• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas dakwah K.H.Muhyiddin Na'im melalui masjid al-Akhyar kemag Jakarta selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas dakwah K.H.Muhyiddin Na'im melalui masjid al-Akhyar kemag Jakarta selatan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh

Ahmad Shofi NIM : 105051001960

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

MELALUI MASJID AL-AKHYAR KEMANG

JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan Pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh

Ahmad Shofi NIM : 105051001960

Dibawah Bimbingan :

Umi Musyarafah, MA. NIP : 19710816997031004

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2010

(4)

Ahmad Shofi

AKTIVITAS DAKWAH K.H. MUHYIDDIN NA’IM DI WILAYAH CIPETE JAKARTA SELATAN

Kegiatan kerja yang dilaksanakan pada tiap bagian suatu organisasi atau lembaga, sedangkan dakwah pada hakikatnya adalah ajaran atau seruan kepada umat manusia untuk menuju kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat sesuai dengan pedoman Al-Qur’an dan Hadits. Aktivitas dakwah akan berjalan dengan baik apabila para da’i atau da’iyahnya memenuhi semua unsur-unsur dakwah baik dari subjek dakwah, maupun objek dakwahnya seiring dengan perkembangan zaman dan masyarakat atau mad’u yang heterogen. Maka seorang da’i harus pandai-pandai memilih metode yang baik untuk digunakan dalam penyampaian dakwahnya. Sedangkan masjid disini mempunyai peranan yang sangat berhubungan selain digunakan untuk mengerjakan sholat 5 waktu secara berjama’ah, masjid juga dapat digunakan untuk berbagai hal yang berbau mensyiarkan agama Islam.

K.H. Muhyiddin Na’im dikenal sebagai muballigh yang aktif diberbagai majelis pengajian yang ada di jabodetabek khususnya pada Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta-Selatan, selain itu beliau juga aktiv dalam berbagai macam lembaga pemerintah seperti NU, MUI dan FUHAB yang beliau sendiri mempunyai peranan yang penting dalam lembaga-lembaga tersebut.

Berdasarkan latar belakang tersebut, yang ingin diketahui dari penelitian ini adalah bagaimana aktivitas dan bentuk dakwah beliau dalam mengembangkan dakwah Islam. Jadi, metode penelitian yang digunakan dalam skripsi inni dengan menggunakan Metode Kualitatif dengan cara analisis isi, yakni berdasarkan data-data, wawancara, observasi dan berbagai sumber tertulis maupun lisan yang berkaitan dengan dakwah K.H. Muhyiddin Na’im. pada masjid Al-Akhyar ini juga mendapatkan dukunga dari berbagai pihak atas kegiatan-kegiatan dakwah yang dilakukan pada masjid Al-Akhyar.

Dari penlitian ini ditemukan bahwa aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im dalam mengembangkan dakwah Islamnya lebih mengedepankan dari kegiatan sosial beliau dimasyarakat luas ataupun dari segi pendidikan dan pengalaman beliau yang cukup luas dengan tujuan agar mad’u mendapatkan motivasi dan berbagi pengalaman untuk menuju masyrakat Islam yang idealis.

Pada zaman yang modern ini, sangat diharuskan agar perkembangan Islam terus berkembang dan maju. Dengan landasan kesatuan antar sesama muslim. Sebagai umat muslim kita harus berperan aktif dalam memperjuangkan agama Allah SWT sehingga umat Islam tetap pada seorang muslim yang menjalankan perintah agama.

(5)

Alahmdulillah wa Syukurillah, puji syukur penulis panjatkan atas semua ni’mat dan karunia yang Allah SWT berikan selama ini, yang tak henti-hentinya memberikan kekuatan yang luar biasa disaat penulis merasakan lelah, jenuh menghadapi semua kesulitan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga skripsi yang berjudul Aktivitas Dakwah K.H. Muhyiddin Na’im di Wilayah Cipete Jakarta Selatan telah selesai disusun.

Sholawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada Rasulullah Nabi Besar Muhammad SAW yang dengan limpahan syafa’atnya menuntun umatnya kejalan kebaikan, yaitu jalan yang diridhoi Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, karena sesungguhnya tanpa kehendak-Nya segala sesuatu tidak mungkin terjadi. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Betapapun hebatnya manusia, tak ada yang bisa melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Untuk itu perkenankanlah penulis secara khusus dengan rasa hormat dan bangga menyampaikan ucapan terima kasih yang mendalam kepada :

1. Bapak Dr. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwan dan Ilmu Komunikasi

2. Drs. Wahidin Saputra MA, selaku Pembantu Dekan Akademik, Drs. H. Djalaluddin MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi Umum dan Drs. Study Rizal LK. MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu dakwah dan Komunikasi

(6)

Penyiaran Islam

4. Ibu Umi Musyarrafah MA, selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam sekaligus Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, dan juga meluangkan waktu, fikiran dan tenaga, dalam memberikan arahan dan bimbingan disela-sela kesibukan beliau. Serta telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini. Dan dalam pengurusan nilai-nilai kuliah. Terima kasih ibu.

5. Seluruh Doden Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman dan wawasan serta kontribusi yang tak ternilai harganya. Semoga menjadi amal ibadah yang tak akan terputus. Dan tak lupa kepada seluruh staff dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, juga para staff perpustakaan Fakultas maupun Universitas yang telah memberikan pelayanan kepada penulis selama menjalani studi di kampus ini.

6. Bapak. K.H. Muhyiddin Na’im MA selaku objek yang penulis teliti, penulis mengucapkan banyak terima kasih telah diizinkan untuk meneliti serta waktu, fikiran, pengalaman, tenaga, ilmu yang beliau luangkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga beliau selalu diberi kekuatan sehingga ilmu beliau terus menerus dapat di syiarkan.

7. Seluruh keluarga besar H. Nipan (Alm) dan K.H. Moh Na’im (Alm), Abinda tercinta K.H. Mahmud Nipan yang telah berpulang ke rahmatullah semoga beliau diterima disisi-Nya Amin…Serta uminda

(7)

iv

anak-anaknya sehingga kami menjadi orang yang berpendidikan, motivasi, do’a dan seluruh pengorbanan beliau yang tidak terhingga baik berupa moril maupun materil. Jasa kalian tak dapat dibalas dengan apapun.

Terima kasih ya Abi….. Terima kasih ya Ummi….

8. Untuk semua saudara-saudariku tercinta, Hj.Lutfiah beserta suami H. Ahmad Mauluddin, Kasyful Anwar semoga diberi kemudahan, Fakhrur El-Rozie, Aminuddin Zuhrie beserta istri Dewi, Fathiyah beserta suami Bapak Alvin, Fatimah Az-Zahro’ besrta suami Khatib Jum’ah, adeku yang paling bontot Rifki Fauzi. semoga kalian terus menerus diberkahi dan diridhoi didunia maupun akhirat. Amiiiinnn….

9. Teman-temanku seperjuangan semua yang kucinta baik dari kampus UIN maupun dari luar, Vikar, Kikim, Rihab, sdri Azzah, dan semua rekan yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, thanks guys. Semoga jalan hidup yang kita jalani selalu diberi petunjuk oleh Allah SWT amiiinn…moga tali silaturrahim kita semua tetap terjaga…amiiiinn….

