• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah Penentuan Koridor Bus dalam Meminimumkan Biaya Operasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Masalah Penentuan Koridor Bus dalam Meminimumkan Biaya Operasional"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

MASALAH PENENTUAN KORIDOR BUS DALAM MEMINIMUMKAN

BIAYA OPERASIONAL

IMAM EKOWICAKSONO

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

IMAM EKOWICAKSONO.

Masalah Penentuan Koridor Bus dalam Meminimumkan Biaya

Operasional. Dibimbing oleh

AMRIL AMAN

dan

FARIDA HANUM

.

Mobilitas penduduk kota Jakarta sangat tinggi. Hal ini memerlukan sarana transportasi umum

yang memadai. Salah satu transportasi umum masal yang dikembangkan di Jakarta adalah sistem

Bus Rapid Transit

(BRT) yang lebih dikenal dengan

busway

.

Busway

diharapkan dapat menjadi

sarana transportasi masyarakat kota Jakarta yang dapat melayani mobilitas penduduk tersebut.

Pada saat ini,

busway

masih menggunakan subsidi dari pemerintah sebagai sumber pemasukannya

karena harga tiket dibuat sangat murah (untuk menarik masyarakat menggunakan

busway

), di lain

sisi, biaya operasional

busway

tersebut sangat besar. Karya ilmiah ini menyajikan sebuah model

optimisasi untuk menentukan koridor-koridor

busway

yang dioperasikan dan frekuensi bus dari

setiap koridor untuk memenuhi permintaan transportasi dari pasangan keberangkatan dan

kedatangan dan meminimumkan total biaya operasional. Masalah ini diformulasikan sebagai

nonlinear integer programming

dan diselesaikan menggunakan software LINGO 11.0.

(3)

IMAM EKOWICAKSONO.

A Problem of Determining Bus Corridors in Minimizing

Operational Cost. Supervised by AMRIL AMAN and FARIDA HANUM.

Population’s mobility in Jakarta is extremely high. This would require adequate public

transportation facilities. One of the mass public transportation systems developed in Jakarta is

bus

rapid transit

system, which is better known as busway. Busway is expected to be a public

transport that

would be able to serve the population’s mobility. Currently, the busway is still

subsidized by the government, because the fare is set relatively low (in order to attract people

using the busway). Nevertheless, the operational cost is relatively high. This paper presents an

optimization model to determine the corridors of the busway to be operated as well as the

frequency of the buses at each corridor. This optimization is formulated in order to fulfill the

demand of transportation for each pair of origin-destination and, at the same time, to minimize the

total operational cost. This problem is formulated as a integer nonlinear programming and solved

using Lingo software 11.0.

(4)

MASALAH PENENTUAN KORIDOR BUS DALAM MEMINIMUMKAN

BIAYA OPERASIONAL

IMAM EKOWICAKSONO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul

: Masalah Penentuan Koridor Bus dalam Meminimumkan Biaya

Operasional

Nama

: Imam Ekowicaksono

NRP

: G54070078

Menyetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc

Dra. Farida Hanum, M.Si

NIP 19570330 198103 1 001

NIP 19651019 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Matematika

Dr. Berlian Setiawaty, M.S.

NIP 19650505 198903 2 004

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah swt. atas segala nikmat, rahmat, karunia

dan pertolongan yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul karya

ilmiah ini adalah Masalah Penentuan Koridor Bus dalam Meminimumkan Biaya Operasional.

Penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis

mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan kepada:

1.

Keluarga Besar, khususnya Bapak Purwanto Wakidi dan Ibu Muhayanah yang telah

memberikan nasihat, dukungan dan doa yang takterkira, kedua adikku Lutfi Dwi Wicaksono

dan Farah Tri Nurul Hayati atas doa-doanya,

2.

Dr. Ir. Amril Aman, M.Sc. selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan ilmu yang

sangat bermanfaat dan kesabaran dalam membimbing penulis,

3.

Dra. Farida Hanum, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu dan

kesabaran dalam menuntun penulis dalam menyusun karya ilmiah ini,

4.

Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA selaku dosen penguji luar yang telah memberikan ilmu dan

nasihatnya,

5.

seluruh dosen dan staf Departemen Matematika IPB yang telah banyak memberikan ilmu

yang bermanfaat selama perkuliahan dan membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini,

6.

teman-teman terbaik di kampus: Ima, Melon, Della, Denda, dan Abe yang tidak lelah

memberikan dukungan, doa dan bantuan dalam penyusunan karya ilmiah ini,

7.

teman-teman satu bimbingan AAC: Ima, Lili, Zaenal, Gita, Dini, Nova, Dina, Kak Razono,

Kak Kecap, dkk yang telah membantu dan berjuang bersama penulis,

8.

teman-teman mahasiswa matematika angkatan 44 IPB: Della, Tyas, Ima, Melon, Abe, Denda,

Pandi, Dian, Rofi, Fajar, Rachma, Ayung, Anis, Ruhiyat, Siska, Lingga, Quro, Lugi, Diana,

Yanti, Lilis, Ririh, Eka, Aswin, Wahyu, Aqil, Aje, Cicit, Wewe, Nunuy, Tanti, Lili, Tita,

Cepi, Tendi, Ali, Lina, Resa, Deva, Ucu, Titi, Ayu, Sri, Yuli, Zae, Pepi, Eni, Ndep, Yogi,

Copa, Sari, Endro, Dora, Kodok, Masay, Dika, Fani, Ikhsan, Arina, Nadiroh, Indin, Iyam,

Olih, Nurus, Lukman, Ipul dan Naim atas dukungan dan pengalaman suka dan duka selama

menempuh studi di Departemen Matematika,

9.

kakak-kakak dan adik-adik kelas Matematika IPB atas dukungan dan ilmunya,

10.

rekan-rekan kadiv dan pengurus Gumatika Ceria periode 2009-2010: Melon, Cicit, Ririh, Abe,

Ima, Endro, Ali dkk atas pengalaman yang berharga selama kepengurusan di Gumatika,

11.

rekan-rekan ketua kelembagaan FMIPA IPB periode 2009-2010, pengurus SerumG periode

2008-2009 dan Kemsi IPB, atas pengalaman dan pembelajaran organisasi,

12.

teman-teman

the travellers

: Hesti, Mpit, Najib, Jipo, Dendi, (Alm) Eq, dkk atas doa dan

dukungannya,

13.

teman-teman AL1BI IPB: Wawan, Bowo, Adim, Ayu, Meli, Fandi dkk atas dukungannya,

14.

teman-teman kos

Agri Mansion

dan Al-Ahsan B: Sarwar, Kak Ari, Syeh, Syahid, Usamah dkk

atas dukungan, dan masukannya selama ini,

15.

dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih terdapat banyak kekurangan dan

masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar karya ilmiah ini dapat terus menambah wawasan pembaca sekalian. Semoga

karya ilmiah ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan, khususnya bidang matematika.

Bogor, September 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1989 sebagai anak pertama dari tiga

bersaudara, dari pasangan Bapak Purwanto Wakidi dan Ibu Muhayanah. Penulis menempuh

pendidikan formal di SD Negeri Babelan Kota 01 Kabupaten Bekasi dan lulus pada tahun 2001.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMP Negeri 1 Bekasi. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1

Bekasi dan melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor. Penulis diterima

di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, melalui jalur

SPMB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Pemrograman Riset

Operasi pada semester ganjil 2011-2012. Pada tahun 2011 penulis meraih penghargaan sebagai

peserta terbaik kelas

Vehicle Routing Problem

pada seminar dan pelatihan

Operations Research

and Optimization Modelling

(OROM) yang diadakan oleh Himpunan Matematika Indonesia dan

mendapatkan dana untuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) dari DIKTI.

