• Tidak ada hasil yang ditemukan

Communication Network in The Implementation of Cassava Production Technology (Case in Cassava Farmers In The Village of Suko Binangun, Sub Way-Seputih, District of Centeral Lampung, Lampung Province)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Communication Network in The Implementation of Cassava Production Technology (Case in Cassava Farmers In The Village of Suko Binangun, Sub Way-Seputih, District of Centeral Lampung, Lampung Province)"

Copied!
322
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih,

Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung)

AGENG RARA CINDOSWARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Jaringan Komunikasi dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

(4)
(5)

Cassava Production Technology (Case in Cassava Farmers In The Village of Suko Binangun, Sub Way-Seputih, District of Centeral Lampung, Lampung Province). Under Supervision DJUARA P. LUBIS and RICHARD W.E. LUMINTANG In order to increase cassava production, farmers need an adequate and trusted information to gain their purpose. Fulfilling their information requirement of cassava production technology, farmers establish a communication network among farmers. The objectives of this research were: (1) to describe communication network among farmers (2) to analyze the relationship between personal characteristics of farmer and the communication network (3) to analyze the relationship between communication network and the implementation of cassava production technology. The unit of analysis were cassavas farmer. A hundred farmers were taken as sample by using sampling intact system.This research resulted several outputs i.e : (1) communication network about seeds, fertilizer, pets and diseases were radial personal network and communication network about harvest was interlocking personal network (2) there was a significant relationship between income, group involvement, mass media ownership, arable land area with local centrality. There was also a significant correlation between educational level, revenue, group involvement, mass media ownership with global centrality. (3) there was a significant relationship between local centrality, global centrality and the implementation of cassavas production technology.

(6)
(7)

CINDOSWARI, A.R. 2012. Jaringan Komunikasi Dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu (Kasus Pada Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS Sebagai Ketua dan RICHARD W.E. LUMINTANG Sebagai Anggota.

Beberapa program pertanian seperti ketahanan pangan, diversifikasi pangan, desa mandiri pangan merupakan salah satu contoh program yang mengedepankan pengembangan pangan alternatif selain tanaman padi. Di antara sekian tanaman pangan yang dikembangkan selain padi, komoditas utama yang kerap kali di kembangkan menjadi pangan alternatif adalah tanaman pangan ubi kayu (Manihot utilisima). Tingginya permintaan akan produksi ubi kayu mengakibatkan tuntutan pada para petani untuk dapat meningkatkan produksi mereka agar mampu memasok keseluruhan kebutuhan semua sektor. Peningkatan produksi bagi petani ubi kayu memerlukan suplai informasi-informasi yang memadai dan dipercaya dalam mencapai tujuannya.

Penelitian jaringan komunikasi dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu ini mengacu pada konsep model komunikasi konvergensi oleh Rogers dan Kincaid (1981). Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) dalam Rogers dan Kincaid (1981) komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Dalam penelitian ini, aspek kajian jaringan komunikasi meliputi peranan individu dan indikator jaringan komunikasi. Peranan individu di tunjukkan dengan peranannya sebagai bintang, jembatan, penghubung, atau pencilan dalam sistem sosial. Indikator jaringan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengukuran menurut Freeman (1979) dalam Scott (2000) yang terdiri sentralitas lokal dan sentralitas global.

Penelitian ini bertujuan untuk (1). mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk diantara petani ubi kayu, (2). mengetahui hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi, dan (3). mengetahui hubungan jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif dan korelasional. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu petani ubi kayu. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang petani ubi kayu yang ditentukan dengan menggunakan metode sampling intact system (sensus). Lokasi penelitian ini adalah di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung yang ditentukan secara purposive. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2011. Pengolahan dan analisis data menggunakan analisis sosiometri, analisis mengenai indikator jaringan dengan software UCINET VI serta analisis korelasi Pearson dan korelasi Rank Spearman.

(8)

petani yang merupakan penyedia jasa tenaga kerja untuk memanen dan transportasi pengangkut hasil panen ke pabrik ubi kayu. Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah atau yang berperan sebagai kunci penyebar informasi pada jaringan komunikasi mengenai bibit dan pupuk adalah Ketua Gapoktan dan penjual saprotan di desa tersebut dan pada jaringan komunikasi mengenai hama dan penyakit serta panen adalah petani berpengaruh yang memiliki sikap terbuka tentang informasi teknologi produksi kepada petani ubi kayu lainnya.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

(Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih,

Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung)

AGENG RARA CINDOSWARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung) Nama : Ageng Rara Cindoswari

NRP : I 352090121

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(14)
(15)

Segala puji bagi Allah SWT, hanya karena kehendak dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Jaringan Komunikasi dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu (Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung)”. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Komunikasi Pembangunan dan Pedesaan (KMP) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada :

1. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S selaku ketua komisi pembimbing serta Ir. Richard W.E Lumintang, MSEA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini.

2. Dr. Ir. Sarwititi S. Agung, M.S dan Dr. Ir. Amiruddin Saleh, M.S selaku penguji luar komisi dalam ujian tesis yang telah memberikan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini.

3. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, M.S sebagai Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dan beserta seluruh staf pengajar yang telah memberikan limpahan ilmu dan pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

4. Kedua orang tua penulis Ir. R. Sudjioto dan Ir. Begem Viantimala, M.Si yang tak henti-hentinya memberikan cinta, kasih sayang, dukungan, semangat, dan doa yang tulus. Adik-ku Muhammad Gilang Bhagaskoro dan Btari Rara Cindo Mazaya serta Kakak-ku Elly Sustiana yang telah memberikan doa dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.

5. Kepala Desa dan seluruh staf pemerintahan Desa Suko Binangun yang telah memberikan izin serta membantu peneliti dalam melakukan penelitian di desa tersebut.

(16)

semangat dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tesis.

8. Saudara sepupu-ku Aditya Nugroho, SE, MSc Eng yang telah membantu mendapatkan literatur terkait dengan kepentingan penelitian dan seluruh keluarga besar-ku yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas perhatian, doa dan dorongan pada penulis.

9. Teman-Teman KMP 2009 (Enno, Yoga, Rahmah, Kak Uci, Kak Asma, Teh Dini, Leonard, Mbak Ofi, Imani, Mas Sardi, Mas Sigit, Mas Denta) atas segala bantuan, kerjasama dan dukungannya terhadap penulis dalam menyelesaikan penelitian dan menjalankan studi di Institut Pertanian Bogor.

10. Rekan-Rekan KMP S2 2007, 2008, 2010 dan S3 2009, 2010 (Mbak Dewi, Bu Dian, Bu Retno, Bu Siti, Mbk Serly, Bu Rita, Bu Riko, Pak Edi, Pak Zul, Pak Iwan dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu) atas semangat dan doronganya kepada penulis.

11. Semua pihak yang telah memotivasi dan memberikan bantuan baik moril maupun materil dan spirituil kepada peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Januari 2012

(17)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1985 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah Ir. Sudjioto dan ibu Ir. Begem Viantimala, M.Si. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-Kanak PTPN VII Bandar Lampung pada tahun 1991 dan pada tahun yang sama melanjutkan ke SDN 09 Pulo Gadung Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 4 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2000. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Umum di SMUN 9 Bandar-Lampung dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Selama menjadi mahasiswa Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, penulis pernah menjadi pengurus Unit Kegiatan Mahasiswa ASPECT (Association For Agricultural Studies and Community Empowerment) 2004-2006. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah KEMALA (Keluarga Mahasiswa Lampung) 2005-2006. Selanjutnya, Penulis juga aktif dalam organisasi Forum Komunikasi Rohis Jurusan sebagai anggota pada Departemen Fikom. Penulis pernah menjadi asisten dosen dalam Mata Kuliah Sosiologi Umum tahun 2006-2007.

