1 SPEKULASI TANAH DALAM PEMBANGUNAN CBD
(CENTRAL BUSINESS DISTRICT) DI KOTA MEDAN
(Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)
SKRIPSI
Diajukan Oleh
110901074
PUTRIA MAWADDAH
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Departemen Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
2 KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW yang senantiasa kita harapkan syafaatnya di yaumil akhir.
Adapun judul dari penelitian ini adalah “Spekulasi Tanah Dalam
Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun).” Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi salah satu persyaratan yang harus ditempuh dalam
menyelesaikan studi Strata 1 (S1) pada program studi Sosiologi FISIP di
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini adalah karena adanya
motivasi, masukan, serta kritikan yang penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis pertama sekali menyampaikan terima kasih kepada Ayahanda
H. Satrial Syarif, Amd dan Ibunda Tercinta Hj. Yetti Damayanti yang telah berkorban untuk anaknya sampai saat ini dan mendukung penulis baik secara
moril maupun materil. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih untuk
Kakakku Tersayang Maya Mayyesa, S.Sos dan Tissa Septiana Risa, S.E serta untuk Abang Iparku Tersayang Anda Andycka Sitorus, S.Si yang telah
memberikan support dan motivasi kepada penulis sampai skripsi ini selesai.
Kepada keponakanku tersayang Muhammad Robby Filasa Sitorus, yang telah
menghibur dan memberikan keceriaan kepada penulis disaat penulis merasa jenuh
3 Penghargaan yang tidak ternilai penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fisip USU dan selaku
dosen penguji yang telah banyak memberikan saran, pendapat, serta
kritikan yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku ketua departemen sosiologi Fisip
USU.
3. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si selaku sekretaris departemen
sosiologi Fisip USU, dan juga selaku dosen penasehat akademik, serta
sebagai dosen pembimbing yang selama ini telah membagikan
pengetahuan melalui penyusunan skripsi, dan terima kasih juga untuk
saran, kritik, serta waktu luang yang diberikan hingga penyelesaian skripsi
ini.
4. Ibu Dra. Linda Elida, M.Si, selaku dosen departemen sosiologi dan
membantu penulis dalam saran pada skripsi ini.
5. Seluruh dosen departemen sosiologi Fisip USU, terima kasih telah
membimbing penulis dalam perkuliahan.
6. Buat sahabat terbaikku yang sangat aku sayangi Nursafitri Ramadhani,
A,Kb. Yang memberikan dukungan semangat serta selalu ada dalam
senang maupun susah.
7. Buat orang-orang yang paling aku cintai dan sayangi yaitu Azhary Rizky
Lubis, Anita Syafitri, May Pratiwi Purba, Ayub Purnomo Rassy, Ahmad
Yasser Effendi, Ramadona Herman, Hizbul Watan, Abdurrahman, Ismi
Andari, Sri Rizky Zebua yang senantiasa memberikan dukungan semangat
4 8. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh teman-teman departemen
sosiologi stambuk 2011, yang telah menjadi tempat berbagai cerita,
informasi kuliah, masukan, saran dan waktu kumpul untuk tertawa.
9. Terima kasih buat para senior-seniorku stambuk 2009 dan 2010 yang telah
membantu dan memberikan dukungan semangat kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
10.Terima kasih penulis ucapkan kepada junior-junior stambuk 2012, 2013,
dan 2014 terkhusus M. Faisal, Ikhsan Ikhwanul, Rahmadina, Wanti yang
senantiasa memberikan dukungan semangat kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
11.Terima kasih penulis ucapkan kepada Lurah Sei Mati Bapak Asbin Siregar
beserta para pegawai yang telah membantu penulis dalam melakukan
penelitian skripsi ini.
12.Terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Lingkungan XI yaitu Bapak
Budi Pohan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian
skripsi ini.
13.Terima Kasih penulis ucapkan kepada pihak developer yaitu Bapak Heri
yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini.
14.Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dani, Ibu Ade, dan Ibu Elly
yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di Kelurahan
Sei Mati Kecamatan Medan Maimun ini. Serta seluruh masyarakat di
Lingkungan 11 di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun yang
telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian skripsi
5 ABSTRAK
Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli
tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Data tentang
spekulasi tanah tampaknya menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan makin
meningkatnya diferensiasi pendapatan berkaitan dengan tanah, akibatnya semakin
banyak lahan terkonsentrasi di tangan golongan kelas atas kota. Konsentrasi
pemilikan lahan cenderung mengakibatkan kesesakan dan kepadatan penduduk di
sejumlah daerah kota, sementara di sejumlah daerah lain lahannya praktis
menganggur karena dijadikan objek spekulasi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran atas apa
yang dilihat dari situasi, kejadian, dan perilaku. Lokasi penelitian ini berada di
lingkungan XI Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun dengan unit
analisis adalah aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan yaitu seperti
developer, masyarakat yang menempati lahan, lurah, kepling, polisi, pemko,
ormas Pam Swakarsa & GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu),
serta calo (orang yang bekerja pada developer).
Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada informan diketahui bahwa
relasi aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan terjadi akibat adanya
aneksasi yaitu dimana adanya kekuatan dan kekuasaan dari koorporasi yang
senantiasa menguasai daerah lahan tempat tinggal masyarakat dalam hal modal
spekulasi tanah. Dalam hal ini juga, pemerintah yang dominan memiliki kekuatan
politik melalui intervensi sedangkan masyarakat mempunyai kekuatan sosial
melalui gerakan sosial. Spekulasi tanah masih tetap terjadi sampai saat ini,
dikarenakan masih tidak adanya kejelasan dari pihak developer sendiri bahwa
akan dibangunnya atau tidak CBD di lahan tersebut sampai dengan saat ini juga.
6 DAFTAR ISI
Abstrak ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 9
1.2Rumusan Masalah ... 17
1.3Tujuan Penelitian ... 17
1.4Manfaat Penelitian ... 17
1.4.1 Manfaat Teoritis ... 17
1.4.2 Manfaat Praktis ... 18
1.5Defenisi Konsep ... 19
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Kekuasaan ... 22
2.2 Konsep dan Fungsi Nilai Tanah ... 30
2.3 Spekulasi Tanah ... 36
2.4 CBD (Central Business District) ... 41
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 44
3.2 Lokasi Penelitian ... 45
7
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46
3.4.1 Data Primer ... 46
3.4.2 Data Sekunder ... 47
3.5 Teknik Analisa Data ... 48
3.6 Jadwal Kegiatan ... 49
3.7 Keterbatasan Penelitian ... 49
BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi ... 51
4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Sei Mati ... 51
4.1.2 Letak dan Batas Wilayah ... 52
4.1.3 Komposisi Penduduk ... 53
4.2 Profil Informan ... 62
4.3 Hasil Interpretasi Data ... 81
4.3.1 Relasi Aktor-Aktor Dalam Spekulasi Tanah di Perkotaan ... 81
4.3.2 Pola Penguasaan Lahan Atau Kepemilikan Lahan Pada Masyarakat Sei Mati di Lingkungan XI ... 101
4.3.3 Sewa Tanah dan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) ... 105
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 110
5.2 Saran ... 113
8 DAFTAR TABEL
Tabel I Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54
Tabel II Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ... 55
Tabel III Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis ... 55
Tabel IV Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 56
Tabel V Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia ... 57
Tabel VI Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 58
Tabel VII Prasarana Umum ... 59
Tabel VIII Prasarana Ibadah ... 60
Tabel IX Prasarana Pendidikan ... 60
Tabel X Prasarana Kesehatan ... 61
5 ABSTRAK
Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli
tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Data tentang
spekulasi tanah tampaknya menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan makin
meningkatnya diferensiasi pendapatan berkaitan dengan tanah, akibatnya semakin
banyak lahan terkonsentrasi di tangan golongan kelas atas kota. Konsentrasi
pemilikan lahan cenderung mengakibatkan kesesakan dan kepadatan penduduk di
sejumlah daerah kota, sementara di sejumlah daerah lain lahannya praktis
menganggur karena dijadikan objek spekulasi.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran atas apa
yang dilihat dari situasi, kejadian, dan perilaku. Lokasi penelitian ini berada di
lingkungan XI Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun dengan unit
analisis adalah aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan yaitu seperti
developer, masyarakat yang menempati lahan, lurah, kepling, polisi, pemko,
ormas Pam Swakarsa & GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu),
serta calo (orang yang bekerja pada developer).
Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada informan diketahui bahwa
relasi aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan terjadi akibat adanya
aneksasi yaitu dimana adanya kekuatan dan kekuasaan dari koorporasi yang
senantiasa menguasai daerah lahan tempat tinggal masyarakat dalam hal modal
spekulasi tanah. Dalam hal ini juga, pemerintah yang dominan memiliki kekuatan
politik melalui intervensi sedangkan masyarakat mempunyai kekuatan sosial
melalui gerakan sosial. Spekulasi tanah masih tetap terjadi sampai saat ini,
dikarenakan masih tidak adanya kejelasan dari pihak developer sendiri bahwa
akan dibangunnya atau tidak CBD di lahan tersebut sampai dengan saat ini juga.
9 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Medan saling berkaitan
dengan pertambahan aktivitas yang ada di kota, yaitu khususnya dalam kegiatan
sosial-ekonomi. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat tersebut
dikarenakan beberapa faktor seperti angka kelahiran yang tinggi, angka kematian
rendah serta arus urbanisasi. Awal terjadinya penguasaan lahan kota ditandai
dengan adanya proses urbanisasi. Urbanisasi ini terjadi sebagai akibat dari
perampasan lahan perdesaan secara terus menerus tanpa memperhatikan garis
batas kota. Kepadatan penduduk di kota karena urbanisasi mengakibatkan sering
terjadinya pemisahan kaum dan diiringi dengan pembagian lahan. Kemudian para
perantau (kaum urban) kesulitan untuk membeli tanah karena faktor ekonomi,
selain itu adanya larangan menjual tanah kepada kaum pendatang.
Dengan adanya arus urbanisasi ke perkotaan yang semakin meningkat, hal
ini jika dilihat mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam memperbesar
keterbatasan lahan kota. Sehingga akan terbentuknya permukiman yang kumuh
yang terjadi dikarenakan kebutuhan akan lahan tempat tinggal sangat terbatas.
Masyarakat yang tidak mampu mengakses permukiman yang layak, cenderung
memanfaatkan lahan pinggiran untuk tempat membangun rumah. Hal itu akan
mendorong terbentuknya permukiman kumuh. Permasalahan permukiman sangat
berkaitan erat dengan tingkat kemampuan sosial-ekonomi penduduk dalam hal
10 Nilai tanah yang berada di pusat kota yang semakin tinggi, membuat
semakin rendahnya kemampuan penduduk dalam memiliki ataupun menyewa
lahan untuk tempat tinggal di daerah yang dekat dengan pusat kota. Seseorang
selalu ingin memilih tanah yang baik dan juga kondisi lingkungan yang baik, serta
dekat dengan tempat yang lain untuk kepentingan tertentu. Maka dalam hal ini,
harga memiliki peranan yang sangat penting. Karena harga dapat menentukan
permintaan atas tanah, serta dapat mempengaruhi intensitas persaingan untuk
mendapatkan tanah. Sehingga ada beberapa alasan mengapa seseorang,
perusahaan, dan lembaga-lembaga yang berani membayar mahal dalam hal
pemanfaatan tanah. Apalagi, jika kita lihat bahwa pola-pola pada penggunaan
tanah perkotaan adalah merupakan sebuah hal yang bersifat ekonomis. Sehingga
munculah sewa yang akan ditawarkan. Kemudian muncullah persaingan yang
paling kuat dalam mendapatkan lokasi yang sangat strategis dan juga dapat
menguntungkan yang tempatnya berada di pusat kota.
Maka semakin dekat dengan pusat kota, harga tanah akan semakin mahal
dan apabila semakin jauh dari pusat kota, maka akan semakin menurun
permintaan akan tanah, dan apabila tanah yang tersedia semakin banyak, maka
sewa yang akan ditawarkan relatif merosot. Menurut UU No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA)
memberikan penegasan pengaturan terkait permukaan bumi dalam pengertian
yuridis yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah. Penguasan tanah meliputi
hubungan antara individu (perseorangan), badan hukum ataupun masyarakat
sebagai suatu kolektivitas dengan tanah yang dihaki yang mengakibatkan lahirnya
11 Pada sekarang ini yang kita lihat bahwa bangunan-bangunan mewah baik
itu perumahan mewah ataupun lainnya telah menempati lokasi-lokasi strategis
yang berada di pusat kota. Yang mana hanya masyarakat kelas menegah ke atas
saja yang dilayani dengan fasilitas yang sangat baik. Sedangkan jika kita lihat
bahwa pada masyarakat miskin kota, mereka telah termarginalisasikan
dikarenakan kurangnya sarana dan prasarana yang ada di kota. Akibatnya mereka
tinggal di kawasan permukiman kumuh yang berada di tengah kota. Seiring
dengan perubahan sosial dalam berbagai aspeknya, proses alih fungsi tanah
memang tidak bisa kita hindari. Proses perencanaan kota, pengembangan wilayah
perumahan dan kawasan industri dan lain-lain pasti menuntut ketersediaan tanah
yang dapat dipenuhi jika dilakukan alih fungsi tanah. Masalahnya adalah
bagaimana menjamin proses alih fungsi itu sejalan dengan perencanaan
peruntukan yang baik dan bahwa itu perlu diatur dengan mempertimbangkan asas
keadilan.
Sama seperti halnya pada masyarakat miskin kota yang berada di
Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun tersebut. Secara geografis
Kelurahan Kampung Baru dan Kelurahan Sungai Mati terletak di Kecamatan
Medan Maimun. Sebelah barat bersebelahan dengan Bandara Polonia (Kelurahan
Suka Damai), dan sebelah timur bersebelahan dengan Kelurahan Sitirejo serta
Pasar Merah Darat. Keadaan daerah tersebut sangatlah kumuh, padat, dan tanpa
sanitasi yang baik adalah gambaran tersendiri dari pemukiman masyarakat
Kelurahan Sungai Mati dan Kampung Baru. Dengan luas daerah yang hanya
mencapai 1,50 km kedua kelurahan tersebut didiami oleh 27.293 jiwa. Keadaan
12 gambaran lain yang ada dari kehidupan masyarakat Sungai Mati dan Kampung
Baru.
Dari segi pendidikan saja, mayoritas masyarakat Sungai Mati dan
Kampung Baru hanya tamat Sekolah Menengah Pertama, dan mayoritas dari
mereka bekerja di sektor informal, yaitu seperti pengemudi becak, buruh
bangunan, pedagang kaki lima, kerajinan rumah tangga, sopir bajai, tukang kayu
dan lain sebagainya. Disitu mereka menyewa lahan tempat tinggal kepada seorang
pemilik lahan tempat tinggal tersebut. Kemudian jika kita melihat bahwa
permukiman tempat tinggal pada masyarakat miskin kota tersebut bersebelahan
dengan bangunan mewah seperti hotel, karoke, mall, dan lain sebagainya.
Tempat-tempat tersebut dibangun untuk sebuah bisnis demi mendapatkan
keuntungan baik secara pribadi maupun secara bersama yang dimiliki oleh
seseorang, perusahaan, lembaga-lembaga ataupun lainnya.
Kekumuhan serta situasi perekonomian dan pendidikan masyarakat yang
rendah kemudian letak geografis yang strategis, dan berada di pusat kota dan
bersebelahan dengan Bandara Polonia yang pada tahun 2010 telah dijadikan CBD
(Central Bussiness District). Kebanyakannya perusahaan-perusahaan asing
menjadikan areal Kampung Baru dan Sungai Mati memiliki nilai tersendiri
termasuk juga Pemerintah Kota Medan dan juga pengusaha sektor perumahan dan
Department Store. Untuk daerah perluasan CBD (Central Bussiness District)
misalnya tidak ada wilayah yang paling memungkinkan kecuali Sungai Mati dan
Kampung Baru, sebab selain wilayahnya berdekatan, geografi tanah yang landai
dan padat pemukiman serta rawan banjir menyebabkan harga tanah di Sungai
13 lokasi lain yaitu seperti Mongonsidi, Suka Damai, Pasar Merah Darat, dan
lain-lain.
Seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan bisnis pada bangunan
mewah seperti hotel, karoke, mall, dan lain sebagainya yang berada tepat
disebelah permukiman kumuh masyarakat miskin kota tersebut sangatlah
berkembang pesat dan semakin meningkat. Karena bisnis mereka telah
mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Sehingga mereka sangat ingin
memperluas lagi daerah areal tersebut menjadi sebuah areal yang bernama CBD
(Central Business District) yang akan menjadi pusat bisnis di kota. Oleh karena
itu mereka melakukan memarginalisasikan lahan tempat tinggal pada permukiman
kumuh masyarakat miskin kota tersebut. Dengan cara mendatangi pemilik lahan
tempat tinggal tersebut untuk berani membeli serta membayar lahan tempat
tinggal tersebut dengan harga yang sangat mahal.
Mendengar tempat tinggal mereka akan di pindahkan, dan akan dibangun
sebuah tempat bisnis pusat kota, maka masyarakat miskin kota berupaya untuk
mempertahankan tempat tinggal mereka. Akhirnya konflik pun terjadi antara
masyarakat miskin kota dengan pemilik perusahaan tersebut. Masyarakat miskin
kota melakukan demo kepada pemilik perusahaan agar tempat tinggal mereka
tidak di gusur. Tetapi pemilik perusahaan tidak menanggapi permintaan dari
masyarakat miskin kota tersebut. Masalah spekulasi tanah dalam pembangunan
CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan ini telah terjadi dari tahun 2000
14 Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli
tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka spekulasi tanah juga dapat diartikan
sebagai suatu resiko pembelian suatu harta yang harganya diperkirakan naik pada
saat yang akan datang dan dapat dijual kembali untuk memperoleh laba, dan
sebaliknya penjualan suatu barang yang diperkirakan harganya akan turun pada
saat yang akan datang dan dapat dibeli kembali dengan harga yang lebih murah
untuk memperoleh keuntungan, biasanya hal ini digunakan dalam pasar uang,
saham, komoditas, dan lain sebagainya.
Institusional spekulasi tanah mengurangi kemampuan migran kota dalam
membeli tanah untuk tempat tinggal di daerah pinggiran kota, karena daerah ini
cenderung lebih dijadikan sebagai objek spekulasi tanah ketimbang untuk
perluasan dan pembangunan kota. Hal ini mengakibatkan terjadinya kesesakan di
pusat kota dan terbentuknya daerah-daerah kumuh kelas bawah. Spekulasi tanah
dan meningkatnya harga tanah bisa jadi berakibat pada semakin banyaknya daerah
permukiman liar dan pembangunan dengan lompatan jauh. Spekulasi tanah dan
perubahan kepemilikan lahan kota dan lahan desa akhirnya telah mengakibatkan
terjadinya redistribusi penduduk kota, padatnya penduduk di suburb-suburb
dalam kota, berbaurnya kelompok-kelompok etnis, terjadinya konflik antara
penghuni liar dan pemilik tanah di kota, dan meletusnya kerusuhan rusial.
Urbanisasi dan pertumbuhan jumlah elite kota dapat meningkatkan praktik
pertuantanahan atau mengakibatkan semakin banyaknya orang yang tidak
memiliki tanah. Sebagian besar lahan kota justru digunakan untuk ruang hidup
15 dominasi kelas pemilik lahan kota yang menguasai saham kapital kota dalam porsi
yang sangat besar dan tumbuh terus berupa tanah dan bangunan. Konsentrasi
kepemilikan lahan memang sangat tinggi. Data tentang spekulasi tanah tampaknya
menyiratkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan makin meningkatnya diferensiasi
pendapatan berkaitan dengan tanah, akibatnya semakin banyak lahan
terkonsentrasi di tangan golongan kelas atas kota. Konsentrasi pemilikan lahan
cenderung mengakibatkan kesesakan dan kepadatan penduduk di sejumlah daerah
kota, sementara di sejumlah daerah lain lahannya praktis menganggur karena
dijadikan objek spekulasi. (Evers, Hans Dieter. 1986. Sosiologi Perkotaan :
Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia. Jakarta : LP3ES.)
Bentuk “pembangunan” khas yang dilaksanakan di pusat-pusat kota
mengakibatkan terjadinya spekulasi tanah, semakin kayanya kelompok elite
pemilik lahan kota, semakin meningkatnya praktik pertuantanahan di
daerah-daerah pedesaan sekitar wilayah kota, dan dengan demikian, daerah-daerah-daerah-daerah
pedesaan semakin tergantung pada kota yang secara sosial dan ekonomi lebih
dominan. Oleh sebab itu, perluasan kota bergerak lebih jauh melewati daerah
pinggiran, tempat terjadinya pemecahan lahan dan pengembangan kota. Dalam
proses spekulasi tanah, kelompok elite kota pemilik tanah berupaya mendapatkan
tanah-tanah di pinggiran kota dan desa-desa yang lebih jauh. Tetapi yang terjadi
tidak hanya meningkatnya praktik pertuantanahan dan makin besarnya kontrol
kota terhadap desa, tetapi juga terjadinya perubahan kultural dalam norma-norma
hukum yang mengatur kepemilikan tanah. ((Evers, Hans Dieter. 1986. Sosiologi
Perkotaan : Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia. Jakarta :
16 Dalam proses spekulasi tanah yang terjadi dalam pembangunan CBD
(Central Business District) di Kota Medan tersebut pastinya terdapat beberapa
aktor-aktor yang ikut terlibat di dalamnya, yaitu seperti adanya kelompok elite
kota pemilik tanah yang berupaya mendapatkan tanah-tanah di pinggiran kota,
adanya pemilik lahan tempat tinggal atau yang biasa disebut dengan developer,
adanya masyarakat yang menyewa lahan tempat tinggal dan adanya tuan tanah
serta adanya beberapa instansi pemerintahan Kota Medan yang mengetahui
terjadinya proses spekulasi tanah dan tetapi juga terjadinya perubahan kultural
dalam norma-norma hukum yang mengatur tentang kepemilikan tanah.
Sehingga sampai dengan sekarang ini, masyarakat miskin kota hanya bisa
melakukan perlawanan dengan cara demo saja dan juga sudah mendatangi Pemko
Medan untuk mempertahankan lahan tempat tinggal mereka. Mereka sama sekali
tidak mau meninggalkan lahan tempat tinggal tersebut. Karena masyarakat miskin
kota sangat bergantung dengan kota. Bagi mereka kota adalah merupakan sumber
utama dalam mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga
spekulasi tanah dalam pembangunan Central Business District (CBD) di Kota
Medan masih saja terus terjadi sampai saat ini dikarenakan belum adanya
kejelasan yang diberikan dari pihak pemerintah serta pihak developer dengan akan
dibangunnya CBD di daerah tersebut. Karena memang pada awalnya pemerintah
dan pihak developer berniat untuk membuat pelurusan dan penimbunan saja pada
Sungai Deli tersebut agar tidak terjadi banjir lagi. Tetapi masyarakat berspekulasi
bahwa pihak developer akan membangun CBD di tanah tersebut. Karena pihak
developer membeli rumah masyarakat yang ada di sekitar Sungai Deli tersebut
17 untuk membangun rumahnya di tanah tersebut. Oleh karena itu, peneliti sangat
tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai bagaimana relasi aktor-aktor
spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Business District) di Kota
Medan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana relasi aktor-aktor dalam spekulasi tanah yang terjadi dalam
pembangunan CBD (Central Business District) di Kota Medan” ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari rumusan masalah di atas adalah :
“Untuk mengetahui bagaimana relasi aktor-aktor dalam spekulasi tanah yang
terjadi dalam pembangunan CBD di Kota Medan”.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat peneliti dalam penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,
pemahaman, serta dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam mengetahui kajian mengenai relasi aktor-aktor
18 Kota Medan. Serta dapat juga dijadikan sebagai referensi dalam memahami
kehidupan masyarakat miskin kota yang tinggal di Kota Medan.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan yang
berguna untuk memberikan pengambil kebijakan atau keputusan dalam
menentukan kebijakan yang menangani masalah spekulasi tanah dalam
19 1.5 Defenisi Konsep
1. Dominasi
Dominasi dapat diartikan sebagai posisi atau lebih kekuasaan (elemen)
yang menguasai elemen lainnya dalam konstruksi sosial. Dominasi disini
berhubungan dengan terciptanya kapasitas (kekuatan) yang melampaui
keberadaan elemen lain. Dominasi juga dapat diartikan sebagai kekuatan dan
implementasi kekuasaan tanpa kontrol. Dominasi merupakan gambaran adanya
ketidakseimbangan hubungan korporasi, negara, dan komunitas lokal.
