TINJAUAN PUSTAKA
PSYCHOLOGICAL REALITY
A PHYSICAL REALITY information Collective Action Mutual Agreement MUTUAL UNDERSTANDING SOCIAL REALITY A & B PSYCHOLOGICAL REALITY B Action perceiving interpreting understanding believing perceiving interpreting believing Action understanding
terjadi antar orang-orang yang memiliki atribut yang tidak sama. Setiap jenis jaringan komunikasi mempunyai kecepatan perkembangan yang berbeda-beda. Semakin penting suatu jenis informasi bagi suatu anggota sistem sosial, makin cepat perkembangan dan luas jangkauan jaringan komunikasinya. Jaringan komunikasi yang berhubungan dengan informasi tentang kebutuhan primer akan mempunyai jangkauan yang tercepat dan terjauh (Rogers, 2003).
Jaringan adalah struktur sosial yang diciptakan oleh komunikasi antara individu dan kelompok (Littlejohn, 1992). Rogers and Kincaid (1981) menambahkan bahwa analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi, Di mana data relasional mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Baginya, sistem sosial adalah satu set unit yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan. Pengertian ini menunjukkan jaringan komunikasi hanyalah alat, bukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian jaringan. Hasil yang diperoleh dalam analisis jaringan komunikasi berupa struktur dan pola komunikasi dalam suatu sistem.
Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi ketidakpastian yang mereka hadapi (Flor and Matulac,1994 yang dikutip oleh Lubis, 2000). Jaringan komunikasi menurut Rogers and Kincaid (1981) adalah suatu jaringan yang terdiri atas individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Begitu pula Hanneman and McEver yang dikutip oleh Djamali (1999) menyatakan bahwa jaringan komunikasi adalah pertukaran informasi yang terjadi secara teratur antara dua orang atau lebih. Knoke dan Kuklinski (1982) yang dikutip oleh Setyanto (1993) melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu, obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa. Jaringan komunikasi adalah aspek struktural dari sebuah kelompok, jaringan tersebut menjelaskan kepada kita bagaimana kelompok tetap bersatu atau terikat satu sama lain (Leavitt, 1992).
Cara pengumpulan data dalam jaringan komunikasi adalah dengan mengajukan pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu. Berdasarkan pengalaman agar jaringan dapat dibuat sosiogramnya sebaiknya orang tersebut diminta untuk menunjuk paling sedikit tiga orang sumber informasinya. Hasil yang diperoleh berupa sosiogram yang merupakan ilustrasi hubungan “siapa berinteraksi dengan siapa” atau menggambarkan interaksi dalam suatu jaringan sosial, sangat berguna untuk menelusuri aliran informasi ataupun difusi suatu inovasi. Rogers
and Kincaid (1981) pun menyatakan bahwa sosiogram merupakan hasil dari analisis data kuantitatif tentang pola komunikasi di antara orang-orang dalam sebuah sistem. Analisis jaringan komunikasi dengan menggunakan sosiogram juga dapat memperihatkan peran-peran individu dalam berinteraksi dengan sesamanya melalui jaringan komunikasi. Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan peran-peran individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi yaitu: 1. Opinion leader adalah pimpinan informal dalam organisasi. Mereka ini tidaklah
selalu orang-orang yang mempunyai otoritas formal dalam organisasi tetapi membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi keputusan mereka.
2. Gate keepers adalah individu yang mengontrol arus informasi diantara anggota organisasi. Mereka berada di tengah suatu jaringan dan menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain atau tidak memberikan informasi. Gate keepers dapat menolong anggota penting dari organisasi seperti pimpinan untuk menghindarkan informasi yang terlampau banyak dengan jalan hanya memberikan informasi yang penting-penting saja terhadap mereka. Dalam hal ini gate keepers mempunyai kekuasaan dalam memutuskan apakah suatu informasi penting atau tidak.
3. Cosmopolite adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya. Mereka ini mengumpulkan informasi dari sumber-sumber yang ada dalam lingkungan dan memberikan informasi mengenai organisasi kepada orang- orang tertentu dalam lingkungannya.
