• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-NATRIUM ALGINAT

UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL

ROMADHONI ANTO

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2012

Romadhoni Anto

(4)
(5)

ABSTRAK

ROMADHONI ANTO

.

Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Dibimbing oleh SRI MULIJANI dan ARMI WULANAWATI.

Komposit kitosan dan natrium alginat dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar membran penukar proton (PEM). Membran komposit dihasilkan dengan berbagai variasi konsentrasi kitosan-natrium alginat, yaitu 3:3, 3:4, 3:5, 3:6, 4:3, 5:3, dan 6:3 (% b/v). Komposit dicirikan dengan spektrofotometer inframerah transformasi Fourier (FTIR), mikroskop elektron pemayaran (SEM), dan diuji kinerjanya sebagai PEM berupa konduktivitas proton menggunakan spektrometer impedans. Spektrum FTIR menunjukkan gugus NH3C pada 1637.29 cm-1 dan

gugus COO simetri pada 1253.68 cm-1 yang memperlihatkan interaksi antara kitosan dan natrium alginat. Mikrograf SEM menunjukkan bahwa membran komposit tidak berpori. Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:5 memiliki konduktivitas proton yang paling tinggi, yaitu 9.594 × 10-7 S/cm. Berdasarkan hasil penelitian ini, membran komposit kitosan-natrium alginat dapat diaplikasikan dengan baik dalam sistem direct methanol fuel cell.

Kata kunci: direct methanol fuel cell, kitosan, komposit, membran penukar proton, natrium alginat

ABSTRACT

ROMADHONI ANTO. Composite Chitosan-Sodium Alginate Membrane for Direct Methanol Fuel Cell Application. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.

Composite of chitosan and sodium alginate can be utilized as base material of proton exchange membrane (PEM). The composite membranes were produced by various concentrations of chitosan-sodium alginate, namely 3:3, 3:4, 3:5, 3:6, 4:3, 5:3, and 6:3 (% b/v). The composites were characterized by using Fourier transform infrared spectrophotometer (FTIR), scanning electron microscope (SEM), and were tested for the performance as PEM from the proton conductivity obtained by using impedance spectrometer. The FTIR spectrum indicated the NH3C group at 1637.29 cm-1 and symmetrical COO group at 1253.68 cm-1

indicating interactions between chitosan and sodium alginate. SEM micrographs showed that the composite membrane was nonporous. Composite membrane with 3:5 chitosan-sodium alginate composition had the highest proton conductivity, namely 9.594 × 10-7 S/cm. Based on this research results, chitosan-sodium alginate composite membrane can be applied well in direct methanol fuel cell system.

(6)
(7)

MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN-NATRIUM ALGINAT

UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL

ROMADHONI ANTO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi

Direct Methanol Fuel Cell

Nama : Romadhoni Anto

NIM : G44104034

Disetujui oleh

Dr Sri Mulijani, MS Pembimbing I

Armi Wulanawati, SSi, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Tun Tedja Irawadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

i

PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2012 di Laboratorium Kimia Fisik dan Lingkungan Departemen Kimia serta Laboratorium Biofisika Membran Departemen Fisika IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr Sri Mulijani, MS dan Ibu Armi Wulanawati, SSi, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda H Suhadi dan Ibunda Hj Sri Sudarmi serta Kakak Budhi Prasetyo yang telah memberikan motivasi, doa, serta kasih sayang selama menempuh studi di IPB. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Arie Sulistyono, Bapak Ismail, Bapak Syawal, Bapak Jajang Juansah, Ibu Ai, dan teman-teman Program Alih Jenis Kimia Angkatan 4 atas bantuan dan semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Desember 2012

(12)

iii

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Pembuatan Membran Komposit Kitosan dan Natrium Alginat 2

