• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemuliaan jamur tiram putih (Pleurotus spp.) antara isolat BNK dan BBR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemuliaan jamur tiram putih (Pleurotus spp.) antara isolat BNK dan BBR"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PEMULIAAN JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus

spp.)

ANTARA ISOLAT BNK DAN BBR

ADITYA SUTRISNA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ADITYA SUTRISNA. Pemuliaan Jamur Tiram Putih (Pleurotus spp.) antara Isolat BNK dan BBR. Dibimbing oleh LISDAR A. MANAF dan SRI LISTIYOWATI.

Jamur tiram (Pleurotus spp.) merupakan jamur pangan yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Namun, penelitian mengenai genetika dan pemuliaan jamur tiram masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih melalui hibridisasi antara isolat BNK dan BBR. Metode awal yang dilakukan pada penelitian ini dengan melakukan isolasi spora tunggal dari tubuh buah masing-masing isolat BNK dan BBR pada media water agar sehingga diperoleh miselium monokarion. Miselium monokarion yang diperoleh dari isolat BBR dan BNK kemudian diuji kompatibilitasnya pada media Agar Sukrosa Kentang. Isolat-isolat dikarion yang diperoleh kemudian masing-masing ditumbuhkan pada tiga substrat produksi (500gram) yang berbeda bahan utamanya, yaitu serbuk gergajian kayu sengon

(Albazia falcataria), janjang kosong kelapa sawit, dan substrat campuran 1:1 antara kedua substrat. Sebanyak tujuh isolat dikarion yang ditumbuhkan pada ketiga substrat produksi, isolat dikarion dengan kode F yang ditumbuhkan pada substrat produksi janjang kosong kelapa sawit, sebagai substrat alternatif, memiliki nilai parameter pertumbuhan dan perkembangan lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. Isolat dikarion tersebut memiliki masa pertumbuhan dan perkembangan 142,17 hari, bobot basah tubuh buah 189,83 gram, efisiensi biologis 151,83 %, total jumlah tudung jamur per kantong substrat sebesar 32,43 buah, rataan diameter tudung jamur 4,14 cm, dan persentase jumlah tudung jamur berdiameter lebih besar atau sama dengan 5 cm 43,41%.

Kata kunci : Pleurotus spp., isolat BNK, isolat BBR, pemuliaan.

ABSTRACT

ADITYA SUTRISNA. White Oyster Mushroom Breeding between BNK and BBR Isolates. Supervised by LISDAR A. MANAF and SRI LISTIYOWATI.

Oyster mushroom (Pleurotus spp.) is the most cultivated edible mushrooms in Indonesia. But, the research in genetics and breeding of oyster mushroom is still far from sufficient. The objective of this research is to increase the growth and development of white oyster mushroom by hibridisation between BNK and BBR isolates. After the single spores were isolated from each BNK and BBR isolate in water agar medium, monokaryotic miselia then were tested for compatibility in Potato Sucrose Agar (PSA) media. Each of dikaryotic isolate was then grown in three different production substrates (500 gram) i.e. sengon sawdust (Albazia falcataria), empty fruit bunches (EFB), and the mixture of 1:1 between that two substrates. From seven dikaryotic isolates that were grown on three production substrates, F isolate that grown on EFB, as an alternative substrate, had higher scores in all growth and development parameters than others with growth and development phase of 142,17 days, fresh fruiting weight of 189,83 gram, biological efficiency of 151,83 %, total of pileus 32,43 pieces, pileus diameter average 4,14 cm, pecentage of pileus with diameter similiar or more than 5 cm of 43,41 %.

(3)

PEMULIAAN JAMUR TIRAM PUTIH (

Pleurotus

spp.)

ANTARA ISOLAT BNK DAN BBR

ADITYA SUTRISNA

G34062401

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Skripsi

: Pemuliaan Jamur Tiram Putih (

Pleurotus

spp.) Antara Isolat

BNK dan BBR

Nama

: Aditya Sutrisna

NIM

: G34062401

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Lisdar I. Sudirman Dra. Sri Listiyowati, M.Si

NIP : 19591018 1984 03 2 001

NIP : 19640714 199002 2 001

Mengetahui :

Ketua Departemen,

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si

NIP: 19641002 198903 1 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul penelitian penulis yaitu Pemuliaan Jamur Tiram Putih (Pleurotus spp.) antara Isolat BNK dan BBR. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai Januari 2011 di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor (PPSHB IPB).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Lisdar A. Manaf dan Ibu Dra. Sri Listiyowati, M.Si. selaku pembimbing atas saran dan bimbingannya serta dana dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, juga kepada Ibu Dr. Ir. R. R. Dyah Perwitasari, M.Sc. sebagai wakil Komisi Pendidikan Departemen Biologi FMIPA IPB atas kesediaannya untuk menguji dan mengoreksi skripsi ini. Terima kasih kepada Papap, Mamam, Nita, dan Rian atas doa, dukungan, dan segala cintanya. Terima kasih kepada Pak Yanto, Pak Nkus, Pak Iwa, keluarga besar PPSHB IPB, teman-teman Biologi 43, van Lith 13, KeMaKI, Tim Pendamping, serta para sahabat: Bayang, Daniel, Ferry, Justian, Gana, Glen, Rio, dan Wendy atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Tidak lupa, terima kasih pula kepada Alm. Bapak Dr. Muhammad Jusuf atas bimbingannya di awal penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juli 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus, Jawa Tengah pada tanggal 14 Maret 1988 dari ayah FX Budi Sutrisno dan ibu YMF Susilowati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar diselesaikan penulis di SD Cahaya Nur Kudus pada tahun 2000, dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di SLTP Kanisius Keluarga Kudus dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMA PL van Lith Muntilan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih mayor Biologi di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2008/2009 – 2010/2011, Mikrobiologi Dasar pada semester ganjil tahun ajaran 2009/2010, dan Pendidikan Agama Katolik sebagai Tim Pendamping. Selain itu penulis pernah menjabat sebagai Ketua UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB pada tahun 2009 dan anggota Badan Pengawas Himabio pada tahun yang sama.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

Waktu dan Tempat ... 1

BAHAN DAN METODE ... 2

Bahan ... 2

Metode... 2

Isolasi Monokarion Jamur Tiram ... 2

Uji Kompatibilitas dan Hibridisasi antara Isolat Monokarion BNK dan BBR ... 2

Seleksi Isolat Hibrid ... 2

Budidaya Isolat Hibrid pada Media Produksi Tubuh Buah ... 3

Pengamatan dan Analisis Data ... 3

HASIL ... 3

Isolasi Monokarion Jamur Tiram BNK dan AMD ... 3

Uji Kompatibilitas dan Hibridisasi antara Isolat Monokarion BNK dan BBR ... 3

Seleksi Isolat Hibrid ... 4

Budidaya Isolat Hibrid pada Media Produksi Tubuh Buah ... 4

Fase Vegetatif ... 4

Fase Generatif ... 4

Masa Pertumbuhan dan Perkembangan ... 5

Bobot Basah Tubuh Buah dan Laju Produktivitas (LP) ... 5

Efisiensi Biologis (EB) ……… ... 5

Jumlah Tudung Jamur ……….. 5

Diameter Tudung Jamur………. .. 5

PEMBAHASAN... 11

Isolasi Monokarion Jamur Tiram BNK dan AMD ... 11

Uji Kompatibilitas dan Hibridisasi antara Isolat Monokarion BNK dan BBR ... 11

Seleksi Isolat Hibrid ... 11

Budidaya Isolat Hibrid pada Media Produksi Tubuh Buah ... 11

SIMPULAN ... 13

SARAN ... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Uji Kompatibilitas Antara Isolat Monokarion BNK dan BBR … ... 4

2 Daftar Hasil Hibridisasi Antara Isolat Monokarion BNK dan BBR .……… 4

3 Rataan Fase Vegetatif per Kantong Substrat ……...……… 5

4 Rataan Fase Generatif per Kantong Substrat ……… 6

5 Masa Pertumbuhan dan Perkembangan (MPP) ... ……… 6

6 Rataan Total Bobot Basah Tubuh Buah per Kantong Substrat, Efisiensi Biologis (EB), dan Laju Produktivitas (LP) ... ………. 7

7 Rataan Total Jumlah Tudung Jamur per Kantong Substrat ... ……… 7

8 Rataan Total Diameter Tudung Jamur per Kantong Substrat ... ……… 8

9 Rataan Total Jumlah Tudung Jamur pada masing-masing Kelompok Diameter ……… 9

10 Urutan Isolat berdasarkan Nilai Parameter Pengamatan ... ……… 13

11 Skor Isolat ... ……… 13

12 Urutan Substrat Produksi berdasarkan Nilai Parameter Pengamatan . ……… 13

13 Skor Substrat Produksi ... ……… 13

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Seleksi Isolat Hibrid Berdasarkan Laju Pertumbuhannya pada Media Agar Sukrosa Kentang (ASK) ………. ... 4
(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jamur tiram putih (Pleurotus spp.) telah digunakan sebagai makanan dan obat sejak lama. Ketika jamur tiram relatif mudah tumbuh dan beradaptasi secara luas, mulailah jamur tiram ini dibudidayakan di berbagai penjuru dunia dan produksinya meningkat pesat hanya dalam kurun waktu beberapa tahun, terutama di Asia dan Amerika. Jamur tiram juga menjadi jamur pangan kedua terbesar di dunia yang dibudidayakan setelah Agaricus bisporus

(Pushpa & Purushothama 2010). Walaupun budidaya jamur tiram menunjukkan prospek ekonomi yang nyata, penelitian genetika untuk mendukung budidaya jamur ini masih sedikit. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan penelitian mengenai genetika jamur tiram untuk mendapatkan galur jamur tiram yang terbaik dan juga memperoleh teknik budidaya yang optimal, sehingga dapat digunakan oleh para petani jamur. Pengembangan genetika jamur tiram putih dilakukan dengan hibridisasi di antara galur-galur jamur tiram yang dimiliki.

Pleurotus spp. merupakan kelompok basidiomiset heterotalik bifaktorial, artinya kompatibilitas tipe kawin ditentukan oleh alel yang berbeda pada 2 lokus tipe kawin, yaitu tipe kawin A dan tipe kawin B (Elliot 1982). Pleurotus ostreatus mempunyai sebelas kromosom; tipe kawin A berada pada kromosom III dan tipe kawin B pada kromosom IX (Larraya et al. 1999, 2000). Kedua lokus tipe kawin berada pada kromosom yang berbeda, maka akan terjadi segregasi bebas ketika meiosis. Spora, sebagai hasil dari meiosis, akan menghasilkan alel tipe kawin menjadi empat kombinasi dengan proporsi yang sama. Keempat kemungkinan kombinasi yang terjadi yaitu uncommon A dan uncommon B, uncommon A, uncommon B, common A dan common B. Pertumbuhan spora yang kompatibel hanya akan terjadi pada kombinasi uncommon A dan uncommon B.

