• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Provinsi di Indonesia Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Menggunakan Analisis Biplot

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemetaan Provinsi di Indonesia Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Menggunakan Analisis Biplot"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENGGUNAKAN

ANALISIS BIPLOT

MEGA ERAWATI

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MEGA ERAWATI. Pemetaan Provinsi di Indonesia Berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto Menggunakan Analisis Biplot. Dibimbing oleh ENDAR H. NUGRAHANI dan RETNO BUDIARTI.

Kesejahteraan dan pembangunan manusia menjadi perhatian penting bagi penyelenggara pemerintahan. Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini dibentuk berdasarkan tiga dimensi, yaitu dimensi angka harapan hidup, dimensi pengetahuan dan dimensi standar hidup layak. Karya ilmiah ini memberikan gambaran umum tentang pemetaan provinsi yang diperoleh berdasarkan peubah sektor lapangan usaha. Pemetaan provinsi dilakukan dengan menggunakan analisis biplot. Analisis biplot menyajikan tampilan grafis dengan dimensi rendah, yang menggambarkan hubungan antara variabel dan objek berdimensi tinggi. Pemetaan provinsi dapat digunakan untuk memperoleh gambaran posisi relatif dari hasil pembangunan suatu provinsi terhadap provinsi lain. Hasil eksplorasi analisis biplot mampu menjelaskan 85.22% informasi dari keseluruhan data, yang dinyatakan sebagai besaran kesesuaian data. Berdasarkan visualisasi biplot, didapatkan lima kelompok provinsi berdasarkan peubah sektor lapangan usaha. Pada kelompok pertama, Provinsi DKI Jakarta memiliki nilai di atas rata-rata pada sektor keuangan. Pada kelompok kedua dan ketiga, sektor pertanian berpengaruh signifikan bagi penyumbang produk domestik regional bruto. Sementara itu, pada kelompok keempat, Provinsi Riau dan Kalimantan Timur merupakan penyumbang terbesar bagi sektor perdagangan, sedangkan pada kelompok kelima, banyak terdapat provinsi yang memiliki nilai produk domestik regional bruto di bawah rata-rata pada semua sektor.

(3)

xi

ABSTRACT

MEGA ERAWATI. Provincial Mapping in Indonesia Based on Gross Regional Domestic Product Using Biplot Analysis. Supervised by ENDAR H. NUGRAHANI and RETNO BUDIARTI.

Government has a responsibility for maintaining welfare development of its people. One of the indicators that can be used to measure human development is the human development index (HDI). This index was created based on three dimensions, i.e. dimension of life expectancy, knowledge and standard of decent living. This paper provides an overview of mapping the provinces based on independent sectors of business field. The provincial mapping is done using biplot analysis. Biplot analysis presents a low-dimensional graphical display, which describes relationship between high-dimensional variables and objects. Provincial mapping can be used to obtain an overview of development between provinces. The result of biplot analysis is able to explain 85.22% information contained in the data, which is called its goodness of fit. Based on the biplot visualization, five groups of provinces are obtained. In the first group, Jakarta has a value above average on the financial sector. On the second and third groups, the agricultural sector contributes significantly to gross regional domestic product. Meanwhile, in the fourth group, Riau and East Kalimantan are the biggest contributor to the trade sector. Finally, in the fifth group, all of the provinces have gross regional domestic product value below the average in all sectors.

(4)

PEMETAAN PROVINSI DI INDONESIA BERDASARKAN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO MENGGUNAKAN

ANALISIS BIPLOT

MEGA ERAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Matematika

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

xiii

Judul Skripsi : Pemetaan Provinsi di Indonesia Berdasarkan Produk Domestik

Regional Bruto Menggunakan Analisis Biplot

Nama

: Mega Erawati

NIM

: G54080048

Menyetujui

Tanggal Lulus:

Pembimbing I

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS.

NIP. 19631228 198903 2 001

Pembimbing II

Ir. Retno Budiarti, MS.

NIP. 19610729 198903 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Matematika

Dr. Berlian Setiawaty, MS.

NIP. 19650505 198903 2 004

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penyusunan karya ilmiah ini juga tidak terlepas dari dukungan doa, moril dan materiil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta: Ary Eko Prihanggono (Papa), Dwi Mangestuningsih (Mama), kakak Eryka Angga Agustingsih dan adik Ariska Giffary Ramadhani atas semua doa, dukungan, semangat, nasihat, perhatian, cinta dan kasih sayangnya.

2. Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, MS. dan Ir. Retno Budiarti, MS. selaku dosen pembimbing I dan dosen pembimbing II atas ilmu, waktu dan bimbingannya selama penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ir. Ngakan Komang Kutha Ardana, M.Sc. selaku dosen penguji.

4. Seluruh dosen Departemen Matematika FMIPA IPB atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menimba ilmu di IPB.

5. Seluruh staf Departemen Matematika IPB yang telah membantu memperlancar kelengkapan administrasi dan membantu kelengkapan bahan karya ilmiah ini.

6. Teman-teman matematika 45: Fuka, Mya, Ito, Fenny, Achi, Wulan, Gita, Bolo, Yunda, Vivi, Isna, Santi, Fina, Cipit, Bebek, Ana, Irwan, Fikri Azhari, Khafidz, Chastro, Putri, Maya, Rini, Izzuddin, Ryaniko, Prama, Dewi, Dimas, Anggun, Vikri dan seluruh teman mahasiswa matematika angkatan 45.

7. Kakak-kakak matematika angkatan 44.

8. Adik-adik matematika angkatan 46: Widia, Putri, Rahmi, Anisa, Desyi, Evi, Nia, Andri dkk atas semangat dan dukungannya.

9. Teman-teman penghuni kos Ketty: Ika, Arum, Ita, Lala, Tiwi, Tina, Sasa, Dedew atas doa, semangat, dan dukunganya.

10. Seluruh pihak yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, bantuan, dan kerjasama selama pengerjaan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, April 2013

(7)

xv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo pada tanggal 16 Januari 1990 dari pasangan Ary Eko Prihanggono dan Dwi Mangestuningsih sebagai anak kedua dari dua bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu SD Negeri 1 Wadaslintang lulus pada tahun 2002, SMP Negeri 1 Wadaslintang lulus pada tahun 2005, SMA Negeri 2 Wonosobo lulus pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

1.3 Sistematika Penulisan ... 1

II. LANDASAN TEORI 2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 2

2.2 Boxplot ... 2

2.3 Korelasi ... 3

2.4 Analisi Biplot ... 3

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Data ... 6

3.2 Deskripsi PDRB Indonesia tahun 2009 ... 6

3.3 Pemetaan Provinsi ... 11

IV. SIMPULAN ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

LAMPIRAN ... 16

(9)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Boxplot dan keterangannya ... 3

2 Grafik PDRB provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2009. ... 7

3 Grafik struktur PDRB di Pulau Jawa ... 7

4 Grafik struktur PDRB di Pulau Sumatera ... 8

5 Grafik struktur PDRB di Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan ... 9

6 Grafik struktur PDRB di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua ... 9

7 Boxplot PDRB dan peubah sektor lapangan usaha ... 10

8 Biplot provinsi terhadap PDRB dan peubah sektor lapangan usaha ... 12

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Tabel objek 33 provinsi ... 6

2 Tabel peubah sektor lapangan usaha... 6

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tabel PDRB harga berlaku menurut provinsi di Indonesia dan sektor tahun 2009 ... 17

2 Nilai persentase sektor (peubah) dalam PDRB Provinsi (objek) ... 18

3 Data logaritma sektor lapangan usaha (peubah) dalam PDRB provinsi (objek) ... 19

4 Nilai korelasi antar sektor (peubah) ... 20

5 Nilai singular dan koordinat biplot ... 21

(10)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningkatkan kesejahteraan manusia dan mendorong pembangunan manusia menjadi perhatian penting bagi para penyelenggara pemerintahan. Oleh karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur sejauh mana pembangunan manusia seutuhnya telah membuahkan hasil di suatu negara, yaitu yang sering disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Pada dasarnya IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah suatu negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang. Namun, IPM juga dipercaya sebagai pengukur efektifitas program dan kebijakan pemerintah terhadap kualitas hidup penduduknya (Basri dan Munandar 2009).

