• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran perbankan konvensional dalam mendukung perkembangan indusrti perbankan syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran perbankan konvensional dalam mendukung perkembangan indusrti perbankan syariah"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN PERBANKAN KONVENSIONAL DALAM MENDUKUNG PERKEMBANGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH

Oleh:

Abdur Rasyid

NIM: 204046102877

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

KITA AKAN BERHASIL !!!

Kecuali seorang pemalas dan malang

yang tidak bergairah hidup atas kemampuan diri sendiri,

dan selalu mengharapkan belas kasihan orang lain,

seorang yang rajin dan hidup wajar

pasti membutuhkan suatu pekerjaan

untuk memperoleh hasil bagi penunjang hidupnya.

Kita tidak akan membicarakan segelintir kecil orang kaya

yang tidak membutuhkan suatu pekerjaan

atau seorang pemilik kekayaan yang dungu tanpa kerja,

dan orang-orang yang bekerja dengan telunjuk jari kiri

telah menghalalkan segala cara

untuk mendirikan istana-istana pualam

diatas kesengsaraan diri orang banyak.

Memang benar, seseorang berhak berusaha

untuk memperoleh setiap kesempatan

mengumpulkan harta dengan segala kenyamanan hidup.

Akan tetapi semua orang yang berakal sehat

akan setuju menghindarkan pekerjaan yang menghasilkan

liwat jalan pekerjaan yang tidak terpuji

karena bertentangan dengan hati nurani yang bersih

(3)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah, sehingga atas karunia-Nya penulis masih dapat menikmati hidup ini. Shalawat serta Salam, semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan sahabat, serta kita semua selaku umatnya.

Merupakan kebahagiaan tersendiri bagi penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan skripsi ini dimaksudkan untuk melengkapi dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan untuk mencapai gelar Sarjana S1 (strata satu) pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Moh. Amin Suma, SH, MM Dekan Fakultas Syariah dan Hukum.

(4)

3. Ibu Dra. Nuriyah Thahir, MM. selaku pembimbing I dan Bapak Muhammad Maksum, MA. Pembimbing skripsi II yang telah banyak meluangkan waktu, fikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan pengarahan dan nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Th. Endang Ratnawati. Senior Advisor Satuan Kerja Hukum dan Kepatuhan (SKHK) dan rekan-rekan Praktisi di Komisi Hukum PT. BANK CENTRAL ASIA, TBK yang memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis saat penulis melakukan Internship Program yang berkaitan dengan hukum operasional perbankan.

5. Ibunda tercinta Ibu Tati Sumiati yang penuh kasih sayang membesarkan, mendidik, dan memberikan dorongan baik moril maupun materil. Penulis yakin karena cinta sejati dan doa dari Beliaulah diri ini terus semangat meretas masa depan dan menggapai impian.

6. Kepada sahabat-sahabatku seperjuangan, sampai bertemu di puncak sukses. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah berperan

dalam penulisan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya Penulis berharap pula, semoga amal baik Bapak/Ibu/Sdr/i mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.Amiin.

Wassalam

Jakarta, 21 Januari 2009

(5)

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………... iii

DAFTAR TABEL………... v

DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

D. Metodelogi Penelitian... 8

E. Studi Pendahuluan... 9

F. Sistematika Penulisan... 9

BAB II : TINJAUAN UMUM BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH... 12

A. Pengertian Bank... 12

B. Tinjauan Umum Bank Konvensional... 15

C. Tinjauan Umum Bank Syariah……… 23

D. Kerangka Yuridis Pembukaan Bank Syariah / UUS... 39

BAB III : IMPLEMENTASI PERANAN BANK KONVENSIONAL UNTUK BANK SYARIAH (UUS)... 42

A. Aspek Penyertaan Modal... 42

(6)

BAB IV : ANALISA PENYERTAAN MODAL DAN INTERPRETASI

DATAOFFICE CHANNELING( OC )... 65

1. Tingkat Modal Dengan NilaiReturn On Investment (ROI)... 65

2. Tingkat Optimalisasi Strategi SistemOffice Channeling Data 2007………... 73

BAB V : PENUTUP... 92

A. Kesimpulan... 92

B. Saran... 93

DAFTAR PUSTAKA... 94

(7)