(18)
(19)

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang Penelitian ... 1

Rumusan Masalah Penelitian ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Kegunaan Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan ... 7

Pembangunan Pertanian dan Komunikasi Pembangunan ... 10

Pengertian dan Konsep Jaringan Komunikasi ... 13

Analisis Jaringan Komunikasi ... 17

Adopsi (Penerapan) Inovasi dan Jaringan Komunikasi ... 21

Produksi dan Teknologi Budidaya Ubi Kayu ... 23

Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu ... 24

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 27

Kerangka Pemikiran ... 27

Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 35

Pengolahan dan Analisis Data ... 36

Definisi Operasional ... 38

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

Gambaran Umum Desa Suko Binangun ... 41

Keadaan Geografi dan Topografi Desa Suko Binangun ... 41

Tata Guna Lahan di Desa Suko Binangun ... 42

Keadaan Sarana dan Prasarana Desa Suko Binangun ... 42

Keadaan Demografi Desa Suko Binangun ... 46

Keadaan Ekonomi Desa Suko Binangun ... 50

Keadaan Budaya Desa Suko Binangun ... 51

Keadaan Pertanian di Desa Suko Binangun ... 52

Profil Petani Ubi Kayu Desa Suko Binangun ... 55

Usia ... 56

Tingkat Pendidikan ... 57

Tingkat Pendapatan ... 58

Luas Lahan ... 58

Pengalaman Berusahatani ... 59

Keikutsertaan Dalam Kelompok ... 59

Kepemilikan Media Massa ... 60

Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu ... 61

Penyiapan Lahan... 63

Pembibitan... 64

Penanaman ... 66

Pemeliharaan ... 68

(20)

Jaringan Komunikasi Mengenai Hama dan Penyakit ... 86

Jaringan Komunikasi Mengenai Panen ... 92

Analisis Jaringan Komunikasi Di Tingkat Individu ... 100

Sentralitas Lokal ... 101

Sentralitas Global ... 102

Deskripsi Jaringan Komunikasi Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun ... 104

Hubungan Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu dengan Jaringan Komunikasi ... 115

Hubungan Jaringan Komunikasi dengan Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu ... 122

KESIMPULAN DAN SARAN ... 130

Kesimpulan ... 130

Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 132

(21)

1. Produktivitas tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota, 2005-2009... 3 2.  Luas areal dan persentase tata guna lahan, Desa Suko Binangun,

tahun 2010... 42 3.  Jumlah dan jenis sarana dan prasarana di Desa Suko Binangun, tahun

2010... 43 4.  Jumlah ruang kelas, murid dan guru berdasarkan tingkat sarana

pendidikan di Desa Suko Binangun, tahun 2010... 44 5.  Jumlah penduduk dan persentase berdasarkan jenis kelamin dan tempat

tinggal, Desa Suko Binangun, tahun 2010... 46 6.  Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan usia, Desa Suko

Binangun, tahun 2010... 47 7.  Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan, Desa

Suko Binangun, tahun 2010... 48 8.  Jumlah dan presentasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, Desa

Suko Binangun, tahun 2010... 49 9.  Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan tahapan keluarga

sejahtera, Desa Suko Binangun, tahun 2010... 49 10.  Persentase petani berdasarkan kategori karakteristik personal di Desa

Suko Binangun... 56 11. Distribusi skor petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi ubi

kayu berdasarkan kategori... 62 12. Jumlah dan persen petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan

tingkat penerapan teknologi produksi... 62 13. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk

indikator penyiapan lahan berdasarkan kategori... 64 14. Pengaruh macam (bagian) setek terhadap daya tumbuh dan hasil

produksi ubi kayu... 65 15. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk

indikator pembibitan berdasarkan kategori... 66 16. Pengaruh cara penanaman setek terhadap hasil ubi kayu (ton/ha ubi

kupas)... 67 17. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk

indikator penanaman berdasarkan kategori... 68 18. Tabel 18. Komponen PHPT pada tanaman ubi kayu... 69 19. Persentase petani ubi kayu dalam penerapan teknologi produksi untuk

(22)

21. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai bibit... 76 22. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi

mengenai bibit... 79 23. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai

pupuk... 82 24. Karakteristik peran star pada setiap klik dalam jaringan komunikasi

mengenai pupuk... 84 25. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai

pengendalian hama dan penyakit... 89 26. Karakteristik peran isolate pada setiap klik dalam jaringan komunikasi

mengenai hama dan penyakit... 91 27. Identifikasi klik dalam jaringan komunikasi petani ubi kayu mengenai

panen... 94 28. Nilai rata-rata, maksimum dan minimum sentralitas lokal dan sentralitas

global petani ubi kayu di Desa Suko Binangun berdasarkan topik jaringan komunikasi mengenai bibit, pupuk, hama & penyakit dan panen... 100 29. Deskripsi jaringan komunikasi petani ubi kayu di Desa Suko Binangun... 105 30. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas lokal... 116 31. Hubungan antara karakteristik personal dengan sentralitas global... 119 32. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan tingkat

penerapan teknologi produksi... 123 33. Hubungan antara sentralitas lokal dan sentralitas global dengan

pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen... 123 34. Daftar responden yang berperan sebagai star dalam lingkungan terdekat

(23)
(24)
(25)

Halaman 1.  Kuesioner penelitian... 136 2. Hasil uji reliabilitas kuesioner... 144 3. Hasil uji korelasi Pearson hubungan antara karakteristik personal dengan

sentralitas lokal dan global... 145 4. Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan antara sentralitas

lokal dan sentralitas global dengan penerapan teknologi produksi... 146 5. Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan antara sentralitas lokal dan

global dengan pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan

dan panen... 147 6. Nama responden berdasarkan nilai sentralitas lokal dan sentralitas

global... 148 7. Gambar lokasi penelitian... 150

(26)
(27)

Latar Belakang

Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan nasional. Pertanian memberikan kontribusi besar dalam ekonomi bangsa Indonesia terutama pada saat terjadi krisis moneter di tahun 1998. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam perekonomian Indonesia karena mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional. Beberapa peranan strategis tersebut adalah sebagai: (1) pemasok bahan makanan pokok penduduk, (2) pemasok bahan baku industri, (3) penyedia lapangan kerja terbesar penduduk, (4) pencipta nilai tambah atau produk domestik buto (PDB) dan (5) penghasil atau sumber devisa. Sektor pertanian juga berperan dalam mengentaskan kemiskinan karena penduduk miskin dominan ada di pedesaan (Kusnandi dkk, 2009).

Berbagai kebijakan di bidang pertanian terus diciptakan guna meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Sejak masa reformasi hingga saat ini, telah sering kali mendengar program-program pengembangan pangan untuk meningkatkan produksi pangan. Beberapa program pertanian seperti ketahanan pangan, diversifikasi pangan, desa mandiri pangan merupakan salah satu contoh program yang mengedepankan pengembangan pangan alternatif selain tanaman padi. Di antara sekian nama tanaman pangan yang dikembangkan selain padi, komoditas utama yang kerap kali di kembangkan menjadi pangan alternatif adalah tanaman pangan ubi kayu (Manihot utilisima).

(28)

23,78 juta ton. Berdasarkan perhitungan tersebut, maka terjadi defisit suplai ubi kayu sekitar 4,28 juta ton.

