• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEMBRAN KOMPOSIT POLISULFON TERSULFONASI- NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL GINNA RAMADHINI PUTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEMBRAN KOMPOSIT POLISULFON TERSULFONASI- NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT METHANOL FUEL CELL GINNA RAMADHINI PUTRI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBRAN KOMPOSIT POLISULFON

TERSULFONASI-NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT

METHANOL FUEL CELL

GINNA RAMADHINI PUTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Ginna Ramadhini Putri

(4)
(5)

ABSTRAK

GINNA RAMADHINI PUTRI. Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell oleh SRI MULIJANI dan ARMI WULANAWATI.

Pemenuhan kebutuhan energi menuntuk banyak orang untuk mencari energi alternatif lain agar bisa diperbarui, salah satunya adalah fuel cell. Penelitian ini bertujuan menyintesis dan mencirikan membran komposit membran polisulfon tersulfonasi-natrium alginate (sPSf) yang akan diaplikasikan untuk direct

methanol fuel cell. Proses diawali dengan sulfonasi pada suhu 40 oC selama 1 jam.

Kemudian ditambahkan natrium alginat untuk meingkatkan kinerja dari membran tersebut. Keberhasilan sulfonasi ditunjukkan oleh nilai derajat sulfonasi yakni 45%. Data pendukung lain yang menyatakan bahwa proses sulfonasi berhasil adalah adanya serapan pada bilangan gelombang 1725 cm-1 yang menyatkan bahwa ada gugus sulfonat yang tertrisubtitusi 1,2,4- pada posisi ortho. Membran komposit diperoleh dengan menambahkan polisulfon yang telah disulfonasi dengan natrium alginat dengan ragam konsentrasi, yakni 2% dan 3%. Nilai konduktivitas tertinggi dan beda potensial tertinggi sPSf-natrium alginat 3 % ialah 1.0634 х 10-3 S/cm dan 0.409 volt. Dapat disimpulkan membran komposit sPSf dapat diaplikasikan untuk DMFC.

Kata kunci: sel bahan bakar, membran komposit, polisulfon tersulfonasi, natrium alginat.

ABSTRACT

GINNA RAMADHINI PUTRI. Composite Membrane of Sulfonated Polysulfone-Sodium Alginate for the Application in Direct Methanol Fuel Cell. Supervised by SRI MULIJANI and ARMI WULANAWATI.

Energy demand triggers people to find other renewable energy alternatives, such as fuel cell. In this study composite membrane of sulfonated polysulfone-sodium alginate (sPSf) was synthesized characterized and then applied in direct

methanol fuel cell. Sulfonation was started at 40 oC for 1 hour and then sodium

alginate was added to improve membrane performances. The degree of sulfonation through sulfonation process was 45% and a peak at 1725 cm-1 in Fourier transform infrared spectrophotometer showed that 1,2,4- substituted sulfonate group exist in ortho position. Composite membrane was produced by adding sulfonated polysulfone and sodium alginate with concentration of 2% and 3%. The composite membrane of sPSf-sodium alginate 3% gave the highest proton conductivity and voltage with values 1.634 х10-3 S/cm and 0.409 volt, respectively. This result showed that the composite membrane of sPSf-sodium alginate can be applied in direct methanol fuel cell system.

Keywords: Fuel Cell, composite membrane, sulfonated polysulfone, sodium alginate.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

MEMBRAN KOMPOSIT POLISUFON

TERSULFONASI-NATRIUM ALGINAT UNTUK APLIKASI DIRECT

METHANOL FUEL CELL

GINNA RAMADHINI PUTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Skripsi : Membran Komposit Polisufon Tersulfonasi-Natrium Alginat untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell

Nama : Ginna Ramadhini Putri NIM : G44100087

Disetujui oleh

Dr Sri Mulijani, MS Pembimbing I

Armi Wulanawati, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul “Membran Komposit Polisulfon Tersulfonasi-Natrium Alginat Untuk Aplikasi Direct Methanol Fuel Cell” yang telah dilaksanakan mulai bulan Januari hingga bulan Mei 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Sri Mulijani, MS selaku pembimbing I dan Ibu Armi Wulanawati, MSi selaku pembimbing II yang senantiasa mengarahkan, memberikan masukan, serta membimbing penulis dalam penelitian dan juga dalam penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih juga diberikan kepada Ibu Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MAgr selaku Kepala Bagian Laboratorium Kimia Fisik, Pak Ismail, Bu Ai, serta Mba Prita yang sudah banyak membantu dalam penelitian ini. Tak lupa ucapan terimakasih kepada Vallian, Suci, Hawari, dan teman-teman keluarga Kimia Fisik yang telah banyak membantu selama pelaksanaan penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih khususnya kepada orang tua atas segala doa dan bimbingannya beserta teman-teman kimia angkatan 47 serta semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis menyampaikan terima kasih.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor, September 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

BAHAN DAN METODE 2

Alat dan Bahan 2

Sintesis Polisulfon Tersulfonasi 2

Penentuan Derajat Sulfonasi 3

Pembuatan Membran Polisulfon Tersulfonasi-Natrium Alginat (sPSf-Natrium

Alginat) 3

Pengukuran Bobot Jenis 3

Pengujian Water Uptake 3

Pencirian Membran 4

Pengukuran Konduktivitas Membran 4

Uji Permeabilitas Metanol 5

Uji Aplikasi Sistem DMFC 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Membran Polisulfon Tersulfonasi-Natrium Alginat 5

Derajat Sulfonasi (DS) 8

Water Uptake dan Permeabilitas Metanol 8

Bobot Jenis 9

Ciri-ciri Membran 10

Konduktivitas Proton 11

Uji Aplikasi Sistem DMFC 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14 Saran 14 DAFTAR PUSTAKA 15 LAMPIRAN 17 RIWAYAT HIDUP 24

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Alat LCR meter 4

2 Polisulfon sebelum (a) dan sesudah (b) sulfonasi 6

3 Reaksi sulfonasi polisulfon 7

4 Membran sPSf (a) dan sPSf-natrium alginat 3% (b) 8 5 Water uptake pada membran PSf, sPSf, sPSf-Na alginat 9 6 Bobot jenis membran PSf, sPSf, dan sPSf-Na alginat 9 7 Analisis FTIR PSf (-), sPSf (-), sPSf-Na alginat 3% (-), dan natrium

alginat (-) 10

8 Permukaan membran PSf (a), sPSf (b), dan sPSf-alginat 3% (c) serta penampang melintang PSf (d), sPSf (e), dan sPSf-alginat 3% (f)

dengan perbesaran 10000 kali 11

9 Nilai konduktivitas membran nonaktivasi menggunakan elektrode karbon dan logam, serta membran aktivasi menggunakan elektrode

karbon dan logam 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 17

2 Penentuan Derajat Sulfonasi 18

3 Penentuan nilai Water Uptake 19

4 Penentuan bobot jenis membran 20

5 Hasil analisis FTIR 21

6 Nilai konduktivitas membran 22

(15)