DAFTAR TABEL

TABEL 1. Akad dan Produk Bank Syariah 39

TABEL 2. Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil 41

TABEL 3. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah 41

TABEL 4. Perhitungan Persentase GWM 52

TABEL 5. Laporan Keuangan Neraca & Laba/rugi PT. Bank Bukopin (UUS) 67

TABEL 6. Laporan Keuangan Neraca & Laba/rugi PT. Bank Permata (UUS) 69

TABEL 7. Laporan Keuangan Neraca & Laba/rugi PT. Bank DKI (UUS) 71

TABEL 8. Gambaran/Profil Responden & Persentase Distribusi Frekuensi 76

TABEL 9. Persentase Distribusi Frekuensi office channeling (OC) tentang

No.8/3/PBI/2006 76

TABEL 10. Persentase Distribusi Frekuensi office channeling (OC) 77

TABEL 11. Descriptive Statistics No.9/PBI/2007 77

TABEL 12. Descriptive Statistics operasional OC di Bank Konvensional 78

TABEL 13. Descriptive Statistics Kemudahan prosedur layanan OC 79

TABEL 14. Descriptive Statistics Kecepatan akses transaksi 79

TABEL 15. Descriptive Statistics Teknologi layanan office channeling (OC) 80

TABEL 16. Descriptive Statistics Tanggapan bank terhadap klaim 80

TABEL 17. Descriptive Statistics Kecepatan bank menanggapi keluhan 81

TABEL 18. Descriptive Statistics SDM Konvensional melayani office

channeling (OC) 82

(8)

TABEL 20. Descriptive Statistics Pencampuran dana syariah dan konvensional 83

TABEL 21. Descriptive Statistics Keramahan pegawai bank 84

TABEL 22. Descriptive Statistics Prinsip mengenal nasabah 84

TABEL 23. Descriptive Statistics Lay out bank 85

TABEL 24. Descriptive Statistics Penampilan karyawan bank untuk layanan

Oficce Channeling(OC) 85

TABEL 25. Descriptive Statistics Ketersediaan fasilitas fisik 86

TABEL 26. Descriptive Statistics Fee/ biaya administraasi 87

TABEL 27. Descriptive Statistics Bagi hasil 88

TABEL 28. Descriptive Statistics Letak strategis bank 88

TABEL 29. Descriptive Statistics Kenyamanan dan keamanan lokasi 88

TABEL 30. Interpretasi Data Analisis 90

(9)

DAFTAR GAMBAR

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Berdasarkan UU No. 10 tersebut, bank umum konvensional diperbolehkan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui pembukaan UUS (Unit Usaha Syariah) yang menandai era dual banking system di Indonesia. Pada tahun 1999 dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 yang selanjutnya diamandemen dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya berdasarkan prinsip syariah.1

Industri perbankan merupakan salah satu pilar ekonomi yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.2Kredit adalah nafas bagi perbankan, agar bank tetap berkembang kredit harus tetap mengalir lancar. Dengan penyaluran kredit, bank bisa meraih pendapatan bunga (interest income). Perbankan Indonesia belum menjadi lembaga intermediasi yang maksimal, berbanding terbaliknya antara himpunan dana (funding financing) dengan

1

Bank Indonesia Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h. 1-1.

2

(11)

realisasi/penyaluran kredit (lending financing) ditambah lagi dengan macetnya penyaluran kredit atau tingginya angka Non Performing Loan (NPL) menjadi pemicu bank kehabisan cara dalam mencari pendapatan.3

Beberapa tahun terakhir, perbankan konvensional khususnya di Indonesia mulai mengoptimalisasikan pendapatan non bunga (fee based income). Instrumen fundamental industri perbankan konvensional untuk menghindari over likuiditas adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI), namun hal itu tidak terlalu signifikan efektivitasnya untuk meningkatkan sector riil. Pendapatan non bunga bisa menjadi alternatif pendapatan, disamping bunga sebagai instrumen utama dalam mencapai

profit oriented, bahkan beberapa bank pemerintah (BUMN) melakukan berbagai upaya untuk mengisi kekurangan dari sector kredit yang belum tumbuh salah satunya dengan mengoptimalisasikan pos-pos lain seperti jasa perbankan perdagangan luar negeri, trade financing dan transaksi jasa perbankan seperti transfer uang melalui perbankan.4

Dari beberapa instrumen diatas adalah implementasi dalam mencari pendapatan yang diterapkan perbankan konvensional secara universal kepada nasabahnya, baik yang bersifat personal maupun korporasi (perusahaan). Teori ekonomi perusahaan yang selama ini berkembang menekankan pada prinsip memaksimalkan keuntungan perusahaan (shareholder value), namum dewasa ini teori-teori ekonomi tersebut telah mulai bergeser pada sistem nilai yang lebih luas (stakeholder value) dimana manfaat yang didapatkan tidak lagi difokuskan hanya

3

Info Bank Infobank Outlook 2007, Analisis Strategi Perbankan & Keuangan (Majalah, Info Bank, 2006) Edisi November No. 332. Vol XXVIII, h. 28

4

(12)

pada pemegang saham, akan tetapi pada semua pihak yang dapat merasakan manfaat hadirnya suatu unit kegiatan ekonomi.5 Maka dapat dibuat skema prosentase dari seluruh pendapatan perbankan konvensional untuk dinamika perekonomian dengan mendukung perkembangan industri perbankan syariah dalam bentuk aplikasi penyertaan modal, ke industri perbankan syariah yang lebih memposisikan dirinya pada business center dan profit center dalam konsep dual banking systemdanprofit and loss sharingtanpa mengenakan bunga, maka dengan demikian industri perbankan syariah memiliki peluang untuk meningkatkan sector riil, dan meningkatkan roda produksi perusahaan (korporasi).

Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan, termasuk perbankan, mengalami kesulitan keuangan.6 Tingginya tingkat suku bunga telah mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi yang selanjutnya mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank. Akibatnya kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara perbankan diwajibkan untuk terus membayar bunga kepada depositor sesuai dengan tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi telah pula

5

Bank IndonesiaCetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, h. 2-1

6

(13)

menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi.7

Dengan reinvestasi yang dilakukan oleh industri perbankan konvensional dalam bentuk penyertaan modal ke dalam perbankan syariah, maka ada sebuah alternative baru bagi bank konvensional untuk meraih pendapatan, ditengah-tengah tingginya angka Non Performing Loan (NPL) perbankan nasional dari 4,5 % pada 2004 menjadi 8,33 pada Juni 2006, kemudian keterkaitan antara voluntary sector dengan pemberdayaan ekonomi rakyat semakin terlihat, hal yang lebih penting lagi perbankan nasional akan memerankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan secara ideal dalam konsep syariah yang mewarnai proses pembangunan sistem ekonomi mulai dari tingkat mikro-ekonomi dalam hal pembentukan preferensi pelaku.8

Dalam prinsip syariah tidak mengenal uang haram, uang adalah uang atau uang hanya sebagai alat transaksi (money is only a means of transaction), yang tidak memiliki harga namun uang dapat merefleksikan harga, jadi dalam hal penyertaan modal perbankan konvensional pada industri perbankan syariah tidak ada larangannya dalam syariah untuk melakukan perputaran uang, sebaliknya dalam teori ekonomi moneter kontemporer, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang yang dapat memperkecil volume transaksi, sehingga perekonomian

7

Ibid.

8

(14)

menjadi lesu. Adapun peleburan uang sama saja artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat dipergunakan untuk melakukan transaksi.9

Islam sebagai suatu falsafah hidup telah secara lengkap mendefinisikan dasar-dasar kegiatan yang berkaitan dengan aspek muamalat, termasuk didalamnya kegiatan yang berkaitan dengan ekonomi, yang didalamya antara lain meliputi keuangan dan perbankan. Falsafah Islam dalam ekonomi, berusaha untuk mengangkat kesinambungan system perekonomian dan mencakup aspek-aspek yang lebih luas yang secara terstruktur diformulasikan dalam bentuk fondasi pemikiran, pilar-pilar dan tujuan.10

Bank Syariah menawarkan suatu sistem kemitraan dan kebersamaan dalam profit dan risk untuk mewujudkan kegiatan ekonomi yang adil dan transparan sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran.(Al-Maidah / 5:2)

9

Adiwarman Azwar Karim,Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: Karim Business Consulting, 2001), h. 6.

10

(15)

Konsep syariah menempatkan aspek keseimbangan sebagai salah satu dasar dalam pembangunan system ekonomi. Konsep Keseimbangan dalam konsep syariah meliputi berbagai segi yang antara lain meliputi keseimbangan: pembangunan material dan spiritual. Pembangunan ekonomi syariah tidak hanya ditujukan untuk pengembangan sektor-sektor koporasi namun juga pengembangan sektor usaha kecil dan mikro yang terkadang luput dari upaya-upaya pengembangan sektor ekonomi secara keseluruhan dan stabilisasi makro ekonomi.11 Dengan mengoptimalisasikan keberadaan industri perbankan syariah, yang masih membutuhkan stimulasi modal salah satunya dari industri perbankan konvensional untuk memperkuat formasi Finance to Deposite Ratio (FDR), sehingga realisasi pembiayaan diberbagai sektor pembiayaan pada industri perbankan syariah dapat terwujud tentunya dengan tetap menggunakan prinsip dasar perbankan yaitu prinsip kehati-hatian.

Dari latar belakang dan substansi materi yang penulis kemukakan diatas, serta dilandasi oleh berbagai landasan teori, penulis terinspirasi untuk mengkaji dan mendeskripsikan dalam bentuk skripsi dengan judul ”Peranan Perbankan Konvensional Dalam Mendukung Perkembangan Industri Perbankan

Syariah”

11

(16)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah secara konkret dalam bentuk pertanyaan secara umum, hingga pertanyaan yang lebih spesifik diantaranya sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan perbankan konvensional untuk perbankan syariah ?