Tingginya permintaan akan produksi ubi kayu mengakibatkan tuntutan pada para petani untuk dapat meningkatkan produksi mereka agar mampu memasok keseluruhan kebutuhan semua sektor tersebut. Permasalahan utama dalam pengembangan ubi kayu di Indonesia adalah rendahnya produktivitas, meskipun dari tahun ke tahun terdapat tendensi peningkatan. Menurut BPS (2005) produksi ubi kayu nasional pada sebesar 19,5 juta ton. Jumlah ini relatif kecil dibandingkan dengan penelitian berbagai lembaga penelitian yang menyatakan bahwa produktivitas ubi kayu dapat mencapai 30 sampai 40 ton per ha. Meskipun di lahan kering produktivitas ubi kayu tahun 2011 di tingkat petani 15 sampai 19 ton per ha, penanaman ubi kayu dilaporkan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan padi gogo dan palawija lain. Menurut Wargiono (2006) dalam Prihandana dkk (2008) menyatakan bahwa agar menguntungkan, produkivitas ubi kayu sebesar 20 sampai 25 ton per ha, dengan B/C rasio lebih dari 1,0 dengan harga ubi di tingkat petani Rp.250 sampai Rp.300 per kg.

Provinsi Lampung adalah daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia (24 persen), diikuti Jawa Timur (20 persen), Jawa Tengah (19 persen), Jawa Barat (11 persen), Nusa Tenggara Timur (4,5 persen), dan DI Yogyakarta (4,2 persen) (Prihandana, dkk, 2008). Sejak tahun 2003, produksi ubi kayu di Provinsi Lampung meningkat dari sekitar 4.984.616 ton pada tahun 2003 dan terus meningkat hingga pada tahun 2010 produksinya mencapai 7. 927.764 (BPS, 2010). Salah satu pemasok produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung adalah Kabupaten Lampung Tengah. Petani di Kabupaten Lampung Tengah, khususnya Desa Suko Binangun, merupakan petani-petani transmigran yang menggeluti usaha ini belasan bahkan puluhan tahun yang lalu. Kondisi lahan yang luas dan subur mengakibatkan wilayah ini cocok untuk ditanami berbagai komoditas pertanian dan perkebunan seperti padi, ubi kayu, tebu hingga karet. Diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Lampung Tengah terjadi sejak masuknya pabrik-pabrik tebu, tapioka, nanas dan bioetanol ke wilayah mereka. Selain sebagai petani ubi kayu mereka juga bekerja sebagai buruh pada sejumlah pabrik-pabrik di atas. Pekerjaan mereka sebagai buruh pabrik ternyata bersifat musiman. Salah satu alasan mereka bekerja sebagai buruh pabrik dikarenakan tidak memiliki atau kurang memiliki lahan yang cukup untuk dapat mengusahakan ubi kayu.

(29)

menyatakan bahwa produksi ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung pada tahun 2009 adalah Kabupaten Tulang Bawang dengan produksi 2.594.100 ton per tahun, kabupaten Lampung Tengah dengan produksi 2.493.900 ton per tahun dan kabupaten lampug utara dengan produksi 2.421.800 ton per tahun. Selanjutnya, data produksi ubi kayu di Provinsi Lampung dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produktivitas tanaman ubi kayu menurut kabupaten/kota, 2005-2009

Kabupaten/Kota 2005

Lampung Barat 1.751.200 1.791.300 1.845.700 1.873.100 1.920.400

Tanggamus 1.825.500 1.848.600 1.931.900 1.891.900 1.971.600

Lampung Selatan 1.843.200 1.888.700 1.958.200 1.983.300 2.014.200

Lampung Timur 1.878.000 1.935.500 2.011.800 2.379.100 2.421.100

Lampung Tengah 1.905.400 1.940.500 2.003.900 2.446.400 2.493.900

Lampung Utara 1.902.700 1.947.200 2.032.100 2.398.800 2.421.800

Way Kanan 1.880.200 1.931.200 2.000.900 2.233.000 2.216.400

Tulang Bawang 1.918.600 1.947.900 2.024.400 2.547.400 2.594.100

Pesawaran - - - 1.972.400 1.999.100

Bandar Lampung 1.843.400 1.893.900 1.989.800 1.973.300 2.030.100

Metro 1.725.200 1.784.900 1.867.300 1.916.800 1.956.100

Sumber: BPS Kabupaten Lampung Tengah, 2010

Meski Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten pemasok ubi kayu terbesar di Indonesia, pada praktiknya kondisi ini sangat bertolak belakang dengan kesejahteraan petani ubi kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Wayseputih, Kabupaten Lampung Tengah. Petani ubi kayu di daerah tersebut hanya dapat memproduksi ubi kayu sekitar 16 sampai 20 ton per ha, selain itu mereka mengeluhkan kurangnya informasi yang memadai terkait dengan teknologi budidaya yang berguna untuk meningkatkan produksi usahatani mereka. Di samping itu, mereka juga mengeluhkan akses pasar secara langsung dan harga jual yang tidak stabil sehingga pendapatan petani relatif sedikit.

(30)

Komponen sistem akan mencari informasi untuk mengatasi kesulitan mereka atau memecahkan masalah mereka. Dengan kata lain, mereka memerlukan informasi sebagai negentropi untuk mengatasi situasi entropi mereka (Flor dan Matulac, 1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000).

Petani ubi kayu di Desa Suko Binangun mengeluhkan minimnya informasi mengenai bibit unggul, penanganan hama dan penyakit serta dosis pupuk yang tepat. Di samping itu, mereka juga mengeluhkan harga ubi kayu yang tidak stabil di pasar yang selama ini mereka akses. Kondisi ini merupakan salah satu kendala bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitas ubi kayu di Desa Suko Binangun. Permintaan akan pasokan ubi kayu segar terus meningkat guna memenuhi kebutuhan berbagai sektor pembangunan. Kondisi di atas mendesak petani untuk bertindak kreatif untuk memenuhi kebutuhan informasi sehingga, dapat meningkatkan produksi usahatani ubi kayu mereka. Dalam rangka mencapai produktivitas yang tinggi diperlukan suplai informasi yang memadai dan terpercaya. Hal ini, memotivasi peneliti untuk menelaah bagaimana upaya mereka dalam memperoleh informasi yang petani ubi kayu butuhkan didekati dengan pendekatan jaringan komunikasi. Hal ini bertujuan untuk melihat bagaimana upaya petani dalam mencari, mendapatkan dan membagi informasi yang berkaitan dengan aspek produksi usahatani ubi kayu. Menelaah arus informasi dengan menggunakan jaringan komunikasi bertujuan untuk mengetahui gambaran struktur komunikasi yang di bangun oleh petani ubi kayu di Desa Suko Binangun.

(31)

komunikasi adalah susunan dari unsur-unsur komunikasi yang berbeda yang dapat dikenali melalui pola arus komuniksi dalam suatu sistem (Rogers and Kincaid, 1981).

Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003).

(32)

Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah jaringan komunikasi petani ubi kayu yang terbentuk di Desa Suko Binangun?.

2. Bagaimanakah hubungan karakterisrik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun?.

3. Bagaimanakah hubungan antara jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu di Desa Suko Binangun?.

Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan jaringan komunikasi yang terbentuk di antara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun

2. Mengetahui hubungan antara karakteristik personal petani ubi kayu dengan jaringan komunikasi di Desa Suko Binangun.

3. Mengetahui hubungan jaringan komunikasi petani ubi kayu dengan penerapan teknologi produksi ubi kayu Desa Suko Binangun.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Memberi masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya disiplin Ilmu Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.

2. Diharapkan dapat dipakai sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi pihak yang tertarik untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan jaringan komunikasi secara umum dan jaringan komunikasi pada penerapan teknologi budidaya ubi kayu secara khusus.

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian dan Perkembangan Komunikasi Pembangunan

Komunikasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971) adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku. Menurut William I. Gorden, Judy C.Pearson dan Pail E. Nelson yang dikutip oleh Tubbs dan Moss (2009) menyatakan bahwa komunikasi sebagai kegiatan yang selalu ditandai dengan tindakan, pertukaran, perubahan dan perpindahan terhadap pemaknaan isi pesan dengan implikasi terbangunnya hubungan-hubungan. Menurut Tubbs dan Moss (2009) sendiri menganggap komunikasi adalah proses pembentukan makna di antara dua orang atau lebih. Menurut Mulyana (2000) terdapat tiga kerangka pemahaman mengenai komunikasi, yakni komunikasi sebagai tindakan, komunikasi sebagai interaksi dan komunikasi sebagai transaksi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi dimaknai sebagai sebuah proses, peristiwa dan tindakan mempengaruhi melalui pesan atau makna secara sengaja. Pengertian komunikasi yang sederhana ialah suatu proses untuk mengurangi ketidakpastian dengan jalan berbagi tanda-tanda informasi (Shannon dan Weaver, 1949; Schramm, 1973 dalam Jahi, 1988).

