metode ini melibatkan pembentukan

secara in-vitro dari radikal menggunakan Fe3+/ askorbat / EDTA / H2O2 dengan

menggunakan reaksi Fenton. Penghambatan radikal hidroksil ini dengan adanya

antioksidan diukur. Dalam salah satu metode radikal hidroksil yang terbentuk

secara oksidasi dibuat untuk bereaksi dengan DMSO (dimethyl sulphoxide) untuk

menghasilkan formaldehid. Formaldehid yang terbentuk menghasilkan warna

kuning yang intens dengan reagen Nash (ammonium asetat 2M dengan asam

asetat 0,05 M dan aseton asetil 0,02 M dalam aquadest). Intensitas warna kuning

yang terbentuk diukur pada 412 nm dengan spektrofotometri terhadap blanko

negatif. Aktivitas ini dinyatakan sebagai % penghambatan radikal hidroksil

(Shivaprassi et al., 2005).

2.5 Senyawa Fenolat dan Flavonoid

Terdapat penelitian bahwa tumbuhan yang mengandung senyawa

metabolit sekunder berupa flavonoid dan fenol berguna sebagai penangkap radikal

bebas, yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Nishantini et al., 2012).

2.5.1 Senyawa Fenolat

Fenol adalah senyawa dengan gugus OH yang terikat pada cincin aromatik

(Fessenden dan Fessenden, 1986). Fenolat merupakan metabolit sekunder yang

(27)

sederhana, antraquinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin

(Harborne 1987).

2.5.1.1 Sifat dan Fungsi Senyawa Fenolat

Fenol sederhana berupa zat padat tanpa warna, mudah teroksidasi dan

warnanya berubah jadi gelap. Bersifat asam lemah karena adanya gugus hidroksi

(OH) sekurangnya 1 gugus hidroksi. Kelarutannya dalam air akan bertambah jika

gugus hidroksinya makin banyak, kelarutannya dalam pelarut organik polar cukup

tinggi, mudah larut dalam alkali membentuk senyawa fenolat, tetapi dalam

suasana basa laju oksidasinya sangat kuat. Fungsi fenol sederhana pada

tumbuhan antara lain sebagai transport elektron pada fotosintesis dan pengaturan

enzim tertentu. Selain itu juga berfungsi memacu perkecambahan biji (Robinson,

1995).

2.5.1.2 Fenolat Sebagai Senyawa Antioksidan

Senyawa fenol merupakan kelas utama antioksidan yang berada dalam

tumbuh-tumbuhan. Kandungan senyawa fenolat banyak diketahui sebagai

terminator radikal bebas dan pada umumnya kandungan senyawa fenolat

berkorelasi positif terhadap aktivitas antiradikal (Marinova & Batcharov, 2011).

Polifenol berperan penting dalam stabilisasi oksidasi lipid dan berhubungan

langsung dengan aktivitas antioksidan (Huang et al., 2005).

Salah satu antioksidan alami yaitu asam galat. Asam galat termasuk dalam

senyawa fenolat dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Lee et al., 2003).

Struktur asam galat disajikan pada Gambar 3. Estimasi kandungan fenolat total

dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu (Lee et al., 2003).

Metode ini berdasarkan kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolat. Semua

senyawa fenolat termasuk fenol sederhana dapat bereaksi dengan reagen Folin

Ciocalteu (Huang et al., 2005). Kandungan fenolat total dalam tumbuhan

dinyatakan dalam GAE (gallic acid equivalent) yaitu jumlah kesetaraan miligram

(28)

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Galat [ Sumber : Lee et al., 2003 ]

2.5.2 Senyawa Flavonoid

Flavonoid tersebar luas di alam, terutama dalam tumbuhan tingkat tinggi

dan jaringan muda. Sekitar 5 – 10% metabolit sekunder tumbuhan adalah

flavonoid. Flavonoid berperan sebagai pigmen bunga dan berperan dalam menarik

serangga untuk membantu penyerbukan. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid

yang lain bagi tumbuhan adalah sebagai zat pengatur tubuh, pengatur proses

fotosintesis, zat antimikroba, antivirus, antiinsektisida, dan antioksidan

(Middleton et al., 1998).