2. Bagaimana peran perbankan konvensional, terhadap perkembangan industri perbankan syariah yang berbentuk unit usaha syariah (UUS) ?

3. Strategi apa yang digunakan oleh Bank Indonesia dan perbankan konvensional dalam mendorong perkembangan industri perbankan syariah (UUS) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hubungan Bank Indonesia dan perbankan konvensional, dalam rangka membangun industri perbankan syariah.

2. Untuk mengetahui bentuk dukungan perbankan konvensional terhadap perkembangan industri perbankan syariah.

4. Untuk mengetahui seputar regulasi Bank Indonesia (BI) tentang aspek penyertaan modal perbankan konvensional ke dalam industri perbankan syariah. 5. Untuk mengetahui tingkat optimalisasi penggunaan sistem office channeling

oleh perbankan syariah hingga saat ini.

Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

(17)

2. Kegunaan praktis hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi praktisi perbankan pelaku ekonomi syariah lainnya.

3. Kegunaan kebijakan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada instansi yang membuat kebijakan seperti pemerintah, Bank Indonesia dan instansi perbankan lainnya.

D. Metodelogi Penelitian

1. Sumber Data

Sifat data yang penulis gunakan dalam analisa skripsi ini adalah data kuantitatif, tepatnya data diskrit dengan sumber data di antaranya:

a). Primer : Data pokok yang didapat dari responden/praktisi perbankan. b). Sekunder : Data yang telah dipublikasikan seperti dari Bank Indonesia

(BI), Bank konvensional yang membuka unit usaha syariah (UUS), majalah, koran, dan internet

c). Kuantitatif : Data yang berbentuk angka berdasarkan analisis laporan keuangan bank syariah (UUS) per triwulanan dan hasil interpretasi data analisisoffice channelingBNI Syariah. 2. Teknik Pengambilan Data

(18)

E. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan yang penulis gunakan dalam skripsi ini adalah merupakan data dokumentasi atau data yang telah dipublikasikan (data pelengkap) dari studi/riset sebelumnya secara substansi sama dan up to date, agar kebutuhan akan data pelengkap skripsi ini lebih mudah dan efisien dari segi waktu di antaranya:

• “Respon Nasabah Pengguna Layanan Office Channeling (OC) BNI Syariah” oleh Zainatussirti, 2008

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, studi pendahuluan dan sistematika penulisan

BAB II :TINJAUAN UMUM BANK KONVENSIONAL DAN BANK

SYARIAH

(19)

sejarah singkat berdirinya bank syariah, arah tujuan pendirian bank syariah, azas kerja operasional bank syariah, dan produk-produk bank syariah, kerangka yurudis pembukaan bank syariah/UUS. Perbandingan kualitas implikasi pendapatan bunga (interest)versusbagi hasil (profit and loss sharing)

BAB III : IMPLEMENTASI PERANAN BANK KONVENSIONAL

UNTUK BANK SYARIAH (UUS)

dalam bab inti ini lebih membahas substansi materi yang berkaitan dengan aspek penyertaan modal, pengertian dan ruang lingkup penyertaan modal, bank konvensional yang membuka unit usaha syariah (UUS), aspek sarana dan pelayanan di antaranya penerapan sistem kebijakkanoffice channelingdimana berisi tentang syarat pembukaan office channeling, menurut kaidah fiqh, peranan Bank Indonesia (BI) dalam mesinergikan

Office Channeling untuk bank syariah, serta faktor penghambat akselerasi perbankan syariah hingga saat ini.

BAB IV : ANALISA PENYERTAAN MODAL DAN HASIL

INTERPRETASI DATAOFFICE CHANNELING(OC)

(20)

return on investment (ROI) beberapa UUS dan analisis perbandingannya, kemudian tingkat optimalisasi penggunaan sistem office channeling oleh bank syariah tahun 2007 yang terdiri, profil responden, respon nasabah terhadap layanan office channeling,dan interpretasi data analisis.

BAB V : PENUTUP

(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

A. Pengertian Bank

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata bank memiliki arti yayasan keuangan yang mengurus simpan-menyimpan, pinjam-meminjam uang.12 Dalam Kamus Bahasa Indonesia pula, bank diartikan sebagai badan atau lembaga keuangan yang fungsi utamanya memberikan jasa kredit dan ikut berperan dalam kelancaran lalu lintas pembayaran, dan peredaran uang. Sedangkan dalam kamus bahasa Inggris bank mempunyai artitepi, tumpukan, dan menyimpan uang.13

Secara etimologi kata bank berasal dari bahasa Italia Banco, yang berarti meja, dan Bangue dalam bahasa Prancis. Dahulu para penukar uang melakukan pekerjaan mereka di pelabuhan-pelabuhan tempat para kelasi kapal, para pengembara dan wiraswastawan yang turun naik kapal. Para penukar itu meletakan uang penukaran diatas meja (banco) dihadapan mereka.14

