• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efek Laktulosa dan Sinbiotik dengan Laktulosa dan Plasebo dalam Pengobatan Konstipasi Fungsional pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Efek Laktulosa dan Sinbiotik dengan Laktulosa dan Plasebo dalam Pengobatan Konstipasi Fungsional pada Anak"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PERBANDINGAN EFEK LAKTULOSA DAN SIBIOTIK DENGAN LAKTULOSA DAN PLASEBO DALAM PENGOBATAN KONSTIPASI FUNGSIONAL

PADA ANAK

PANTAS MARTIN RIWANTO 097103016 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERBANDINGAN EFEK LAKTULOSA DAN SIBIOTIK DENGAN LAKTULOSA DAN PLASEBO DALAM PENGOBATAN KONSTIPASI FUNGSIONAL

PADA ANAK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) Dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak

Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PANTAS MARTIN RIWANTO 097103016/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Penelitian :Perbandingan efek laktulosa dan sinbiotik dengan laktulosa dan plasebo dalam

pengobatankonstipasi fungsional pada anak

Nama Mahasiswa :Pantas Martin Riwanto Nomor Induk Mahasiswa :097103016

Program Magister :Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui KomisiPembimbing

Prof. Dr. Atan Baas Sinuhaji, Sp.A(K) Ketua

dr.Supriatmo, SpA(K) Anggota

Ketua Program Magister, Dekan,

(4)

PERNYATAAN

PERBANDINGAN EFEK LAKTULOSA DAN SINBIOTIK DENGAN LAKTULOSA DAN PLASEBO DALAM PENGOBATAN

KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 6 Mei 2014

(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 6 Mei 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof. Dr. Atan Baas Sinuhaji, Sp.A(K) ………

Anggota:1. Dr. Supriatmo, SpA(K) ………

2. Prof. Dr. H. Aznan Lelo, Ph.D, SpFK ………

3. Dr. Tina L Tobing, Sp.A(K) ………

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dengan kasihnya telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. dr. Atan Baas Sinuhaji,SpA(K) dan Dr. Supriatmo,SpA(K)yang telah memberikan bimbingan,bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

(7)

3. Prof. dr. H. Munar Lubis,SpA(K)selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Aznan Lelo, Ph.D,SpFK, dr. Yazid Dimyati,Sp.A(K) dan dr. Tina L Tobing,SpA(K), yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan dan RS. dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalampelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Kepala Sekolah SDN 1 Blangkejeren, SDN 2 Blangkejeren, dan SDN 3 Blangkejeren, Kecamatan Gayo Lues,

7. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini,Marlina Tanjung dan Meiviliani Sinaga, dan Syaiful, Des Infrando, Arie, Hariadi, Hera, Afnita, Lia, Ridha, Ira, Ririn. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

(8)

Kepada yang sangat saya cintai dan hormati, orangtua saya S. Saing dan L. Simatupang, mertua saya, isteri saya Noni Tobing, serta anak saya Natan Ehanael Saingatas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendoakan saya dan memberikan bantuan moril dan materil, Semoga Tuhan membalas segala kebaikan yang telah saya terima.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

Medan, 8 Februari 2014

(9)

DAFTAR ISI

Lembaran Persetujuan Pembimbing i

Lembar Pernyataan ii

Halaman Pengesahan Tesis iii

Ucapan Terima Kasih iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan dan Lambang xi

Abstrak xiii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum 3

1.4.2. Tujuan Khusus 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konstipasi 5

2.1.1. Defenisi 5

2.1.2. Epidemiologi 6

2.1.3. Etiologi 6

2.1.4. Patofisiologi 7

2.1.5. Diagnosis 8

2.1.6. Faktor risiko 10

2.1.6. Penatalaksanaan 11

2.2. Probiotik 14

2.3. Prebiotik 17

2.4. Sinbiotik 22

2.4.1. Sediaan dan dosis 23

2.5. Kerangka konseptual 24

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain 25

3.2. Tempat dan Waktu 25

3.3. Populasi dan Sampel 25

(10)

3.6. Persetujuan / Informed Consent 28

3.7. Etika Penelitian 28

3.8. Cara Kerja 28

3.9. Alur Penelitian 31

3.10. Identifikasi Variabel 30

3.11. Definisi Operasional 32

3.12. Pengolahan dan Analisis Data 34

BAB 4. HASIL PENELITIAN 35

4.1. Data Demografik dan Karakteristik sampel 35

4.2. Data Frekuensi BAB 38

4.3. Data Konsistensi Tinja 39

4.4. Data Nyeri perut 40

BAB 5. PEMBAHASAN 41

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 46

RINGKASAN 47

Daftar Pustaka 51

Lampiran

1. Personil Penelitian 2. Jadwal Penelitian 3. Biaya Penelitian 4. Lembar Penjelasan

5. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) 6. Kuisioner

7. Pemantauan Konstipasi

8. Pemantauan konsistensibuang air besar (BAB) 9. Numeric Pain Rating Scale

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penyebab konstipasi pada anak 7

Tabel 2.2. Obat yang digunakan untuk evakuasi feses 12 Tabel 2.3. Laksansia untuk pengobatan konstipasi pada anak 13 Tabel 2.4. Efek fisiologis dan kemungkinan manfaaat kesehatan

dari prebiotik 18

Tabel 2.5. Klasifikasi karbohidrat sebagai colonic food dan

prebiotik 20

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian 37 Tabel 4.2. Rerata frekuensi BAB antara kelompok yang

memperolehlaktulosa dan sinbiotikdengan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Faktor-faktor risiko konstipasi pada anak 11

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian 24

Gambar 3.1. Alur Penelitian 31

Gambar 4.1. Diagram CONSORT 36

Gambar 4.2. Perbedaan konsistensi tinja antara kelompok yang memperoleh laktulosa dan sinbiotik dengan laktulosa

dan plasebo 39

Gambar 4.3. Perbedaan nyeri perut antara kelompok yang Memperolehlaktulosa dan sinbiotik dengan laktulosa

(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

BAB : Buang Air Besar

WGO : World Gastroenterology Organization

NASPGHAN : North American Society of Pediatric

Gastroenterology, Hepatology and Nutrition

FAO : Food and Agriculture Organization

WHO : World Health Organization

SCFA : Short-Chain Fatty Acids

CFU : Colony Forming Units

FOS : Fruktooligosakarida

GOS : Galaktooligosakarida

OEI : Oligofructose-Enriched Inulin

H2 : Hidrogen

CO2 : Karbondioksida

CH4 : Metana

zα : Deviat baku normal untuk α

zβ : Deviat baku normal untuk β

n : Jumlah subjek / sampel

(14)

β : Kesalahan tipe II

< : Kurang dari

SB : Simpang Baku

P : Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi

bila hipotesis nol benar

(15)

LACTULOSE VS. LACTULOSE AND SYNBIOTIC IN THE TREATMENT OF CHILDHOOD CONSTIPATION: A DOUBLE-BLIND RANDOMIZED CONTROLLED TRIAL

Pantas Martin Riwanto Saing, Ade Rachmat Yudiyanto,Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji. Department of Child Health, Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara,

Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background Childhood constipation accounts for 35% of visits to pediatric gastroenterologists. Lactulose is one of the osmotic laxative agents that can be given

safely in constipated children. There is some clinical evidence for synbiotic in the

treatment of constipated children but the study of synbiotic in children with functional

constipation especially given with lactulose is very rare.

Objective To compare the effects of lactulose with combination of lactulose and synbiotic in treatment of functional constipated children.

MethodsA randomized, double-blind, controlled trial was conducted on October 2012 until November 2012. Among constipated children aged 6-12 years were eligible to be

randomly assigned to receive lactulose and placebo (n=31) or received lactulose and

synbiotic (n=36) for a week. Evaluation was performed on second day, fifth day, eighth

day, tenth day, and fourteenth day after treatment to compare frequency of defecation,

abdominal pain, and stool consistency. Statistical analysis was performed with

Chi-square and Mann-Whitney.

ResultsEighty-four children were included in this study, but only 67 could be analyzed. The significant mean difference of defecation frequency in the intervention group

(lactulose and synbiotic) compare to control group (lactulose and placebo) were seen in

eighth day (P=0.047), tenth day (P=0.0001) and fourteenth day (P=0.0001) after the

treatment. Stool consistency and abdominal pain were also significantly different in eighth

day, tenth day and fourteenth day after the treatment (P=0.0001)

ConclusionThis study shows that combination of lactulose and synbiotic has better effects on symptoms

of constipation compared with lactulose alone in second week after treatment.

(16)

LAKTULOSA VS. LAKTULOSA DAN SINBIOTIK DALAM PENGOBATAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK:

UJI KLINIS ACAK TERSAMAR GANDA

Pantas Martin Riwanto Saing, Ade Rachmat Yudiyanto,Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara,

Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

Abstrak

Latar BelakangSekitar 35% kunjungan ke dokter konsultan gastroenterologi anak terkait dengan konstipasi. Laktulosa adalah salah satu jenis laksansia osmotik yang aman

diberikan pada anak.Terdapat beberapa bukti klinis tentang peran sinbiotik dalam

penanganan konstipasi pada anak tetapi penelitian sinbiotik terhadap konstipasi anak

terutama pada pemberian bersama laktulosa masih sangat terbatas.