(34)

Komunikasi pembangunan dalam arti sempit adalah segala upaya, cara dan teknik penyampaian gagasan dan keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan kepada masyarakat yang menjadi sasaran, agar dapat memahami, menerima dan berpartisipasi dalam pembangunan. Komunikasi pembangunan dalam arti luas yakni meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu akivitas pertukaran pesan secara timbal balik di antara masyarakat dan pemerintah, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan (Dilla, 2007).

Komunikasi pembangunan merupakan proses penyebaran informasi, penerangan, pendidikan, keterampilan, rekayasa sosial dan perubahan perilaku. Sebagai proses perubahan perilaku, komunikasi pembangunan dipandang sebagai proses psikologis, proses sebagai tindakan komunikasi yang berkesinambungan, terarah dan bertujuan. Proses ini berhubungan dengan aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap mental dalam melakukan perubahan. Kredibilitas sumber, isi pesan, dan saluran komunikasi sangat berpengaruh dan menentukan perubahan perilaku. Selain itu, manfaat dari ide, gagasan atau inovasi pun ikut mempengaruhi perubahan perilaku (Dilla, 2007).

Pada tataran konseptual komunikasi pembangunan bersumber dari teori komunikasi dan teori pembangunan yang saling menopang. Teori komunikasi digunakan untuk menjembatani arus informasi (ide dan gagasan) baru dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya. Artinya, melalui proses komunikasi pesan-pesan pembangunan dapat diteruskan dan diterima khalayak untuk tujuan perubahan. Sementara teori pembangunan digunakan sebagai karakteristik bentuk perubahan yang diinginkan secara terarah, dan progresif, dari satu kondisi ke kondisi yang lain, atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lebih baik.

(35)

Teori modernisasi yang merupakan ideologi pembangunan yang dominan, kemudian dijabarkan dengan lebih jelas dalam model “tetesan-ke bawah”. Menurut pandangan ini, manfaat program-program intervensi di negara-negara Dunia Ketiga akan menetes ke bawah kepada setiap orang. Mulai dari mereka yang berada dalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang lebih tinggi, dan selanjutnya diteruskan kepada mereka yang berada dalam kelompok-kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah. Komunikasi pembangunan juga menggunakan pendekatan “tetesan ke bawah” ini (cf. Lerner, 1958; Pye, 1963; Schramm,1964 dalam Jahi, 1988). Menurut model ini, informasi dan pengaruh mengalir dalam satu arah, dari pengirim ke penerima. Sifat ini menyebabkan pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan dari “atas ke bawah”, “pipa”, atau “pusat dan daerah” (Fett dan Schneider, 1973; Galtung, 1971; Thiesenhusen, 1978 dalam Jahi, 1988).

Pada era orde baru, pemerintahan Indonesia menerapkan kebijakan pembangunan yang berdasarkan teori modernisasi. Penerapan kebijakan ini dipengaruhi oleh aliran pemikiran ekonom klasik dan neoklasik. Menurut teori modernisasi pemupukan modal dan sistem kapitalis begitu kental terasa sebagai motor penggerak perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia melalui pembangunan. Dalam konteks ini komunikasi dalam pembangunan dianggap sebagai suatu prasarana (infrastructure) dalam proses pembangunan. Artinya, komunikasi dipandang sebagai suatu prakondisi untuk pertumbuhan ekonomi. Model pemikiran ini menganggap arus informasi yang bebas dan komunikasi diantara penjual dan pembeli sebagai suatu syarat mutlak bagi persaingan yang sempurna. Penggunaan media secara besar-besar dianggap mampu untuk mentransfer informasi satu arah dari pemerintah ke masyarakat. Dalam konteks seperti ini komunikasi dianggap sebagai proses pertukaran satu arah yang semata-mata hanya berjalan dari sumber “source” (pemerintah) ke penerima “receiver” (masyarakat) tanpa adanya proses umpan balik sehingga bentuk komunikasi menjadi monolog.

(36)

yang menggunakan model satu arah, dalam batas tertentu, memberikan kontribusi pada evolusi tumbuhnya suatu model komunikasi interaktif dua arah (cf. McAnany, 1980, 1981; Schramm dan Lerner, 1976 dalam Jahi 1988). Dalam perspektif ini, komunikasi dianggap sebagai suatu proses, yang partisipan-partisipannya bertukar tanda-tanda informasi untuk mengurangi ketidakpastian (Schramm, 1971; Rogers and Kincaid, 1981). Pendekatan ini menunjukkan bahwa dalam komunikasi terdapat transaksi atau saling tukar informasi di antara para partisipan, yang dengan caranya sendiri telah memberikan kontribusi pada proses tumbuhnya pengertian yang dapat disebut sebagai komunikasi model konvergen (Rogers and Kincaid, 1981).

Pembangunan Pertanian dan Komunikasi Pembangunan

Pembangunan pertanian diartikan sebagai rangkaian berbagai upaya untuk mengembangkan kapasitas masyarakat pertanian, khususnya memberdayakan petani, peternak dan nelayan, agar mampu melaksanakan kegiatan ekonomi produktif secara mandiri dan selanjutnya mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Pelaku utama pembangunan adalah petani, peternak dan nelayan yang jumlahnya berjuta-juta dengan penguasaan sumberdaya yang relatif terbatas. Peran mereka dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional sangat vital, terutama dalam pencapaian ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, kebijakan, strategi, dan program pembangunan dirancang dengan pendekatan pemberdayaan mereka agar mampu mandiri dalam melaksanakan usaha pertaniannya serta dijiwai oleh keberpihakan pada kepentingan petani. Dengan demikian, tujuan akhir dari pembangunan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para petani, peternak dan nelayan. Pencapaian akhir tujuan tersebut, yaitu meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani, dapat dilakukan melalui : (a) peningkatan produksi dan produktivitas dan (b) mengkondisikan pasar agar dapat menentukan harga yang wajar bagi produk-produk pertanian. Upaya peningkatan produksi dan produktivitas dilaksanakan dengan meningkatkan efisiensi usaha melalui penerapan teknologi petani tepat guna dan spesifik lokasi (Solahuddin, 2009).

(37)

merupakan perubahan perilaku pada pelaku pembangunan (baca : petani) dalam menggunakan teknologi tepat guna dan spesifik lokasi. Berbagai peran komunikasi pembangunan yang dikemukakan oleh Hedebro (1979) dalam Nasution (2007) yakni :

1. Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap mental dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi. 2. Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari

baca tulis ke pertanian, keberhasilan lingkungan, hingga reparasi mobil.

3. Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan.

4. Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile.

5. Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang guna bertindak nyata.

6. Komunikasi dapat membantu masyarakat menemukan norma-norma baru dan keharmonisan dari masa transisi.

7. Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan masyarakat.

8. Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada massa. Mereka memperoleh informasi akan menjadi orang yang berarti, dan para pemimpin tradisional akan tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga mempunyai kelebihan dalam hal memiliki informasi.

9. Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal.

10. Komunikasi dapat membantu mayoritas populasi menyadaari pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan aktivitas politik.

11. Komunikasi memudahkan perencanaan dan implementasi program-program pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk.

12. Komunikasi dapat membantu pembangunan ekonomi, sosial dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri (self-pertuating).