PENDAHULUAN

Krisis energi merupakan masalah besar yang sedang dihadapi di beberapa negara berkembang saat ini. Hal ini disebabkan oleh jumlah energi yang semakin menipis dan berbanding terbalik dengan daya konsumsinya. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbarui juga menjadi faktor kelangkaan sumber daya. Penggunaan bahan bakar alternatif yang lazim disebut ‘biofuel’, dapat memperkuat ketersedian bahan bakar serta ramah lingkungan sehingga dapat meningkatkan kualitas udara (Kardono 2008). Salah satu nyata dari biofuel adalah sel bahan bakar atau fuel cell.

Fuel cell merupakan suatu rangkaian yang menghasilkan listrik dari

reaksi kimia yang melibatkan oksigen dan hidrogen. Teknologi ini tersusun dari beberapa bagian yang membentuk satu kesatuan di antaranya membran, elektrode, dan lempeng dwikutub (Hendrana 2007). Prinsip kerja fuel cell sangat mirip dengan aki dalam hal keduanya sama sama mempunyai komponen utama elektrode dan elektrolit. Dalam fuel cell, membran elektrolit merupakan komponen utama yang berperan memisahkan reaktan dan menjadi sarana pengangkutan ion hidrogen yang dihasilkan oleh reaksi di anode menuju katode sehingga reaksi di katode yang menghasilkan energi listrik dapat terjadi (Suka et al. 2007). Salah satu jenis membran yang banyak dipakai sebagai komponen elektrolit dalam teknologi sel bahan bakar berbasis metanol ialah direct methanol fuel cell (DMFC).

DMFC menggunakan membran polimer elektrolit yang berpeluang untuk diaplikasikan sebagai portable power source serta transportasi. Pengembangan teknologi saat ini sedang berpusat pada sistem DMFC suhu tinggi. Suhu yang digunakan sekitar 120 hingga 160 oC. Penggunaan suhu yang tinggi dapat meningkatkan kinetika oksidasi metanol pada anode serta meningkatkan tegangan sel (Handayani et al. 2007). Membran elektrolit yang banyak digunakan untuk aplikasi sistem DMFC terbuat dari fluoro-polimer dengan rantai cabang mengandung gugus sulfonat, di antaranya adalah Nafion. Nafion memiliki konduktivitas termal yang tinggi, yakni sebesar 0.082 S/cm (Handayani 2008). Namun, terdapat beberapa kelemahan Nafion, seperti

methanol crossover, mahal, serta kinerjanya menurun pada penggunaan suhu

diatas 80 oC, sehingga peneliti mencari alternatif lain sebagai pengganti Nafion. Jenis polimer lain yang tidak mengandung fluorin telah banyak dikembangkan, misalnya poliimida, polisulfon, polikarbonat, polieter-eter keton, dan polistirena butadiena (Suka et al. 2010).

Membran penukar proton atau proton exchange membrane (PEM) berbasis polisulfon tersulfonasi adalah salah satu jenis membran yang banyak dipakai sebagai komponen elektrolit dalam teknologi sel bahan bakar berbasis metanol atau DMFC. Masuknya gugus sulfonat dalam kerangka polisulfon akan menghasilkan suatu membran bermuatan yang berperan dalam meningkatkan sifat hidrofilisitas dan konduktivitasnya (Piluharto et al. 2012). Polisulfon merupakan suatu polimer yang memiliki bobot molekul yang besar, mengandung gugus sulfonat dan inti benzena dalam suatu rantai polimer utama. Polisulfon memiliki sifat kaku yang berasal dari ketidaklenturan dan kekakuan gugus fenil dan SO2 (Pratomo 2003).

(16)

2

Peningkatan kinerja membran dapat dilakukan dengan cara membuat membran komposit polisulfon tersulfonasi, salah satunya dengan penambahan natrium alginat. Alginat merupakan polisakarida linear yang terdiri dari monomer β-10-manuronat dan α-10-guluronat yang dihubungkan melalui ikatan-1,4. Alginat menjadi sangat penting karena penggunaanya di berbagai bidang industri. Polimer ini ionik dan hidrofilik sehingga larut dalam air dan tidak stabil dalam larutan yang mengandung air (Shi et al. 1996). Membran komposit mampu meningkatkan permeabilitas dan kekuatan mekanik yang tinggi.

Berdasarkan hal-hal tersebut, pada penelitian ini dilakukan sintesis dan pencirian membran polisulfon tersulfonasi natrium alginat untuk diapliaksikan sebagai DMFC dengan suhu sulfonasi 40 oC. Penambahan natrium alginat berfungsi untuk meminimalkan methanol crossover. Diharapkan membran yang diperoleh memiliki sifat fisis yang kuat, biodegradabel, dan memiliki konduktivitas proton yang tinggi (Handayani et

al. 2007). Kinerja dan karakteristik membran diuji dengan mengukur

permeabilitas metanol, water uptake, spektrum inframerah, foto SEM, dan konduktivitas proton

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah polisulfon, Na-alginat, asam sulfat berasap yang mengandung 65% SO3 (oleum), gas nitrogen, kloroform teknis,

diklorometana teknis, metanol, NaOH teknis, HCl teknis, asam oksalat teknis, larutan K3[Fe(CN)6] 1 mM, larutan Na2HPO4 1 mM, fenolftalein, dan air

deionisasi.

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, oven, labu leher tiga, piknometer, neraca analitik, SEM JEOL JSM 836 OLA, FTIR BRUCKER TENSOR 27, dan impedance analyzer.