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I

PENDAHULUAN ... 1

1.1 LatarBelakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 1

1.3 Manfaat ... 1

II

LANDASAN TEORI... 1

2.1 Transportasi dan

Bus Rapid Transit

... 2

2.2 Pemrograman Linear ... 2

2.3

Integer Programming

... 3

2.4

Nonlinear Programming

... 3

2.5

Integer Nonlinear Programming

... 3

III MASALAH PENENTUAN KORIDOR DALAM BRT ... 4

3.1 Perumusan Masalah BRT ... 4

3.2 Formulasi Masalah dalam Model Matematika ... 5

IV STUDI KASUS PENGOPERASIAN BRT ... 7

4.1 Deskripsi Masalah Pengoperasian BRT ... 7

4.2 Formulasi Model Matematika Masalah Pengoperasian BRT ... 9

4.3 Pengujian Model ... 11

4.4 Hasil dan Pembahasan ... 19

V

SIMPULAN DAN SARAN ... 21

5.1 Simpulan ... 21

5.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

1

Banyaknya penumpang antarruas jalan ... 8

2

Banyaknya penumpang per koridor ... 9

3

Banyaknya penumpang antarruas jalan pada Skenario 1 ... 11

4

Hasil komputasi Skenario 1 ... 12

5

Banyaknya penumpang untuk setiap ruas jalan pada Skenario 1 ... 12

6

Banyaknya penumpang antarruas jalan pada Skenario 2 ... 13

7

Hasil komputasi Skenario 2 ... 13

8

Banyaknya penumpang untuk setiap ruas jalan pada Skenario 2 ... 14

9 Banyaknya penumpang antarruas jalan pada Skenario 3 ... 14

10 Hasil komputasi Skenario 3 ... 15

11 Banyaknya penumpang untuk setiap ruas jalan pada Skenario 3 ... 15

12 Banyaknya penumpang antarruas jalan pada Skenario 4 ... 16

13 Hasil komputasi Skenario 4 ... 16

14 Banyaknya penumpang untuk setiap ruas jalan pada Skenario 4 ... 17

15 Banyaknya penumpang antarruas jalan pada Skenario 5 ... 17

16 Biaya operasional untuk Skenario 5 ... 18

17 Hasil komputasi Skenario 5 ... 18

18 Banyaknya penumpang untuk setiap ruas jalan pada Skenario 5 ... 19

19 Hasil komputasi ... 19

20 Banyaknya penumpang untuk setiap ruas jalan ... 20

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Jaringan jalan BRT ... 7

2

Koridor bus yang dihasilkan Skenario 1 ... 12

3

Koridor bus yang dihasilkan Skenario 2 ... 14

4

Koridor bus yang dihasilkan Skenario 3 ... 15

5 Koridor bus yang dihasilkan Skenario 4 ... 17

6

Koridor bus yang dihasilkan Skenario 5 ... 19

(10)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Syntax

program LINGO 11.0 untuk mencari penyelesaian Contoh 1 ... 24

2 Data banyaknya penumpang per

shelter

(data hipotetik) ... 25

3

Syntax

hasil komputasi program LINGO 11.0 untuk masalah penentuan koridor bus

dalam meminimumkan biaya operasional ... 27

4 Hasil perhitungan dengan

software

LINGO 11.0 ... 34

5 Data biaya operasional untuk setiap ruas jalan ... 47

6 Hasil komputasi LINGO 11.0 untuk Skenario 1 ... 48

7 Hasil komputasi LINGO 11.0 untuk Skenario 2 ... 49

8

Hasil komputasi LINGO 11.0 untuk Skenario 3 ... 50

9

Hasil komputasi LINGO 11.0 untuk Skenario 4 ... 51

(11)

I PENDAHULUAN

Pada bagian awal bab ini akan dijelaskan

latar belakang dan tujuan penelitian yang

dilakukan. Sementara itu pada bagian akhir

bab ini akan disajikan manfaat dari tulisan ini

bagi pengelola

Bus Rapid Transit

.

1.1

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara

yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di

dunia. Penduduk Indonesia pada bulan Juli

2012

diperkirakan

akan

mencapai

248.216.193 jiwa dengan 40% di antaranya

berada di daerah perkotaan (CIA 2012).

Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia

merupakan kota dengan populasi terbesar di

seluruh

Indonesia

dengan

banyaknya

penduduk sebesar 9,121 juta jiwa. Pemerintah

provinsi DKI Jakarta menyebutkan banyaknya

penduduk Jakarta pada siang hari mencapai 11

juta jiwa, sedangkan pada malam hari hanya

terdapat 8,9 juta jiwa. Hal ini menjelaskan

bahwa penduduk kota Jakarta mempunyai

mobilitas yang sangat tinggi dengan selisih

2,1 juta jiwa yang bergerak masuk dan keluar

kota Jakarta setiap harinya.

Tingginya mobilitas penduduk Jakarta

tersebut

mengakibatkan

kemacetan

di

sejumlah ruas jalan di Jakarta. Kondisi ini

juga disebabkan dengan kurangnya kesadaran

para pengguna jalan yang sering mengabaikan

rambu-rambu lalu lintas, terutama para

pengendara angkutan umum. Kemacetan ini

setiap harinya baru dapat terurai sekitar pukul

01.00 pagi.

Untuk memecahkan masalah tersebut,

pemerintah provinsi DKI Jakarta telah

menyusun Pola Transportasi Makro (PTM)

sebagai perencanaan umum pengembangan

sistem transportasi di wilayah DKI Jakarta.

Mengacu pada PTM tersebut, untuk tahap

awal realisasinya dibangun suatu jaringan

sistem

angkutan

umum

massal

yang

menggunakan bus pada jalur khusus yang

disebut dengan

busway

sebagai sarana untuk

mengakomodasi

tingginya

mobilitas

penduduk kota Jakarta.

TransJakarta

Busway

adalah salah satu

bus rapid transit

(BRT) yang digunakan

sebagai sarana bagi masyarakat kota Jakarta

agar dapat melakukan mobilitas dengan cepat,

aman dan nyaman yang dikelola oleh Badan

Layanan Usaha (BLU) TransJakarta. BLU

TransJakarta tersebut mempunyai tujuan

utama untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat pengguna BRT. BLU tersebut

juga mengatur masalah pengadaan armada

bus, pengoptimalan layanan transportasi

publik yang efisien dari segi biaya dan

investasi, dan lainnya.

Masalah yang terjadi dalam pengoptimalan

layanan transportasi publik seperti BRT ini

antara lain adalah membuat aturan-aturan

yang dapat meminimumkan frekuensi bus

yang digunakan per hari atau per koridor yang

dapat bermacam-macam kemungkinannya;

kemudian, membuat aturan-aturan yang dapat

menentukan seberapa banyak tambahan bus

yang dioperasikan dari jumlah minimumnya

saat banyaknya penumpang bus mencapai

tingkat tertentu.

1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan

dari

penelitian

ini

adalah

menentukan frekuensi bus dan koridor yang

digunakan agar diperoleh biaya operasional

yang minimum.