(38)

justru pada sektor ini, meskipun pada masa itu belum dikenal istilah “komunikasi pembangunan”. Proyek Masagana 99 merupakan salah satu contoh penerapan komunikasi pembangunan untuk sektor pertanian, dimana tujuan proyek ini untuk meningkatkan produksi beras dengan memberikan kredit, pinjaman, sarana pertanian dan informasi mutakhir mengenai konsep dan praktek pertanian di Filipina pada tahun 1973. Media yang digunakan dalam proyek ini adalah televisi, radio, komik, brosur, selebaran, bulletin, majalah berbahasa lokal, surat kabar dan komunikasi antar pribadi (Nasution, 2007)

Menurut Dilla (2007) di Indonesia komunikasi pembangunan diterapkan pada program swasembada pangan melalui proyek BIMAS, INMAS, dll di tahun sekitar 1980-an. Tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan produksi beras setinggi-tingginya sehingga mampu menyediakan cadangan makanan yang cukup bagi seluruh penduduk Indonesia. Dalam hal ini, infrastruktur komunikasi dibangun sebaik mungkin yakni dengan dibuatnya Televisi Republik Indonesia dan Radio Republik Indonesia yang memuat acara mengenai program ini. Mengikuti konsep ini, maka lahirlah program atau siaran seperti koran masuk desa, siaran pedesaan (RRI), dari desa ke desa (TVRI) yang bertujuan untuk mempromosikan, menyebarkan, membujuk, mendukung dan meyakinkan masyarakat terhadap rencana program pembangunan. Selain itu, penyuluhan pertanian sebagai saluran komunikasi personal juga diperkuat dengan meningkatkan intensitas penyuluhan secara terarah dan sistematis.

Menurut Soekartawi (2005) komunikasi di bidang pertanian haruslah memuat pesan mengenai: (a) bagaimana menigkatkan produksi pertanian, (b) bagaimana memelihara lahan agar kondisi lahan tetap subur dan terhindar dari bahaya erosi, (c) bagaimana perlakuan pascapanen yang baik, (d) bagaimana adopsi teknologi baru harus di lakukan, (e) bagaimana melaksanakan kerjasama kelompok, (f) bagaimana meningkatkan pendapatan rumahtangga tani, (g) bagaimana berpartisipasi dalam kegiatan pedesaan, dan sebagainya.

(39)

baru. Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasanya terdapat kaitan yang erat antara komunikasi pembangunan dengan difusi inovasi yang pada umumnya dipraktekan di bidang pertanian dan hal ini merupakan salah satu dari strategi pembangunan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pelaku pembangunan (petani, peternak dan nelayan).

Pengertian dan Konsep Jaringan Komunikasi

Jahi (1988) menyatakan bahwa perubahan sosial atau pembangunan sedikit banyak bergantung pada keefektifan komunikasi dalam jaringan-jaringan sosial. Untuk mendeteksi keberadaan suatu jaringan komunikasi dalam masyarakat digunakan metode penelitian dengan model konvergen yang menjadikan hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Model komunikasi konvergen mengarah kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Oleh karena itu hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang interaktif. Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) dalam Rogers and Kincaid (1981) komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Untuk lebih jelas, komponen dasar komunikasi konvergen dapat diilustrasikan pada Gambar 1.

Rogers and Kincaid (1981) membedakan struktur jaringan komunikasi ke dalam jaringan personal jari-jari (Radial Person Network) dan jaringan personal saling mengunci (Interlocking Personal Network). Jaringan personal yang memusat (interlocking) mempunya derajat integrasi yang tinggi. Jaringan personal yang menyebar (radial) mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Rogers dan Kincaid menegaskan, individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap lingkungannya.

(40)

penting karena mengantarkan informasi-informasi baru. Jaringan personal radial sangat penting dalam difusi inovasi karena link-link yang ada mencapai seluruh sistem, sementara jaringan mengunci (interlocking) lebih tumbuh ke arah dalam secara alamiah. Sistem yang tumbuh ke arah dalam merupakan jaringan yang sangat miskin untuk menangkap informasi baru dari suatu lingkungan (Rogers, 2003).

Gambar 1. Komponen dasar model komunikasi konvergen (sumber : Kincaid, 1979 dalam Rogers dan Kincaid 1981).

Penelitian jaringan komunikasi merupakan penelitian komunikasi yang menggunakan model komunikasi konvergen. Karena, dalam penelitian jaringan komunikasi menginvestigasi dua aspek yang mengimplikasikan model konvergen yakni (1) kealamiahan dinamika komunikasi manusia sepanjang waktu, (2) pertukaran konten informasi. Tujuan penelitian komunikasi yang menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah (1) untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia di dalam sistem sosial, (2) untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada di dalam sistem sosial (Rogers and Kincaid, 1981).

Menurut Rogers (2003) hakekat dari suatu jaringan komunikasi adalah hubungan-hubungan yang bersifat homofili (homophilus), yakni kecenderungan manusia untuk melakukan hubungan atau kontak sosial dengan orang-orang yang memiliki atribut sama atau yang lebih tinggi sedikit dari posisi dirinya. Tetapi dapat juga

(41)

terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003).

Jaringan adalah struktur sosial yang diciptakan oleh komunikasi antara individu dan kelompok (Littlejohn, 1992). Rogers and Kincaid (1981) menambahkan bahwa analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi, Di mana data relasional mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Baginya, sistem sosial adalah satu set unit yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan. Pengertian ini menunjukkan jaringan komunikasi hanyalah alat, bukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian jaringan. Hasil yang diperoleh dalam analisis jaringan komunikasi berupa struktur dan pola komunikasi dalam suatu sistem.

Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi ketidakpastian yang mereka hadapi (Flor and Matulac,1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000). Jaringan komunikasi menurut Rogers and Kincaid (1981) adalah suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Begitu pula Hanneman and McEver yang dikutip oleh Djamali (1999) menyatakan bahwa jaringan komunikasi adalah pertukaran informasi yang terjadi secara teratur antara dua orang atau lebih. Knoke dan Kuklinski (1982) yang dikutip oleh Setyanto (1993) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa. Jaringan komunikasi adalah aspek struktural dari sebuah kelompok, jaringan tersebut menjelaskan kepada kita bagaimana kelompok tetap bersatu atau terikat satu sama lain (Leavitt, 1992).

(42)

and Kincaid (1981) pun menyatakan bahwa sosiogram merupakan hasil dari analisis data kuantitatif tentang pola komunikasi di antara orang-orang dalam sebuah sistem. Analisis jaringan komunikasi dengan menggunakan sosiogram juga dapat memperihatkan peran-peran individu dalam berinteraksi dengan sesamanya melalui jaringan komunikasi. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan peran-peran individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi yaitu:

1. Opinion leader adalah pimpinan informal dalam organisasi. Mereka ini tidaklah selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam organisasi tetapi membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi keputusan mereka.

2. Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi diantara anggota organisasi. Mereka berada di tengah suatu jaringan dan menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain atau tidak memberikan informasi. Gate keepers dapat menolong anggota penting dari organisasi seperti pimpinan untuk menghindarkan informasi yang terlampau banyak dengan jalan hanya memberikan informasi yang penting-penting saja terhadap mereka. Dalam hal ini gate keepers mempunyai kekuasaan dalam memutuskan apakah suatu informasi penting atau tidak.

3. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya. Mereka ini mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang ada dalam lingkungan dan memberikan informasi mengenai organisasi kepada orang-orang tertentu dalam lingkungannya.

4. Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lain. Individu ini membantu saling memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan mengkoordinasi kelompok.

5. Liaison adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Individu ini juga membantu dalam membagi informasi yang relevan di antara kelompok-kelompok organisasi.