Sintesis Polisulfon Tersulfonasi (Modifikasi Xing et al. 2004)

Sebanyak 10 g polisulfon dilarutkan ke dalam kloroform sehingga diperoleh larutan polisulfon 10% (b/v). Kemudian sebanyak 20 mL oleum diteteskan secara bertahap dalam corong pisah yang dihubungkan dengan labu leher tiga dengan dialiri gas nitrogen. Gas SO3 didorong oleh gas nitrogen

menuju larutan PSf. Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 40 oC, lalu diaduk menggunakan pengaduk mekanik dengan kecepatan skala 1 hingga homogen selama 60 menit di ruang asam

(17)

3

Penentuan Derajat Sulfonasi (Modifikasi Martins 2007)

Derajat sulfonasi ditentukan dengan cara titrasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan sulfonasi. Sebanyak 0.1 g PSf direndam dalam NaOH 1 N sebanyak 10 mL selama 3 hari. Setelah 3 hari NaOH dititrasi dengan HCl 0.1 N menggunakan indikator fenolftalein sebanyak 3 tetes. Titik akhir titrasi terjadi saat terjadi perubahan warna dari merah muda menjadi tidak berwarna (Dhuhita dan Kusuma 2010). Derajat sulfonasi didapatkan melalui persamaan

DS = -Keterangan:

Vawal = Volume HCl blangko (L)

Vakhir = Volume HCl sampel (L)

N = Normalitas HCl (N) BE = Bobot ekuivalen (g/ek)

Pembuatan Membran Polisulfon Tersulfonasi-Natrium Alginat (sPSf-Natrium Alginat) (Modifikasi Handayani et al. 2007)

Na-Alginat sebanyak 2% dan 3% dari bobot polisulfon ditambahkan ke dalam membran polisulfon tersulfonasi yang telah dilarutkan dalam 25 mL diklorometana. Selanjutnya campuran diaduk pada suhu ruang dengan menggunakan pengaduk magnet. Setelah larut sempurna dan tidak ada gelembung, membran komposit dicetak di atas pelat kaca.

Pengukuran Bobot Jenis

Sampel dipotong dengan ukuran seragam. Bobot kosong piknometer ditimbang (wo) dan dimasukkan sepotong sampel kemudian ditimbang

kembali (w1). Akuades ditambahkan ke dalam piknometer berisi potongan

sampel hingga tidak terdapat lagi gelembung udara, kemudian ditimbang bobotnya (w2). Bobot piknometer berisi akuades juga ditimbang (w3). Suhu

air dan udara dicatat untuk menentukan faktor koreksi suhu. Bobot jenis komposit natrium alginat diperoleh dari persamaan

d=

-- - -

-Keterangan:

d = Bobot jenis sampel (g/mL) d1 = Bobot jenis air (g/mL)

da = Bobot jenis udara (g/mL)

Pengujian Water Uptake (Handayani 2008)

Membran komposit sPSf-Na alginat dikeringkan dalam oven dengan suhu 120 oC selama 24 jam lalu ditimbang sebagai wkering. Setelah itu,

(18)

4

membran direndam dalam air deionisasi pada suhu ruang selama 24 jam. Membran dikeluarkan dan dibersihkan dengan tisu, lalu ditimbang sebagai wbasah. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui selisih bobot membran pada

saat basah dan kering melalui persamaan

Water uptake (%) =

-Pencirian Membran

Analisis Gugus Fungsi

Struktur sPSf Na-alginat diuji menggunakan spektrofotometer FTIR dengan resolusi 4 dan payar 32. Pengujian bertujuan menentukan gugus fungsi dalam membran sPS-Natrium Alginat (Handayani 2008).

SEM

Membran diuji menggunakan SEM untuk memberikan informasi

mengenai morfologi struktur permukaan dan penampang melintangnya. Dari foto SEM juga dapat diperoleh data mengenai ukuran pori sehingga keseragaman struktur membran dapat ditentukan (Pratomo 2003). Membran sPSf-Na alginat dibekukan dengan nitrogen cair selama 10 menit kemudian dipatahkan dan ditempelkan pada cell holder. Membran dilapisi dengan emas, lalu dimasukkan ke dalam chamber dan dipotret permukaan serta penampang melintangnya.

Pengukuran Konduktivitas Membran

Konduktivitas diukur menggunakan alat LCR meter (Gambar 1), di Laboratorium Biofisika Membran, Departemen Fisika, FMIPA, IPB. Membran dipotong dengan ukuran (6 х 1) cm2. Selanjutnya membran di apit dengan elektrolit dan dihubungkan dengan kutub positif dan negatif pada alat, sehingga diperoleh nilai konduktivitas membran. Prosedur yang sama dilakukan menggunakan elektrode campuran besi-tembaga.

Gambar 1 Alat LCR meter

Membran yang digunakan saat pengukuran konduktivitas, diukur pula ketebalannya menggunakan mikrometer digital. Tebal membran berbanding

(19)

5 lurus dengan jarak antara kedua elektrode karbon (l). Nilai konduktansi (G) yang diperoleh dikonversi menjadi nilai konduktivitas per satuan jarak yang disebut dengan nilai konduktivitas proton (σ) melalui persamaan

σ = G

Keterangan:

σ = Konduktivitas proton (S/cm) A = Luas permukaan (cm2)

l = Jarak antar kedua elektrode (cm) G = Nilai konduktivitas (S)

Uji Permeabilitas Metanol (Shin et al. 2005)

Permeabilitas metanol diamati secara kualitatif dari ada tidaknya metanol yang berdifusi melalui membran. Sebuah bejana dengan 2 kompartemen (A dan B) yang di bagian tengahnya dihimpitkan membran. Kompartemen A diisi dengan 160 mL metanol 0.3 M, kemudian posisi sistem dibalik agar metanol berada di atas membran selama 30 menit. Permukaan bawah membran dilap dengan tisu untuk menentukan ada tidaknya metanol dan terdifusi melalui membran.

Uji Aplikasi Sistem DMFC

Konduktivitas dalam sistem sel bahan bakar diukur menggunakan 2 sistem bejana, yaitu sistem anode dan katode. Bejana pertama yang bertindak sebagai anode diisi dengan 160 mL larutan metanol 0.3 M, sedangkan bejana kedua yang bertindak sebagai katode diisi dengan 80 mL larutan K3[Fe(CN)6]

1 mM dan 80 mL larutan Na2HPO4. Membran direkatkan pada bagian tengah

kedua bejana tersebut, lalu dihubungkan dengan kutub positif dan kutub negatif. Beda potensial diukur menggunakan alat voltmeter.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Membran Polisulfon Tersulfonasi-Natrium Alginat

Sintesis membran polisulfon tersulfonasi dilakukan dengan cara memasukkan gugus sulfonat kedalam struktur polisulfon yang berasal dari agen pensulfonasi yakni oleum dengan bantuan gas nitrogen. Sulfonasi dilakukan pada suhu 40 oC selama 60 menit di lemari asam. Gas nitrogen digunakan karena bersifat lembam, sehingga tidak ikut bereaksi pada saat digunakan untuk mendorong gas SO3. Terbentuknya polisulfon tersulfonasi

ditandai dengan perubahan warna larutan dari awalnya tidak berwarna (Gambar 2a) menjadi agak kecokelatan (Gambar 2b).