1.3

Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari

penelitian ini ialah:

1.

memberikan gambaran rute-rute yang

dapat meminimumkan biaya operasional

TransJakarta

Busway

,

2.

menjadi masukan bagi pemerintah kota

Jakarta dalam pengembangan

bus rapid

transit

yang lebih baik.

II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan dijelaskan beberapa

istilah yang digunakan dalam penelitian.

Pertama akan dijelaskan tentang sistem

transportasi.

Bus rapid transit

(BRT) adalah

hasil dari perkembangan sistem transportasi

yang menjadi topik utama dalam karya ilmiah

ini. Salah satu masalah yang terjadi dalam

(12)

2.1

Transportasi &

Bus Rapid Transit

Pertama akan dijelaskan tentang sistem

transportasi dan

bus rapid transit

yang

merupakan pokok bahasan utama dalam karya

ilmiah ini.

Sistem transportasi adalah salah satu

komponen dasar dari sebuah lingkungan

sosial, ekonomi, dan struktur fisik masyarakat

perkotaan. Sebagai bagian utama dari sistem

transportasi perkotaan, transportasi publik

telah dikenal luas sebagai cara yang

berpotensi untuk mengurangi polusi udara,

mengurangi konsumsi energi, meningkatkan

mobilitas, mengurangi kemacetan lalu lintas,

meningkatkan produktivitas, menyediakan

lapangan kerja, mempromosikan penjualan

retail, dan merealisasikan pola pertumbuhan

perkotaan.

(Fan & Machemehl 2004)

Bus rapid transit

(BRT) adalah sistem

transportasi

bus

terbaik

yang

dapat

mengantarkan penumpang dengan cepat,

nyaman, meningkatkan mobilitas penduduk

perkotaan secara efektif dalam hal biaya

karena dilengkapi oleh infrastruktur jalan

yang terpisah, cepat dan sering beroperasi,

serta sangat baik dalam penjualan tiket dan

pelayanan penumpang.

(ITDP 2007)

Koridor secara umum dipilih berdasarkan

beberapa

faktor,

termasuk

permintaan

penumpang,

keunggulan

jaringan,

karakteristik

jalan,

kemudahan

dalam

implementasi, biaya, pertimbangan politik,

dan pertimbangan sosial.

(ITDP 2007)

Pelayanan

minimum

frekuensi

bus

dirancang

untuk

menjamin

tingkat

kenyamanan penumpang, walaupun dalam

keadaan sedikit penumpang. Sistem BRT

dirancang untuk melayani penumpang lebih

baik dibandingkan dengan transportasi lokal

lainnya.

Beberapa pertimbangan untuk menentukan

standar pelayanan bus di antaranya ialah:

a)

tipe kendaraan,

b)

aransemen kendaraan (jumlah tempat

duduk, ruang untuk berdiri),

c)

kemungkinan

beberapa

penumpang

diharuskan untuk berdiri,

d)

panjang

koridor

dan

kecepatan

(kemungkinan penumpang yang berdiri

diharuskan berdiri untuk koridor yang

panjang atau beroperasi dalam kecepatan

maksimum),

e)

bagaimana kursi roda atau alat bantu

bergerak lainnya ditangani di dalam

kendaraan,

f)

kemungkinan sepeda dibawa masuk ke

dalam bus.

(APTA 2010)

2.2

Pemrograman Linear

Fungsi linear dan pertidaksamaan linear

merupakan salah satu konsep dasar yang harus

dipahami terkait dengan konsep pemrograman

linear.

Definisi 1 (Fungsi Linear)

Sebuah fungsi

f x x

( ,

1 2

,...,

x

n

)

dalam

variabel-variabel

x x

1

,

2

,...,

x

n

adalah suatu

fungsi linear jika dan hanya jika untuk suatu

himpunan konstanta

c c

1

, ,...,

2

c

n

, fungsi

f

dapat dituliskan sebagai

f x x

( ,

1 2

,...,

x

n

)

c x

1 1

2 2

...

n n

c x

c x

 

.

(Winston 2004)

Sebagai

contoh,

f x x

( ,

1 2

)

 

x

1

5

x

2

merupakan

fungsi

linear,

sementara

3 1 2 1 2

( ,

)

f x x

x x

bukan fungsi linear.

Definisi 2 (Persamaan dan Pertidaksamaan

Linear)

Misalkan

b

sembarang bilangan. Suatu

persamaan

f x x

( ,

1 2

,...,

x

n

)

b

merupakan

persamaan linear. Untuk sembarang fungsi

linear

f x x

( ,

1 2

,...,

x

n

)

dan sembarang bilangan

b

, pertidaksamaan

f x x

( ,

1 2

,...,

x

n

)

b

atau

1 2

( ,

,...,

n

)

f x x

x

b

adalah

pertidaksamaan

linear.

(Winston 2004)

Pemrograman linear (PL) atau

linear

programming

adalah suatu masalah optimasi

yang memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai

berikut:

a)

tujuan

masalah

tersebut

adalah

memaksimumkan atau meminimumkan

suatu fungsi linear dari sejumlah variabel

keputusan.

Fungsi

yang

akan

dimaksimumkan atau diminimumkan ini

disebut fungsi objektif,

b)

nilai variabel-variabel keputusannya harus

memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap

kendala harus berupa persamaan linear

atau pertidaksamaan linear,

(13)

menentukan

x

i

harus taknegatif

x

i

0

atau tidak dibatasi tandanya (

unrestricted

in sign

).

(Winston 2004)

2.3

Integer Programming

Integer

programming

(IP)

atau

pemrograman

integer

adalah suatu model

pemrograman linear dengan variabel yang

digunakan berupa bilangan bulat (

integer

).

Jika semua variabel harus berupa

integer

,

maka masalah tersebut dinamakan

pure

integer programming

. Jika hanya sebagian

yang harus berupa

integer

, maka disebut

mixed integer programming

(MIP). IP dengan

semua variabelnya harus bernilai 0 atau 1

disebut 0-1 IP.

(Garfinkel & Nemhauser 1972)

Definisi 3 (Pemrograman Linear Relaksasi)

Pemrograman linear relaksasi atau sering

disebut

PL-relaksasi

merupakan

suatu

pemrograman linear yang diperoleh dari suatu

pemrograman linear yang diperoleh dari suatu

IP dengan menghilangkan kendala

integer

atau kendala 0-1 pada setiap variabelnya.

Untuk

masalah

maksimisasi,

nilai

optimum fungsi objektif PL-relaksasi lebih

besar atau sama dengan nilai optimum fungsi

objektif

IP,

sedangkan

untuk

masalah

minimisasi, nilai optimum fungsi objektif

PL-relaksasi lebih kecil atau sama dengan nilai

optimum fungsi objektif IP.

(Winston 2004)

2.4

Nonlinear Programming

Model

nonlinear programming

(NLP)

meliputi

pengoptimuman

suatu

kondisi

berikut:

a)

fungsi objektif nonlinear terhadap kendala

linear,

b)

fungsi objektif nonlinear terhadap kendala

nonlinear,

c)

fungsi

objektif

nonlinear

dan

tak

berkendala.