TujuanMembandingkan manfaat pemberian laktulosa dengan kombinasi laktulosa dan sinbiotik pada pengobatan anak dengan konstipasi fungsional.

Metode Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai November 2012. Diantara anakusia 6-12 tahun dengan konstipasi dapat dipilih menjadi

sampel untuk secara acak dibagi menjadi 2 kelompok untuk mendapatkan laktulosa dan

plasebo (n=31) atau mendapatkan laktulosa dan sinbiotik (n=36) selama 1 minggu.

Evaluasi dilakukan pada hari kedua, hari kelima, hari kedelapan, hari kesepuluh dan hari

keempatbelas untuk menilai frekuensibuang air besar, nyeri perut dan konsistensi

tinja.Analisa statistik menggunakan kai-kuadrat dan Mann-Whitney.

HasilDelapanpuluh empat anak masuk dalam kriteria inklusi tetapi hanya 67 yang mengikuti penelitian. Rerata frekuensi buang air besar berbeda secara signifikan pada

kelompok intervensi (laktulosa dan sinbiotik) dibandingkan kelompok kontrol (laktulosa

dan placebo) pada hari kedelapan (P=0.047), hari kesepuluh (P=0.0001)dan hari

keempatbelas (P=0.0001). Konsistensi tinja dan nyeri perut juga berbeda

secarasignifikan pada pengamatan hari kedelapan, hari kesepuluh, dan hari

keempatbelas (P=0.0001).

KesimpulanPenelitian ini menunjukkan bahwakombinasi laktulosa dan sinbiotik memberikan hasil yang lebih baik pada gejala konstipasi dibandingkan dengan

pemberian laktulosa saja pada minggu kedua setelah pengobatan.

(17)

LACTULOSE VS. LACTULOSE AND SYNBIOTIC IN THE TREATMENT OF CHILDHOOD CONSTIPATION: A DOUBLE-BLIND RANDOMIZED CONTROLLED TRIAL

Pantas Martin Riwanto Saing, Ade Rachmat Yudiyanto,Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji. Department of Child Health, Faculty of Medicine, University of Sumatera Utara,

Haji Adam Malik Hospital, Medan, Indonesia

Abstract

Background Childhood constipation accounts for 35% of visits to pediatric gastroenterologists. Lactulose is one of the osmotic laxative agents that can be given

safely in constipated children. There is some clinical evidence for synbiotic in the

treatment of constipated children but the study of synbiotic in children with functional

constipation especially given with lactulose is very rare.

Objective To compare the effects of lactulose with combination of lactulose and synbiotic in treatment of functional constipated children.

MethodsA randomized, double-blind, controlled trial was conducted on October 2012 until November 2012. Among constipated children aged 6-12 years were eligible to be

randomly assigned to receive lactulose and placebo (n=31) or received lactulose and

synbiotic (n=36) for a week. Evaluation was performed on second day, fifth day, eighth

day, tenth day, and fourteenth day after treatment to compare frequency of defecation,

abdominal pain, and stool consistency. Statistical analysis was performed with

Chi-square and Mann-Whitney.

ResultsEighty-four children were included in this study, but only 67 could be analyzed. The significant mean difference of defecation frequency in the intervention group

(lactulose and synbiotic) compare to control group (lactulose and placebo) were seen in

eighth day (P=0.047), tenth day (P=0.0001) and fourteenth day (P=0.0001) after the

treatment. Stool consistency and abdominal pain were also significantly different in eighth

day, tenth day and fourteenth day after the treatment (P=0.0001)

ConclusionThis study shows that combination of lactulose and synbiotic has better effects on symptoms

of constipation compared with lactulose alone in second week after treatment.

(18)

LAKTULOSA VS. LAKTULOSA DAN SINBIOTIK DALAM PENGOBATAN KONSTIPASI FUNGSIONAL PADA ANAK:

UJI KLINIS ACAK TERSAMAR GANDA

Pantas Martin Riwanto Saing, Ade Rachmat Yudiyanto,Supriatmo, Atan Baas Sinuhaji. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara,

Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik, Medan, Indonesia

Abstrak

Latar BelakangSekitar 35% kunjungan ke dokter konsultan gastroenterologi anak terkait dengan konstipasi. Laktulosa adalah salah satu jenis laksansia osmotik yang aman

diberikan pada anak.Terdapat beberapa bukti klinis tentang peran sinbiotik dalam

penanganan konstipasi pada anak tetapi penelitian sinbiotik terhadap konstipasi anak

terutama pada pemberian bersama laktulosa masih sangat terbatas.

TujuanMembandingkan manfaat pemberian laktulosa dengan kombinasi laktulosa dan sinbiotik pada pengobatan anak dengan konstipasi fungsional.

Metode Uji klinis acak tersamar ganda dilakukan pada bulan Oktober 2012 sampai November 2012. Diantara anakusia 6-12 tahun dengan konstipasi dapat dipilih menjadi

sampel untuk secara acak dibagi menjadi 2 kelompok untuk mendapatkan laktulosa dan

plasebo (n=31) atau mendapatkan laktulosa dan sinbiotik (n=36) selama 1 minggu.

Evaluasi dilakukan pada hari kedua, hari kelima, hari kedelapan, hari kesepuluh dan hari

keempatbelas untuk menilai frekuensibuang air besar, nyeri perut dan konsistensi

tinja.Analisa statistik menggunakan kai-kuadrat dan Mann-Whitney.

HasilDelapanpuluh empat anak masuk dalam kriteria inklusi tetapi hanya 67 yang mengikuti penelitian. Rerata frekuensi buang air besar berbeda secara signifikan pada

kelompok intervensi (laktulosa dan sinbiotik) dibandingkan kelompok kontrol (laktulosa

dan placebo) pada hari kedelapan (P=0.047), hari kesepuluh (P=0.0001)dan hari

keempatbelas (P=0.0001). Konsistensi tinja dan nyeri perut juga berbeda

secarasignifikan pada pengamatan hari kedelapan, hari kesepuluh, dan hari

keempatbelas (P=0.0001).

KesimpulanPenelitian ini menunjukkan bahwakombinasi laktulosa dan sinbiotik memberikan hasil yang lebih baik pada gejala konstipasi dibandingkan dengan

pemberian laktulosa saja pada minggu kedua setelah pengobatan.

(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Konstipasi merupakan masalah kesehatan yang masih cukup tinggi pada anak, yang pada umumnya menimbulkan gejala berupa cemas sewaktu defekasi oleh karena rasa nyeri yang dirasakan, nyeri perut kronis, sampai keadaan penurunan nafsu makan.1Sistematik review dari 18 studi dilaporkan bahwa prevalensi konstipasi pada anak berkisar antara 0,7% sampai 29,6%.2 Sekitar 3%-5% kunjungan ke dokter anak datang dengan keluhan konstipasi dan 35% kunjungan ke dokter konsultan gastroenterologi anak terkait dengan konstipasi.2,3Sebagian besar konstipasi pada anak, yaitu sekitar 95%, merupakan konstipasi fungsional dimana tidak ditemukannya kelainan patologis atau penyebab organik yang mendasarinya.4

Penyebab tersering konstipasi fungsional pada anak adalah menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya karena konsistensi feses yang keras.5

(20)

Mikroflora normal usus seperti Lactobacillus acidophilus dan

Bifidobacterium merupakan bakteri probiotik, yaitu bakteri usus yang menguntungkan dimana beberapa fungsinya yaitu dapat meningkatkan motiltas usus, memperbaiki konsistensi feses, dan meningkatkan frekuensi defekasi sehingga memberikan efek yang baik dalam penanganan konstipasi.7

Prebiotik merupakan bahan yang difermentasi secara selektif dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas dari bakteri probiotik pada usus.

7-10 Prebiotik yang ditambahkan pada susu formula juga telah dilaporkan

dapat melunakkan feses.11

Sinbiotik merupakan suplemen nutrisi yang terdiri dari kombinasi probiotik dan prebiotik yang bekerja secara sinergi. Bakteri probiotik yang ditambahkan bersamaan dengan prebiotik untuk pertumbuhan, dapat meningkatkan kelangsungan hidup organisme probiotik.

Suatu studi klinis acak terkontrol tersamar ganda pada tahun 2007 yang membandingkan pemberian sinbiotik dengan makanan berserat selama satu minggu didapatkan nilai proporsi perbaikan konsistensi feses pada kelompok yang diberikan sinbiotik adalah sebesar 86%, hal ini menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik lebih efektif dibandingkan makanan berserat.

12

13Namun, masih sangat terbatas penelitian yang

(21)

meneliti efektivitas pemberian gabungan sinbiotik dan laksansia terhadap konstipasi fungsional anak.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan efek pemberian laktulosa dan sinbiotik dibandingkan dengan laktulosa dan plasebo dalam pengobatan konstipasi fungsional anak.