Akhir kata, hanya do’a dan harapan yang dapat penulis panjatkan, semoga semua kebaikan kalian, senantiasa Allah SWT balas dengan limpahan yang berlipat ganda disertai keberkahan oleh-Nya. Amin, Amin yaa Rabbal ‘Alamiiin,,,,,

Jakarta, 14 Mei 2010

(8)

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Metodologi Penelitian ... 5

E. Kajian Pustaka... 6

F. Sistematis Penulisan... 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Aktivitas ... 9

B. Pengertian Dakwah ... 10

C. Pengertian Aktivitas Dakwah... 13

D. Unsur-Unsur Dakwah ... 14

E. Sasaran Dakwah ... 27

F. Pengertian Masjid ... 35

BAB III PROFIL K.H. MUHYIDDIN NA’IM DAN MASJID AL-AKHYAR A. Profil K.H. Muhyiddin Na’im... 36

1. Latar Belakang Keluarga... 36

(9)

vi

BAB IV ANALISIS DATA AKTIVITAS DAKWAH ISLAM

K.H. MUHYIDDIN NA’IM

A. Aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im ... 47

B. Bentuk Dakwah K.H. Muhyiddin Na’im ... 49

C. Faktor Pendukung, Hambatan-hambatan yang dihadapi serta Penanggulangannya pada Masjid Al-Akhyar... 52

1. Faktor Pendukung ... 52

2. Faktor Penghambat ... 53

3. Cara-cara Penanggulangannya ... 54

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 55

B. Saran-saran... 56

DAFTAR PUSTAKA... 58

(10)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah memegang peranan yang sangat penting di dalam kehidupan bermasyarakat. Maju mundurnya sebuah masyarakat ditentukan oleh ulama dalam membimbingnya. Hal ini mengingat perkembangan, perubahan, dan kemajuan masyarakat berlangsung demikian pesat dan cepat. Respon masyarakat atas perkembangan dan kemajuan zaman tersebut, membuat banyak warga dunia terus berbenah diri, agar mereka tak tertinggal peradaban modern yang ditandai dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Demikian halnya dengan dunia dakwah. Secara global, sejauh ini syi’ar Islam masih disampaikan dengan cara dan strategi yang kurang tepat sasaran. Dari mulai materi, cara penyampaian, hingga penguasaan wawasan yang kurang mendalam dari seorang da’i, padahal Islam harus disampaikan dengan cara metodologi yang tepat dan benar, serta dapat dicerna dan dapat diterima banyak dari kalangan masyarakat luas terutama umat Islam. Dakwah secara definitif adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana ke jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.1

Kegiatan berdakwah telah berlangsung seumur sejarah kehidupan manusia. Sejak bapak manusia pertama Nabi Adam AS, hingga Nabi

1

Toha Yahya Omar, Islam dan Dakwah, (Jakarta: PT. Al Mawardi Prima, 2004), Cet. Ke-1. h. 67

(11)

Muhammad SAW sekarang ini. Dahulu Rasulullah SAW pada awal masa kenabian, tidak langsung diperintahkan berdakawah terang-terangan kepada seluruh manusia, akan tetapi beliau berdakwah dengan kerabat-kerabatnya dulu. Setelah itu beliau diperintahkan berdakwah secara terang-terangan terhadap orang lain atau orang banyak.

Seorang ulama ditengah-tengah masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengubah tingkah laku sosial masyarakat, hal ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa seorang ulama keberadaannya di tengah masyarakat sangat dibutuhkan dan dihormati.

Satu kehormatan masyarakat terhadap seorang ulama, karena keluasan Ilmu pengetahuan yang dimilikinya, khususnya dalam pengetahuan agama. Dalam ajaran Islam, ulama memang memiliki kedudukan yang tinggi dan peranan yang penting dalam kehidupan umat. Sedemikian penting kedudukan ulama di tengah kehidupan masyarakat, sehingga seseorang ulama diharapkan mampu meneruskan, mengembangkan dan melaksanakan apa yang telah dicontohkan dan disunnahkan oleh para nabi.

Dalam peran lainnya, peran ini sering disebutkan juga sebagai amar ma’ruf nahi munkar yang rinciannya meliputi tugas untuk :

1. Menyebarkan dan mempertahankan ajaran nilai-nilai agama. 2. Melaksanakan control dalam masyarakat (social of change) 3. menjadi agen perubahan sosial (agen of change)2.

(12)

Dakwah merupakan suatu keharusan dalam rangka mengembangkan agama. Dakwah harus dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman sekarang yang sudah maju dalam hal teknologi maupun ilmu pengetahuan.

Aktivitas dakwah yang baik akan membawa pengaruh terhadap kemajuan agama dan sebaliknya aktivitas dakwah yang kurang baik akan berakibat pada kemunduran agama, sehubung adanya hubungan timbal balik seperti itu maka dapat dimengerti jika Islam merupakan kewajiban dakwah atas setiap pemeluknya.

Peran ulama sangatlah besar dalam menyebarkan ajaran Islam. Diantara peran yang cukup besar dari seorang ulama adalah agen perubahan sosial masyarakat menuju tatanan kehidupan yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Hal ini dilakukan oleh seorang ulama dengan cara mengajak manusia untuk mengikuti jalan Allah SWT melalui ajaran dakwah yang ia lakukan, karena pada dasarnya dakwah adalah merupakan manifestasi iman yang paling utama yang dimiliki seseorang. Sebab dakwah itu tidak lain kecuali menunjukkan jalan yang haq kepada segenap insan, menanamkan rasa cinta kepada kebaikan dan benci kebathilan serta kejahatan, dan membawanya keluar dari kebohongan serta kekalutan.3

Atas uraian di atas, maka penulis merasa terdorong untuk mengadakan penelitian seputar bentuk dakwah K.H. Muhyiddin Na’im baik pada pengajian yang diadakan di Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta selatan, yaitu melalui ilmu yang beliau dapat dan pengalaman beliau yang aktif dalam Majlis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlotul ‘Ulama (NU), dan berbagai organisasi sosial

(13)

masyarakat. Dan beliau juga aktif di organisasi mancanegara seperti Persatuan Mahasiswa Idonesia di Damaskus Syiria dan Masyarakat Islam Idonesia di kedutaan Damaskus. Serta dilihat dari letak geografis Masjid Al-Akhyar yang berada ditengah keramaian bagi para turis kafe-kafe asing, restaurant asing, ataupun keramian bagi para anak muda sekarang ini, sehingga penulis merasa tertarik untuk mengangkat sebuah skripsi dengan judul “Aktivitas Dakwah K.H. Muhyiddin Na’im Di Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta Selatan”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah dan memudahkan untuk menelitinya, maka peneliti membatasi penelitian ini mengenai bentuk dakwah K.H. Muhyiddin Na’im Di Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta Selatan.

2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah :

a. Apa saja aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im?

b. Bentuk dakwah apa saja yang digunakan oleh K.H. Muhyiddin Na’im? c. Apa saja faktor pendukung, penghambat dan cara penaggulangannya

pada masjid Al-akhyar?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

(14)

a. Untuk mengetahui aktivitas dakwah K.H. Muhyiddin Na’im.

b. Untuk mengetahui bentuk dakwah yang digunakan oleh K.H. Muhyiddin Na’im.

c. Untuk mengetahui kelebihan atau kekurangan yang ditemukan dalam penyampaian ajaran Islam pada Masjid Al-Akhyar

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan wacana keilmuan dakwah Islam, terutama tentang aktivitas dakwah Islam seorang da’i yang sukses dan membawa peningkatan multiguna bagi umat Islam. Sekaligus dapat menambah khazanah keilmuan dakwah Islam K.H. Muhyiddin Na’im dengan pengalaman, pengetahuan, dan motifasinya terhadap dakwah Islam. b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tindakan praktis untuk memberikan pengetahuan kepada penulis tentang aktivitas dakwah K.H. Muhyiddin Na’im. Dan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah intelektual, wawasan dan gambaran secara utuh mengenai dakwaH.

D. Metodologi Penelitian

(15)

berupa kata-kata, gambar, dan merupakan penelitian ilmiah4. Serta wawancara langsung dengan beliau dan buku-buku yang digunakan oleh penulis adalah buku-buku yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

1. Subjek dan objek penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah K.H. Muhyiddin Na’im. Sedangkan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah aktivitas dakwah Islam K.H. Muhyiddin Na’im melalui masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta Selatan.

2. Tehnik pengumpulan data

a. Observasi, yaitu penulis langsung mendatangi kediaman K.H. Muhyiddin Na’im yang beralamat dijalan H. Moh. Na’im Cipete. Guna untuk mendapatkan data-data yang akurat tentang aktifitas dakwah K.H. Muhyiddin Na’im, serta turut dalam pengajian yang dipimpin langsung oleh beliau. Satu kali dalam seminggu, yaitu tiap hari senin pukul 18.30 WIB atau setelah maghrib yang diadakan di Masjid Al-Akhyar.

b. Dokumentasi, yaitu data yang diperoleh dari buku-buku tertentu atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan apa yang diteliti penulis dan internet yaitu dengan membuka situs-situs yang sangat berkaitan dengan penelitian tersebut.

c. Wawancara, merupakan alat pengumpulan informasi langsung tentang beberapa jenis data.5 Dalam penelitian ini penulis menunjukkan pertanyaan-pertanyaan langsung dan via telepon

4

Lexy, J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosda Karya,1999), Cet, Ke-10, h. 3

5

(16)

dengan K.H. Muhyiddin Na’im, dan beberapa pengurusnya (H.Muhiddin sebagai ketua masjid, H.Syahroni sebagai sek. Masjid, hakim sebagai ket. Remaja Masjid Al-Akhyar Kemang Jakarta Selatan) dan masyarakat sekitar masjid (Bpk.Aripin, Sdra Yudi, Sdra Ahmad Sani).

