• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Tepung Bungkil Biji Karet Hevea brasiliensis yang Dihidrolisis Cairan Rumen Domba sebagai Pengganti Bungkil Kedelai dalam Pakan Ikan Patin Pangasius sp.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Tepung Bungkil Biji Karet Hevea brasiliensis yang Dihidrolisis Cairan Rumen Domba sebagai Pengganti Bungkil Kedelai dalam Pakan Ikan Patin Pangasius sp."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI TEPUNG BUNGKIL BIJI KARET

Hevea brasiliensis

YANG DIHIDROLISIS CAIRAN RUMEN DOMBA

SEBAGAI PENGGANTI BUNGKIL KEDELAI

DALAM PAKAN IKAN PATIN

Pangasius

sp.

WINDA STYANI IRAWAN

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Evaluasi Tepung Bungkil Biji Karet Hevea brasiliensis yang Dihidrolisis Cairan Rumen Domba sebagai Pengganti Bungkil Kedelai dalam Pakan Ikan Patin Pangasius

sp.” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

(4)

4

ABSTRAK

WINDA STYANI IRAWAN. Evaluasi Tepung Bungkil Biji Karet Hevea

brasiliensis yang Dihidrolisis dengan Cairan Rumen Domba sebagai Pengganti Bungkil Kedelai dalam Pakan Ikan Patin Pangasius sp. Dibimbing oleh

MUHAMMAD AGUS SUPRAYUDI dan NUR BAMBANG PRIYO UTOMO.

Penelitian ini mengevaluasi penggunaan tepung bungkil biji karet (TBBK) yang dihidrolisis menggunakan cairan rumen domba sebagai pengganti tepung bungkil kedelai terhadap pertumbuhan ikan patin Pangasius sp. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 40 hari dengan pemberian lima jenis pakan berbeda sesuai dengan tingkat subtitusi tepung bungkil karet dengan tepung bungkil kedelai. Pakan A, semua protein nabati berasal dari bungkil kedelai. Pakan B, C, D dan E penggantian tepung bungkil kedelai terhadap TBBK pada persentase 12%, 23%, 34% dan 44%. Pemberian pakan dilakukan selama tiga kali sehari secara at satiation. Performa pertumbuhan dan jumlah konsumsi pakan dengan TBBK 0% adalah yang terbaik. Retensi protein tertinggi ditunjukkan pada TBBK 23% dan retensi lemak tertinggi pada TBBK 12%. Peningkatan TBBK lebih dari 0% mengakibatkan penurunan performa pertumbuhan.

Kata kunci : tepung biji karet, patin, Pangasius sp, hidrolisis, rumen domba.

ABSTRACT

WINDA STYANI IRAWAN. Evaluation of Rubber Hevea brasiliensis Seed Meal which Hidrolisa using Rumen Fluid of Sheep as a Subtitute for Soybean Meal in

the Catfish Pangasius sp. Feed. Supervised by MUHAMMAD AGUS

SUPRAYUDI and NUR BAMBANG PRIYO UTOMO.

The research evaluated process use rubber Hevea brasiliensis seed meal (RBS) which is hidrolisa using rumen fluid of sheep as a subtitute for soybean meal on the growth of catfish Pangasius sp. The maintenance of fish during 40 days with providing five different types of feed according substitution of rubber seed meal with soybean meal. Feed A, all of vegetable protein are derived from soybean meal. Feed B, C, D, and E have a different precentage of substitution of soybean meal to TBBK 12%, 23%, 34%, and 44%. The feeding is done for three times in one day at satiation. The growth performance and the amount of feed consumption with RBS 0% is the best choice. The best protein retention has indicated on RBS 23% and the best fat retention has indicated on RBS 12%. The increasing value of RBS more than 0% results the decreasing of growth performance.

(5)

EVALUASI TEPUNG BUNGKIL BIJI KARET

Hevea brasiliensis

YANG DIHIDROLISIS CAIRAN RUMEN DOMBA

SEBAGAI PENGGANTI BUNGKIL KEDELAI

DALAM PAKAN IKAN PATIN

Pangasius

sp.

WINDA STYANI IRAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Evaluasi Tepung Bungkil Biji Karet Hevea brasiliensis yang Dihidrolisis Cairan Rumen Domba sebagai Pengganti Bungkil Kedelai dalam Pakan Ikan Patin Pangasius sp.

Nama : Winda Styani Irawan

NIM : C14090034

Disetujui oleh,

Dr Muhammad Agus Suprayudi, MSi Pembimbing I

Dr Nur Bambang Priyo Utomo, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Sukenda, MSc Ketua Departemen

(9)
(10)

1

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini berjudul “Evaluasi Tepung Bungkil Biji Karet Hevea brasiliensis yang Dihidrolisis Cairan Rumen Domba sebagai Pengganti Bungkil Kedelai dalam Pakan Ikan Patin Pangasius sp.”