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol. Istilah

flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon

yaitu salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan (Lenny,

2006). Kerangka dasar flavonoid yaitu 15 atom karbon yang membentuk susunan

C6-C3-C6. Susunan tersebut dapat menghasilkan tiga struktur, yaitu:

1,3-diarilpropan (flavonoid), 1,2-1,3-diarilpropan (isoflavonoid), 1,1-1,3-diarilpropan

(neoflavonoid), seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Kerangka Dasar Flavonoid sebagai Susunan C6-C3-C6

(29)

2.5.2.1 Biosintesis Flavonoid

Menurut Markham (1998), tahap-tahap pertama dari biosintesa flavonoid

suatu unit C6-C3 berkombinasi dengan tiga unit C2 menghasilkan unit C6-C3

-(C2+C2+C2). Kerangka C15 yang dihasilkan dari kombinasi ini telah mengandung

gugus-gugus fungsi oksigen pada posisi-posisi yang diperlukan.

Adapun Cincin A, berasal dari jalur poliketida, yakni kondensasi dari tiga

unit asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai

propan berasal dari jalur fenilpropanoid (jalur shikimat).

Selanjutnya, sebagai akibat dari berbagai perubahan yang disebabkan oleh

enzim, ketiga atom karbon dari rantai propan dapat menghasilkan gugus fungsi,

seperti ikatan rangkap, gugus hidroksil, gugus karbonil,dan sebagainya. Dengan

prinsip :

C6-C3 + C2-C2-C2  C6-C3-C6

 

Jalur Shikimat Jalur Asetat-Malonat

(cincin B) (cincin A)

2.5.2.2 Flavonoid Sebagai Senyawa Antioksidan

Flavonoid mampu menghambat reaksi oksidasi melalui mekanisme

penangkal radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu elektron pada elektron

yang tidak berpasangan. Flavonoid merupakan inhibitor yang kuat terhadap

peroksidasi lipid dan juga mampu menghambat aktivitas enzim lipooksigenase

dan siklooksigenase (Rohman & Sugeng, 2005). Pembanding baku yang

digunakan adalah rutin yaitu glikosida flavonol, rutin sendiri sangat umum

ditemukan dalam tumbuhan (Harborne, 1987). Struktur kimia rutin disajikan pada

gambar 5. Kandungan flavonoid total dapat ditentukan secara spektrofometri

dengan reagen AlCl3 dan dinyatakan dalam RE (rutin equivalent) yaitu jumlah

(30)

Gambar 5. Struktur Kimia Rutin [ Sumber : Ukieyanna, 2012 ]

2.6 Penapisan Fitokimia

Tujuan utama dari penapisan fitokimia adalah menganalisis tumbuhan

untuk mengetahui kandungan bioaktif yang berguna untuk pengobatan.

Pendekatan secara penapisan fitokimia meliputi analisa kualitatif kandungan

dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji)

terutama kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti

alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, antrakuinon dan glikosida.

a. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa nitrogen (N) yang merupakan hasil metabolit

sekunder pada tumbuh-tumbuhan. Umumnya alkaloid menunjukkan efek

fisiologik yang menarik, sehingga banyak digunakan sebagai obat-obatan (Guevera, 1985).

Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya

endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks

kalium-alkaloid. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada

alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat

(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi

yang terjadi pada uji Mayer :

(31)

Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan

terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah

kalium - alkaloid.

Gambar 7. Reaksi uji Dragendorff [ Sumber : Marliana, 2005 ]

b. Flavonoid

Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mengandung C15 terdiri atas

dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur umum

flavonoid juga digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 (Guevera, 1985).

Pendeteksian adanya senyawa flavonoid dapat dilakukan dengan metode

wilstater sianidin. Uji Wilstater sianidin biasa digunakan untuk mendeteksi

senyawa yang mempunyai inti alfa-benzopiron. Warna merah yang terbentuk

pada pada uji Wilstater disebabkan karena terbentuknya garam flavilium

(Achmad, 1986).

Gambar 8. Mekanisme reaksi pembentukan garam flavilium

[Sumber : Achmad, 1986]

c. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan

busa jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan

hemolisis sel darah merah pada tikus. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan

(32)

busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang.

Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang

mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi

glukosa dan senyawa lainnya (Guevera, 1985). Reaksi pembentukan busa

pada uji saponin ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 9. Reaksi hidrolisis saponin dalam air [ Sumber : Marliana, 2005 ]

d. Tanin

Istilah “tanin” pertama kalinya digunakan untuk bahan dari tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan protein hewan pada proses

penyamakan kulit. Saat ini tanin mempunyai nilai penting sebagai sitotoksik,

antikanker dan antitumor. Tanin terdiri dari 2 kelompok berdasarkan hasil

hidrolisanya. Tipe pertama dikenal sebagai pirogalol tanin yaitu,

senyawa-senyawa fenolik yang mempunyai ikatan ester dengan gula. Tipe kedua adalah

tannin terkondensasi yang kadang-kadang disebut katekol tanin dan merupakan

polimer dari senyawa- senyawa fenolik berhubungan dengan pigmen flavonoid. Penambahan suatu asam, kondensasi tanin akan mengalami dekomposisi menjadi

senyawa-senyawa berwarna merah yang tidak larut disebut dengan phlobaphene

atau merah tanin (Guevera, 1985).

Tanin pada ekstrak tumbuh-tumbuhan diidentifikasi dengan uji gelatin

dengan prinsip pengendap protein dari gelatin oleh tanin (Fransworth, 1996). Dan

hasil positif juga diberikan oleh pereaksi ferri klorida (FeCl3), dimana tanin

terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tanin

(33)

reaksi warna spesifik dengan FeCl3, tetapi tidak memberikan endapan dengan

gelatin.

e. Antrakuinon

Antrakuinon mungkin dijumpai baik dalam bentuk glikosida dengan ikatan

O- atau C-glikosida maupun aglikonnya. Biasanya digunakan sebagai zat warna

dan katartiks (purgatives). Turunan antrakuinon biasanya merupakan senyawa

berwarna merah jingga yang larut dalam air panas dan alkohol encer.

Identifikasinya dilakukan dengan cara uji Borntrager’s, tetapi kadang-kadang uji ini memberikan hasil negatif pada antrakuinon yang sangat stabil atau turunan

antranol, untuk itu identifikasi dilakukan modifikasi uji Borntrager’s. Antrakuinon memberikan warna yang spesifik dengan basa seperti, merah, violet dan hijau.

Secara spektrofotometri antrakuinon memberikan pita resapan yang berbeda

dengan senyawa kuinon lainnya, dimana memberikan 4 atau 5 pita resapannya

pada daerah UV dan sinar tampak. Paling tidak 3 dari pita resapan berkisar antara

215 dan 300 nm, dan lainnya diatas 430 nm (Guevera, 1985).

f. Glikosida

Glikosida merupakan senyawa alami yang terdapat pada berbagai jenis

tumbuh-tumbuhan tinggi dan memberikan pengaruh fisiologis. Senyawa ini

terbentuk dari gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula (glikon). Gugus

aglikonnya sangat bervariasi tergantung dari jenis tumbuhan penghasil antara lain,

alkaloida, flavonoida, steroida, triterpenoida dan lain sebagainya (Guevera, 1985). Untuk pemeriksaan atau uji glikosida dapat dilakukan selain berdasarkan

aglikonnya, juga dapat dilakukan terhadap gugus gulanya karena gugus aglikon

yang sangat bervariasi, maka dapat dilakukan terhadap gugus gulanya dengan

pereaksi Keller-Kiliani (Chairul, 2003).

2.7 Metode Ekstraksi

Menurut Ketut Ristiasa dalam Parameter Standar Umum Ekstrak

Tumbuhan Obat (2000) yang dimaksud dengan ekstraksi adalah proses penarikan

kandungan senyawa kimia dari simplisia nabati atau simplisia hewani

(34)

diuapkan dengan menggunakan alat yang sesuai. Berikut adalah beberapa cara

ekstraksi dengan menggunakan pelarut.

2.7.1 Cara Dingin a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisisa dalam cairan penyari dengan beberapa kali

pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Cairan penyari akan

menembus dinding sel atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara

larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di

dalam sel) didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan

(Ristiasa, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisisa ditempatkan dalam suatu

bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari

dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat

aktif dari sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh (Ristiasa, 2000).