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa skripsi yang menjadi tinjauan pustaka bagi penulis kali ini, namun ada beberapa poin penting yang diambil sebagai perbandingan antara skripsi sudah ada dengan skripsi yang penulis buat, antara lain:

1. Subjek pada skripsi yang peneliti angkat, aktif diberbagai lembaga pemerintahn serta lebih mengedepankan jiwa sifat sosialnya. Beda halnya dari skripsi sebelumnya yang sifatnya, lebih cenderung aktif pada satu majeli taklim saja, seperti skripsi yang berjudul “Aktivitas Dakwah Habib Hasan bin Ja’far Assegaf di Majelis Taklim Nurul Mustofa Ciganjur”. 2. Objek pada skripsi sebelumnya hanya cenderung tertuju pada kaum wanita

saja. Sedangkan objek yang peneliti angkat bersifat umum baik laki-laki, remaja, bapak-bapak, maupun perempuan. Yang berjudul “Aktivitas Dakwah Ustzh. Hj. Ida Farida M.A”

F. Sistematika Penulisan

(17)

Bab I Pendahuluan. Meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematis penulisan.

Bab II Landasan teoritis. Terdiri dari pengertian aktifitas, Pengertian Dakwah, Pengertian Aktifitas Dakwah, Unsur-Unsur Dakwah, sasaran Dakwah dan Pengertian Masjid

Bab III Profil K.H. Muhyiddin Na’im dan Profil Masjid

Al-Akhyar Kemang Jakarta Selatan. Meliputi Latar Belakang K.H. Muhyiddin Na’im, Pendidikan beliau serta aktivitas beliau. Dan Profil Masjid Al-Akhyar meliputi sejarah, struktur, dan tujuan Masjid Al-Akhyar.

Bab IV Analisis aktivitas dakwah Islam K.H. Muhyiddin Na’im

pada Masjid Al-Akhyar. Meliputi aktivitas dan bentuk dakwah Bil-Lisan, Bil-Qolam, Bil-Hal. Dan Faktor yang penghambat dan pendukung serta cara penanggulannya pada masjid Al-Akhyar.

(18)

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Aktivitas

Aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “aktifitas adalah

keaktifan, kegiatan-kegiatan, kesibukan atau bisa juga berarti kerja atau salah

satu kegiatan kerja yang dilaksanakan tiap bagian dalam tiap suatu organisasi

atau lembaga.”1

Sedangkan menurut Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, yaitu bertindak

pada diri setiap eksistensi atau makhluk yang membuat atau menghasilkan

sesuatu, dengan aktivitas menandai bahwa hubungan khusus manusia dengan

dunia. Manusia bertindak sebagai subjek, alam sebagai objek. Manusia

mengalih wujudkan dan mengolah alam. Berkat aktivitas atau kerjanya,

manusia mengangkat dirinya dari dunia dan bersifat khas sesuai ciri dan

kebutuhannya.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktifitas, kegiatan atau

kesibukan yang dilakukan manusia. Namun, berarti atau tidaknya kegiatan

tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena, menurut Samuel Soeltoe

sebenarnya aktivitas bukan hanya sekedar kegiatan. Beliau mengatakan bahwa

aktifitas dipandang sebagai usaha mencapai atau memenuhi kebutuhan.2

1

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), cet. Ke- 3, h. 17

2

Samuel Soeltoe, Psikologi Pendidikan II, (Jakarta: FEUI. 1982), h. 52

(19)

B. Pengertian Dakwah

Kata dakwah berasal dari bahasa Arab Dakwah dan kata daa’a, yad’u

yang berarti panggilan, ajakan dan seruan.3 Di samping itu, makna dakwah

secara bahasa juga mempunyai arti:

1. An-Nida artinya memanggil.

2. Menyeru; ad-du’a ila syai’i, artinya menyeru dan mendorong sesuatu. 3. Ad-dakwah ila qadhiyah, artinya menegaskannya atau membelanya baik

terhadap yang haq ataupun yang batil, yang positif maupun yang negatif.

4. Suatu usaha berupa perkataan atau perbuatan untuk menarik manusia ke

suatu aliran atau agama tertentu (Al-Misbah Al-munir, pada kalimat

da’aa).

5. Memohon dan meminta, ini yang sering disebut dengan istilah berdo’a.4

Menurut pendapat K.H. M. Isa Anshari, dakwah yaitu menyampaikan

seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia, agar menerima dan

mempercayai keyakinan dan hidup Islam.

Ki Moesa A. Machfoeld dalam bukunya Filsafat Dakwah (Ilmu Dakwah dan Penerapannya) mendefinisikan dakwah yaitu panggilan, tujuannya membangkitkan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan Allah

SWT. Upaya memanggil atau mengajak kembali manusia ke jalan Allah

tersebut bersifat ekspansif yaitu memperbanyak jumlah manusia yang berada

di jalan-Nya.5

3

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 2 4

Jum’ah Amin Abdul ‘Aziz, Fiqh Dakwah Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam, (Solo: Era Intermedia, 1998), cet. Ke-3, h. 25

5

(20)

Pengertian dakwah dibedakan dengan beberapa kata yang bersaudara

yaitu ta’lim, tadzkir dan tashwir. Ta’lim artinya mengajar, tujuannya untuk menambah pengetahuan orang yang diajar. Tadzkir artinya mengingatkan, tujuannya untuk memperbaiki kelupaan orang kepada sesuatu yang harus

selalu diingat. Sedangkan tashwir artinya melukiskan sesuatu pada alam pikiran orang, tujuannya untuk membangkitkan pengertian akan sesuatu yang

dilukiskan.6

Dakwah menurut Syaikh Ali Mahfudz yaitu mengajak manusia untuk

mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat

baik dan melarang mereka dari perbuatan jelek, agar mereka mendapat

kebahagiaan di dunia dan di akhirat.7

Jum’ah Amin Abdul Aziz dalam Fiqh Dakwah mengartikan dakwah sebagai usaha menyeru manusia kepada Islam yang hanif dengan keutuhan

dan keuniversalannya, dengan syiar dan syariatnya, dengan aqidah dan

kemuliaan akhlaknya, dengan metode dakwahnya yang bijaksana dan

saran-sarannya yang unik serta cara-cara penyampaiannya yang benar.8

Dakwah menurut HSM. Nasaruddin Latif yaitu setiap aktifitas dengan

tulisan maupun lisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil maupun

lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT, sesuai dengan garis-garis

Aqidah dan syariat serta akhlak Islaminya. 9

6

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 27

7

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 28

8

Jum’ah Amin Abdul Aziz, Fiqh Dakwah, (Solo: Era Intermedia, 1998), Cet. Ke-1, h. 74 9

(21)

Muhammad Al Wakil. Dakwah adalah mengumpulkan manusia dalam

kebaikan dan menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara amar ma’ruf nahi munkar.10

Menurut Bakhial Khauli, dakwah adalah satu proses menghidupkan

peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu

keadaan kepada keadaan lain.11

Muhammad Nasir (Wafat 1971) berpendapat dakwah adalah usaha

menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat

tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini yang meliputi amar ma’ruf nahi munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan akhlak dan membimbing pengalamannya dalam perikehidupan

perseorangan, berumah tangga (usrah), bermasyarakat dan bernegara.12

Menurut Sudirman (Wafat 1979) dalam bukunya Problematika Dakwah Islam di Indonesia, dakwah adalah merealisasikan ajaran Islam di dalam kenyataan hidup sehari-hari baik bagi kehidupan perorangan maupun

masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka

pembangunan bangsa dan umat manusia untuk memperoleh keridlaan Allah

SWT.13

Taufiq Wa’i. dakwah adalah mengumpulkan manusia dalam kebaikan,

menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara merealisasikan manhaj

Allah di bumi dalam ucapan dan amalan, menyeru kepada yang ma’ruf dan

10

Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), cet. Ke-1, h. 36

11

Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia: Nur Niaga SDN. BHD. 1996), cet. I, h. 5

12

Muhammad Nasir, Fiqh al-Da’wah dalam Majalah Islam, Kiblat, Jakarta, 1971, h. 7 13

(22)

mencegah dari yang munkar, membimbing mereka kepada shirathal mustaqim

dan bersabar menghadapi ujian yang menghadang di perjalanan.14

Dari beberapa pengertian dakwah di atas, maka dapat ditarik suatu

kesimpulan, dakwah yaitu menyampaikan dan memanggil serta mengajak

manusia ke jalan Allah SWT, untuk melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi

larangan-Nya dalam mencapai kehidupan di dunia dan di akhirat, sesuai

dengan tuntunan dan contoh Rasulullah.