Secara terminologi bank memiliki pengertian lembaga yang mendapat izin untuk mengerahkan dana masyarakat berupa simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat berupa pinjaman sehingga berfungsi sebagai sarana perantara bagi penabung (depositor, saver, dan investor) yang mengalami surplus dana

12

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, PN, Balai Pustaka, 1985), h. 88

13

Peter Salimdan Yenny Salim,Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 1991) edisi ke 1, h. 141

14

(22)

dengan peminjam (borrower) yang mengalami deficit dana dalam membiayai usaha yang dilakukannya. Atau dapat dikatakan bank merupakan lembaga perantara (Intermediary Institution) yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat (srplus unit) dan menyalurkan dana kepada masyarakat (deficit unit).15 Sedangkan definisi bank menurut G.M. Verryn Stuart, “bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral”.16 Menurut pasal 1 point 2 UU No. 10/1998 tentang perbankan, bank didefinisikan sebagai “Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Adapun pengertian Bank menurut Global Association of Risk Profesional

(GARP) dan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR; 2005: A3); Bank adalah suatu lembaga yang telah memperoleh izin untuk melakukan kegiatan utama menerima deposito, memberikan pinjaman, menerima dan menerbitkan cek.17

Sementara pengertian bank Islam menurut Ensiklopedia Islam, Bank Islam adalah. “Lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang, yang

15

H.M. Amin Aziz,Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, (Jakarta, Penerbit Bangkit, 1992) cet. 2, h. 1

16

J.W. Gilbert, Sepert dikutip oleh Muh, Zuhri, h. 1

17

(23)

pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam”.18 Namun pengertian bank Islam secara umum dapat didefinisikan sebagai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’at Islam atau bank yang tata cara operasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits.19

Bank Syariah20 dapat pula diartikan sebagai lembaga keuangan yang mengadakan atau menjalankan semua aktivitas perbankan, kecuali dalam hal pemungutan dan pemberian bunga atas modal.21

Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, “bank Islam adalah bank yang operasinya berdasarkan prinsip syariah tersebut secara teknis yuridis disebut Bank Berdasarka Bagi Hasil”. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1998, istilah yang dipakai adalah istilah “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Karena operasinya berpedoman pada ketentuan-ketentuan syariah Islam, maka bank Islam disebut pula “Bank Syariah”.22

18

Warhum Sumitro, Asas Asas Perbankan Islam dan Lembaga Lembaga Terkait, (Asuransi Takaful dan BMUI), (Jakarta : PT. Raja Grafondo Persada, 1996), cet 1, h. 1-2

19

H. Karnaen Perwaatmadja, MPA dan H. M. Syafi’i Antonio,M.Ec, Apa Dan Bagaimana

Bank Islam, (Yogyakarta, Dana Bhakti Wakaf, 1992), cet. 1, h. 1

20

Pengertian Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalulintas pembayaran serta peredaran uang yang operasionalnya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam, (Ensiklopedia Hukum Islam, Abdul Aziz Dahlan, dkk, khtir BaruVan Hoeve, Jakarta, 1997, h. 1994 )

21

Ahmad M. Saefuddin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Persfektif Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 1987), ed, 1, cet. 1, h.101

22

(24)

B. Tinjauan Umum Bank Konvensional23

1. Sejarah Berdirinya Bank Konvensional

Cikal bakal bank di dunia berawal dari Babylonia diperkirakan 2.000 tahun sebelum masehi (sM) dari suatu usaha semacam bank yang berkegiatan meminjamkan emas dan perak dengan tingkat bunga 20% sebulan dan dikenal dengan Temples of Babylon. Temples of Babylon ikut hancur sehubungan dengan kejatuhan zaman Babylonia.24 Setelah zaman Babylon, tahun 500 SM menyusul dari Yunani didirikan semacam bank, dikenal dengan sebutan

Greek Temple.Pada saat itu muncul bankir-bankir swasta pertama operasinya meliputi penukaran uang oleh para pedagang antar kerajaan dan segala macam kegiatan bank.25

Lembaga perbankan yang pertama di Yunani muncul pada tahun 560 SM. Setelah zaman Yunani, muncul usaha bank di Romawi yang operasinya lebih luas lagi, yakni tukar-menukar uang, menerima deposito, memberikan kredit, mentransfer modal dan lain sebagainya. Setelah itu usaha bank

23

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia I W.J.S. Poerwadarminta, istilah konvensional didefinisikan sebagai menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan, tradisional atau berdasarkan konvensi atau kesepakatan umum. Istilah konvensional berasal dari kata konvensi yang berarti persetujuan, pemufakatan, permusyawaratan, perjanjian, kondisi dan tata-cara atau kebiasaan. Secara umum konvensional dapat didefinisikan sebagai berdasarkan kondisi dan tata cara – tata cara menurut atau secara adat istiadat kebiasaan, secara persepakatan atau persetujuan (Kamus Ilmiah Populer, Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, ARKOLA Surabaya, 1994, h. 370). Bank Konvensional berdasarkan pengertian di atas mengandung pengertian sebagai bank yang beroperasi berdasarkan kondisi dan tata cara yang sudah menjadi kebiasaan atau kesepakatan umum (konvensi) kegiatan perbankan sejak awal sejarah berdirinya bank hingga saat ini.