Pencirian Membran 2

Uji Kinerja Membran 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat 4

Ciri-Ciri Membran 5

Kinerja Membran 8

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

(13)

iv

DAFTAR GAMBAR

1 Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:6 (% b/v) 4 2 Pembentukan ikatan ionik antara natrium alginat dan kitosan 4 3 Reaksi pembentukan kompleks poli-ion antara gugus anionik (COO-) dari

natrium alginat dan gugus kation terprotonasi (+NH3C) dari kitosan 5

4 Spektrum FTIR kitosan, natrium alginat, dan komposit kitosan-natrium alginat 6 5 Morfologi permukaan membran kitosan (a) dan komposit kitosan-natrium

alginat 3:5 (b) dengan perbesaran 5000 kali 7

6 Struktur unit-unit penyusun natrium alginat 7

7 Penampang lintang membran kitosan (a) dan komposit kitosan-natrium alginat

3:5 (b) dengan perbesaran 2000 kali 7

8 Hubungan bobot jenis dengan variasi konsentrasi penyusun membran 8

9 Hubungan methanol uptake (%) dengan variasi konsentrasi penyusun membran 9 10 Penampang lintang membran komposit kitosan-natrium alginat 6:3 dengan perbesaran 2000 kali 9 11 Hubungan konduktivitas proton dengan variasi konsentrasi penyusun membran 10 12 Prinsip kerja DMFC 11 13 Hubungan beda potensial (mV) dengan variasi konsentrasi penyusun membran 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 15

2 Penentuan bobot jenis membran 16

3 Penentuan methanol uptake 17

4 Penentuan konduktivitas proton 18

(14)

1

PENDAHULUAN

Minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tak-terbarukan. Untuk mengatasi semakin terbatasnya cadangan minyak bumi, perlu dikembangkan energi alternatif seperti fuel cell (sel bahan bakar). Teknologi fuel cell dipandang lebih efisien dan tidak menimbulkan polusi (Sopiana dan Ramli 2005). Sel berbahan bakar metanol dikenal sebagai direct methanol fuel cell (DMFC). Sel ini bekerja pada suhu relatif rendah (30 130 oC) dan emisi yang dikeluarkan relatif

tidak membahayakan lingkungan dibandingkan dengan pembakaran minyak bumi (Dhutia dan Arti 2010).

Pada umumnya, membran penukar proton (PEM) yang digunakan dalam DMFC ialah Nafion, yaitu politetrafluoroetilena dengan cabang gugus asam sulfonat (Parra et al. 2004; Cho et al. 2005; Yohan 2005). Kriteria utama dalam memilih PEM pada DMFC adalah memiliki konduktivitas proton yang tinggi sehingga dapat memindahkan proton secara maksimum dari anode ke katode (Agoumba 2004). Nafion memiliki konduktivitas proton yang tinggi, sebesar 0.086 S/cm pada 30 32 oC (Smitha et al. 2005) serta kestabilan mekanik dan kimia yang baik pada suhu rendah (Hendrana et al. 2007), namun kurang stabil pada suhu tinggi (Cho et al. 2005).

Penggabungan berbagai komponen organik menjadi suatu matriks polimer telah berhasil digunakan selama beberapa tahun untuk mengontrol permeabilitas dan selektivitas membran pada berbagai aplikasi sistem DMFC (Smitha et al. 2005). Kitosan hasil deasetilasi kitin memiliki ketahanan kimia dan rejeksi yang tinggi untuk air. Penambahan alginat dapat memperbaiki struktur taut-silang kitosan dalam membran sehingga menjadi lebih kaku dan membran menjadi lebih kuat dan stabil (Sugita et al.2009).

(15)

2

METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain alat-alat kaca, neraca analitik, oven/vakum, SEM JEOL JSM-836OLA, spektrometer impedans LCR-meter HIOKI 3532-50, dan spektrometer FTIR Bruker Tensor 27. Bahan-bahan yang digunakan ialah kitosan (Fakultas Perikanan IPB), natrium alginat (Setia Guna), elektrode karbon, akuades, metanol, asam asetat glasial, HCl 1 N, NaOH 1 N, HCl pekat, K3[Fe(CN)6], dan K2HPO4.