C. Pengertian Aktivitas Dakwah

Dengan penjelasan di atas dapat kita artikan bahwa aktifitas dakwah

adalah segala sesuatu yang berbentuk aktifitas atau kegiatan yang dilakukan

dengan sadar yang mengajak manusia ke jalan yang mulia di sisi Allah SWT.

Serta meluruskan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran

Islam.

Aktifitas dakwah juga dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yang

mengarah kepada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi

baik dan kepada sesuatu yang sudah baik agar menjadi lebih baik lagi.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktifitas, kegiatan atau

kesibukan yang dilakukan manusia. Namun, berarti atau setidaknya kegiatan

tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena menurut Samuel Soeitoe,

sebenarnya aktifitas bukan hanya sekedar kegiatan, tetapi aktifitas dipandang

sebagai usaha untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan orang yang

melakukan aktifitas itu sendiri.15

14

Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), cet. Ke-1, h. 37

15

(23)

Definisi di atas menimbulkan beberapa prinsip yang menjadikan

substansi aktifitas dakwah sebagai berikut:

1. Dakwah merupakan suatu proses aktifitas yang penyelanggaranya

dilakukan dengan sadar atau sengaja.

2. Usaha yang diselenggarakan itu berupa mengajak seseorang untuk beramal

ma’ruf nahi munkar untuk memeluk agama Islam.

3. Proses penyelenggaraan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu

yaitu untuk mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di

akhirat yang diridhoi Allah SWT.

D. Unsur-unsur Dakwah

Dakwah pada hakikatnya adalah segala aktivitas dan kegiatan yang

mengajak orang untuk berubah dari satu situasi yang mengandung nilai

kehidupan yang bukan Islami kepada nilai kehidupan yang Islami.

Dalam Ilmu dakwah terdapat beberapa unsur, antara lain :

1. Subjek Dakwah, pengertian subjek disini adalah seorang da’i dalam ilmu dakwah bermakna sebagai pelaku dakwah, biasa disebut dengan istilah

subyek dakwah. Tentang subyek dakwah ini ada yang mengatakan hanya

da’i atau mubaligh saja.

Sedang da’i yang penulis maksud adalah dalam pengertian yang luas, sehingga

yang menjadi da’i itu tidak hanya orang yang menyandang predikat Kyai, ulama

atau pemuka agama saja, akan tetapi juga dapat seorang guru, pembina suatu

organisasi, orang tua, pimpinan lembaga, atau profesi-profesi yang lain termasuk

(24)

Da’i yang sukses biasanya juga berangkat dari kepiawaiannya dalam memilih

kata. Pemilihan kata adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.16

Diantara para ulama masih terjadi perbedaan pendapat tentang

dakwah itu, apakah wajib kifayah atau wajib a’in, sementara Muhammad

Abduh cenderung berpendapat, bahwa dakwah itu hukumnya wajib a’in.

Demikian menurut Syamsuri Siddiq (1982:12). Penulis sendiri cenderung

kepada wajib a’in, hanya bentuk dakwahnya yang berbeda tergantung

kepada profesi dan kemampuan masing-masing.17

Ada saatnya dimana da’i menjadi efektif dan berbicara membawa

bencana, tetapi di saat lain terjadi sebaliknya, diam malah mendatangkan

bahaya besar dan berbicara mendatangkan hasil yang gemilang.

Kemampuan da’i menempatkan dirinya, kapan harus berbicara dan kapan

harus memilih diam, juga adalah hikmah yang menentukan keberhasilan

dakwah.18

Da’i tidak boleh hanya sekedar menyampaikan ajaran agama tetapi

mengamalkannya. Seharusnya da’ilah orang pertama yang mengamalkan

apa yang diucapkannya. Kemampuan da’i untuk menjadi contoh nyata

umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh

ditinggalkan oleh seorang da’i. Dengan amalan nyata yang langsung

dilihat oleh masyarakatnya, para da’i tidak terlalu sulit untuk berbicara

banyak, tetapi gerak dia adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari

sekedar berbicara.

16

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 12 17

Internet. Artikel Ilmu Dakwah indonetasia.com/definisionline/index.php. diakses pada tanggal 14-06-2010

18

(25)

2. Objek Dakwah, sedangkan yang dijadikan objek dakwah adalah peristiwa komunikasi di mana da’i menyampaikan pesan melalui lambing-lambang

kepada Mad’u, dan mad’u menerima pesan itu, mengolahnya dan kemudian meresponnya. Jadi, proses saling mempengaruhi antara da’i dan

mad’u adalah merupakan peristiwa mental. Dengan mengacu pada pengertian psikologi, maka dapat dirumuskan bahwa psikologi dakwah

ialah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan dan mengendalikan

tingkah laku manusia yang terkait dalam proses dakwah. Psikologi dakwah

berusaha menyingkap apa yang tersembunyi di balik perilaku manusia

yang terlibat dalam dakwah, dan selanjutnya menggunakan pengetahuan

itu untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan dari dakwah itu.

3. Materi Dakwah, ialah ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran-ajaran Islam inilah yang wajib disampaikan kepada umat manusia dan mengajak

mereka agar mau menerima dan mengikutinya. Diharapkan agar

ajaran-ajaran Islam benar-benar diketahui, dipahami, dihayati dan diamalkan,

sehingga mereka hidup dan berada dalam kehidupan yang sesuai dengan

ketentuan-ketentuan agama Islam.19

4. Media Dakwah, yaitu segala sesuatu yang dapat membantu juru dakwah dalam menyampaikan dakwahnya secara efektif dan efisien.20 Media

dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk menyampaikan matrei

dakwah.21

19

M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press, 1997), cet. Ke-1, h. 11

20

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 40

21

(26)

Media adalah suatu alat yang digunakan untuk menyampaikan

sesuatu. Sarana penggunaannya adalah keefektifan dan keefisienan,

semakin efektif dan efisien suatu media dalam menyampaikan sesuatu,

maka ia akan jadi pilihan. Adapun 3 wasilah dakwah (media dakwah) dari

segi penyampaian pesan, yaitu:

a. Spoken Words, yaitu media dakwah berbentuk ucapan atau bunyi yang dapat ditangkap dengan panca indera pendengaran seperti radio,

telepon dan sebagainya.

b. Printed Writing, yaitu media dakwah yang berbentuk tulisan, gambar, lukisan dan sebagainya yang dapat dengan panca indera penglihatan.

c. The Audio Visual, yaitu media dakwah yang berbentuk gambar hidup yang dapat didengar dan dilihat, seperti televisi, video dan sebagainya.

Menurut Drs. Slamet Muhaemin Abda, media dakwah dari

instrumennya dapat dilihat dari empat sifat, yaitu:

a. Media visual yaitu alat yang dapat dioperasikan untuk kepentingan

dakwah dengan melalui indera penglihat seperti film, slide, transparansi, overhead projector, gambar, foto dan lain-lain.

b. Media auditif yaitu alat-alat yang dapat dioperasikan sebagai sarana

penunjang dakwah yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran,

seperti radio, tape recorder, telepon, telegram dan sebagainya.

c. Media audio visual yaitu alat-alat dakwah yang dapat didengar juga

(27)

Media cetak yaitu cetakan dalam bentuk tulisan dan gambar sebagai

pelengkap informasi tulis, seperti buku, surat kabar, majalah, bulletin, booklet, leaflet dan sebagainya.22

5. Metode Dakwah, Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu meta

(melalui) dan hodos (jalan, cara). Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani, metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa Arab disebut thariq.23 Sementara itu, dalam Kamus bahasa Indonesia kata metode mangandung arti “cara yang teratur dan berpikir

baik-baik untuk maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb); cara kerja yang bersistem

untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang

ditentukan”.24 Jadi metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk

mencapai suatu tujuan.

