• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan limbah kaleng sebagai bahan dasar koagulan berbasis aluminium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan limbah kaleng sebagai bahan dasar koagulan berbasis aluminium"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH KALENG SEBAGAI BAHAN

DASAR KOAGULAN BERBASIS ALUMINIUM

ADIT YULIANSYAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah Kaleng sebagai Bahan Dasar Koagulan Berbasis Aluminium adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Adit Yuliansyah

(4)
(5)

ABSTRAK

ADIT YULIANSYAH. Pemanfaatan Limbah Kaleng sebagai Bahan Dasar Koagulan Berbasis Aluminium. Dibimbing oleh BETTY MARITA SOEBRATA dan MOHAMMAD KHOTIB.

Limbah kaleng minuman banyak ditemukan di lingkungan. Pemanfaatan kembali limbah kaleng ini dapat meningkatkan nilai jual. Kandungan aluminium pada kaleng minuman telah diuji sebelumnya dan menunjukkan kadar sebesar 1.41–16.04%. Kandungan aluminium tersebut menjadikan limbah kaleng berpotensi sebagai bahan dasar koagulan berbasis aluminium. Metode sintesis yang digunakan dalam pembuatan koagulan adalah hidrolisis parsial menggunakan HCl 33% dengan ragam waktu polimerisasi 24 dan 48 jam serta persentase kaleng 5 dan 10% sehingga didapat 4 macam koagulan sintetis. Mutu koagulan sintetis berdasarkan SNI 06-3822-1995 secara umum belum memenuhi syarat mutu SNI. Pencirian gugus fungsi koagulan hasil sintesis dan komersial menggunakan spektroskopi inframerah. Puncak serapan pada koagulan sintetis, yaitu 3518.16, 1631.78, dan 1168.86 cm-1 dan hampir menyerupai polialuminium klorida komersial, yaitu 3452.58, 1627.92, dan 3070.68 cm-1. Kinerja koagulan diujikan pada air limbah industri dalam berbagai nilai pH, yaitu 6, 7, 8, dan 9. Kinerja paling efektif pada setiap koagulan ditunjukkan pada kondisi pH 9. Koagulasi dari limbah kaleng minuman yang dibuat dengan metode hidrolisis parsial menggunakan HCl mampu menurunkan kekeruhan lebih dari 95%.

Kata kunci: metode jar, koagulan, limbah kaleng, polialuminium klorida

ABSTRACT

ADIT YULIANSYAH. Utilization of Waste Cans as Raw Material for Aluminium- Based Coagulant. Supervised by BETTY MARITA SOEBRATA and MOHAMMAD KHOTIB.

Wastes of canned drink were found abundantly in the environment. Utilization of this waste can increase the value of the waste. This type of can has been tested previously and showed the aluminum contents of 1.41–16.04%. The aluminium content indicates its potential to be used as raw material for aluminum-based coagulant. The synthesis method used for producing coagulant was partial hydrolysis using HCl 33% with various polymerization times of 24 and 48 hours and components of 5 and 10%, giving 4 kinds of synthetic coagulant. The synthetic coagulants characterized based on SNI 06-3822-1995 showed that the results did not meet the requirements of SNI-quality. The peaks of infrared absorption on the synthetic coagulants were 3518.16, 1631.78, and 1168.86 cm-1 and almost resemble the commercial polyaluminium chloride which are 3452.58, 1627.92, and 3070.68 cm-1. Performance test of the coagulant on some textile industry wastewater had been tested at pH 6, 7, 8, and 9. The most effective performance from each coagulant was shown at pH 9. Coagulation of the waste cans made by partial hydrolysis method using HCl was able to reduce turbidity of more than 95%.

(6)
(7)

PEMANFAATAN LIMBAH KALENG SEBAGAI BAHAN

DASAR KOAGULAN BERBASIS ALUMINIUM

ADIT YULIANSYAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Kaleng sebagai Bahan Dasar Koagulan Berbasis Aluminium

Nama : Adit Yuliansyah NIM : G44080099

Disetujui oleh

Betty Marita Soebrata, SSi, MSi Pembimbing I

Mohammad Khotib, SSi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 ini ialah pemanfaatan limbah dengan judul Pemanfaatan Limbah Aluminium sebagai Bahan Dasar Koagulan Berbasis Aluminium.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Betty Marita Soebrata, SSi MSi dan Bapak Mohammad Khotib, SSi MSi selaku pembimbing. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mail yang telah membantu selama penelitian dilakukan dalam mempersiapkan alat yang dibutuhkan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta Arini Khairiyah, atas segala doa dan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga disampaikan untuk rekan kerja penelitian saya, yaitu Ratna Anggun K dan Nuraida atas segala saran dan masukan terkait penelitian. Selain itu, tidak lupa rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada teman-teman di Departemen Kimia IPB angkatan 45. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Hasil Preparasi dan Pembuatan PAC 5

Pencirian PAC menggunakan FTIR 6

Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995 7

Uji Efektivitas Koagulan 8

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

(13)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi dan waktu polimerisasi masing-masing jenis PAC 3 2 Perbandingan syarat mutu PAC sintetis dan komersial 7 3 Hasil penurunan kekeruhan air limbah tekstil 11