Pembuatan Membran Komposit Kitosan dan Natrium Alginat

Membran komposit kitosan dan natrium alginat sebagai perangkat DMFC (Lampiran 1) dibuat dengan memodifikasi prosedur Smitha et al. (2005). Larutan kitosan dalam CH3COOH 1% dan larutan natrium alginat dalam akuades dibuat

masing-masing 100 mL. Setelah didiamkan 24 jam, masing-masing ditambahkan 0.5 mL HCl pekat, lalu dicampurkan dan diaduk selama setengah jam. Campuran dibuat dengan nisbah konsentrasi larutan kitosan-natrium alginat 3:3, 3:4, 3:5, 3:6, 4:3, 5:3, dan 6:3 (% b/v). Campuran disaring untuk menghilangkan bahan-bahan yang tidak larut. Larutan kembali didiamkan 24 jam untuk menghilangkan gelembung, lalu dituangkan di atas pelat kaca yang telah diberi selotip pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama. Membran dicetak dengan cara mendorong larutan polimer tersebut lalu dikeringanginkan. Hal yang sama dilakukan dalam pembuatan membran kitosan maupun membran natrium alginat.

Pencirian Membran

Analisis Gugus Fungsi dengan FTIR

Sampel membran kitosan, natrium alginat, dan komposit dalam bentuk film tipis ditempatkan dalam cell holder, kemudian diukur spektrum FTIR-nya menggunakan resolusi 4 dan jumlah pemayaran 32.

Analisis SEM

Analisis morfologi dilakukan pada membran kitosan dan komposit. Membran dibekukan dengan nitrogen cair selama 10 menit kemudian dipatahkan dan ditempelkan pada cell holder. Membran lalu dilapisi dengan emas dan dimasukkan ke dalam bejana untuk dipotret permukaan dan penampang lintangnya.

Penentuan Bobot Jenis

Bobot jenis membran ditentukan dengan mengadaptasi metode Kemala (1998). Membran dipotong dengan ukuran yang seragam, kemudian dimasukkan ke dalam piknometer yang telah diketahui bobot kosongnya (W0). Bobot

(16)

3

potongan sampel ditambahkan akuades hingga tidak terdapat gelembung udara dan ditimbang bobotnya (W2). Bobot piknometer berisi air juga ditimbang dan

bobotnya dicatat sebagai W3. Suhu air dan udara dicatat untuk menentukan faktor

koreksi suhu. Bobot jenis sampel dihitung menggunakan persamaan 1:

a

Penentuan metanol uptake dilakukan dengan mengadaptasi Smitha et al.

(2005). Membran dipotong dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 1 cm lalu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 125 oC selama 24 jam. Membran ditimbang bobot keringnya (D), lalu direndam dalam metanol selama 48 jam. Setelah itu,

Membran komposit dengan berbagai variasi konsentrasi dijepit di antara 2 bejana. Larutan metanol sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam salah satu bejana dan bejana lainnya dibiarkan kosong. Selanjutnya, posisi kedua bejanaditegakkan dengan bejana yang berisi metanol berada di atas dan bejana lainnya berada di bawah. Pengukuran kualitatif ini dilakukan selama 1 jam.

Penentuan Konduktivitas Proton

Konduktivitas proton membran komposit diukur menggunakan spektrometer impedans LCR-meter HIOKI 3532-50. Membran dengan ukuran panjang 6 cm dan lebar 1 cm dijepit di antara 2 elektrode karbon kemudian nilai konduktans dibaca. Membran juga diukur ketebalannya menggunakan mikrometer digital. Nilai konduktivitas proton (S/cm) dihitung menggunakan persamaan 3:

σ = ...(3)

Penentuan Beda Potensial dalam Sistem DMFC

(17)

4

sebagai tempat katode berisi 50 mL larutan K3Fe(CN)6 50 mM ditambah 50 mL

larutan K2HPO4 100 mM. Kedua bejana tersebut direkatkan dengan membran

berada di bagian tengahnya. Elektrode dimasukkan ke dalam kedua larutan tersebut kemudian dihubungkan dengan kutub positif dan negatif pada alat spektrometer impedans LCR-meter HIOKI 3532-50. Akan muncul nilai beda potensial (V) yang dihasilkan dalam sistem DMFC.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Membran Komposit Kitosan-Natrium Alginat

Membran komposit dibuat dengan mencampurkan larutan kitosan dan natrium alginat dalam berbagai variasi nisbah konsentrasi. Membran komposit yang dihasilkan cukup stabil, kuat, berwarna agak kecokelatan, dan permukaannya homogen (Gambar 1).