Metode dakwah artinya cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i

untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan

untuk mencapai tujuan tertentu.25

Al-Qur’an menurut Sayyid Quthub, mengemukakan prinsip-prinsip

umum metodologi dakwah. Dianataranya ialah prinsip dakwah dengan

bijaksana dan kearifan (bi al-hikmah), dakwah dengan nasehat yang baik (bi

22

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 44

23

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 35

24

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, cet. IX, 1986), h. 649

25

(28)

al-mau’izhat al-hasanah), dakwah dengan dialog yang baik (bi jadal al-husna), dan dakwah dengan pembalasan berimbang (mu’aqabat bi al-mitsl).26

Adapun metode dalam melaksanakan dakwah tercantum dalam

Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Q.S. An-Nahl/16: 125)

Dari ayat tersebut menunjukkan bahwa metode dakwah itu ada tiga

cara:27

a. Al-Hikmah

Kata hikmah dalam bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan

hukum berarti mencegah dari kedzaliman dan jika dikaitkan dengan

dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam

melaksanakan tugas dakwah.28

26

Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah sayyid Quthub:Rekonstruksi Pemikiran Dakwah Harakah, (Jakarta: Penamadani, 2006), cet. Ke-1, h. 246

27

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 36

28

(29)

Pengertian al-hikmah menurut Prof. Toha Jahja Omar MA, yaitu bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya dan kitalah yang

harus berpikir, berusaha menyusun dan mengatur cara-cara dengan

menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan

hal-hal yang dilarang Tuhan.29

M. Abduh berpendapat bahwa, hikmah adalah mengetahui rahasia

dan faedah dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan

yang sedikit lafazh akan tetapi banyak makna30 ataupun diartikan

meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.31

Al-hikmah diartikan pula sebagai al ‘adl (keadilan), al-haq

(kebenaran), al-hilm (ketabahan), al ‘ilm (pengetahuan), terakhir an Nubuwwah (kenabian). Di samping itu, al-hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proposisinya.32

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud An-Nasafi:

“Dakwah dengan bil-hikmah ialah dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan”.

Menurut Ki. M.A. Mahfoeld al-hikmah adalah berarti tepa selira, mengukur baju dengan diri sendiri, tidak memberikan kepada orang lain

apa yang diri sendiri tak senang dapat dari orang lain.33

29

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h.36

30

Lihat, Sa’dy Abu Habib, al-Qomusul Fiqhi, h. 97 31

Abu Hayyan, al-Bahrul Muhith, Jilid 1, h. 392 Juga Dr. Zaid Abdul Karim, ad-Dakwah bil-Hikmah, h. 26

32

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 10 33

(30)

Sebagai metode dakwah, al-hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang

kepada agama atau Tuhan.

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa al-hikmah adalah kemampuan da’i memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah

dengan kondisi objektif mad’u. Memang tidak semua orang meraih sukses.

Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang layak mendapatkan

hikmah Insya Allah juga akan berimbas kepada para mad’unya, sehingga mereka termotivasi untuk merubah diri dan mengamalkan apa yang

disarankan da’i kepada mereka.

Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya

dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah,

sehingga ajaran Islam mampu memasuki runag hati para mad’u dengan tepat.34 Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mengerti dan memahami

sekaligus mamanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima

dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.

Dengan demikian jika hikmah dikaitkan dengan dakwah kita akan

menemukan bahwa ia merupakan peringatan kepada juru dakwah untuk

tidak menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus

menggunakan berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang

dihadapi dan sikap masyarakat terhadap Islam. Sebab sudah jelas bahwa

dakwah tidak akan berhasil menjadi suatu wujud yang riil jika metode

(31)

dakwah yang dipakai untuk menghadapi orang bodoh sama dengan yang

dipakai untuk menghadapi orang terpelajar. Jelas, kemampuan kedua

kelompok tersebut dalam berpikir dan menangkap dakwah yang

disampaikan tidak dapat disamakan. Bagaimanapun daya pengungkapan

dan pemikiran yang dimiliki manusia berbeda-beda.35

b. Al-Mau’idzatil Hasanah

Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata, mau’izhah

dan hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata wa’adza-ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan yang berarti: nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan,36 sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.37

Menurut pakar bahasa, nasehat (al-wa’zh atau mau’izdhah)

mengandung arti teguran atau peringatan. Ashfahani, dengan mengutip

pendapat Imam Khalil, menyatakan bahwa nasihat adalah memberikan

peringatan (al-tadzkir) dengan kebaikan yang dapat menyentuh hati. Jadi, makna terpenting dari nasihat adalah mengingatkan (tadzkir) dan membuat peringatan (dzikra) kepada umat manusia.38

Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh

H. Hasanuddin adalah sebagai berikut:

35

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 14 36

Lois Ma’luf, Munjid al-Lughah wa A’lam (Beirut: Dari Fikr. 1986) h. 907, Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, jilid VI (Beirut: Dar Fikr, 1990), h. 466.

37

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 16 38

(32)

“Al-Mau’izhah al-Hasanah adalah (perkataan-perkataan) yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Qur’an.”39

Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’izhah al-Hasanah

merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah

lembut agar mereka mau berbuat baik.40

Mau’idzatil Hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita

gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan

pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan

akhirat.41

Dari beberapa definisi di atas, mau’izhah hasanah tersebut bisa diklasifikasikan dalam beberapa bentuk:

1) Nasihat atau petuah

2) Bimbingan, pengajaran (pendidikan)

3) Kisah-kisah

4) Kabar gembira dan peringatan (al-Basyir dan al-Nadzir)

5) Wasiat (pesan-pesan positif).

39

Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 37 40

Abdul Hamid al-Bilali, Fiqh al-Dakwah fi ingkar al-Mungkar (Kuwait: Dar al-Dakwah, 1989), h. 260

41

(33)

Menurut Ki. M.A. Mahfoeld, al-mau’idzatil hasanah adalah diukur dari segi dakwah itu sendiri.42 Hasanah dalam dakwah adalah sebagai ridha ibadah kepada Allah SWT. Dan di dalamnya mengandung:

1) Didengar orang, lebih banyak lebih baik suara panggilannya.

2) Diturut orang, lebih banyak lebih baik maksud tujuannya, sehingga

menjadi lebih besar kuantitas manusia yang kembali ke jalan

Tuhannya, jalan Allah SWT.43

Jadi kalau kita telusuri kesimpulan dari Mau’idzatil Hasanah, akan

mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh

kasih sayang ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan; tidak

membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab

kelemah-lembutan dalam menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras

dan menjinakkan kalbu yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan

daripada larangan dan ancaman.

c. Al-Mujadalah Bi Al-Lati Hiya Ahsan

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah terambil dari kata

“jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, “jaa dala” dapat bermakna berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.44

Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian

al-mujadalah (al-Hiwar) dari segi istilah. Al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti

42

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), cet. Ke-1, h. 37

43

M. Munir, Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada media, 2003), cet. Ke-1, h. 17 44

(34)

upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa

adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara

keduanya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah

suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan

cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.

Menurut tafsir An-Nasafi,45 kata ini mengandung arti:

“Berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan jiwa dan menerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.”

Menurut Ki. M.A. Mahfoeld, allati hiya ahsan yaitu bi daru ‘uqulihim, dengan kadar tingkat obyek yang bersikap bantahan. Maka harus melihat apakah obyek dakwah itu Islam, Islam abangan atau non

Islam.46

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa,

Al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak

secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar

lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi

dan bukti yang kuat.

45

Hasanuddin, Hukum Dakwah: Tinjauan Aspek Hukum dalam Berdakwah di Indonesia, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996) h. 38

46

(35)

Tujuan Dakwah adalah Dakwah yang dilaksanakan harus

mempunyai tujuan tertentu. Tujuan ini dapat dirumuskan sedemikian rupa

sehingga jelas apa yang hendak dicapai. Di dalam proses dakwah, tujuan

adalah merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Dengan tujuan

itulah dapat dirumuskan suatu landasan tindakan dalam pelaksanaan

dakwah.