(Sharma 2006)

Definisi 4 (Pemrograman Taklinear)

Bentuk umum pemrograman taklinear

adalah :







1 2

1 1 2 1

2 1 2 2

1 2

max (atau min)

,

,...,

terhadap kendala :

,

,...,

, ,

,

,...,

, ,

,

,...,

, ,

n n n

m n m

z

f x x

x

g x x

x

b

g

x x

x

b

g

x x

x

b

  

  

  

(1)

Sama halnya dengan pemrograman linear,

1

,

2

,...,

n

f x x

x

adalah fungsi objektif dari

pemrograman taklinear, dan

g x x

1

1

,

2

,...,

x

n

  

, ,

b

1

,

...,

g

m

x x

1

,

2

,...,

x

n

  

, ,

b

m

adalah

kendala

pemrograman

taklinear.

Sebuah pemrograman taklinear yang tidak ada

kendala

g

i

disebut pemrograman taklinear tak

berkendala.

(Winston 2004)

Definisi 5 (Daerah Fisibel Pemrograman

Taklinear)

Daerah

fisibel

untuk

pemrograman

taklinear (1) adalah himpunan dari nilai-nilai

x x

1

,

2

,...,

x

n

yang memenuhi sejumlah

m

kendala di (1). Sebuah nilai di dalam daerah

fisibel adalah nilai fisibel, dan sebuah nilai di

luar daerah fisibel disebut nilai takfisibel.

(Winston 2004)

2.5

Integer Nonlinear Programming

Model

integer

nonlinear programming

(INLP) merupakan suatu model pemrograman

matematika dengan variabel keputusan berupa

bilangan

integer

dan fungsi objektif atau

kendalanya taklinear.

(Ecker & Kupferschmid 1998)

Contoh 1

Misalkan diberikan masalah INLP berikut:

2

1 1 2

1 2

2 1 2

max 3

2

,

terhadap

2

5,

2

7,

x

x x

x

x

x

x

1 2 1 2

0,

0,

,

.

x

x

x x integer

 

(14)

III MASALAH PENENTUAN KORIDOR DALAM BRT

Bab ini akan membahas deskripsi masalah

BRT, batasan masalah dan asumsi yang

digunakan dalam penelitian ini. Kemudian

dilanjutkan dengan formulasi matematika

terhadap permasalahan tersebut.

3.1

Perumusan Masalah BRT

Manajemen

bus rapid transit

(BRT) terdiri

dari unit pengelola dan unit operator.

Pengelola BRT bertugas untuk mengelola

BRT secara umum, dan operator bertugas

untuk menyediakan perangkat teknis lainnya,

seperti

pengadaan

bus.

Salah

satu

permasalahan

yang

dihadapi

dalam

pengoperasian BRT ialah pengelola harus

membayar tagihan biaya operasional bus

kepada pihak operator. Tetapi, tagihan yang

harus dibayarkan tersebut seringkali melebihi

pemasukan yang didapatkan oleh pengelola

BRT. Tentu saja ini menimbulkan defisit yang

besar.

Permasalahan lain yang dihadapi oleh

pengelola BRT adalah pihak pengelola

kesulitan untuk menentukan koridor-koridor

yang dapat memenuhi keinginan penumpang

yang menggunakan BRT. Permasalahan lain

yang juga dihadapi adalah pengelola kesulitan

untuk

menentukan

jumlah

bus

yang

digunakan. Hal ini bisa mengakibatkan

membengkaknya biaya operasional yang

harus dikeluarkan oleh pihak pengelola jika

jumlah bus yang beroperasi terlalu banyak,

ataupun dapat merugikan calon penumpang

jika jumlah bus yang beroperasi terlalu

sedikit. Banyaknya bus yang beroperasi juga

ditentukan oleh tingkat pelayanan untuk

menjamin kenyamanan penumpang.

Semua

permasalahan

tersebut

dapat

memengaruhi biaya operasional yang harus

dibayarkan oleh pihak pengelola kepada

operator. Penulis melakukan analisis terhadap

banyaknya penumpang yang melakukan

perjalanan dari satu

shelter

ke

shelter

yang

lain sehingga dapat ditentukan koridor-koridor

yang dapat digunakan, dan banyaknya bus

yang

dioperasikan

untuk

menjamin

kenyamanan penumpang pada tingkat tertentu

sehingga dapat meminimumkan biaya yang

harus dibayarkan.

Misalkan pada suatu daerah terdapat

jaringan jalan BRT. Jaringan jalan tersebut

mempunyai

R

buah terminal. Setiap terminal

dapat dipasangkan satu dengan yang lainnya

yang disebut sebagai pasangan terminal.

Pasangan terminal adalah pasangan terminal

awal dan terminal akhir yang mempunyai

koridor-koridor untuk dipilih. Setiap pasangan

terminal mempunyai

N

buah koridor yang

telah ditentukan di awal.

Setiap koridor dalam setiap pasangan

terminal melewati ruas-ruas jalan tertentu

yang berbeda. Misalkan pada jaringan jalan

BRT tersebut terdapat

P

buah ruas jalan yang

menghubungkan antara satu persimpangan

dengan persimpangan lainnya. Ruas-ruas jalan

tersebut memungkinkan dilewati lebih dari 1

koridor. Setiap ruas jalan memiliki

Q

buah

shelter.

Shelter

adalah tempat penumpang

naik dan turun dari bus. Bus bergerak dari satu

shelter

awal (terminal awal) ke

shelter

berikutnya sampai ke

shelter

akhir (terminal

akhir). Terminal awal adalah

shelter

awal dan

terminal akhir adalah

shelter

akhir dari setiap

pasangan terminal. Dalam sistem BRT, bus

diharuskan bergerak dari

shelter

awal ke

shelter

berikutnya sampai ke

shelter

akhir dan

kembali lagi melewati ruas jalan yang sama

sampai ke

shelter

awal.

Banyaknya bus yang digunakan di sebuah

koridor dalam suatu pasangan terminal

merupakan frekuensi bus yang bergerak dari

terminal awal ke terminal akhir yang melewati

ruas-ruas jalan yang digunakan dalam koridor

tersebut.

Banyaknya

penumpang

sangat

memengaruhi

banyaknya

bus

yang

dioperasikan. Banyaknya penumpang yang

naik ke dalam bus seharusnya tidak melebihi

kapasitas

bus.

Dalam

sebuah

koridor,

banyaknya penumpang minimal yang harus

dilayani oleh bus-bus di koridor tersebut

disebut

tingkat

pelayanan

penumpang.

Tingkat pelayanan penumpang dinyatakan

dengan persentase banyaknya penumpang

minimal yang harus diangkut oleh semua bus

yang beroperasi di koridor-koridor tersebut.

Pemilihan koridor yang tepat dapat

meminimumkan biaya operasional. Pemilihan

koridor

tersebut

berpengaruh

terhadap

banyaknya penumpang dalam koridor-koridor

yang dipilih, dan pada akhirnya akan

memengaruhi banyaknya bus yang digunakan,

sedangkan banyaknya bus yang digunakan

sangat

berpengaruh

terhadap

biaya

operasional secara keseluruhan.

Untuk

membatasi

permasalahan

pengoperasian

BRT,

maka

digunakan

beberapa asumsi antara lain:

1.

tidak ada bus yang mengalami kerusakan,

2.

biaya tetap untuk setiap ruas jalan

dianggap sama,

(15)

4.

bus selalu terisi penuh sesuai dengan

tingkat kenyamanan penumpang yang

telah ditentukan,

5.

jenis bus yang digunakan homogen,

sehingga kapasitas bus sama,

6.

ruas jalan yang digunakan adalah ruas

jalan 2 arah,

7.

pasangan

terminal

sudah

ditetapkan,

sehingga analisis hanya dibatasi untuk

pemilihan koridornya saja,

8.

satu frekuensi perjalanan bus adalah

perjalanan dari terminal awal ke terminal

akhir dalam satu periode waktu tertentu,

9.

pemilihan koridor dibatasi untuk

koridor-koridor yang ada dalam pasangan terminal

yang telah ditetapkan,

10.

setiap koridor dalam suatu pasangan

terminal melewati ruas-ruas jalan yang

berbeda.