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Muhammad Agus Suprayudi MSi dan Dr. Ir. Nur Bambang Priyo Utomo MSi selaku pembimbing, Ibu Sri Nuryati MSi selaku dosen penguji tamu yang telah banyak memberikan saran, Dr. Ir. Dedi Jusadi MSc selaku ketua program studi atas arahan dan koreksinya, serta kepada Bapak Wasjan dan mbak Retno yang telah banyak membantu analisa di Laboratorium Nutrisi Ikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor dan Sea Fast Center Fakultas Teknologi Pertanian serta staff Kolam Percobaan Budidaya Perairan, Insitut pertanian Bogor karena telah membantu jalannya penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta keluarga besar BDP 46 atas segala doa dan dukungannya

Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(11)

2

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

METODE ... 2

Pembuatan Tepung Bungkil Biji karet ... 2

Pembuatan Pakan Uji ... 3

Percobaan Pertumbuhan ... 3

Analisis Proksimat Ikan ... 4

Analisis Data ... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

Hasil ... 4

Percobaan Pertumbuhan ... 5

Tingkat Kelangsungan Hidup ... 5

Retensi Protein ... 5

Retensi Lemak ... 5

Pembahasan ... 6

KESIMPULAN DAN SARAN ... 9

Kesimpulan ... 9

Saran ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAMPIRAN ... 12

(12)

3

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan analisa proksimat tepung biji karet sebelum dan setelah

dihidrolisis ... 2

2 Formulasi pakan uji ikan patin ... 3

3 Analisa proksimat pakan uji ikan patin ... 3

4 Kualitas air dalam sistem pemeliharaan ikan patin ... 4

5 Penampilan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan patin ... 5

DAFTAR GAMBAR

Biomassa ikan patin ... 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Skema sistem resirkulasi pemeliharaan ikan patin ... 12

2 Parameter uji ... 12

3 Prosedur analisa proksimat ... 13

4 Analisa proksimat bahan pakan ... 15

5 Tingkat kelangsungan hidup dan penampilan pertumbuhan ikan patin ... 15

6 Data retensi protein dan retensi lemak ikan patin ... 16

7 ANOVA dan uji Duncan biomassa (g) ikan patin ... 17

8 ANOVA dan uji Duncan laju pertumbuhan harian (g/hari) ikan patin ... 17

9 ANOVA dan uji Duncan jumlah konsumsi pakan (g) ikan patin ... 18

10 ANOVA dan uji Duncan konversi pakan ikan patin ... 18

11 ANOVA dan uji Duncan retensi lemak (%) ikan patin ... 18

(13)
(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan patin Pangasius sp. merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang masuk ke dalam percepatan industrialisasi dari komoditas perikanan budidaya. KKP menargetkan produksi ikan patin di tahun 2013 sebesar 1.107.000 ton (KKP 2012). Target produksi yang besar dikarenakan kebutuhan pasar terhadap ikan patin tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tapi juga untuk pasar internasional.

Pakan merupakan komponen utama yang menjadi penunjang

keberlangsungan usaha budi daya. Biaya terbesar dalam usaha budi daya ikan berasal dari pakan yaitu dapat mencapai 70-89% dari total biaya produksi (Suprayudi 2010). Tepung kedelai merupakan bahan baku protein nabati terbesar dalam pembuatan pakan. Berdasarkan Kementrian Pertanian mengenai kebutuhan kedelai dalam negeri pada tahun 2012 hanya dapat memenuhi 35% sedangkan 65% dipenuhi dari impor (Heriawan 2013). Oleh karena itu diperlukan alternatif sumber bahan baku protein nabati lain sebagai pengganti dari tepung kedelai.

Menurut Afrianto & Liviawaty (2005), pemilihan bahan baku pakan alternatif harus memiliki nilai nutrien yang tinggi, tidak mengandung racun, mudah diperoleh, dan bukan merupakan kebutuhan pokok manusia. Biji karet merupakan salah satu hasil industri sampingan yang berpotensi sebagai pengganti bahan baku pakan. Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki luas areal perkebunan karet terbesar di dunia dengan luas 3,4 juta hektar dengan produksi karet sebesar 2,4 juta ton per tahun (Purba 2011). Selain itu biji karet juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Hasil penelitian Zuhra (2006) menyebutkan kandungan protein biji karet cukup tinggi yaitu sebesar 27% dan kandungan lainnya seperti lemak yaitu 32,3%, air 3,6%, abu 2,4%, serta memiliki profil asam amino yang baik.Namun, di sisi lain biji karet juga mengandung zat anti nutrisi berupa asam sianida (HCN) yang cukup tinggi yaitu sebesar 330 mg/100 g bahan (Siahaan 2009).

Kandungan lemak yang tinggi dalam biji karet dapat berpengaruh terhadap tingginya HCN bahan sehingga diperlukan pengolahan lebih lanjut agar kandungan protein dapat ditingkatkan. Menurut Zuhra (2006) kadar fraksi protein dapat dibuat lebih tinggi dengan cara mengolahnya menjadi konsentrat yaitu dengan mengurangi atau menghilangkan lemak atau komponen-komponen non protein lain yang larut sehingga kadar fraksi protein biji karet yang sudah tinggi menjadi lebih tinggi lagi. Selain itu, alternatif lain yang dapat digunakan untuk menurunkan kandungan HCN adalah dengan hidrolisis menggunakan cairan rumen domba.