Menurut Drs. H.M. Arifin M.Ed., tujuan dakwah adalah untuk

menumbuhkan pengertian, kesadaran, penghayatan dan pengamalan ajaran

agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerang agama. Oleh

karena itu ruang lingkup dakwah adalah menyangkut masalah

pembentukan sikap mental dan pengembangan motivasi yang bersifat

positif dalam segala lapangan hidup manusia.

Syekh Ali Mahfudz merumuskan, bahwa tujuan dakwah ada lima

perkara, yaitu:

1) Menyiarkan tuntunan Islam, membetulkan aqidah dan meluruskan

amal perbuatan manusia, terutama budi pekertinya.

2) Memindahkan hati dari keadaan yang jelek kepada keadaan yang baik.

3) Membentuk persaudaraan dan menguatkan tali persatuan di antara

kaum muslimin.

4) Menolak faham atheisme, dengan mengimbangi cara-cara mereka

bekerja.

5) Menolak syubhat-syubhat, bid’ah dan khurafat atau kepercayaan yang

(36)

Dari rumusan tujuan pelaksanaan dakwah di atas dapat ditarik

kesimpulan, bahwa tujuan dakwah ada dua, yaitu:

a. Tujuan langsung yakni ditujukan langsung kepada masyarakat agar

melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-nya.

b. Tujuan tidak langsung, yaitu dengan membentuk kader-kader da’i baik

melalui jenjang pendidikan formal maupun non formal, sehingga mereka

dapat diterjunkan ke dalam masyarakat.

Tujuan umum maupun khusus dakwah yaitu:

a. Mengajak orang-orang Islam untuk memeluk agama Islam

(meng-Islamkan orang-orang non-muslim).

b. MengIslamkan orang-orang Islam artinya meningkatkan kualitas iman,

Islam dan ihsan kaum muslimin sehingga mereka menjadi orang-orang

yang mengamalkan Islam secara keseluruhan (kaffah).

c. Menyerahkan kebaikan dan mencegah timbulnya dan tersebarnya

bentuk-bentuk kemaksiatan yang akan menghancurkan sendi-sendi kehidupan

individu dan masyarakat.

d. Membentuk individu-individu dan masyarakat yang menjadi Islam sebagai

pegangan dan pandangan dalam segi-segi kehidupan politik, ekonomi,

sosial dan budaya.

Jadi tujuan dakwah adalah mempertemukan kembali fitrah manusia

dengan agama atau menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran Islam

dan mau mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi orang baik.47

47

(37)

E. Sasaran Dakwah

Sehubungan dengan kenyataan yang berkembang dalam masyarakat,

bila dari aspek kehidupan psikolgis, maka dalam pelaksanaan program

kegiatan dakwah berbagai permasalahan yang menyangkut sasaran bimbingan

atau dakwah perlu mendapatkan konsiderasi yang tepat yaitu meliputi hal-hal

sebagai berikut:

1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat ilihat dari segi sosiologis

berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta

masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur

kelembagaan berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga.

3. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok masyarakat dilihat dari segi

sosial cultural berupa golongan priyayi, abangan dan santri. Klasifikasi ini

terutama terdapat dalam masyarakat di Jawa.

4. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi

tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.

5. Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari

okupasinal (profesi, atau pekerjaan) berupa golongan petani, pedagang,

seniman, buruh, pegawai negeri (administrator).

6. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat

hidup sosial ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan

miskin.

7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi jenis

(38)

8. Sasaran berhubungan dengan golongan dilihat dari segikhusus berupa

golongan masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna karya, naarapidana dan

sebagainya.

Dan jika disebutkan secara general, sasaran dakwah ini adalah meliputi

semua golongan masyarakat. Walaupun masyarakat ini berbeda dan

masing-masing memiliki ciri-ciri khusus dan tentunya juga memerlukan cara-cara

yang berbeda-beda dalam berdakwah, perlu kita lihat dulu siapa mad’unya,

dari golongan mana agar apa yang akan kita dakwahkan dapat diterima dengan

baik oleh mad’u.

Secara garis besar, ajaran Islam meliputi lima aspek penting yaitu

aqidah, syari’ah, ibadah, mu’amalah dan akhlak. Dengan begitu bisa dikatakan

akhlak merupakan sepertiga dari ajaran Islam dan sekaligus menjadi puncak

dari seluruh rangkaian ajaran Islam. Bahkan, semua bentuk ibadah bermuara

pada pembentukan akhlak yang mulia.48

1. Aqidah

Dari segi bahasa, aqidah berasal dari al ‘aqdu yang berarti ikatan, kepastian, pengukuhan, pengencangan dengan kuat, juga berarti yakin dan

mantap (Kamus Lisan al-Arab, III:295-300). Aqidah atau iman yaitu

pengakuan dengan lisan dan membenarkan dengan hati bahwa semua yang

dibawa oleh Rasulullah adalah benar dan hak. Masalah iman ini telah

digariskan dan ditetapkan sebagai yang tersebut dalam rukun iman.49

Aqidah ini merupakan fondamen bagi setiap muslim. Aqidah inilah

yang menjadi dasar yang memberi arah bagi hidup dan kehidupan seorang

48

Didin Hafidhuddin, Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta: Pustaka Zaman, 2000), cet. Ke-1, h. 71

49

(39)

muslim. Aqidah ini merupakan keimanan kepada Allah SWT, para

malaikat as, kitab-kitab yang diwahyukan kepada para Rasul, adanya hari

kiamat dan adanya qadha’ dan qadar serta masalah-masalah yang berakitan

dengan pokok-pokok keimanan itu. Hal ini pernah diterangkan oleh Nabi

Muhammad Saw ketika beliau menjawab pertanyaan malaikat Jibril as

sebagai berikut:50

Artinya :“Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikatNya, kitab-kitabNya, para RasulNya, hari akhir dan adanya takdir baik dan buruk (yang diciptakan oleh)Nya.” (HR. Muslim dan Umar)

Dimensi aqidah ini mengungkap masalah keyakinan manusia

terhadap rukun iman, kebenaran agama dan masalah-masalah gaib yang

diajarkan agama. Inti dimensi aqidah dalam ajaran Islam adalah tauhid.

Ismail R. Al-Faruqi seperti dikutip oleh Fuad Anshori bahwa esensi Islam

adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, tindakan yang menegaskan Allah

sebagai Yang Maha Esa.51

Aqidah adalah pesan-pesan dakwah yang meliputi: Iman kepada

Allah SWT, iman kepada malaikat, iman kepada kitab Allah, iman kepada

Rasul Allah, iman kepada hari akhir dan iman kepada qadha dan qadar.52

2. Syari’ah

Secara bahasa (etimologi) kata “syari’ah” berasal dari Bahasa Arab yang berarti peraturan atau undang-undang, yaitu

50

M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, h. 11 51

Fuad Nashori dan Pachmy Diana Muharam, Mengembangkan Kretaivitas dalam Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), cet. Ke-2, h. 78

52

(40)

peraturan mengenai tingkah laku yang mengikat harus dipatuhi dan

dilaksanakan sebagaimana mestinya.53

Berbicara mengenai syari’ah, Syeikh Mahmud Syaltut,

sebagaimana dikutip H. Endang Saefuddin Anshari, M.A, menulis:54

keyakinan merupakan dasar daripada syari’ah. Dan syari’ah adalah hasil

daripada kepercayaan, sebab perundang-undangan tanpa keimanan

bagaikan bangunan yang tidak bertumpuan dan keimanan dengan tidak

disertai syari’ah untuk melaksanakannya, hanyalah akan merupakan teori,

ajaran yang tiada berdaya dan berhasil.