24

A. Arifin Chaniago, Christian Toweula dkk,Ekonomi(Bandung, Angkasa Bandung, 1995), cet. 1, h. 94

25

(25)

mengalami pasang surut namun terus berkembang ke Asia Barat (sekarang Timur Tengah) dan Eropa.26

Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, maka perkembangan perbankan pun semakin pesat. Hal itu disebabkan karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Venesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank of Barcelona tahun 1320. Sebaliknya perkembangan perbankan di daratan Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol dan Portugis, begitu aktif mencari daerah perdagangan yang kemudian menjadi daerah jajahannya, maka perkembangan perbankan pun ikut dibawa ke Negara jajahannya.27 Di Eropa pula yang lebih dikenal seperti di London (Inggris), Amsterdam (Belanda), dan Antwerpen danLeuven (Belgia), kegiatan perbankan berawal dari tukang emas yang bersedia menerima simpan uang logam emas dan perak dan kepada si penyimpan diberikan tanda deposito yang disebut Goldsmith’s note.28 Karena tanda ini akhirnya dapat diterima sebagai alat bayar maka si tukang emas berani untuk mengeluarkan Goldsmith’s note walaupun tidak diiringi dengan jaminan emasnya.29 Dengan peralihan tugas dari tukang emas menjadi

26

Ibid, h. 3

27

Kasmir, M,Dasar-Dasar Perbankan,(Jakarta, PT. Grafindo Persada, 2002), h. 14

28

A. Arifin Chaniago, Christian Toweula dkk, h. 95

29

(26)

pengeluaran Goldsmith’s note berarti tukang emas beralih menjadi petugas perbankan.30

Sejarah perkembangan perbankan di Indonesia juga tidak lepas dari era zaman penjajahan Hindia Belanda tempo dulu karena sejarah perkembangan perbankan tidak terlepas dari pengaruh Negara yang menjajahnya, baik untuk bank pemerintah maupun bank swasta nasional. Pada saat itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting dalam pemerintahan penjajahan Belanda, diantaranya adalah De Algemenevolks Credits Bank, Nederland Handles Maatscappij (NHM) dll. Selain bank-bank milik Belanda terdapat pula bank-bank yang dimiliki oleh pribumi, China, Jepang dan Eropa lainnya, seperti Bank Nasional Indonesia, The Bank of China, The Yokohama Species Bank, Batavia Bank dll.31

2. Tujuan Pendirian Bank Konvensional

Pada awal sejarahnya bank bertujuan sebagai tempat untuk mencetak, mengatur dan mengawasi peredaran uang suatu negara. Kehadiran bank dalam system moneter merupakan darah dan tulang punggung suatu Negara dalam rangka memperlancar sistem moneter yang digunakan diseluruh negara di dunia ini.32 Sesuai dengan perkembangan zaman dan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat maka tujuan bank semakin kompleks

30

Ibid.

31

Ibid.

32

(27)

yaitu memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan kehidupan ekonomi dan bisnis serta menentukan kemajuan suatu negara dan masyarakat.

Adapun perbankan di Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraa rakyat banyak.

Sesuai dengan isi UU. No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, ”pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan didasarkan pada fungsi utama perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat”. Sebagai lembaga perantara, falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu bank juga disebut sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.33

Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, bank dituntut untuk selalu memperhatikan kepentingan masyarakat disamping kepentingan bank itu sendiri dalam mengembangkan usahanya. Bank juga harus bermanfaat bagi pembangunan ekonomi nasional sesuai dengan fungsinya sebagai Agent of Development dalam rangka mewujudkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional.34

33

Malayu Hasibuan ,Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 25

34

(28)

3. Azas Operasional Bank Konvensional

Bank konvensional dalam rangka melaksanakan fungsi dan tugasnya, maka bank dapat melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:

1. Penghimpunan dana

a. Dana yang bersumber dari bank sendiri, setiap mendirikan bank, bank berkewajiban untuk menyetor modal. Modal setor tidak akan berkurang selama belum ada persetujuan dari rapat pemegang saham dan juga persetujuan dari Departemen Kehakiman.35

b. Dana yang bersumber dari lembaga keuangan. Yang dimaksud dengan dana yang bersumber dari lembaga keuangan adalah pinjaman dana oleh salah satu bank yang dana itu berupa:

Kredit Likuiditas yang diberikan oleh Bank Indonesia sebagai pinjaman untuk menjamin likuiditas bank yang meminjam, dengan syarat bank memiliki tingkat kolektabilitas yang baik.