1.3. Hipotesis

Pemberian laktulosa dan sinbiotik lebih efektif dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak dibandingkan dengan pemberian laktulosa dan plasebo

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui efek pemberian laktulosa dan sinbiotik dalam pengobatan konstipasi fungsional anak.

1.4.2. Tujuan Khusus

- Mengetahui prevalensi konstipasi fungsional pada anak.

(22)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah: memberikan masukan mengenai pengaruh pemberian sinbiotik dalam pengobatan konstipasi fungsional anak.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: meningkatkan usaha pengobatan konstipasi fungsional anak.

(23)

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konstipasi 2.1.1. Definisi

Definisi konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi tinja secara sempurna, yang tercermin dari 3 aspek, yaitu berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang keras dari sebelumnya, dan pada palpasi abdomen teraba masa tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkopresis.5Menurut World Gastroenterology Organization (WGO) beberapa pasien memiliki persepsi yang berbeda mengenai konstipasi, 52% diantaranya memiliki persepsi bahwa konstipasi adalah defekasi dengan usaha (mengejan), sementara lainnya memiliki persepsi feses yang keras dan seperti pil atau butir (44%), ketidakmampuan defekasi saat diinginkan (34%) atau defekasi yang jarang (33%).

1. Buang air besar 2 kali seminggu atau kurang

14

Berdasarkan kriteria Rome III untuk konstipasi fungsional pada anak adalah harus memenuhi 2 atau lebih dari kriteria berikut pada anak minimal umur 4 tahun yang tidak memenuhi kriteria yang cukup untuk

Irritable Bowel Syndrome, dialami minimal 1 kali seminggu selama setidaknya 2 bulan sebelum diagnosis ditegakkan, yaitu:

(24)

3. Riwayat retensi feses

4. Riwayat nyeri saat buang air besar atau feses yang keras 5. Terdapat massa feses yang besar di rektum

6. Riwayat diameter feses yang besar sehingga dapat menyumbat toilet

2.1.2. Epidemiologi

Konstipasi sering terjadi pada anak. Pada studi retrospektif yang dilakukan pada tahun 2004 di Iowa didapatkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4 sampai 17 tahun adalah 22,6%.

1

15Sedangkan untuk usia dibawah 4

tahun hanya memiliki prevalensi kejadian konstipasi sebesar 16%.16 Studi longitudinal yang dilakukan pada 2003 didapatkan bahwa 18% anak usia 9 sampai 11 tahun menderita konstipasi.17

Konstipasi yang sering dijumpai adalah konstipasi fungsional.1,3,5 Suatu studi kros-seksional di Belanda didapatkan bahwa 90-97% kasus konstipasi adalah merupakan konstipasi fungsional.

2.1.3. Etiologi

(25)

Tabel 2.1. Penyebab konstipasi pada anak

Penyebab

Idiopatik atau fungsional 95 %

Sekunder karena lesi anal Fisura ani, stenosis anal, anus letak

anterior

Neurologis Lesi medulla spinalis, palsi serebral,

penyakit Hirschsprung

Endokrin/metabolik Hipotiroid, asidosis tubulus renal,

diabetes insipidus, hiperkalsemia

Obat-obatan Antikonvulsan, antipsikotik,

mengandung kodein, antidiare, antasida

1

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan konstipasi fungsional, dimana pada umumnya terkait dengan perubahan kebiasaan diet, kurangnya makanan yang mengandung serat, kurangnya asupan cairan, kurang olahraga, gangguan perilaku atau psikologis dan takut atau malu ke toilet umum.5Suatu studi yang dilakukan pada 2007-2008 di Iran menunjukkan bahwa perlakuan orangtua terhadap anak merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi terjadinya konstipasi pada anak.18

2.1.4. Patofisiologi

(26)

kemudian kolon sigmoid yang menampung feses berikutnya. Feses yang berada di kolon akan terus mengalami reabsorbsi air dan elektrolit dan membentuk skibala. Seluruh proses akan berulang dengan sendirinya, yaitu feses yang keras dan besar menjadi lebih sulit dikeluarkan melalui kanal anus, menimbulkan rasa sakit dan kemudian retensi feses selanjutnya. Lingkaran setan terus berlangsung: feses keras-nyeri waktu berhajat-retensi feses-feses makin banyak- reabsorbsi air- feses makin besar- nyeri waktu berhajat- dan seterusnya.5

Bila konstipasi menjadi kronik, massa feses berada di rektum., kolon sigmoid, dan kolon desenden dan bahkan diseluruh kolon.5Akibat retensi feses terus berlanjut, maka akan terjadi rembesan cairan feses yang cair di permukaan luar massa feses yang retensi, yang disebut sebagai enkoporesis dan mengotori pakaian anak (soiling).

2.1.5. Diagnosis

1

Pada anamnesis ditanyakan riwayat defekasi meliputi frekuensi, ukuran dan konsistensi feses, kesulitan saat defekasi, defekasi yang berdarah, dan nyeri saat defekasi. Kemudian mengenai riwayat makanan, masalah psikologik, dan gejala lain seperti nyeri perut, anoreksia dan muntah.1

(27)

Tanda peringatan (alarm symptoms) yang dapat digunakan sebagai tanda adanya kelainan organik yaitu:

- Nyeri terlokalisir, jauh dari umbilicus.

- Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah). - Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari. - Nyeri timbul tiba-tiba.

- Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan. - Disertai gangguan motiliitas (diare, obstipasi, inkontinensia). - Disertai perdarahan saluran cerna.

- Terdapat disuria.

- Berhubungan dengan menstruasi. - Terdapat gangguan tumbuh kembang.

- Terdapat gangguan sistemik: demam, nafsu makan turun. - Terdapat pada usia< 4 tahun.

- Terdapat organomegali.

- Terdapat pembengkakan, kemerahan dan hangat pada sendi. - Kelainan perirektal: fisura, ulserasi.

Pemeriksaan penunjang dilakukan pada kasus-kasus tertentu yang diduga mempunyai penyebab organik yaitu:

19

(28)

pemeriksaan colok dubur tidak teraba adanya distensi rektum oleh massa feses.

2. Pemeriksaan barium enema untuk mencari penyebab organik seperti morbus Hirschsprung dan obstruksi usus.

3. Biopsi hisap rektum untuk melihat ada tidaknya ganglion pada mukosa rectum secara histopatologis untuk memastikan adanya penyakit Hirschsprung.

4. Pemeriksaan manometri untuk menilai motilitas kolon. 5. Pemeriksaan lain-lain untuk mencari penyebab organik lain.

Konstipasi fungsional ditegakkan berdasarkan kriteria RomeIII dimana pada bayi dan anak kurang dari 4 tahun gejala dipenuhi minimal 1 bulan sebelum diagnosis dan pada usia 4-18 tahun dipenuhi minimal 2 bulan sebelum diagnosis.

2.1.6. Faktor risiko

1

(29)

menilai derajat risiko seseorang menderita konstipasi.20

Gambar 2.1. Faktor-faktor risiko konstipasi pada anak

Faktor risiko konstipasi pada anak dapat dilihat pada gambar 2.1.

Tatalaksana konstipasi fungsional meliputi faktor farmakologi dan non farmakologi. Penanganan lebih awal dapat meningkatkan kemungkinan penyembuhan total dari gejala konstipasi fungsional.

20

2.1.7. Penatalaksanaan

3Sistematik review dari 14 studi prospektif pada tahun 2009

(30)

atau lebih memiliki hubungan yang baik pada penyembuhan konstipasi.21 Tatalaksana konstipasi fungsional meliputi evakuasi feses dan terapi rumatan.

1. Evakuasi feses

1,3,5

[image:30.595.111.522.489.718.2]

Bila terdapat skibala harus dilakukan evakuasi dulu sebelum terapi rumatan.Evakuasi feses dapat dilakukan dengan obat oral atau rektal.North American Society of Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition (NASPGHAN) lebih menganjurkan evakuasi per oral dibandingkan per rektal karena lebih bersifat invasif dan traumatik bagi pasien.1 Program evakuasi feses biasanya dilakukan selama 2-5 hari sampai terjadi evakuasi feses secara lengkap/sempurna.1,5

Tabel 2.2. Obat yang digunakan untuk evakuasi feses.

Obat-obatan yang biasa digunakan untuk evakuasi feses dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini.