(15)

2

cairan rumen domba sebagai salah satu alternatif bahan baku pakan pada ikan patin (Pangasius sp.).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan subtitusi bungkil biji karet terhadap bungkil kedelai yang diharapkan dapat menunjang pertumbuhan ikan patin (Pangasius sp.).

METODE

Pembuatan Tepung Bungkil Biji Karet

(16)

3

Pembuatan Pakan Uji

Pakan yang digunakan merupakan hasil formulasi dari lima jenis pakan dengan persentase bungkil biji karet dalam pakan 0% (kontrol), 12%, 23%, 34%, dan 44%. Penambahan bungkil biji karet sejalan dengan penurunan tepung kedelai pada masing-masing perlakuan. Kelima jenis pakan memiliki kandungan protein dan energi yang sama, yakni masing-masing 36% dan 4000 kal/g. Berikut ini merupakan formulasi pakan yang digunakan dalam perlakuan.

Tabel 2 Formulasi pakan uji ikan patin Pangasius sp.

Bahan Baku Pakan Perlakuan TBK dalam pakan uji (%)

0 12 23 34 44

Pakan yang telah diformulasi kemudian dibuat dengan cara mencampurkan bahan-bahan tersebut dan dilakukan pengadukan dengan menggunakan alat agar bahan pakan dapat tercampur dengan rata. Selanjutnya bahan yang telah tercampur dicetak menggunakan mesin pelleting dengan ukuran pakan 2 mm. Pakan yang telah dicetak kemudian dioven selama 1 jam. Setelah pakan dibuat dilakukan analisa proksimat untuk mengetahui kandungan nutrien yang terkandung dalam pakan sesuai dengan hasil formulasi. Berikut ini merupakan hasil analisa proksimat pakan uji.

Tabel 3 Analisa proksimat pakan uji ikan patin Pangasius sp.

Komposisi Nutrien (%) Perlakuan TBK dalam akan uji (%)

0 12 23 34 44

Gross Energy (kkal/kg) 4057,83 3923,95 4046,20 4042,76 3999,61 Ratio DE-P (kkal/g protein) 11,15 11,27 10,99 11,63 11,48

Percobaan Pertumbuhan

(17)

4

yang baru. Percobaan pertumbuhan dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap yaitu 5 perlakuan pakan uji dan 3 ulangan. Ikan dipelihara dalam akuarium yang berukuran 50 x 40 x 35 cm sebanyak 15 unit (Lampiran 1) yang bertempat di Laboratorium Nutrisi ikan, Departemen Budidaya Perairan, IPB. Ikan berukuran 10,94 ± 0,14 g ditebar dengan kepadatan 15 ekor per akuarium.

Pemberian pakan dilakukan setiap tiga kali sehari yaitu pada pukul 08.00, al 1991) (Lampiran 2). Pengukuran kualitas air dengan parameter harian suhu dan pH dilakukan setiap pagi dan sore. Sedangkan untuk parameter Total Amonia Nitrogen (TAN) dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan. Kondisi kualitas air selama penelitian di Tabel 4.

Tabel 4 Kualitas air dalam sistem pemeliharaan ikan patin yang diberi pakan uji selama 40 hari

Parameter Satuan Nilai terukur Nilai optimum

Suhu oC 28-29,5 28 – 30 (Tucker dan Hargreaves 2004) protein (Takeuchi 1988) dan retensi lemak (Takeuchi 1988) dengan menggunakan 3 sampel ikan tiap ulangan. Analisa protein dilakukan dengan metode kjehdahl, serat kasar dengan metode pelarutan asam dan basa kuat serta pemanasan, lemak tubuh dengan metode folch,, dan kadar abu dengan metode pemanasan dalam tanur pada suhu 600 oC (Takeuchi 1988) (Lampiran 3).

Analisis Data

Parameter yang diukur dianalisis dengan menggunakan program SPPS ver 11.0 for Windows. Perbedaan antar perlakuan dapat diketahui melalui hasil pengujian menggunakan uji F (sidik ragam) dengan selang kepercayaan 99 dan atau 95%. Apabila uji F memberikan hasil yang berbeda nyata, dapat dilanjutkan dengan uji Duncan(Diamahesa 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

(18)

5

12%-44%. Besar biomassa mengalami penurunan sejalan dengan meningkatnya subtitusi TBBK seperti pada nilai TBBK 12%-34% sebesar 691,3 g; 486,75 g; dan 398,10 g. Namun pada nilai TBBK 34%-44% biomassa meningkat kembali dari 398,1 g hingga 406,0 g (Gambar 1).

Gambar 1 Biomassa ikan patin Pangasius sp.