4. Bridge adalah anggota kelompok atau klik dalam suatu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lain. Individu ini membantu saling memberi informasi di antara kelompok-kelompok dan mengkoordinasi kelompok.
5. Liaison adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Individu ini juga membantu dalam membagi informasi yang relevan di antara kelompok-kelompok organisasi.
6. Isolate adalah anggota organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi. Orang-orang ini menyembunyikan diri dalam organisasi atau diasingkan oleh teman-temannya.
Analisis Jaringan Komunikasi
Analisis jaringan komunikasi dalam organisasi terdapat prosedur-prosedur yang harus dijalankan, yaitu : (a) mengidentifikasi klik-klik yang ada dalam suatu sistem secara keseluruhan dan menentukan bagaimana sub-sub struktural ini mempengaruhi komunikasi individu di dalam organisasi, (b) mengidentifikasi peranan-peranan komunikasi khusus yang dimainkan oleh opinion leader, cosmopolite, gate keepers, liaisons, bridges, dan isolates, (c) mengukur berbagai indeks struktural (seperti keterpaduan dan keterhubungan komunikasi dengan keterbukaan sistem) bagi individu hingga sistem secara keseluruhan (Rogers and Kinkaid, 1981).
Sementara itu yang dimaksud dengan klik adalah bagian dari sistem (sub sistem) dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi. Sebagai dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat dimasukkan ke dalam suatu
klik, ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi klik, yaitu : (1) setiap klik minimal harus terdiri dari tiga anggota, (2) setiap klik minimal harus
mempunyai derajat keterhubungan 50 persen dari hubungan-hubungan di dalam klik, dan (3) seluruh anggota klik baik secara langsung maupun tidak langsung harus saling berhubungan melalui satu rantai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinyu dan menyeluruh di dalam klik (Rogers and Kincaid, 1981).
Scott (2000) menyatakan indikator terhadap jaringan dapat dilihat dari beberapa derajat pengukuran yakni :
1. Koneksi (connectedness)
Connectedness adalah derajat di mana anggota-anggota sistem berhubungan dengan anggota-anggota lain dalam sistem. Nilai connectedness diukur dengan membandingkan semua ikatan yang sedang terbentuk dengan kemungkinan hubungan yang mungkin terjadi. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) menyatakan bahwa konektivitas menghitung banyaknya node yang harus dihilangkan agar satu individu dapat mencapai individu lainnya. Jika ada berbagai jalur yang berbeda yang menghubungkan dua individu maka, mereka memiliki “konektivitas” yang tinggi dalam arti bahwa ada beberapa cara untuk mencapai dari satu individu ke individu yang lain. Konektivitas dapat menjadi ukuran yang berguna untuk mendapatkan pengertian tentang ketergantungan dan kerentanan individu.
2. Keterjangkauan (reachability)
Reachability adalah jumlah hubungan yang menghubungkan seorang individu dengan individu lain dalam jaringan. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) menyatakan bahwa seorang individu dapat dikatakan “tejangkau” jika terdapat seperangkat hubungan untuknya yang dapat dilacak dari sumber ke individu yang menjadi target. Reachability memberitahu kita apakah dua individu dihubungkan atau tidak dengan cara baik langsung atau tidak langsung melalui jalur dari setiap length. 3. Resiprositas (reciprocity)
Reciprocity adalah persetujuan dua orang tentang eksistensi hubungan mereka. Sementara itu, Hanneman and Riddle (2005) melihat hal penting dalam sebuah hubungan dyad yang langsung adalah melihat sejauhmana sebuah hubungan saling berbalasan. Pengukuran resiprositas pada jaringan biasanya merupakan pendekatan yang difokuskan pada analisis dyad dengan mempertanyakan proporsi pasangan yang memiliki ikatan yang timbal-balik diantara mereka. Tetapi dalam struktur jaringan yang besar dengan populasi yang banyak biasanya kebanyakan individu tidak memiliki ikatan yang langsung pada sebagian besar individu lainnya, sehingga lebih bijak jika pengukuran difokuskan pada derajat resiprositas diantara pasangan yang memiliki ikatan. Selain menganalisis ikatan yang berumpan balik di level individu, juga dapat melihat seberapa banyak ikatan yang terlibat dalam struktur yang memiliki umpan-balik (ber-resiprositas) dan ini disebut dengan dyad method.