IPM terbentuk berdasarkan dimensi kesehatan, dimensi pendidikan, dan dimensi standar hidup layak. Namun, dalam karya ilmiah ini akan dibatasi pada dimensi standar hidup layak. Standar hidup layak adalah suatu ukuran kualitas hidup manusia. Dalam cakupan lebih luas standar hidup layak menggambarkan tingkat kesejahteraan yang dinikmati oleh penduduk sebagai dampak semakin membaiknya ekonomi. Standar hidup layak dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB yang digunakan yaitu PDRB atas dasar harga berlaku menurut provinsi dan sektor pada tahun 2009 di Indonesia.

PDRB provinsi-provinsi di Indonesia beragam. Hal ini dikarenakan masing-masing provinsi memiliki keunggulan pada sektor-sektor tertentu. Sebagai contoh perbandingan antara PDRB Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Barat. Jawa Timur memiliki PDRB sebesar 686,848 miliar rupiah yang disumbangkan oleh sektor tertinggi yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 195,202 miliar rupiah, sedangkan Jawa Barat memiliki PDRB sebesar 689,841 miliar rupiah dengan sumbangan terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, yaitu 281,248 miliar rupiah.

PDRB suatu provinsi dapat dijadikan sebagai acuan pembangunan provinsi tersebut.

Hal ini dapat juga menjadi acuan pembangunan nasional. Sehingga penting adanya pemetaan provins

i

berdasarkan PDRB agar pemerintah dapat mengamati pembangunan di Indonesia.

Penggunaan biplot dapat digunakan untuk memperoleh pemetaan dengan lebih baik. Pemetaan provinsi dapat digunakan untuk memperoleh gambaran posisi pembangunan di suatu provinsi. Pada karya ilmiah ini, pemetaan dilakukan berdasarkan peubah-peubah sektor.

Analisis biplot diperkenalkan oleh Gabriel pada tahun 1971 (Gabriel 1971). Analisis bilpot merupakan salah satu analisis data peubah ganda yang dapat memberikan gambaran secara grafik tentang kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar peubah, dan keterkaitan antara objek dengan peubah. Selain itu, analisis biplot digunakan untuk menggambarkan hubungan antara peubah dengan objek yang berada pada ruang berdimensi tinggi ke dalam ruang berdimensi rendah, biasanya dua atau tiga (Greenacre 2010).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. Memperoleh gambaran umum tentang perekonomian di Indonesia. 2. Eksplorasi masing-masing peubah

sektor lapangan usaha.

3. Pemetaan provinsi berdasarkan peubah sektor lapangan usaha dengan menggunakan analisis biplot.

1.3 Sistematika Penulisan

(11)

2

II LANDASAN TEORI

2.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator ekonomi guna mengukur tingkat kemampuan daerah untuk mengelola potensi yang dimilikinya. PDRB dibutuhkan sebagai indikator ekonomi makro regional yang bisa mencerminkan kinerja perekonomian suatu daerah. Besaran PDRB pada suatu waktu tertentu dapat digunakan sebagai cerminan kinerja perekonomian dan sebagai gambaran struktur ekonomi suatu daerah, sedangkan perbandingan PDRB antar waktu bisa digunakan sebagai indikator kemajuan pembangunan ekonomi daerah tersebut.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah yang tercipta dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu wilayah dalam satu kurun waktu tertentu, biasanya setahun. Dalam skala nasional disebut PDB (Produk Domestik Bruto) dan untuk skala daerah disebut PDRB.

Produk Domestik Bruto maupun agregat turunannya disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu atas dasar berlaku dan atas dasar harga konstan. Harga berlaku adalah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan harga konstan penilaiannya didasarkan kepada harga satu tahun dasar tertentu (BPS 2010b).

Menurut Mankiw (1998), untuk memudahkan pemahaman tentang bagaimana sebuah perekonomian menggunakan sumber-sumber dayanya yang langka, para ekonom mencoba memilah-milah komposisi PDRB menjadi beberapa macam pengeluaran. Perumusan PDRB adalah sebagai berikut:

Y = C + I + G + NX

di mana,

Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

C = Konsumsi I = Investasi

G = Pengeluaran pemerintah

NX = Ekspor neto (selisih antara ekspor dan impor).

Adapun definisi komposisi PDRB yang digunakan, yaitu:

 Konsumsi adalah pengeluaran oleh rumah tangga dan perusahaan atas berbagai barang dan jasa.

 Investasi adalah pembelian atas berbagai peralatan modal, persiapan dagang atau inventori, dan struktur bisnis.

 Pengeluaran pemerintah adalah mencakup seluruh pembelian berbagai barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah.  Ekspor neto adalah pembelian oleh pihak

asing atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri (ekspor) dikurangi oleh pembelian produk setempat atas berbagai barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri (impor).

2.2 Boxplot

Boxplot atau diagram kotak garis merupakan salah satu alat peraga dalam pembandingan data dengan cara menggambarkan kotak garis masing-masing kelompok data secara berdampingan sehingga perbandingan lokasi pemusatan maupun rentangan penyebaran data antar kelompok dapat dilihat secara sekaligus (Aunuddin 1989). Ukuran panjang kotak berdasarkan ringkasan 5 angka, yaitu nilai minimum, kuartil pertama (Q1), kuartil kedua atau median (Q2), kuartil ketiga (Q3), dan nilai maksimum dari data yang sudah diurutkan.

Secara visual diagram kotak garis dapat menggambarkan lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran data, dan kemiringan pola sebaran data. Lokasi pemusatan data diwakili oleh nilai median, dan rentangan penyebaran data dapat dilihat dari panjang kotak yang merupakan jarak antara Q1 dan Q3 atau jarak antar kuartil. Posisi median di dalam kotak akan menunjukkan kemiringan pola sebaran, letak median yang lebih dekat ke Q1 mencirikan suatu sebaran dengan kemiringan positif atau memanjang ke arah nilai-nilai yang besar, dan kemiringan negatif terjadi bila posisi median lebih dekat ke Q3. Panjang garis yang menjulur ke luar dari kotak menjadi petunjuk adanya data yang agak jauh dari kumpulannya.

Letak Q1 dan Q3 membatasi kotak, sedangkan median (Me) berada di dalam kotak. Hal ini menunjukkan bahwa 50% data menyebar di dalam kotak dan sisanya terbagi sama banyak menyebar di sekitar garis atas dan bawah kotak. Didefinisikan:

(12)

sebagai titik yang terpisah sehingga disebut sebagai pencilan (Hoaglin et al. 1991).