Tabel 5 Penampilan pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan patin Pangasius sp. pada berbagai perlakuan pakan uji

Parameter Perlakuan TBBK dalam pakan uji (%)

0 12 23 34 44

Keterangan: Nilai yang tertera merupakan rata-rata ± standar deviasi; Huruf dibelakang standar deviasi yang berbeda dalam baris menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

Keterangan : LPH = laju pertumbuhan harian, JKP = jumlah konsumsi pakan, KP = konversi pakan, RP = retensi protein, RL = retensi lemak, KH = kelangsungan hidup

(19)

6

Retensi protein tertinggi terdapat pada perlakuan subtitusi TBBK 23% yaitu sebesar 42,42%. Selanjutnya disusul oleh perlakuan subtitusi TBBK 12% sebesar 41,98%. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding dengan perlakuan kontrol yaitu sebesar 41,8%. Nilai retensi protein terendah terdapat pada perlakuan dengan subtitusi TBBK 34% yaitu sebesar 33,66%. Sementara pada perlakuan TBBK 44% memiliki nilai retensi protein yang lebih rendah dari kontrol yaitu sebesar 34,5%. Retensi lemak tertinggi terdapat pada perlakuan dengan subtitusi TBBK 12% yaitu sebesar 430,7%. Selanjutnya disusul oleh perlakuan dengan subtitusi TBBK 23% sebesar 277,9%. Kedua nilai tersebut memiliki hasil yang lebih tinggi dibanding kontrol. Sementara retensi lemak terendah terdapat pada perlakuan dengan subtitusi TBBK 34% yaitu sebesar 163,5%. Sementara pada perlakuan TBBK 44% memiliki hasil yang lebih rendah dibanding kontrol yaitu sebesar 186,9%.

Nilai konversi pakan tertinggi juga ditunjukkan oleh perlakuan kontrol yaitu sebesar 1,02. Selanjutnya disusul oleh perlakuan subtitusi TBBK 12%, 23%, 44%, dan 34% dengan masing-masing konversi pakan sebesar 1,2; 1,26; 1,93;dan 1,83. Nilai konversi pakan terendah terdapat pada subtitusi TBBK 34% yaitu sebesar 1,93. Kelangsungan hidup pada semua perlakuan TBBK 12%, 23%, 44% dan kontrol sama yaitu 100%, sementara pada perlakuan TBBK 34% sebesar 97,78%.

Pembahasan

Hasil pengamatan terhadap jumlah konsumsi pakan tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol dengan subtitusi TBBK 0%. Jumlah konsumsi pakan semakin menurun sejalan dengan penambahan persentase TBBK, kecuali pada TBBK 44% yang mengalami peningkatan dari TBBK 34%. Penurunan jumlah konsumsi pakan tersebut diduga dipengaruhi oleh palatabilitas pakan yang semakin berkurang. Palatabilitas atau respon terhadap pakan dipengaruhi oleh kondisi pakan yang meliputi bentuk, ukuran, warna, rasa dan aroma (Inara 2011). Menurut Venero et al (2008) dalam (Syamsunarno 2011) menyatakan bahwa penggunaan protein nabati dalam pakan ikan memiliki beberapa kelemahan antara lain defesiensi asam amino esensial, adanya zat anti nutrien, dan dapat menurunkan akseptabilitas dan palatabilitas. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Suprayudi et al (1999) yang menunjukkan bahwa tepung bungkil kedelai sebagai sumber protein nabati yang ditambahkan untuk menggantikan sumber protein hewani yaitu tepung ikan pada ikan gurami secara umum memiliki palatabilitas dan aksesi pakan yang semakin berkurang. Menurut Suprayudi et al (1999), palatabilitas pakan berkorelasi dengan keberadaan asam amino bebas seperti betain, asam glutamat, alanin dan glisin sehingga dalam hal ini diduga peningkatan TBBK dalam pakan dapat mengurangi profil asam amino tersebut. Selain itu Suprayudi et al (1999) juga menyebutkan bahwa tepung kedelai memiliki profil asam amino terbaik dari semua sumber protein nabati lainnya serta memenuhi persyaratan asam amino yang diperlukan oleh ikan sehingga diduga TBBK memiliki profil asam amino yang lebih rendah dibanding dengan tepung kedelai.

(20)

7

perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) namun memiliki hasil yang cukup tinggi pada setiap perlakuan. Retensi protein tertinggi terdapat pada persentase TBBK 23% yaitu sebesar 42,42% yang selanjutnya diikuti oleh TBBK 12% sebesar 41,98%. Kedua retensi protein tersebut memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding kontrol yaitu 41,84%. Sementara pada persentase TBBK 34% dan 44% memiliki nilai yang lebih rendah dibanding kontrol dengan nilai terendah terdapat pada persentase TBBK 34% sebesar 33,66%.