DAFTAR GAMBAR

1 Proses hidrolisis tawas (atas) dan PAC (bawah) 1

2 Reaksi pembentukan PAC 5

3 Ciri fisik PAC sintetis 6

4 Hasil analisis metode jar PAC A 9

5 Hasil analisis metode jar PAC B 9

6 Hasil analisis metode jar PAC C 10

7 Hasil analisis metode jar PAC D 11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 14

2 Pencirian PAC menggunakan FTIR 15

3 Kadar Aluminium PAC hasil sintesis 16

4 Hasil analisis kadar klorida pada PAC 17

5 Hasil pengukuran bobot jenis pada PAC 18

6 Hasil analisis basisitas pada PAC 19

7 Data analisis metode jar PAC A 20

8 Data analisis metode jar PAC B 21

9 Data analisis metode jar PAC C 22

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Limbah kaleng banyak ditemukan di lingkungan, salah satunya adalah limbah kaleng minuman. Pemanfaatan kembali limbah tersebut selain mengurangi pencemaran lingkungan juga dapat menambah nilai ekonomis, terutama perolehan kembali dari logam-logam yang terkandung seperti aluminium, seng, timah, atau besi (Manurung et al. 2010). Kadar logam aluminium dalam lima jenis kaleng minuman yang berbeda telah diukur sebelumnya dan mengandung logam aluminium yang berkisar 1.41–16.04%. Kandungan aluminium dalam limbah kaleng tersebut memiliki potensi untuk dijadikan bahan baku koagulan berbasis aluminium. Salah satu koagulan yang telah berhasil dibuat adalah aluminium sulfat (tawas) oleh Manurung et al. (2010). Koagulan merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga menyebabkan terjadinya pembentukan flok (Suci 2006).

Koagulan lain yang berbasis aluminium selain aluminium sulfat salah satunya adalah polialuminium klorida (PAC) yang penggunaannya lebih luas dibandingkan aluminium sulfat dalam proses pengolahan air baku maupun air limbah (Zouboulis et al. 2010). Rumus umum PAC adalah [Aln(OH)mCl3n-m]y

serta memiliki bentuk padat dan cair, sedangkan wujud fisik PAC cair berwarna kuning jernih. PAC memiliki keunggulan dibandingkan aluminium sulfat, yaitu tingkat korosivitas yang lebih rendah karena tidak mengandung sulfat pada pengolahan air baku maupun air limbah (Budiman 2008). Selain itu, penurunan tingkat keasaman pada air pengolahan tidak menurun tajam dibandingkan menggunakan aluminium sulfat. Gebbie (2006) menunjukkan bahwa saat terjadi proses hidrolisis PAC hanya dilepas 1 ion hidrogen, berbeda dengan tawas yang melepas 6 ion hidrogen saat proses hidrolisis (Gambar 1).

Gambar 1 Proses hidrolisis tawas (atas) dan PAC (bawah)

Teknik pembuatan PAC dalam bidang penelitian telah banyak dilakukan, yaitu dengan metode spesiasi kolorimetri (Shen et al. 1998), baking process

(Wang et al. 2010), dan reaktor membran (Fei et al. 2004). Namun, teknik tersebut membutuhkan biaya peralatan yang mahal sehingga dibutuhkan alternatif metode sederhana agar didapat biaya yang lebih murah. Gao et al. (2005) menunjukkan bahwa PAC dapat disintesis dengan metode hidrolisis parsial menggunakan HCl dan Na2CO3 pada proses polimerisasinya.

Bahan baku PAC umumnya adalah AlCl3 tetapi harga bahan baku tersebut

tergolong mahal. Penggunaan bahan baku alternatif yang berasal dari limbah telah dilakukan sebelumnya, yaitu dengan memanfaatkan limbah cair industri logam aluminium. Rinaldi (2009) menunjukkan bahwa PAC berhasil dibuat dengan memanfaatkan kembali logam aluminium yang terkandung dalam limbah cair tersebut untuk dijadikan monomer pembentuk PAC berupa AlCl3 dan selanjutnya

dilakukan polimerisasi.

[Al2(OH)5]+ + H2O + → 2Al(OH)3 + H+ +

(16)

2

Pemanfaatan bahan dasar yang murah dan teknik yang sederhana dalam mengolah kembali limbah kaleng minuman menjadi koagulan diharapkan akan menambah nilai jual dan mengurangi jumlah limbah yang ada. Pada penelitian ini dibuat koagulan berbasis aluminium dengan memanfaatkan kaleng minuman bekas dengan metode hidrolisis parsial menggunakan HCl dengan variasi waktu polimerisasi 24 dan 48 jam. Selain itu, dilakukan pencirian berdasarkan SNI 06-3822-1995 serta kinerja koagulan terhadap penurunan tingkat kekeruhan limbah cair tekstil pada berbagai pH lingkungan dan konsentrasi PAC.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan meliputi kaleng minuman bekas, HCl 33%, Na2CO3 25%, PAC-komersial, NaOH 10%, KF 50%, kaolin 320 mesh, HNO3

pekat, indikator merah metil, paint remover, H2SO4 98%, K2CrO4 5%, dan AgNO3

0.1 N.

Alat-alat yang digunakan meliputi Turbidimeter 2100P, pengaduk magnet, pH meter Eutech pH 510, AAS Shimadzu 7000, Spektrofotometer FTIR Prestige 21 Shimadzu, IKA RW 20 digital stirer, dan alat gelas umum laboratorium.