2.7.2 Cara Panas a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan

adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu

pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna

(35)

b. Soklet

Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ristiasa, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

dilakukan pada temperatur 40-500C (Ristiasa, 2000).

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air

(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C)

selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk

menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dan bahan-bahan nabati.

Hasil dari ekstrak ini menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar

oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh

disimpan lebih dari 4 jam (Ristiasa, 2000).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30 menit) dan

temperatur sampai titik didih air (Ristiasa, 2000).

2.8 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV-VIS yang terdiri dari dua komponen utama yaitu

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan spektra panjang

gelombang tertentu, sedangkan fotometer merupakan alat pengukur intensitas

cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Spektrofotometer UV-VIS digunakan

untuk mengukur energi secara relatif bila energi tersebut ditransmisikan,

direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Sedangkan

spektrofotometri adalah suatu metode yang didasarkan pada pengukuran energi

cahaya tampak (visibel) atau cahaya untraviolet (UV) oleh suatu senyawa sebagai

(36)

2.8.1 Prinsip Dasar

Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah hukum „Lambert-Beer’. Bila sebagian cahaya monokromatis melalui suatu media yang transparan maka

akan bertambah turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan

bertambahnya tebal dan kepekatan media (Day & Underwood, 2002).

A = a . b . c

Keterangan: A = Absorbansi sampel

a = Absorbtivitas molar

b = Tebal kuvet

c = Konsentrasi sampel

2.8.2 Instrumentasi

Spektrofotometer UV-VIS pada umumnya tersusun dari dua komponen,

yaitu spektrometer (mengukur dan menghasilkan spektra dengan panjang

gelombang tertentu atau sinar monokromatis) dan fotometer (pengukur daya kuat

sinar monokromatis yang ditransmisikan atau diabsorpsi) (Day & Underwood,

2002).

Berikut ini skema instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS :

Gambar 10. Skema Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS

[ Sumber : Day & Underwood, 2002 ]

a. Sumber Cahaya

Sumber cahaya mempunyai fungsi untuk memberikan energi pada daerah

panjang gelombang yang tepat untuk pengukuran dan mempertahankan intensitas

cahaya yang tetap selama pengukuran. Spektrofotometer sinar tampak

(37)

spektrofotometer UV menggunakan lampu deuterium (D2) memiliki  dibawah

375 nm. Sumber cahaya pada spektrofotometer dibagi menjadi tiga bagian :

 Sumber cahaya visibel dengan lampu Wolfram atau lampu Tungsten

 Sumber cahaya UV dengan lampu deuterium (D2) atau lampu hidrogen

 Sumber cahaya inframerah dengan lampu Nernst atau lampu Glowen (Day &

Underwood, 2002).

b. Monokromator

Monokromator adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengubah cahaya

polikromatik menjadi cahaya monokromatik yang kemudian dilewatkan pada

celah sempit atau slit agar memungkinkan pemisahan panjang gelombang yang

diukur. Beberapa monokromator yang biasa digunakan adalah prisma dan grating

(Willard et al., 1988).

c. Kuvet

Kuvet adalah tempat disimpannya larutan contoh yang akan diukur

serapannya yang diletakkan pada jalan cahaya dari minokromator. Pada saat

cahaya monokromatis melalui kuvet, terjadi penyerapan sejumlah tertentu cahaya,

sedangkan sebagian lainnya diteruskan ke detektor (Day & Underwood, 2002).

Kuvet visibel dan UV yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, ada juga yang

mempunyai ketebalan 0,1 cm sampai 10 cm atau bahkan lebih (Willard et al.,

1988).

d. Detektor

Detektor berfungsi untuk mengubah energi cahaya yang ditransmisikan

atau diteruskan oleh kuvet, yang jatuh mengenainya menjadi suatu besaran yang

terukur. Detektor yang ideal harus mempunyai kepekaan tinggi, dan responnya

stabil pada daerah panjang gelombang pengamatan (Day & Underwood, 2002).

e. Rekorder

Rekorder merupakan bagian akhir dalam alat ini. Sinyal listrik yang

dihasilkan pada detektor dapat dibaca pada rekorder dengan mengkonversikannya

(38)