4. Kepadatan (density)
Konsep kepadatan atau konsep density menggambarkan level umum keterhubungan individu dalam sebuah sosiogram. Analisis kepadatan dapat dianggap sama dengan hubungan di sekitar individu tertentu. Density adalah keseluruhan jaringan tetapi bukan sesederhana “personal network” dari node agen. Untuk mengukur kepadatan dapat digunakan dua rumus yakni untuk kepadatan yang memuat hubungan tidak langsung dan kepadatan yang memuat hubungan langsung. Kepadatan juga dapat diukur pada jenis data biner dan data yang bernilai atau multiply. Kepadatan pada jaringan yang biner adalah proporsi sederhana dari kemungkinan semua ikatan yang benar-benar hadir. Untuk jaringan bernilai kepadatan didefinisikan sebagai jumlah dari ikatan yang ada dibagi dengan banyaknya ikatan yang mungkin terjadi. Kepadatan jaringan dapat memberi kita wawasan dalam fenomena seperti kecepatan dimana informasi berdifusi antara individu, dan sejauhmana pelaku memiliki tingkat modal sosial atau kendala sosial (Hanneman and Riddle, 2005).
5. Sentralitas (centrality)
Sentralitas merupakan pengukuran terhadap jaringan komunikasi yang ditemukan dalam konsep sosiometric sebagai “star” yakni orang yang “populer” dalam kelompoknya atau yang berdiri di pusat perhatian. Individu yang menjadi “star” berlokasi pada pusat jika memiliki sejumlah hubungan yang besar dengan individu lainnya dalam lingkungan yang dekat. Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari derajat beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan lokal mereka, sehingga sentralitas juga dapat digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem.
Sentralitas dibagi menjadi dua, sentralitas lokal (local centrality) dan sentralitas global (global centrality). Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu berhubungan dengan individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menunjukkan jumlah hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000), sentralitas lokal dapat bersifat relatif. Hal ini akan menjadi sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality atau sentralitas lokal memperhatikan keunggulan relatif dari individu fokus dalam hubungan pertetanggaan.
Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) telah mengusulkan pengukuran sentralitas global berdasarkan pada istilah seputar “closeness” atau kedekatan dari individu. Pengukuran sentralitas global Freeman diekspresikan dalam istilah “distance” diantara beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan keunggulan individu dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan yang seseorang butuhkan untuk menghubungi semua individu dalam jaringan. Semakin kecil nilai sentralitas global menujukkan semakin mudah bagi seseorang untuk menghubungi semua individu dalam jaringan.
6. Kebersamaan (betweeness)
Freeman (1979) yang dikutip oleh Scott (2000) mengusulkan konsep betweenness. Konsep ini mengukur sejauh mana individu tertentu terletak diantara individu-individu lain pada sosiogram. Betweenness dari individu mengukur keberadaan agen yang dapat memainkan bagian potensial sebagai ‘broker’ atau ‘gatekeeper’ untuk mengukur semua titik lainnya. Pendekatan Freeman mengenai betweenness dibangun sekitar konsep “local depedency” atau konsep “ketergantungan lokal”. Seorang individu akan tergantung dengan lainnya jika path yang menghubunginya pada individu lain melewati individu tersebut. Keseluruhan “betweenness” dihitung sebagai sebagian jumlah dari nilai dalam kolom matrik.