Syari’ah mengandung cara-cara atau peraturan ibadah seperti

sembahyang, puasa, zakat, ibadah haji dan lain-lain yang dalam istilah,

lebih umum disebutkan “hablum minallah”. Syariah juga mengandung muamalah seperti perkawinan, hutang-piutang, jual-beli, keadilan sosial,

pendidikan dan lain-lain yang menyangkut hubungan manusia (hablum minan nas).55

3. Ibadah

Ibadah adalah bahasa Arab yang secara etimologi berasal dari akar

kata ‘abada-ya’budu-‘abdan-‘ibaadatan yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri dan hina. Kesemua pengertian itu mempunyai makna

yang berdekatan.56 Para ahli dari berbagai disiplin ilmu mengemukakan

pengertian ibadah dari segi terminologi dengan rumusan yang bervariasi

53

M. Abdul Mujieb, Kamus Istilah Fiqih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), cet. Ke-1, h. 343

54

Endang Saefuddin Anshari, Kuliah Al Islam: Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi, (Jakarta:Rajawali, 1992), cet. Ke-3, ed.2, h. 91

55

Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur’an, (Surabaya: Bina Ilmu, 1990), cet. Ke-1, h.10 56

(41)

sesuai dengan bidangnya. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan

ibadah sebagai berikut: Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah

dan menyelenggarakan segala syari’at (hukum).Menurut ahli Fiqh, ibadah

adalah: Segala bentuk ketaatan yang engkau kerjakan untuk mencapai

keridhaan Allah SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.57

Para Ulama membagi ibadah menjadi dua, yaitu ibadah makhdhah

dan ibadah ghair makhdhah. Ibadah makhdhah adalah berbagai perbuatan yang dilakukan semata-mata hanya wujud pengabdian seseorang kepada

Tuhannya. Sedangkan ibadah ghair makhdhah adalah berbagai perbuatan yang dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan kehidupan dunia yang

disertai dengan niat mencari ridha-Nya.58

Kita telah mengetahui, bahwa misi manusia di alam ini adalah

beribadah kepada Allah. Kita juga telah mengetahui bahwa ibadah adalah

mengoptimalkan ketundukan yang disertai dengan mengoptimalkan

kecintaan kepada Allah. Dan ibadah di dalam Islam mencakup agama

secara keseluruhan dan meliputi seluruh kehidupan dengan berbagai

macam isinya.59

4. Muamalah

Pengertian muamalah dapat dilihat dari dua segi, pertama dari segi

bahasa dan ke dua dari segi istilah. Menurut bahasa muamalah berasal dari

kata ‘aamala-yu’aamilu-mu’aamalatan sama dengan wazan

57

Tengku Muhammad Habsyi Ash-Siddieqy, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), cet. Ke-8, h. 3

58

M. Saefuddaulah, Akhlak Ijtima’iyah, (T.tp.:Pamator, 1998), cet. Ke-1, h. 8 59

(42)

yufaa’ilu-mufaa’alatan, artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengamalkan.60

Menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi dua

macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian

muamalah dalam arti sempit. Definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan

oleh para ahli sebagai berikut: Al Dimyati berpendapat bahwa muamalah

adalah: Menghasilkan duniawi, supaya menjadi sebab suksesnya masalah

ukhrawi.61

Muhammad Yusuf Musa berpendapat bahwa muamalah adalah

peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup

bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.62

Sedangkan pengertian muamalah dalam arti sempit (khas),

didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut:

a. Menurut Hudlari Byk: Muamalah adalah semua akad yang

membolehkan manusia saling menukar manfaatnya.

b. Menurut Idris Ahmad,63 muamalah adalah aturan-aturan Allah yang

mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk

mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling

baik.

c. Menurut Rasyid Ridha, muamalah adalah tukar-menukar barang atau

sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan.

60

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, h. 1 61

Lihat al Dimyati, dalam: I’anat al Thalibin, Toha Putra, Semarang, tt. hlm.2 62

Lihat Abdul Madjid, dalam : Pokok-pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kbendaan dalam Islam, IAIN Sunan Gunung Djati, Bandung, 1986 hlm. 1

63

(43)

d. Muamalah menurut Fuqaha yaitu segala hukum yang dilaksanakan

untuk kebaikan keluarga, masyarakat dan Negara atau kemuslihatan

dunia.64

5. Akhlak

Akhlak secara etimologis berarti tingkah laku atau perbuatan. Dan

secara terminologis akhlak adalah tingkah laku manusia dalam

hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam

sekitarnya.65

Imam Ghazali dalam bukunya “Ihya Ulumuddin” menyatakan

sebagai berikut: Akhlak ialah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang

menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa

memerlukan pikiran dan pertimbangan.66

Dr Ahmad Amin dalam bukunya “Al-Akhlak” mengatakan bahwa

akhlak adalah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia,

yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau

yang batil.67

Sedangkan menurut Ibnu Maskawih, akhlak adalah sifat yang

tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan

tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.68

Akhlak yang dituntut dan dipelihara ialah akhlak yang merupakan

sendi agama di sisi Tuhan, bukanlah sekedar mengerti bahwa kebenaran

64

Tengku Muhammad Habsyi Ash-Siddieqy, Kuliah Ibadah, h. 5 65

Hasan Saleh, Studi Islam di Perguruan Tinggi Pembinaan IMTAQ dan Pengembangan Wawasan, (Jakarta: Penerbit ISTN, 2000), cet. Ke-2, h. 57

66

Anwar Masy’ari, Akhlak Al-Qur’an, h. 3 67

Ahmad Amin, Al-Akhlak, terjemahan Y Bahtiar Affandy, (Jakarta: Jembatan, 1995), h.1 68

(44)

itu adalah mulia dan dusta adalah hina, dan bukan pula sekedar

mengetahui bahwa ikhlas itu suatu yang agung, sedang tipu daya adalah

sebuah kehancuran. Akan tetapi akhlak yang dituntut yaitu reaksi jiwa dan

segala sesuatu yang mempengaruhinya untuk melakukan apa yang patut

dilakukan dan meninggalkan apa yang harus ditinggalkan.69

Adapun ruang lingkup akhlak terbagi dalam beberapa bagian:

a. Akhlak terhadap Kholik. Allah SWT adalah Al-Khaliq (Maha

pencipta) dan manusia adalah makhluk (yang diciptakan). Manusia

wajib tunduk kepada peraturan Allah. Hal ini menunjukkan kepada

sifat manusia sebagai hamba.

b. Akhlak terhadap Mahkluk. Prinsip hidup dalam Islam termasuk

kewajiban memperhatikan kehidupan antara sesama orang-orang

beriman. Kedudukan seorang muslim dengan muslim lainnya adalah

ibarat satu jasad, dimana satu anggota badan dengan anggota badan

lainnya mempunyai hubungan yang erat.70

F. Pengertian Masjid

Ditinjau dari segi bahasa Masjid berasal dari bahasa Arab yaitu dari

kata sajada, yasjudu yang berarti sujud, sedangkan kata masjid merupakan

isim makan dari kata tersebut yang berarti tempat bersujud.

Pada zaman pra-Islam tempat di sekitar Ka’bah dinamakan masjid.

Abu Bakar membangun sebuah tempat untuk shalat di dekat rumahnya di

mekkah. Terdapat keragaman gaya bangunan masjid, namun terdapat

69

Ali Akbar, Nabi Muhammad Pembawa Rahmat, Suara Mesjid, No. 64, DDII, hlm. 9 70

(45)

beberapa elemen utama. Syarat utama sebuah masjid adalah tersedianya

sebuah ruangan besar untuk menjalankan shalat, baik beratap maupun tidak

beratap, yang didalamnya jama’ahnya membentuk barisan di belakang posisi

imam untuk menyelenggarakan shalat berjama’ah.71

Seseorang tidak diperkenankan berdiam di dalam ruangan ini kecuali

dalam keadaan suci dai hadats besar. Untuk memastikan arah kiblat, ka’bah

biasanya dalam sebuah masjid terdapat sebuah ruangan yang dinamakan

mihrab. Masjid juga dapat dijadikan sebagai lembaga untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas dakwah.

71

(46)

PROFIL K.H. MUHYIDDIN NA’IM DAN MASJID AL-AKHYAR

KEMANG JAKARTA SELATAN

A. Profil K.H. Muhyiddin Na’im

1. Latar Belakang Keluarga

Beliau lahir di Jakarta, pada tanggal 12 Januari 1950, K.H. Muhyiddin Na’im adalah putra dari keluarga pasangan Alm. K.H. Muhammad Na’im dan Almh. Hj. Saodah Binti Musyaffa’. Beliau terlahir dari keluarga yang sangat religius. Ayahandanya semasa hidup adalah seorang Ulama besar, dan beliau dikenal sebagai salah satu Ulama besar yang turut mensyiarkan agama Islam di berbagai daerah, khususnya diwilayah Cipete Utara Jakarta-Selatan.