3.1 Alur Penelitian

Analsisi Data

Kandungan fenolat total dinyatakan dalam

ekuivalen asam galat (mg GAE/g ekstrak)

Kandungan flavonoid total dinyatakan dalam

ekuivalen rutin (mg RE/g ekstrak)

IC50

Penentuan kandungan fenolat total Penentuan kandungan flavonoid total Uji Aktivitas Antioksidan Maserasi dengan metanol

+ 100ml MeOH 50 %

Ekstraksi dg n-heksan 100 ml hingga fase n-heksan jernih

Ekstraksi dg etil asetat 100 ml hingga fase etil asetat jernih Buah Segar

Ekstrak kasar Ampas

Fraksi n-Heksan Fraksi Metanol-air

Fraksi Etil Asetat Fraksi Metanol

Buah dicuci dengan air mengalir Buah diblender

Buah ditimbang

(39)

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Juni 2013 di

Laboratorium Produk Alam, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di Jalan Raya Jakarta – Bogor Km 46, Cibinong.

3.3 Bahan dan Alat 3.3.1 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah buah parijoto (Medinilla speciosa

Blume) dengan spesifikasi warna merah muda keunguan dan rasa asam sepat yang

berasal dari Desa Japan Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Jawa Tengah yng

diambil pada bulan Januari. Bahan sebelumnya telah dideterminasi di Herbarium

Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat.

3.3.2 Bahan Kimia

Adapun bahan kimia yang digunakan meliputi: DPPH

(2,2-difenil-1-pikril-hidrazil) (SIGMA), NaNO2 5%, AlCl3 10%, NaOH 1M, Asam Galat, Na2CO3

20%, pereaksi Folin-Ciocalteu (MERCK), Vitamin C (Phytotechnology

Laboratoreis), Rutin (Nakarai Chemicals LTD), Asam galat, pereaksi dragendorff,

pereaksi Mayer, HCl pekat, HCl 2N, H2SO4 pekat, H2SO4 1M, Magnesium, NaCl

(10%), FeCl3 (1%), amoniak (25%), aquades, n-heksan teknis, etil asetat teknis,

metanol teknis dan metanol pro analisis.

3.3.3 Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu peralatan gelas standar, mikropipet

Eppendorf Reference 200 µL,mikropipet Socorex Swiss 1000 µL,neraca analitik

And GR-300, rotary evaporator Eyela N-1000,spatula,spektrofotometer UV-Vis

Shimadzu UV Mini 1240, ultrasonic cleaner WT-600-40, vial, dan waterbath

(40)

3.4 Cara Kerja 3.4.1 Penyiapan Bahan

Buah Medinilla speciosa Blume yang digunakan pada penelitian ini

dikumpulkan pada bulan Januari 2013 dari Gunung Muria Desa Colo Kecamatan

Dawe Kabupaten Kudus. Selanjutnya dilakukan sortasi untuk dipisahkan dari

kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing sehingga dapat mengurangi jumlah

pengotor yang ikut terbawa dalam bahan uji kemudian dicuci dengan air mengalir

lalu diangin-anginkan hingga tidak terdapat sisa air.

Buah segar kemudian dihaluskan dengan blender. Setelah diblender

didapatkan buah segar sebanyak 1390 gram yang selanjutnya dilakukan ekstraksi.

3.4.2 Pembuatan Ekstrak Kasar

Buah segar Medinilla speciosa sebanyak 1390 gram yang telah dihaluskan

dimaserasi dengan metanol selama 24 jam. Maserat diuapkan menggunakan

rotary evaporator dengan suhu 450C. Maserasi dilakukan hingga maserat yang

diperoleh jernih. Total metanol yang digunakan untuk ekstraksi sebanyak 5000

mL Ekstrak yang diperoleh merupakan ekstrak kasar (crude extract).