Menurut Suprayudi et al. (1999) hal-hal yang memengaruhi retensi protein dalam pakan adalah kadar protein dalam pakan, total energi dalam pakan, dan kualitas protein yang berhubungan dengan kandungan asam amino esensial dalam pakan. Pakan uji dalam penelitian ini diformulasikan dengan kadar protein yang sama, total energi yang sama, sehingga diduga perbedaan retensi protein pada tiap perlakuan disebabkan oleh kualitas protein yang terkait dengan profil asam amino. Profil asam amino esensial yang mencukupi kebutuhan ikan akan mengoptimalkan pemanfaatan pakan yang dicerna oleh tubuh ikan. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Steffens (1989) yang menyatakan bahwa kandungan protein terkait dengan jumlah protein yang dikonsumsi melalui stimulasi pada proses sintesis protein dan efesiensi retensi protein yang telah disintesis. Semakin sesuai profil asam amino esensial dalam pakan terhadap ikan maka akan semakin banyak bagian dari asam amino yang disintesis menjadi protein. Selain itu rendahnya retensi protein juga diduga karena rendahnya konsumsi pakan terkait dengan palatabilitas yang berkolerasi dengan keberadaan profil asam amino bebas. Menurut Grey et al (2009); Guillaume et al (2001); Hara (1993) dalam Inara (2011) menyebutkan bahwa palatabilitas pakan berhubungan erat dengan atraktabilitas yang diberikan oleh asam amino bebas yang akan memengaruhi respon pencarian, pengambilan serta penelanan yang berhubungan dengan beberapa asam amino (taurin, glisin, arginin, alanin) untuk peningkatan penggunaan protein sebagai sumber energi yang akhirnya meningkatkan efesiensi protein. Hal ini terlihat pada jumlah konsumsi pakan dan retensi protein pada TBBK 34% yang lebih rendah daripada jumlah konsumsi pakan pada TBBK 44%. Retensi lemak pada perlakuan memiliki hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan retensi protein. Menurut Lovell (1989) dalam Mukti (2012) menyebutkan bahwa ikan lebih efesien menggunakan protein sebagai sumber energi. Sementara lemak cenderung disimpan di dalam tubuh dibanding digunakan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan. Retensi lemak tertinggi terdapat pada perlakuan TBBK 12% sebesar 430,72% dan terendah terdapat pada TBBK 34% sebesar 163,53%. Menurut Fitriliyani (2010), tingginya retensi lemak disebabkan oleh rendahnya serat kasar dalam pakan uji. Besar serat kasar pada tepung biji karet sebelum hidrolisis yaitu 5,27%, sedangkan setelah hidrolisis menjadi 4,58%. Penurunan serat kasar tersebut dipengaruhi oleh proses hidrolisis tepung biji karet menggunakan cairan rumen domba. Menurut Kamra (2005), cairan rumen domba memiliki mikroba-mikroba rumen yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan ke dalam cairan rumen untuk membantu mendegradasi partikel makanan. Salah satu enzim yang berperan adalah enzim selulase yang memecah partikel-partikel serat kasar pada bahan uji dari bentuk yang kompleks menjadi lebih sederhana.

(21)

8

44%, laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada TBBK 12% yang semakin menurun sejalan dengan penambahan persentase TBBK, kecuali pada TBBK 44% yang mengalami peningkatan dari TBBK 34%. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Syamsunarno (2011), bahwa pada TBBK 25% menunjukkan hasil pertumbuhan yang terbaik dan semakin meningkat persentase TBBK dalam pakan uji, laju pertumbuhan juga semakin menurun. Sementara peningkatan yang terjadi dari TBBK 34% ke TBBK 44% diduga karena jumlah konsumsi pakan pada subtitusi TBBK 34% lebih rendah dibanding pada TBBK 44% sehingga menghasilkan retensi protein yang rendah dan berpengaruh pada laju pertumbuhan yang rendah. Laju pertumbuhan yang rendah juga diduga disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan nutrien. Menurut NRC (1983), kekurangan protein akan menghasilkan gangguan terhadap pertumbuhan ikan dan ikan akan menarik kembali protein tubuh sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuhnya. Sebaliknya pada protein pakan yang berlebih akan menyebabkan penggunaan sebagian protein tersebut untuk sumber energi.

Laju pertumbuhan yang tinggi disertai dengan konsumsi pakan yang efesien akan menghasilkan nilai efesiensi pakan yang tinggi (Kurniasih et al. 2012). Efesiensi pakan dapat dilihat dari beberapa faktor yang salah satunya adalah konversi pakan (KP). Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg daging ikan (Effendi 2004). Hasil KP terbaik terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 1,02. Selanjutnya diikuti oleh perlakuan TBBK 12%, 23%, 44%, dan 34% yaitu sebesar 1,2; 1,26; 1,83; dan 1,93. Pada perlakuan TBBK 44% terjadi penurunan KP dari TBBK 34%, sehingga didapatkan KP yang terendah adalah pada TBBK 34%. Hal ini diduga karena pada TBBK 34% memiliki jumlah konsumsi pakan dan biomassa yang lebih rendah dibanding pada TBBK 44%. Effendi (2004) menyebutkan bahwa konversi pakan dipengaruhi oleh kebiasaan makan, ukuran ikan, kualitas air, serta kualitas dan kuantitas pakan. Tingkat kelangsungan hidup pada penelitian ini didapatkan hasil 100% pada perlakuan TBBK 0%, 12%, 23%, dan 44%. Hanya pada perlakuan TBBK 34% yang memiliki kelangsungan hidup sebesar 97,78%. Hal ini dikarenakan oleh faktor luar yang terjadi di dalam penelitian, seperti sampling dan handling.