3.2

Formulasi Masalah dalam Model

Matematika

Berdasarkan data dan analisis yang

didapatkan, maka dapat dibuat formulasi

masalah tersebut ke dalam bentuk

integer

nonlinear programming

(INLP). Bentuk

formulasi masalah tersebut adalah sebagai

berikut:

Indeks

i, j

= terminal;

i, j

= 1,2,...,

R

k

= koridor;

k

= 1,2,...,

N

l

= pasangan terminal;

l

= 1,2,...,

O

m, n

= ruas jalan;

m, n

= 1,2,...,

P

Himpunan

A

= himpunan pasangan terminal (

i,j

) yang

telah ditentukan atau didefinisikan di

awal,

B = himpunan koridor yang melewati ruas

jalan

n

,

C

= himpunan ruas jalan yang dilewati di

koridor

k.

Parameter

( , , )

OC i j k

= biaya operasional dalam satu kali

perjalanan dari terminal

i

ke

terminal

j

di koridor

k

,

 

1 ; jika pasangan terminal ke

digunakan

0; lainnya

l

y l

 

Kap

= kapasitas bus,

s

= tingkat pelayanan penumpang,

( , , )

n i j k

banyaknya

ruas

jalan

yang

digunakan pada koridor

k

dari

terminal

i

ke terminal

j

,

 

=

FC m

biaya tetap untuk ruas jalan

m

,

,

=

DJ m n

banyaknya penumpang dari ruas

jalan

m

ke ruas jalan

n

,

, ,

=

DK i j k

banyaknya

penumpang

dari

terminal

i

ke terminal

j

untuk

koridor

k

.

Variabel Keputusan

, ,

=

F i j k

frekuensi perjalanan bus yang

digunakan dari terminal

i

ke

terminal

j

di koridor

k

,

,

FJ m n

frekuensi perjalanan bus yang

digunakan dari ruas jalan

m

ke

ruas jalan

n

,

, ,

1 ; jika bus bergerak dari terminal

ke terminal di koridor

0 ; lainnya.

X i j k

i

j

k

 

1; jika ruas jalan digunakan

( )

0;lainnya

m

U m

 

Fungsi Objektif

Fungsi objektif dari masalah ini adalah

meminimumkan biaya operasional dengan

mengatur frekuensi bus yang dikalikan dengan

biaya operasional bus ditambah dengan biaya

tetap pada setiap ruas jalan jika ruas jalan

tersebut digunakan. Secara matematis, fungsi

objektif dari masalah ini adalah:

   

, ,

min

( , , )

, ,

i j k m

OC i j k

F i j k

FC m

U m

 

dengan ( , )

i j

A

.

Kendala

Kendala pada permasalahan ini adalah

sebagai berikut:

1.

Kendala ini menjelaskan bahwa:

Kapasitas bus yang digunakan haruslah

lebih

besar

atau

sama

dengan

banyaknya penumpang yang diangkut.

Banyaknya penumpang yang diangkut

adalah

banyaknya

penumpang

keseluruhan dari terminal

i

ke terminal

j

di koridor

k

dikalikan dengan tingkat

pelayanan penumpang dan pergerakan

bus.

, ,

, ,

, ,

( , )

s X i j k

DK i j k

Kap F i j k

k

i j

(16)

2.

Frekuensi perjalanan bus yang berangkat

dari terminal

i

ke terminal

j

di koridor

k

sama dengan frekuensi perjalanan bus

yang kembali dari terminal

j

ke terminal

i

di koridor

k

.

, ,

, ,

,

( , )

F i j k

F j i k

k

i j

A

3.

Dipilih maksimal 1 koridor, untuk setiap

pasangan terminal.

, ,

1, ( , )

k

X i j k

i j

A

4.

Tidak ada bus yang bergerak dari terminal

i

ke terminal

i

di koridor

k

.

, ,

0,

,

X i i k

i k

5.

Bus yang berangkat dari terminal

i

ke

terminal

j

di koridor

k

harus kembali

melalui koridor yang sama dari terminal

j

ke terminal

i

di koridor

k

.

, ,

, ,

,

( , )

X i j k

X j i k

k

i j

A

6.

Jika pasangan terminal ke

l

digunakan,

maka akan dipilih koridor dari terminal

i

ke terminal

j

di koridor

k

untuk pasangan

terminal ke

l

.

, ,

1

1

 

,

( , )

k

X i j k

y l

l

i j

  

A

7.

Jika koridor

k

dari terminal

i

ke terminal

j

digunakan maka ruas jalan yang dilewati

oleh koridor tersebut digunakan.

( , , )

( , , )

( ),

( , )

;

m

n i j k

X i j k

U m

i j

k

 

C

A

8.

Banyaknya penumpang yang diangkut dari

ruas jalan

m

ke ruas jalan

n

tidak melebihi

total kapasitas bus yang bergerak dari ruas

jalan

m

ke ruas jalan

n

untuk tingkat

pelayanan penumpang tertentu.

,

,

,

,

s DJ m n

Kap FJ m n

m n

9.

Frekuensi perjalanan bus yang bergerak di

ruas jalan

n

tidak lebih dari frekuensi

perjalanan bus dari seluruh koridor yang

bergerak melewati ruas jalan tersebut.

 

 

, , , ,

,

, ,

, ,

,

, ,

, ,

,

( , )

;

m i j k

m i j k

FJ m n

X i j k

F i j k

FJ n m

X i j k

F i j k

n

i j

k

   

 

 

A

B

10.

Banyaknya penumpang yang diangkut

pada setiap ruas jalan tidak melebihi

kapasitas bus yang melewati ruas jalan

tersebut

untuk

tingkat

pelayanan

penumpang tertentu.

,

, ,

 

, ,

, , ;

( , )

s DJ m n

Kap X i j k

F i j k

k m n

i j

A

11.

Frekuensi perjalanan bus yang bergerak

dari ruas jalan

m

ke ruas jalan

n

sama

dengan frekuensi perjalanan bus yang

berangkat dari ruas jalan

n

ke ruas jalan

m

.

,

,

,

,

FJ m n

FJ n m

m n

12.

Kendala ini menjelaskan bahwa:

Jika banyaknya penumpang di ruas

jalan

m

sedikitnya dua kali kapasitas

bus dikalikan dengan tingkat pelayanan

penumpang, maka ruas jalan

m

digunakan,

Jika

( , )

( , )

2

,

maka ( ) 1;

n

DJ m n

DJ n m

Kap s

U m

m

 

 

Jika banyaknya penumpang di ruas

jalan

m

tidak melebihi dua kali

kapasitas bus dikalikan dengan tingkat

pelayanan penumpang, maka ruas jalan

tersebut tidak digunakan.

( , )

( , )

( ) 2

n

DJ m n

DJ n m

U m

Kap s

m

 

13.

Kendala

ketaknegatifan,

memastikan

bahwa:

Banyaknya penumpang dari ruas jalan

m

ke ruas jalan

n

dan dari terminal

i

ke

terminal

j

di koridor ke

k

, lebih besar

atau sama dengan nol.