Sebagai contoh A1B1 akan kompatibel bertemu dengan A2B2 atau A3B3, tapi tidak kompatibel dengan A1B1, A1B2, atau A2B1.

Sebagai kelompok basidiomiset, siklus hidup Pleurotus spp. memiliki fase haploid monokarion, fase dikarion, dan fase diploid. Galur-galur Pleurotus spp. dikumpulkan dalam bentuk kultur miselium monokarion dari spora atau kultur miselium dikarion dari

tubuh buah (Chang & Miles 1982). Hibridisasi antara dua galur jamur tiram dapat dilakukan dengan melakukan fusi antara dua kultur miselium monokarion kompatibel sehingga diperoleh kultur miselium dikarion. Dua kultur miselium monokarion dengan tipe kawin yang berbeda tersebut ditumbuhkan pada satu media tumbuh sehingga dapat berfusi untuk membentuk dikarion. Miselium dikarion ini dapat diamati dengan mikroskop cahaya dengan mengamati keberadaan sambungan apit (Torralba et al 2004).

Terdapat dua fase pertumbuhan dan perkembangan jamur, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan miselium memenuhi media sebelum primordium terbentuk. Sedangkan fase generatif merupakan fase reproduktif dengan tahap pembentukan tubuh buah. Ciri utama yang terlihat dengan jelas dari fase vegetatif adalah pertumbuhan masih dalam bentuk miselium, sedangkan ciri utama fase generatif adalah tumbuh struktur spesifik jamur, yaitu primordium yang berkembang menjadi tubuh buah dewasa (Tisdale 2004).

Beberapa faktor lingkungan dapat merangsang perubahan fase vegetatif menjadi fase pembentukan tubuh buah (Chang & Miles 2003). Beberapa faktor seperti suhu, cahaya, dan perubahan konsentrasi gas (CO2 dan O2) menentukan tingkat produksi P. ostreatus. Pada fase vegetatif, suhu optimal antara 24-29°C, cahaya rendah (0-500 lux), dan konsentrasi CO2 yang tinggi (5000-20000 ppm). Sedangkan untuk fase generatif, diperlukan suhu yang lebih rendah, yaitu antara 16-22°C, cahaya yang cukup (500-1000 lux), dan konsentrasi gas CO2 yang rendah (<1000 ppm). pH yang optimal untuk pertumbuhan

P. ostreatus sekitar 5,5-6,5 (Stamets 1993).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih (Pleurotus spp.) melalui hibridisasi antara isolat BNK dan BBR.

Waktu dan Tempat

(10)

BAHAN DAN METODE

BAHAN

Bahan genetik: Isolat jamur tiram putih koleksi PPSHB IPB: BNK dan AMD, serta isolat spora tunggal (monokarion) BBR.

Bahan lain: Air steril, water agar Bacto, kloramfenikol 500 mg, agar-agar, gula pasir (sukrosa), kentang, sorgum, serbuk gergajian kayu sengon, janjang kosong kelapa sawit, dedak padi, kapur, gipsum, kantong plastik tahan panas berukuran 1 L, cawan Petri berdiameter 5 dan 9 cm, mikroskop cahaya, laminar air-flow, dan peralatan laboratorium lainnya.

METODE Isolasi Monokarion Jamur Tiram

Suspensi Spora. Spora didapatkan dari jejak spora tubuh buah jamur tiram (isolat AMD dan BNK). Tudung jamur dari tubuh buah yang dewasa dan telah dipotong tangkainya diletakkan pada cawan Petri dengan lamela menghadap ke bagian dasar cawan untuk menghasilkan jejak spora. Kemudian, cawan Petri tersebut diinkubasi dalam lemari es selama 24 jam untuk mencegah perkecambahan spora. Setelah 24 jam, spora akan berada di dasar cawan Petri. Jamur dikeluarkan dari cawan Petri dan ditambahkan air steril sebanyak 1000 µl ke dalam cawan Petri untuk membuat suspensi spora. Pengenceran spora dilakukan dengan mencampurkan 100 µl suspensi dengan 900 µl air steril pada tabung berukuran 1,5 ml. Sebanyak 1 µl hasil pengenceran diamati dengan mikroskop cahaya hingga didapatkan konsentrasi suspensi spora 1-3 spora/µl. Suspensi spora yang memiliki 1-3 spora/µl akan digunakan untuk isolasi spora tunggal.

Isolasi Spora Tunggal. Kotak-kotak dengan ukuran 0,75x 0,75 cm digambar pada dasar cawan Petri berdiameter 5 cm yang

berisi 4% water agar Bacto yang

mengandung kloramfenikol 500 mg. Sebanyak 1 µl suspensi spora diteteskan pada permukaan water agar Bacto di setiap kotaknya. Cawan yang telah berisi spora diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Setiap kotaknya lalu diperiksa dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 40–100x dari bagian bawah cawan. Setiap kotak yang terdapat spora tunggal yang berkecambah ditandai pada bagian bawah cawan. Spora

berkecambah tersebut kemudian

dipindahkan ke cawan lain yang berisi media

Agar Sukrosa Kentang (ASK) yang

mengandung 500 mg kloramfenikol per liter

menggunakan jarum steril. Komposisi 1 L media ASK adalah sari 200 gram kentang, 20 gram gula, dan 20 gram agar-agar. Jarum steril digunakan untuk mengambil sedikit

water agar yang terdapat spora berkecambah di dalamnya (Choi et al 1999). Jarum dibuat dengan menggunakan ujung jarum suntik yang diletakkan sekitar 1 cm pada bagian ujung pipet, lalu dibakar hingga kaca pipet dan ujung plastik jarum meleleh sehingga jarum bersatu dengan pipet.

Spora-spora yang berkecambah dikulturkan pada media agar cawan ASK dan diinkubasi pada suhu ruang hingga diameter koloninya mencapai 1-2 cm. Potongan kecil kultur kemudian dipindahkan ke media agar cawan ASK yang lain (sebagai sumber untuk uji tipe kawin) dan media agar miring ASK (sebagai koleksi isolat monokarion). Sedikit miselium juga diletakkan pada gelas objek dan diamati dengan mikroskop cahaya untuk memastikan pada kultur monokarion tidak terdapat sambungan apit (clamp connection).

Uji Kompatibilitas dan Hibridisasi antara Isolat Monokarion BNK dan BBR

Uji kompatibilitas dilakukan untuk mengetahui jenis tipe kawin dari setiap isolat monokarion yang berhasil diisolasi. Uji tipe kawin isolat BNK dilakukan bersama hibridisasi antara isolat BBR dengan BNK. Uji tipe kawin dilakukan pada cawan Petri berdiameter 5 cm berisi media ASK. Pada

satu cawan, dua inokulum kultur

monokarion berdiameter 0,5 cm, masing-masing dari BBR dan BNK, diletakkan pada cawan dengan jarak antara kedua inokulum 1 cm. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang hingga terbentuk zona kontak diantara dua kultur monokarion. Miselium pada zona kontak kemudian diamati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40–100x. Bila terdapat sambungan apit maka kedua monokarion yang diuji tersebut serasi atau kompatibel.

Seleksi Isolat Hibrid

(11)

Budidaya Isolat Hibrid pada Media Produksi Tubuh Buah

Pembuatan Bibit. Biji sorgum yang telah direbus setengah matang, ditiriskan lalu diletakkan pada botol dengan volume 250 ml hingga hampir penuh sebagai media bibit. Setelah media disterilisasi, media diinokulasi dengan dua potong inokulum berdiameter 1 cm kultur isolat hibrid yang ditumbuhkan pada media ASK, selanjutnya diinkubasi selama 2-3 minggu hingga semua substrat dipenuhi miselium.

Pembuatan Media Produksi. Isolat hibrid diuji pada 3 jenis substrat produksi, masing-masing berukuran 500 gram dalam kantong plastik tahan panas ukuran 1 L dengan ulangan masing-masing 10 kantong substrat. Ketiga jenis substrat tersebut terdiri dari serbuk gergajian kayu sengon (SGKS), janjang kosong kelapa sawit (JKKS), dan campuran antara SGKS dan JKKS 1:1 (C). Komposisi substrat SGKS terdiri atas 82% serbuk gergajian kayu sengon (Albazia falcataria), 15% dedak padi, 1,5% kapur, dan 1,5% gipsum. Komposisi substrat JKKS adalah 82% janjang kosong kelapa sawit, 15% dedak padi, 1,5% kapur, dan 1,5% gipsum. Janjang kosong kelapa sawit terlebih dahulu direndam dalam air semalaman dan dicacah hingga menjadi serabut kemudian dikeringanginkan. Sedangkan, komposisi substrat C adalah 41% serbuk gergajian kayu sengon, 41% janjang kosong kelapa sawit, 15% dedak padi, 1,5% kapur, dan 1,5% gipsum. Semua substrat dalam kantong disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1 atm selama 20 menit. Substrat yang telah dingin diinokulasi dengan bibit sebanyak dua sendok makan dari media sorgum. Substrat tersebut kemudian diinkubasi pada suhu ruang hingga semua substrat penuh dengan miselium lalu kantong plastik dibuka dan dipotong pada bagian atasnya. Panen dilakukan ketika tubuh buah jamur tiram terbentuk.

Pengamatan dan Analisis Data

Parameter pertumbuhan yang diamati terdiri atas: 1) lama fase vegetatif; 2) lama fase generatif; 3) bobot basah setiap panen per kantong substrat; 4) efisiensi biologis; 5) jumlah tudung jamur setiap panen per kantong substrat; 6) diameter masing-masing tudung jamur setiap panen per kantong substrat. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak Miscrosoft Excel 2007 dan SPSS Statistics 17.0.

Efisiensi biologis didapatkan dari rumus sebagai berikut:

�Bobot basah tubuh buah (g)Bobot basah substrat (g) × 100%� × 4

Rumus ini didapatkan dengan asumsi kadar air 75% (Stamets 1993).

HASIL

Isolasi Monokarion Jamur Tiram BNK dan AMD

Isolasi spora pada media water agar

didapatkan sekitar 100 spora berkecambah dari BNK dan 20 spora berkecambah dari AMD. Namun, hanya 15 spora BNK yang berhasil tumbuh menjadi miselium monokarion pada media ASK setelah dipindahkan ke cawan lain dengan kode isolat BNK 1, 2, 3, ..., 15. Sedangkan untuk spora dari AMD tidak ada yang dapat tumbuh menjadi miselium monokarion. Setelah 14 hari, diketahui miselium dari 6 isolat monokarion BNK tidak berkembang. Keenam isolat ini kemudian tidak diikutsertakan untuk uji tipe kawin dan hibridisasi dikarion. Jadi, hanya 9 isolat miselium monokarion yang diuji.