Gambar 1 Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:6 (% b/v)

Pembuatan membran komposit diawali dengan melarutkan kitosan dengan asam dan natrium alginat dengan air. Larutan kitosan bersifat kationik dan larutan natrium alginat bersifat anionik, maka apabila dicampurkan akan terbentuk ikatan ionik hasil interaksi gugus karboksilat alginat dan gugus amonium kitosan (Gambar 2) (Cruz et al. 2004).

(18)

5

Sebelum dicampurkan, larutan kitosan dan natrium alginat masing-masing ditambahkan HCl terlebih dahulu (Gambar 3). Proses ini memudahkan interaksi secara ionik dalam pembentukan kompleks poli-ion. Produk samping dihasilkan berupa endapan putih NaCl. Endapan ini harus dihilangkan dengan cara disaring, filtrat yang tertampung didiamkan selama 24 jam untuk menghilangkan gelembung udara akibat penyaringan, agar dihasilkan kualitas membran komposit yang baik.

Gambar 3 Reaksi pembentukan kompleks poli-ion antara gugus anionik (COO-)

dari natrium alginat dan gugus kation terprotonasi (+NH3) dari kitosan

(Smitha et al. 2005)

Kualitas membran dipengaruhi oleh kondisi suhu pengeringan pada saat proses pencetakan. Suhu pengeringan yang optimum adalah suhu kamar selama ±72 jam (Jamaran et al. 2006). Pada suhu lebih tinggi, yaitu 60 oC, membran

menjadi sangat rapuh. Ketebalan membran juga harus diperhatikan karena akan memengaruhi konduktivitas proton. Membran komposit dapat terbentuk karena kitosan maupun alginat mampu membentuk gel akibat adanya jejaring 3 dimensi yang dapat memerangkap sejumlah air di dalamnya. Sifat jejaring dan interaksi molekul yang mengikat keseluruhan gel menentukan kekuatan, stabilitas, dan tekstur gel (Sugita et al. 2009).

Ciri-Ciri Membran

Spektrum FTIR

Spektrum membran kitosan (Gambar 4) dicirikan oleh gugus amida pada bilangan gelombang 1644.65 dan 1560.10 cm-1 (A), gugus OH (uluran pada 3289.76 cm-1), dan gugus –CH2 pada 2925.28 cm-1. Selain itu, terdapat tekukan

(19)

6

Gambar 4 Spektrum FTIR kitosan ( ), natrium alginat ( ), dan komposit kitosan-natrium alginat ( )

Spektrum FTIR membran natrium alginat (Gambar 4) menunjukkan ciri khas berupa gugus garam karboksilat pada bilangan gelombang 1638.26 (B1) dan 1417.03 cm-1 (B2). Ciri khas yang lain untuk golongan polisakarida ialah adanya

uluran -CO di 1028.39 dan 872.26 cm-1 serta uluran C-C di 1108.27 cm-1 (B3). Gugus fungsi lainnya adalah gugus OH pada 3422.71 cm-1.

Spektrum FTIR membran kompleks poli-ion kitosan-natrium alginat (Gambar 4) menunjukkan gugus fungsi yang khas, yaitu gugus C-N pada 1637.29 cm-1 (C1) dan gugus C-O-O simetri pada 1253.68 cm-1 (C2). Spektrum menegaskan interaksi elektrostatik gugus karboksilat dari natrium alginat dengan gugus amino terprotonasi dari kitosan. Keberadaan gugus OH juga diharapkan akan meningkatkan interaksi antarmolekul seperti ikatan hidrogen antara natrium alginat dan kitosan.

Morfologi Membran

(20)

7

(a) (b)

Gambar 5 Morfologi permukaan membran kitosan (a) dan komposit kitosan-natrium alginat 3:5 (b) dengan perbesaran 5000 kali

Natrium alginat memiliki unit-unit penyusun berupa asam β-D- manuronat (M) dan asam α-L-guluronat (G) (Gambar 6). Gugus COO- pada posisi α dari asam guluronat dan β dari asam manuronat membuat taut-silang kimia dengan gugus +NH3 dari kitosan menjadi tidak stabil karena gugus +NH3 dapat terikat

pada salah satu posisi tersebut. Hal ini yang membuat penampang lintang kitosan (Gambar 7a) berbeda dibandingkan dengan komposit kitosan-natrium alginat (Gambar 7b).