Obat Usia Dosis

Evakuasi feses per rektal

Gliserin supositoria Bayi dan anak

Fosfat enema < 2 tahun Tidak dianjurkan

≥ 2 tahun 6 ml/kgbb sampai 135 ml 2 kali perhari

Evakuasi feses per oral

Polietilen glikol (PEG) 25ml/kgbb/jam dengan

NGT

Susu magnesium 2ml/kgbb 2 kali/hari

Minyak mineral 15-30ml/tahun usia,

max 240 ml

1

(31)

2. Terapi rumatan

[image:31.595.108.526.350.674.2]

Segera setelah berhasil melakukan evakuasi feses, terapi ditujukan untuk mencegah kekambuhan. Terapi rumatan meliputi intervensi diet, modifikasi perilaku dan pemberian laksansia.1,3,5Terapi rumatan mungkin diperlukan selama beberapa bulan. Bila defekasi telah normal, terapi rumatan dapat dikurangi untuk kemudian dihentikan.5

Tabel 2.3. Laksansia untuk pengobatan konstipasi pada anak.

Obat dan dosis yang disarankan untuk laksansia yang biasa digunakan dapat dilihat pada tabel 2.3.

Jenis laksansia Dosis

Pembentuk massa

1

• Psillium Usia(tahun) + 5 gram

Lubrikans

• Minyak mineral 1-3 ml/kg/hari

Laksansia Osmotik

• Laktulosa 1-3 ml/kg/hari

• Ekstrak Barley malt 2-10 ml/240 ml jus atau susu

• Sorbitol 1-3 ml/kg/hari

• Magnesium hidroksida 1-3 ml/kg/hari dari 400mg/5ml

• Polietilen glikol 3350 1-2 g/kg/hari

• Polietilen glikol larutan elektrolit 25-100 ml/kg tiap 6 jam. Maks 4L

Stimulan

• Senna 2,7,5 ml/hari(usia 2-6 thn dan

5-15ml/hr usia 6-12 thn)

• Bisakodil 0,3 mg/kg/hari. Maks 10 mg

Enema

(32)

Laktulosa merupakan salah satu jenis laksansia osmotik yang bekerja dengan meningkatkan peristaltik usus akibat pengaruh daya osmotiknya, laktulosa juga aman dan dapat diberikan jangka panjang.

2.2. Probiotik

6

Istilah probiotik pertama kali diperkenalkan oleh Lilly dan Stiwell pada tahun 1965 untuk faktor-faktor yang memicu pertumbuhan yang dihasilkan oleh mikroorganisme.22 Menurut Food and Agriculture Organization(FAO)dan World Health Organization(WHO), probiotik didefinisikan sebagai kultur tunggal atau campuran mikroorganisme hidup, yang bila diberikan dalam jumlah yang adekuat dapat memberikan keuntungkan kesehatan bagi pejamu.

- Identifikasi taksonomi yang akurat

9

Strain probiotik yang digunakan harus aktif dan harus memenuhi sejumlah kriteria, yaitu:

- Merupakan flora normal untuk spesies yang akan diberikan: probiotik untuk manusia berasal dari manusia

- Non toksik dan non patogen - Stabil secara genetik

- Dapat hidup, berploriferasi dan aktif secara metabolik pada target organ yang diberikan

- Mampu menempel dan membentuk koloni

(33)

- Viabilitas pada populasi yang tinggi, yaitu 106- 10

- Menghasilkan zat antimikroba, antara lain: bakteriosin, hidrogen peroksida dan asam organik

8

- Bekerja secara antagonistik dengan bakteri patogen

- Dapat bersama dengan mikroflora normal, termasuk spesies yang sama atau yang berdekatan resistensi terhadap bakteriosin, asam dan antimikrobial lain yang dihasilkan oleh mikroflora lainnya

- Tahan terhadap asam empedu - Immunostimulan

- Dapat memberikan satu atau lebih keuntungan klinis

- Tidak rusak dalam proses produksi: pertumbuhan yang adekuat, pemadatan, pembekuan, dehidrasi, penyimpanan dan distribusi.

Keuntungan probiotik bagi kesehatan adalah:

21

1. Mengurangi gejala malabsorbsi laktosa

2. Meningkatkan daya tahan terhadap infeksi saluran cerna 3. Menekan kanker

4. Mengurangi kadar kolesterol darah 5. Memperbaiki daya pencernaan

(34)

Terdapat banyak jenis bakteri probiotik yaitu: spesies Lactobacillus

(L acidophilus, L reuteri, L plantarum, L casei, L salivarius, L bulgaricus, L fermentum, L gasseri, L johnsonii, L lactis, L paracasei), spesies

Bifidobacterium (B bifidum, B infantis, B lactis, B longum, B breve, B adolescentis), spesies Saccharomyces (S boulardii), spesies

Streptococcus (S thermophilus, S salivarius subsp thermophilus),

bakterilain(Propionibacterium freudenreichii, Enterococcus, Escherichia coli). Lactobacillus dan Bifidobacterium merupakan jenis probiotik yang paling sering dijumpai.9

(35)

Dosis minimum untuk pemeliharaan yang sehat dari mikroflora usus adalah 1x109-2x109 colony forming units (CFU) strain gabungan probiotik perhari. Untuk mendapatkan manfaat kesehatan yang cukup, dosis 5x109 CFU perhari direkomendasikan selama minimal 5 hari.Menurut Earl Mindell, seorang ahli nutrisi, orang yang sehat dapat diberikan 2x109 - 5x109 CFU perhari, dan bila ada masalah pencernaan dapat diberikan sampai 10x109 CFU. Menurut Natural Health Products Directorate of Canada, probiotik diberikan dengan dosis 5x109 - 10x109 CFU perhari.

2.3. Prebiotik

24

(36)

Tabel 2.4.Efek fisiologis dan kemungkinan manfaaat kesehatan dari prebiotik.25

Efek Fisiologis Kemungkinan Manfaat

Kesehatan

Efek Fisiologis

Kemungkinan Manfaat Kesehatan

Sejak awal diperkenalkan, konsep prebiotik telah banyak menarik perhatian, menstimulasi ketertarikan peneliti dan juga perindustrian.Banyak komponen makanan, khususnya oligosakarida dan

Seleksi dari pertumbuhan bakteri probiotik

pada usus besar

Meningkatkan resistensi terhadap invasi

kuman pathogen

Meningkatkan frekuensi defekasi dan berat

feses

Stimulasi non spesifik fungsi imun

Tidak terhidrolisis oleh mikroorganisme

dalam mulut

Tidak bersifat glikemik

Penyesuaian terhadap metabolisme

karsinogen

Mengurangi sintesis kolesterol VLDL dan

serum trigliserida

Meningkatkan absorbsi kalsium dan

magnesium

Meningkatkan fungsi usus besar/efek

laksansia

Resistensi terhadap infeksi

Efek antikarsinogenik

Kemungkinan berguna pada penderita

diabetes

Anti kanker kolon

Kardioprotektif

(37)

polisakarida (termasuk serat) telah mengklaim aktifitas prebiotik tanpa memperhatikan kriteria yang diperlukan. Kriteria tersebut adalah:

1. Resisten terhadap asam lambung dan tidak dihidrolisis oleh enzim mamalia dan tidak diabsorbsi pada saluran cerna bagian atas. 2. Difermentasikan oleh mikroflora

3. Menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas bakteri usus yang mendukung kesehatan tubuh secara selektif.

Resistensi pada kriteria pertama tidak berarti prebiotik sama sekali tidak dicerna, tetapi haruslah menjamin bahwa jumlah yang signifikan terdapat pada usus terutama usus besar yang akan menjadi bahan yang akan difermentasikan.

10

Berdasarkan kriteria diatas hanya beberapa bahan makanan saja yang dapat dikualifikasikan sebagai prebiotik.Jumlah bahan makanan yang cukup yang karena struktur kimianya tidak diabsorbsi di saluran pencernaan atas atau tidak dihidrolisis oleh enzim pencernaan, makanan tersebut disebut colonic food.Diantara colonic food tersebut adalah karbohidrat yang tidak dicerna, beberapa peptida dan protein. Penggunaan peptida dan protein sebagai prebiotik akan menjadi masalah besar karena dekomposisi anaerobiknya akan menghasilkan bahan berbahaya seperti ammonia dan amin. Delzenne dan Roberfroid telah mengelompokkan karbohidrat yang yang tidak dicerna menjadi pati resisten, polisakarida non-pati dan oligosakarida resisten.Meskipun

(38)
[image:38.595.109.527.186.399.2]

demikian tidak semua colonic food dapat menjadi prebiotik, seperti yang terlihat pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Klasifikasi karbohidrat sebagai colonic food dan prebiotik.

Karbohidrat Colonic food Prebiotik

Pati resisten Ya Tidak

Polisakarida Non-pati

Plant cell wall polysaccharides Ya Tidak

Hemiselulose Ya Tidak

Pektin Ya Tidak

Gums Ya Tidak

Oligosakarida resisten

Fruktooligosakarida Ya Ya

Galaktooligosakarida Ya ?

Soybean oligosaccharides Ya ?