K.H. Muhammad Na’im Lahir pada tahun 1912, dari pasangan, beliau juga aktif dalam salah seorang pengurus Syuria NU dengan Rekannya seperti K.H. Abdul Wahid Hasyim, K.H. Idham Chalid, K.H. Anwar Musyaddad, K.H. Ilyas, K.H. Saifuddin Zuhri, K.H. Tohir Rohili, K.H. Mursyidi, K.H. Ishaq Yahya, K.H. Ahmad Syaikhu, K.H. Nur Ali Bekasi, K.H. Abdul Aziz Amin. Beliau juga menjadi saksi atas dideklarasikannya pemerintah Republik Indonesia Serikat. H. Na’im dan Mera dan beliau meninggal dunia pada 12 Mei 1973 pada usia 61 tahun. Seminggu sebelum wafat, kini istrinya yang masih hidup ada dua orang. Putra-putrinya yang masih hidup ada 27 orang. Cucu cicitnya ada sekitar 300 orang. Diantara mereka yang aktif dalam bidang dakwah dan

(47)

pendidikan, seperti K.H. Abdul Hayyi Na’im, K.H. Muhyiddin Na’im,

K.H. Muhammad Fatih Na’im, Hj. Siti Aisyah, Hj. Mahmudah Na’im, siti Sahlah Na’im. Di samping itu banyak pula yang mengabdikan diri di berbagai instansi pemerintah dan swasta.1

K.H. Muhyiddin Na’im adalah seorang Ulama dan tokoh masyarakat betawi yang sangat di hormati, dan karena pengalaman beliau yang cukup luas dapat memberikan motivasi tersendiri bagi K.H. Muhyiddin Na’im untuk berkesempatan berdakwah dan mengetahui bagaimana cara mempraktekan dakwah diberbagai forum, baik didalam maupun diluar negeri.

K.H. Muhyiddin Na’im mempunyai beberapa saudara kandung, diantaranya Hj. Zakiyah Na’im, Hj. Nafisah Na’im, K.H. Muhyiddin

Na’im, Hj. Mahmudah Na’im, H. Muhammad Ali Na’im, H.

Abdurrahman Na’im, H. Adnan Na’im, H. Muhammad Diinul Hadi Na’im, H. Maliha Na’im, H. Zaenal Aripin Na’im, Hj. Azizah Na’im, tidak ketinggalan kakak maupun adik-adiknya yang berkecimpung dalam mensyiarkan agama Islam.

Sejak kecil kedua orang tuanya, terutama bapaknya (K.H. Muhammad Na’im) cukup dikenal sebagai orang tua yang sangat tegas terhadap anak-anaknya, sudah mempersiapkan bekal pendidikan agama, berupa belajar membaca Al-Qur’an, cinta dengan Ilmu agama yang mengharuskan beliau untuk selalu dan terus belajar.

1

(48)

Sejak usia belia, beliau sudah terbiasa dengan kesibukan dakwah, sama halnya dengan anak-anak seusianya, beliau juga bermain bersama teman-temannya akan tetapi beliau tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai pelajar untuk menuntut ilmu agama.

Beliau sudah berdakwah dari kecil, tetapi sesudah menikah atau kurang lebih 28 tahun lalu, ternyata beliau lebih menyukai dan menekuni profesi dakwah sebagaimana beliau mengikuti jejak ayahnya. Dan di usia yang sudah matang ini, beliau masih menggeluti di dunia dakwah atas dukungan dari istri tercintanya, Hj. Rohimah dari seorang anak K.H. Fathullah (Alm).

Beliau bukan hanya sekedar seorang da’i yang berani berjuang di medan dakwah, melainkan beliau juga seorang guru atau kyai yang selalu membimbing dan mendidik murid-muridnya agar menjadi lebih baik dan berakhlakul karimah. Dan beliau juga seorang suami yang banyak memberi panutan bagi keluarganya, beliau selalu menyempatkan waktu luang untuk berkumpul dan bersenda gurau bersama keluarga besarnya.

Hingga saat ini K.H.Muhyiddin Na’im mempunyai lima orang anak yang sangat di banggakan. Di antara nya : Rozana, H.Muhammad wafi, Ahmad Labib, Rihaburrahman dan Naji.

2. Latar Belakang Pendidikan K.H. Muhyiddin Na’im

(49)

mengajar pengajian. Sehingga apapun ilmu yang diturunkan padanya selalu direalisasikan.

Bapak dari lima orang anak ini pernah menuntut Ilmu di Jakarta sampai antar propinsi sampai perguruan tinggi di luar negri, diantara nya : a. SD yang terletak didaerah Perla Jakarta selata tahun

b. MTs yang berada diJombang yaitu Tebuireng,

c. selanjutnya beliau melanjutkan ke perguruan tinggi di Damaskus (Syiria), disana beliau mendapat gelar Lc dan Kairo (Mesir) beliau mendapat gelar MA.

Beliau sama sekali tidak membeda-bedakan antara ilmu umum dengan ilmu agama, karena menurut sang ayah “apapun ilmu itu selama baik dan membawa manfaat maka raihlah terus”2.

Beliau tidak hanya menuntut ilmu didalam negeri saja, akan tetapi beliau juga menuntut ilmu di luar negeri bagian timur, Damaskus atau Syiriya, Jerman dan Amerika.

B. Aktivitas K.H. Muhyiddin Na’im

Sejak belia, beliau sudah banyak melakukan hal-hal positif yang membawanya kearah yang lebih baik baik, diantaranya : belajar mengajar, belajar ceramah di berbagai pengajian. Dan beliau juga termasuk orang yang gemar membaca khususnya kitab-kitab untuk menuangkan inspirasinya, waktu selebihnya ia gunakan untuk ceramah, berkhutbah, dan memberikan ilmu kepada orang lain.

2

(50)

Da’i yang penuh tawaddlu’ ini tidak pernah merasa lelah untuk melakukan semua aktivitasnya. Dari kecil sampai sekarang beliau terkenal mudah bergaul dengan siapa saja. Maupun dengan para pejabat beliau cukup di kenal karena beliau aktif dalam beberapa lembaga-lembaga pemerintahan juga, seperti NU (Nahdlotul Ulama), MUI DKI (Majelis Ulama Indonesia), FUHAB Forum Ulama Habaib) dll, maka dari sini beliau mempunyai tekad dakwah untuk mengembangkan agama Islam.

Selama ini beliau tidak hanya ceramah di Masjid Al-Akhyar yang beliau pimpin, akan tetapi beliau juga berceramah atau mengisi pengajian di berbagai daerah khususnya wilayah DKI Jakarta Selatan. Selain itu beliau juga sering diundang ceramah pada acara hari-hari besar Islam seperti : Maulid Nabi SAW, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW dan undangan ceramah di dalam maupun luar negeri.

Pada awalnya kegiatan dakwah bil-lisan K.H. Muhyiddin Na’im hanya mengajar pada satu masjid yang terletak dekat rumah beliau di daerah Cipete Jakarta Selatan yaitu masjid An-Nur tempat bapaknya mengajar, akan tetapi karena efek yang ditimbulkan dari dakwah yang disampaikannya membuahkan hasil, maka beliau terus melanjutkan dakwahnya dengan mengajak masyarakat setempat untuk belajar mengaji.

Pada usia 25 tahun, beliau mulai memberanikan diri untuk menunjukkan performanya sebagai penceramah atau da’i muda. Meskipun dakwah yang disampaikannya belum maksimal ternyata dakwah yang dirasakan sangat bermanfaat bagi mad’u pada saat itu. Sehingga beliau mengajak masyarakat setempat untuk mengaji dan belajar bersama.3

3

Gambar

gambaran secara utuh mengenai dakwaH.
Figurnya sebagai ulama yang akan haus akan ilmu dan beramal,
Figurnya sebagai ulama yang akan haus akan ilmu dan beramal,
Tabel 1 Aktivitas Ceramah K.H. Muhyiddin Na'im
+2

Referensi

Dokumen terkait