Uji Kompatibilitas dan Hibridisasi antara Isolat Monokarion BNK dan BBR

Uji tipe kawin dilakukan antara semua isolat monokarion BNK yang ada dengan 8 isolat monokarion penguji tipe kawin BBR. Hasilnya, 6 isolat monokarion BNK berhasil dihibridisasi, sedangkan 3 isolat lain tidak serasi dengan penguji tipe kawin BBR manapun yaitu BNK 2, BNK 10, dan BNK 13 (Tabel 1). Secara makroskopis, keserasian antara dua isolat dibuktikan dengan terbentuk zona kontak diantara pertumbuhan miselium kedua isolat. Sedangkan secara mikroskopis, terbentuk sambungan apit yang menunjukkan bahwa kedua isolat serasi dan telah berkembang sebagai miselium dikarion baru.

(12)

Isolat

Monokarion BBR 6 BBR 11 BBR 12 BBR 13 BBR 14 BBR 15 BBR 20 BBR 22

BNK 1 - - - + + - - -

BNK 2 - - - -

BNK 3 - - - + - -

BNK 4 - + - - - +

BNK 5 + - - - - + - -

BNK 6 - - - + + - - -

BNK 10 - - - -

BNK 13 - - - -

BNK 14 - - + - - - - -

Seleksi Isolat Hibrid

Hasil seleksi 10 isolat dikarion menunjukkan bahwa empat isolat yang paling baik pertumbuhan miseliumnya pada media ASK, yaitu isolat dengan kode C, D, E, dan F. Keempat isolat ini digunakan untuk uji pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram pada media produksi tubuh

buah, ditambah satu isolat dengan

pertumbuhan miselium paling rendah sebagai pembanding, yaitu isolat dengan kode I (Gambar 1).

Budidaya Isolat Hibrid pada Media Produksi Tubuh Buah

Fase vegetatif. Fase vegetatif dihitung dari hari awal inokulasi hingga kantong plastik penuh dengan miselium berwarna putih yang memenuhi seluruh permukaan media. Hasil menunjukkan bahwa rataan fase vegetatif antar isolat bervariasi dan

berkisar antara 21 hingga 61 hari. Isolat F pada media JKKS memiliki rataan fase vegetatif yang paling pendek, yaitu selama 25,14 hari dengan kisaran

fase vegetatif 22-33 hari. Sedangkan isolat dengan fase vegetatif paling panjang adalah isolat I pada SGKS yang memiliki rataan fase vegetatif 53,8 hari dengan kisaran 46-61 hari (Tabel 3).

Fase generatif. Fase generatif dihitung mulai dari berakhirnya fase vegetatif yang ditandai dengan kantong plastik penuh dengan miselium dan kemudian kantong plastik dibuka hingga tidak terbentuk tubuh buah lagi. Isolat C pada media C memiliki rataan fase generatif paling pendek dibandingkan dengan substrat yang lain yaitu selama 80,67 hari dengan kisaran 60-88 hari. Sedangkan isolat BBR pada media C memiliki rataan fase generatif paling panjang dibandingkan dengan substrat yang 0

2 4 6 8 10 12

A B C D E F G H I J

L

a

ju P

e

r

tum

buha

n

(mm/

h

ar

i)

Isolat Hasil Hibridisasi BNK dan BBR

BNK BBR Kode Isolat Dikarion Hasil

Hibridisasi

BNK 1 BBR 13 D

BNK 1 BBR 14 F

BNK 3 BBR 15 H

BNK 4 BBR 11 B

BNK 4 BBR 22 J

BNK 5 BBR 6 A

BNK 5 BBR 15 I

BNK 6 BBR 13 G

BNK 6 BBR 14 E

BNK 14 BBR 12 C

Keterangan: +) Terbentuk zona kontak dan sambungan apit -) Tidak terbentuk zona kontak dan sambungan apit

Tabel 2 Daftar Hasil Hibridisasi Antara Isolat Monokarion BNK dan BBR

Gambar 1 Seleksi Isolat Hibrid berdasarkan Laju Pertumbuhannya pada Media Agar Sukrosa Kentang (ASK)

(13)

Keterangan:

SGKS: Serbuk Gergajian Kayu Sengon; JKKS: Janjang Kosong Kelapa Sawit; C: Campuran SGKS dan JKKS 1:1. Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.

lain yaitu 107 hari dengan kisaran 97-115 hari (Tabel 4).

Masa Pertumbuhan dan Perkembangan. Masa Pertumbuhan dan Perkembangan (MPP) merupakan jumlah hari dari rataan fase vegetatif dan rataan fase generatif. Isolat yang memiliki MPP paling pendek adalah isolat F pada media JKKS yaitu selama 111,14 hari. Sedangkan isolat dengan MPP paling panjang adalah isolat BBR pada media C yaitu selama 146,2 hari (Tabel 5).

Bobot Basah Tubuh Buah dan Laju Produktivitas (LP). Isolat F pada media SGKS memiliki rataan total bobot basah tubuh buah per kantong substrat paling tinggi yaitu 208,87 gram, demikian juga isolat F paling tinggi pada kedua media yang lain. Sedangkan isolat I pada media JKKS memiliki rataan total bobot basah tubuh buah paling rendah, yaitu sebesar 91,79 gram, demikian juga isolat I paling rendah pada kedua media yang lain (Tabel 6).

LP dihitung berdasarkan rataan total bobot basah tubuh buah dibagi MPP (Manaf 14 Maret 2011, komunikasi pribadi). Isolat F

pada media SGKS memiliki laju

produktivitas tertinggi, yaitu 1,75 g/hari dan isolat I pada media JKKS memiliki nilai LP terendah, yaitu 0,62 g/hari, demikian juga isolat F dan I tertinggi dan terendah pada kedua media yang lain (Tabel 6).

Efisiensi Biologis (EB). Efisiensi biologis merupakan formula sederhana yang digunakan untuk mengukur kemampuan jamur dalam menggunakan substrat untuk membentuk tubuh buah (Stamets 1993). Nilai EB tertinggi adalah isolat F pada media SGKS dengan nilai 167,1%, demikian juga isolat F tertinggi pada kedua media yang lain. Isolat dengan nilai EB terendah adalah isolat I pada media JKKS dengan nilai 73,43%, demikian juga isolat I terendah pada kedua media yang lain (Tabel 6).

Jumlah Tudung Jamur. Isolat dengan total jumlah tudung jamur per kantong substrat paling banyak adalah isolat F pada media C dengan rataan 34,2 buah tudung jamur per kantong substrat. Sedangkan rataan total jumlah tudung jamur terendah adalah isolat I pada media C dengan rataan 16 buah tudung jamur per kantong substrat (Tabel 7). Secara umum, panen pertama memiliki jumlah tudung jamur terbanyak dan kemudian menurun pada panen selanjutnya.

Diameter Tudung Jamur. Pada saat pengamatan, semua tudung jamur yang terbentuk diukur diameternya. Kemudian pada saat analisis, ukuran diameter ini dikelompokkan dalam kisaran diameter yang telah ditentukan untuk melihat kualitas dari tubuh buah jamur yang terbentuk.

Nilai tengah diameter tudung jamur (NTDTJ) dihitung dari penjumlahan rataan nilai diameter tudung jamur terbesar per kantong substrat dengan rataan nilai diameter tudung jamur terkecil per kantong substrat kemudian dibagi 2 (Manaf 14 Maret 2011, komunikasi pribadi). NTDTJ terbesar dimiliki isolat BBR pada media JKKS dengan ukuran 4,72 cm. Sedangkan isolat I pada media JKKS memiliki NTDTJ paling kecil yaitu sebesar 3,69 cm (Tabel 8).

Rataan total diameter tudung jamur terbesar dimiliki oleh isolat F pada media SGKS yaitu sebesar 4,64 cm. Sedangkan isolat I pada media JKKS memiliki rataan total diameter terkecil, yaitu sebesar 3,71 cm.

Berdasarkan pengelompokan diameter, isolat E pada media C memiliki persentase jumlah tudung jamur dengan ukuran ≥5cm terbesar yaitu 54,28%. Sedangkan isolat yang memiliki persentase jumlah tudung jamur dengan ukuran ≥5cm paling kecil adalah isolat BBR pada media SGKS sebesar 33,13% (Tabel 9).

Isolat Substrat SGKS (hari) Substrat JKKS (hari) Substrat C (hari) Rataan Kisaran Rataan Kisaran Rataan Kisaran

BNK 35a 33-37 38,33a 36-42 36,17a 31-41

BBR 37a 32-42 41,17ab 31-55 39,2a 32-45

C 33,4a 31-36 35,4a 33-38 48,5b 38-57

D 31,5a 28-33 29,14a 21-36 30,4a 26-37

E 45,29b 34-54 46,6b 42-57 40ab 34-51

F 26,88a 24-34 25,14a 22-33 30,6a 28-32

I 53,8c 46-61 48,5b 42-53 47,83b 44-53

(14)

Keterangan:

SGKS: Serbuk Gergajian Kayu Sengon; JKKS: Janjang Kosong Kelapa Sawit; C: Campuran SGKS dan JKKS 1:1. P1, P2, P3, ..., P8: Panen pertama sampai ke delapan.

Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Isolat

Substrat SGKS (hari)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Rataan Fase Generatif

Kisaran

BNK 10,8a 21,4a 11,8a 22ab 11,4a 12,4a 89,8a 81-97

BBR 6,5a 13,67a 11,5a 14,17a 17,83a 15,33a 12,6a 89,5a 78-99

C 29,6b 24,8ab 15,2a 5,8a 13,6a 12,4a 101,4b 92-115

D 6,50a 16,67a 10,5a 8,33a 26,17a 17,33a 12,33a 83,5a 54-111

E 10,86a 21,43ab 10,71a 10,71a 9,29a 13,5a 11,33a 12,5a 91,43b 68-121

F 5,5a 28,88b 8,13a 9,5a 15,63a 8,29a 11,71a 14,5a 92,38b 69-110

I 12,4a 19,4a 16,2ab 26,8b 18,5a 89,6a 68-100

Isolat

Substrat JKKS (hari)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Rataan Fase Generatif

Kisaran

BNK 4,83a 19,5a 14b 26,83a 14,75a 13,5a 84a 65-101

BBR 14,3a 19,33a 12,33a 15,67a 14a 7,2a 15,5a 13,5a 101b 67-122

C 19,4a 21,8a 12a 16,4a 11,6a 12,5a 14a 99,6b 73-118

D 8,29a 16,86a 11,71a 10,43a 10,86a 9,29a 10,6a 14,4a 85,29a 68-106

E 16,8a 21ab 8,2a 15,6a 12a 6,4a 9a 11,25a 96,2a 81-114

F 7,86a 18,57a 6,57a 15,71a 10,5a 11,83a 11,5a 9,67a 86a 56-97

I 8,25a 24,75b 15b 24ab 26,5b 98,5b 91-106

Isolat

Substrat C (hari)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8

Rataan Fase Generatif

Kisaran

BNK 9,67a 17,83ab 12,83a 13,67a 18,5ab 14,6a 15,6a 97,67b 84-119

BBR 14a 17,4a 11,4a 16,4a 14,2a 9,8a 14,8a 11,25a 107b 97-115

C 7,83a 25,83b 14,33a 13,67a 12,8a 12,5a 80,67a 60-88

D 5,8a 18,4ab 10,4a 10,6a 21,2b 14,25a 17a 88a 82-104

E 8,57a 23,29b 15,57a 15,43a 18a 12,75a 13a 90,43a 63-109

F 8,4a 24ab 8a 16,6a 13,4a 7,4a 10,6a 12,6a 101b 79-113

I 13,5a 25,6b 15,67a 25b 17,4a 18,2a 101b 54-128

Isolat

Substrat SGKS (hari) Substrat JKKS (hari) Substrat C (hari)

Rataan Fase Vegetatif

Rataan Fase Generatif

MPP

Rataan Fase Vegetatif

Rataan Fase Generatif

MPP

Rataan Fase Vegetatif

Rataan Fase Generatif

MPP

BNK 35a 89,8a 124,8a 38,33a 84a 122,33a 36,17a 97,67b 133,84b

BBR 37a 89,5a 126,5a 41,17ab 101b 142,17b 39,2a 107b 146,2b

C 33,4a 101,4b 134,8ab 35,4a 99,6b 135a 48,5b 80,67a 129,17a

D 31,5a 83,5a 115a 29,14a 85,29a 114,43a 30,4a 88a 118,4a

E 45,29b 91,43b 136,7ab 46,6b 96,2a 142,8b 40ab 90,43a 130,43b

F 26,88a 92,38b 119,26a 25,14a 86a 111,14a 30,6a 101b 131,6b

I 53,8c 89,6a 143,4b 48,5b 98,5b 147b 47,83b 101b 115,16a

Keterangan:

SGKS: Serbuk Gergajian Kayu Sengon; JKKS: Janjang Kosong Kelapa Sawit; C: Campuran SGKS dan JKKS 1:1. Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.

Tabel 4 Rataan Fase Generatif per Kantong Substrat

(15)

Keterangan:

SGKS: Serbuk Gergajian Kayu Sengon; JKKS: Janjang Kosong Kelapa Sawit; C: Campuran SGKS dan JKKS 1:1. P1, P2, P3, ..., P8: Panen pertama sampai ke delapan.

Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Substrat SGKS (gram)

Isolat P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total EB (%)

LP (g/hari)

BNK 31,9ab 22,96a 20,79a 18,52a 22,6a 14,66a 131,52b 105,22a 1,05a

BBR 30,4ab 24,92a 18,99a 15,57a 18,27a 14,2a 12,6a 132,56b 106,05a 1,05a

C 42,4bc 26,5ab 21,42a 28,62a 19,2a 17,8a 155,91b 124,73b 1,16a

D 38,47b 24,34a 22,43a 17,12a 17,26a 15,06a 13,2a 133,75b 107,00a 1,16a

E 47,19c 22,39a 21,77a 23,58a 21,99a 13,88a 12,55a 14,37a 167,79c 134,23b 1,23a

F 46,5c 35,88b 21,65a 17,93a 28,49a 25,31a 27,1ab 25,13a 208,87c 167,10c 1,75c

I 37,65b 31,97a 18,78a 17,63a 13,61a 116,91a 93,53a 0,82a

Substrat JKKS (gram)

Isolat P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total EB (%)

LP (g/hari)

BNK 38,99b 29,39ab 16,9a 23,08a 20,4a 19,36a 134,87b 107,9a 1,1ab

BBR 27,28a 23,42ab 14,37a 14,26a 20,12a 21,5a 12,7a 17,47a 137,48b 109,98a 0,97a

C 38,58b 20,9a 16,16a 17,33a 22,84a 18,26a 12,17a 137,75b 110,20b 1,02a

D 41,58b 27,49ab 18,62a 20,38a 29,2a 17,47a 18,6a 12,24a 176,78c 141,42c 1,54b

E 49,99c 22,96ab 19,38a 20,43a 19,89a 19,25a 11,93a 13,47a 172,21c 137,77b 1,21b

F 47,45bc 33,86b 19,76a 24,84a 21,77a 20,13a 18,46a 14,2a 189,83c 151,86c 1,71c

I 29,07a 21,79a 15,63a 13,87a 11,43a 91,79a 73,43a 0,62a

Substrat C (gram)

Isolat P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total EB (%)

LP (g/hari)

BNK 37,57b 27,7ab 17,89a 22,39a 16,33a 15,73a 17,87a 149,82b 119,86a 1,12a

BBR 46,04c 27,2ab 15,81a 14,53a 31,38a 15,47a 13,2a 11,8a 173,05b 138,44b 1,18a

C 34,95b 22,16a 17,19a 23,65a 15,74a 17,33a 122,62a 98,10a 0,95a

D 50,45c 36,89b 19,58a 24,09a 19,63a 13,87a 16,4a 171,57c 137,26b 1,45b

E 50,09c 30ab 20,61a 26,16a 24,17a 10,13a 15,7a 155,19c 124,15b 1,19a

F 42,7bc 38,09b 26,49a 24,03a 23,84a 16,82a 12,45a 14,09a 198,49c 158,79c 1,51b

I 34,24b 21,97a 14,66a 15,26a 11,27a 18,42a 104,67a 83,74a 0,91a

Isolat

Substrat SGKS (buah)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total

BNK 6,6b 4,2a 3,2a 3,2a 3,4a 2,6a 23,2ab

BBR 3,5a 3,33 2,5a 1,67a 2,5a 1,5a 1,2a 16a

C 6,4ab 4,4a 3a 4a 2,8a 2,4a 23ab

D 3,83a 3a 2,83a 2,33a 2,17a 1,67a 1,33a 15,67a

E 6,86b 3,43a 2,71a 3,57a 3,43a 2a 1,83a 2a 24,43b

F 7,63bc 5,88ab 3,25a 2,34a 4,25a 3,71a 3,14a 3,5a 31,13c

I 5,2a 5a 2,8a 2,4a 1,75a 16,8a

Tabel 6 Rataan Total Bobot Basah Tubuh Buah per Kantong Substrat, Efisiensi Biologis (EB), dan Laju Produktivitas (LP)

(16)

Isolat

Substrat JKKS (buah)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan Total

BNK 6,67b 4,5a 3,5a 4,33a 3,5a 2,5a 23b

BBR 3,67a 2,67a 2,17a 1,33a 2,83a 3a 1,75a 2,5a 18a

C 5,2a 3,2a 2,4a 2,8a 3,4a 3a 1,67a 20,4a

D 5,86ab 4a 3,29a 3a 4,86a 3a 2,6a 1,2a 26,71b

E 7b 4a 3,4a 3,6a 3,2a 3a 1,5a 2,25a 27,2a

F 7,29b 5,71ab 3,57a 4,71a 4,33a 3,33a 3,17a 2,17a 32,43b

I 5,25a 3,25a 3a 2,75a 2,25a 16,5a

Isolat

Substrat C (buah)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total

BNK 6,67ab 3,83a 3,67a 3,17a 2,83a 2,8a 3,2a 25,17b

BBR 4,4a 4a 2,4a 1,6a 4,2a 2a 1,4a 1,25a 21a

C 5,17a 2,83a 2,67a 3,5a 2,2a 2,5a 17,67a

D 8b 5,4a 3,2a 4,2a 3,8a 2,5a 2,67a 28,2b

E 7,57ab 4,43a 3,14a 3a 3,2a 1,75a 2,5a 22,43b

F 7,6b 6,8ab 4,4a 3,6a 3,8a 3,4a 2,2a 2,4a 34,2b

I 5,5a 3,6a 2,17a 2,4a 1,6a 2,4a 16a

Isolat Substrat SGKS (cm)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 NTDTJ Rataan

BNK 5,52ab 4,81a 2,69a 2,43a 2,82a 2,31a 3,92 3,82

BBR 6,71bc 4,85a 3,07a 2,6a 2,87a 2,67a 2,33a 4,52 4,07

C 6,06b 5,23a 3,13a 2,95a 1,79a 2,42a 3,93 4,08

D 6,91ab 5,06a 3,65a 3a 2,85a 2,4a 2,25a 4,58 4,38

E 6,27a 4,83a 3,36a 3,48a 3,13a 2,25a 2,18a 2,25a 4,23 4,16

F 6,92ba 6,06b 3,46a 3,05a 3,24a 3,08a 3,18a 2,86a 4,06 4,64

I 5,88ab 5,44ab 2,86a 2,25a 2,57a 4,07 4,45

Isolat Substrat JKKS (cm)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 NTDTJ Rataan

BNK 6,4bc 5,52b 2,52a 2,77a 2,5a 2,3a 4,35 4,26

BBR 6,36c 7,3c 3,38a 3,75a 3,18a 3,53a 2,14a 2,7a 4,72 4,4

C 6,12bc 5ab 3,08a 2,5a 3,24a 3,08a 2,4a 4,26 4,07

D 6,56b 5,89b 3,26a 2,86a 3a 2,62a 2,54a 1,83a 4,2 4,12

E 7,06c 4,85b 3,65a 3,5a 3,44a 3,2a 2a 2,33a 4,53 4,42

F 5,69b 4,8ab 3,4a 3,73a 3,15a 3,8a 3,11a 2,46a 4,08 4,14

I 5,48ab 4,54ab 2,58a 2,09a 1,89a 3,69 3,71

Keterangan:

SGKS: Serbuk Gergajian Kayu Sengon; JKKS: Janjang Kosong Kelapa Sawit; C: Campuran SGKS dan JKKS 1:1. P1, P2, P3, ..., P8: Panen pertama sampai ke delapan.

Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.