Prosedur Penelitian

Metode penelitian mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang dilakukan dalam 3 tahapan. Tahap pertama adalah preparasi kaleng minuman bekas. Tahap kedua adalah pembuatan koagulan dan pencirian berdasarkan SNI 06-3822-1995 yang meliputi penentuan kadar aluminium, basisitas, bobot jenis, pH, dan kadar klorin. Tahap ketiga adalah optimasi koagulan dan aplikasi koagulan menggunakan metode jar.

Preparasi Kaleng Minuman

Cat pada kaleng minuman bekas dihilangkan dengan cara mengoleskan

paint remover. Kaleng didiamkan hingga cat menggelembung. Saat cat mulai terkelupas, lalu dibersihkan dengan kain untuk mempercepat proses pelepasan cat dan dibersihkan dengan air. Kaleng dikeringkan untuk menghilangkan sisa air yang menempel. Limbah kaleng yang sudah dibersihkan kemudian digunting menjadi bagian kecil (1×1 cm) sebelum digunakan sebagai bahan dasar pembuatan PAC.

Pembuatan PAC (Gao et al. 2005)

Sebanyak 4 jenis PAC sintetis disiapkan, yaitu A, B, C, dan D. PAC sintetis dibuat dengan memvariasikan volume penambahan asam klorida dan waktu polimerisasi pada tahap polimerisasi seperti pada Tabel 1. Penambahan Na2CO3

(17)

3

Tabel 1 Komposisi dan waktu polimerisasi masing-masing jenis PAC

Jenis PAC

Analisis menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada PAC hasil sintesis yang selanjutnya dibandingkan dengan PAC komersial. Penentuan spektra IR dilakukan pada rentang panjang gelombang 4000–400 cm-1 dengan resolusi 8 (1/cm). Preparasi dilakukan dengan mencampurkan sampel PAC dengan serbuk KBr.

Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995 (BSN 1995)

Pengukuran Bobot Jenis. Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong dan dicatat bobotnya, lalu PAC dimasukkan secara perlahan untuk menghindari adanya gelembung. Piknometer ditutup kembali hingga PAC keluar melalui lubang bagian atas piknometer. Piknometer yang berisi PAC ditimbang kembali. Pengukuran dilakukan secara triplo.

Pengukuran Kadar Aluminium dalam PAC. Kandungan logam aluminium dalam PAC ditentukan menggunakan AAS. PAC A dan C dilarutkan dengan akuades dan diencerkan 2500 kali, sedangkan PAC B dan D diencerkan 100 kali. Larutan PAC masing-masing selanjutnya dianalisis menggunakan AAS pada panjang gelombang 309.3 nm. Penentuan kadar aluminium untuk masing-masing PAC dilakukan secara duplo.

Pengukuran Kadar Klorida. PAC sintetis ditimbang sebanyak 1 gram, lalu ditambahkan 50 ml air dan 10 ml H2SO4 pekat. Larutan kemudian dipanaskan

hingga larut sempurna dan didinginkan. Larutan ditepatkan dalam labu ukur 250 ml dengan akuades. Selanjutnya diambil sebanyak 25 ml larutan ke dalam Erlenmeyer 250 ml kemudian diasamkan dengan beberapa tetes HNO3 sampai

larutan bereaksi asam terhadap merah metil. Larutan dinetralkan kembali menggunakan Na2CO3 dan ditepatkan dengan akuades pada labu takar 100 ml.

Larutan kemudian ditambahkan 1 ml K2CrO4 5% dan dilakukan titrasi dengan

larutan AgNO3 0.1 N hingga berwarna merah kecoklatan. Pengukuran dilakukan

secara triplo.

Keterangan:

(18)

4

Pengukuran pH. Sebanyak 1 ml PAC sintetis dilarutkan dalam 100 ml akuades kemudian diaduk. Elektrode pH meter kemudian dicelupkan ke dalam larutan PAC sintetis. Nilai pH dicatat sesuai angka yang ditampilkan pada pH meter. Pengukuran dilakukan secara triplo.

Pengukuran basisitas. PAC sintetis sebanyak 2 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 30 ml akuades. HCI 0.5 M sebanyak 2l ml kemudian ditambahkan dan dipanaskan selama 10 menit. Setelah dingin ditambahkan 15 ml KF 50% dan ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein. Larutan kemudian dititrasi dengan NaOH 0.5 N hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Blanko dibuat dengan menggunakan aquades.