Gambar 1 Boxplot dan keterangannya.

2.3 Korelasi

Korelasi adalah nilai yang menunjukkan kekuatan dan arah hubungan linear antara dua peubah acak. Nilai korelasi antara peubah x dan y dapat diperoleh dengan rumus berikut (Walpole 2005)

dengan i = 1, 2, 3, . . ., n.

Nilai korelasi positif menunjukkan bahwa nilai dua peubah tersebut memiliki hubungan linear positif dan begitu juga sebaliknya. Semakin dekat nilai korelasi ke -1 atau +1, semakin kuat korelasi antara kedua peubah tersebut, sebaliknya jika nilai korelasinya mendekati 0 maka semakin lemah korelasi antara kedua peubah tersebut.

2.4 Analisis Biplot

Analisis biplot diperkenalkan oleh Gabriel (1971). Pada dasarnya, analisis ini merupakan suatu alat statistika yang menyajikan posisi relatif n objek pengamatan terhadap p peubah secara simultan dalam ruang berdimensi lebih rendah. Jolliffe (1986) mengemukakan dari analisis biplot dikaji hubungan antar objek dan peubah, hubungan antar peubah, kesamaan antar objek dan penciri masing-masing objek. Melalui analisis biplot akan diperoleh visualisasi dari segugus objek dan peubah dalam bentuk grafik bidang datar.

Analisis ini dikembangkan berdasarkan Dekomposisi Nilai Singular (DNS) atau

Singular Value Decomposition (SVD).

Misalkan n merupakan matriks data dengan n objek dan p peubah. Kemudian dikoreksi terhadap nilai rata-rata kolomnya sehingga didapat matriks ,

(1)

dengan 1 adalah vektor berdimensi yang semua elemennya bernilai 1. Matriks koragam (S) peubah ganda dari data adalah

(2)

sedangkan matriks korelasi dari matriks X adalah

(3)

dengan

adalah matriks diagonal dengan unsur adalah matriks koragam.

Misalkan matriks maka jarak Euclid antara objek ke-i dan objek ke-j didefinisikan sebagai dan jarak Mahalanobis antara objek ke-i dan ke-j sebagai

.

Matriks berukuran , adalah banyaknya objek dan adalah banyaknya peubah, serta matriks berpangkat dengan r min{n,p}. Penerapan konsep DNS terhadap matriks X sebagai berikut:

(4)

Keterangan:

U dan W masing-masing berukuran n r dan p r serta

( = matriks identitas berdimensi r)

L adalah matriks diagonal berukuran r r dengan unsur-unsur diagonalnya adalah akar kuadrat dari nilai eigen sehingga

 Kolom matriks W adalah vektor eigen dari matriks

 Sedangkan kolom matriks U dapat dihitung melalui persamaan :

(5)

dengan adalah nilai eigen ke-i dari matriks dan adalah kolom ke-i matriks W. Menurut Jolliffe (1986) didefinisikan matriks dan matriks dengan 0 ≤ α ≤ 1. Sehingga persamaan (4) dapat dituliskan

(6)

dengan demikian setiap unsur ke- matriks dapat dituliskan sebagai berikut:

(13)

4

(7)

di mana dan . Vektor menjelaskan unsur baris (objek) ke-i matriks X, dan vektor menjelaskan unsur kolom (peubah) ke-j matriks X.

Jika X berpangkat dua, maka vektor baris dan vektor kolom dapat digambarkan dalam ruang berdimensi dua. Sementara itu, bagi matriks X yang berpangkat lebih dari dua dapat didekati dengan matriks berpangkat dua, sehingga persamaan (6) dapat ditulis menjadi:

(8)

dengan masing-masing dan mengandung dua unsur vektor dan , dan berturut-turut berisi unsur-unsur dua kolom pertama matriks dan . Dengan pendekatan tersebut matriks X dapat disajikan dalam ruang dimensi dua.

Nilai α yang digunakan dapat merupakan nilai sebarang ∈ [0,1], tetapi pengambilan nilai-nilai ekstrim yaitu α = 0 dan α = 1 berimplikasi pada interpretasi biplot.

1. Jika α = 0, maka dan ,

akibatnya:

(9) sehingga diperoleh :

a. , dengan adalah koragam peubah ke-i dan ke-j. Artinya, penggandaan titik antara vektor dan akan memberikan gambaran koragam antara peubah ke-i dan ke-j.

b. , dengan artinya panjang vektor tersebut akan memberikan gambaran tentang keragaman peubah ke-i. Makin panjang vektor dibandingkan dengan vektor maka makin besar keragaman peubah dibanding peubah .

c. Korelasi antara peubah ke-i dan ke-j dijelaskan oleh cosinus sudut antara

dan (misal : θ), yaitu:

.

Berdasarkan sudut yang dibentuk antara vektor dan , korelasi peubah ke-i dan ke-j dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) semakin besar korelasi positifnya jika θ mendekati 0, dan korelasi sama dengan 1 jika θ = 0.

2) semakin besar korelasi negatifnya jika θ mendekati π, dan korelasi sama dengan -1 jika θ = π, dan

3) semakin kecil korelasi positif dan negatifnya jika θ mendekati dan tidak berkorelasi apabila θ = .

d. Jika X berpangkat p maka:

dengan

S adalah matriks koragam yang diperoleh dari X. Artinya, kuadrat jarak Mahalanobis antara dan sebanding dengan kuadrat jarak Euclid antara dan .

2. Jika α = 1, maka dan ,

akibatnya: (10) artinya: atau kuadrat jarak Euclid antara dan akan sama dengan kuadrat jarak Euclid antara dan .

Informasi penting yang bisa didapatkan dari tampilan biplot adalah:

1. Kedekatan antar objek.

Dua objek dengan karakteristik sama akan digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan.

2. Keragaman peubah.

Peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek. Begitu pula sebaliknya, sedangkan peubah dengan keragaman besar digambarkan sebagai vektor yang panjang.

3. Korelasi antar peubah.

(14)

Sementara itu, jika sudut dua peubah siku-siku maka tidak saling berkorelasi. 4. Keterkaitan peubah dengan objek.

Karakteristik suatu objek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya terhadap suatu peubah. Jika posisi objek searah dengan arah vektor peubah maka objek tersebut bernilai diatas rata-rata, jika berlawanan maka nilainya di bawah rata-rata, dan jika hampir di tengah-tengah maka nilainya mendekati rata-rata.

Ukuran Kesesuaian Biplot

Menurut Gabriel (2002), biplot tidak hanya sebagai pendekatan matriks data X

dengan menggunakan matriks , tetapi juga hasil perkalian sebagai pendekatan dari matriks yang berkaitan dengan ragam koragam dan korelasi antar peubah dan matriks sebagai pendekatan bagi yang berkaitan dengan ukuran ketakmiripan antar objek. Secara umum dan sebagai pendekatannya. Jika

maka

dengan .

Rumus umum yang dikemukakan oleh Gabriel untuk ukuran kesesuaian (GF, Goodness of Fit) analisis biplot ini adalah sebagai berikut :

Persamaan di atas dapat ditulis menjadi :

X dan H adalah suatu matriks, dimana H

merupakan pendekatan X. Ukuran kesesuaian data untuk biplot pada ruang berdimensi dua, yaitu:

dengan dinamakan teras dari matriks segi M atau jumlah elemen diagonal dari M

(15)

6

III PEMBAHASAN

3.1 Data

Data yang digunakan adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) harga berlaku menurut provinsi-provinsi di Indonesia dan sektor lapangan usaha tahun 2009 (BPS 2010a). Objek pengamatannya adalah 33 provinsi yang ada di Indonesia.