(43)

Analisis Jaringan Komunikasi

Analisis jaringan komunikasi dalam organisasi terdapat prosedur-prosedur yang harus dijalankan, yaitu : (a) mengidentifikasi klik-klik yang ada dalam suatu sistem secara keseluruhan dan menentukan bagaimana sub-sub struktural ini mempengaruhi komunikasi individu di dalam organisasi, (b) mengidentifikasi peranan-peranan komunikasi khusus yang dimainkan oleh opinion leader, cosmopolite, gate keepers, liaisons, bridges, dan isolates, (c) mengukur berbagai indeks struktural (seperti keterpaduan dan keterhubungan komunikasi dengan keterbukaan sistem) bagi individu hingga sistem secara keseluruhan (Rogers and Kinkaid, 1981).

Sementara itu yang dimaksud dengan klik adalah bagian dari sistem (sub sistem) dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi. Sebagai dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat dimasukkan ke dalam suatu

klik, ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi klik, yaitu : (1) setiap klik minimal harus terdiri dari tiga anggota, (2) setiap klik minimal harus

mempunyai derajat keterhubungan 50 persen dari hubungan-hubungan di dalam klik, dan (3) seluruh anggota klik baik secara langsung maupun tidak langsung harus saling berhubungan melalui satu rantai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinyu dan menyeluruh di dalam klik (Rogers and Kincaid, 1981).

Scott (2000) menyatakan indikator terhadap jaringan dapat dilihat dari beberapa derajat pengukuran yakni :

1. Koneksi (connectedness)

(44)

2. Keterjangkauan (reachability)

Reachability adalah jumlah hubungan yang menghubungkan seorang individu dengan individu lain dalam jaringan. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) menyatakan bahwa seorang individu dapat dikatakan “tejangkau” jika terdapat seperangkat hubungan untuknya yang dapat dilacak dari sumber ke individu yang menjadi target. Reachability memberitahu kita apakah dua individu dihubungkan atau tidak dengan cara baik langsung atau tidak langsung melalui jalur dari setiap length.

3. Resiprositas (reciprocity)

Reciprocity adalah persetujuan dua orang tentang eksistensi hubungan mereka. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) melihat hal penting dalam sebuah hubungan dyad yang langsung adalah melihat sejauhmana sebuah hubungan saling berbalasan. Pengukuran resiprositas pada jaringan biasanya merupakan pendekatan yang difokuskan pada analisis dyad dengan mempertanyakan proporsi pasangan yang memiliki ikatan yang timbal-balik diantara mereka. Tetapi dalam struktur jaringan yang besar dengan populasi yang banyak biasanya kebanyakan individu tidak memiliki ikatan yang langsung pada sebagian besar individu lainnya, sehingga lebih bijak jika pengukuran difokuskan pada derajat resiprositas diantara pasangan yang memiliki ikatan. Selain menganalisis ikatan yang berumpan balik di level individu, juga dapat melihat seberapa banyak ikatan yang terlibat dalam struktur yang memiliki umpan-balik (ber-resiprositas) dan ini disebut dengan dyad method.

4. Kepadatan (density)

(45)

5. Sentralitas (centrality)

Sentralitas merupakan pengukuran terhadap jaringan komunikasi yang ditemukan dalam konsep sosiometric sebagai “star” yakni orang yang “populer” dalam kelompoknya atau yang berdiri di pusat perhatian. Individu yang menjadi “star” berlokasi pada pusat jika memiliki sejumlah hubungan yang besar dengan individu lainnya dalam lingkungan yang dekat. Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari derajat beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan lokal mereka, sehingga sentralitas juga dapat digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem.

Sentralitas dibagi menjadi dua, sentralitas lokal (local centrality) dan sentralitas global (global centrality). Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu berhubungan dengan individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000), sentralitas lokal dapat bersifat relatif. Hal ini akan menjadi sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality atau sentralitas lokal memperhatikan keunggulan relatif dari individu fokus dalam hubungan pertetanggaan.

Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) telah mengusulkan pengukuran sentralitas global berdasarkan pada istilah seputar “closeness” atau kedekatan dari individu. Pengukuran sentralitas global Freeman diekspresikan dalam istilah “distance” diantara beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan keunggulan individu dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua individu dalam jaringan. Semakin kecil nilai sentralitas global menujukkan semakin mudah bagi seseorang untuk menghubungi semua individu dalam jaringan.

6. Kebersamaan (betweeness)

(46)

Penggunaan beberapa pengukuran jaringan di atas telah dilakukan oleh beberapa peneliti jaringan seperti Levine and Kuraban (2006) yang dikutip oleh Danowski et al., (2008) yang menteorikan bahwa kepadatan menderaskan keuntungan-keuntungan moral termasuk memperbesar kepercayaan, mengurangi kecurangan, dan pengawasan yang lebih efektif. Kepadatan jaringan dapat merespon cepat untuk perubahan dalam produtivitas atau gaya kerja. Selanjutnya, Danowski et al ., (2008) juga mengatakan bahwa kepadatan sangat penting untuk produktivitas organisasi. Selanjutnya Hiltz (1982) yang dikutip oleh Danowski et al ., (2008) melaporkan bahwa ukuran jaringan dan kepadatan berhubungan dengan meningkatnya peneliti yang melaporkan produktivitas yang ditandakan dengan meningkatnya variabel “ketersediaan ide”, ketersediaan acuan dan informasi lain yang digunakan dalam organisasi mereka.

Penelitian Lubis (2000) mengenai kemampuan adaptasi secara fisik dan sosial dari para transmigran di Indonesia didekati dengan analisis faktor komunikasi dan sosial-budaya. Faktor komunikasi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sentralitas lokal, sentralitas global, betweenness, kepemilikan media. Perubahan kondisi ekonomi para transmigran lima tahun kedepan ditentukan oleh sentralitas lokal dan kondisi sosial saat ini serta lima tahun mendatang juga ditentukan oleh sentralitas lokal dan sentralitas global.

Penelitian Wunawarsih (2005) mengenai faktor komunikasi dan sosial ekonomi yang berhubungan dengan adaptasi nelayan menggunakan indikator jaringan komunikasi sentralitas lokal, sentrlitas global dan kebersamaan, dari penelitiannya, membuktikan bahwa nelayan dengan sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi lebih mudah untuk beradaptasi. Demikian pula halnya dengan nelayan yang memiliki sentralitas global rendah relatif lebih mudah untuk melakukan adaptasi, dengan asumsi bahwa semakin rendah nilai sentralitas global yang dimiliki nelayan maka semakin besar kemampuan nelayan tersebut untuk menghubungi semua individu dalam sistem.

(47)

Adopsi (Penerapan) Inovasi dan Jaringan Komunikasi

Adopsi inovasi di bidang pertanian adalah merupakan hasil dari kegiatan suatu komunikasi pertanian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial di antara masyarakat, maka proses adopsi inovasi terkait dengan pengaruh interaksi antar individu, antar kelompok, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat. Proses adopsi inovasi yang terjadi pada kelompok tani pada prinsipnya adalah kumulatif dari adopsi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi individual juga berlaku bagi tahapan adopsi inovasi kelompok (Soekartawi, 2005).

Inovasi adalah suatu gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia (Rogers, 2003). Kebaruan suatu inovasi disini mempunyai pengertian yang sangat relatif. Sepanjang suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ide tersebut dianggap sebagai inovasi. Pengertian baru disini, mengandung makna bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perlakuan atau gerakan-gerakan menuju proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat.

Adopsi merupakan suatu keputusan untuk menggunakan sepenuhnya inovasi sebagai cara bertindak yang paling baik. Pada tahap keputusan, seseorang dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Penerimaan atau penolakan terhadap inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang sebagai proses mental sejak seseorang mengetahui inovasi sampai keputusan menerima atau menolaknya, kemudian mengukuhkannya (Rogers, 2003). Mardikanto (1993), menyatakan bahwa adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide atau alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi. Manifestasi dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati melalui tingkah laku, metode, maupun peralatan atau teknologi yang dipergunakan oleh para petani atau penerima pesan.