Basisitas (%) = b a

0.5293 : Faktor konversi aluminium oksida

8.994 : Bobot ekuivalen gugus hidroksil untuk 1 ml larutan 0.5 N NaOH (g) 0.0085 : Ekivalen

17 : Bobot ekuivalen gugus hidroksi

Preparasi Kekeruhan Buatan (Bina 2009)

Air keran sebanyak 1 liter ditambahkan 10 gram kaolin. Air sintetis kemudian diputar selama 1 jam dan didiamkan selama 24 jam. Air yang telah didiamkan selanjutnya digunakan sebagai larutan stok. Air sintetis kemudian dibuat dengan tingkat kekeruhan sebesar 100 NTU sebelum dilakukan analisis menggunakan metode jar.

Penentuan kekeruhan dengan metode jar (Modifikasi Risdianto 2007)

(19)

5

Uji koagulasi pada air limbah

Air limbah diambil masing-masing sebanyak 500 ml dan ditempatkan pada 4 gelas piala berbeda untuk PAC A, B, C, dan D. Dosis terbaik dari masing-masing PAC dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah berisi air limbah tersebut. Pengadukan cepat pada 200 rpm dilakukan selama 1 menit dan pengadukan lambat pada 50 rpm selama 15 menit. Air limbah kemudian didiamkan selama 30 menit. Bagian terjernih dari hasil koagulasi diambil dan diukur tingkat kekeruhan serta penurunan pH setelah ditambahkan koagulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Preparasi dan Pembuatan PAC

Kaleng minuman bekas yang digunakan pada penelitian didapat dari pengumpulan sejumlah kaleng pada beberapa lokasi sekitar kampus IPB. Jenis yang digunakan hanya 1 merk kaleng minuman agar bahan baku homogen. Kaleng masih dalam kondisi utuh, yaitu cat pada kaleng masih menempel sehingga diperlukan preparasi berupa penghilangan lapisan warna dan plastiknya serta pemotongan kaleng. Lapisan warna dihilangkan untuk mendapatkan logam pada kaleng tanpa adanya gangguan zat kimia dari lapisan warna tersebut sehingga saat direaksikan hanya logam pada kaleng yang akan bereaksi (Manurung 2010). Pemotongan kaleng menjadi bagian-bagian kecil sebelum direaksikan bertujuan untuk mempermudah pelarutan sehingga diharapkan logam aluminium yang terkandung dapat bereaksi sempurna dan lebih cepat dalam proses pelarutan. Kaleng yang telah dipreparasi selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan koagulan. Kaleng dilarutkan dalam HCl 33% dan didiamkan selama 24 jam dengan tujuan menyempurnakan pelarutannya. Logam aluminium bersifat amfoter, yaitu dapat direaksikan dengan asam ataupun basa. Pelarutan logam aluminium dalam asam akan mengoksidasi aluminium menjadi bentuk ionnya, yaitu Al3+ (Vogel 1979). Berdasarkan hal tersebut maka logam aluminium yang dilarutkan dengan asam klorida akan menghasilkan larutan AlCl3

yang merupakan monomer dari PAC dan gas hidrogen sebagai hasil sampingnya yang ditandai dengan adanya gelembung saat kaleng dilarutkan dalam asam klorida. Larutan AlCl3 yang terbentuk berupa cairan berwarna kuning jernih. Gao et al. (2005) menunjukkan bahwa penambahan larutan Na2CO3 terhadap AlCl3

akan membentuk polimer berupa PAC dan dihentikan saat tidak terbentuk lagi gelembung gas dan terdapat sedikit endapan (Gambar 2).

2Al + 6HCl 2AlCl3 + 3H2

2AlCl3 + 6H2O + 5/2Na2CO3 Al2(OH)5Cl + 5NaCl + 5/2H2CO3 + H2O

[Al2(OH)5]+ + H2O + → 2Al(OH)3 + H+ +

(20)

6

Penambahan Na2CO3 yang berlebih akan menyebabkan terbentuknya

kembali Al(OH)3 dan menyebabkan larutan PAC tidak stabil (Rinaldi 2009). Hal

ini disebabkan adanya perubahan pH pada pembentukan koagulan ke arah lingkungan yang lebih basa. Pembentukan kompleks polialuminium sangat bergantung pada pH lingkungan dan lebih stabil pada pH sekitar 3 (Gebbie 2006). Larutan PAC didiamkan sebelum dilakukan analisis lanjut bertujuan untuk menyempurnakan polimerisasi. Variasi waktu polimerisasi pada penelitian ini dilakukan selama 24 dan 48 jam untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh waktu terhadap efektivitas koagulan dan pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995. PAC sintetis masing-masing menunjukkan ciri fisik yang sama, yaitu berwarna kuning muda jernih (Gambar 3).

Gambar 3 Ciri fisik PAC sintetis

Hal ini sesuai dengan ciri fisik PAC cair berdasarkan SNI 06-3822-1995 yang menyatakan bahwa PAC cair merupakan senyawa anorganik komplek berwarna kuning jernih (BSN 1995). Pencirian selanjutnya didasarkan pada 5 parameter, yaitu kadar aluminium, kadar klorida, bobot jenis, pH, dan basisitas. Parameter tersebut digunakan guna menunjukkan pengaruh waktu polimerisasi terhadap pencirian PAC sintetis yang dihasilkan berdasarkan SNI 06-3822-1995 tentang syarat mutu PAC.