Kepentingan komunitas lokal tidak menjadi bagian dari persoalan korporasi dan
negara.
2. Marginalisasi
Marginalisasi dapat diartikan sebagai suatu yang koheren dengan dominasi
yang dimiliki negara dan korporasi. Dominasi memiliki gerak searah dengan
marginalisasi. Dominasi yang dilakukan negara dan korporasi akan menciptakan
pola marginalisasi terhadap komunitas lokal. Ada kondisi yang menyebutkan
bahwa marginalisasi menyebabkan penerimaan sosial terhadap kehadiran
korporasi dengan dukungan dukungan regulasi dari negara. Marginalisasi
dilakukan korporasi dan negara agar dominasi keduanya semakin kuat. Dalam
kerangka hubungan ketiga elemen ini, marginalisasi akan menimbulkan
ketimpangan hubungan. Ketidakseimbangan ini akan menjadi basis terjadinya
ketidakadilan terhadap komunitas lokal. Sementara ketidakadilan harus tetap
20 mampu membangun kekuatan setara yang dimiliki korporasi dan negara.
Marginalisasi berkaitan dengan aspek-aspek penting keberadaan komunitas lokal.
3. Spekulasi Tanah
Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli
tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam nilai. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka spekulasi tanah juga dapat diartikan
sebagai suatu resiko pembelian suatu harta yang harganya diperkirakan naik pada
saat yang akan datang dan dapat dijual kembali untuk memperoleh laba, dan
sebaliknya penjualan suatu barang yang diperkirakan harganya akan turun pada
saat yang akan datang dan dapat dibeli kembali dengan harga yang lebih murah
untuk memperoleh keuntungan, biasanya hal ini digunakan dalam pasar uang,
saham, komoditas, dan lain sebagainya.
4. CBD (Central Business District)
CBD (Central Business District) dapat diartikan sebagai suatu bagian kecil
dari kota yang merupakan pusat dari segala kegiatan politik, sosial budaya,
ekonomi, dan teknologi. Daerah Pusat Kota (DPK) atau Central Business District
(CBD) juga adalah merupakan pusat segala aktivitas kota dan lokasi yang strategis
21 5. Sewa Tanah
Sewa tanah dapat diartikan sebagai balas jasa terhadap penggunaan
sebidang lahan. Besarnya sewa tanah tersebut bervariasi antara satu tempat
22 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Teori Kekuasaan
Dahrendorf menyatakan bahwa ada dasar baru bagi pembentukan kelas,
sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi Marx sebagai dasar
perbedaan kelas itu. Menurut Dahrendorf, hubungan-hubungan kekuasaan yang
menyangkut bawahan dan atasan menyediakan unsur-unsur bagi kelahiran kelas.
Terdapat dikotomi antara mereka yang berkuasa dan yang dikuasai. Maka dengan
kata lain, beberapa orang turut serta dalam struktur kekuasaan yang ada dalam
kelompok, sedang yang lain tidak, atau beberapa beberapa orang memiliki
kekuasaan sedang yang lain tidak. Dahrendorf (1959: 173), mengakui terdapat
perbedaan di antara mereka yang memiliki sedikit dan banyak kekuasaan.
Perbedaan dalam tingkat dominasi itu dapat dan selalu sangat besar. Tetapi pada
dasarnya, tetap terdapat dua sistem kelas sosial (dalam perkumpulan khusus)
yaitu, mereka yang berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui penguasaan
dan mereka yang tidak berpartisipasi melalui penundukan. Perjuangan kelas yang
dibahas oleh Dahrendorf lebih berdasarkan kepada kekuasaan daripada pemilikan
sarana-sarana produksi.
Dahrendorf menyatakan bahwa di dalam setiap asosiasi yang ditandai oleh
pertentangan terdapat ketegangan di antara mereka yang ikut dalam struktur
kekuasaan, dan yang tunduk pada struktur itu. Maka kepentingan yang dimaksud
oleh Dahrendorf mungkin bersifat manifes (disadari) atau bersifat laten
23 (undercurrents behavior), yang telah ditentukan bagi seseorang karena dia
menduduki peranan tertentu, tetapi masih belum disadari. Menurut Dahrendorf
(1959: 206), pertentangan kelas harus dilihat sebagai kelompok-kelompok
pertentangan yang berasal dari struktur kekuasaan asosiasi-asosiasi yang
terkoordinir secara pasti. Kelompok-kelompok yang bertentangan itu, sekali
mereka ditetapkan sebagai kelompok kepentingan, maka akan terlibat dalam
pertentangan yang niscaya akan menimbulkan perubahan struktur sosial.
Begitu juga Dahrendorf menjelaskan bahwa teori konfliknya, merupakan
model pluralistis yang berbeda dengan model dua kelas yang sederhana dari
Marx. Marx menggunakan seluruh masyarakat sebagai unit analisa, dengan
orang-orang yang mengendalikan sarana produksi lewat pemilikan sarana tersebut atau
orang yang tidak ikut dalam pemilikan yang demikian. Manusia dibagi ke dalam
kelompok yang punya dan yang tidak. Dalam menggantikan hubungan-hubungan
kekayaan dengan hubungan kekuasaan sebagai inti dari teori kelas, maka
Dahrendorf (1959: 213) menyatakan bahwa model dua kelas ini tidak dapat
diterapkan pada masyarakat secara keseluruhan tetapi hanya pada asosiasi-asosiasi
tertentu yang ada dalam masyarakat.
Dahrendorf mengakui bahwa penyebaran kelompok-kelompok yang
ekstrim serta pertentangan-pertentangan tersebut jarang sekali terjadi dalam
kenyataan. Biasanya dalam masyarakat historis tertentu pertentangan yang
berbeda saling tumpang tindih, jadi dalam kenyataannya medan pertentangan itu
berada di beberapa area yang dominan saja. Dahrendorf juga berpendapat bahwa
kekayaan, status ekonomi, dan status sosial, walau bukan merupakan determinan
24 mempengaruhi intensitas pertentangan. Ia mengetengahkan proposisi yang
mengatakan bahwa semakin rendah korelasi antara kedudukan kekuasaan dan
aspek-aspek status sosial ekonomi lainnya, maka semakin rendah intensitas
pertentangan kelas dan sebaliknya (1959: 218). Dengan kata lain,
kelompok-kelompok yang menikmati status ekonomi relatif tinggi memiliki kemungkinan
yang rendah untuk terlibat dalam konflik yang keras dengan struktur kekuasaan
daripada mereka yang terbuang dari status sosial ekonomi dan kekuasaan.
Selain itu, adanya gagasan dari Foucault tentang kekuasaan lebih orisinal
dan realistis. Dengan latar belakang sebagai seorang sejarawan, Foucault sama
sekali tidak mendefenisikan secara konseptual apa itu kekuasaan tetapi lebih
menekankan bagaimana kekuasaan itu dipraktikan, diterima dan dilihat sebagai
kebenaran dan berfungsi dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam arti inilah,
kekuasaan tidak hanya disempitkan dalam ruang lingkup tertentu atau menjadi
milik orang atau intitusi tertentu seperti pandangan umum bahwa kekuasan itu
selalu dikaitkan dengan negara atau institusi pemerintah tertentu. Atau dalam
konteks Indonesia, kekuasaan tidak hanya menjadi milik institusi pemerintahan
saja dan sebagainya tetapi kekuasaan menyangkut relasi antara subyek dan peran
dari lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi tertentu dalam masyarakat.
Sumbangan kekuatan dari setiap subyek dan lembaga-lembaga yang menjalankan
peran sebaik-baiknya, itulah yang menunjukan arti kekuasaan.
Pemahaman kekuasaan diatas, jelas bertolak belakang dengan pemahaman
Karl Marx yang melihat kekuasaan hanya menjadi milik masyakat kelas atas saja.
Dominasi dan monopoli kaum borjuis menentukan kehidupan seluruh masyarakat.