Tabel 1 Objek 33 provinsi. Objek Provinsi

1 Aceh

2 Sumatera Utara 3 Sumatera Barat

4 Riau

5 Kepulauan Riau

6 Jambi

7 Sumatera Selatan

8 Kepulauan Bangka Belitung 9 Bengkulu

10 Lampung

11 DKI Jakarta 12 Jawa Barat 13 Banten 14 Jawa Tengah 15 DI Yogyakarta 16 Jawa Timur 17 Bali

18 NTB

19 NTT

20 Kalimantan Barat 21 Kalimantan Tengah 22 Kalimantan Selatan 23 Kalimantan Timur 24 Sulawesi Utara 25 Gorontalo 26 Sulawesi Tengah 27 Sulawesi Selatan 28 Sulawesi Barat 29 Sulawesi Tenggara

30 Maluku

31 Maluku Utara 32 Papua 33 Papua Barat

Tabel 2 Peubah sektor lapangan usaha. Peubah Keterangan

X1 Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

X2 Pertambangan dan penggalian X3 Industri pengolahan

X4 Listrik, gas, dan air bersih X5 Konstruksi

X6 Perdagangan, hotel, dan restoran X7 Pengangkutan dan komunikasi X8 Keuangan, real estate, dan jasa

perusahaan X9 Jasa-jasa

3.2 Deskripsi PDRB Indonesia tahun 2009 PDRB antar provinsi di Indonesia

(16)

Gambar 2 Grafik PDRB provinsi-provinsi di Indonesia tahun 2009.

Gambar 2 memperlihatkan bahwa sebagian besar provinsi yang memiliki nilai PDRB di atas rata-rata berada pada empat provinsi di Pulau Jawa. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa sangat dominan dalam menentukan perekonomian Indonesia sekaligus menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia sangat terpusat di Pulau Jawa.

Delapan provinsi yang memiliki PDRB di atas rata-rata terdiri atas empat provinsi di Pulau Jawa yaitu Provinsi DKI Jakarta (11), Provinsi Jawa Barat (12), Provinsi Jawa Tengah (14), dan Provinsi Jawa Timur (16); tiga provinsi di Pulau Sumatera yaitu Provinsi Sumatera Utara (2), Provinsi Riau (4), dan Provinsi Sumatera Selatan (7); serta satu provinsi di Pulau Kalimantan yaitu Provinsi Kalimantan Timur (23). Meskipun demikian, terdapat provinsi yang memiliki PDRB di

bawah rata-rata yaitu Provinsi Banten (13) dan Provinsi DI Yogyakarta.

Struktur PDRB di Pulau Jawa

Gambar 3 menunjukkan struktur PDRB di Pulau Jawa. Tiga sektor penyumbang terbesar bagi PDRB di Pulau Jawa tahun 2009 yaitu sektor industri pengolahan (X3), sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6), sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (X1). Sektor industri pengolahan (X3) merupakan sektor yang memberikan sumbangan terbesar bagi PDRB di Pulau Jawa pada tahun 2009, sedangkan sektor yang terkecil dalam memberikan sumbangan terhadap PDRB di Pulau Jawa adalah sektor pertambangan dan penggalian (X2). Hal ini disebabkan karena di Pulau Jawa hanya terdapat sedikit bahan tambang yang bisa dimanfaatkan.

Gambar 3 Grafik struktur PDRB di Pulau Jawa. 0

100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000

11 12 16 14 23 2 4 7 13 27 10 32 3 1 5 17 20 22 6 18 15 21 24 26 29 19 8 33 9 28 30 25 31

M

il

iar

R

u

p

iah

Provinsi

0 10 20 30 40 50

11 12 13 14 15 16

P

er

sen

tase(%

)

Provinsi

X1

X2

X3

X4

X5

X6

X7

X8

(17)

8

Peluang usaha sektor industri pengolahan (X3) tertinggi pada Provinsi Banten (13) yaitu sebesar 43.17%, kemudian disusul Provinsi Jawa Barat (12) sebesar 40.77%. Hal ini disebabkan karena kedua provinsi tersebut memiliki daerah yang cocok dengan pertumbuhan industri pengolahan. Sementara itu, pada provinsi DKI Jakarta (11) peluang usaha tertinggi adalah sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8) yaitu sebesar 28.17% (Lampiran 2). Selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.

Struktur PDRB di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya. Jika sumberdaya itu

dimanfaatkan dengan baik maka akan dapat meningkatkan pendapatan negara dan membawa masyarakat Indonesia pada kehidupan yang lebih layak. Di Indonesia terdapat sembilan sektor yang dapat memengaruhinya.

Struktur PDRB di Indonesia dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama menjelaskan struktur PDRB di Pulau Sumatera (Gambar 4), bagian kedua menjelaskan struktur PDRB di Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan (Gambar 5), dan bagian ketiga menjelaskan struktur PDRB di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua (Gambar 6).

Gambar 4 Grafik struktur PDRB di Pulau Sumatera.

Pada Gambar 4 penyumbang tertinggi PDRB Provinsi Aceh (1) adalah sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) yaitu 28.48% (Lampiran 2). Oleh karena itu, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) merupakan sektor yang dominan di Provinsi Aceh. Masyarakat Aceh dapat mengembangkan sektor X1 dengan baik agar dapat meningkatkan perekonomian daerah Aceh, sedangkan penyumbang terendah adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4) sebesar 0.36%.

Pada Provinsi Sumatera Utara (2) antara sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) dan sektor industri pengolahan (X3) tidak jauh berbeda yaitu 23.03% dan 23.29% (Gambar 4). Namun, sektor industri pengolahan (X3) yang menjadi sektor dominan di Provinsi Sumatera Utara (2). Sementara itu, Provinsi Sumatera Barat (3) mempunyai sektor dominan yang sama dengan Provinsi Aceh (1), yaitu sektor

pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) dengan nilai sebesar 23.95%. Hal ini sesuai dengan kondisi nyata bahwa di Sumatera Barat banyak terdapat lahan kehutanan, terutama hutan karet dan perkebunan kelapa sawit. Sektor yang paling dominan dengan nilai sumbangan sebesar 38.43% di Provinsi Riau (4) adalah sektor pertambangan dan penggalian (X2). Disusul dengan sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) pada urutan kedua sebesar 20.28%.

Sektor industri pengolahan (X3) merupakan sektor paling dominan di Provinsi Kepulauan Riau (5) sebesar 46.2%. Berikutnya ada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan sumbangan sebesar 19.55%. Sektor yang memberikan sumbangan tertinggi bagi PDRB di Provinsi Jambi (6) yaitu sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) sebesar 27.45%. Provinsi Sumatera Selatan (7) dan Kepulauan Bangka 0 10 20 30 40 50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(18)

Belitung (8) mempunyai sektor dominan yang sama yaitu sektor industri pengolahan (X3) masing-masing sebesar 23.64% dan 21.64%. Sementara itu, Provinsi Bengkulu (9) dan Lampung (10) unggul dalam sektor pertanian,

peternakan, kehutanan, perikanan (X1) yaitu sebesar 38.61% dan 39.28%. Hal ini berarti sektor tersebut merupakan sektor paling dominan di provinsi tersebut.