Call Money dimana dana yang dipinjamkan oleh bank dari bank lain yang jangka pemakaiannya tujuh hari dan sewaktu-waktu dapat ditarik oleh bank yang meminjamkan.36

c. Menghimpun dana (Funding Financing) dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, sertifikat deposito,

35

A. Arifin Chaniago, Christian Toweula dkk,Ekonomi, h. 96

36

(29)

tabungan, dan atau dalam bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.37

d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan nasabah dan atas perintah nasabah dalam bentuk Surat Pengakuan Utang, Kertas Dagang. Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Obligasi, instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.38

Dalam melaksanakan azas ekonomi demokrasi, industri perbankan Indonesia harus menghindarkan diri dari cirri-ciri negatif yang dinyatakan dalam GBHN, yaitu:39

a. Sistem Free Fight Liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain.

b. Sistem Etatisme dimana negara beserta aaratur ekonomi Negara bersifat dominant serta mematikan potensi dan daya kreasi unit-unit ekonomi swasta.

c. Pemusatan kekuatan industri perbankan pada satu kelompok yang merugikan masyarakat.

37

Malayu Hasibuan,Dasar-Dasar Perbankan, h. 36

38

Ibid., h. 36

39

(30)

4. Produk Utama Bank Konvensional

Produk-produk utama perbankan konvensional secara umum meliputi produk penghimpunan dan (Funding Product) dan produk penyaluran dana (Lending Product).

a. Produk Penghimpunan Dana (Funding Product) terdiri dari:40 1) Simpanan Giro (Demand Deposit)

2) Simpanan Tabungan (Saving Deposit)

3) Simpanan Deposito (Time Deposit), terdiri dari beberapa jenis yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito dandeposito on call.

b. Produk Penyaluran Dana (Lending Product)

Produk penyaluran dana bank konvensional dilakukan melalui pemberian pinjaman kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Secara umum jenis kredit yang ditawarkan oleh bank konvensional meliputi:41

1) Kredit Investasi 2) Kredit Modal Kerja 3) Kredit Perdagangan 4) Kredit Produktif 5) Kredit Konsumtif 6) Kredit Profesi

40

Kasmir, M,Dasar-Dasar Perbankan, h. 14

41

(31)

Dalam lalu lintas pembayaran produk-produk perbankan konvensional terdiri dari:42

a. Pengiriman Uang (Transfer) b. Kliring (Clearing)

c. Inkasso (Collection)

d. PembukaanLetter of Credit(L/C) e. Delegasi Kredit (Banker Order) f. Cek Wisata (Travellers Cheque) g. Penukaran Valuta Asing (Bank Notes) h. Kartu Kredit (Credit Card)

i. ATM (Automatic Teller Machine) j. Bank Garansi (Guarantie)

k. Aktifitas Jual Beli Surat Berharga

l. Kotak Pengaman Simpanan (Safe Deposit Box) m. Wesel (Bank Draft)

n. Menerima Setoran-setoran, seperti pembayaran pajak, telepon, air, listrik, uang kuliah dan lain sebagainya.

o. Melayani pembayaran-pembayaran, seerti gaji/pension/honorarium, deviden, kupon, bonus/hadiah dan lain-lain.

p. Bermain di pasar modal dengan berperan sebagai penjamin emisi (underwriter), penjamin (guarantor), wali amnat (trustee), perantara 42

(32)

perdagangan efek (pialang/broker), pedagang efek (dealer) dan perusahaan pengelola dana (investment company).

C. Tinjauan Umum Bank Syariah

1. Sejarah Berdirinya Bank Syariah

Awal kelahiran lembaga perbankan syariah diawali dengan kehadiran dua gerakan yang sangat besar pengaruhnya terhadap terbentuknya industri perbankan syariah yaitu gerakan renaissance Islam modern,

neorevivalisdan modernis.43Selain itu awal kelahiran perbankan syariah juga dilandasi dengan gagasan untuk mendirikan bank syariah dikarenakan belum adanya kesatuan pendapat dikalangan Islam sendiri mengenai apakah bunga bank adalah sesuatu yang halal atau yang haram. Alasan tidak diperkenankannya bunga pada pinjaman bisnis adalah Islam melarang bunga karena bunga tidak mempengaruhi tabungan tetapi dapat membuat depresi kronis, memperburuk masalah pengangguran dan mendorong pembagian kekayan yang tidak merata.44

Sangat disayangkan. Mit Ghamr telah mencatat suatu sukses yang luar biasa sebagai symbol dari lahirnya suatu system perbankan Islam modern tetapi karena faktor dan situasi politik bank ini harus ditutup pada tahun

43

Abdulah Saeed,Islamic Banking and interest: A Study of the Prohibition of Riba Its Contemporery Interpretation, (Leiden : EJ Brili, 1996).