(48)

tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap minat, diperlukan kemudahan untuk berkomunikasi dengan sumber informasi, maka sumber informasi terpenting adalah media massa dan tetangga yang tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap evaluasi, petani memerlukan alasan yang kuat untuk melakukan adopsi, maka sumber informasi terpenting adalah teman atau tetangga dan agen pertanian untuk membantu meyakinkan bahwa adopsi inovasi diperlukan. Pada tahap mencoba, informasi mengenai adopsi inovasi lebih banyak berasal dari teman atau tetangga dan agen pertanian calon adopter. Pada tahap adopsi, mendemonstrasikan inovasi yang telah dicoba adalah sangat penting maka sumber informasi terpenting adalah teman atau tetangga, pengamatan pribadi, agen pertanian, media massa dan pedagang atau salesman.

Berlo (1960) menyatakan bahwa karakteristik personal seperti pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, keanggotaan dalam suatu organisasi dan kekosmopolitan merupakan peubah yang menentukan persepsi dan sikap terhadap penerapan suatu teknologi. Havelock et al. (1971) menyatakan bahwa peubah-peubah individual yang mempengaruhi penerapan informasi antara lain adalah kompetensi dan penghargaan, kepribadian, nilai-nilai kebutuhan, pengalaman masa lalu, ancaman dan pengaruh, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses perubahan sikap dan pola perilaku serta perolehan informasi dan efek komunikasi.

Beberapa penelitian yang membuktikan bahwa ada hubungan positif antara keterlibatan seseorang dalam jaringan komunikasi dengan tingkat adopsi (penerapan) inovasi mereka. Penelitian Guimaraes (1972) yang dikutip oleh Rogers dan Kincaid (1981) menyatakan bahwa pada 20 desa di Brasil menunjukkan bukti bahwa keterlibatan seseorang di dalam jaringan komunikas berhubungan dengan keinovatifan mereka di dalam pertanian. Kemudian, hasil penelitian Yadav yang dikutip oleh Rogers dan Kincaid (1981) menemukan bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat inovasi tinggi di bidang pertanian, ternyata tingkat keterhubungan dalam struktur komunikasi juga tinggi.

(49)

Produksi dan Teknologi Budidaya Ubi Kayu

Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnnya (penangkapan dan beternak). Selanjutnya, sebelum dilakukan proses produksi di lahan, terlebih dahulu dilakukan proses pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian berupa industri agro-kimia (pupuk dan pestisida), industri agro-otomotif (mesin dan peralatan pertanian), dan industri pembenihan dan pembibitan. Untuk proses produksi di lahan, dapat digunakan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, serta manajemen. Sehingga, produksi pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil produksi (Rahim dan Hastuti, 2008).

Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian di dorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula “revolusi hijau” mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh penemuan teknologi baru dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal sebelumnya. Mosher dalam bukunya yang berjudul “getting agricultural moving” telah disebutkan di atas menganggap teknologi yang senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian pun terhenti kenaikannya, bahkan dapat menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau karena kerusakan yang makin meningkat oleh hama penyakit yang makin merajalela (Mubyarto, 1995).

(50)

Menurut Prihandana dkk (2008) budidaya tanaman pangan ubi kayu memiliki beberapa langkah yang perlu dilewati. Yakni pembibitan, pengolahan lahan, penanaman (pola tanam dan jarak tanam), penyulaman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan panen. Prihandana dkk (2008) juga lebih lanjut menyatakan bahwa berbagai permasalahan yang melanda petani ubi kayu di Indonesia akibat (a) minimnya pengetahuan petani mengenai bibit unggul dan petani belum menerapkan varietas bibit unggul, (b) panen yang dilakukan tidak tepat waktu, (c) dosis pupuk yang direkomendasikan tidak diterapkan, (d) kurangnya sosialisasi perbaikan teknik budidaya dalam rangka peningkatan produktivitas, (e) terbatasnya persediaan bibit dari kebun-kebun pemerintah dan swasta (f) pihak pemerintah dan swasta kurang melakukan sosialisasi penggunaan bibit unggul ubi kayu nasional.

Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu

Karakteristik personal, yang sebagian peneliti menyebutnya sebagai karakteristik individu (individual characteristic) merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Kotler yang dikutip oleh Zahid (1997) mengemukakan bahwa karakteristik individu dapat diklasifikasikan kedalam karakteristik demografik dan karakteristik psikografik. Karakteristik demografik mencakup umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur kehidupan keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ras, kebangsaan dan tingkat sosial. Sedangkan karakteristik psikografik meliputi gaya hidup dan kepribadian. Menurut Lionberger (1960), karakteristik individu merupakan aspek personal seseorang yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya. Petani kecil menurut soekartawi dkk, (1986) yang dikutip oleh Soekartawi (2005) memiliki karakteristik diantaranya adalah (a) pendapatan rendah yakni kurang dari 240 kg beras per kapita per tahun, (b) berlahan sempit yakni kurang dari 0,25 ha sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa dan berlahan sempit kurang dari 0,5 ha lahan tegal di Jawa atau 1

ha di luar Jawa, (c) kekurangan modal dan memiliki tabungan terbatas; (d) berpengetahuan terbatas dan kurang dinamis.

(51)

keluarga, tingkat pendapatan dan luas lahan garapan berhubungan nyata dengan perilaku komunikasinya.

Penelitian Djamali (1999) memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik individu dengan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi agribisnis sarang burung walet. Kecenderungan yang terjadi pada seorang pewalet bahwa semakin muda, semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pengalaman maka seorang pewalet cenderung ikut serta dalam jaringan komunikasi. Disamping itu terpaan media memperlihatkan ada hubungan yang signifikan dengan keikutsertaan individu dalam jaringan komunikasi. Hal ini diperkuat oleh penelitian Sopiana (2002) yang menunjukkan terdapat hubungan antara umur, pendidikan, luas lahan garapan dan terpaan media terhadap perilaku (pengetahuan dan pelaksanaan) usahatani tebu.

Ciri khas masyarakat desa adalah lemahnya perkembangan kelembagaan. Dalam rangka pembangunan masyarakat desa, pemerintah berupaya untuk membentuk lembaga-lembaga yang berada di desa yang anggota-anggotanya dari masyarakat itu sendiri seperti kelompok tani, kelompok nelaya maupun KUD yang merupakan unsur pelancar modernisasi pertanian. Selanjutnya, menurut Walgito (2007) motivasi seseorang masuk dalam kelompok dapat bervariasi, diantaranya adalah (a) ingin mencapai tujuan yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai, (b) kelompok dapat memberikan, baik kebutuhan fisiologis (walau tidak langsung) maupun kebutuhan psikologis, (c) kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan mengembangkan harga diri seseorang, (d) kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi, (e) kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis, misalnya masuk dalam koperasi seperti yang telah ditemukan.

Pada konteks dinamika kelompok dapat dianalisis berdasarkan pendekatan psikologi sosial maupun sosiologis. Analisis dinamika kelompok berdasarkan pendekatan psikologi sosial, Cartwright menyebutkan tujuh aspek dan Beal menambahkan aspek ke-delapan (Soedijanto,1980), yang antara lain mencakup (1) tugas kelompok, adalah tugas yang berorientasi pada tujuan kelompok, yaitu mempertahankan diri sebagai kebulatan untuk mencapai tujuan. Tugas kelompok meliputi : a) satisfaction, yaitu memberikan kepuasan kepada para anggotanya

sehingga mereka masih memiliki motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan, b) information, yaitu mencari dan memberikan keterangan sebanyak mungkin kepada

(52)

yang berasal dari para pemimpin atau anggota untuk mencapai tujuan, e) desiminasi, yaitu penyebaran ide atau gagasan kepada seluruh anggota adalah usahha untuk mencapai tujuan, dan f) klarifikasi, yaitu kemampuan menjelaskan semua hal atau persoalan yang timbul kepada seluruh anggota, sehingga hal atau persoalan tersebut menjadi jelas, (2) mengembangkan dan membina kelompok.