Gambar 5 Grafik struktur PDRB di Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan.

Struktur PDRB Pulau Bali, Nusa Tenggara, dan Kalimantan dapat dilihat pada Gambar 5. Sektor yang dominan di Provinsi Bali (17) yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan sumbangan sebesar 30%. Sektor dengan persentase tertinggi di Provinsi NTB (18) yaitu sektor pertambangan dan penggalian (X2) sebesar 36.11%. Hal ini berarti sektor yang paling dominan di provinsi 18 yaitu sektor X2.

Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) merupakan sektor paling

dominan di empat provinsi, yaitu Provinsi NTT (19), Kalimantan Barat (20), Kalimantan Tengah (21), Kalimantan Selatan (22) masing-masing sebesar 39.51%, 25.68%, 28.19%, 22.11%. Sementara itu, pada Provinsi Kalimantan Timur (23) persentase sektor tertinggi yaitu sektor pertambangan dan penggalian (X2) sebesar 45.84%. Dengan demikian, sektor yang dominan di provinsi Kalimantan Timur (23) adalah sektor pertambangan dan penggalian.

Gambar 6 Grafik struktur PDRB di Pulau Sulawesi, Maluku, dan Papua. 0 10 20 30 40 50

17 18 19 20 21 22 23

P er sen tase (% ) Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 0 10 20 30 40 50 60 70

24 25 26 27 28 29 30 31 32 33

(19)

10

Pada Gambar 6 Provinsi Sulawesi Utara (24) hingga provinsi Maluku Utara (31) sektor paling dominan ditunjukkan oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1), sedangkan pada Provinsi Papua (32) sektor paling dominan yaitu sektor pertambangan dan penggalian (X2). Hal ini disebabkan pada Provinsi Papua (32) terdapat perusahaan pertambangan emas terbesar di Indonesia. Sementara itu, sektor yang dominan di Provinsi Papua Barat (33) yaitu sektor industri pengolahan (X3). Persentase nilai PDRB dapat dilihat pada Lampiran 2.

Struktur PDRB di Pulau Jawa mengacu pada Gambar 3. Di Provinsi DKI Jakarta (11) sektor paling dominan yaitu sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8) sebesar 28.17%. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa DKI Jakarta merupakan ibu kota Negara Indonesia yang pertumbuhan ekonominya dipengaruhi oleh perusahaan, real estate, dan

jasa perusahaan. Sementara itu, sektor industri pengolahan (X3) merupakan sektor yang dominan di tiga provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat (12), Provinsi Banten (13), Provinsi Jawa Tengah (14) masing-masing sebesar 40.77%, 43.17%, 32.76%. Hal ini mencerminkan bahwa provinsi-provinsi tersebut cocok untuk kegiatan industri dan pengolahan. Provinsi DI Yogyakarta (15) dan Provinsi Jawa Timur (16) mempunyai sektor yang sama yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan sumbangan masing-masing sebesar 19.72% dan 28.42%.

PDRB antar sektor

Sebaran PDRB menurut sektor disajikan oleh data logaritmik (Lampiran 3). Gambaran dari peubah sektor dan PDRB yang ditata sesuai dengan mediannya disajikan sebagai boxplot dan diberikan pada Gambar 7.

X9 X8 X7 X6 X5 X4 X3 X2 X1 6 5 4 3 2 1 Sektor M il ia r R u pi ah ( lo g ) 12 31 30 11 16 11 31

Gambar 7 Boxplot PDRB dan peubah sektor lapangan usaha.

Dari boxplot di atas dapat dilihat keragaman dan data pencilan. Pada Gambar 7 hanya peubah X1, X2, X3, dan X7 yang tidak mempunyai pencilan. Objek 12 (Jawa Barat), 11 (DKI Jakarta), dan 16 (Jawa Timur) merupakan pencilan atas dari peubah X4, X5,

X6, dan X8, berarti ketiga objek ini

mempunyai selisih yang cukup besar jika dibandingkan dengan rata-rata maupun nilai objek di bawahnya.

Lokasi pemusatan peubah X3, X4, X7, dan X9 ke arah nilai PDRB yang kecil. Hal ini dapat dilihat dari nilai median dari masing-masing peubah. Lokasi pemusatan X2 dan X5 ke arah nilai PDRB yang besar, sedangkan lokasi pemusatan untuk peubah X1, X6, dan X8 berada pada nilai mediannya.

(20)

sebaran data dengan kemiringan positif. Hal ini dapat dilihat posisi median yang lebih dekat dengan Q1 serta kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata dari peubah tersebut lebih besar dari mediannya. Sementara itu, peubah X2 dan X5 mempunyai pola sebaran data dengan kemiringan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata dari peubah tersebut berada di bawah mediannya.

Pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) mempunyai median dan rata-rata yang hampir sama yaitu 4.02 dan 4.04, hal ini berarti penjuluran data pada peubah X1 simetri. Sektor pertambangan dan penggalian (X2) memiliki nilai sumbangan terhadap PDRB relatif lebih kecil dari pada X1. Dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa median menuju ke arah nilai PDRB yang besar. Hal ini berarti rata-rata dari sektor X2 lebih kecil dari pada mediannya.

Dilihat dari Gambar 7, peubah X3 memberikan nilai sumbangan terhadap PDRB terbesar dibandingkan dengan sektor lain, sedangkan sektor yang memberikan sumbangan terkecil terhadap PDRB di Indonesia adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4). Pada sektor listrik, gas, dan air bersih (X4) terdapat satu objek yang nilainya jauh lebih tinggi dibanding dengan objek lain. Objek tersebut adalah Jawa Barat (12) yang merupakan objek dengan sumbangan terbesar bagi PDRB di Indonesia dengan nilai sumbangan sebesar 4.29.

Pada peubah X5 terdapat pencilan atas dan pencilan bawah. Pencilan atas yaitu objek yang memberikan sumbangan terhadap PDRB yang lebih besar, yaitu Provinsi DKI Jakarta (11), sedangkan objek yang memberikan sumbangan terkecil yaitu Provinsi Maluku (30) dan Maluku Utara (31). Hal ini berarti peubah 30 dan 31 memberikan kontribusi kecil terhadap pembangunan Indonesia pada sektor konstruksi (X5).

Provinsi Jawa Timur (16) merupakan objek dengan sumbangan terbesar terhadap PDRB pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6). Pada peubah X6 nilai tengah (median) sama dengan rata-ratanya sehingga penjuluran data peubah tersebut simetri.

Secara visual sektor pengangkutan dan komunikasi (X7) dapat dilihat bahwa median menuju ke arah nilai PDRB yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata data pada sektor tersebut lebih besar dari pada mediannya. Sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8) mempunyai satu provinsi yang terletak jauh dari provinsi lain yaitu DKI Jakarta (11). Hal ini terjadi karena provinsi

DKI Jakarta memiliki nilai sumbangan terhadap PDRB yang jauh lebih besar dibanding dengan provinsi lain. Pada sektor jasa-jasa (X9) terdapat pencilan bawah yaitu Provinsi Maluku Utara (31). Hal ini menunjukkan bahwa objek 31 memberikan sumbangan terkecil pada sektor jasa-jasa (X9).

3.3 Pemetaan provinsi

Pada bagian ini akan dilakukan pemetaan provinsi berdasarkan sektor dengan menggunakan analisis biplot. Analisis biplot dapat memberikan informasi berupa kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar peubah, keterkaitan peubah dengan objek. Informasi yang diberikan oleh analisis biplot dapat menggambarkan kondisi pembangunan ekonomi pada setiap provinsi.