Gambar 6 Struktur unit-unit penyusun natrium alginat (Draget et al.2005)

(a) (b)

Gambar 7 Penampang lintang membran kitosan (a) dan komposit kitosan-natrium alginat 3:5 (b) dengan perbesaran 2000 kali

Penampang lintang membran kitosan dengan perbesaran 2000 kali menunjukkan bahwa membran ini cenderung bersifat non-pori. Adanya pori disebabkan oleh gelembung udara yang terjebak dalam larutan sebelum dicetak menjadi membran. Di sisi lain, penampang lintang membran komposit

(21)

8

natrium alginat 3:5 (% b/v) memiliki rongga pada bagian tengah. Hal ini dikarenakan interaksi antara gugus +NH3 dari kitosan dan gugus COO- dari

natrium alginat dipengaruhi oleh posisi α dari asam guluronat dan posisi β dari asam manuronat.

Bobot Jenis

Gambar 8 menunjukkan kenaikan bobot jenis pada 25 oC dengan meningkatnya konsentrasi natrium alginat. Kitosan memiliki bobot jenis 1.1115 g/mL (Lampiran 2), sedangkan Hsieh et al. (2007) mendapatkan densitas kitosan 1.342 g/mL. Hal ini disebabkan sumber kitosan yang berbeda berpengaruh pada nilai bobot jenisnya. Natrium alginat yang ditambahkan ke kitosan akan memperbaiki struktur taut-silang kitosan dalam gel sehingga menjadi lebih kaku dan gel akan semakin kuat (Sugita et al.2009).

Gambar 8 Hubungan bobot jenis dengan variasi konsentrasi penyusun membran

Natrium alginat juga memiliki sifat menyerap air, maka penambahan konsentrasi alginat yang semakin tinggi ke dalam kitosan akan menurunkan titik pecah gel, artinya kekuatan gel meningkat. Meningkatnya kekuatan gel disertai oleh kenaikan bobot jenisnya. Selain itu, penambahan natrium alginat yang berlebih akan membentuk jalinan serat yang homogen pada saat polimerisasi yang membuat bobot jenis akan semakin meningkat. Membran kitosan-natrium alginat 3:6 mempunyai bobot jenis yang paling tinggi, yaitu 1.96 g/mL. Sebaliknya apabila konsentrasi kitosan semakin besar, nilai bobot jenis menurun karena jejaring 3 dimensi kurang terbentuk sehingga gel yang dihasilkan lemah.

Kinerja Membran

Methanol Uptake

Methanol uptake menunjukkan kemampuan membran untuk mengembang (mengalami swelling) saat diaplikasikan sebagai sel bahan bakar (Chia 2006).

(22)

9

bersesuaian antara rantai polimer dan air serta adanya gaya tarik yang disebabkan efek taut-silang pada rantai polimer.

Membran komposit kitosan-natrium alginat tidak dapat diuji water uptake

karena kedua bahan penyusun memiliki kemampuan yang cukup besar dalam mengikat air. Kemampuan kitosan mengikat air sebesar 504_529% (Sofia et la. 2010). Oleh karena itu, dilakukan pengujian alternatif methanol uptake untuk mengetahui kinerja membran di dalam metanol. Jumlah metanol yang terserap ke dalam membran akan berpengaruh terhadap nilai konduktivitas membran tersebut karena melalui proses swelling, membran akan menjerap proton di anode untuk dialirkan ke katode yang berisi larutan elektrolit.

Penentuan methanol uptake membran komposit dilakukan dengan membandingkan bobot membran sebelum dan setelah mengalami proses swelling

(Gambar 9). Dalam pelarut, suatu polimer taut-silang akan mengembang ketika molekul-molekul pelarut menembus jaringannya (Stevens 2007).

Gambar 9 Hubungan methanol uptake (%) dengan variasi konsentrasi penyusun membran. Keterangan: CS = Kitosan, Alg = Natrium alginat

Gambar 9 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi natrium alginat, nilai

methanol uptake semakin meningkat. Membran komposit kitosan-natrium alginat 3:5 memiliki nilai methanol uptake tertinggi, yaitu 68.84% (Lampiran 3). Akan tetapi, pada membran komposit kitosan-natrium alginat 3:6, nilai methanol uptake

menurun karena kerapatan molekul mengecil disebabkan oleh alginat yang lebih kental.