Tabel 7 Rataan Total Jumlah Tudung Jamur per Kantong Substrat (lanjutan)

(17)

Isolat Substrat C (cm)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 NTDTJ Rataan

BNK 6bc 5,74b 2,55a 3,16a 2,65a 2,21a 2,81a 4,11 4,03

BBR 7,27c 4,3a 3,25a 3,25a 4,29a 2,3a 2,14a 2a 4,64 4,28

C 5,68b 4,7b 3a 3,24a 3,27a 2,9a 4,29 4,12

D 6,45c 5,59b 3,38a 3,33a 3,26a 2,2a 2,75a 4,33 4,53

E 5,74c 5,29b 3,64a 3,78a 3,81a 1,86a 2,3a 3,8 4,54

F 6,53c 5,97b 4,23a 3,44a 3,32a 2,29a 2,27a 2,42a 4,4 4,56

I 5,9b 4,78ab 3,08a 3,08a 2,25a 2,42a 4,08 4,22

Isolat Kel.

Diameter

Substrat SGKS (buah)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total

II+III (%)

BNK I 1,8 1,4 3,2 3 2,8 2,2 14,4

II 4,2 2,8 0 0,2 0,6 0,4 8,2

37,93

III 0,6 0 0 0 0 0 0,6

Total 6,6 4,2 3,2 3,2 3,4 2,6 23,2

BBR I 0,83 1,5 2,17 1,67 2,17 1,5 1 10,84

II 1,5 1,67 0,33 0 0,33 0 0,2 4,03

33,13

III 1,17 0,17 0 0 0 0 0 1,34

Total 3,5 3,34 2,5 1,67 2,5 1,5 1,2 16,21

C I 0,8 1,2 2,4 4 2,4 2,4 13,2

II 4,8 3,2 0,6 0 0,4 0 9

42,61

III 0,8 0 0 0 0 0 0,8

Total 6,4 4,4 3 4 2,8 2,4 23

D I 0,83 1,17 2,17 2,33 2 1,33 1,33 11,16

II 1,33 1,67 0,67 0 0,17 0,33 0 4,17

35,00

III 1,67 0,17 0 0 0 0 0 1,84

Total 3,83 3,01 2,84 2,33 2,17 1,66 1,33 17,17

E I 1,29 1,29 2 3,43 3,29 2 1,67 1,75 16,72

II 3,29 2,14 0,71 0,14 0,14 0 0,17 0,25 6,84

35,32

III 2,29 0 0 0 0 0 0 0 2,29

Total 6,87 3,43 2,71 3,57 3,43 2 1,84 2 25,85

F I 1,38 1,38 2,5 2,13 4,13 3,57 2,71 2,75 20,55

II 4,38 3,25 0,75 0,25 0,13 0,14 0,43 0,25 9,58

39,13

III 1,88 1,25 0 0 0 0 0 0,5 3,63

Total 7,64 5,88 3,25 2,38 4,26 3,71 3,14 3,5 33,76

I I 0,8 1,4 2,6 2,4 1,75 8,95

II 3,8 2,8 0,2 0 0 6,8

47,81

III 0,6 0,8 0 0 0 1,4

Total 5,2 5 2,8 2,4 1,75 17,15

Keterangan:

SGKS: Serbuk Gergajian Kayu Sengon; JKKS: Janjang Kosong Kelapa Sawit; C: Campuran SGKS dan JKKS 1:1. P1, P2, P3, ..., P8: Panen pertama sampai ke delapan.

Angka-angka yang diikuti huruf sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.

Tabel 8 Rataan Total Diameter Tudung Jamur per Kantong Substrat (lanjutan)

Tabel 9 Rataan Total Jumlah Tudung Jamur pada masing-masing Kelompok Diameter

Keterangan:

SGKS: Serbuk Gergajian Kayu Sengon; JKKS: Janjang Kosong Kelapa Sawit; C: Campuran SGKS dan JKKS 1:1. P1, P2, P3, ..., P8: Panen pertama sampai ke delapan.

I: Kelompok diameter tudung jamur 0,5-4,9 cm; II: Kelompok diameter tudung jamur 5-7,9 cm; III: Kelompok

diameter tudung jamur ≥8 cm

II+III (%): Rataan total jumlah kelompok diameter 5-7,9 cm dan ≥8 cm dibagi rataan total jumlah tudung jamur

dikalikan 100%.

(18)

Isolat Kel. Diameter

Substrat JKKS (buah)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total II+III

(%)

BNK I 0,5 1 3,33 4,33 3,5 2,5 15,16

II 4,83 3,17 0,17 0 0 0 8,17

39,34

III 1,33 0,33 0 0 0 0 1,66

Total 6,66 4,5 3,5 4,33 3,5 2,5 24,99

BBR I 0 1 1,83 0,83 2,83 2,4 1,25 2,25 12,39

II 3 1,33 0,33 0,5 0 0,4 0,5 0,25 6,31

38,27

III 0,67 0,5 0 0 0 0,2 0 0 1,37

Total 3,67 2,83 2,16 1,33 2,83 3 1,75 2,5 20,07

C I 0,6 0,8 2 2,8 3,2 2,75 1,67 13,82

II 4,4 2,4 0,4 0 0 0,25 0 7,45

36,23

III 0,2 0 0 0 0,2 0 0 0,4

Total 5,2 3,2 2,4 2,8 3,4 3 1,67 21,67

D I 0,29 0,43 2,29 2,86 4,71 3 2,2 1,2 16,98

II 4,43 3,43 1 0,14 0,14 0 0,4 0 9,54 38,92

III 1,14 0,14 0 0 0 0 0 0 1,28

Total 5,86 4 3,29 3 4,85 3 2,6 1,2 27,8

E I 0,6 1,6 2 3 2,6 3 1,25 2 16,05

II 3,4 2,2 1,4 0,6 0,6 0,2 0,25 0,25 8,9

42,98

III 3 0,2 0 0 0 0 0 0 3,2

Total 7 4 3,4 3,6 3,2 3,2 1,5 2,25 28,15

F I 2 2,14 2,43 3 3,67 1 3 2,17 19,41

II 5 3,43 1,14 1,43 0,67 2,33 0,17 0 14,17

43,41

III 0,29 0,14 0 0,29 0 0 0 0 0,72

Total 7,29 5,71 3,57 4,72 4,34 3,33 3,17 2,17 34,3

I I 1,5 1,25 3 2,75 2,25 10,75

II 3,5 2 0 0 0 5,5

34,85

III 0,25 0 0 0 0 0,25

Total 5,25 3,25 3 2,75 2,25 16,5

Isolat Diameter Kel.

Substrat C (buah)

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 Rataan

Total

II+III (%)

BNK I 0,67 0,5 3,67 2,67 2,67 2,4 3,2 15,78

II 5,33 3,17 0 0,5 0,17 0,4 0 9,57

39,75

III 0,67 0,17 0 0 0 0 0 0,84

Total 6,67 3,84 3,67 3,17 2,84 2,8 3,2 26,19

BBR I 0 2,4 2 1 3,2 1,6 1,2 1 12,4

II 3 1,6 0,4 0,6 0,8 0,4 0,2 0,25 7,25

41,65

III 1,4 0 0 0 0,2 0 0 0 1,6

Total 4,4 4 2,4 1,6 4,2 2 1,4 1,25 21,25

C I 1,33 1,33 2,17 3,5 2 2,25 12,58

II 3,67 1,5 0,5 0 0,2 0,25 6,12

33,33

III 0,17 0 0 0 0 0 0,17

Total 5,17 2,83 2,67 3,5 2,2 2,5 18,87

D I 1 1,2 2,6 4 3,6 2,25 2 16,65

II 4,6 3,6 0,6 0,2 0,2 0,25 0,67 10,12

44,07

III 2,4 0,6 0 0 0 0 0 3

Total 8 5,4 3,2 4,2 3,8 2,5 2,67 29,77

E I 0,43 1,29 2 1,71 2,2 1,75 2,25 11,63

II 4,71 3,14 1,43 0,71 0,8 0 0,25 11,04

54,28

III 2,43 0 0 0,14 0,2 0 0 2,77

Total 7,57 4,43 3,43 2,56 3,2 1,75 2,5 25,44

F I 0,8 0,8 2,8 3,2 3,8 3,2 2 2,2 18,8

II 4,8 5,8 1,6 0,4 0 0,2 0,2 0,2 13,2

45,03

III 2 0,2 0 0 0 0 0 0 2,2

Total 7,6 6,8 4,4 3,6 3,8 3,4 2,2 2,4 34,2

I I 1 0,83 2 2,2 1,6 2,4 10,03

II 3,67 2,17 0,17 0,2 0 0 6,21

41,24

III 0,83 0 0 0 0 0 0,83

Total 5,5 3 2,17 2,4 1,6 2,4 17,07

(19)

PEMBAHASAN

Isolasi Monokarion Jamur Tiram BNK dan AMD

Isolat Pleurotus spp. dengan kode BNK dan AMD masing-masing berasal dari supermarket di Bangkok, Thailand dan dari petani jamur tiram di Bogor. Pemilihan isolat BNK dan AMD berdasarkan penelitian Jusuf (2010) yang menyatakan bahwa BNK dan AMD dapat digunakan sebagai sumber genetik bagi pengembangan galur-galur asli Indonesia. Selain itu, BNK dan AMD memiliki jumlah tudung jamur yang lebih banyak dan waktu panen yang lebih singkat dibandingkan dengan isolat-isolat lain (Ulfha 2010).

Spora monokarion AMD yang tidak berkecambah disebabkan oleh beberapa hal. Perkecambahan spora yang dorman dapat diaktivasi oleh beberapa perlakuan khusus atau penambahan nutrien tertentu. Aktivator ini menjadi perangsang bagi modifikasi metabolisme spora sehingga perkecambahan dapat terjadi (Moore-Landecker 1972). Inkubasi spora monokarion AMD yang dilakukan di dalam lemari es untuk mendapatkan jejak spora menyebabkan spora monokarion AMD tidak berada dalam kondisi yang sesuai untuk berkecambah. Selain itu, pada media water agar Bacto tidak ditambahkan nutrien tertentu sebagai aktivator perkecambahan spora sehingga spora monokarion AMD sulit berkecambah. Perkecambahan yang membutuhkan nutrien tertentu yang mencukupi pada lingkungan tumbuh spora dapat diasumsikan sebagai cara spora jamur untuk memastikan bahwa spora jamur berada dalam lingkungan yang akan mendukung pertumbuhan vegetatif jamur tersebut.

Uji Kompatibilitas dan Hibridisasi antara Isolat Monokarion BNK dan BBR

Uji kompatibilitas isolat BNK dilakukan langsung dengan hibridisasi antara isolat monokarion BNK dengan isolat monokarion BBR yang telah diketahui tipe kawinnya. Pengujian dengan cara ini dapat dilakukan karena kompatibilitas isolat monokarion BNK dan BBR dapat dilihat secara makroskopis dan mikroskopis dengan terbentuknya zona kontak dan sambungan apit. Sebagai contoh, isolat monokarion BNK 1 yang diletakkan dalam satu cawan dengan isolat monokarion BBR 6 tidak membentuk zona kontak, sedangkan yang diletakkan dalam satu cawan dengan isolat

monokarion BBR 13 atau 14 membentuk zona kontak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa isolat monokarion BBR 6 kompatibel dengan isolat monokarion BBR 13 dan 14. Ketika sedikit miselium diambil dari zona kontak yang terbentuk, ditemukan sambungan apit sebagai penanda terbentuk miselium dikarion. Sambungan apit merupakan hasil dari sebuah proses yang memastikan bahwa masing-masing sel hifa yang berkembang menjadi dikarion (Chang & Miles 2003).