(20)

6

(a) (b) Gambar 2 Polisulfon sebelum (a) dan sesudah (b) sulfonasi

Sulfonasi merupakan proses masuknya gugus sulfonat atau SO3H ke

dalam struktur benzena pada rantai polimer polisulfon (Pramono et al 2012). Proses sulfonasi polisulfon terjadi melalui masuknya gugus S03H yang

berasal dari H2SO4 fuming ke dalam rantai polisulfon (Handayani et al 2007).

Proses sulfonasi bertujuan meningkatkan sifat hidrofilisitas dari membran polisulfon. Semakin hidrofilik suatu membran, akan semakin banyak air yang terserap dan berpengaruh pada peningkatan transpor proton oleh membran tersebut.

(21)

7

Membran komposit polisulfon tersulfonasi (sPSf) dibuat dengan cara menambahkan natrium alginat ke dalam membran sPSf. Konsentrasi natrium alginat divariasikan, yakni 2% dan 3% dari bobot polisulfon. Membran polisulfon dilarutkan menggunakan diklorometana lalu ditambahkan natrium alginat dan dicetak. Sebelumnya natrium alginat dihaluskan hingga 40 mesh. Hal ini dilakukan karena sifat natrium alginat yang polar sehingga sukar larut dalam diklorometana. Membran sPSf memiliki warna putih (Gambar 4a), sedangkan sPSf-natrium alginat 3% berwarna kuning kecoklatan (Gambar 4b).

(22)

8

(a) (b)

Gambar 4 Membran sPSf (a) dan sPSf-natrium alginat 3% (b)

Derajat Sulfonasi (DS)

Derajat sulfonasi (DS) ditentukan untuk mengetahui banyaknya gugus sulfonat yang tersubstitusi ke dalam rantai polisulfon. Semakin tinggi nilai DS, berarti semakin banyak gugus sulfonat yang terbentuk dan membran tersebut semakin hidrofilik sehingga akan mudah menghantarkan proton. Namun, jika nilai DS terlalu tinggi, membran akan terlalu mudah larut dalam air sehingga sifat mekaniknya akan menurun. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan persentase hasil derajat sulfonasi sebesar 45.09 %. Data pendukung lain untuk menjelaskan keberhasilan sulfonasi adalah spektrum FTIR dan foto SEM.

Water Uptake dan Permeabilitas Metanol

Pengujian water uptake pada membran untuk mengetahui karakteristik membran dalam menyerap air. Semakin baik menyerap air maka membran semakin bersifat hidrofilik. Membran yang bersifat hidrofilik akan semakin mudah menghantarkan proton (Handayani et al. 2007). Namun jika nilai

water uptake terlalu besar akan menurunkan sifat mekanik dari membran

yang menyebabkan membran mudah larut dalam air.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan nilai water uptake meningkat seiring dengan kenaikkan konsentrasi membran sPSf-Na alginat. Pada membran PSf persentase water uptake sebesar 0.77 % sedangkan pada membran yang telah disulfonasi, water uptake meningkat menjadi 1.59 %. Pada membran sPSf-natrium alginat 2% persentase water uptake meningkat hingga mencapai 4.89 % dan natrium alginat 3% meningkat hingga 8.43 %. Penambahan natrium alginat pada membran sPSf akan meningkatkan nilai

water uptake hingga 74% dari membran sPSf. Hal ini dikarenakan afinitas

alginat yang tinggi terhadap air sehingga mampu meningkatkan nilai water

(23)

9

Gambar 5 Water uptake pada membran PSf, sPSf, sPSf-Na alginat Permeabilitas metanol diuji secara kualitatif untuk mengetahui adanya

methanol crossover. Methanol crossover merupakan proses difusi molekular

metanol dari anode menuju katode melalui membran (Putro 2013). Methanol

crossover pada membran untuk aplikasi DMFC sangat tidak diharapkan, hal

ini dikarenakan dengan adanya methanol crossover hanyak akan menurunkan konduktivitas dari membran dan juga dapat berpengaruh terhadap borosnya bahan bakar. Berdasarkan uji kualitatif yang telah dilakukan, tidak terjadi

methanol crossover pada membran sPSf-Na alginat, sehingga membran dapat

digunakan sebagai aplikasi sistem DMFC.

Bobot Jenis

Bobot jenis membran sPSf meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi natrium alginat. Peningkatan bobot jenis ini dipengaruhi oleh meningkatnya kerapatan sPSf oleh natrium alginat (Putra 2012). PSf memiliki bobot jenis sebesar 1.2038 g/mL sedangkan pada sPSf bobot jenis meningkat menjadi 1.2283 g/mL. Hal ini juga terjadi pada sPSf-Na alginat 2% dan 3% yakni masing-masing sebesar 1.2386 g/mL dan 1.2442 g/mL. Penambahan natrium alginat pada membran sPSf akan meningkatkan bobot jenis sebesar 1.055%. Kenaikan bobot jenis pada membran Psf,sPSf, maupun sPSf-natrium alginat dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Bobot jenis membran PSf, sPSf, dan sPSf-Na alginat 0 2 4 6 8 10 PSf sPSf sPSf-natrium alginat 2% sPSf-natrium alginat 3% W a te r U p ta ke ( %) Jenis Membran 1.18 1.19 1.2 1.21 1.22 1.23 1.24 1.25 PSf sPSf sPSf-natrium alginat 2% sPSf-natrium alginat 3% B o b o t Jen is ( g /m L ) Jenis Membran

(24)

10

Ciri-ciri Membran FTIR

Spektrum FTIR digunakan untuk mengetahui keberadaan gugus fungsi SO3H dalam struktur polisulfon yang telah disulfonasi. Gambar 7

menunjukkan bahwa sulfonasi telah berhasil dilakukan, yang ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang 1364 cm-1. Serapan pada bilangan gelombang 1375-1300 cm-1 merupakan serapan vibrasi regang dari gugus –SO3H (Pavia et al. 2001). Gugus sulfonat tertrisubtitusi 1,2,4-

pada posisi orto dari struktur benzena pada polisulfon. Hal ini ditandai dengan adanya serapan pada bilangan gelombang 1725 cm-1 (Pavia et al. 2001). Spektrum membran komposit tidak menunjukkan penambahan gugus baru. Hal ini menandakan bahwa interaksi membran sPSf dengan natrium alginat hanya interaksi fisik.