25 kekuasaan hanya menjadi milik lembaga yang disebut negara dan negara memiliki
kuasa mutlak untuk menentukan kehidupan masyarakat. Berdasarkan kedua
gagasan ini, apa yang dikatakan Foucault dimana kekuasaan tidak hanya menjadi
milik pemimpin atau entitas yang berpengaruh dalam masyarakat tetapi kekuasaan
berawal dari kekuatan dan sumbangan pemikiran setiap subjek. Di dalamnya ada
saling percaya dan menopang satu terhadap yang lain, ada pengakuan kekuatan
dan kecerdasaan setiap pribadi sebagai sumbangan untuk hidup bersama. Bahwa
pemahaman Foucault tentang kekuasaan memberi inspirasi yang kuat bagi
munculnya paham demokrasi. Karena dilihat dari gagasan umum demokrasi yang
menjunjung tinggi kreatifitas dan sikap kritis setiap subyek atau dengan kata lain
adanya pengakuan kekuasaan setiap pribadi.
Konsekuensi dari paham kekuasaan Marxian yakni tidak adanya relasi
kekuasaan antara subyek, yang ada hanya monopoli kaum kelas atas dan
perampasan segala hak milik kaum kecil. Akibat dari paham kekuasaan Thomas
Hobbes ialah adanya tindakan represif yang tiada hentinya, kekerasaan, otoriter
dan sebagainya. Kondisi seperti ini yang menodai makna kekuasaan itu sendiri.
Mungkin berangkat dari keprihatinan seperti ini, Foucault akhirnya mengkritisi
makna kekuasaan. Bagi Foucault kekuasaan lebih menunjuk pada mekanisme dan
strategi dalam mengatur hidup bersama. Dalam arti ini kekuasan mengasalkan diri
dari berbagai sumber dan memiliki keterkaitan satu terhadap yang lain. Adanya
pengakuan struktur-struktur yang menjalankan fungsi tertentu dan dalam struktur
itulah kekuasaan mengasalkan dirinya. Dari gagasan kekuasaan sebagai suatu
strategi dan mekanisme; ada beberapa metodologis kekuasaan yang menjadi fokus
26 Pertama; peran hukum dan aturan-aturan. Foucault mengatakan “kuasa
tidak selalu bekerja melalui represif dan intimidasi melainkan pertama-tapa
bekerja melalui aturan-aturan dan normalisasi”. Segala aturan dan hukum pertama
tidak dilihat sebagai hasil dari ketentuan pemimpin atau institusi tertentu tetapi
sebagai sintesis dari kekuasaan setiap orang yang lahir karena perjanjian. Segala
aturan yang lahir karena konsensus bersama memiliki kekuatan yang lebih dalam
hidup bersama. Kedua, tujuan kekuasaaan. Tujuan dari adanya mekanisme
kekuasaan ialah membentuk setiap individu untuk memiliki dedikasi dan disiplin
diri agar menjadi pribadi yang produktif. Setiap orang diberi ruang untuk berpikir,
berkembang dan dengan bebas menyampaikan aspirasinya demi kemajuan
bersama.
Ketiga, Kekuaaan itu tidak dilokalisasi tetapi terdapat di mana-mana.
Kesadaran akan kekuatan dari suatu negara dan masyarakat tidak dibatasi hanya
dari para pemimpin tetapi atas kerjasama setiap pribadi dan lembaga yang
memiliki orientasi produktif. Misalnya, dengan adanya ruang komunikasi antara
pemimpin dan warganya, kesatuan tercipta dalam suasana dialogis dan mengarah
kepada cita-cita bersama. Keempat, kekuasaan yang mengarah ke atas. Dalam arti
ini, kekuasaan setiap orang dan lembaga dikomunikasikan sedemikian rupa
sehingga membentuk konsensus bersama. Atau dengan kata lain hasil dari proses
komunikasi kekuasaan bersama akan menghasilkan kekuasaan bersama atau
dalam bahasa, Thomas Kuhn, adanya paradigma bersama. Kelima, kombinasi
antara kekuasaan dan Ideologi. Setiap anggota dalam masyarakat kurang lebih
memiliki impian yang sama yaitu adanya pengakuan hal setiap orang yang terarah
27 kekuasaan bersama. Segala hukum dan aturan diarahkan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Dari kelima point di atas, kita melihat dengan jelas adanya perbedaan yang
sangat jelas antara gagasan Foucault dengan para pemikir abad modern. Misalnya,
Machiavelli yang melihat kesejahteraan bersama tidak ditentukan oleh konsensus
bersama tetapi oleh penguasa. Machievelli mengatakan “Orientasi kekuasaan
tertuju kepada apa yang dinamakan penguasa artinya merujuk pada pemimpin
negara. Dimana dikatakan bahwa seorang penguasa harus bisa membentuk opini
umum dalam mengendalikan tingkah laku warganya. Dalam arti ini, penguasa
memiliki kuasa mutlak untuk mengatur negara. Tidak ada aturan dan hukun yang
muncul sebagai akibat perjanjian setiap subyek. Dengan membandingkan kedua
gagasan ini, kita dapat melihat bahwa arti kekuasaan dan jiwa yang menggerakan
hidup bersama memiliki titik tolak yang berbeda. Bagi Foucault menjunjung
tinggi pada proses kreatif dan kritis setiap orang dalam membangun ideologi
bersama.
Pemikiran Foucault memberi sumbangan besar dalam alam pemikiran
filsafat khususnya dalam menelitik gagasan tentang kekuasaan. Kekuasaan
pertama-tama bukan merujuk pada kepemilikan tetapi lebih dilihat sebagai
mekanisme dan strategi kekuasaan. Itu berarti Foucault melihat kekuasaan bukan
semata konsep tetapi kekuasaan itu ada di mana-mana dan dipraktikan dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan menunjukkan keterkaitan antara pengetahuan dan
kekuasaan, pemikiran Foucault memberikan pengaruh bagi pemikir-pemikir
sejamannya seperti Roland Barthes, Louis Althusser. Karena ketajamannya
28 Foucault sendiri menepis tuduhan tersebut, dia ingin terus mengalami proses
kreatif dan kritis dalam berpikir sehingga pemikirannya bisa berubah sesuai
dengan fakta dan kebenaran yang berkata-kata. Dengan gagasan-gagasannya,
Foucault telah memberi sumbangan besar bagi dunia dalam memahami pengertian
kekuasaan yang lebih orisinal.
mei 2010).
Menurut Foucault bahwa kekuasaan itu harus dipraktekkan seperti pada
kasus di atas, tetapi harus disadari bahwa tidak semua kekuasaan bisa dipraktikan
dalam kehidupan bersama yang heterogen. Selain itu, terminologi kekuasaan
sebagai kepemilikan tetapi di aktualkan kepada pemimpin, konstitusi dan aparatur
negara hanya saja kepemilikan semacam itu di lihat sebagai sintesis dari
kekuasaan setiap subyek atau lembaga yang ada dalam negara tersebut. Paham
demokrasi lebih memilih gagasan demikian untuk menghindari penyelewengan
yang terjadi oleh karena ulah para koruptor, pemberontak yang mensalahartikan
kekuasaan.
Gagasan tentang kekuasaan sebagai mekanisme dan strategis serentak
menguburkan sistem pemerintahan negara tirani dan otoriter karena di dalam
kekuasaan sebagai mekanisme, kekuasaan pertama-tama ada dalam diri setiap
subyek dan lembaga-lembaga yang terbentuk. Kekuasaan negara dilihat sebagai
sintesis dari kekuasaan setiap subyek tersebut. Ada slogan terkenal, pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam arti negara hak, kreatifitas,
tuntutan kesejahteraan hidup setiap subyek dijunjung tinggi.
Bangsa Indonesia sendiri sedang dalam proses menata strategi dan
29 dimanipulasi oleh kekuasaan dalam arti “milik”. Kasus korupsi, terorisme,
perdagangan perempuan perlahan-lahan mulai dibasmi. Sistem pemerintah dan
perundang-undangan mulai dibenah, otonimitas dan kreatifitas setiap lembaga
pemerintahan baik sosial, ekonomi mapun politik mulai digalakkan. Inilah
tanda-tanda kesadaran akan penting kekuasaan sebagai suatu strategi dan mekanisme.
Akhirnya, tema tentang kekuasaan menurut Foucault tidak pernah selesai
untuk dikatakan karena aktualisasi pemahaman ini sedemikian efektif dan
membawa setiap masyarakat kepada kemajuan yang tiada hentinya. Sistem
pemerintahan akan berjalan dengan baik apabila adanya saling percaya dan
kerjasama antara subyek dalam masyarakat.