Glukooligosakarida ? Tidak

26

(39)

diberikan fruktooligosakarida terbukti secara signifikan meningkatkan komposisi bakteri probiotik pada usus.27

Terdapat 2 jenis fruktooligosakarida yang cocok dengan definisi tersebut yaitu oligofruktosa dan inulin.28Para peneliti kini lebih fokus terhadap perbedaan prebiotik rantai pendek, prebiotik rantai panjang dan

full spectrum prebiotic (prebiotik spectrum penuh) Prebiotik rantai pendek seperti oligofruktosa yang mengandung 2-8 rantai permolekul, lazimnya dihasilkan lebih cepat disebelah kanan kolon, yang akan memberikan nutrisi kepada bakteri ditempat tersebut. Prebiotik rantai panjang, seperti inulin mengandung 9-64 rantai permolekul dan dihasilkan perlahan, menjadi sumber nutrisi terhadap bagian kolon di sebelah kiri.29Prebiotik spektrum penuh dihasilkan dari rantai prebiotik yang penuh (lebih kurang 2-62 rantai permolekul) dan menjadi sumber makanan kepada bakteri ke hampir seluruh bagian kolon, contohnya ialah Oligofructose-Enriched Inulin (OEI).30

Melalui proses fermentasi prebiotik, maka akan terjadi stimulasi terhadap pertumbuhan bakteri dan hasil akhir fermentasi akan menghasilkan SCFA, gas H2, CO2 dan CH4.

Tidak ada literatur yang menerangkan secara jelas bagaimana prebiotik dapat mengatasi konstipasi, tetapi pada prinsipnya dengan menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas dari bakteri probiotik maka akan membantu meningkatkan motiltas usus. Motilitas usus akan

(40)

Selain itu stimulasi bakteri probiotik akan memperbaiki konsistensi feses, dan meningkatkan frekuensi defekasi yang akhirnya memberikan efek yang baik dalam penanganan konstipasi.9

SCFA yang terdiri dari asetat, propionat dan butirat akan menyebabkan turunnya pH usus, dimana pH yang rendah akan meningkatkan peristaltik usus, yang akhirnya menurunkan masa transit di usus.8 Gas H2 dan CH4 yang dihasilkan akan meningkatkan volume dan

mengurangi masa transit hasil pencernaan di usus. Selain itu, karbohidrat juga meningkatkan kandungan air di dalam usus dan asam yang dihasilkan dari proses fermentasi bisa meningkatkan peristaltik usus.7,30,32

Saat ini FOS dan inulin tersedia sebagai suplemen nutrisi dengan dosis berkisar 4-10 g/hari. Telah direkomendasikan bahwa pemberian FOS atau inulin lebih dari 10 gram per hari harus diberikan dalam dosis terbagi.

Sinbiotik merupakan suplemen nutrisi yang terdiri dari kombinasi probiotik dan prebiotik yang bekerja secara sinergi.Alasan utama penggunaan sinbiotik adalah bahwa bakteri probiotik tanpa makanan prebiotiknya tidak dapat bertahan dengan baik pada saluran cerna. Tanpa makanan yang dibutuhkan bagi probiotik, akan meningkatkan intoleransi terhadap oksigen, pH rendah dan suhu. Dengan prebiotik maka bakteri probiotik

24

(41)

akan dapat tumbuh dengan baik, dan populasi probiotik terpelihara dengan baik.9

Pemberian probiotik direkomendasikan pada bayi atau anak sehat.Pada pasien resiko tinggi seperti pasien dengan

immunocompromised, bayi prematur yang sakit, pasien dengan kateter intravena atau pemakaian peralatan medis lainnya tidak direkomendasikan. FAO/WHO menyarankan bahwa penambahan prebiotik diberikan pada susu formula lanjutan untuk bayi usia 5 bulan atau lebih, karena pada usia ini bayi atau anak lebih memiliki respon imun yang lebih baik dan memiliki koloni usus yang cukup.33

Pemberian kombinasi probiotik dan prebiotik diharapkan dapat memberikan efek yang baik pada penanganan konstipasi.

2.4.1. Sediaan dan dosis

(42)

1. Frekuensi defekasi 2. Nyeri perut 3. Konsistensi feses 2.5. Kerangka konseptual

: yang diamati dalam penelitian

Obat yang

diminum

Penderita konstipasi

Kriteria Rome III

Aktivitas anak Asupan cairan

Konstipasi fungsional

Asupan serat

(43)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3.

METODE PENELITIAN

3.1. Desain

Desain penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda untuk membandingkan efek sinbiotik dan laktulosadibanding dengan laktulosa dan plasebo dalam pengobatan konstipasi fungsional anak.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di SDN 1 Blangkejeren, SDN 2 Blangkejeren, dan SDN 3 Blangkejeren, Kecamatan Gayo Lues, Acehselama bulanOktober 2012 sampai November 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

(44)

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap 2 proporsi independen, yaitu :

n

13,34

1 =n2 = (Zα√2PQ + Zβ√P1Q1 + P2Q2 )2

(P1 – P2)2

n1 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok A

n2 = jumlah subyek yang masuk dalam kelompok B

α = kesalahan tipe I = 0,05 (Tingkat kepercayaan 95%)  Zα = 1,96

β = kesalahan tipe II = 0,2 (kekuatan penelitian 80%)  Zβ = 0,84

P1 =proporsi efek pada kelompok yang mendapat plasebo = 47% =

0,4712

Q1 = 1 – P1 = 0,53

P2 = proporsi efek pada kelompok yang mendapat sinbiotik = 86% =

0,8612 Q2 = 1 – P2

P = P

= 0,14

1+P2

Dengan menggunakan rumus di atas didapat jumlah sampel minimal = 0,67

2

(45)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria Inklusi

1. Penderita konstipasi fungsional berusia 6 – 12 tahun

2. Pada anamnesismemenuhi diagnosis konstipasi fungsional menurut kriteria Rome III

3. Tidak mempunyai kelainan organik berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

4. Bersedia mentaati prosedur penelitian dan menandatangani

informed consent.

3.5.2. Kriteria Eksklusi

1. Terdapat alarm symptomsyang disebabkan oleh kelainan organik. 2. Terdapat kondisi immunocompromised seperti HIV, keganasan,

gagal ginjal kronis dan dialisis, diabetes, sirosis hati, penggunaan steroid yang lama, kemoterapi dan radiasi.

3. Menggunakan kateter intravena atau pemakaian peralatan medis lainnya.

4. Mengunakan obat-obatan yang efek sampingnya menyebabkan konstipasi, seperti antasida, antikolinergik, antikonvulsan, antidepresan, diuretika, preparat besi, relaksan otot, narkotika dan psikotropika dalam jangka waktu 7 hari terakhir

(46)

Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.8. Cara Kerja

1. Subyek disurvei dulu dengan kuisioner dan wawancara langsung. 2. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pengukuran antropometri

meliputi berat badan dan tinggi badan yang dilakukan oleh peneliti. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan merk One Med, dengan posisi berdiri dengan pakaian yang tipis dan tanpa memakai alas kaki, dilakukan oleh seorang petugas. Pembacaan berat badan dengan tingkat presisi 0.5 kg.

(47)

3. Subyek yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria diagnostik konstipasi fungsional (kriteria Rome III) berdasarkan anamnesis dimasukkan ke dalam penelitian.

4. Subyek dibagi menjadi dua kelompok dengan tabel randomisasi, yaitu kelompok (A) yang mendapat laktulosa dan sinbiotik dan kelompok (B) yang mendapat laktulosa dan plasebo.

5. Masing-masing kelompok dinilai frekuensi BAB, nyeri perut dan konsistensi tinja sebelum pemberian obat.

6. Kelompok (A) mendapat laktulosa dua kali sehari dengan dosis 1-3ml/kg/hari selama satu minggu dan mendapat sinbiotik satu kali sehari selama satu minggu.

7. Kelompok (B) mendapat laktulosa dua kali sehari dengan dosis 1-3ml/kg/hari selama satu minggu dan mendapat plasebo satu kali sehari selama satu minggu.

8. Sinbiotik dan plasebo dalam kapsul dengan warna yang sama, yaitu warna bening transparan. Plasebo berupa kapsul yang berisi maltodextrin. Subyek tidak mengetahui obat yang diberikan.

(48)
(49)
[image:49.595.145.524.151.365.2]

Gambar 3.1 Alur Penelitian

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Jenis Obat Nominal

Variabel tergantung Skala

Frekuensi Numerik

Nyeri Perut Nominal

Konsistensi Nominal

3.11. Definisi Operasional Laktulosa 2 kali sehari Sinbiotik 1 kali sehari

Laktulosa 2 kali sehari Plasebo 1 kali sehari

Konstipasi fungsional 1. Frekuensi BAB 2. Nyeri Perut 3. Konsistensi tinja

(50)

1. Konstipasi adalah kesulitan defekasi dengan tinja keras dan rasa sakit dengan frekuensi defekasi ≤ 2 kali dalam 1 minggu.

2. Konstipasi fungsional adalah konstipasi yang didiagnosis berdasarkan Kriteria Rome III (memenuhi 2 dari kriteria berikut selama 1 bulan) yaitu :

a. Buang air besar 2 kali atau kurang setiap minggu

b. Sekurang-kurangnya 1 kali setiap minggu mengalami inkontinensia

c. RIwayat menahan buang air besar yang berlebihan d. Riwayat nyeri saat buang air besar dan feses yang keras e. Teraba massa feses yang banyak di dalam rectum

f. Riwayat feses dalam diameter yang besar sehingga dapat menyumbat lubang kloset.