Penggunaan beberapa pengukuran jaringan di atas telah dilakukan oleh beberapa peneliti jaringan seperti Levine and Kuraban (2006) yang dikutip oleh Danowski et al., (2008) yang menteorikan bahwa kepadatan menderaskan keuntungan-keuntungan moral termasuk memperbesar kepercayaan, mengurangi kecurangan, dan pengawasan yang lebih efektif. Kepadatan jaringan dapat merespon cepat untuk perubahan dalam produtivitas atau gaya kerja. Selanjutnya, Danowski et al ., (2008) juga mengatakan bahwa kepadatan sangat penting untuk produktivitas organisasi. Selanjutnya Hiltz (1982) yang dikutip oleh Danowski et al ., (2008) melaporkan bahwa ukuran jaringan dan kepadatan berhubungan dengan meningkatnya peneliti yang melaporkan produktivitas yang ditandakan dengan meningkatnya variabel “ketersediaan ide”, ketersediaan acuan dan informasi lain yang digunakan dalam organisasi mereka.
Penelitian Lubis (2000) mengenai kemampuan adaptasi secara fisik dan sosial dari para transmigran di Indonesia didekati dengan analisis faktor komunikasi dan sosial-budaya. Faktor komunikasi yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sentralitas lokal, sentralitas global, betweenness, kepemilikan media. Perubahan kondisi ekonomi para transmigran lima tahun kedepan ditentukan oleh sentralitas lokal dan kondisi sosial saat ini serta lima tahun mendatang juga ditentukan oleh sentralitas lokal dan sentralitas global.
Penelitian Wunawarsih (2005) mengenai faktor komunikasi dan sosial ekonomi yang berhubungan dengan adaptasi nelayan menggunakan indikator jaringan komunikasi sentralitas lokal, sentrlitas global dan kebersamaan, dari penelitiannya, membuktikan bahwa nelayan dengan sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi lebih mudah untuk beradaptasi. Demikian pula halnya dengan nelayan yang memiliki sentralitas global rendah relatif lebih mudah untuk melakukan adaptasi, dengan asumsi bahwa semakin rendah nilai sentralitas global yang dimiliki nelayan maka semakin besar kemampuan nelayan tersebut untuk menghubungi semua individu dalam sistem.
Hasil penelitian Mislini (2006) mengenai jaringan komunikasi dalam dinamika kelompok Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata positif antara jaringan komunikasi dengan dinamika kelompok. Anggota KSM yang memiliki sentralitas lokal dan kebersamaan yang tinggi lebih aktif melakukan interaksi dengan anggota KSM dan warga masyarakat lainnya sehingga dapat memperoleh informasi yang berkaitan dengan kegiatan KSM.
Adopsi (Penerapan) Inovasi dan Jaringan Komunikasi
Adopsi inovasi di bidang pertanian adalah merupakan hasil dari kegiatan suatu komunikasi pertanian dan karena komunikasi itu melibatkan interaksi sosial di antara masyarakat, maka proses adopsi inovasi terkait dengan pengaruh interaksi antar individu, antar kelompok, anggota masyarakat atau kelompok masyarakat, juga dipengaruhi oleh interaksi antar kelompok dalam masyarakat. Proses adopsi inovasi yang terjadi pada kelompok tani pada prinsipnya adalah kumulatif dari adopsi individual, sehingga tahapan-tahapan adopsi inovasi individual juga berlaku bagi tahapan adopsi inovasi kelompok (Soekartawi, 2005).
Inovasi adalah suatu gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang sejauh dihubungkan dengan tingkah laku manusia (Rogers, 2003). Kebaruan suatu inovasi disini mempunyai pengertian yang sangat relatif. Sepanjang suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ide tersebut dianggap sebagai inovasi. Pengertian baru disini, mengandung makna bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perlakuan atau gerakan-gerakan menuju proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat.
Adopsi merupakan suatu keputusan untuk menggunakan sepenuhnya inovasi sebagai cara bertindak yang paling baik. Pada tahap keputusan, seseorang dihadapkan pada pilihan untuk menerima atau menolak inovasi. Penerimaan atau penolakan terhadap inovasi adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang sebagai proses mental sejak seseorang mengetahui inovasi sampai keputusan menerima atau menolaknya, kemudian mengukuhkannya (Rogers, 2003). Mardikanto (1993), menyatakan bahwa adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide atau alat teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi. Manifestasi dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati melalui tingkah laku, metode, maupun peralatan atau teknologi yang dipergunakan oleh para petani atau penerima pesan.