3.4.3 Partisi Ekstrak Kasar

Ekstrak kasar ditimbang sebanyak 57,99 gam lalu dilarutkan kembali

dengan 100 mL metanol 50%, kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah,

ditambah 100 mL n-heksan, dikocok beberapa saat lalu didiamkan hingga

terpisah, fase n-heksan di bagian atas dan fase metanol di bagian bawah. Partisi

dilakukan berkali-kali hingga fase n-heksan tidak berwarna. Total n-heksan yang

digunakan sebanyak 800 mL. Fase n-heksan dikumpulkan dan dipekatkan dengan

rotary evaporator tanpa menggunakan pemanasan hingga diperoleh ekstrak fraksi

n-heksan.

Fase metanol dipartisi kembali dengan etil asetat (perbandingan volume

1:1) dalam corong pisah. Partisi dilakukan berkali-kali hingga fase etil asetat tidak

berwarna lagi. Total etil asetat yang digunakan sebanyak 1500 mL. Fase etil

asetat dikumpulkan, dipekatkan dengan rotary evaporator dengan suhu 400C

(41)

Fase metanol yang telah dipisahkan dari etil asetat dipekatkan dengan

rotary evaporator suhu 500C. Ekstrak yang diperoleh lalu ditimbang.

3.4.4 Uji Susut Pengeringan

Parameter susut pengeringan dilakukan terhadap ekstrak kasar dan fraksi

metanol. Masing-masing ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram ke dalam cawan

yang telah dipanaskan pada oven suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara.

Kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 1050C selama

30 menit atau hingga bobot tetap.

3.4.5 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap ekstrak kasar, fraksi n-heksan,

fraksi etil asetat dan fraksi metanol. Uji penapisan fitokimia yang dilakukan

meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, antrakuinon, dan glikosida.

Prosedur masing-masing pengujian adalah sebagai berikut (Guevara, 1985) :

1. Identifikasi Alkaloid

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL kloroform diaduk

rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 0.5 mL

H2SO4 1 M dan dikocok baik-baik, dibiarkan beberapa saat. Lapisan atas yang

jernih dipipet kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi

Dragendorff dan tabung lainnya pereaksi Mayer 2-3 tetes. Reaksi positif apabila

menunjukkan endapan kuning jingga (orange) dengan pereaksi Dragendorff dan

endapan putih dengan pereaksi Mayer.

2. Identifikasi Flavonoid

Metode Wilstatter Cyanidin

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg, ditambahkan 20 mL etanol dan dipipet 10 mL

larutan ke dalam tabung reaksi lain. Campuran ditambahkan 0,5 mL HCl pekat,

3-4 butir magnesium dan ditambahkan 1 mL amil alkohol. Kocok kuat-kuat dan

(42)

lapisan pelarut. Apabila terjadi pembentukan atau perubahan warna menunjukkan

reaksi positif terhadap flavonoid dan sianidin.

3. Identifikasi Saponin

Uji Forth

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 10 mL air panas.

Selanjutnya dikocok kuat selama 10 detik, akan terbentuk buih yang mantap

setinggi 1-10 cm selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 tetes HCl 2N dan

diamati.

4. Identifikasi Tannin

Metode Feri Klorida

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg, kemudian ditambahkan 20 mL air panas dan 5

tetes larutan NaCl 10%. Campuran dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya

sebagai kontrol negatif dan yang lainnya ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak

3 tetes. Perubahan warna diamati, dimana tannin terhidrolisa memberikan warna

biru atau biru-hitam, sedangkan kondensasi tannin menberikan warna biru-hijau

dan dibandingkan dengan kontrol.

5. Identifikasi Glikosida

Metode Keller-Kiliani

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg lalu ditambah 3 mL pereaksi FeCl3 kemudian

diaduk dan pindahkan campuran kedalam tabung reaksi. Diteteskan 1 mL larutan

asam sulfat pekat melalui dinding tabung reaksi. Biarkan campuran beberapa lama

sehingga terbentuk warna dari merah kecoklatan, yang mungkin berubah menjadi

biru atau lembayung. Perubahan tersebut menunjukkan reaksi positif terhadap

(43)

6. Identifikasi Antrakuinon

Metode Borntrager’s

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 10 mg, lalu ditambahkan 5 mL benzen. Campuran

dibagi menjadi 2 tabung reaksi, salah satunya sebagain kontrol negatif dan yang

lainnya ditambahkan 5 mL amoniak 25%. Apabila terjadi warna merah muda pada

lapisan larutan amonia menunjukkan positif adanya senyawa antrakuinon.