3. Alarmsymptom adalah tanda-tanda peringatan sakit perut yang disebabkan oleh kelainan organik.

4. Kelainan organik yang dimaksud adalah : kelainan sekunder karena lesi anal (fissura ani, stenosis anal, anus letak anterior), kelainan neurologis (lesi medula spinalis, palsi serebral, penyakit Hirschsprung), kelainan endokrin / metabolik (hipotiroid, asidosis tubulus renal, diabetes insipidus, hiperkalsemia)

(51)

6.

7.

Nyeri perut adalah sakit perut yang dialami pasien dengan

konstipasi dinilai dengan Pain Rating Scale dengan skala 0 sampai

10, yaitu tidak sakit (skala 0), nyeri ringan (skala 1-3), nyeri sedang

(skala 4-6), nyeri berat (skala 7-10)

8. Murid SD yang dimaksud pada penelitian ini anak usia adalah 6 - 12 tahun.

Konsistensi tinja dicatat sesuai dengan bentuk tinja yang dialami

berdasarkan Bristol Stool Scale yaitu; keras (tipe 1-2), normal (tipe

3-6), dan cair (tipe 7)

9. Laktulosa yang digunakan adalah dalam bentuk sirup yang diproduksi oleh Graha Farma, Bekasi-Indonesia dengan nomor POM SD.041617541

10. Sinbiotik yang digunakan adalah dalam bentuk kapsul yang berisi

Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum 5x109

11. Plasebo adalah kapsul yang berisi maltodextrin dengan sediaan yang dibuat dengan warna dan bentuk yang mirip dengan sinbiotik dan tidak mengandung zat aktif. Plasebo disiapkan oleh PT. Kalbe Farma

CFU, FOS 15% yang berasal dari Winclove Bio Industries BV, Amsterdam-Netherlands, di import oleh: PT. Kalbe Farma Tbk, Bekasi-Indonesia dengan nomor POM SI.054 320 781

(52)
(53)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

4.1 Data Demografik dan Karakteristik Sampel

(54)
[image:54.595.118.517.213.581.2]

Gambar 4.1 Alur penelitian

Gambar 4.1 Diagram CONSORT

1112 subyek

17 subyek tidak mendapatkan persetujuan

Jumlah sampel 67 subyek

36 subyek mendapatkan Laktulosa dan Sinbiotik

31 subyek mendapatkan Laktulosa dan Plasebo 84 subyek dengan konstipasi fungsional

(55)
[image:55.595.114.561.194.320.2]

Tabel 4.1.Karakteristik dasar subyek penelitian

Karakteristik Responden Laktulosa dan Sinbiotik n = 36

Laktulosa dan Plasebo n = 31

Jenis Kelamin, n (%)

Laki-laki 21 (58.3) 18 (58.1)

Perempuan 15 (41.7) 13 (41.9)

Umur, rerata (SB), tahun Berat Badan, rerata (SB), kg Tinggi Badan, rerata (SB), cm

10.4 (1.20) 30.4 (5.81) 132.1 (6.10)

11 (0.93) 31.9 (7.41) 136.1 (4.49) BB/TB, rerata (SB), % 106.9 (12.19) 102.5 (16.25)

(56)
[image:56.595.110.516.236.411.2]

4.2. Data Frekuensi BAB

Tabel 4.2. Rerata frekuensi BAB antara kelompok yang memperoleh laktulosa dan sinbiotik dengan laktulosa dan plasebo

Frekuensi BAB, rerata, (SB), kali/hari

Laktulosa dan Snbiotik

n = 36

Laktulosa dan Plasebo

n = 31

P

Sebelum terapi 0.1 (0.38) 0.1 (0.34) 0.669

Hari ke-2 setelah terapi 0.4 (0.50) 0.2 (0.46) 0.131

Hari ke-5 setelah terapi 0.6 (0.66) 0.5 (0.62) 0.368 Hari ke-8 setelah terapi 0.6 (0.63) 0.4 (0.50) 0.047 Hari ke-10 setelah

terapi 0.7 (0.60) 0.1 (0.34)

0.0001

Hari ke-14 setelah

terapi 1 (0) 0.1 (0.30)

0.0001

(57)
[image:57.595.116.529.212.519.2]

4.3 Data Konsistensi Tinja

Gambar 4.2. Perbedaan konsistensi tinja antara kelompok yang memperoleh laktulosa dan sinbiotik dengan laktulosa dan plasebo

Dari hasil analisis menggunakan uji kai-kuadrat ditemukan perbedaan yang signifikan terhadap konsistensi tinja pada kelompok intervensi (laktulosa dan sinbiotik) dengan kelompok kontrol (laktulosa dan plasebo) pada pengamatan hari ke-8, hari ke-10,dan hari ke-14 (P< 0.05).

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Normal Keras Tidak BAB hari ke-2 setelah terapi (b) hari ke-8 setelah terapi (d) hari ke-5 setelah terapi (c) hari ke-14 setelah terapi (f) hari ke-10 setelah terapi (e) K o n sis te n si t in ja, n (% )

(a) P= 0.797

(b) P= 0.057

(c) P= 0.153

(d) P= 0.0001

(e) P= 0.0001

(f) P= 0.0001

1: Kelompok Intervensi 2: Kelompok kontrol

(58)
[image:58.595.116.530.165.472.2]

Gambar 4.3. Perbedaan nyeri perut antara kelompok yang memperoleh laktulosa dan sinbiotik dengan laktulosa dan plasebo

Dari hasil analisis ditemukan perbedaan yang signifikan terhadap nyeri perut pada kelompok intervensi (laktulosa dan sinbiotik) dengan kelompok kontrol (laktulosa dan plasebo) pada pengamatan hari 8, hari ke-10,dan hari ke-14 (P< 0.05).

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2

Nyeri sedang

Nyeri ringan

Tidak nyeri (a) P= 0.705

(b) P= 0.124

(c) P= 0.348

(d) P= 0.0001

(e) P= 0.0001

(f) P= 0.0001

N y e ri pe rut, n( % ) hari ke-2 setelah terapi (b) hari ke-8 setelah terapi (d) hari ke-5 setelah terapi (c) hari ke-14 setelah terapi (f) hari ke-10 setelah terapi (e) Sebelum terapi (a)

(59)

BAB 5 PEMBAHASAN

Sebagian besar konstipasi pada anak, yaitu sekitar 95%, merupakan konstipasi fungsional dimana tidak ditemukannya kelainan patologis atau penyebab organik yang mendasarinya.5 Penyebab tersering konstipasi fungsional pada anak adalah menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya karena konsistensi feses yang keras.6

Sistematik review dari 18 studi dilaporkan bahwa prevalensi konstipasi pada anak berkisar antara 0,7% sampai 29,6%.3 Studi longitudinal pada anak usia 9 sampai 11 tahun yang dilakukan di Amerika didapatkan prevalensi anak yang menderita konstipasi adalah sebesar 18%,17

Diagnosis konstipasi fungsional adalah menggunakan kriteria Rome III dengan menyingkirkan adanya kelainan organik dengan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang yang diduga mempunyai penyebab organik.

sedangkan penelitian kami pada SDN 1 Blangkejeren, SDN 2 Blangkejeren, dan SDN 3 Blangkejeren dengan usia rerata yang hampir sama mendapatkan prevalensi sebesar 7,5% (84 siswa yang memenuhi kriteria Rome III dari total 1112 siswa).

(60)

konstipasi fungsional dan menggunakan alarm symptoms untuk menyingkirkan konstipasi akibat kelainan organik.

Tatalaksana konstipasi fungsional meliputi faktor farmakologi dan non farmakologi. Penanganan lebih awal dapat meningkatkan kemungkinan penyembuhan total dari gejala konstipasi fungsional.4 Sistematik review dari 14 studi prospektif pada tahun 2009 didapatkan hasil bahwa onset konstipasi antara usia 1 sampai 4 tahun tidak berhubungan penyembuhan, sedangkan onset pada usia 4 tahun atau lebih memiliki hubungan yang baik pada penyembuhan konstipasi.21 Tatalaksana farmakologi konstipasi fungsional meliputi evakuasi feses dan terapi rumatan.1,4-6 Obat-obatan yang biasa diberikan pada terapi rumatan adalah laksansia, yang bertujuan agar anak dapat defekasi 1-2 kali sehari.1,5,6. Laktulosa adalah salah satu jenis laksansia osmotik yang aman diberikan pada anak dalam jangka panjang.2

Ada beberapa kemungkinan mengapa probiotik mungkin memiliki potensial terapi pada pengobatan konstipasi.Pertama terdapat laporan yang menjelaskan perbedaan pada mikrobiota usus antara orang sehat dan pasien dengan konstipasi kronis. Kedua, penelitian yang dilakukan pada pemberian B lactis pada populasi sehat dan pada pasien konstipasi terdapat penurunan masa transit usus. Probiotik juga akan menurunkan

(61)

literatur yang menerangkan secara jelas bagaimana prebiotik dapat mengatasi konstipasi, tetapi melalui proses fermentasi prebiotik, maka akan terjadi stimulasi terhadap pertumbuhan bakteri probiotik dan hasil akhir fermentasi akan menghasilkan short-chain fatty acids (SCFA), gas H2, dan CH4 yang akan mengurangi masa transit hasil pencernaan di

usus.8 Hanya sedikit penelitian mengenai peran sinbiotik terhadap konstipasi pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Amenta pada orang dewasa sebanyak 297 orang yang menderita konstipasi dengan pemberian Bifidobacteriumlongum W11 dan FOS Actilight selama 60 hari pengamatan diperoleh hasil bahwa pemberian sinbiotik efektif terhadap pengobatan konstipasi.