Soekartawi (2005) menyatakan bahwa sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi. Sumber informasi dapat berasal dari media massa, tetangga, petugas lapangan, pedagang, pejabat desa dan lain-lain. Pada tahap kesadaran, sumber informasi terpenting adalah media massa dan tetangga yang
tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap minat, diperlukan kemudahan untuk berkomunikasi dengan sumber informasi, maka sumber informasi terpenting adalah media massa dan tetangga yang tinggal disektiarnya dan teman. Pada tahap evaluasi, petani memerlukan alasan yang kuat untuk melakukan adopsi, maka sumber informasi terpenting adalah teman atau tetangga dan agen pertanian untuk membantu meyakinkan bahwa adopsi inovasi diperlukan. Pada tahap mencoba, informasi mengenai adopsi inovasi lebih banyak berasal dari teman atau tetangga dan agen pertanian calon adopter. Pada tahap adopsi, mendemonstrasikan inovasi yang telah dicoba adalah sangat penting maka sumber informasi terpenting adalah teman atau tetangga, pengamatan pribadi, agen pertanian, media massa dan pedagang atau salesman.
Berlo (1960) menyatakan bahwa karakteristik personal seperti pendidikan, pengalaman, status sosial ekonomi, keanggotaan dalam suatu organisasi dan kekosmopolitan merupakan peubah yang menentukan persepsi dan sikap terhadap penerapan suatu teknologi. Havelock et al. (1971) menyatakan bahwa peubah-peubah individual yang mempengaruhi penerapan informasi antara lain adalah kompetensi dan penghargaan, kepribadian, nilai-nilai kebutuhan, pengalaman masa lalu, ancaman dan pengaruh, pemenuhan harapan, distorsi informasi baru, proses perubahan sikap dan pola perilaku serta perolehan informasi dan efek komunikasi.
Beberapa penelitian yang membuktikan bahwa ada hubungan positif antara keterlibatan seseorang dalam jaringan komunikasi dengan tingkat adopsi (penerapan) inovasi mereka. Penelitian Guimaraes (1972) yang dikutip oleh Rogers dan Kincaid (1981) menyatakan bahwa pada 20 desa di Brasil menunjukkan bukti bahwa keterlibatan seseorang di dalam jaringan komunikas berhubungan dengan keinovatifan mereka di dalam pertanian. Kemudian, hasil penelitian Yadav yang dikutip oleh Rogers dan Kincaid (1981) menemukan bahwa desa-desa yang mempunyai tingkat inovasi tinggi di bidang pertanian, ternyata tingkat keterhubungan dalam struktur komunikasi juga tinggi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafril (2002) mengenai hubungan karakteristik petani dan jaringan komunikasi dengan adopsi inovasi teknologi sistem usaha pertanian jagung menyatakan bahwa jaringan komunikasi berkorelasi nyata dengan adopsi teknologi. Selanjutnya, penelitian Siswanto (2002) menyatakan bahwa terdapat hubunngan nyata antara jaringan komunikasi dengan tingkat penerapan teknologi flushing. Dengan demikian, semakin tinggi peranan individu dalam jaringan komunikasi maka penerapan teknologi flushing menjadi semakin baik.
Produksi dan Teknologi Budidaya Ubi Kayu
Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnnya (penangkapan dan beternak). Selanjutnya, sebelum dilakukan proses produksi di lahan, terlebih dahulu dilakukan proses pengadaan saprodi (sarana produksi) pertanian berupa industri agro-kimia (pupuk dan pestisida), industri agro-otomotif (mesin dan peralatan pertanian), dan industri pembenihan dan pembibitan. Untuk proses produksi di lahan, dapat digunakan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, teknologi, serta manajemen. Sehingga, produksi pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan) dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor-faktor hasil produksi (Rahim dan Hastuti, 2008).