3.4.6 Uji aktivitas antioksidan

Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode penangkal radikal

bebas (DPPH) (Conforti et al., 2008).

1. Pembuatan larutan uji

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 5 mg kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 5,0

mL (ditambahkan beberapa tetes DMSO jika sampel kurang larut dalam metanol).

Dilakukan pengenceran dari masing-masing larutan ekstrak konsentrasi 1.000

µg/mL menjadi larutan dengan konsentrasi 20, 30, 40, 50, dan 60 µg/mL.

2. Pembuatan larutan vitamin C sebagai kontrol positif

Ditimbang 5 mg vitamin C kemudian dilarutkan dengan metanol hingga

5,0 mL (Konsentrasi larutan 1.000 µg/mL). Dilakukan pengenceran dari larutan

vitamin C konsentrasi 1.000 µg/mL menjadi larutan dengan konsentrasi 5, 10, 15,

20, 25 dan 30 µg/mL.

3. Pembuatan larutan DPPH (0,5 mM)

Ditimbang 9,8 mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dengan metanol

hingga 50 mL.

4. Pengujian aktivitas antioksidan

Masing-masing larutan uji dipipet sebanyak 1,0 mL kemudian

ditambahkan 1,0 mL larutan DPPH 0,5 mM dan ditambahkan metanol sebanyak

3 mL, didiamkan selama 30 menit (untuk kontrol negatif larutan sampel diganti

(44)

Serapan masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang

gelombang 516 nm. Percobaan dilakukan tiga kali ulangan (Conforti et al., 2008).

Aktivitas antioksidan dinyatakan dalam % Inhibisi yang ditentukan

melalui persamaan :

% Inhibisi = Absorbansi Kontro l−Absorbansi Sampel

Absorbansi Kontrol x 100

5. Dihitung IC50

IC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan untuk mereduksi DPPH sebesar

50 %. IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear, konsentrasi

sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y.

Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung nilai IC50 dengan menggunakan

rumus:

y = a + bx

50 = a + bx

(x) IC50 = 50−a

b

3.4.7 Penentuan Kandungan Fenolat dan Flavonoid Total

Penentuan kandungan fenolat total berdasarkan metode yang

dikembangkan oleh Orak et al. (2006) dan penetapan kandungan flavonoid total

berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Zou et al. (2004).

3.4.6.1Penentuan Kandungan Fenolat Total

1. Pembuatan larutan uji

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 5 mg kemudian larutkan masing-masing-masing-masing dengan

metanol:aquades (1:1) hingga 5,0 mL (konsentrasi larutan 1.000 µg/mL).

Dipepipet sebanyak 500 µL larutan uji kemudian metanol:aquades (1:1) hingga

5,0 mL (konsentrasi larutan 100 µg/mL).

2. Pembuatan larutan asam galat sebagai standar

Ditimbang 5 mg asam galat kemudian larutkan dengan metanol:aquades

(45)

500, 625, 750, 875, dan 1000 µL ke dalam labu ukur dan ditambah

metanol:aquades (1:1) hingga 5,0 mL dan didapatkan konsentrasi sampel 25, 50,

75, 100, 125, 150, 175, dan 200 µg/mL.

3. Pembuatan Larutan Na2CO3 20%

Ditimbang sebanyak 20 gram Na2CO3, lalu dilarutkan dengan aquades

hingga 100 mL.

4. Penentuan Kandungan Fenolat Total

Dipipet larutan uji dan standar sebanyak 0,1 mL ke dalam vial,

ditambahkan 7,9 mL aquades dan 0,5 mL pereaksi Folin-Ciocalteu, kemudian

didiamkan 8 menit sambil dikocok. Ditambahkan 1,5 mL larutan Na2CO3 20%,

lalu didiamkan selama 2 jam. Absorbansinya diukur pada panjang gelombang

765 nm. Percobaan dilakukan tiga kali ulangan (Orak et al. 2006).