Pencirian PAC menggunakan FTIR

Spektrum hasil sintesis PAC dengan pencirian FTIR dapat dilihat pada Lampiran 2. Spektra FTIR pada PAC hasil sintesis dan PAC komersial menunjukkan adanya serapan pada daerah bilangan gelombang berturut-turut, yaitu 3518.16 dan 3452.58 cm-1 dari vibrasi ulur gugus OH-hidroksil. Pita serapan pada daerah 1631.78 cm-1 menunjukkan gugus OH yang terikat pada molekul air kristal bebas. Hal tersebut berdasarkan pada pencirian PAC yang dilakukan oleh Tzoupanos et al. (2009) yang menyatakan pita serapan pada panjang gelombang sekitar 1600 cm-1 berkaitan dengan molekul air kristal bebas, sedangkan pada panjang gelombang sekitar 3600–3400 cm-1 menunjukkan adanya gugus-OH yang berinteraksi pada gugus hidroksil, molekul air, ataupun ion-ion natrium. Vibrasi ulur untuk molekul air pada PAC sintetis dan komersial berturut-turut, yaitu pada panjang gelombang 3008.95 dan 3070.68 cm-1. Pita serapan PAC sintetis pada 1168.86 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk Al-OH2, sedangkan pada PAC komersial

tidak menunjukkan gugus tersebut (Tzoupanos et al. 2009). Secara umum, antara PAC sintetis dan PAC komersial menunjukkan gugus yang hampir sama. Hal ini menunjukkan PAC berhasil disintesis dari kaleng minuman bekas.

(21)

7

Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995

Pencirian PAC berdasarkan SNI 06-3822-1995 meliputi kadar aluminium, kadar klorida, bobot jenis, pH, dan basisitas. Pengujian bertujuan untuk mengetahui mutu produk PAC yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah kaleng berbahan dasar aluminium. Variasi waktu polimerisasi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan mengetahui ada atau tidaknya terhadap mutu produk. Perbandingan PAC sintetis dengan parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan syarat mutu PAC sintetis dan komersial

Parameter Satuan SNI (PAC cair) lengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara lama waktu polimerisasi terhadap kadar aluminium, yaitu semakin lama waktu polimerisasi menyebabkan kadar aluminium pada koagulan semakin rendah. Kadar aluminium pada 24 jam lebih besar dibandingkan 48 jam. Hal ini disebabkan terbentuknya endapan berupa Al(OH)3 selama proses

polimerisasi akibat reaksi AlCl3 dan Na2CO3 dalam larutan (Gao et al. 2005).

Kadar aluminium secara umum menunjukkan efektivitas PAC dalam proses penjernihan air karena ion Al3+ merupakan spesi yang berperan dalam pembentukan flok (Praswati et al. 2010). Ion Al3+ yang bermuatan positif akan menggabungkan partikel tersuspensi yang umumnya bermuatan negatif dan saling tolak-menolak sehingga menyebabkan terjadinya penetralan muatan pada suspensi. Partikel yang bergabung tersebut membentuk ukuran yang lebih besar atau disebut flok. Kadar aluminium yang semakin besar dalam PAC menunjukkan bahwa semakin baik koagulan tersebut membentuk flok karena semakin banyak partikel bermuatan negatif yang dapat ditangkap (Zoubulis et al. 2010).

(22)

8

terdapat korelasi positif antara nilai basisitas dengan derajat polimerisasi. Nilai derajat polimerisasi akan semakin besar sebanding nilai basisitas yang semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PAC B dan D adalah koagulan yang lebih stabil dibandingkan A dan C karena memiliki derajat polimerisasi yang lebih besar. Kadar klorida dari tiap koagulan tidak menunjukkan hasil yang berbeda. Nilai pH dan bobot jenis dari masing-masing koagulan secara umum sesuai dengan pencirian berdasarkan SNI 06-3822-1995.

Uji Efektivitas Koagulan

Koagulasi merupakan cara pengolahan air secara kimiawi yang bertujuan menghilangkan kontaminan-kontaminan yang terkandung dalam air dengan menggunakan bahan kimia sebagai zat aditifnya. Zat aditif atau senyawa yang ditambahkan tersebut dinamakan koagulan (Budiman et al. 2008). Koagulan ditambahkan ke dalam proses pengolahan air sebagai pendestabilisasi partikel koloid karena umumnya koloid tersebut bermuatan sama yang saling tolak-menolak. Penambahan koagulan yang memiliki muatan berlawanan menyebabkan terjadinya ketidakstabilan koloid dan akan membentuk flok yang lebih besar (Bina

et al. 2009). Analisis efektivitas PAC diawali dengan membuat air sintetis menggunakan kaolin. Suspensi didiamkan selama 24 jam untuk menyempurnakan hidrasi kaolin (Franceschi et al. 2002). Air sintetis dibuat dengan tingkat kekeruhan 100 NTU. Hal tersebut didasarkan pada tingkat kekeruhan limbah yang berkisar pada 100–200 NTU. Analisis dilakukan dengan metode jar modifikasi Risdianto (2007) yang merupakan metode pendahuluan sebelum koagulan diaplikasikan ke sistem pengolahan air. Koagulan sintetis akan diaplikasikan ke dalam limbah cair industri tekstil. Limbah cair industri umumnya mengandung pewarna berupa remazol black, remazol red, dan remazol golden yellow serta mengandung logam Cr dan Zn (Darmiyanti 2008).