Kemajuan dan pembangunan dalam bidang apa pun tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi. Revolusi pertanian di dorong oleh penemuan mesin-mesin dan cara-cara baru dalam bidang pertanian. Demikian pula “revolusi hijau” mulai tahun 1969/1970 disebabkan oleh penemuan teknologi baru dalam bibit padi dan gandum yang lebih unggul dibanding bibit-bibit yang dikenal sebelumnya. Mosher dalam bukunya yang berjudul “getting agricultural moving” telah disebutkan di atas menganggap teknologi yang senantiasa berubah itu sebagai syarat mutlak adanya pembangunan pertanian. Apabila tidak ada perubahan dalam teknologi maka pembangunan pertanian pun terhenti kenaikannya, bahkan dapat menurun karena merosotnya kesuburan tanah atau karena kerusakan yang makin meningkat oleh hama penyakit yang makin merajalela (Mubyarto, 1995).
Teknologi dalam hal ini diartikan sebagai ilmu yang berhubungan dengan keterampilan di bidang industri. Tetapi mosher mengartikan teknologi pertanian sebagai cara-cara bertani. Sebenarnya yang lebih perlu disadari adalah pengaruh teknologi baru pada produktivitas pertanian. Teknologi baru yang diterapkan dalam bidang pertanian selalu dimaksudkan untuk menaikkan produktivitas apakah ia produktivitas tanah, modal atau tenaga kerja. Traktor lebih produktif daripada cangkul. Pupuk buatan lebih produktif daripada pupuk hijau dan pupuk kandang, menanam padi dengan baris lebih produktif daripada menanamnya dengan tidak teratur. Demikianlah masih banyak lagi “cara-cara bertani baru” dimana petani setiap waktu dapat meningkatkan produktivitas pertanian (Mubyarto, 1995).
Menurut Prihandana dkk (2008) budidaya tanaman pangan ubi kayu memiliki beberapa langkah yang perlu dilewati. Yakni pembibitan, pengolahan lahan, penanaman (pola tanam dan jarak tanam), penyulaman, pengendalian gulma, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit dan panen. Prihandana dkk (2008) juga lebih lanjut menyatakan bahwa berbagai permasalahan yang melanda petani ubi kayu di Indonesia akibat (a) minimnya pengetahuan petani mengenai bibit unggul dan petani belum menerapkan varietas bibit unggul, (b) panen yang dilakukan tidak tepat waktu, (c) dosis pupuk yang direkomendasikan tidak diterapkan, (d) kurangnya sosialisasi perbaikan teknik budidaya dalam rangka peningkatan produktivitas, (e) terbatasnya persediaan bibit dari kebun-kebun pemerintah dan swasta (f) pihak pemerintah dan swasta kurang melakukan sosialisasi penggunaan bibit unggul ubi kayu nasional.
Karakteristik Personal Petani Ubi Kayu
Karakteristik personal, yang sebagian peneliti menyebutnya sebagai karakteristik individu (individual characteristic) merupakan sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dan lingkungannya. Kotler yang dikutip oleh Zahid (1997) mengemukakan bahwa karakteristik individu dapat diklasifikasikan kedalam karakteristik demografik dan karakteristik psikografik. Karakteristik demografik mencakup umur, jenis kelamin, ukuran keluarga, daur kehidupan keluarga, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, ras, kebangsaan dan tingkat sosial. Sedangkan karakteristik psikografik meliputi gaya hidup dan kepribadian. Menurut Lionberger (1960), karakteristik individu merupakan aspek personal seseorang yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya. Petani kecil menurut soekartawi dkk, (1986) yang dikutip oleh Soekartawi (2005) memiliki karakteristik diantaranya adalah (a) pendapatan rendah yakni kurang dari 240 kg beras per kapita per tahun, (b) berlahan sempit yakni kurang dari 0,25 ha sawah di Jawa atau 0,5 ha di luar Jawa dan berlahan sempit kurang dari 0,5 ha lahan tegal di Jawa atau 1