(22)

9

penurunan tingkat sintesa protein per unit dari protein yang tercerna (Suprayudi et al. 1999). Kisaran ammonia dalam pemeliharan ini masih berada dalam kisaran optimum yaitu 0,04-0,15 mg/l dan menurut Jangkaru (1996), nilai TAN yang baik untuk catfish yaitu <0,2 mg/l.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan tepung bungkil biji karet yang dihidrolisis dengan cairan rumen domba tidak bisa digunakan sebagai penyumbang protein nabati untuk subtitusi tepung kedelai dalam pakan ikan patin.

Saran

Perlu dilakukan penelitian dengan tingkatan persentase tepung biji karet yang lebih luas untuk mengetahui tingkat yang efektif sebagai pengganti bahan baku subtitusi pakan. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas pakan yang telah dihidrolisis dan yang belum dihidrolisis menggunakan cairan rumen domba atau dengan rumen hewan rumanansia lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E & Liviawaty E. 2005. Pakan Ikan. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Cai Y. Wermerskirchen J, Adelman I R. 1996. Ammonia excretion rate indicates dietary protein adequacy for fish. The Progressive Fish-Culturist, 58:124-127

Diamahesa WA. 2010. Efek suplementasi crude enzim cairan rumen pada pakan ikan nila Oreochromis niloticus berbasis sumber protein nabati. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Fitriliyani I. 2010. Peningkatan kualitas nutrisi tepung daun lamtoro dengan penambahan ekstrak enzim cairan rumen domba (Ovis aries) untuk bahan pakan ikan nila (Oreochromis niloticus) [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Halver JE and Hardy RW. 2002. Fish Nutrition, third ad. New York: Academy Press Inc.

Heriawan. 2013. Kebijakan Pembatasan Impor. [internet]. [diacu 2013 Juli 23]. Tersedia dari: http: // finance. detik. com / read / 2013 / 03 / 13 / 102153 / 2192489 / kebijakan – pembatasan – impor – pangan – seolah – olah – kita – yang - salah

(23)

10

Jangkaru Z. 1996. Pembesaran Ikan Air Tawar di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Kamra DN. 2005. Special section microbial diversity: rumen microbial ecosystem. Current science.

[KKP]. 2012. KKP targetkan produksi patin 1,1 juta ton. [internet]. [Diacu 2013 Juli 23]. Tersedia dari http:www.antarnews.com/berita/367687/kkp-targetkan-produksi-patin-1,1-juta-ton.

Minggawati I, Saptono. 2012. Parameter kualitas air untuk budidaya ikan patin (Pangasius pangasius) di karamba Sungai Kahayan, Kota Palangka Raya. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 1(1):1-4.

Mukti RC. 2012. Penggunaan tepung kepala udang sebagai bahan subtitusi tepung ikan dalam formulasi pakan ikan patin Pangasionodon hypophtalmus. [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

[NRC]. 1983. Nutrient Requirement of Warmwater Fishes and Shellfishes. Washington DC: National Academy of Science Press.

Purba K. 2011. Potensi dan perkembangan pasar ekspor karet Indonesia di pasar

dunia. [internet]. [Diacu 2013 Juli 23]. Tersedia dari

http://pphp.deptan.go.id/disp_informasi/1/5/54/1185/potensi_dan_perkemba ngan_pasar_ekspor_karet_indonesia_di _pasar_dunia.html.

Rahmawan O, Mansyur. 2008. Detoksifikasi HCN dari bungkil biji karet (BBK) melalui berbagai perlakuan fisik. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran.

Siahaan S.2009. Potensi pemanfaatan limbah biji karet (Hevea brasiliensis) sebagai sumber energi alternatif bioerosin untuk keperluan rumah tangga (Studi kasus di Desa Nanga Jetak Kecamatan Dedai Kabupaten Sintang Kalimantan Barat) [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Steffens W. 1989. Principle of Fish Nutrition. Ellis Horwood Limited. England. Suprayudi MA, Bintang M, Takeuchi T, Mokoginta I, Sutardi T. 1999. Defatted

soybean meal as an alternative source to substitute fish meal in the feed of giant gouramy, Osphronemus gouramy Lac. Suisanzoshoku. 47(4):551– 557.

Suprayudi MA. 2010. Pengembangan penggunaan bahan baku lokal untuk pakan ikan/udang: status terkini dan prospeknya. Semi-Loka Nutrisi dan Teknologi Pakan Ikan/Udang; 2010 Oktober 26; Bogor, Indonesia. Jakarta (ID): Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, KKP bekerjasama dengan ISPIKANI. Syamsunarno MB. 2011. Evaluasi tepung biji karet Hevea brasiliensis sebagai

bahan baku pakan ikan lele Clarias sp. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Takeuchi T. 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrition. In Watanabe T, ed. Fish Nutrition and Mariculture, JICA Textbook the General Aquaculture Course. Tokyo: Kanagawa internat. Fish. Training Center. p 179-229

Tucker CS, Hargreaves JA. 2004. Biology and Culture of Channel Catfish. Amsterdam (ND): Elsevier B.V p 279.