,

0

,

DJ m n

m n

, ,

0

( , )

DK i j k

i j

A

Frekuensi perjalanan bus dari ruas

jalan

m

ke ruas jalan

n

dan dari

terminal

i

ke terminal

j

di koridor ke

k,

lebih besar atau sama dengan nol.

,

0

,

FJ m n

m n

, ,

0

( , )

F i j k

i j

(17)

IV STUDI KASUS PENGOPERASIAN BRT

4.1

Deskripsi

Masalah

Pengoperasian

BRT

Misalkan pada suatu daerah terdapat suatu

jaringan jalan BRT. Jaringan jalan tersebut

mempunyai 12 buah ruas jalan dengan 3 buah

shelter

di setiap ruas jalan. Jaringan jalan

tersebut juga mempunyai 8 buah terminal

yaitu A, B, C, D, E, F, G, H. Gambar jaringan

tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Angka

di setiap titik menyatakan

shelter

bus,

sedangkan

angka

di

dalam

kurung

menyatakan ruas jalan, dan huruf kapital di

setiap ujung garis menyatakan terminal.

Setiap

shelter

memiliki tempat untuk naik dan

turun. Setiap ruas jalan terdiri atas dua jalur

yang memiliki arah yang berbeda. Arah 1

merupakan arah bus yang menjauhi terminal

awal, sedangkan arah 2 merupakan arah bus

yang mendekati terminal awal. Dimisalkan

jaringan jalan BRT ini mempunyai 8 buah

koridor yang ditetapkan sebagai berikut:

Gambar 1 Jaringan jalan BRT.

1.

pasangan terminal ke 1: terminal A

terminal B

koridor 1 melewati ruas jalan (1)

– (9)

(2),

koridor 2 melewati ruas jalan (1)

– (12) –

(11) – (10) – (2),

2.

pasangan terminal ke 2: terminal B

terminal C

koridor 1 melewati ruas jalan (2)

– (9)

(12) – (3),

koridor 2 melewati ruas jalan (2)

(10)

(11)

(3),

3.

pasangan terminal ke 3: terminal C

terminal D

koridor 1 melewati ruas jalan (3)

(11)

(4),

koridor 2 melewati ruas jalan (3)

– (12) –

(9) – (10) – (4),

4.

pasangan terminal ke 4: terminal D

terminal E

koridor 1 melewati ruas jalan (4)

– (10) –

(9) – (5),

koridor 2 melewati ruas jalan (4)

– (11) –

(12) – (5),

5.

pasangan terminal ke 5: terminal E

terminal F

koridor 1 melewati ruas jalan (5)

– (12) –

(6),

koridor 2 melewati ruas jalan (5)

(9)

(10)

(11)

(6),

6.

pasangan terminal ke 6: terminal F

terminal G

koridor 1 melewati ruas jalan (6)

(11)

(10) – (7),

(18)

7.

pasangan terminal ke 7: terminal G

terminal H

koridor 1 melewati ruas jalan (7)

(10)

(8),

koridor 2 melewati ruas jalan (7)

– (9)

(12) – (11) – (8),

8.

pasangan terminal ke 8: terminal A

terminal H

koridor 1 melewati ruas jalan (1)

– (12) –

(11) – (8),

koridor 2 melewati ruas jalan (1)

(9)

(10) – (8).

Perjalanan bus dimulai dari terminal awal

ke terminal tujuan kemudian kembali ke

terminal awal untuk setiap pasangan terminal.

Pada setiap koridor, bus harus berhenti di

setiap

shelter

secara berurutan.

Tabel 1 merepresentasikan banyaknya

penumpang yang bergerak dari ruas jalan

m

ke

ruas jalan

n

. Banyaknya penumpang dari satu

ruas jalan ke ruas jalan lainnya diperoleh dari

penjumlahan

semua

penumpang

yang

bergerak dari semua

shelter

yang ada di ruas

jalan ke

m

yang akan menuju

shelter

yang

berada di ruas jalan ke

n

. Data banyaknya

penumpang yang bergerak dari satu

shelter

ke

shelter

lainnya diberikan di Lampiran 2 yang

diperoleh

dengan

menggunakan

fungsi

pembangkit data acak

integer

(

random

integer

) pada

software Microsoft Excel 2007

.

Banyaknya penumpang dari ruas jalan ke 1 ke

ruas jalan ke 2 diperoleh dengan cara

menjumlahkan banyaknya penumpang dari

shelter-shelter

yang berada di ruas jalan 1,

yaitu

shelter

1, 2, dan 3, ke

shelter-shelter

yang berada di ruas jalan 2, yaitu

shelter

4, 5,

dan 6. Banyaknya penumpang dari

shelter

1

ke

shelter

4 sebanyak 155 orang, ditambah

dari

shelter

1 ke

shelter

5 sebanyak 31 orang,

ditambah dari

shelter

1 ke

shelter

6 sebanyak

176 orang, ditambah dari

shelter

2 ke

shelter

4

sebanyak 175 orang, ditambah dari

shelter

2

ke

shelter

5 sebanyak 51 orang, ditambah dari

shelter

2 ke

shelter

6 sebanyak 126 orang,

ditambah dari

shelter

3 ke

shelter

4 sebanyak

50 orang, ditambah dari

shelter

3 ke

shelter

5

sebanyak 88 orang, dan ditambah dari

shelter

3 ke

shelter

6 sebanyak 58 orang, diperoleh

banyak penumpang dari ruas jalan 1 menuju

ruas

jalan

2

sebanyak

910

orang.

Penghitungan banyak penumpang di ruas-ruas

jalan yang lainnya dilakukan dengan cara

serupa.

Tabel 1 Banyaknya penumpang antarruas jalan

Ruas jalan tujuan

Ru

a

s j

a

la

n

a

w

a

l

Ruas

jalan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 776 910 849 1090 750 811 670 758 1004 662 717 1101

2 939 478 1197 913 1021 593 1075 746 1186 1205 903 1074

3 964 971 693 482 1003 723 754 896 859 1088 916 824

4 743 723 646 664 680 754 1007 1203 939 989 1407 1025

5 841 1089 804 804 715 842 941 560 945 1071 677 886

6 832 867 884 1168 1061 478 752 698 1024 1203 648 898

7 976 880 840 1258 1110 844 638 685 993 915 915 748

8 843 864 1013 818 1072 1004 771 453 1124 880 1009 1269

9 1110 637 1006 986 553 808 1403 823 568 814 870 913

10 911 868 1171 844 707 919 541 781 1035 632 1011 943

11 1107 985 524 992 786 1182 939 798 938 1040 485 952

12 1012 1165 945 959 910 789 911 1106 748 1017 889 447

Tabel

2

menjelaskan

banyaknya

penumpang yang dapat diangkut oleh bus

dalam koridor-koridor di setiap pasangan

terminal. Banyaknya penumpang dalam setiap

koridor dihasilkan dari banyaknya penumpang

yang bergerak dari terminal

i

ke terminal

j

melalui koridor ke

k

ditambahkan semua

penumpang yang kembali lagi ke terminal

i

melalui koridor ke

k.