• Cara-Cara Mempertahankan Kekuasaan adalah sebagai berikut :
- Dengan jalan menghilangkan segenap peraturan-peraturan lama,
terutama dalam bidang politik, yang merugikan kedudukan penguasa,
dimana peraturan-peraturan tersebut akan digantikan dengan
peraturan-peraturan baru yang akan menguntungkan penguasa,
keadaan tersebut biasanya terjadi pada waktu ada pergantian
kekuasaan dari seseorang penguasa kepada penguasa lain (yang baru).
- Mengada kan sistem-sistem kepercayaan yang akan dapat
memperkokoh kedudukan penguasa atau golongannya, yang meliputi
agama, ideologi, dan seterusnya.
30
• Sifat dan Hakikat Kekuasaan
1. Simetris
- Hubungan persahabatan
- Hubungan sehari-hari
- Hubungan yang bersifat ambivalen
- Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.
2. Asimetris
- Popularitas
- Peniruan
- Mengikuti Perintah
- Tunduk pada pemimpin formal atau informal
- Tunduk pada seorang ahli
- Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya.
- Hubungan sehari-hari
2.2 Konsep dan Fungsi Nilai Tanah
Tanah dapat diartikan sebagai benda milik umum maupun pribadi , tanah
merupakan persediaan yang permanen dan kurang lebih bersifat baku. Nilai
harganya lebih bergantung pada ketentuan bersama atau ketentuan sosial daripada
ketentuan tindakan dan kebiasaan seseorang. Tanah juga dapat diartikan bisa
berarti investasi, sumber keuntungan ekonomis, dan lain sebagainya. Tanah dapat
memberikan warna tersendiri bagi struktur masyarakat di kebanyakan negara
dunia ketiga, termasuk pada negara Indonesia yang merupakan negara agraris.
31 telah dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber
penghidupan maupun sebagai tempat berpijak manusia dalam kelangsungan
kehidupan sehari-hari. Tanah sangat erat hubungannya dengan manusia, karena
tanah mempunyai nilai ekonomis bagi segala aspek kehidupan manusia dalam
rangka menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Tanah dapat diartikan dalam beberapa pengertian, diantaranya adalah
sebagai berikut (Dalam Rizky : 2004) :
• Tanah mempunyai hubungan erat dengan rumah, bangunan, atau tanaman
yang berdiri di atasnya, sehingga pada hakekatnya benda-benda yang
berdiri di atasnya merupakan kesatuan dari tanah tersebut. (Menurut
Kurdinanto 2004).
• Tanah tidak bergerak sehingga secara fisik tidak dapat
diserahkan/dipindah atau dibawa. Selain itu, tanah juga bersifat abadi.
Tanah tidak dapat dirubah dalam tingkatnya sebagai bagian dari bumi itu
sendiri, juga tidak dapat ditambah/dikurangi sebagaimana halnya dengan
bentuk-bentuk kekayaan yang lainnya. (S. Rowton Simpson).
• Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian tanah adalah
permukaan bumi atau lapisan bumi atas sekali, keadaan bumi di suatu
tempat, permukaan bumi yang diberi batas, bahan-bahan dari bumi, bumi
sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal, dan sebagainya).
• Dalam hukum, tanah dalam arti yuridis adalah sebagai suatu pengertian
32 (UUPA), dengan demikian pengertian tanah dalam arti yuridis adalah
permukaan bumi.
• Tanah merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan dalam
berbagai segi kehidupan manusia, yaitu sebagai tempat dan ruang untuk
hidup dan berusaha, untuk mendukung vegetasi alam yang manfaatnya
sangat diperlukan oleh manusia dan sebagai wadah bahan mineral, logam,
bahan bakar fosil dan sebagainya untuk keperluan manusia (Soemadi 1994
dalam Ely 2006).
Manusia selalu berlomba-lomba untuk menguasai dan memiliki bidang
tanah yang diinginkan, oleh karena itu tidak mengherankan kalau setiap manusia
yang ingin memiliki dan menguasainya menimbulkan masalah-masalah tanah,
seperti dalam pendayagunaan tanah. Manusia dalam mendayagunakan tanah tidak
seimbang dengan keadaan tanah, hal ini dapat memicu terjadinya perselisihan
antara sesama manusia seperti perebutan hak, timbulnya masalah
kerusakan-kerusakan tanah dan gangguan terhadap kelestariannya. Dalam rangka mengatur
dan menertibkan masalah pertanahan telah dikeluarkan berbagai peraturan hukum
pertanahan yang merupakan pelaksanaan dari UUPA (Undang-Undang Pokok
Agraria) sebagai Hukum Tanah Nasional.
Maka secara umum UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) dapat
33 1. Tanah Hak
Tanah hak adalah tanah yang telah dibebani sesuatu hak diatasnya, tanah hak
juga dikuasai oleh negara tetapi penggunaannya tidak langsung sebab ada hak
pihak tertentu diatasnya.
2. Tanah Negara
Tanah negara adalah tanah yang langsung dikuasai negara. Langsung dikuasai
artinya tidak ada pihak lain diatas tanah itu, tanah itu disebut juga tanah negara
bebas.
Landasan dasar bagi pemerintah dan rakyat Indonesia untuk menyusun
politik hukum serta kebijaksanaan dibidang pertanahan telah tertuang dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat (3) makna dikuasai
oleh negara bukan berarti bahwa tanah tersebut harus dimiliki secara keseluruhan
oleh negara, tetapi pengertian dikuasai itu memberi wewenang kepada negara
sebagai organisasi kekuasaan dari bangsa Indonesia untuk tingkatan yang tertinggi
untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan
34 Hal-hal yang berhubungan dengan kepemilikan hak-hak atas tanah seperti
Hak Milik dan Hak Guna Bangunan diatur dalam Bagian III dan Bagian V
kaitan ini, Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) hanya memberikan hak kepada
pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang
bukan miliknya, karena kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan
jangka waktu paling lama 30 tahun. Setelah jangka waktu tersebut berakhir,
SHGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun. Bila lewat dari waktu yang
ditentukan maka hak atas tanah tersebut hapus karena hukum dan tanahnya
sepenuhnya dikuasai langsung oleh negara.
Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik (SHM), pemegang haknya
mempunyai kepemilikan yang penuh atas tanah dan merupakan hak turun temurun
yang terkuat dari hak-hak atas tanah lainnya yang dikenal dalam UUPA. Hanya
warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik. Sedangkan,
perusahaan-perusahaan swasta, seperti misalnya developer atau perusahaan
pengembang perumahan tidak dapat mempunyai tanah dengan status Hak Milik.
Mereka hanya diperbolehkan sebagai pemegang SHGB. Dalam hal developer
membeli tanah penduduk yang semula berstatus tanah-tanah hak milik, maka
dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, Badan Pertanahan Nasional (BPN)
akan menurunkan status tanah-tanah yang dimiliki developer tersebut dari
penduduk, menjadi berstatus Hak Guna Bangunan, yaitu hanya bangunan–
bangunan yang dapat dimiliki oleh developer. Sedangkan, tanahnya menjadi milik
negara, sehingga sertifikat yang dikeluarkan adalah dalam bentuk SHGB. Hal ini
35 Namun, pemegang SHGB tidak perlu khawatir karena berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6
Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal,
tanah dengan status SHGB dapat diubah menjadi tanah bersertifikat Hak Milik,
dengan cara melakukan pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah
tersebut berada. Pengurusan dapat dilakukan oleh si pemegang SHGB yang
berkewarganegaraan Indonesia ataupun menggunakan jasa Notaris/PPAT. Adapun
syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut, yaitu:
1. SHGB asli
2. copy IMB
3. copy SPPT PBB tahun terakhir
4. identitas diri
5. Surat Pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang
luasnya kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi,
6. membayar uang pemasukan kepada Negara
36 2.3 Spekulasi Tanah
Spekulasi tanah dapat diartikan sebagai suatu teknik investasi membeli
tanah unimproved dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka spekulasi tanah juga dapat diartikan
sebagai suatu resiko pembelian suatu harta yang harganya diperkirakan naik pada
saat yang akan datang dan dapat dijual kembali untuk memperoleh laba, dan
sebaliknya penjualan suatu barang yang diperkirakan harganya akan turun pada
saat yang akan datang dan dapat dibeli kembali dengan harga yang lebih murah
untuk memperoleh keuntungan, biasanya hal ini digunakan dalam pasar uang,
saham, komoditas, dan lain sebagainya.