Berdasarkan dekomposisi nilai singular dengan α = 0 akan diperoleh koordinat biplot yang diberikan pada Lampiran 4. Gambar 8 menyajikan biplot kondisi pembangunan provinsi di Indonesia.

Gambar 8 menunjukkan peubah X6, X9,

X7, dan X5 memiliki panjang vektor yang

relatif sama panjang. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman data yang dimiliki peubah-peubah tersebut relatif sama besar. Peubah X2, X1, dan X8 digambarkan dengan vektor yang lebih pendek dari peubah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa peubah-peubah tersebut memilliki keragaman data yang relatif kecil.

Korelasi antar peubah dicerminkan oleh sebarapa kecil sudut yang dibentuk antar peubah, semakin kecil sudut antar peubah semakin tinggi korelasi. Visualisasi dari Gambar 8 dan nilai korelasi antar peubah (Lampiran 5) biplot memperlihatkan korelasi yang sangat tinggi terdapat pada peubah X7 dan X9, kedua peubah ini hampir berhimpitan. Nilai korelasi antara peubah X7 dan X9 yaitu sebesar 0.984. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sektor pengangkutan dan komunikasi (X7) dan sektor jasa (X9) mempunyai hubungan yang sangat erat. Jika sektor pengangkutan meningkat maka akan diikuti dengan peningkatan sektor jasa.

(21)

12

Oleh karena itu, jika sektor pertambangan dan penggalian meningkat maka tidak berpengaruh pada peningkatan sektor

keuangan, real estate, dan jasa perusahaan (X8).

Gambar 8 Biplot provinsi terhadap PDRB dan peubah sektor lapangan usaha.

Berdasarkan visualisasi biplot dan nilai korelasinya dapat diketahui sektor-sektor yang berkorelasi terhadap sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1). Sektor industri (X3) merupakan sektor yang berkorelasi positif terhadap sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1). Hal ini dapat menunjukkan bahwa sebagian besar industri di Indonesia berbasis pertanian. Sektor kedua yang berkorelasi terhadap sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar sektor pertanian maka semakin besar pula listrik, gas dan air bersih yang digunakan. Sektor ketiga yang berkorelasi yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) dengan nilai korelasi yang dapat dilihat pada

Lampiran 5. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran penting bagi pertanian karena disinilah produk pertanian akan dipasarkan.

Pada visualisasi biplot (Gambar 8) X1 dan X2 membentuk sudut lancip, namun dari hasil korelasi ternyata X1 dan X2 berkorelasi namun tidak signifikan pada taraf nyata 0.05 karena didapatkan nilai-p X1 dan X2 sebesar 0.548. Hal ini menunjukkan bahwa adanya korelasi yang tidak nyata antara X1 dan X2. Pertanian dan pertambangan pada kenyataannya adalah dua sektor yang tidak saling berhubungan. Berdasarkan nilai korelasi (Lampiran 5), tidak ada sektor yang berkorelasi signifikan terhadap sektor pertambangan dan penggalian (X2).

Hasil dari visualisasi biplot dan nilai korelasi terdapat beberapa sektor yang

GF=85.22%

Dim-1 (68.57%)

Dim

-2

(

1

6

.6

5

(22)

berkorelasi signifikan terhadap sektor industri (X3). Sektor yang berkorelasi tertinggi bagi industri adalah sektor listrik, gas, dan air bersih (X4). Pada visualisasi biplot, X3 dan X4 hampir berhimpitan. Nilai korelasi antara X3 dan X4 yaitu sebesar 0.950 dengan nilai-p sebesar 0.000. Jadi dapat dikatakan bahwa sektor industri sangat erat hubungannya dengan ketersediaan listrik dan gas di suatu daerah sebagai sumber energinya. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran (X6) merupakan sektor yang berkorelasi tinggi kedua terhadap sektor industri (X3). Pada Gambar 6, X3 dan X6 membentuk sudut lancip, nilai korelasi antara X3 dan X6 yaitu sebesar 0.906 dengan nila-p sebesar 0.000, ini menunjukkan sektor perdagangan dan sektor industri berkorelasi tinggi.

Sektor konstruksi (X5) merupakan sektor yang berkorelasi tinggi terhadap sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan (X8), sektor jasa (X9), dan sektor pengangkutan dan komunikasi (X7) masing-masing berkorelasi di atas 0.90 dan dengan nilai-p 0.000. Secara visual (Gambar 8) terlihat X5 membentuk sudut lancip terhadap X8, X9, X7.

Secara visual terlihat dari Gambar 8, objek 2, 14, 16, 12 merupakan objek yang paling dekat terhadap peubah X1. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan (X1) merupakan penyumbang PDRB bagi provinsi-provinsi tersebut. Namun, penyumbang terbesar sektor tersebut adalah Provinsi Jawa Timur (16). Rata-rata PDRB sektor pertanian pada tahun 2009 sebesar 20,377.9 miliar rupiah, sedangkan hasil pertanian Provinsi Jawa Timur sebesar 112,231 miliar rupiah.

Dua objek dengan karakteristik sama digambarkan sebagai dua titik yang posisinya saling berdekatan. Dengan kata lain, dua provinsi (objek) yang letaknya berdekatan merupakan provinsi yang berpengaruh dalam menyumbangkan PDRB di Indonesia. Sektor pertambangan dan penggalian (X2) merupakan sektor penciri yang penting bagi Provinsi Riau (4) dan Provinsi Kalimantan Timur (23). Pada hasil visualisasi biplot (Gambar 8) memperlihatkan objek 4 dan 23 berdekatan dengan peubah X2. Rata-rata PDRB sektor pertambangan dan penggalian (X2) pada tahun 2009 sebesar 12,132.27 miliar rupiah, sedangkan pada tahun tersebut sektor pertambangan dan penggalian dari Provinsi Riau (4) dan Provinsi Kalimantan Timur (23) menyumbangkan PDRB sebesar 75,773.58 miliar rupiah dan 130,628.9 miliar rupiah.

Keterkaitan peubah dengan objek dicerminkan oleh objek yang terletak searah dengan arah dari suatu peubah, dikatakan bahwa pada objek tersebut nilainya di atas rata-rata. Sebaliknya jika objek lain terletak berlawanan dengan arah dari peubah tersebut, maka objek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata. Sedangkan objek yang hampir ada di tengah-tengah, memiliki nilai dekat dengan rata-rata. Provinsi DKI Jakarta (11) merupakan provinsi yang memiliki nilai PDRB di atas rata-rata pada sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan (X8). Pada visualisasi biplot (Gambar 8) terlihat objek 11 terletak searah dengan arah peubah X8. Maka dapat dikatakan bahwa DKI Jakarta (11) memiliki nilai PDRB di atas rata-rata. DKI Jakarta (11) merupakan satu-satunya provinsi yang sangat miskin di sektor pertanian (X1). Secara visual pada Gambar 8, 11 adalah objek yang berada paling jauh dari peubah X1.

Ukuran kesesuaian data untuk biplot pada Gambar 8, menunjukkan bahwa analisis biplot mampu menerangkan 85.22% keragaman data. Pereduksian dimensi mengakibatkan hilangnya informasi sebesar 14.78%. Sebagai contoh, nilai korelasi antara peubah X2 dan X4 pada perhitungan (Lampiran 5) ditunjukkan dengan nilai korelasi negatif. Sementara itu, berdasarkan visualisasi biplot peubah X2 dan X4 memiliki korelasi yang positif.