Untuk koridor pertama

dari terminal A ke terminal B sebanyak 5768

orang dihasilkan dari banyaknya penumpang

dari ruas jalan 1 ke ruas jalan 2 sebanyak 910

orang ditambah penumpang dari ruas jalan 1

ke ruas jalan 9 sebanyak 1004 orang ditambah

penumpang dari ruas jalan 9 ke ruas jalan 2

sebanyak

637

orang

dan

banyaknya

penumpang dari ruas jalan 2 ke ruas jalan 1

(19)

Tabel 2 Banyaknya penumpang per koridor

Pasangan

terminal

(

l

)

Koridor

ke-

Ruas jalan

Banyaknya

ruas jalan

Banyaknya

penumpang

Biaya

operasional

A-B (1)

1

2

(1)

(1) – (12) – (11) – (10) – (2)

(9)

(2)

3

5

19411

5786

1497891

2764665

B-C (2)

2

1

(2) – (9) – (12) – (3)

(2)

(10)

(11)

(3)

4

4

11525

11879

2496522

2347872

C-D (3)

1

2

(3) – (11) – (4)

(3) – (12) – (9) – (10) – (4)

3

5

18233

4967

1555893

2995175

D-E (4)

2

1

(4)

(4) – (11) – (12) – (5)

(10)

(9)

(5)

4

4

10367

10967

2169776

2145918

E-F (5)

2

1

(5) – (12) – (6)

(5)

(9)

(10)

(11)

(6)

3

5

18134

5386

1783469

2550697

F-G (6)

1

2

(6) – (11) – (10) – (7)

(6) – (12) – (9) – (7)

4

4

10909

10831

1842102

1990752

G-H (7)

1

2

(7)

(7) – (9) – (12) – (11) – (8)

(10)

(8)

3

5

18804

4573

1483459

2375479

A-H (8)

1

2

(1) – (12) – (11) – (8)

(1)

(9)

(10)

(8)

4

4

11561

1994964

10745

2018822

4.2

Formulasi

Model

Matematika

Masalah Pengoperasian BRT

Berdasarkan permasalahan dalam studi

kasus dalam subbab 4.1, dapat dimodelkan

permasalahannya sebagai berikut:

Indeks

Dalam studi kasus ini, banyaknya

terminal yang digunakan sebanyak 8 buah

terminal dan 8 buah pasangan terminal yang

ditetapkan di awal seperti pada subbab 4.1.

Banyaknya koridor yaitu 2 buah koridor dari

setiap

pasangan

terminal

yang

telah

ditetapkan. Ruas jalan yang digunakan

sebanyak 12 ruas jalan dengan 3 buah

shelter

di setiap ruas jalan.

i, j

= terminal;

i, j

= 1,2,...,8

k

= koridor;

k

= 1,2

l

= pasangan terminal;

l

= 1,2,...,8

m, n

= ruas jalan;

m, n

= 1,2,...,12

Himpunan

A

= himpunan pasangan terminal (

i,j

) yang

telah ditentukan atau didefinisikan di

awal,

B = himpunan koridor yang melewati ruas

jalan ke

n

.

C

= himpunan ruas jalan yang dilewati

untuk setiap koridor ke

k.

Parameter

Berdasarkan data pada pada subbab 4.1,

asumsi yang digunakan, dan parameter yang

diujikan, maka:

biaya

tetap

(

FC

)

sama

dengan

100.000.000 untuk setiap ruas jalan,

 

1 ; jika pasangan terminal ke

digunakan

0;lainnya,

l

y l

 

kapasitas bus (C) adalah 85 penumpang

dengan rincian 30 penumpang duduk

dan 55 penumpang berdiri,

tingkat pelayanan penumpang yang

digunakan adalah sebesar 90%, yang

berarti

minimal

90%

dari

total

penumpang akan diangkut oleh bus.

Fungsi Objektif

Fungsi objektif dari masalah ini adalah

meminimumkan biaya operasional dengan

mengatur frekuensi bus yang dikalikan biaya

operasional bus ditambah dengan biaya tetap

pada setiap koridor jika koridor tersebut

digunakan. Secara matematis, fungsi objektif

dari masalah pengoperasian BRT ini adalah:

 

 

, ,

min

( , , )

, ,

( , )

.

i j k m

OC i j k

F i j k

FC m

U m

i j

A

Kendala

Kendala pada permasalahan ini adalah

sebagai berikut:

(20)

Kapasitas

bus

yang

digunakan

haruslah lebih besar atau sama

dengan banyaknya penumpang yang

diangkut.

Banyaknya

penumpang

yang

diangkut

adalah

banyaknya

penumpang keseluruhan dikalikan

dengan tingkat pelayanan penumpang

dan pergerakan bus dari terminal

i

ke

terminal

j

di koridor

k

.

, ,

, ,

, ,

( , )

;

1, 2

s

X i j k

DK i j k

Kap F i j k

i j

k

A

 

2.

Frekuensi perjalanan bus yang berangkat

dari terminal

i

ke terminal

j

koridor

k

sama dengan frekuensi perjalanan bus

yang kembali dari terminal

j

ke terminal

i

koridor

k

.

, ,

, ,

,

( , )

1, 2

F i j k

F j i k

i j

k

 

A

3.

Dipilih maksimal 1 koridor, untuk setiap

pasangan terminal.

2

1

, ,

1,

( , )

k

X i j k

i j

 

A

4.

Tidak ada bus yang bergerak dari

terminal

i

ke terminal

i

di koridor

k

.

, ,

0 ,

1, 2,...,8;

1, 2

X i i k

 

i

 

k

5.

Bus yang berangkat dari terminal

i

ke

terminal

j

koridor

k

harus kembali

melalui koridor yang sama dari terminal

j

ke terminal

i

koridor

k

.

, ,

, ,

,

( , )

1, 2

X i j k

X j i k

i j

k

 

A

6.

Jika pasangan terminal ke

l

digunakan

maka akan dipilih koridor dari terminal

i

ke terminal

j

di koridor

k

untuk pasangan

terminal ke

l.

 

 

 

 

 

2 1 2 1 2 1 2 1 2 1

1, 2,

1

1

1

2,3,

1

1

2

3, 4,

1

1

3

4,5,

1

1

4

5,6,

1

1

5

k k k k k

X

k

y

X

k

y

X

k

y

X

k

y

X

k

y

    

  

  

  

  

  

 

 

 

2 1 2 1 2 1

6,7,

1

1

6

7,8,

1

1

7

1,8,

1

1

8

k k k

X

k

y

X

k

y

X

k

y

  

  

  

  

7.

Jika koridor

k

dari terminal

i

ke terminal

j

digunakan maka ruas jalan yang

dilewati oleh koridor tersebut digunakan.

( , , )

( , , )

( ),

( , )

;

m

n i j k

X i j k

U m

i j

k

 

C

A

8.

Banyaknya penumpang yang diangkut

dari ruas jalan

m

ke ruas jalan

n

tidak

melebihi total kapasitas bus yang

bergerak dari ruas jalan

m

ke ruas jalan

n

untuk tingkat pelayanan penumpang

tertentu.

,

,

1, 2,...,12

1, 2,...,12

s DJ m n

Kap FJ m n

m

n

 

 

9.

Frekuensi perjalanan bus yang bergerak

di ruas jalan

n

tidak lebih dari frekuensi

perjalanan bus dari seluruh koridor yang

bergerak melewati ruas jalan tersebut.

 

12 8 8

1 1 1

,

, ,

, ,

m i j

FJ m n

X i j k

F i j k

  



 

12 8 8

1 1 1

,

, ,

, ,

1, 2,...,12

m i j

FJ n m

X i j k

F i j k

n

  

 



( , )

i j

;

k

A

 

B

10.