Konsentrasi kitosan yang semakin tinggi sebaliknya menurunkan nilai

methanol uptake karena jejaring tiga dimensi terbentuk semakin rapat sehingga metanol yang terserap ke dalam membran juga sedikit. Hal ini dibuktikan dengan penampang lintang membran komposit kitosan-natrium alginat 6:3 yang memiliki kerapatan molekul kecil (Gambar 10).

(23)

10

Permeabilitas Metanol

Permeabilitas metanol ditentukan secara kualitatif untuk mengetahui adanya

methanol crossover yang menjadi permasalahan pada DMFC. Methanol crossover

terjadi karena difusi molekular metanol akibat adanya gradien konsentrasi metanol di anode dan katode. Ketidakmampuan membran untuk menahan metanol akan menyebabkan proses difusi molekular metanol dari anode menuju katode. Hal ini tidak diharapkan dalam DMFC karena akan menurunkan kuat arus listrik yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian, membran kitosan maupun komposit mampu menahan methanol crossover, artinya membran tersebut baik untuk digunakan dalam sistem DMFC.

Konduktivitas Membran

Membran yang digunakan dalam sistem sel bahan bakar harus memiliki nilai konduktivitas proton (σ) yang tinggi, sedangkan permeabilitas metanolnya rendah. Hal ini menandakan kemampuan membran yang tinggi dalam menghantarkan proton dari anode ke katode. Sebagian besar polimer merupakan isolator yang hanya sedikit menghantarkan arus listrik. Penentuan konduktivitas dilakukan pada membran kitosan, natrium alginat, dan komposit kitosan-natrium alginat (Gambar 11).

Gambar 11 Hubungan konduktivitas proton dengan variasi konsentrasi penyusun membran

Membran kitosan-natrium alginat 3:5 merupakan membran komposit yang terbaik dengan nilai konduktivitas proton 9.594 × 10-7 S/cm (Lampiran 4). Hasil

ini sejalan dengan nilai metanol uptake yang didapatkan. Apabila nilai methanol uptake semakin besar, maka nilai konduktivitas proton juga besar karena semakin banyak proton yang mengalir menuju katode.

(24)

11

Beda Potensial dalam Sistem DMFC

Beda potensial terjadi akibat aliran elektron yang keluar dari anode ke katode. Sistem DMFC (Gambar 12) menggunakan metanol di anode dan larutan kalium ferisianida dalam bufer fosfat di katode serta menggunakan elektrode karbon. Pada katode, Fe(III) akan tereduksi menjadi Fe(II) oleh aliran elektron dari anode. Proses reduksi yang terjadi ditandai dengan timbulnya warna kuning kehijauan pada larutan di katode.

Oksidasi metanol terjadi di anode menghasilkan proton, elektron, dan CO2.

Proton dan elektron ditansfer ke katode untuk reaksi reduksi oksigen, sedangkan CO2 berdifusi keluar dari anode. Reaksi total akan menghasilkan energi dalam

bentuk energi listrik.

Reaksi di anode : CH3OH + H2O CO2 + 6H+ + 6e

-Reaksi di katode : 6H+ + 6e- + 3/2 O2 3 H2O

Reaksi total : CH3OH + 3/2 O2 CO2 + 2 H2O

Gambar 12 Prinsip kerja DMFC

Pada bagian tengah sistem DMFC terdapat membran komposit untuk melewatkan proton, namun tidak melewatkan elektron. Hal ini untuk mencegah reaksi langsung antara proton dan elektron. Dengan demikian, elektron akan dipaksa untuk melewati jalur lain melalui rangkaian luar untuk mencapai katode pada sisi yang berseberangan. Elektron yang mengalir pada rangkaian luar ini akan merupakan arus listrik yang dapat dimanfaatkan secara langsung.