Pada Gambar 8 diberikan gambaran provinsi dan vektor peubah dalam biplot. Berdasarkan kedekatan antar provinsi dan kedekatan provinsi dengan peubah. Maka terdapat lima kelompok provinsi, yaitu: 1. Kelompok 1: DKI Jakarta (11) terletak

searah dengan arah vektor peubah X8. Maka DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki nilai di atas rata-rata dalam sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan (X8).

2. Kelompok 2: Jawa Barat (12) dan Jawa Timur (16). Kedua provinsi ini memiliki keragaman data yang besar pada sektor pertanian (X1) serta kedua provinsi ini merupakan penyumbang PDRB terbesar bagi sektor pertanian.

3. Kelompok 3: Jawa Tengah (14), Sumatera Utara (2) merupakan provinsi yang cukup berpengaruh terhadap sektor pertanian (X1).

(23)

14

penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan dan penggalian (X2). 5. Kelompok 5: 1, 3, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 15,

17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28,

29, 30, 31, 32, 33 merupakan objek yang terletak berlawanan arah dengan semua peubah, maka objek tersebut memiliki nilai di bawah rata-rata.

V SIMPULAN

1. Pembangunan di Indonesia belum merata. Dapat dilihat bahwa provinsi-provinsi di Pulau Jawa merupakan provinsi dengan PDRB terbesar. Hal ini menunjukkan bahwa Pulau Jawa sangat dominan dalam menentukan perekonomian Indonesia sekaligus menunjukkan bahwa pembangunan di Indonesia terpusat di Pulau Jawa.

2. Sektor industri pengolahan merupakan sektor penyumbang bagi PDRB yang dominan di Pulau Jawa. Sementara itu, sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan merupakan sektor penyumbang bagi PDRB yang dominan di tiga pulau, yaitu Pulau Sumatera; Pulau Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan; dan Pulau Sulawesi, Maluku, Papua.

3. Berdasarkan analisis biplot, diperoleh lima kelompok dalam pemetaan provinsi:  Provinsi DKI Jakarta adalah provinsi

yang memiliki nilai di atas rata-rata dalam sektor keuangan, real estate, dan jasa keuangan.

 Provinsi Jawa Barat dan Jawa Timur merupakan penyumbang PDRB terbesar bagi sektor pertanian.

 Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Tengah cukup berpengaruh dalam sektor pertanian.

 Provinsi Riau dan Provinsi Kalimantan Timur merupakan penyumbang terbesar bagi sektor pertambangan.  Provinsi Aceh, Sumatera Barat,

(24)

DAFTAR PUSTAKA

Aunuddin. 1989. Analisis Data. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Basri F, Munandar H. 2009. Lanskap Ekonomi

Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010a. Produk

Domestik Regional Bruto

Provinsi-Provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha. Jakarta. BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010b. Statistik Indonesia. Jakarta. BPS.

Gabriel KR. 1971. The Biplot graphic display of matrices with application to principal component analysis. Biometrika. 58: 435-467.

Gabriel KR. 2002. Goodness of fit of biplots and correspondence analysis. Biometrika.

89: 423-436.

Greenacre MJ. 2010. Biplots in Practice. Madrid: Foundation BBVA.

Hoaglin et al. 1991. Fundamental of Exploratory Analysis of Variance. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Jolliffe IT. 1986. Principal Component Analysis, Second Ed. New York: Springer-Verlag.

Mankiw NG. 1998. Principles of Macroeconomics. Amerika: Harcout Brace College Publishers.

(25)

16

(26)

Lampiran 1 Tabel PDRB Harga Berlaku Menurut Provinsi di Indonesia dan Sektor Tahun 2009

Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 PDRB

1 20418.74 8252.09 7786.08 258.10 6839.70 10747.08 7456.28 1792.38 8144.55 71695 2 54432.33 3238.05 55046.85 2316.27 14890.30 44930.90 21035.51 15717.54 24698.99 236354 3 18382.34 2555.87 9279.44 898.01 4321.19 13692.74 11674.13 3783.92 12173.03 76753 4 39986.68 75773.58 39671.21 354.91 9799.50 16503.38 3825.16 4416.68 6861.62 197173 5 3194.65 5603.42 29518.57 351.41 4542.79 12491.08 2977.41 3450.22 1769.84 63893 6 12112.86 8079.65 5259.94 366.25 2144.57 6429.30 3040.35 2281.37 4412.70 44127 7 23827.10 28894.65 32465.28 700.39 8954.05 17551.03 6179.94 4998.88 13774.40 137332 8 4302.23 4180.43 4973.30 144.79 1565.07 4205.71 746.92 544.67 2318.88 22982

9 6147.10 727.59 706.89 78.01 517.43 3214.45 1308.71 711.67 2510.74 15921

10 34504.73 1862.27 12517.63 518.27 3742.11 11858.81 8801.87 5929.40 8107.91 87843 11 757.70 3182.33 118200.73 8258.90 86680.54 156085.58 74936.23 213443.24 96151.75 757697 12 85126.38 13244.95 281248.18 19522.50 24213.42 149074.64 41804.36 18832.66 56704.93 689841 13 11202.64 172.96 57436.82 5268.70 4656.68 27660.68 13251.58 5454.97 7929.66 133048 14 79342.06 3859.67 130353.35 4098.41 24431.31 78267.72 23834.45 14443.92 39233.33 397904 15 6368.40 293.99 5527.83 558.99 4430.55 8165.46 3809.44 4091.01 8161.32 41407 16 112230.96 15248.03 193279.03 10646.14 27542.60 195202.20 37776.64 33174.76 61816.32 686848 17 10485.14 374.26 5274.24 1151.58 2533.48 17273.70 7922.87 4093.87 8475.63 57579 18 8911.36 15882.98 1491.09 180.34 2938.20 5581.70 3109.74 1886.96 4002.64 43985 19 9553.12 316.74 374.77 101.55 1675.60 3890.40 1470.08 964.74 5831.97 24179 20 13927.29 1041.29 10293.61 287.44 4783.44 12126.72 3877.73 2619.50 5282.39 54234 21 10462.44 3329.13 3061.91 237.53 2193.44 7701.16 3451.60 2085.81 4587.29 37114 22 11377.81 11012.44 5073.96 293.32 3180.23 7698.42 4739.47 2624.46 5454.76 51460 23 16955.54 130628.87 78137.95 826.40 7751.10 21799.98 10543.78 6411.76 11911.62 284967 24 6233.52 1410.55 2665.84 270.88 5823.89 5506.77 3792.30 1899.46 5434.09 33034

25 2093.13 81.29 344.97 38.88 487.76 730.23 627.73 721.74 1943.27 7069

26 12967.52 1282.78 2495.71 209.56 2079.76 3765.79 2273.44 1479.64 5197.80 31752 27 28007.39 5507.52 12514.37 949.57 5387.57 16692.49 7956.42 6237.19 16702.48 99955