Dalam proses spekulasi tanah ini, suatu elit kota pemilik tanah akan
berusaha menjangkau daerah pinggiran kota dan bahkan akan lebih jauh lagi.
Tetapi tidak hanya terdapat peningkatan pemilikan tanah dan bertambahnya
penguasaan kota atas pedalaman saja, tetapi sementara itu berlangsung pula suatu
perubahan budaya di bidang norma-norma hukum yang mengatur soal pemilikan
tanah. Proses perluasan kota dan meluasnya secara fisik wilayah-wilayah yang
dibangun, selama ini telah dianalisa dalam pengertian meningkatnya pembagian
tanah di daerah pinggiran kota dan perluasan wilayah kekuasaan elit kota pemilik
tanah.
Di masa permulaan meningkatnya spekulasi, transaksi tanah cenderung
lebih merupakan lembaga, yaitu antara para spekulator daripada sambungan saja
antara spekulan dan penduduk kota. Pelembagaan spekulasi tanah mengurangi
kemampuan para pendatang miskin membeli tanah untuk tempat tinggal di
37 adanya spekulasi tanah, dan bukannya objek perluasan serta pembangunan kota.
Hal ini antara lain dapat mengakibatkan berlebihnya kepadatan penduduk di pusat
kota, dan terbentangnya daerah-daerah miskin dengan kelas pekerja (Sargent,
1972: 368). Akibat lain dari adanya spekulasi tanah dan peningkatan harga tanah
mungkin adalah adanya perluasan daerah liar, yaitu dimana norma-norma
pemilikan tanah sudah tidak lagi ditegakkan.
Pada sekarang ini masih saja kita lihat bahwa masih banyaknya spekulasi
tanah dalam pembangunan CBD (Central Business District) di Kota Medan.
Pembangunan yang terjadi di pusat-pusat kota kebanyakannya mengalami
peningkatan dalam hal spekulasi tanah. Hal ini dapat memperkaya elit kota
pemilik tanah, juga dapat meningkatkan pemilikan tanah di sekitar kota, dan juga
dapat menimbulkan ketergantungan sosial dan ekonomi yang semakin hari
semakin besar dari daerah-daerah pedesaan ke daerah perkotaan. Sehingga
spekulasi tanah yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya konflik dalam hal lahan tempat tinggal ataupun tanah.
Yang mana konflik pertanahan merupakan perselisihan pertanahan antara orang
perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang
mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis. Salah
satu kegiatan dalam program strategis Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Republik Indonesia lainnya adalah percepatan penyelesaian kasus pertanahan.
Berdasarkan Peraturan Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional)
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan
Penanganan Kasus Pertanahan, maka kasus pertanahan adalah sengketa, konflik
38 Republik Indonesia untuk mendapatkan penanganan, penyelesaian sesuai
peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional. Konflik
adalah gejala kemasyarakatan yang akan senantiasa melekat dalam kehidupan
setiap masyarakat, dan karena itu tidak mungkin dilenyapkan (Nasikun, 2003).
Sebagai gejala kemasyarakatan yang melekat di dalam kehidupan setiap
masyarakat, ia hanya akan lenyap bersama lenyapnya masyarakat itu sendiri. Oleh
karena itu, konflik yang terjadi hanya dapat dikendalikan agar tidak terwujud
dalam bentuk kekerasan atau violence (Nasikun, 2003).
Biasanya tipologi kasus pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik dan
atau perkara pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh
Badan Pertanahan Nasional, maka secara garis besar dikelompokkan menjadi :
1. Penguasaan tanah tanpa hak, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak
atau belum dilekati hak (tanah Negara), maupun yang telah dilekati hak
oleh pihak tertentu.
2. Sengketa batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai
letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang telah
ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maupun
yang masih dalam proses penetapan batas.
3. Sengketa waris, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan
mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang berasal dari
39 4. Jual berkali-kali, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang
diperoleh dari jual beli kepada lebih dari 1 orang.
5. Sertifikat ganda, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu yang memiliki
sertipikat hak atas tanah lebih dari satu.
6. Sertifikat pengganti, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai suatu bidangtanah tertentu yang telah diterbitkan
sertipikat hak atas tanah pengganti.
7. Akta Jual Beli Palsu, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai suatu bidang tanah tertentu karena adanya Akta
Jual Beli palsu.
8. Kekeliruan penunjukan batas, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan
mengenai letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak yang
teiah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
berdasarkan penunjukan batas yang salah.
9. Tumpang tindih, yaitu perbedaan pendapat, nilai kepentingan mengenai
letak, batas dan luas bidang tanah yang diakui satu pihak tertentu karena
terdapatnya tumpang tindih batas kepemilikan tanahnya.
10.Putusan Pengadilan, yaitu perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai putusan badan peradilan yang berkaitan dengan
subyek atau obyek hak atas tanah atau mengenai prosedur penerbitan hak
40 Konflik sosial biasanya terjadi karena adanya satu pihak atau kelompok
yang merasa kepentingan atau haknya dirampas dan diambil oleh pihak atau
kelompok lain dengan cara- cara yang tidak adil. Yang oleh Karl Marx di kenal
dengan surplus value (Susetiawan, 2000 dan Johnson, 1986). Konflik ini dapat
terjadi secara horizontal maupun vertikal (Nasikun, 2003). Konflik horizontal
terjadi antara kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat, yang dibedakan
oleh agama, suku, bangsa, dan lain-lain. Sedangkan konflik vertikal biasanya
terjadi antara suatu kelompok tertentu dalam masyarakat atau lapisan bawah
dengan lapisan atas atau penguasa (Scott, 2000 dan Sangaji, 2000).
Dilihat dari asal usul terjadinya konflik, Soekanto (1986) menyatakan
bahwa konflik mencakup suatu proses dimana bermula dari pertentangan hak atau
kekayaan, kekuasaan, kedudukan, dan seterusnya di mana salah satu pihak
berusaha menghancurkan pihak yang lain. Sementara K. Sanderson (1995) lebih
menekankan pada bentuk-bentuk konflik: “konflik” adalah pertentangan
kepentingan antara individu dan kalangan berbagai individu dan kelompok sosial,
baik yang mungkin terlihat secara gamblang ataupun tidak, baik yang mungkin
pecah menjadi pertentangan terbuka atau kekerasan fisik ataupun tidak”.
Baik Smelser (Muchtar, Usman dan Trijono, 2001) maupun Dahrendorf
(Johnson, 1986) menyatakan bahwa konflik sosial terjadi antara dua kelompok
yang berbeda kepentingan yang dipengaruhi oleh kondisi sosial dan politik yang
ada. Satu kelompok berusaha untuk mengendalikan kelompok yang lainnya.
Ketika satu kelompok berusaha mengendalikan kelompok lain dengan berbagai
cara, selalu melibatkan kekuasaan dan wewenang, maka yang terjadi adalah
41 lainnya. Kelompok yang menguasai disebut sebagai superdinat dan kelompok
yang dik uasai sebagai subordinat.
Pembangunan yang terjadi di pusat-pusat kota kebanyakannya mengalami
meningkatnya spekulasi tanah. Hal ini dapat memperkaya elit kota pemilik tanah,
juga dapat meningkatkan pemilikan tanah di sekitar kota, dan juga dapat
menimbulkan ketergantungan sosial dan ekonomi yang semakin hari semakin
besar dari daerah-daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
2.4 CBD (Central Business District)
Dalam pemerintahan yang mengatur keuangannya sendiri, kota-kota di
Indonesia banyak melakukan pembenahan, salah satu caranya yaitu dengan
memacu pertumbuhan bisnis di Indonesia khususnya di Kota Medan dengan
pembangunan kawasan pusat bisnis atau Central Business District (CBD), sebagai
pusat kawasan perdagangan dan jasa. CBD merupakan simbol kekuatan
kehidupan sosial ekonomi suatu kota yang menunjukan tingkat intensitas interaksi
antara orang dan aktivitasnya pada suatu kawasan tertentu yang relatif kecil, tetapi
dapat menciptakan suatu kondisi yang dinamis. Pada umumnya CBD terletak
pada pusat kota yang merupakan kawasan tertua dari pusat kota.
Sebagai wadah kegiatan ekonomi CBD berkaitan dengan fungsi-fungsi
sebagai berikut :
• Tempat pelaksanaan transaksi atau lingkungan kerja.