Pada penelitian sebelumnya, pada 40 jam pengamatan yang dilakukan pada anak 6 bulan sampai dengan 14 tahun sebanyak 41 anak yang menderita konstipasi yang diberikan FOS dan 1x10

35

9 CFU probiotik

yang terdiri dari Lactobacillus, Bifidobacterium dan

(62)

perbedaan signifikan terhadap frekuensi dan konsistensi feses, tetapi nyeri perut lebih sedikit pada kelompok Lcr35.37

Pada penelitian yang dilakukan oleh Coccorullo dkk mengenai efek pemberian bakteri L. reuteri pada bayi dengan konstipasi fungsional diperoleh hasil bahwa pemberian L. reuteri akan meningkatkan frekuensi tetapi tidak memperbaiki konsistensi dan nyeri.38 Penelitian yang dilakukan oleh Ribeiro pada anak dihasilkan bahwa dengan pemberian polydextrose

dan galactooligosaccharides yang ditambahkan pada susu formula lanjutan akan meningkatkan frekuensi defekasi dibandingkan dengan kelompok kontrol.11 Pengamatan pada 7 hari pemberian

short-chain-fructo-oligosaccharide didapatkan hasil bahwa meningkatnya

bifidobakteria feses secara signifikan terjadi pada hari ke-8.

Penelitian kami adalah uji klinis acak tersamar ganda pada anak dengan konstipasi fungsional. Penelitian kami menggunakan sinbiotik yang terdiri dari 2 jenis probiotik yaitu Lactobacillus acidophilus dan

Bifidobacterium longumdan prebiotik FOS 15% yang diberikan selama satu minggu sebagai terapi tambahan pada terapi rumatan konstipasi fungsional anak untuk meningkatkan efek laksatif dimana diperoleh hasil adanya perbedaan yang signifikan pada frekuensi BAB, konsistensi feses, dan nyeri perut pada tiap pengamatan di minggu kedua antara kelompok sinbiotik dan kelompok kontrol. Belum ada penelitian yang membandingkan jumlah jenis probiotik dalam penanganan konstipasi.

(63)

pada dosis dan pH lambung.40 Penelitian ini menggunakan probiotik dosis yang cukup untuk berkolonisasi di kolon dan pemberiannya bersamaan dengan prebiotik yang selain berfungsi sebagai bahan fermentasi bakteri probiotik juga sebagai pelindung bakteri probiotik saat melewati saluran pencernaan.8

(64)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pemberian laktulosa dan sinbiotik pada anak yang menderita konstipasi fungsional menunjukkan perbedaan keberhasilan terapi yang bermakna dibandingkan dengan pemberian dengan laktulosa dan plasebo, dimana didapati peningkatan frekuensi buang air besar, perubahan konsistensi tinja, dan perubahan intensitas nyeri yang signifikan.

6.2. Saran

(65)

RINGKASAN

Konstipasi merupakan masalah kesehatan yang masih cukup tinggi pada anak, yang pada umumnya menimbulkan gejala berupa cemas sewaktu defekasi oleh karena rasa nyeri yang dirasakan, nyeri perut kronis, sampai keadaan penurunan nafsu makan. Penyebab tersering konstipasi fungsional pada anak adalah menahan defekasi akibat pengalaman nyeri pada defekasi sebelumnya karena konsistensi feses yang keras Studi longitudinal pada anak usia 9 sampai 11 tahun yang dilakukan di Amerika didapatkan prevalensi anak yang menderita konstipasi adalah sebesar 18%,sedangkan penelitian kami pada SDN 1 Blangkejeren, SDN 2 Blangkejeren, dan SDN 3 Blangkejeren dengan usia rerata yang hampir sama mendapatkan prevalensi sebesar 7,5% (84 siswa yang memenuhi kriteria Rome III dari total 1112 siswa).

(66)

kelangsungan hidup organisme probiotik.Suatu studi klinis acak terkontrol tersamar ganda pada tahun 2007 yang membandingkan pemberian sinbiotik dengan makanan berserat selama satu minggu didapatkan nilai proporsi perbaikan konsistensi feses pada kelompok yang diberikan sinbiotik adalah sebesar 86%, hal ini menunjukkan bahwa pemberian sinbiotik lebih efektif dibandingkan makanan berserat.Penelitian kami adalah uji klinis acak tersamar ganda pada anak dengan konstipasi fungsional di SDN 1 Blangkejeren, SDN 2 Blangkejeren, dan SDN 3 Blangkejeren, Kecamatan Gayo Lues, Aceh. Dari 1112 anak, terdapat 84 anak menderita konstipasi, tetapi hanya 67 anak yang bersedia mengikuti penelitian (kelompok sinbiotik n= 36 anak, dan kelompok plasebo n= 31 anak). Didapatkan perbedaan rerata frekuensi BAB, konsistensi tinja, dan nyeri perut yang signifikan antara kelompok intervensi (laktulosa dan sinbiotik) dengan kelompok kontrol (laktulosa dan plasebo) pada tiap pengamatan di minggu kedua setelah terapi (P< 0.05).

Dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi laktulosa dan sinbiotik pada anak yang menderita konstipasi fungsional terbukti efektif dalam mengurangi keparahan konstipasi fungsional pada anak sehingga bermanfaat dalam tatalaksana konstipasi fungsional pada anak.

(67)

Constipation is a common problem that is still quite high in children, who generally cause symptoms of anxiety during defecation because of the perceived pain, chronic abdominal pain, and decreased appetite. The most common cause of functional constipation in children is due to hold a bowel movement prior experience pain on defecation. Longitudinal studies in children aged 9 to 11 years old performed in the United States, the prevalence of children who suffer constipation is 18 %, whereas our research on SDN 1 Blangkejeren, SDN 2 Blangkejeren and SDN 3 Blangkejeren with a mean age of nearly the same, found prevalence of 7.5 % (84 students who meet Rome III criteria of total 1112 students).

(68)

SDN 3 Blangkejeren, district Gayo Lues, Aceh . Of the 1112 children, there are 84 children with constipation, but only 67 children were willing to follow the study (n = 36 children of synbiotic group, and n = 31 children of the placebo group). This study found significant mean differences of frequency , stool consistency , and abdominal pain in the intervention group ( lactulose and synbiotic ) with the control group ( lactulose and placebo ) on every observation day after treatment (P<0.05).

(69)

DAFTAR PUSTAKA

1. Prasetyo D. Konstipasi pada anak. Dalam: Sinuhaji AB, Lubis M, Supriatmo, Nafianti S, Lubis BM, Lubis M, penyunting. From basic to community. Badan Koordinasi Gastroenterologi Indonesia (BKGAI). Medan;2010.h.55-63

2. Van den berg MM, Benninga MA, Di Lorenzo C. Epidemiology of childhood constipation: A systematic review. American Journal of Gastroenterology 2006;101:2401-09

3. Biggs WS, Dery WH. Evaluation and treatment of constipation in infants and children. Am Fam Physician. 2006;73:469-77,470-80,481-2,469-77

4. Gutierrez C, Marco A, Nogales A, Tebar R. Total and segmental colonic transit time and anorectalmanometry in children with chronic idiopathic constipation. J. Pediatr Gastroenterol Nutr. 2002;35(1):31-8 5. Firmansyah A. Konstipasi pada anak. Dalam: Jufrie M, Soenarto YS,

Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani SN. Gastroenterologi-Hepatologi. Cetakan Kedua. IDAI;2011.h.201-13

6. Dupont C. PEG versus lactulose in childhood constipation. J. Pediatr Gastroenterol Nutr. 2004;39(1):S553

7. Salminen S, Bouley, Ruault MCB, Cummings JH, Franck A, Gibson GR, Isolauri E, et al. Functional food science and gastrointestinal physiology and function. British Journal of Nutrition. 1998;80:S147-71 8. Cummings JH, Macfarlane GT. Gastrointestinal effects of prebiotics.