3.4.6.2Penentuan Kandungan Flavonoid Total

1. Pembuatan Larutan Uji

Ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol

masing-masing ditimbang sebanyak 5 mg kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 5,0

mL (Konsentrasi larutan 1.000 µg/mL). Dipipet sebanyak 500 µL larutan uji

kemudian metanol hingga 5,0 mL (konsentrasi larutan 100 µg/mL)

2. Pembuatan Larutan Standar

Ditimbang 5 mg rutin kemudian dilarutkan dengan metanol hingga 5,0 mL

(Konsentrasi larutan 1.000 µg/mL). Dipipet 50, 100, 150, 200, 250, 300, 350, 400,

450, dan 500 µL ke dalam labu ukur dan ditambah metanol hingga 5,0 mL dan

didapatkan konsentrasi sampel 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, 90, dan 100 µg/mL.

3. Pembuatan Larutan NaNO2 5%

Ditimbang sebanyak 1,25 gram NaNO2, lalu dilarutkan dengan aquadest

hingga 25 mL.

4. Pembuatan Larutan AlCl3 10%

(46)

5. Pembuatan Larutan NaOH 1 M

Ditimbang 4 g NaOH , lalu dilarutkan dengan aquadest hingga 100 mL.

6. Penentuan Kandungan Flavonoid Total

Dimasukkan 1 mL larutan sampel ke dalam vial yang sebelumnya sudah

ditambahkan 4 mL aquades, dan 0,3 mL larutan NaNO2 5%, dibiarkan selama 5

menit. Larutan ditambah dengan 0,3 mL AlCl3 10% dan dibiarkan selama 6 menit,

setelah itu tambah 2 mL NaOH 1 M, segera ditambah 2,4 mL aquades, dikocok.

Absorbansinya diukur pada panjang gelombang 510 nm. Percobaan dilakukan tiga

kali ulangan (Zou et al. 2004).

3.4.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji-t untuk melihat hubungan

antara kandungan fenolat dan flavonoid total terhadap aktivitas antioksidan dari

ekstrak kasar metanol, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol dari

(47)

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Ekstraksi dan Partisi

Buah parijoto sebanyak 1390 gram diekstraksi dengan 5 liter metanol

didapatkan ekstrak kasar sebanyak 64,00 gram dengan rendemen 4,60%.

Sebanyak 57,99 gram ekstrak kasar dipartisi menggunakan n-heksan, etil asetat

dan metanol dan didapatkan ekstrak masing-masing sebagai berikut :

Tabel 1. Berat masing-masing fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol

No. Fraksi Berat (gram) Randemen (%)*

4.1.2 Hasil Uji Penapisan Fitokimia

Masing-masing ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi

metanol yang telah diperoleh dilanjutkan penapisan fitokimia (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil uji penapisan fitokimia ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil

Gambar

Tabel 1. Berat masing-masing fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol  .......... 32
Gambar 1. Buah Parijoto (Medinilla speciosa Blume) [ Sumber : Koleksi Pribadi ]
Gambar 2. Struktur Kimia 1,1-Difenil-2-pikrilhidrazil
Gambar 3. Struktur Kimia Asam Galat [ Sumber : Lee et al., 2003 ]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rohman, A., Riyanto, S., Utari, D., 2006, Aktivitas Antioksidan, Kandungan Fenolik Total dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat Buah Mengkudu

Kandungan Fenolik Total dan Aktivitas Antioksidan Fraksi Etil Asetat Ekstrak Metanol Daun Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) sebagai syarat untuk memperoleh

Skripsi dengan judul Uji Aktivitas Antioksidan Dengan Metode Spektrofotometri Visibel Menggunakan Deoksiribosa Dan Penentuan Kadar Flavonoid Total Fraksi Etil Asetat Buah Ketapang

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi jenis teripang, menentukan aktivitas antioksidan, kandungan total fenol, serta kadar karotenoid pada

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan fenol total serta untuk mengetahui aktivitas antioksidan terhadap kombinasi ekstrak herba Pegagan (Centella

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan total senyawa fenol, total senyawa flavonoid dan aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol kulit batang

Sehingga penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan total fenolik dan aktivitas antioksidan dari ekstrak fraksi petroleum eter dan fraksi etil asetat tepung

Penelitian ini dilakukan untuk dapat mengetahui aktivitas antioksidan tertinggi yang diikat oleh fraksi aktif yang berhubungan dengan kandungan flavonoid total dari