• Pasar tenaga kerja, sejumlah besar tenaga kerja dengan keahlian yang
42
• Fasilitas perbelanjaan skala tinggi merupakan lain dari prasarana yang
tersedia di pusat kota.
CBD (Central Business District) atau disebut juga dengan DPK (Daerah
Pusat Kegiatan), adalah bagian kecil dari kota yang merupakan pusat dari segala
kegiatan politik, sosial budaya, ekonomi, dan teknologi. CBD (Central Business
District) memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari bagian kota yang lain.
Adapun ciri-ciri tersebut adalah :
• Adanya pusat perdagangan, terutama sektor retail.
• Banyak kantor-kantor institusi perkotaan.
• Tidak dijumpai adanya industri berat/manufaktur.
• Permukiman jarang, dan kalau pun ada merupakan permukiman mewah
(apartemen) sehingga populasinya jarang.
• Ditandai adanya zonasi vertikal, yaitu banyak bangunan bertingkat yang
memiliki diferensiasi fungsi.
• Adanya pedestrian, yaitu suatu zona yang dikhususkan untuk pejalan kaki
karena sering terjadi kemacetan lalu lintas. Tetapi zona ini baru ada di
negara-negara maju.
• Sering terjadi masalah penggusuran untuk redevelopment/renovasi
43 CBD (Central Business District) ini terdiri dari dua bagian yaitu :
1. Bagian Paling Inti (The Heart of The Area)
Dapat juga disebut RBD (Retail Business District). Dominasi
kegiatan pada bagian ini adalah department stores, smartshops, office
building, clubs, banks, hotels theatres and headquarters of economic,
social, civic, and political life. Pada kota-kota yang kecil fungsi-fungsi
tersebut berbaur satu sama lain, namun untuk kota besar fungsi-fungsi
tersebut menunjukkan diferensiasi yang nyata.
2. Bagian di Luarnya yang Disebut WBD (Wholesale Business District)
Daerah ini ditempati bangunan yang digunakan untuk kegiatan
ekonomi dalam jumlah yang besar seperti pasar, pergudangan,
(warehouse), gedung penyimpanan barang supaya tahan lebih lama
44 BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian pendekatan kualitatif
dengan metode deskriptif. Pada penelitian sosial dengan menggunakan format
deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi, berbagai fenomena realitas sosial yang ada di dalam masyarakat
sebagai objek penelitian (Bungin, 2007:68). Pada pendekatan kualitatif bertujuan
untuk memahami secara lebih mendalam lagi permasalahan yang akan diteliti.
Bogdan dan Taylor (Lexy Moleong, 2000) mendefinisikan penelitian kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata- kata
(baik tertulis maupun lisan) dan pelaku yang dapat diamati. Metode penelitian
kualitatif ini dipilih karena dapat menyajikan secara langsung hakikat hubungan
antara peneliti dan responden serta lebih peka dan dapat menyesuaikan diri
dengan pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong, 2000). Pada penelitian dengan
menggunakan metode deskriptif, dalam hal ini mencoba menggambarkan
bagaimana relasi aktor-aktor spekluasi tanah dalam pembangunan CBD (Central
Bussiness District) di Jalan Brigjen Katamso, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan
45 3.2 Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, lokasi penelitian peneliti ini adalah berada di Jl.
Brigjen Katamso, Lingkungan XI, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan
Maimun. Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini
adalah dikarenakan peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai adanya
relasi aktor-aktor spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Bussiness
District) yang terjadi di Kota Medan tersebut.
3.3 Unit Analisis Data
Unit analisis data adalah satuan penentu yang diperhitungkan sebagai
subjek pada penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini
adalah aktor-aktor yang terlibat dalam masalah spekulasi tanah dalam
pembangunan CBD (Central Bussiness District) yang tidak jadi di Kota Medan
ini. Maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :
1. Developer (Pemilik lahan)
2. Kepala Lingkungan XI (Kepling)
3. Pemilik Rumah Sewa (Tuan Tanah)
4. Masyarakat yang tinggal di lingkungan 11
Masyarakat yang tinggal di lingkungan 11 sebanyak 145 KK dan memiliki
kriteria tempat tinggal yaitu :
• Ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri = 8 rumah
• Ada rumah sewa = 18 rumah
• Ada rumah sendiri tetapi di tanah wakaf = 4 rumah
46
• Ada yang mendirikan rumah developer tetapi disewakan = 2 rumah
• Jumlah rumah pribadi dan tanah pribadi = 65 rumah
Tetapi yang peneliti jadikan sebagai informan adalah dengan rumah
yang memiliki kriteria sebagai berikut :
• Ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri = 3 orang
• Rumah sewa = 1 orang
• Ada rumah sendiri tetapi tanah developer = 5 orang
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti, maka dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah merupakan suatu data yang diperoleh langsung dari
sumber informan yang telah ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah
dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara :
• Observasi
Observasi adalah merupakan suatu pengamatan yang dilakukan secara
langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat
mengenai objek penelitian. Observasi adalah teknik atau cara pengumpulan data
melalui pengamatan terhadap fenomena-fenomena sosial dan gejala-gejala alam
(Kartono, 1996). Menurut Faisal (2001), pengamatan dapat juga dilakukan
47 tingkah laku seseorang. Maksudnya disini peneliti ikut turun ke lapangan yang
mana untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini,
peneliti langsung mendatangi ke daerah Jl. Brigjen Katamso, Kelurahan Sei Mati,
Kecamatan Medan Maimun. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari
rincian tentang kegiatan, perilaku, serta tindakan seseorang dengan secara
keseluruhan. Kemudian hasil observasi ini dituangkan dalam catatan lapangan.
• Wawancara Mendalam (in-depth interview)
Wawancara adalah merupakan salah satu metode yang sangat penting
untuk digunakan dalam memperoleh data di lapangan. Karena wawancara adalah
merupakan sebuah proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada
di lapangan. Dimana tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan
informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara yang dilakukan adalah
dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview). Agar wawancara
tersebut lebih terarah, maka sebaiknya menggunakan instrumen berupa pedoman
wawancara (interview guide), yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan
bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam proses wawancara
tersebut, peneliti akan menggunakan alat bantu berupa perekam suara untuk
membantu peneliti dalam mendapatkan hasil dari wawancara tersebut.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah sebuah data yang diperoleh secara tidak langsung
48
• Dokumentasi
Dokumentasi adalah merupakan suatu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen
yang digunakan dapat berupa laporan, buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan
internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan rumusan masalah
yang diteliti.
3.5 Teknik Analisa Data
Analisa data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilih-milih menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. (Lexi J. Moleong,
2006 : 248), setiap data yang diambil akan direkam dan dicatat, data yang dicatat
dan direkam tersebut adalah data wawancara maupun data penunjang lainnya.
Selanjutnya, setelah semua data terkumpul maka akan dilakukan analisis data dan
interpretasi data dengan mengacu pada kajian pustaka yang telah ada. Sedangkan
hasil observasi akan diuraikan dan dinarasikan untuk memperkaya hasil
wawancara sekaligus melengkapi data. Setiap data yang diperoleh tersebut akan
diinterpretasikan untuk menggambarkan keadaan dengan mengacu pada dukungan
49 3.6 Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan dan laporan penelitian :
No Kegiatan Bulan Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 Acc Judul Penelitian √
3 Penyusunan
Proposal √
4 Seminar Proposal √
5 Revisi Proposal √
6 Penelitian Lapangan √ √ √
7 Pengumpulan dan
Analisis Data √ √
8 Bimbingan Skripsi √ √
9 Penulisan Laporan √ √
10 Sidang Meja Hijau √
3.7 Keterbatasan Penelitian
Selama dalam penelitian ini, penulis mempunyai banyak kendala-kendala
dan keterbatasan penulis dalam mendapatkan data. Keterbatasan dalam penelitian
ini mencakup kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam
melakukan penelitian ilmiah. Terutama dalam melakukan wawancara mendalam
terhadap informan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengalam an dan
keterbatasan waktu yang dimiliki informan dalam proses wawancara yang
dikarenakan kesibukan informan sehari-hari. Terlepas dari permasalahan teknis
penulisan dan penelitian, peneliti menyadari keterbatasan mengenai metode
50 keterbatasan bahan pendukung penelitian.Walau