British Journal of Nutrition. 2002;87(2):S145–51

9. Sekhon BS, Jairath S. Prebiotics, probiotics and synbiotics: an overview. J Pharm Educ Res. 2010;1:13-36

10. Roberfroid M. Prebiotics: The concept revisited. J.Nutr. 2007;137:830S–37S

11. Ribeiro TCM, Ribeiro HC, Almeida PS, Pontes MV, Leite MEQ, Filadelfo LR, et al. Stool pattern changes in toddlers consuming a follow-on formula supplemented with polydextrose and galactooligosaccharides. JPGN. 2012;54(2):288-91

12. Collins MD, Gibson GR. Probiotics, prebiotics, and synbiotics: approaches for modulating the microbial ecology of the gut. Am J Clin Nutr. 1999;69:1052S–7S

(70)

15. Loening-Baucke V. Prevalence rates for constipation and faecal and urinary incontinence. Arch Dis Child. 2007;92:486-89

16. Lee WTK, Ip KS, Chan JSH, Lui NWM, Young BWY. Increased prevalence of constipation in pre-school is attributable to under-consumption of plant foods: A community-based study. J. Paediatr Child Health. 2008;4:170-75

17. Saps M, Sztainberg M, Di Lorenzo C. A prospective community-based study of gastroenterological symptoms in school-age children. JPGN. 2006;43:477-82

18. Farnam A, Rafeey M, Farhang S, Khodjastejafari S. Functional constipation in children: does maternal personality matter?.Italian Journal of Pediatrics. 2009;35:1-4

19. Boediarso A. Sakit perut pada anak. Dalam: Juffrie M, Sunarto SS, Oswari H, dkk. Penyunting. Buku Ajar Gastroenterologi-hepatologi. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI,2010.h.149-65

20. Richmond JP, Wright ME. Development of a constipation risk assesment scale. Elsevier.2005;9:37-48

21. Pijpers MAM, Bongers MEJ, Benninga MA, Berger MY. Functional constipation in children: a systematic review on prognosis and predictive factors. JPGN. 2010;50:256-68

22. Suskovic J, Kos B, Goreta J, Matosic S. Role of lactic acid bacteria and bifidobacteria in synbiotic effect. Food technol. biotechnol. 2001;39:227–35

23. Chmielewska A, Szajewska H. Systematic review of randomised controlled trials: probiotics for functional constipation. World J Gastroenterol. 2010;16:69-75

24. Chakraborti CK, The status of synbiotics in colorectal cancer. Life Science and Medicine Research. 2011;LSMR-20:1-15

25. Cashman K. Prebiotics and calcium bioavailability. Curr. Issues Intest. Microbiol. 2003;4: 21-32

26. Ogueke CC, Owuamanam CI, Ihediohanma NC, Iwouno JO. Probiotics and prebiotics: unfolding prospects for better human health. Pak. J. Nutr. 2010;9:833-43

27. Langlands SJ, Hopkins MJ, Coleman N, Cummings JH. Prebiotic carbohydrates modify the mucosa associated microflora of the human large bowel. Gut. 2004;53:1610–16

28. Kaur N, Gupta AK. Applications of inulin and oligofructose in health and nutrition. J.Biosci. 2002;27:703-14

29. Coxam V. Current data with inulin-type fructans and calcium, targeting bone health in adults. J.Nutr. 2007;137:2527S–33S

30. Kleessen B, Hartmann L, Blaut M. Oligofructose and long-chain inulin: influence on the gut microbial ecology of rats associated with a human faecal flora. British Journal of Nutrition. 2001;86:291–300

(71)

32. Femia AP, Luceri C, Dolara P, Giannini A, Biggeri A, Salvadori M, et al. Antitumorigenic activity of the prebiotic inulin enriched with oligofructose in combination with the probiotics

Lactobacillusrhamnosus and Bifidobacterium lactis on azoxymethane-induced colon carcinogenesis in rats. Carcinogenesis. 2002;23:1953– 60

33. Thomas DW, Greer FR. Probiotics and prebiotics in pediatrics. Pediatrics. 2010;126:1217–31

34. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto, 2008. h. 302-30

35. Amenta M, Cascio MT, Fiore PD, Fenturin I. Diet and chronic constipation. benefits of oral supplementation with symbiotic zir fos (Bifidobacterium longum W11 + FOS Actilight). Acta Biomed. 2006;77:157-62

36. Banaszkiewicz A, Szajewska H. Ineffectiveness of Lactobacillus GG as an adjunct to lactulose for the treatment of constipation in children: a double-blind, placebo-controlled randomized trial. J Pediatr. 2005;146(3):364-9

37. Bu LN, Chang MH, Ni YH, Chen HL, Cheng CCl. Lactobacillus casei rhamnosus Lcr35 in children with chronic constipation. Pediatr Int. 2007;49(4):485-90

38. Cocorullo P, Strisciuglio C, Martinelli M, Miele E, Greco L, Staiano Al. Lactobacillus reuteri (DSM 17938) in infants with functional chronic constipation: a double-blind, randomized, placebo-controlled study. J Pediatr. 2010;157(4);598-602

39. Bouhnik Y, Vahedi K, Achour L, Attar A, Salfati J, Pochart P, et al. Short chain fructo oligosaccharide administration dose-dependently increase fecal bifidobacteria in healthy humans. J Nutr.1999;129:113-6 40. Boyle RJ, Robins-Browne RM, LK Tang L, Probiotic use in clinical

(72)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Pantas Martin Riwanto Saing

Jabatan :Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU 2. Supervisor

1. Prof.Dr. Atan Baas Sinuhaji,SpA(K) 2. Dr. Supriatmo, SpA(K)

3. Dr. Melda Deliana, SpA(K) 3. Anggota penelitian

1. dr. Marlina Tanjung 2. dr. Syaiful Arif Miraza

2. Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu September 2012 Oktober-November 2012 Desember 2012 - Februari 2013 Maret 2013 Persiapan Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan

3. Perkiraan biaya

(73)

4. Lembar Penjelasan Yth Bapak/ Ibu……

1. Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan

surat tugas dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama

saya dokter Pantas Martin Riwanto Saing, bertugas di divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan. Saat ini, kami sedang melaksanakan penelitian tentang manfaat laktulosa dan sinbiotik pada anak yang menderita konstipasi fungsional.

2. Kami berencana untuk mengobati anak Bapak / Ibu dengan memberikan obat sirup Laktulosa dan kapsul Sinbiotik. Dari penelitian didapatkan bahwa pemberian laktulosa dan sinbiotik akan memberikan efek yang baik dalam mengatasi gejala konstipasi. Hanya saja penelitian tersebut dilaksanakan di luar negeri. Saat ini saya mencoba untuk melakukan penelitian ini.

3. Pada penelitian ini akan dilakukan, penimbangan berat badan, pemberian catatan harian frekuensi, konsistensi, efek samping serta kuisoner untuk mengetahui anak yang menderita konstipasi. Pada anak yang menderita konstipasi, akan diberikan obat sirup Lactulaxdan kapsul Synbio selama satu minggu. Sirup Lactulax diminum dua kali sehari sedangkan kapsul Synbio dimakan satu kali sehari.Pemantauan dilakukan pada minggu pertama dan minggu keempat.

4. Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diobati dengan obat tersebut, maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

5. Bapak/ Ibu serta putri anda bebas menolak ikut atau mengundurkan diri dalam penelitian ini. Semua data penelitian akan diperlakukan secara rahasia, sehingga tidak memungkinkan orang lain mengetahui data penderita. Semua biaya penelitian akan ditanggung oleh peneliti. 6. Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu,

(74)

5. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P Alamat : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pengobatan konstipasi fungsional terh

Gambar

Gambar 2.1. Faktor-faktor risiko konstipasi pada anak20
Tabel 2.2. Obat yang digunakan untuk evakuasi feses.1
Tabel 2.3. Laksansia untuk pengobatan konstipasi pada anak.1
Tabel 2.5. Klasifikasi karbohidrat sebagai colonic food dan prebiotik.26
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dalam penulisan ilmiah ini penulis menggunakan program aplikasi Macromedia Flash MX 2004, software berbasis animasi vektor yang dapat digunakan untuk menghasilkan animasi

Studi terdahulu menunjukkan terdapat hubungan positif signifikan antara locus of control eksternal dengan penerimaan auditor atas perilaku audit disfungsional

Dalam sistem akuntansi penggajian dan pengupahan, fungsi akuntansi bertanggung jawab untuk mencatat kewajiban yang timbul dalam hubungannya dengan pembayaran gaji

Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada waktu pembekuan dan kadar SGOT pada berbagai derajat ulkus diabetikum.. Akan tetapi perbedaan tidak dijumpai

Nilai koefisien determinasi adalah sebesar 0,546 yang berarti variasi perubahan turnover intention Belle View Hotel Semarang dipengaruhi kepuasan kerja, pengembangan

Analisis linear berganda digunakan untuk menguji pengaruh manajemen laba pada saat, dan 4 tahun setelah IPO terhadap reaksi investor yang diukur dengan menggunakan CAR dan

(See additional guidelines in the full text of the American Sociological Association Style