(25)

12

Gambar 13 Hubungan beda potensial (mV) dengan variasi konsentrasi penyusun membran

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Membran komposit kitosan-natrium alginat telah berhasil dibuat, dibuktikan dengan analisis FTIR, yaitu adanya gugus NH3C pada bilangan gelombang

1637.29 cm-1 dan gugus COO pada bilangan gelombang 1253.68 cm-1. Membran

kitosan-natrium alginat 3:5 berpotensi digunakan sebagai DMFC dilihat dari nilai konduktivitas proton yang tinggi, yaitu 9.594 ×10-7 S/cm dan membran yang bersifat nonpori. Membran komposit kitosan-natrium alginat memiliki stabilitas termal pada suhu tinggi dibandingkan dengan Nafion.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan waktu optimum pencetakan membran komposit agar dihasilkan membran dalam kondisi yang baik. Perlu ditambahkan zat aditif untuk membentuk membran yang memiliki kekuatan di dalam air. Selain itu, perlu analisis kuantitatif untuk permeabilitas metanol dan analisis termal dengan kalorimetri pemayaran diferensial (DSC). Elektrode yang digunakan untuk pengukuran konduktivitas dalam sistem DMFC juga perlu diganti dari elektrode karbon menjadi elektrode platinum.

DAFTAR PUSTAKA

Agoumba D. 2004. Reduction of methanol crossover in direct methanol fuel cell (DMFC) [tesis]. Alabama (US): Alabama University.

(26)

13

Cho SA, Oh IH, Kim HJ, Ha HY, Hong SA, Ju JB. (2005). Surface modified Nafion® membrane by ion beam bombardment for fuel cell applications. J Power Sources. 155(2):286-290.

Chia ES. 2006. A chemical reaction engineering perspective of polymer electrolyte membrane fuel cells [disertasi]. New Jersey (US): Princeton University.

Cruz MCP, Ravagnani SP, Brogna F. 2004. Evaluation of the diffusion coefficient for controlled release of oxytetracycline from alginate/chitosan (ethylene glycol) microbeads in simulated gastrointestinal. Environ J Appl Biochem. 40:243-253.

Dhutia A, Arti DK. 2010. Karakterisasi dan uji kinerja SPEEK, cSMM, dan Nafion untuk aplikasi direct methanol fuel cell [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Draget, Steinbuchel A, Rhee SK. 2005. Polysaccarides and Polyamides in the Food Industry. Properties, Production, and Patents. Weinheim (DE): Wiley-VCH.

Friedli AC, Schlanger IR. 2005. Demonstrating encapsulation and release: a new take on alginate complexation and the nylon rope trick. J Chem Educ. 82:1017-1020.

Hendrana S, Pujiastuti S, Sudirman, Rahayu I, Yandhitra RH. 2007. Pengaruh suhu dan tekanan proses pembuatan terhadap konduktivitas ionik membran PEMFC berbasis polistirena tersulfonasi. J Mat Sci. 3:187-191.

Hsieh WC, Chang CP, Lin SM. 2007. Morphology and characterization of 3D micro-porous structured chitosan scaffolds for tissue engineerring. J Biointerfaces. 57:250-255.

Jamaran K, Bangun H, Dawolo AK, Daniel. (2006). Pembuatan membran kompleks polielektrolit alginat-kitosan. J Sains Kim. 1:10-16.

Kemala T. 1998. Pengaruh zat pemlastis dibutil ftalat pada polyblend polistirena-pati [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Technology. Ed ke-2. Dordrecht (NL): Kluwer Academic.

Parra S, Mielczarski E, Mielczarski J, Albers P, Suvorova J.G, Kiwi J. 2004. Synthesis, testing, and characterization of a novel Nafion membrane with superior performance in photoassisted immobilized Fenton catalysis. J Am Chem Soc.20:5621-5629.

Smitha B, Sridhar S, Khan AA. 2005. Chitosan-sodium alginate polyion complexes as fuel cell membranes. J European Polym. 41:1859-1866. Sofia I, Pirman, Haris Z. 2010. Karakterisasi fisiokimia dan fungsional kitosan

yang diperoleh dari limbah cangkang udang windu. J Tek Kim Indones. 1(9):11-18.

Sopiana, Ramli D. 2005. Challenges and future developments in proton exchange membrane fuel cell. JRenewable Energy 31(5):719-729.

Stevens M. 2007. Kimia Polimer. Sopyan I, penerjemah. Jakarta (ID): Pradnya Paramita. Terjemahan dari: Polymer Chemistry: An Introduction.