28 4612.17 82.75 708.99 37.61 478.61 1125.54 180.54 560.42 1615.44 9403

29 8984.73 1098.08 1626.59 238.60 1980.64 4476.97 2375.75 1359.77 3491.78 25656

30 2335.22 53.03 336.53 39.59 94.03 2015.66 639.84 333.70 1221.70 7070

31 1751.62 238.77 610.77 27.68 127.60 553.07 375.28 173.10 316.17 4691

32 7275.43 50586.03 1088.21 108.82 5145.66 3451.17 3350.12 1671.17 5052.39 77729 33 4200.22 2268.81 4253.58 87.79 1678.37 1711.07 1248.02 409.69 1356.46 17214 Jumlah 672470.54 400364.86 1113624.20 59427.23 277611.20 872181.56 320393.68 368600.27 442647.86 4527909

(27)

18

Lampiran 2 Nilai Persentase Sektor (Peubah) dalam PDRB Provinsi (Objek)

Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

1 28.48 11.51 10.86 0.36 9.54 14.99 10.4 2.5 11.36

2 23.03 1.37 23.29 0.98 6.3 19.01 8.9 6.65 10.45

3 23.95 3.33 12.09 1.17 5.63 17.84 15.21 4.93 15.86 4 20.28 38.43 20.12 0.18 4.97 8.37 1.94 2.24 3.48

5 5 8.77 46.2 0.55 7.11 19.55 4.66 5.4 2.77

6 27.45 18.31 11.92 0.83 4.86 14.57 6.89 5.17 10 7 17.35 21.04 23.64 0.51 6.52 12.78 4.5 3.64 10.03 8 18.72 18.19 21.64 0.63 6.81 18.3 3.25 2.37 10.09

9 38.61 4.57 4.44 0.49 3.25 20.19 8.22 4.47 15.77

10 39.28 2.12 14.25 0.59 4.26 13.5 10.02 6.75 9.23

11 0.1 0.42 15.6 1.09 11.44 20.6 9.89 28.17 12.69

12 12.34 1.92 40.77 2.83 3.51 21.61 6.06 2.73 8.22

13 8.42 0.13 43.17 3.96 3.5 20.79 9.96 4.1 5.96

14 19.94 0.97 32.76 1.03 6.14 19.67 5.99 3.63 9.86 15 15.38 0.71 13.35 1.35 10.7 19.72 9.2 9.88 19.71

16 16.34 2.22 28.14 1.55 4.01 28.42 5.5 4.83 9

17 18.21 0.65 9.16 2 4.4 30 13.76 7.11 14.72

18 20.26 36.11 3.39 0.41 6.68 12.69 7.07 4.29 9.1 19 39.51 1.31 1.55 0.42 6.93 16.09 6.08 3.99 24.12 20 25.68 1.92 18.98 0.53 8.82 22.36 7.15 4.83 9.74

21 28.19 8.97 8.25 0.64 5.91 20.75 9.3 5.62 12.36

22 22.11 21.4 9.86 0.57 6.18 14.96 9.21 5.1 10.6

23 5.95 45.84 27.42 0.29 2.72 7.65 3.7 2.25 4.18

24 18.87 4.27 8.07 0.82 17.63 16.67 11.48 5.75 16.45 25 29.61 1.15 4.88 0.55 6.9 10.33 8.88 10.21 27.49 26 40.84 4.04 7.86 0.66 6.55 11.86 7.16 4.66 16.37 27 28.02 5.51 12.52 0.95 5.39 16.7 7.96 6.24 16.71

28 49.05 0.88 7.54 0.4 5.09 11.97 1.92 5.96 17.18

29 35.02 4.28 6.34 0.93 7.72 17.45 9.26 5.3 13.61

30 33.03 0.75 4.76 0.56 1.33 28.51 9.05 4.72 17.28

31 37.34 5.09 13.02 0.59 2.72 11.79 8 3.69 6.74

32 9.36 65.08 1.4 0.14 6.62 4.44 4.31 2.15 6.5

(28)

Lampiran 3 Data Logaritma Sektor Lapangan Usaha (Peubah) dalam PDRB Provinsi (Objek)

Provinsi X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

(29)

20

Lampiran 4 Koordinat Biplot

Koordinat Objek

Dim-1 Dim-2 1 0,04860 -0.01183 2 -0.09530 0.05863 3 0.03382 -0.02400 4 0.01677 0.15961 5 0.07003 -0.03242 6 0.07770 -0.01492 7 0.01795 0.03629 8 0.09515 -0.03572 9 0.09703 -0.03724 10 0.03489 0.02702 11 -0.60825 -0.75329 12 -0.47544 0.43291 13 -0.01463 0.02899 14 -0.21356 0.17461 15 0.06863 -0.05581 16 -0.44363 0.34437 17 0.05198 -0.03608 18 0.08220 -0.02006 19 0.08743 -0.03467 20 0.06472 -0.02556 21 0.07910 -0.02946 22 0.07154 -0.02111 23 -0.00774 0.19010 24 0.07592 -0.05806 25 0.10383 -0.05005 26 0.08194 -0.02371 27 0.02092 0.00661 28 0.10302 -0.04077 29 0.08689 -0.03428 30 0.10472 -0.04631 31 0.10768 -0.04678 32 0.07838 0.01364 33 0.09770 -0.04067

Koordinat Peubah

(30)

Lampiran 5 Nilai Korelasi Antar Sektor (Peubah) Correlation: X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7, X8, X9

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9

X1 1.000 0.000

X2 0.108 1.000 0.548 0.000

X3 0.803 0.168 1.000 0.000 0.349 0.000

X4 0.690 -0.019 0.950 1.000 0.000 0.917 0.000 0.000

X5 0.303 0.025 0.604 0.590 1.000 0.086 0.890 0.000 0.000 0.000

X6 0.738 0.018 0.906 0.881 0.790 1.000 0.000 0.922 0.000 0.000 0.000 0.000

X7 0.491 0.000 0.775 0.781 0.949 0.905 1.000 0.004 0.997 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

X8 0.039 -0.043 0.388 0.419 0.955 0.631 0.859 1.000 0.828 0.813 0.026 0.015 0.000 0.000 0.000 0.000

X9 0.571 0.002 0.804 0.789 0.936 0.941 0.984 0.822 1.000 0.001 0.993 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Gambar

Gambar 1 Boxplot dan keterangannya.
Tabel 1 Objek 33 provinsi.
Gambar 3 Grafik struktur PDRB di Pulau Jawa.
Gambar 4 Grafik struktur PDRB di Pulau Sumatera.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Motorik adalah gerakan yang mennggunakan otot-otot halus atau sebagain anggota tubuh tertentu yang dipengaruhi oleh kesempatan untuk belajar dan berlatih.Misalnya

Segala puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan termulia karena atas kasih dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan

PENGURUSAN TERTINGGI JABATAN KESIHATAN NEGERI PAHANG Hospita l.

- Daftar Informasi Publik Sekretariat PPID Sekretariat PPID Februari 2020, Rektorat Unpad Softcopy dan hardcopy Sesuai dengan retensi arsip yang berlaku - Daftar Informasi

Hasil uji statistik menggunakan chi-square diperoleh nilai p value = 0,584 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kadar

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini data primer yaitu diperoleh secara langsung dari orang tua atau wali anak-anak putus sekolah usia pendidikan dasar yang terkait

Secara umum, parameter subsidensi gambut, kedalaman lapisan berpirit, kedalaman air tanah dangkal, redoks, pH, DHL, berat isi dan berat jenis produksi biomassa

• Heuristik tidak menjamin selalu dapat memecahkan masalah, tetapi seringkali memecahkan masalah dengan cukup baik untuk kebanyakan masalah, dan seringkali pula lebih cepat