(23)

9

Gambar 4 Hasil analisis metode jar PAC A

PAC B menunjukkan efektivitas penurunan kekeruhan tertinggi pada pH 7 dengan penambahan koagulan sebesar 0.5 ml dalam 500 ml, yaitu sebesar 93% (Gambar 5). Hal ini berkaitan dengan nilai pH dari PAC B yang lebih tinggi, yaitu 4.43 dibandingkan PAC A sebesar 4.05. Nilai pH yang tinggi menunjukkan tingkat keasaman yang lebih rendah sehingga memungkinkan koagulan dapat bekerja pada kondisi lingkungan yang cenderung netral. Penurunan nilai kekeruhan tertinggi secara umum dihasilkan oleh penambahan koagulan terbesar, yaitu 0.5 ml pada setiap kondisi pH lingkungan. Namun, persentase penurunan kekeruhan pada kondisi pH 6 tidak menunjukkan korelasi positif. Data masing-masing perlakuan PAC B dapat dilihat pada Lampiran 8.

Gambar 5 Hasil analisis metode jar PAC B

Pengaruh waktu terhadap efektivitas PAC A dan B memiliki perbedaan pada kondisi lingkungan untuk bekerja secara optimum. PAC yang memiliki tingkat keasaman lebih tinggi, yaitu PAC A bekerja efektif pada kondisi yang basa, sedangkan PAC B bekerja pada kondisi lingkungan yang netral. Perbedaan kadar Al2O3 pada kedua koagulan tersebut tidak menunjukkan hasil yang berbeda

nyata terhadap persentase penurunan kekeruhan air sintetis. Namun, koagulan yang memiliki kadar Al2O3 lebih tinggi, yaitu PAC A memiliki persentase

penurunan yang lebih besar, yaitu 95% dibandingkan PAC B yang memiliki kadar Al2O3 lebih rendah dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar 93%.

(24)

10

PAC C bekerja optimum pada kondisi pH 9 dengan penambahan koagulan sebesar 0.5 ml dalam 500 ml, yaitu 96%. Hal ini serupa dengan PAC A, yaitu memiliki waktu polimerisasi selama 24 jam. Nilai pH yang didapat juga tidak berbeda jauh. PAC C memiliki nilai pH sebesar 4.08, sedangkan PAC A memiliki nilai pH sebesar 4.05. Nilai pH yang serupa menyebabkan koagulan tersebut bekerja pada kisaran kondisi pH lingkungan yang sama. Penurunan kekeruhan pada masing-masing kondisi pH menunjukkan korelasi positif antara jumlah penambahan koagulan dengan persentase penurunan kekeruhan. Semakin banyak dosis koagulan yang ditambahkan maka semakin besar persentase penurunan kekeruhan yang didapat. Hal ini disebabkan semakin banyak partikel koloid bermuatan negatif yang ditangkap oleh koagulan yang bermuatan positif dalam pembentukan flok (Gambar 6).

Gambar 6 Hasil analisis metode jar PAC C

PAC D bekerja optimum pada kondisi pH 7 dan penambahan koagulan sebesar 0.5 ml dalam 500 ml dengan persentase penurunan kekeruhan sebesar 92% (Gambar 7). PAC D bekerja optimum pada kondisi lingkungan yang cenderung netral. Hal ini disebabkan nilai pH koagulan yang terbentuk memiliki nilai pH yang lebih tinggi, yaitu 4.50 dibandingkan nilai pH PAC C, yaitu 4.08. Selain itu, PAC D juga menunjukkan kinerja yang optimum pada kondisi lingkungan basa yang ditunjukkan dengan nilai persentase penurunan kekeruhan lebih dari 90%. Menurut Gebbie (2006) PAC bekerja optimum pada kondisi lingkungan yang basa, yaitu 7.5–8.0. Hal ini dikarenakan koagulan yang bersifat asam sehingga memungkinkan terjadinya reaksi penetralan muatan dalam proses koagulasi. Namun, penambahan koagulan yang berlebih akan menyebabkan nilai pH larutan menjadi turun karena semakin banyak ion H+ yang dilepas dalam air.

(25)

11

Gambar 7 Hasil analisis metode jar PAC D

Berdasarkan hasil analisis modifikasi metode jar yang dilakukan terhadap air sintetis. Aplikasi masing-masing koagulan terhadap limbah tekstil salah satu industri batik di Bogor menggunakan dosis terbaik, yaitu 0.5 ml dalam 500 ml pada setiap PAC yang telah diuji kinerjanya pada berbagai kondisi pH. Persentase penurunan kekeruhan pada air limbah tekstil dari masing-masing koagulan menunjukkan hasil di atas 95%. Hasil uji pada air limbah tekstil dapat dilihat pada Tabel 3. Penurunan kekeruhan tidak menunjukkan korelasi positif dengan kadar aluminium. Namun, berdasarkan hasil tersebut koagulan hasil sintesis cocok digunakan dalam menurunkan kekeruhan limbah tekstil. Nilai kekeruhan akhir dari setiap PAC sintetis menunjukkan bahwa nilai tersebut memenuhi salah satu parameter air bersih. Menurut Depkes (1990) ambang batas maksimum kekeruhan untuk air bersih sebesar 25 NTU.