SEM

Permukaan pada membran dapat dianalisis menggunakan scanning

electron microscope (SEM) dengan perbesaran 10000 kali. Berdasarkan hasil

analisis SEM, Gambar 8a menunjukkan permukaan membran PSf yang kurang homogen dibandingkan Gambar 8b yaitu membran sPSf. Hal ini dikarenakan adanya gugus sulfonat yang masuk membuat membran lebih bersifat hidrofilik sehingga menyebabkan larutan menjadi lebih homogen. Adanya penambahan komposit natrium alginat (8c) membuat permukaan membran menjadi lebih kasar yang ditandai dengan terbentuknya gumpalan (lingkaran kuning). Hal ini dapat dibuktikan dari penampang melintang membran. Gambar 8d menunjukkan bahwa struktur polisulfon bersifat kaku, terlihat dari penampang melintang yang menjari. Setelah disulfonasi membran PSf menjadi lebih amorf, terlihat pada Gambar 8e pori-pori membran semakin melebar, inilah yang menyebabkan membran semakin halus dan homogen. Setelah adanya penambahan natrium alginat permukaan membran menjadi lebih kasar, terlihat dari penampang melintang pada Gambar 8f yang disebabkan karena natrium alginat yang kurang larut sempurna. Sifat dari natrium alginat adalah polar, sehingga sangat sukar larut dalam pelarut semi polar, bahkan nonpolar (Kosman 2011). Membran sPSf-Na alginat merupakan

4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0 4 50 .0 -3.0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 9 3.0 cm-1 %T

L ab orato ry Tes t Res u l t

L ab orato ry Tes t Res u l tL ab orato ry Tes t Res u l t

SP SF-A lg i nat 3%

A lg in at

L ab orato ry Tes t Res u l t

SP SF

P SF

Gambar 7 Analisis FTIR PSf (-), sPSf (-), sPSf-Na alginat 3% (-), dan natrium alginat (-)

(25)

11 membran non pori atau nonporous, sehingga sangat baik digunakan dalam aplikasi sistem DMFC, karena hanya proton yang akan melewati membran, sedangkan molekul tidak (Anto 2013).

a b c

d e f

Konduktivitas Proton

Pengujian konduktivitas proton membran menggunakan alat impedance

analyzer LCR meter menggunakan elektrode karbon dan logam. Elektrode

logam yang digunakan adalah elektrode campuran tembaga-besi. Uji konduktivitas proton ini dilakukan pada membran PSf, sPSf, sPSf-Na alginat 2%, dan sPSf-natrium alginat 3%. Sebelumnya masing-masing membran diaktivasi terlebih dahulu menggunakan H2O2 dan H2SO4. Aktivasi membran

berfungsi untuk mengaktifkan gugus-gugus penghantar proton agar diperoleh nilai konduktivitas proton yang semakin baik (Anggraini 2013). Nilai konduktivitas membran sebelum diaktivasi akan dibandingkan dengan membran yang telah diaktivasi. Hasil uji konduktivitas proton ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 8 Permukaan membran PSf (a), sPSf (b), dan sPSf-alginat 3% (c) serta penampang melintang PSf (d), sPSf (e), dan sPSf-alginat 3% (f) dengan perbesaran 10000 kali

(26)

12

Gambar 9 Nilai konduktivitas membran nonaktivasi menggunakan elektrode karbon ( ) dan logam ( ), serta membran aktivasi menggunakan elektrode karbon ( ) dan logam ( )

Membran komposit natrium alginat 3% menggunakan elektrode campuran logam tembaga-besi teraktivasi menghasilkan nilai konduktivitas yang paling tinggi, yakni sebesar 1.0634 x 10-3 S/cm. Penggunaan elektrode campuran logam tembaga-besi meningkatkan nilai konduktivitas, dikarenakan sifat logam itu sendiri yang bertindak sebagai konduktor, selain itu perlakuan aktivasi terhadap membran juga meningkatkan nilai konduktivitas pada membran tersebut. Penggunaan elektrode karbon dalam pengukuran, menghasilkan nilai konduktivitas yang kecil, hal ini dikarenakan sifat karbon yakni semikonduktor, sehingga kurang baik dalam menghantarkan elektron. Sehingga dapat disimpulkan membran komposit natrium alginat 3% teraktivasi memiliki nilai konduktivitas paling tinggi yakni sebesar 1.0634 x 10-3 S/cm. Namun nilai konduktivitas ini masih sangat kecil dibandingkan dengan konduktivitas nafion yang mencapai 0.082 S/cm ( Handayani 2008 ).

Uji Aplikasi Sistem DMFC

Direct methanol fuel cell (DMFC) merupakan salah satu tipe polymer electrolite membrane fuel cell (PEMFC) yang menggunakan metanol sebagai

bahan bakar. Uji aplikasi sistem DMFC ini menggunakan kompartemen yang terdiri atas 2 bejana, yakni bejana A berisi larutan metanol yang akan bertindak sebagai anode, sedangkan bejana B akan berisi campuran Na2HPO4

dan K3[Fe(CN)6]. Bahan bakar yang digunakan adalah metanol, karena

metanol dapat dijadikan sumber hidrogen yang nantinya hidrogen tersebut akan dihantarkan ke katode melalui membran elektrolit agar dibagian anode terdapat kumpulan elektron dan dibagian katode terdapat kumpulan proton yang dapat menghasilkan beda potensial sehingga mampu menghasilkan arus listrik. Kompartemen untuk aplikasi sistem DMFC dapat dilihat pada Gambar 10. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 PSf sPSf sPSf-natrium alginat 2% sPSf-natrium alginat 3% Nilai Konduktivi tas ( S /cm) Jenis Membran

(27)