Seleksi Isolat Hibrid

Seleksi isolat dilakukan untuk mengetahui isolat yang berpeluang tumbuh dan berkembang lebih baik pada media produksi tubuh buah, sehingga dari 10 isolat yang dimiliki, didapatkan isolat-isolat terbaik yang akan ditumbuhkan di substrat produksi tubuh buah. Isolat yang memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat pada media ASK diharapkan juga tumbuh dan berkembang lebih cepat pada substrat produksi tubuh buah.

Budidaya Isolat Hibrid pada Media Produksi Tubuh Buah

Budidaya isolat hibrid dilakukan guna mengetahui pertumbuhan dan perkembangan isolat-isolat dikarion pada tiga media tanam yang berbeda. Parameter yang diamati adalah lama fase vegetatif dan fase generatif, jumlah dan diameter tudung jamur, serta bobot basah tubuh buah.

Media tumbuh yang umum digunakan untuk budidaya jamur tiram adalah serbuk gergajian kayu (Melo 2010). Produksi jamur tiram sangat ditentukan oleh ketersediaan dan penggunaan bahan yang murah dari limbah pertanian. Ingale dan Ramteke (2010) menunjukkan bahwa kulit biji kedelai dapat menjadi substrat produksi jamur tiram yang baik. Pada metode percobaan ini, digunakan dua media tambahan sebagai pembanding, yaitu media menggunakan janjang kosong kelapa sawit dan media campuran antara janjang kosong kelapa sawit dan serbuk gergajian kayu sengon. Janjang kosong kelapa sawit merupakan limbah lignoselulosa dari industri kelapa sawit yang berlimpah sejalan dengan areal perkebunan kelapa sawit yang meningkat di Indonesia (Widiastuti et al 2008).

(20)

menunjukkan bahwa lama kisaran fase vegetatif untuk semua isolat adalah antara 21 hingga 61 hari. Isolat dengan lama fase vegetatif paling pendek adalah isolat F pada media JKKS dengan rataan 25,14 hari (Tabel 3). Rataan fase vegetatif dari semua solat jamur tiram pada media JKKS juga memiliki lebih cepat dibandingkan rataan fase vegetatif dari semua isolat pada media lain. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan miselium di dalam media tanam antara lain suhu, pH, aerasi, cahaya, dan kelembaban (Gunawan 2000).

Saat fase generatif, primordium mulai tumbuh pada substrat produksi sebagai awal pembentukan tubuh buah. Primordium merupakan miselium yang membentuk gumpalan-gumpalan kecil seperti simpul

benang yang bertambah besar dan

membentuk struktur bulat (Ulfha 2010). Laju Produktivitas (LP) dihitung berdasarkan total bobot basah tubuh buah dibagi Masa Pertumbuhan dan Perkembangan. Laju produktivitas isolat F pada media JKKS memiliki nilai tertinggi, yaitu 1,75 g/hari (Tabel 6). Secara umum, isolat mengalami penurunan bobot tubuh buah pada setiap kali panen. Penurunan ini disebabkan pada panen pertama, nutrisi yang tersedia masih cukup banyak sehingga jamur dapat tumbuh dengan maksimal dan menghasilkan bobot tubuh buah yang besar. Ketika panen kedua dan seterusnya, substrat mulai kekurangan nutrisi dan terdapat metabolit-metabolit sekunder yang mungkin bersifat racun bagi miselium jamur itu sendiri (Hammel 1995).

Efisiensi Biologis (EB) merupakan formula untuk menghitung persentase efisiensi jamur dalam menggunakan substrat menjadi tubuh buah. Isolat yang memiliki nilai EB tertinggi adalah isolat F pada media SGKS sebesar 167,1%. Nilai EB yang tinggi menunjukkan kemampuan jamur yang baik dalam menggunakan media produksinya (Stamets 1993).

Faktor genetik, kelembaban, dan suhu merupakan faktor-faktor utama yang penting dalam pembentukan tubuh buah jamur titam. Chang dan Miles (2003) menyatakan bahwa suhu antara 14-18°C dan kelembapan tinggi (80-90%) merupakan kondisi optimal untuk perkembangan tubuh buah Pleurotus ostreatus. Suhu dan kelembaban ruangan dapat diatur dengan penyemprotan air ke dalam ruangan. Secara umum, panen pertama memiliki jumlah tudung jamur

terbanyak dan kemudian menurun pada panen selanjutnya.

Nilai tengah diameter tudung jamur (NTDTJ) digunakan sebagai parameter untuk membandingkan ukuran tudung jamur antarisolat. NTDTJ terbesar dimiliki isolat BBR pada media JKKS dengan nilai 4,72 cm (Tabel 8). Sedangkan, rataan total diameter tudung jamur terbesar dimiliki oleh isolat F pada media SGKS dengan nilai 4,64 cm. Rataan total ini didapatkan dengan membagi nilai total diameter tudung jamur dengan nilai total jumlah tudung jamur. Diameter tudung jamur juga dapat digunakan untuk menentukan kualitas produksi isolat jamur tiram. Namun, ukuran kualitas ini tidak menunjukkan kuantitas tudung jamur yang terbentuk. Sebagai contoh, isolat I pada media SGKS memiliki persentase ukuran diameter tudung jamur ≥5 cm yang cukup tinggi yaitu sebesar 47,81 % tapi dengan total jumlah tudung jamur sebanyak 16,8 buah.

Nilai rataan total masing-masing parameter pada ketiga media kemudian diurutkan sesuai urutan dari nilai tertinggi sampai nilai terendah untuk memudahkan perbandingan paramater antarisolat (Tabel 10). Hasil urutan ini kemudian dirangkum dalam bentuk skor untuk masing-masing isolat. Isolat dengan urutan 1-2 dinilai baik, sedangkan urutan 3-5 dinilai cukup, dan urutan 6-7 dinilai kurang baik. Nilai tersebut kemudian dijumlahkan sehingga diketahui peringkat isolat secara umum (Tabel 11). Berdasarkan skor setiap parameter pengamatan ini, isolat F menjadi isolat dengan skor baik yang paling banyak.

(21)

SIMPULAN

Berdasarkan parameter-parameter yang telah diamati terlihat perbedaan hasil produksi pada tujuh isolat. Isolat F memiliki skor tertinggi untuk semua parameter yang diamati, yaitu fase vegetatif dan generatif, jumlah dan diameter tudung jamur serta bobot basah tubuh buah. Nilai tertinggi yang dimiliki isolat F menunjukkan bahwa hasil hibridisasi yang lebih baik dibandingkan isolat parental, yaitu BNK dan BBR. Sedangkan substrat produksi baik menggunakan serbuk gergajian kayu sengon, janjang kosong kelapa sawit, atau campuran keduanya tidak menujukkan perbedaan yang nyata untuk menunjang pertumbuhan jamur tiram putih, namun substrat campuran memiliki skor lebih tinggi dibanding kedua substrat lain.

SARAN

Diperlukan penambahan nutrien dan bahan kimia tertentu untuk merangsang perkecambahan spora jamur tiram putih. Perkecambahan spora dapat diaktivasi dengan penambahan bahan kimia tertentu, mulai dari ion anorganik, asam amino, dan vitamin (Moore-Landecker 1972). Spora tidak bersifat spesifik terhadap satu jenis bahan kimia, sehingga kombinasi bahan kimia tertentu mungkin efektif.

DAFTAR PUSTAKA

Chang ST, Miles PG. 1982. Introduction to mushroom science. Di dalam: Chang ST dan Quimo TH, editor. Tropical Mushrooms: Biological Nature and Cultivation Methods. Hong Kong: The Chinese University Press. hlm 3-10.

Urutan Fase

Vegetatif

Fase

Generatif MPP BBTB EB LP

Jumlah Tudung Jamur

Diameter Tudung Jamur

% Tudung Jamur ≥ 5 cm

1 F D D F F F F F E

2 D F F E E D E E F

3 BNK E BNK D D E BNK BNK D

4 C BNK C BBR BBR BBR D D BNK

5 BBR BBR E C C BNK C C BBR

6 E C BBR BNK BNK C BBR BBR I

7 I I I I I I I I C

Isolat Baik Cukup Kurang Baik

F 9 0 0

E 5 3 1

D 4 5 0

BNK 0 7 2

BBR 0 6 3

C 0 6 3

I 0 0 9

Urutan Fase

Vegetatif

Fase

Generatif MPP BBTB EB LP

Jumlah Tudung Jamur

Diameter Tudung

Jamur

% Tudung

Jamur ≥

5 cm

1 SGKS SGKS SGKS C C C C C C

2 JKKS JKKS C SGKS SGKS JKKS JKKS SGKS JKKS

3 C C JKKS JKKS JKKS SGKS SGKS JKKS SGKS

Substrat Baik Cukup Kurang Baik

C 6 1 2

SGKS 3 3 3

JKKS 0 5 4

Tabel 10 Urutan Isolat berdasarkan Nilai Paramater Pengamatan

Keterangan:

MPP: Masa Pertumbuhan dan Perkembangan; BBTB: Bobot Basah Tubuh Buah; EB: Efisiensi Biologis; LP: Laju Pertumbuhan.

Tabel 11 Skor Isolat

Tabel 12 Urutan Substrat Produksi berdasarkan Nilai Paramater Pengamatan

Tabel 13 Skor Substrat Produksi

Keterangan:

(22)

Chang ST, Miles PG. 2003. Mushrooms: Cultivation, Nutritional Value, Medicinal Effect, and Environmental Impact.

Second Ed. Washington DC: CRC Press. Choi YW, Hyde KD, Ho WH. 1999. Single

spore isolation of fungi. Fungal Diversity

3: 29-38.

Elliot TJ. 1982. Genetics and breeding of cultivated mushrooms. Di dalam: Chang ST and Quimo TH, editor. Tropical Mushrooms: Biological Nature and Cultivation Methods. Hong Kong: The Chinese University Press. hlm 11-26. Gunawan AW. 2000. Usaha Pembibitan

Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Hammel KE. 1995. Organopollutant degradation by lignolyttic fungi. Di dalam: Young L dan Cerniglia CE, editor. Microbial Transformation and Degradation of Toxic Organic Chemicals. New York: Wiley-Liss, Inc. hlm 331-346.