Tabel 3 Hasil penurunan kekeruhan air limbah tekstil Dosis

(26)

12

komersial. PAC sintetis, yaitu PAC A, B, C, dan D mampu menurunkan kekeruhan air limbah tekstil berturut-turut sebesar 97.5, 98.1, 97.9, dan 95.6%. PAC sintetis belum memenuhi mutu SNI dalam hal kadar Al2O3, kadar klorida,

dan basisitas. Secara umum, waktu polimerisasi berpengaruh terhadap hasil kinerja koagulan sintetis yang dihasilkan terhadap penurunan kekeruhan limbah industri tekstil.

Saran

Koagulan sintetis perlu dibuat dengan menggunakan bahan dasar logam aluminium murni sebagai koagulan sintetik pembanding agar diketahui perbedaan kinerja koagulan yang dihasilkan dari koagulan sintetik berbahan dasar kaleng bekas.

DAFTAR PUSTAKA

Bina B, Mehdinejad MH, Nikaeen M, Attar HM. 2009. Effectiveness of chitosan as natural coagulant aid in treating turbid waters. Iran J Environ Health Sci. Eng. 6:247-252. Tersedia dari: journals.tums.ac.ir/pdf/14527

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 06-3822-1995, Polialuminium klorida. Jakarta: Departemen Perdagangan.

Budiman A. Wahyudi C, Irawaty W, Hindarso H. 2008. Kinerja koagulan poly aluminium chloride (PAC) dalam proses penjernihan air Sungai Kalimas Surabaya menjadi air bersih. Widya teknik 7:25-34. Tersedia dari: isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/71082534.pdf

Darmiyanti. 2008. Pengamatan pengolahan limbah cair batik mori kapas.

Informasi Komunikasi dan Pengkajian Iptek. Volume ke-21. Bandung (ID): Tridharma

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Fei HE, Jia ZQ, Peng YL, Wang PJ, Liu ZZ. 2004. A novel method to synthesize polyaluminium chloride with a membran reactor. J Enviromental Sci. 16(3):482-486. doi: 1001-0742(2004)03-0482-05

Gao BY, Chu YB, Yue QY, Wang BJ, Wang SJ. 2005. Characterization and coagulation of a polyaluminium chloride (PAC) coagulant with high Al13

content. J Environmental Management76(2):143-147. Tersedia dari: www.paper.edu.cn/scholar/downpaper/gaobaoyu-10

G P 6 ’ w c D dalam: 31st annual qld water industry workshop – operations skills. [internet]. 2006 Jul 4-6; Rockhampton, Australia. Rockhampton (AU): hlm 14-20; [diunduh

2012 Jan 20]. Tersedia pada:

(27)

13

Malhotra S. 1994. Polyaluminium chloride as an alternative coagulant. Di dalam: Malhotra S. 20th WEDC conference, Affordable water supply and sanitation

[Internet]. [Waktu tidak diketahui]; Nagpur, India. Colombo (LK): hlm 289-291; [diunduh 2012 Feb 20]. Tersedia pada: http://wedc.lboro.ac.uk/resources/conference/20/Malhotra.pdf

Manurung M dan Ayuningtyas IF. 2010. Kandungan aluminium dalam limbah kaleng dan pemanfaatannya dalam pembuatan tawas. J Kimia 4:180-186.Tersedia dari: ojs.unud.ac.id/index.php/jchem/article/.../1995

Patimah. 2009. Pengaruh penambahan poly aluminium chloride (PAC) terhadap nilai turbiditas air sebagai bahan baku produk minuman di PT Coca Cola Indonesia Bottling Medan [karya ilmiah]. Medan: Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Praswati PDKW, Dianursanti, Gozan M, Nugroho WA. 2010. Optimasi penggunaan koagulan pada pengolahan air limbah batubara. Di dalam: Praswati PDKW. Prosiding Seminar asional Teknik Kimia “Kejuangan”,

Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. [Internet]. 2010 Jan 26; Yogyakarta, Indonesia, Depok (ID): hlm F06-1-F06-6; [diunduh 2013 Feb 1]. Tersedia pada: repository.upnyk.ac.id/591/1/48.pdf

Rinaldi DP. 2009. Pemanfaatan limbah industri logam aluminium sebagai bahan baku polialuminium klorida dalam menurunkan kekeruhan limbah industri tekstil. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Risdianto D. 2007. Optimisasi proses koagulasi flokulasi untuk pengolahan air limbah industri jamu. Studi kasus: PT Sido Muncul [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Shen YH, Dempsey BA. 1998. Syhntesis and speciation of polyaluminium chloride for water treatment. J Enviromental Intl. 24:889-910. Tersedia dari: www.ncku.edu.tw/source/home/Yun-Hwei-Shen/03.pdf

Tzoupanos ND, Zouboulisa AI, Tsoleridis CA. 2009. A systematic study for the characterization of a novel coagulant (polyaluminium silicate chloride). J Phy Eng. 342:30–39. doi:10.1016/j.colsurfa.2009.03.054

Vogel, Arthur I. 1979. Textbook of macro and semimicro qualitative inorganic analysis fifth edition. United States (AS): Longman.