13

Dengan menggunakan elektrode karbon, membran sPSf-natrium alginat 3% memiliki nilai beda potensial yakni 0.159 volt, sedangkan membran PSf, sPSf, dan sPSf–natrium alginat 2% menghasilkan nilai beda potensial berturut-turut sebesar 0.130, 0.140, dan 0.151 volt. Nilai bedapotensial pada membran yang diukur dengan menggunakan elektrode logam. Nilai beda potensial tertinggi ialah untuk sPSf-Na alginat 3% yaitu 0.409 volt, sedangkan untuk PSf, sPSf, dan sPSf-Na alginat 2% berturut-turut sebesar 0.305, 0.335, 0.405 volt. Penggunaan elektrode logam mampu meningkatkan nilai beda potensial, dikarenakan adanya beda potensial tambahan yang terjadi pada logam tersebut. Reaksi yang terjadi pada anode adalah oksidasi metanol yang akan menghasilkan hidrogen, CO2, dan elektron. Hidrogen yang dijadikan

sebagai sumber proton akan dihantarkan ke katode melalui membran elektrolit, sehingga pada anode hanya terdapat tumpukan elektron yang akan mengalir ke katode dan menghasilkan beda potensial. CO2 yang dihasilkan

berada dalam bentuk gas, sehingga akan sangat mudah untuk menguap. Pada katode terjadi reaksi reduksi larutan K3[Fe(CN)6], dimana Fe3+ berubah

menjadi Fe2+. Penggunaan elektrode tembaga-besi akan meningkatkan beda potensial. Hal ini dikarenakan Fe3+ yang tereduksi akan mengoksidasi Fe menjadi Fe2+ yang berasal dari elektrode yang digunakan. Hal ini ditandai dengan adanya endapan hijau yang menempel pada elektrode besi. Berikut reaksi yang terjadi pada aplikasi sistem DMFC

Anode: CH3OH + H2O  CO2 + 6H+ + 6e

-Katode: O2 + 6H+ + 6e-  3H2O

Total: CH3OH + O2  CO2 + 2H2O (Hendrana 2007)

Penambahan natrium alginat pada membran mampu meningkatkan beda potensial, dikarenakan sifat natrium alginat yang hampir sama dengan sifat air, yakni hidrofilik sehingga mampu menghantarkan proton. Namun dapat dilihat berdasarkan data yang diperoleh, adanya penambahan alginat tidak terlalu memengaruhi nilai konduktivitas, terlihat dari sebelum dan setelah ditambahkan natrium alginat nilai konduktivitas tidak terlalu meningkat. Penambahan alginat ini sendiri lebih menekankan pada kekuatan mekanik membran dikarenakan sifat alginat yang bertindak sebagai lapisan

Gambar 10 Kompartemen aplikasi sistem DMFC

/

(28)

14

membran. Namun alginat berpotensi sebagai media dehidrasi etanol dikarenakan afinitasnya tinggi terhadap air (Shao & Huang 2007). Gambar 11 merupakan hasil pengukuran beda potensial menggunakan voltmeter.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Membran komposit polisulfon tersulfonasi-natrium alginat dapat dikatakan terbentuk pada suhu 40 oC. Nilai derajat sulfonasi yang diperoleh sebesar 45.09%. Hasil FTIR dan SEM juga mendukung keberhasilan dari proses sulfonasi yakni munculnya serapan vibrasi regang dari gugus –SO3H

pada bilangan gelombang 1725 cm-1. Adanya penambahan natrium alginat sebanyak 3% mampu meningkatkan nilai konduktivitas dan beda potensial berturut-turut sebesar 1.0634 x 10-3 S/cm dan 0.409 volt menggunakan elektrode campuran tembaga-besi. Methanol crossover tidak terjadi, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya metanol yang terserap ke sisi bagian permukaan membran, sehingga dapat dikatakan membran polisulfon tersulfonasi-natrium alginat baik untuk digunakan sebagai aplikasi Direct

Methanol Fuel Cell (DMFC).

Saran

Sebaiknya perlu dilakukan proses polisulfon tersulfonasi-natrium alginat dengan variasi konsentrasi dan variasi suhu. Selain itu perlu dilakukan analisis termal untuk mengetahui ketahanan termal dari membran. Serta mencari alternatif polimer lain, selain polisulfon untuk meminimumkan biaya.

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 PSf sPSf sPSF-natrium alginat 2% sPSf-natrium alginat 3% B eda P ot ens ial (vo lt ) Jenis Membran

(29)

15

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini Y. 2013. Membran komposit polistirena tersulfonasi-natrium alginat untuk aplikasi Direct Methanol Fuel Cell [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anto R. 2013. Membran komposit kitosan-natrium alginat untuk aplikasi

Direct Methanol Fuel Cell [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian

Bogor.

Dhuhita A, Kusuma DA. 2010. Karakterisasi dan uji kinerja SPEEK, eSMM, dan Nafion untuk aplikasi Direct Methanol Fuel Cell [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Handayani S. 2008. Membran elektrolit berbasis polieter-eter keton tersulfonasi untuk Direct Methanol Fuel Cell suhu tinggi [disertasi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

Handayani S. Purwanto WW, Dewi EL, Soemanto RW. 2007. Sintesis dan karakterisasi membran elektrolit polieter eter keton tersulfonasi. Jurnal

Sains Materi Indonesia. ISSN: 1411-1098.

Hendrana S. 2007. Pengembangan Membran Polimer untuk Proton Exchange

Membrane Fuel Cell (PEMFC). Jakarta (ID): Pusat Penelitian Fisika,

LIPI.

Kardono. 2008. Potensi Pengembangan Biofuel Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Seminar Nasional Teknik Pertanian; 2008 Nov 18-19; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Pusat Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. hlm 1-22.

Kosman R. 2011. Pemurnian natrium alginat dari Sargassum duplicatum J.G. Agardh, Turbinaria decurrens (Bory) dan Turbinaria ornate (Turner) J. Argardh asal Perairan Ternate, Maluku Utara. Majalah Farmasi dan

Farmakologi. 15(1): 30-34.

Martins CR, Hallwass F, Almeida YMB, Paoli MA. 2007. Solid-state 13C NMR analysis of sulfonated polystyrene. Ann Magn Reson 6: 46-55. Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 2001. Introduction to Spectroscopy.

Washington (US): Thomson Learning, Inc.

Peixiang et al. 2004. Synthesis and characterization of sulfonated poly (ether ether ketone) for Proton Exchange Membrane. J Membrane Science.

229: 95-106.

Piluharto B, Cynthia L, Tanti H. 2012. Pengembangan membran penukar proton berbasis polisulfon tersulfonasi untuk aplikasi Direct Methanol

Fuel Cell (DMFC) [laporan]. Jember (ID): Universitas Jember.