(24)

11

September 18-19; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Pusat Penelitian Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. p 296-299. Zonneveld N, Husiman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.

Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.

(25)

12

Lampiran 1 Skema sistem resirkulasi pemeliharaan ikan lele

Lampiran 2 Parameter Uji.

A. Kelangsungan Hidup (Zonneveld et al. 1991).

Tingkat kelangsungan hidup (Survival Rate, SR) akan dihitung berdasarkan persamaan:

B.Laju pertumbuhan harian (Zonneveld et al. 1991).

Pertumbuhan relatif (PR) akan dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan : Wt = Biomassa ikan akhir pemeliharaan(gram)

W0 = Biomassa ikan awal pemeliharaan (gram)

LPH t

= =

Laju pertumbuhan harian (%) Lamanya pemeliharaan (hari)

C. Konversi Pakan (KP)

Konversi pakan (KP) akan dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan : Wt = bobot total ikan pada akhir pemeliharaan (gram)

W0 = bobot total ikan pada awal pemeliharaan(gram)

Wd = bobot total ikan yang mati selama pemeliharaan

(gram)

F = jumlah pakan yang diberikan (gram)

D. Jumlah Konsumsi Pakan

Jumlah konsumsi pakan dihitung dengan mengurangi total jumlah pakan yang diberikan pada akhir penelitian dengan awal penelitian.

SR (%) = ∑ total ikan akhir (ekor) x 100%

∑ total ikan awal (ekor)

LPH (%) = Wt– W0 x 100%

T

FCR (%) = F x 100%

(26)

13

E. Retensi Protein (RP)/Lemak (L) (Takeuchi 1988)

Nilai retensi protein/lemak akan dihitung berdasarkan persamaan:

Lampiran 3 Prosedur analisa proksimat Kadar Protein

Tahap Oksidasi

1. Sampel ditimbang sebanyak 0.5 gram dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. 2. Katalis (K2SO4+CuSo4.5H2O) dengan rasio 9:1 ditimbang sebanyak 3 gram

dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl.

3. 10 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam labu Kjeldahl dan kemudian labu

tersebut dipanaskan dalam rak oksidasi/digestion pada suhu 400oC selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening. 4. Larutan didinginkan lalu ditambahkan air destilasi 100 ml. Kemudian larutan

dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 ml. Larutan sampel siap didestilasi.

Tahap Destilasi

1. Beberapa tetes H2SO4 dimsukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi

setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh ammonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit.

2. Erlenmeyer diisi 10 ml H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator methyl

red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan.

3. 5 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 ml NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup.

4. Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10 menit sejak terjadi pengembunan pada kondensor.

Tahap Titrasi

1. Larutan hasil destilasi ditritasi dengan larutan NaOH 0.05 N. 2. Volume hasil titrasi dicatat.

3. Prosedur yang sama juga dilakukan pada blanko.

Kadar Protein (%) = 0.0007 * x (Vb – Vs) x 6.25 ** x 20 x 100% S

Keterangan : Vb = Volume hasil titrasi blanko (ml) Vs = Volume hasil titrasi sampel (ml)

S = Bobot sampel (gram)

(27)

14

A.Kadar Lemak

Metode ekstraksi Soxhlet

1. Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 110o dalam waktu 1 jam. Kemudian didiinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bobot labu tersebut (X1)

2. Sampel ditimbang sebanyak 3-5 gram (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan ke dalam soxhlet dan pemberat diletakkan di atasnya.

3. N-hexan 100-150 ml dimasukkan ke dalam soxhlet sampai selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu.

4. Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan di atas water bath sampai cairan yang merendam sampel dalam soxhlet berwarna bening.

5. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap.

6. Labu dan lemak yang tersisa dipanakan dalam oven selama 60 menit, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2). Metode Folch

1. Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram (A) dan dimasukkan ke dalam gelas homogenize dan ditambahkan larutan kloroform / methanol (20xA) , sebagian disisakan untuk membilas pada saat penyaringan.

2. Sampel dihomogenizer selama 5 menit setelah itu disraing dengan vacuum pump.

3. Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan dalamlabu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0.03 N(0.2xC), kemudian dikocok dengan kuat

minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 1 malam.

4. Labu silinder dioven terlebih dahulu pada suhu 110oC selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X1).

5. Lapisan bawah yang terdapat dalam labu pemisah disaring ke dalam labu silinder kemudian dievaporator sampai kering. Sisa kloroform / methanol yang terdapat dalam labu ditiup dengan menggunakan vacuum.

6. Setelah sisa klorofom/methanol dalam labu habis, labu dimasukkan kedalam oven selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang (X2)

Kadar Lemak (%) = X2–X1 x 100%

A

B.Kadar Air

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

2. Bahan ditimbang 2-3 gram (A)

3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 110oC selama 4-6 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selam 30 menit dan ditimbang (X2).

Kadar Air (%) = (X1+A)-X2 x 100%

A

C.Kadar Abu

1. Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1)

(28)

15

3. Cawan dan bahan dipanaskan dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu kemudian dimasukkan kedalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2).