Wang G, Zhao C. 2010. Characteristics of Polyaluminium Chloride (PAC) Coagulant Prepared by Baking Process. Di dalam: Wang G. [Internet]. [Waktu dan tempat tidak diketahui]. Shandong (CN): hlm 266-268;

[diunduh 2012 Mar 4]. Tersedia pada:

http://www.scirp.org/imagesforemail/pdf/AWQC-Sample.../Chapter11.pdf Zoubulis AI, Tzoupanos N. 2010. Alternative cost-effective preparation method of

polyaluminium chloride (PAC) coagulant agent: Characterization and comparative application for water/wastewater treatment. J Desalination

(28)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Preparasi Kaleng Minuman

Pembuatan monomer AlCl3

PAC

Pencirian PAC

FTIR

Uji koagulasi optimum

Preparasi kekeruhan

buatan

Bobot Jenis

Kadar Al

Kadar Klorida

Uji pH

Uji Koagulasi

Air limbah Pencirian SNI

06-3822-1995

Variasi waktu dan komposisi

(29)

15

(30)

16

Lampiran 3 Kadar Aluminium PAC hasil sintesis

a. Kurva kalibrasi penentuan kadar aluminium

Contoh perhitungan PAC A-1:

Konsentrasi sampel dengan persamaan

y = 0.0077 + 0.0049x dan R² = 0.9982

b. Hasil analisis kadar logam aluminium menggunakan AAS

(31)

17

Lampiran 4 Hasil analisis kadar klorida pada PAC

Hasil kadar klorida PAC A

Ulangan

Hasil kadar klorida PAC B

Ulangan

Hasil kadar klorida PAC C

Ulangan

Hasil kadar klorida PAC D

(32)

18

Lampiran 5 Hasil pengukuran bobot jenis pada PAC

a. Hasil pengukuran bobot jenis PAC A

Ulangan Bobot kosong

b. Hasil pengukuran bobot jenis PAC B

Ulangan Bobot kosong

c. Hasil pengukuran bobot jenis PAC C

Ulangan Bobot kosong

d. Hasil pengukuran bobot jenis PAC D

(33)

19

Lampiran 6 Hasil analisis basisitas pada PAC

a. Hasil uji basisitas pada PAC A

Ulangan

b. Hasil uji basisitas pada PAC B

Ulangan

c. Hasil uji basisitas pada PAC C

Ulangan

d. Hasil uji basisitas pada PAC D

(34)

20

Lampiran 7 Data analisis metode jar PAC A

Dosis (ml)

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 9)

P

P

(35)

21

Lampiran 8 Data analisis metode jar PAC B

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 7)

(36)

22

Lampiran 9 Data analisis metode jar PAC C

Dosis (ml)

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 9)

P

(37)

23

Lampiran 10 Data analisis metode jar PAC D

Dosis

Contoh perhitungan (0.5 ml pada pH 7)

P –

(38)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Juli 1990 dari pasangan Bapak Mohammad Yasin dan Ibu Markini. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 38 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia Dasar IPB 2009/2010 dan 2011/2012, dan asisten praktikum Kimia Lingkungan Departemen Kimia 2012/2013.

Gambar

Tabel 2  Perbandingan syarat mutu PAC sintetis dan komersial
Gambar 5  Hasil analisis metode jar PAC B
Gambar 7  Hasil analisis metode jar PAC D

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Septianingtyas (2012) yang meneliti pengaruh nilai dan rating penerbitan obligasi syariah (sukuk) perusahaan terhadap return

Komposisi produk terasi terbaik berdasarkan protein, lemak, dan nilai hedonik rasa yang tertinggi diperoleh adalah pada perbandingan tepung ikan sarden terfermentasi, tepung

Pritom valja imati na umu da vje č nost nije smrznu- to vrijeme, nego je to rascvjetali život, oslobo đ en prostornih ograni č enja, vre- menskih uvjetovanosti i nepogoda, te

Oleh karena itu pada penelitian ini akan dikaji pengaruh suhu kalsinasi dengan menggunakan coal bottom ash hasil pembakarn batubara PLTU Tarahan dengan menerapkan

Sedangkan sektor ekonomi yang menjadi basis di Kabupaten Bogor ada 4 (empat) yaitu Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Pengadaan Air,

In addition, the researchers also found that there are three main obstacles for the realization of increased representation of women expressed by Kompas namely:

Metoda Hybrid Analisis Kelas Laten dengan Biplot AKU adalah penggabungan dari dua metoda dimana Analisis Kelas Laten digunakan untuk mentransformasi matriks indikator