Ingale A, Ramteke A. 2010. Studies on cultivation and biological efficiency of mushrooms grown on different agro-residues. Innovative Romanian Food Biotech. 6:25-28.

Jusuf M. 2010. Amplified fragment length polymorphism diversity of cultivated white oyster mushroom (Pleurotus ostreatus). Hayati 17:21-26.

Larraya LM et al. 1999. Molecular karyotype of white rot fungus Pleurotus ostreatus. Appl Env Microbiol. 65: 3413-3417.

Melo de CCS, Ceci Campos S, Nogueira de Andrade MC. 2010. Mushrooms of the genus Pleurotus: a review of cultivation techniques. Interciencia 35: 177-182. Moore-Landecker E. 1972. Fundamentalsof

theFungi. USA: Prentice-Hall, Inc. Parlindungan AK. 2003. Karakteristik

pertumbuhan dan produksi jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dan jamur tiram kelabu (Pleurotus sajor-caju) pada baglog alang-alang. Jurnal Natur Indonesia 5: 152-156.

Pushpa H, Purushothama KB. 2010. Nutritional analysis of wild and cultivated edible medicinal mushrooms.

World J Dairy & Food Sci. 5: 140-144. Stamets P. 1993. Growing Gourmet and

Medicinal Mushrooms. Hongkong: Ten Speed Press and Mycomedia.

Tisdale TE. 2004. Cultivation of the oyster mushroom (Pleurotus sp.) on wood substrates in Hawaii [Tesis]. Hawaii: Graduate Division, University of Hawaii.

Torralba S, Pisabarro AG, Ramirez L. 2004. Immunofluorescence microscopy of the microtubule cytoskeleton during conjugate division in the dikaryon

Pleurotus ostreatus N001. Mycologia 96: 41-51.

Ulfha SM. 2010. Seleksi Isolat Jamur Tiram Putih (Pleurotus spp.) berdasarkan Sifat Pertumbuhan dan Perkembangan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(23)

Lampiran 1 Nilai Statistik Antarsubstrat Produksi

Fase Vegetatif Laju Produktivitas

(hari) SGKS JKKS C Rataan (g/hari) SGKS JKKS C Rataan

BNK 35 38,33 36,17 36,5 BNK 1,05 1,1 1,12 1,09

BBR 37 41,17 39,2 39,12 BBR 1,05 0,97 1,18 1,07

C 33,4 35,4 48,5 39,1 C 1,16 1,02 0,95 1,04

D 31,5 29,14 30,4 30,35 D 1,16 1,54 1,45 1,38

E 45,29 46,6 40 43,96 E 1,23 1,21 1,19 1,21

F 26,88 25,14 30,6 27,54 F 1,75 1,71 1,51 1,66

I 53,8 48,5 47,83 50,04 I 0,82 0,62 0,91 0,78

Rataan 37,55a 37,75a 38,96a Rataan 1,17a 1,17a 1,19a

Fase Generatif Jumlah Tudung Jamur

(hari) SGKS JKKS C Rataan (buah) SGKS JKKS C Rataan

BNK 89,8 84 97,67 90,49 BNK 23,2 23 25,17 23,79

BBR 89,5 101 107 99,17 BBR 16 18 21 18,33

C 101,4 99,6 80,67 93,89 C 23 20,4 17,67 20,36

D 83,5 85,29 88 85,60 D 15,67 26,71 28,2 23,53

E 91,43 96,2 90,43 92,69 E 24,43 27,2 22,43 24,69

F 92,38 86 101 93,13 F 31,13 32,43 34,2 32,59

I 89,6 98,5 101 96,37 I 16,8 16,5 16 16,43

Rataan 91,09a 92,94a 95,11a Rataan 21,46a 23,46a 23,52a

Masa Pertumbuhan dan Perkembangan Rataan Diameter Tudung Jamur

(hari) SGKS JKKS C Rataan (cm) SGKS JKKS C Rataan

BNK 124,8 122,33 133,84 126,99 BNK 3,82 4,26 4,03 4,04

BBR 126,5 142,17 146,2 138,29 BBR 4,07 4,4 4,28 4,25

C 134,8 135 129,17 132,99 C 4,08 4,07 4,12 4,09

D 115 114,43 118,4 115,94 D 4,38 4,12 4,53 4,34

E 136,7 142,8 130,43 136,64 E 4,16 4,42 4,54 4,37

F 119,26 111,14 131,6 120,67 F 4,64 4,14 4,56 4,45

I 143,4 147 115,16 135,19 I 4,45 3,71 4,22 4,13

Rataan 128,64a 130,69a 129,26a Rataan 4,23a 4,16a 4,33a

Bobot Basah Tubuh Buah Persentase Tudung Jamur ≥ 5 cm

(gram) SGKS JKKS C Rataan (%) SGKS JKKS C Rataan

BNK 131,52 134,87 149,82 138,74 BNK 37,93 39,34 39,75 39,01

BBR 132,56 137,48 173,05 147,7 BBR 33,13 38,27 41,65 37,68

C 155,91 137,75 122,62 138,76 C 42,61 36,23 33,33 37,39

D 133,75 176,78 171,57 160,7 D 35 38,92 44,07 39,33

E 167,79 172,21 155,19 165,06 E 35,32 42,98 54,28 44,19

F 208,87 189,83 198,49 199,06 F 39,13 43,41 45,03 42,52

I 116,91 91,79 104,67 104,46 I 37,81 34,85 41,24 37,97

Rataan 149,62a 148,67a 153,63a Rataan 37,28a 39,14a 42,76a

Efisiensi Biologis

(%) SGKS JKKS C Rataan

BNK 105,22 107,9 119,86 110,99

BBR 106,05 109,98 138,44 118,16

C 124,73 110,2 98,1 111,01

D 107 141,42 137,26 128,56

E 134,23 137,77 124,15 132,05

F 167,1 151,86 158,79 159,25

I 93,53 73,43 83,74 83,57

Rataan 119,69a 118,94a 122,91a

Keterangan:

(24)

ABSTRAK

ADITYA SUTRISNA. Pemuliaan Jamur Tiram Putih (Pleurotus spp.) antara Isolat BNK dan BBR. Dibimbing oleh LISDAR A. MANAF dan SRI LISTIYOWATI.

Jamur tiram (Pleurotus spp.) merupakan jamur pangan yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Namun, penelitian mengenai genetika dan pemuliaan jamur tiram masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih melalui hibridisasi antara isolat BNK dan BBR. Metode awal yang dilakukan pada penelitian ini dengan melakukan isolasi spora tunggal dari tubuh buah masing-masing isolat BNK dan BBR pada media water agar sehingga diperoleh miselium monokarion. Miselium monokarion yang diperoleh dari isolat BBR dan BNK kemudian diuji kompatibilitasnya pada media Agar Sukrosa Kentang. Isolat-isolat dikarion yang diperoleh kemudian masing-masing ditumbuhkan pada tiga substrat produksi (500gram) yang berbeda bahan utamanya, yaitu serbuk gergajian kayu sengon

(Albazia falcataria), janjang kosong kelapa sawit, dan substrat campuran 1:1 antara kedua substrat. Sebanyak tujuh isolat dikarion yang ditumbuhkan pada ketiga substrat produksi, isolat dikarion dengan kode F yang ditumbuhkan pada substrat produksi janjang kosong kelapa sawit, sebagai substrat alternatif, memiliki nilai parameter pertumbuhan dan perkembangan lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya walaupun tidak berbeda nyata secara statistik. Isolat dikarion tersebut memiliki masa pertumbuhan dan perkembangan 142,17 hari, bobot basah tubuh buah 189,83 gram, efisiensi biologis 151,83 %, total jumlah tudung jamur per kantong substrat sebesar 32,43 buah, rataan diameter tudung jamur 4,14 cm, dan persentase jumlah tudung jamur berdiameter lebih besar atau sama dengan 5 cm 43,41%.

Kata kunci : Pleurotus spp., isolat BNK, isolat BBR, pemuliaan.

ABSTRACT

ADITYA SUTRISNA. White Oyster Mushroom Breeding between BNK and BBR Isolates. Supervised by LISDAR A. MANAF and SRI LISTIYOWATI.

Oyster mushroom (Pleurotus spp.) is the most cultivated edible mushrooms in Indonesia. But, the research in genetics and breeding of oyster mushroom is still far from sufficient. The objective of this research is to increase the growth and development of white oyster mushroom by hibridisation between BNK and BBR isolates. After the single spores were isolated from each BNK and BBR isolate in water agar medium, monokaryotic miselia then were tested for compatibility in Potato Sucrose Agar (PSA) media. Each of dikaryotic isolate was then grown in three different production substrates (500 gram) i.e. sengon sawdust (Albazia falcataria), empty fruit bunches (EFB), and the mixture of 1:1 between that two substrates. From seven dikaryotic isolates that were grown on three production substrates, F isolate that grown on EFB, as an alternative substrate, had higher scores in all growth and development parameters than others with growth and development phase of 142,17 days, fresh fruiting weight of 189,83 gram, biological efficiency of 151,83 %, total of pileus 32,43 pieces, pileus diameter average 4,14 cm, pecentage of pileus with diameter similiar or more than 5 cm of 43,41 %.

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jamur tiram putih (Pleurotus spp.) telah digunakan sebagai makanan dan obat sejak lama. Ketika jamur tiram relatif mudah tumbuh dan beradaptasi secara luas, mulailah jamur tiram ini dibudidayakan di berbagai penjuru dunia dan produksinya meningkat pesat hanya dalam kurun waktu beberapa tahun, terutama di Asia dan Amerika. Jamur tiram juga menjadi jamur pangan kedua terbesar di dunia yang dibudidayakan setelah Agaricus bisporus

(Pushpa & Purushothama 2010). Walaupun budidaya jamur tiram menunjukkan prospek ekonomi yang nyata, penelitian genetika untuk mendukung budidaya jamur ini masih sedikit. Oleh karena itu, sangat penting untuk melakukan penelitian mengenai genetika jamur tiram untuk mendapatkan galur jamur tiram yang terbaik dan juga memperoleh teknik budidaya yang optimal, sehingga dapat digunakan oleh para petani jamur. Pengembangan genetika jamur tiram putih dilakukan dengan hibridisasi di antara galur-galur jamur tiram yang dimiliki.