Banyaknya penumpang di ruas jalan

tertentu tidak melebihi kapasitas bus

yang melewati ruas jalan tersebut.

,

, ,

 

, ,

1, 2,...,8

1, 2,...,8

( , )

1, 2

s DJ m n

Kap X i j k

F i j k

m

n

i j

k

 

 

 

A

(21)

,

,

1, 2,...,12

1, 2,...,12

FJ m n

FJ n m

m

n

 

 

12.

Kendala ini menjelaskan bahwa:

Jika banyaknya penumpang di ruas

jalan

m

sedikitnya dua kali kapasitas

bus

dikalikan

dengan

tingkat

pelayanan penumpang, maka ruas

jalan

m

digunakan,

Jika

( , )

( , )

2

,

maka ( )

1;

n

DJ m n

DJ n m

Kap s

U m

m

 

Jika banyaknya penumpang di ruas

jalan

m

tidak melebihi dua kali

kapasitas

bus

dikalikan

dengan

tingkat pelayanan penumpang, maka

ruas jalan tersebut tidak digunakan.

( , )

( , )

( ) 2

n

DJ m n

DJ n m

U m

Kap s

m

 

13.

Kendala

ketaknegatifan,

memastikan

bahwa:

Banyaknya penumpang dari ruas

jalan

m

ke ruas jalan

n

, lebih besar

atau sama dengan nol.

,

0

1, 2,...,8

1, 2,...,8

DJ m n

m

n

 

 

Banyaknya penumpang dari terminal

i

ke terminal

j

di koridor ke

k,

lebih

besar atau sama dengan nol.

, ,

0

( , )

1, 2

DK i j k

i j

k

 

A

Frekuensi perjalanan bus dari ruas

jalan

m

ke ruas jalan

n,

lebih besar

atau sama dengan nol.

,

0

1, 2,...,8

1, 2,...,8

FJ m n

m

n

 

 

Frekuensi

perjalanan

bus

dari

terminal

i

ke terminal

j

di koridor ke

k,

lebih besar atau sama dengan nol.

, ,

0

( , )

1, 2

F i j k

i j

k

 

A

4.3

Pengujian Model

Formulasi yang telah dipaparkan pada

subbab 4.2 akan diuji ke dalam lima

skenario

uji.

Skenario

uji

tersebut

menggunakan masukan data banyaknya

penumpang yang berbeda-beda untuk setiap

skenario uji.

Skenario 1

Diberikan data banyaknya penumpang

seperti pada Tabel 3. Tabel 3 ini

menjelaskan bahwa banyaknya penumpang

hanya terdapat dari ruas jalan (1) ke (9), (1)

ke (2), (2) ke (9), (2) ke (1), (9) ke (1), dan

(9) ke (2).

Tabel 3 Banyaknya penumpang antarruas jalan pada Skenario 1

Ruas jalan tujuan

Ru a s j a la n a w a l Ruas

jalan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 0 850 0 0 0 0 0 0 850 0 0 0

2 850 0 0 0 0 0 0 0 850 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 850 850 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari

data

banyaknya

penumpang

antarruas jalan yang diberikan dalam Tabel 3

diperoleh hasil komputasi dalam Tabel 4.

Hasil komputasi skenario 1 ini menjelaskan

bahwa koridor yang dihasilkan adalah

koridor yang melewati ruas jalan (1), (9),

dan (2). Banyaknya penumpang yang dapat

(22)

sebanyak 1530 orang dengan banyaknya

penumpang di ruas jalan tersebut sebanyak

1700 orang, demikian juga dengan ruas jalan

yang lainnya. Gambar 2 memvisualisasikan

hasil komputasi Skenario 1 dalam bentuk

rute jaringan jalan.

Tabel 4 Hasil komputasi Skenario 1

Pasangan

terminal

(

l

)

Koridor

ke-

Ruas jalan

X

(

i,j,k

)

Apakah

koridor

digunakan?

Banyaknya

penumpang

yang dapat

terangkut

Frekuensi

perjalanan

bus

A – B (1)

1

(1)-(9)-(2)

1

Ya

4590

54

2

(1)-(12)-(11)-(10)-(2)

0

Tidak

0

0

B – C (2)

1

(2)-(9)-(12)-(3)

0

Tidak

0

0

2

(2)-(10)-(11)-(3)

0

Tidak

0

0

C – D (3)

1

2

(3)-(11)-(4)

(3)-(12)-(9)-(10)-(4)

0

0

Tidak

Tidak

0

0

0

0

D

E (4)

1

(4)-(10)-(9)-(5)

0

Tidak

0

0

2

(4)-(11)-(12)-(5)

0

Tidak

0

0

E – F (5)

1

(5)-(12)-(6)

0

Tidak

0

0

2

(5)-(9)-(10)-(11)-(6)

0

Tidak

0

0

F – G (6)

1

2

(6)-(11)-(10)-(7)

(6)-(12)-(9)-(7)

0

0

Tidak

Tidak

0

0

0

0

G

H (7)

1

(7)-(10)-(8)

0

Tidak

0

0

2

(7)-(9)-(12)-(11)-(8)

0

Tidak

0

0

A – H (8)

1

(1)-(12)-(11)-(8)

0

Tidak

0

0

2

(1)-(9)-(10)-(8)

0

Tidak

0

0

Tabel 5 Banyaknya penumpang untuk setiap ruas jalan pada Skenario 1

Ruas jalan

Pasangan

terminal

Banyaknya

penumpang yang

diangkut

Total penumpang

yang diangkut

Banyaknya

penumpang di

ruas jalan

1

A

B

1530

1530

1700

2

A – B

1530

1530

1700

9

A – B

1530

1530

1700

Gambar

Gambar 1  Jaringan jalan BRT.
Tabel 2  Banyaknya penumpang per koridor
Tabel 4   Hasil komputasi Skenario 1
Tabel 7   Hasil komputasi Skenario 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

misanya apakah materi pelajaran tersebut berupa konsep yang dapat disajikan fakta atau bersifat abstrak, sedangkan Devi (2010) mengatakan bahwa karakteristik materi

Dari pengujian imputasi yang telah dilakukan yaitu pada data yang mengandung 10%, 20% dan 30% missing data, didapat bahwa secara rata-rata imputasi missing data

Mengingat kondisi di Indonesia, dimana ancaman tsunami dapat tiba dalam waktu yang sangat singkat, berita peringatan dini tsunami yang dikeluarkan BMKG ini perlu

Pembelajaran PAI merupakan pembelajaran agama Islam yang terdapat di sekolah umum. Kewajiban pihak sekolah untuk memberi pelajaran agama kepada siswa sesuai

Hasil analisis regresi yang telah dilakukan menunjukkan, bahwa secara parsial perputaran piutang tidak berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini

2. Menentukan keuntungan yang mungkin didapat: beberapa keuntungan yang dapat diperoleh oleh tim QFD antara lain untuk: 1) mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen, 2)

Hal ini disebabkan oleh pengaruh iklim dingin dari Australia, suhu yang ideal untuk pertanaman gandum jatuh pada periode Juli-September namun kenda- lanya adalah

Responden yang memenuhi kriteria inklusi sampel ditetapkan sebagai sampel dan yang memenuhi kriteria inklusi kontrol ditetapkan sebagai kontrol setelah mendapat penjelasan