Pramono E, Aris W, priyadi, Jati W. 2012. Pengaruh derajat sulfonasi terhadap degradasi termal polistirena tersulfonasi. Indonesian Journal of

Applied Physics. 2(2): 157-163.

Pratomo H. 2003. Pembuatan dan karakterisasi membrane komposit polisulfon selulosa asetat untuk proses ultrafiltrasi. Jurnal Pendidikan

Matematika dan Sains. 3(7): 168-173.

Putro AS. 2013. Membran komposit kitosan-zeolit untuk aplikasi Direct

(30)

16

Shi YQ, wang XW, Chen GW. 1996. Pervaporation characteristics and solution diffusion behaviors through sodium alginate dense membrane.

Journal of Applied Polymer Science. 68: 959-968.

Shin JP, Chang BJ, Kim JH, Le SB, Suh DH. 2005. Sulfonated polystyrene/PTFE composite membrane. Journal of membrane science 251: 247-254.

Suka IG, Wasinton S, Eniya LD. 2010. Pembuatan membran polimer elektrolit berbasis polistiren akrilonitril (SAN) untuk aplikasi Direct

(31)

17

LAMPIRAN

Polisulfon Sintesis membran polisulfon-Natrium Alginat tersulfonasi Membran sPSf Pencirian Membran Kinerja Membran Uji Aplikasi DMFC 1. Pengukuran Bobot molekul 2. Penentuan Derajat Sulfonasi 3. Pengujian Water Uptake 4. Pengukuran Konduktivitas pada Membran 5. Pengukuran Permeabilitas Metanol 1. FTIR 2. SEM

(32)

18

Lampiran 2 Penentuan Derajat Sulfonasi

Contoh Perhitungan ( Ulangan 2) Diketahui:

Volume Awal = Volume HCl blangko= 9.70 mL= 0.0097 L Volume Akhir = Volume HCl Terpakai = 9.20 mL= 0.0092 L NHCl = 1.004 N

BE SO3 = 80.06 g/ek

DS =

= DS = 40.21 %

Ulangan Bobot membran (g) VNaOH (mL)

VHCl (mL)

Derajat Sulfonasi (%) awal akhir terpakai

1 0.1000 10.00 0.00 9.20 9.20 40.21 2 0.1019 10.00 9.20 18.30 9.10 47.36 3 0.1012 10.00 18.30 27.40 9.10 47.68

(33)

19 Lampiran 3 Penentuan nilai Water Uptake

Jenis membran Ulangan Bobot membran (g) Water Uptake

Rerata Water Uptake Kering Basah (%) (%) PSf 1 0.0291 0.0293 0.69 0.77 2 0.0382 0.0385 0.79 3 0.0475 0.0479 0.84 sPSf 1 0.0291 0.0295 1.37 1.59 2 0.0234 0.0238 1.71 3 0.0239 0.0243 1.67 sPSf-Na alginat 2% 1 0.0176 0.0184 4.55 4.89 2 0.0087 0.0093 6.90 3 0.0124 0.0128 3.23 sPSf-Na alginat 3% 1 0.0172 0.0189 9.88 8.43 2 0.0259 0.0278 7.34 3 0.0186 0.0201 8.06

Contoh perhitungan (membran sPSf ulangan 2 )

Water Uptake (%) =

= –

Water Uptake = 1.71 % Rerata Water Uptake = =1.59

(34)

20

Lampiran 4 Penentuan bobot jenis membran

Jenis

Membran Ulangan

Bobot, w (gram) Densitas, d (g/mL)

Rerata d wo w1 w2 w3 d1 da d PSf 1 20.2273 20.2307 44.4992 44.4986 0.99805 0.00125 1.2116 1.2064 2 20.2273 20.2314 44.4993 44.4986 0.99805 0.00125 1.2033 3 20.2273 20.2308 44.4992 44.4986 0.99805 0.00125 1.2043 sPSf 1 20.2271 20.2292 44.5022 44.5018 0.99805 0.00125 1.2326 1.2251 2 20.2271 20.2287 44.5021 44.5018 0.99805 0.00125 1.2281 3 20.2271 20.2299 44.5023 44.5018 0.99805 0.00125 1.2147 sPSf-Na alginat 2% 1 20.2304 20.2361 44.4803 44.4792 0.99875 0.00125 1.2391 1.2386 2 20.2286 20.2378 44.4560 44.4543 0.99875 0.00125 1.2267 3 20.2344 20.2359 44.4875 44.4872 0.99875 0.00125 1.2500 sPSf-Na alginat 3% 1 20.2415 20.2454 44.4909 44.4901 0.99875 0.00125 1.2562 1.2441 2 20.2378 20.2440 44.4873 44.4861 0.99875 0.00125 1.2381 3 20.2423 20.2454 44.4867 44.4861 0.99875 0.00125 1.2381

Contoh Perhitungan (Membran sPSf-natrium alginat 3% ulangan 3) d = -- - - = -- - - d = 1.2381 g/mL Rerata = = 1.2441 g/mL

(35)

21 4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0 4 50 .0 -14 .5 -10 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0.8 cm-1 %T

Lab orato ry Test Resu l t Lab orato ry Test Resu l t Lab orato ry Test Resu l t

Lab orato ry Test Resu l t

3901.70 3658.09 3555.38 3162.80 3094.41 3067.54 3036.67 2967.56 2934.06 2892.56 2873.06 2732.36 2692.442654.48 2592.79 2450.15 2409.62 2280.62 2178.49 2080.35 2041.11 1904.28 1774.25 1725.13 1589.03 1484.25 1410.69 1386.53 1364.02 1291.26 1255.07 1206.33 1148.49 1110.68 1080.84 1014.21 961.64 945.52 918.55 871.37 852.77 838.57 795.45 739.74 715.75 693.98 666.97 635.80 621.26 562.82 463.51 Lampiran 5 Hasil analisis FTIR

Gugus fungsi Bilangan gelombang membran (cm

-1

)

PSf sPSf sPSf-alginat 3% Ikatan C=C pada cincin aromatik 1586.40-1488.71 1586.64-1488.57 1589.03-1484.25 Ikatan C-H pada cincin aromatik 3093.51-3067.57 3094.73-3067.58 3094.41-3067.54 Ikatan C-O pada eter 1250.01 1249.18 1255.07 Cincin aromatik tertrisubstitusi

1,2,4- - 1724.29 1725.13 Ikatan S=O asimetrik 1323.58 1323.53 - Ikatan S=O simetrik 1153.34 1151.66 1148.49