Pleurotus spp. merupakan kelompok basidiomiset heterotalik bifaktorial, artinya kompatibilitas tipe kawin ditentukan oleh alel yang berbeda pada 2 lokus tipe kawin, yaitu tipe kawin A dan tipe kawin B (Elliot 1982). Pleurotus ostreatus mempunyai sebelas kromosom; tipe kawin A berada pada kromosom III dan tipe kawin B pada kromosom IX (Larraya et al. 1999, 2000). Kedua lokus tipe kawin berada pada kromosom yang berbeda, maka akan terjadi segregasi bebas ketika meiosis. Spora, sebagai hasil dari meiosis, akan menghasilkan alel tipe kawin menjadi empat kombinasi dengan proporsi yang sama. Keempat kemungkinan kombinasi yang terjadi yaitu uncommon A dan uncommon B, uncommon A, uncommon B, common A dan common B. Pertumbuhan spora yang kompatibel hanya akan terjadi pada kombinasi uncommon A dan uncommon B.

Sebagai contoh A1B1 akan kompatibel bertemu dengan A2B2 atau A3B3, tapi tidak kompatibel dengan A1B1, A1B2, atau A2B1.

Sebagai kelompok basidiomiset, siklus hidup Pleurotus spp. memiliki fase haploid monokarion, fase dikarion, dan fase diploid. Galur-galur Pleurotus spp. dikumpulkan dalam bentuk kultur miselium monokarion dari spora atau kultur miselium dikarion dari

tubuh buah (Chang & Miles 1982). Hibridisasi antara dua galur jamur tiram dapat dilakukan dengan melakukan fusi antara dua kultur miselium monokarion kompatibel sehingga diperoleh kultur miselium dikarion. Dua kultur miselium monokarion dengan tipe kawin yang berbeda tersebut ditumbuhkan pada satu media tumbuh sehingga dapat berfusi untuk membentuk dikarion. Miselium dikarion ini dapat diamati dengan mikroskop cahaya dengan mengamati keberadaan sambungan apit (Torralba et al 2004).

Terdapat dua fase pertumbuhan dan perkembangan jamur, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan miselium memenuhi media sebelum primordium terbentuk. Sedangkan fase generatif merupakan fase reproduktif dengan tahap pembentukan tubuh buah. Ciri utama yang terlihat dengan jelas dari fase vegetatif adalah pertumbuhan masih dalam bentuk miselium, sedangkan ciri utama fase generatif adalah tumbuh struktur spesifik jamur, yaitu primordium yang berkembang menjadi tubuh buah dewasa (Tisdale 2004).

Beberapa faktor lingkungan dapat merangsang perubahan fase vegetatif menjadi fase pembentukan tubuh buah (Chang & Miles 2003). Beberapa faktor seperti suhu, cahaya, dan perubahan konsentrasi gas (CO2 dan O2) menentukan tingkat produksi P. ostreatus. Pada fase vegetatif, suhu optimal antara 24-29°C, cahaya rendah (0-500 lux), dan konsentrasi CO2 yang tinggi (5000-20000 ppm). Sedangkan untuk fase generatif, diperlukan suhu yang lebih rendah, yaitu antara 16-22°C, cahaya yang cukup (500-1000 lux), dan konsentrasi gas CO2 yang rendah (<1000 ppm). pH yang optimal untuk pertumbuhan

P. ostreatus sekitar 5,5-6,5 (Stamets 1993).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih (Pleurotus spp.) melalui hibridisasi antara isolat BNK dan BBR.

Waktu dan Tempat

(26)

BAHAN DAN METODE

BAHAN

Bahan genetik: Isolat jamur tiram putih koleksi PPSHB IPB: BNK dan AMD, serta isolat spora tunggal (monokarion) BBR.

Bahan lain: Air steril, water agar Bacto, kloramfenikol 500 mg, agar-agar, gula pasir (sukrosa), kentang, sorgum, serbuk gergajian kayu sengon, janjang kosong kelapa sawit, dedak padi, kapur, gipsum, kantong plastik tahan panas berukuran 1 L, cawan Petri berdiameter 5 dan 9 cm, mikroskop cahaya, laminar air-flow, dan peralatan laboratorium lainnya.

METODE Isolasi Monokarion Jamur Tiram

Suspensi Spora. Spora didapatkan dari jejak spora tubuh buah jamur tiram (isolat AMD dan BNK). Tudung jamur dari tubuh buah yang dewasa dan telah dipotong tangkainya diletakkan pada cawan Petri dengan lamela menghadap ke bagian dasar cawan untuk menghasilkan jejak spora. Kemudian, cawan Petri tersebut diinkubasi dalam lemari es selama 24 jam untuk mencegah perkecambahan spora. Setelah 24 jam, spora akan berada di dasar cawan Petri. Jamur dikeluarkan dari cawan Petri dan ditambahkan air steril sebanyak 1000 µl ke dalam cawan Petri untuk membuat suspensi spora. Pengenceran spora dilakukan dengan mencampurkan 100 µl suspensi dengan 900 µl air steril pada tabung berukuran 1,5 ml. Sebanyak 1 µl hasil pengenceran diamati dengan mikroskop cahaya hingga didapatkan konsentrasi suspensi spora 1-3 spora/µl. Suspensi spora yang memiliki 1-3 spora/µl akan digunakan untuk isolasi spora tunggal.

Isolasi Spora Tunggal. Kotak-kotak dengan ukuran 0,75x 0,75 cm digambar pada dasar cawan Petri berdiameter 5 cm yang

berisi 4% water agar Bacto yang

mengandung kloramfenikol 500 mg. Sebanyak 1 µl suspensi spora diteteskan pada permukaan water agar Bacto di setiap kotaknya. Cawan yang telah berisi spora diinkubasi pada suhu ruang selama 24-48 jam. Setiap kotaknya lalu diperiksa dengan mikroskop cahaya pada perbesaran 40–100x dari bagian bawah cawan. Setiap kotak yang terdapat spora tunggal yang berkecambah ditandai pada bagian bawah cawan. Spora

berkecambah tersebut kemudian

dipindahkan ke cawan lain yang berisi media

Agar Sukrosa Kentang (ASK) yang

mengandung 500 mg kloramfenikol per liter

menggunakan jarum steril. Komposisi 1 L media ASK adalah sari 200 gram kentang, 20 gram gula, dan 20 gram agar-agar. Jarum steril digunakan untuk mengambil sedikit

water agar yang terdapat spora berkecambah di dalamnya (Choi et al 1999). Jarum dibuat dengan menggunakan ujung jarum suntik yang diletakkan sekitar 1 cm pada bagian ujung pipet, lalu dibakar hingga kaca pipet dan ujung plastik jarum meleleh sehingga jarum bersatu dengan pipet.

Spora-spora yang berkecambah dikulturkan pada media agar cawan ASK dan diinkubasi pada suhu ruang hingga diameter koloninya mencapai 1-2 cm. Potongan kecil kultur kemudian dipindahkan ke media agar cawan ASK yang lain (sebagai sumber untuk uji tipe kawin) dan media agar miring ASK (sebagai koleksi isolat monokarion). Sedikit miselium juga diletakkan pada gelas objek dan diamati dengan mikroskop cahaya untuk memastikan pada kultur monokarion tidak terdapat sambungan apit (clamp connection).

Uji Kompatibilitas dan Hibridisasi antara Isolat Monokarion BNK dan BBR

Uji kompatibilitas dilakukan untuk mengetahui jenis tipe kawin dari setiap isolat monokarion yang berhasil diisolasi. Uji tipe kawin isolat BNK dilakukan bersama hibridisasi antara isolat BBR dengan BNK. Uji tipe kawin dilakukan pada cawan Petri berdiameter 5 cm berisi media ASK. Pada

satu cawan, dua inokulum kultur

monokarion berdiameter 0,5 cm, masing-masing dari BBR dan BNK, diletakkan pada cawan dengan jarak antara kedua inokulum 1 cm. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang hingga terbentuk zona kontak diantara dua kultur monokarion. Miselium pada zona kontak kemudian diamati dengan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40–100x. Bila terdapat sambungan apit maka kedua monokarion yang diuji tersebut serasi atau kompatibel.

Seleksi Isolat Hibrid

(27)

Budidaya Isolat Hibrid pada Media Produksi Tubuh Buah

Pembuatan Bibit. Biji sorgum yang telah direbus setengah matang, ditiriskan lalu diletakkan pada botol dengan volume 250 ml hingga hampir penuh sebagai media bibit. Setelah media disterilisasi, media diinokulasi dengan dua potong inokulum berdiameter 1 cm kultur isolat hibrid yang ditumbuhkan pada media ASK, selanjutnya diinkubasi selama 2-3 minggu hingga semua substrat dipenuhi miselium.

Pembuatan Media Produksi. Isolat hibrid diuji pada 3 jenis substrat produksi, masing-masing berukuran 500 gram dalam kantong plastik tahan panas ukuran 1 L dengan ulangan masing-masing 10 kantong substrat. Ketiga jenis substrat tersebut terdiri dari serbuk gergajian kayu sengon (SGKS), janjang kosong kelapa sawit (JKKS), dan campuran antara SGKS dan JKKS 1:1 (C). Komposisi substrat SGKS terdiri atas 82% serbuk gergajian kayu sengon (Albazia falcataria), 15% d

Gambar

Tabel 1 Uji Kompatibilitas Antara Isolat Monokarion BNK dan BBR
Tabel 4 Rataan Fase Generatif per Kantong Substrat
Tabel 6 Rataan Total Bobot Basah Tubuh Buah per Kantong Substrat, Efisiensi Biologis    (EB), dan Laju Produktivitas (LP)
Tabel 9 Rataan Total Jumlah Tudung Jamur pada masing-masing Kelompok Diameter
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan kajian secara mendalam, hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pendidik menurut al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 1-10 dalam tafsir al-Misbah dan

2 kalimat dengan makna, pilihan kata dan tata bahasa benar 1 kalimat dengan makna, pilihan kata dan tata bahasa benar Kalimat yang diberikan menggunakan tata bahasa yang salah

dapat dilakukan dengan cara: (1) menentukan berapa besar data point pertama dan terakhir pada suatu kondisi atau fase, (2) kurangi data yang besar dengan data yang

Dari hasil penelitian dan validator setelah revisi dapat disimpulkan, bahwa: desain lembar kerja peserta didik (LKPD) IPA pada kajian fisika berbasis saintifik untuk kelas

Berdasar permasalahan tersebut dapat diketahui adanya nilai beta yang fluktuatif, dari hasil tersebut peneliti ingin mengetahui apakah tingkat Leverage, Likuiditas

India dan Pakistan adalah dua negara yang menjadi aktor utama dalam persaingan politik di kawasan Asia Selatan, kedua negara besar yang saling bersebelahan ini

Penelitian ini merupakan penelitian Pre-Eksperimen Design yang bertujuan untuk mengetahui minat dan hasil belajar peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran

PENGEMBANGAN MODUL HUKUM NEWTON BERBASIS SCIENCE, TECHNOLOGY, ENGINEERING, AND MATHEMATICS (STEM) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP. Universitas Pendidikan Indonesia |