(27)

14

(28)

15

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

100 mL larutan kitosan dalam CH3COOH 1% (larutan 1),

didiamkan 24 jam

100 mL larutan natrium alginat dalam akuades (larutan 2),

didiamkan 24 jam

Campuran dengan nisbah konsentrasi 3:3, 3:4, 3:5, 3:6, 4:3, 5:3, dan 6:3 (% b/v), diaduk selama 30 menit

Pencirian membran

Uji kinerja membran Dituangkan di atas pelat kaca yang telah diberi selotip

pada kedua sisinya dengan ketebalan yang sama Setelah 24 jam,

ditambahkan 0.5 mL HCl pekat

Setelah 24 jam, ditambahkan 0.5 mL

HCl pekat

Campuran disaring dan filtrat didiamkan selama 24 jam

Membran (membran kitosan dan natrium alginat juga dibuat) dikeringanginkan

1. SEM 2. FTIR

3. Bobot jenis

1. Methanol uptake

(29)

16

Lampiran 2 Penentuan bobot jenis membran

Nisbah

W0 = Bobot piknometer kosong

W1 = Bobot piknometer + Membran

(30)

17

Lampiran 3 Penentuan methanol uptake

Nisbah

● Penentuan methanol uptake membran kitosan ulangan ke-1

(31)

18

Lampiran 4 Penentuan konduktivitas proton

Membran Konduktans,

G ( × 10-6 S)

L/A

(cm-1)

Konduktivitas, σ (× 10-7 S/cm)

Kitosan 662.76 0.0008 5.302

Natrium alginat 1017.30 0.0008 8.138

CS:Alg 3:3 851.76 0.0008 6.814

CS:Alg 3:4 986.35 0.0008 7.891

CS:Alg 3:5 1199.25 0.0008 9.594

CS:Alg 3:6 1050.21 0.0008 8.402

CS:Alg 4:3 924.57 0.0008 7.396

CS:Alg 5:3 815.24 0.0008 6.522

CS:Alg 6:3 775.52 0.0008 6.204

Kondisi pengukuran menggunakan spektrometer impedans LCR-meter (HIOKI 3532-50):

F = 1.8 MHz

CC = 0.1 µA

V-Lim = 4 V

Range = Auto 10 KΩ Delay = 0.1

Average = 4 Speed = slow

Contoh perhitungan:

● Penentuan konduktivitas proton membran kitosan-natrium alginat 3:3

Luas permukaan membran (A) = 6 cm2

Jarak antara 2 elektrode (L) = Ketebalan membran = 0.0050 cm Konduktivitas membran (G) = 851.76 × 10-6 S

σ = A L

G

(32)

19

Lampiran 5 Penentuan beda potensial dalam sistem DMFC

Membran V (mV)

Kitosan 7

CS:Alg 3:3 8

CS:Alg 3:4 9

CS:Alg 3:5 11

CS:Alg 3:6 10

CS:Alg 4:3 9

CS:Alg 5:3 9

(33)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 April 1989 dari Bapak H Suhadi dan Ibu Hj Sri Sudarmi. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis lulus dari SMA Islam Panglima Besar Jenderal Soedirman Jakarta Timur pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama diterima pada Program Keahlian Analisis Kimia Direktorat Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB).

(34)
(35)

Gambar

Gambar 3 Reaksi pembentukan kompleks poli-ion antara gugus anionik (COO -)
Gambar 5 Morfologi permukaan membran kitosan (a) dan komposit kitosan-
Gambar 10  Penampang lintang membran komposit kitosan-natrium alginat
Gambar 12  Prinsip kerja DMFC

Referensi

Dokumen terkait

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya

Derajat keparahan penyakit campak akan lebih berat dan dapat menyebabkan kematian pada anak-anak dengan malnutrisi karena status gizi yang kurang/buruk merupakan faktor

Alhamdulillahirobil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis

Tingkat keparahan dari kasus-kasus yang di diagnosa di indikasi oleh klasifikasi fungsional Steinbroker dari gred dua dan tiga, dan arthritis erosif pada x-ray tangan,gred

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pelaksanaan Pengembangan Keprofesian

dengan adanya keputusan ini baik organisasi masa maupun partai politik, semua.. harus mencantumkan pancasila sebagai

Pengkoordinasian tersebut dilakukan dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) imigrasi dari Kanwil Kemenkumham di bidang keimigrasian, yaitu Kantor Imigrasi...” (Hasil wawancara