PSf sPSf sPSf-Na alginat 3% 4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0 4 50 .0 -12 .0 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 7 7.0 cm-1 %T

L ab orato ry Test Resu l t

3711.27 3652.03 3643.94 3593.80 3551.64 3541.57 3163.95 3093.51 3067.57 3036.78 2968.45 2934.21 2873.29 2653.13 2595.752449.23 2410.65 2080.08 2041.37 1904.24 1774.87 1747.21 1586.40 1504.27 1488.71 1410.56 1386.53 1363.94 1323.58 1294.77 1250.01 1206.33 1169.72 1153.34 1107.12 1080.87 1014.14 962.07 945.35 918.45 873.84 853.74 834.92 795.48 756.38 740.58 715.86 693.05 665.17 635.89 621.25 559.53 461.46 4 00 0.0 3 00 0 2 00 0 1 50 0 1 00 0 4 50 .0 -14 .0 -10 0 1 0 2 0 3 0 4 0 5 0 6 0 7 0 8 0 8 8.0 cm-1 %T

Lab orato ry Test Resu l t Lab orato ry Test Resu l t Lab orato ry Test Resu l t

3902.75 3628.77 3547.15 3164.20 3094.73 3067.58 3036.72 2968.27 2934.38 2872.96 2594.49 2447.42 2411.09 2221.30 2078.57 2041.30 1902.82 1775.99 1724.29 1586.64 1503.96 1488.57 1410.70 1386.59 1364.00 1323.53 1294.73 1249.18 1206.17 1169.81 1151.66 1107.37 1080.84 1014.21 963.08 945.21 917.66 873.90 853.80 835.14 795.64 740.30 715.90 692.98 664.95 635.86 559.23 465.03

(36)

22

Lampiran 6 Nilai konduktivitas membran

Jenis

elektroda Jenis Membran Tebal (cm) Luas (cm2)

Konduktans (x10-3 S) Konduktivitas (x10-3 S/cm) nonaktivasi Aktivasi nonaktivasi Aktivasi

Karbon PSf 0.008 5.31 155.77 176.95 0.2337 0.2666 sPSf 0.005 5.31 318.32 322.24 0.2997 0.3034 sPSf-Na alginat 2% 0.007 5.31 263.89 331.74 0.3479 0.4373 sPSf-Na alginat 3% 0.008 5.31 281.98 357.64 0.4248 0.5388 Logam PSf 0.008 4.72 297.73 303.25 0.5046 0.5140 sPSf 0.005 4.72 515.73 546.71 0.5463 0.5791 sPSf-Na alginat 2% 0.007 4.72 555.26 578.11 0.8235 0.8574 sPSf-Na alginat 3% 0.008 4.72 595.66 627.41 1.0096 1.0634

Contoh perhitungan membran PSf nonaktivasi, elektrode campuran) σ = G

= 297.73 х σ = 0.5046 S/cm Keterangan :

σ : konduktivitas proton (S/cm) l : jarak antara kedua elektrode (cm) A : luas permukaan (cm2) G : Nilai konduktansi (S) Parameter: Frekuensi : 100.00 kHz CC : 1.00 mA V-lim : 10 mV Range : Auto 10 Ω Open : Off Short : Off

(37)

23 Lampiran 7 Data beda potensial

Elektrode Jenis Membran Konduktans (S) R (ohm) V(Volt) I (Ampere) P(watt)

Karbon PSf 0.1770 5.613 0.130 0.0230 0.0030 sPSf 0.3222 3.1033 0.140 0.0451 0.0063 sPSf-Na alginat 2% 0.3317 3.0148 0.151 0.0501 0.0076 sPSf-Na alginat 3% 0.3576 2.7964 0.159 0.0569 0.0090 Logam PSf 0.3033 3.2976 0.305 0.0925 0.0282 sPSf 0.5467 1.8291 0.335 0.1831 0.0614 sPSf-Na alginat 2% 0.5781 1.7298 0.405 0.2341 0.0948 sPSf-Na alginat 3% 0.6274 1.939 0.409 0.2566 0.1050

(38)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 Maret 1993 dari ayah Drs. B. Hadi Sutanto dan ibu Euis Sri Sugiarti, SPd. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus SMA Negeri 86 Jakarta pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia B pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014 serta asisten praktikum Kimia Fisik Layanan pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis juga aktif mengajar di sebuah sekolah swasta SMP Makarya Tangerang sebagai guru mata ajaran Ilmu Pengetahuan Alam untuk kelas 3 SMP. Penulis juga aktif dalam organisasi Himpro Imasika (Ikatan Mahasiswa Kimia) sebagai staff Departemen Pengembangan Kimia dan Seni tahun kepengurusan 2011/2012 dan sebagai Kepala Departemen Pengembangan Kimia dan Seni tahun kepengurusan 2012/2013. Bulan Juli-Agustus penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Krakatau Steel Cilegon, dengan judul laporan Verifikasi Metode Analisis Logam Fe dalam Air Limbah Hyl-III PT Krakatau Steel Menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom Teknik Nyala.

Gambar

Gambar 3  Reaksi sulfonasi polisulfon
Gambar 4  Membran sPSf (a) dan sPSf-natrium alginat 3% (b)
Gambar 6  Bobot jenis membran PSf, sPSf, dan sPSf-Na alginat
Gambar 7  Analisis FTIR PSf (-), sPSf (-), sPSf-Na alginat 3% (-), dan  natrium  alginat (-)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Cara kerja terapi panas pada rematik adalah untuk meningkatkan aliran darah ke daerah sendi yang terserang dengan demikian proses radang dapat dikurangi dan sendi

Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis yang

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya

Derajat keparahan penyakit campak akan lebih berat dan dapat menyebabkan kematian pada anak-anak dengan malnutrisi karena status gizi yang kurang/buruk merupakan faktor

dengan adanya keputusan ini baik organisasi masa maupun partai politik, semua.. harus mencantumkan pancasila sebagai

Produk akhir yang dihasilkan dari penelitian pengembangan ini adalah bahan ajar IPA terpadu berbasis literasi sains bertema Perpindahan Kalor dalam Kehidupan

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan regresi linear berganda untuk menganalisis pengaruh antara sistem informasi, penganggaran, pelaporan dan analisis berpengaruh

Pengkoordinasian tersebut dilakukan dengan Unit Pelaksana Teknis (UPT) imigrasi dari Kanwil Kemenkumham di bidang keimigrasian, yaitu Kantor Imigrasi...” (Hasil wawancara