Dapat disimpulkan bahwa keikutsertaan petani dalam kelembagaan atau kelompok sosial dapat menggambarkan informasi yang petani butuhkan dan petani miliki, pola hubungan yang dimiliki (kosmopolit atau lokalit), keluasan hubungan. Dengan demikian, dapat dilihat keterhubungan antara keikutsertaan seseorang ke dalam kelompok dengn jaringan komunikasi dalam konteks pemenuhan kebutuhan informasi.

Media massa merupakan salah satu sumber informasi yang penggunaannya tergantung pada tujuan komunikasi. Penelitian komunikasi mengenai media massa di negara-negara berkembang menunjukkan, media massa berperan secara efektif dalam merubah pendapat dan menambah pengetahuan khalayaknya. Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak (Cangara, 2000). Media komunikasi yang dimaksud adalah media massa yang terdiri dari media elektronik dan media cetak. Media elektronik diantaranya adalah radio dan televisi, sedangkan media cetak diantaranya adalah surat kabar, majalah, buku, brosur, leaflet, dan lain-lain. Media elektronik seperti radio dan televisi adalah media komunikasi moderen yang paling berhasil mensiarkan hasil pembangunan ke seluruh penjuru negeri, dimana media tersebut mempunyai kemampuan meliputi wilayah yang luas dan dapat melangkahi batas-batas literasi (Jahi,1988).

(53)

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Persoalan mengenai kesejahteraan, peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan serta kemandirian pangan masih menjadi persoalan yang penting di Indonesia. Persoalan-persoalan tersebut hingga kini masih belum dapat diselesaikan dengan baik, sehingga persoalan ini masih menjadi topik kajian yang menarik. Petani sebagai aktor penting dalam menggerakkan pembangunan pertanian pada kenyataannya masih belum dapat memaksimalkan perannya sebagai produsen pangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai keterbatasan yang dialami petani, mulai dari sulitnya mengakses bibit, kelangkaan pupuk, serangan hama dan penyakit, harga panen yang fluktuatif, ancaman kerusakan lingkungan sampai pada teknik budidaya yang masih konvensional. Berbagai hambatan di atas sebagian besar dapat diatasi dengan tersedianya sistem informasi yang terpadu serta sumber-sumber informasi yang kredibel. Hal ini akan membantu petani dalam memberikan pilihan dalam pengambilan keputusan yang berguna untuk mengantisipasi kerugian bagi usahataninya. Namun, pada praktiknya, petani kesulitan untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.

(54)

terbentuk sebagai upaya petani ubi kayu dalam mendapatkan informasi yang mereka butuhkan.

Penelitian jaringan komunikasi dalam penerapan teknologi produksi ubi kayu ini mengacu pada konsep model komunikasi konvergensi oleh Rogers and Kincaid (1981). Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid (1979) di dalam Rogers and Kincaid (1981) Komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Model komunikasi konvergensi mengarah kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Oleh karenanya hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang interaktif.

Penelitian jaringan komunikasi merupakan penelitian komunikasi yang menggunakan model komunikasi konvergen karena, dalam penelitian jaringan komunikasi menginvestigasi dua aspek yang mengimplikasikan model konvergen yakni (1) kealamiahan dinamika komunikasi manusia sepanjang waktu, (2) pertukaran konten informasi. Tujuan penelitian komunikasi yang menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah (1) untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia di dalam sistem sosial, (2) untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada di dalam sistem sosial (Rogers and Kincaid, 1981).

(55)

karakteristik personal petani ubi kayu dengan kemampuan mereka dalam menciptakan jaringan komunikasi baik dengan individu lain maupun dengan sumber-sumber informasi lainnya.

Jaringan komunikasi yang dibentuk oleh petani ubi kayu dianggap sebagai upaya petani dalam mendapatkan informasi mengenai teknologi produksi ubi kayu dengan jalan mencari, menerima dan menyebarkan informasi guna meningkatkan penerapan teknologi budidaya yang dapat meningkatkan produksi ubi kayu. Sehingga, dalam penelitian ini jaringan komunikasi juga diasumsikan menjadi salah satu faktor yang berhubungan dengan penerapan teknologi produksi yang dilakukan oleh petani ubi kayu. Diduga semakin tinggi kemampuan individu dalam mengakses individu lain dan berbagai sumber informasi dalam sebuah jaringan maka semakin tinggi pula tingkat penerapan teknologi produksi yang dilakukan. Keterhubungan antara jaringan komunikasi dengan penerapan teknologi sangat penting untuk dilihat mengingat, informasi dalam jaringan komunikasi berfungsi untuk mengurangi penyebaran informasi yang tidak merata yang nantinya akan terjadi kekosongan informasi (lack of information) mengenai teknologi produksi sehingga berdampak pada penerapan teknologi produksi yang lebih baik. Penerapan teknologi produksi dalam penelitian ini dilihat dalam hal penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen.

Aspek kajian jaringan komunikasi meliputi peranan individu dan indikator jaringan komunikasi. Peranan individu ditunjukkan dengan peranannya sebagai bintang, jembatan, penghubung, atau pencilan dalam sistem sosial. Indikator jaringan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada pengukuran menurut Freeman (1979) dalam Scott (2000) yang terdiri sentralitas lokal dan sentralitas global. Sentralitas lokal dipilih karena dapat memberikan gambaran tentang kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan dengan individu lain dalam sistem sosial di lingkungan sekitar dirinya sendiri (sistem pertetanggaan). Dipilihnya sentralitas global dipilih karena dapat menggambarkan kemampuan seseorang dalam mengakses semua individu anggota sistem secara keseluruhan. Diduga semakin tinggi tingkat kemampuan petani ubi kayu dalam menghubungi individu lain atau sumber informasi lainnya baik dalam sistem pertetanggaan maupun sistem keseluruhannya maka semakin tinggi pula tingkat penerapan teknologi produksi ubi kayu yang dilakukan oleh petani tersebut.

Gambar

Gambar lokasi penelitian................................................................................
Gambar 1.  Komponen dasar model komunikasi konvergen (sumber : Kincaid,
Gambar 2. Keterhubungan antara karakteristik personal dengan jaringan
Tabel 3.  Jumlah dan jenis sarana dan prasarana di Desa Suko Binangun, tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis diperoleh nilai OR 1,087 yang artinya responden yang memiliki dukungan tenaga kesehatan negatif memiliki peluang 1 kali untuk tidak memberikan ASI

fasilitas yang aman dan nyaman untuk saya bekerja. Peraturan yang ada di perusahaan tidak menyulitkan saya dalam bekerja. Saya dapat berkomunikasi dan bekerja sama

Buku ini adalah penyempurnaan dari hasil penelitian disertasi pada studi doctor (s3) pada Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar. Buku ini mengkaji pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Kompetensi akademik siswa kelas VII SMPN 4 Sungguminasa dalam pembelajaran matematika tanpa penerapan strategi problem-based

Hal ini dapat saja disebabkan oleh dua hal yakni (i) bahwa pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang bersifat menilai diri sendiri (self assessment) , sehingga

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Ubi Kayu di Desa Negara Ratu Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara (Dibimbing oleh

This paper presents the studies of enzymatic activity of pectinase enzyme in liberation of starch from cassava (Manihot esculenta), especially in cassava flour.. The starch

Pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan pada hasil penelitian ini menunjukkan perubahan kondisi jaringan pulpa setelah aplikasi bahan etsa yang ditandai dengan adanya