Kadar Abu (%) = X2–X1 x 100%

A

D.Kadar Serat Kasar

1. Kertas filter dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 110oC setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang (X1)

2. Sampel ditimbang sebnayak 0.5 gram (A) dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml

3. H2SO4 0.3 N sebanyak 50 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer kemudian

dipanaskan di atas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1.5 N sebanyak 25 ml ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan kembali selama 30 menit.

4. Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi. 5. Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secara

berturut-turut dengan 50 ml air panas, 50 ml H2SO4 0.3 N, 50 ml air panas, dan

25 ml aseton.

6. Kertas saring dan residu bahan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dipanaskan dalam oven 105-110oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X2).

7. Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih atau menjadi abu (± 4 jam). Kemudian dimasukkan dalam oven 105-110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X3).

Kadar Serat Kasar (%) = (X2– X1– X3) x 100%

A

Lampiran 4 Analisa Proksimat Bahan Pakan

Bahan Pakan

Lampiran 5 Tingkat kelangsungan hidup dan penampilan pertumbuhan ikan patin

Parameter Ulangan persentase tepung biji karet dalam pakan uji (%)

(29)

16

Lampiran 6 Data retensi protein dan lemak ikan patin

Parameter Ulangan persentase tepung biji karet dalam pakan uji (%)

(30)

17

Lampiran 7 ANOVA dan uji Duncan biomassa (g) ikan patin

Jumlah kuadrat Df Rataan Kuadrat F Sig. Antar kelompok 387383.521 4 96845.880 113.590 .000 Dalam kelompok 8525.950 10 852.592

Total 395909.471 14

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan

(31)

18

0% 3 26.6033

Sig. .747 1.000 1.000 1.000

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenus yang diperlihatkan

Lampiran 9 ANOVA dan uji Duncan jumlah konsumsi pakan (g) ikan patin Jumlah kuadrat df Rataan Kuadrat F Sig. Antar kelompok 332061.319 4 83015.330 468.188 .000 Dalam kelompok 1773.120 10 177.312

Total 333834.439 14

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenous diperlihatkan

Lampiran 10 ANOVA dan uji Duncan konversi pakan ikan patin

Jumlah kuadrat df Rataan Kuadrat F Sig.

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenous diperlihatkan

Lampiran 11 ANOVA dan uji Duncan retensi lemak (%) ikan patin Jumlah kuadrat Df Rataan Kuadrat F Sig. Antar kelompok 39813.810 4 9953.453 3.796 .040 Dalam kelompok 26218.032 10 2621.803

(32)

19

Rata-rata untuk tiap kelompok pada homogenous diperlihatkan

Lampiran 12 ANOVA dan uji Duncan retensi protein (%) ikan patin Jumlah kuadrat Df Rataan Kuadrat F Sig. Antar kelompok 232.065 4 58.016 1.838 .198 Dalam kelompok 315.718 10 31.572

Total 547.782 14

Pakan uji N Untuk alpha = 0.05

1

34% 3 33.6567

44% 3 34.5067

0% 3 41.8467

12% 3 41.9767

23% 3 42.4233

Sig. .109

(33)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang, pada tanggal 3 Agustus 1991 yang dilahirkan dari Ayah bernama Arif Irawan dan Ibu bernama Nurul Cholifah. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dengan adik bernama Aditya Nuari Irawan dan Humaira Az-Zahra Irawan. Pada tahun 2009 setelah menyelesaikan studinya di SMA Negeri 5 Bogor, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Gambar

Tabel 1  Perbandingan analisa proksimat tepung bungkil biji karet sebelum dan setelah dihidrolisis
Tabel 2 Formulasi pakan uji ikan patin Pangasius sp.
Tabel 4 Kualitas air dalam sistem pemeliharaan ikan patin yang diberi pakan uji       selama 40 hari
Gambar 1 Biomassa ikan patin Pangasius sp.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini berjudul “Revitalisasi Pasar Papringan Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal (Studi Kasus di Pasar Papringan, Desa

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah membuat program aplikasi pembelajaran Bahasa dan Aksara Jawa yang interaktif untuk computer dengan menggunakan Adobe

dalam jabatan terakhir bagi administrator dan pengawas;.. c) 1 (satu) tahun sebelum batas usia pensiun bagi administrator yang akan menduduki jabatan fungsional madya;

Asosiasi terhadap sebuah merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek (Aaker:

Salah satu sumber energi alternatif yang telah dikembangkan adalah panel surya.Panel surya adalah energi yang didapat dengan mengubah energi panas surya melalui peralatan tertentu

To determine students’ prior knowledge of hantavirus pulmonary syndrome, lymphocytic choriomeningitis, other rodent-borne diseases, and public service announcements, have

Dan didapat nilai OR sebesar 3,559 dengan CI 95% = 1,541-8, dimana responden yang tinggal di rumah dengan kepadatan hunian yang padat beresiko 3,559 kali lebih

&lt; α maka Ho ditolak dan menerima Ha, dengan Ha adanya pengaruh yang signifikan dari penerapan model pembelajaran VCT tipe analisis nilai dalam meningkatkan nilai