44

(33)

1969.45Dimana sebelumnya telah terjadi diskusi teoritikal tentang usaha untuk mendirikan perbankan syariah belum beranjak sampai awal abad ke-20. meskipun pada sekitar tahun 1940- an gagasan tersebut dapat direalisasikan yaitu dengan upaya penerapan system profit and loss sharing terhadap pengelolaan dan jama’ah haji secara non konvensional di Pakistan dan Malaysia (Pilgrim’s Management Fund) serta Mesir (Islamic Rural Bank) di desa Mit Ghamr di lembah sungai Nikl pada tahun 1963 di Kairo Mesir di bawah binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar.46

Gagasan berdirinya bank syariah pada tingkat internasional muncul dalam konfrensi negara-negara Islam sedunia yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 21-27 April 1969, dimana salah satu keputusannya adalah pembentukan suatu bank syariah yang bersih dari system riba dalam waktu secepat mungkin. Keputusan kemudian ditindaklanjuti pada konfrensi OKI ke-2 tingkat Menteri Luar Negeri di Karachi. Dalam kesempatan itu Pakistan dan Mesir mengajukan suatu proposal untuk membentuk suatu tim yang mengkaji kemungkinan didirikannya suatu bank syariah yang berskala internasional dan bergerak dalam bidang perdagangan dan pembangunan. Sebagai respon dari usulan tersebut, pakar-pakar dari 18 negara mengkaji proposal tersebut dan melaporkannya pada Konfrensi Menteri-Menteri Luar Negeri OKI yang ke -3 pada tahun 1973 di Benghazi,

45

H. Mohamad Hidayat, Persfektif Lembaga Keuangan & Bisnis Syariah di Indondesia, Makalah Simposium Nasional Ekonomi Islam, HMJ Muamalah & Perbankan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Maret 1999.

46

(34)

Libya. Tidak lama berselang Draft Chapter of Account berikut Rules and RegulationIDB telah berhasil dipersiapkan dalam rapat pakar-pakar ke-2 Mei 1974.47

Pada akhirnya sebagai zenith dari semua persiapan, maka pada Konfrensi Menteri-Menteri Keuangan OKI ke-2 di Jeddah tahun 1975 disahkanlah berdirinya Islamic Development Bank (IDB) dengan modal sejumlah 2.000.000.000.00,- Dinar (setara dengan 2 Milyar SDR) dan secara otomatis seluruh negara OKI menjadi pemegang saham. Dan fungsi dalam tugas IDB adalah memberikan pembiayaan kepada negara-negara anggotanya dan membantu mendirikan bank-bank syariah diberbagai negara muslim dan non-muslim.48

Industri perbankan syariah yang berkembang di negara-negara Islam sangat besar pengaruhnya ke Indonesia.49 Ada beberapa uji coba pada skala kecil yang relative terbatas telah diwujudkan, yaitu dengan pendirian Baitut Tamwil – Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta yang diprakarsai oleh beberapa tokoh diantaranya: Karnaen A. Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo, AM. Saefuddin, M. Amien Azis, dal lain-lain.

47

Ibid., h. 3

48

Ibid

49

Uraian diatas seluruhnya merupakan ringkasan dari beberapa literatur yang menjelaskan tentang Bank Islam atau Bank Syariah. Dimana literatur-literatur tersebut antara lain: Laporan Praktikum Bank Muamalat Indonesia, Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001-2002.Bank Syariah Dari Teori Ke Praktikum

M. Syafi’i Antonio, (Jakarta, Gema Insani Press, 2001), Selamet Daroni, Hukum Perbankan

Islam di Indonesia,Apa danBagaimana Bank Islam, Karya Drs. H. Karnaen Perwaatmadja,

(35)

Namun, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank syariah di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990, tepatnya pada tanggal 18-20 Agustus pada saat lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” yang di selenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua Bogor. Ide tersebut ditindaklanjuti dalam Munas IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Hotel Sahid Jakarta, 22-25 Agustus 1990, yang mengamanatkan pembentukan kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Amanat tersebut kemudian d tindaklanjuti MUI dengan membentuk Tim Steering Committee yang diketuai Dr. Ir. Amin Azis yang lebih dikenal dengan tim MUI bertugas menyiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia. Untuk membantu kelancaran Tim MUI maka dibentuk pula Tim Hukum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (Tim Hukum ICMI) yang mengurusi aspek hukum dari Bank Muamalat Indonesia, yang diketuai oleh Drs. Karnaen A. Perwaatmadja, MPA. Selain itu MUI juga melatih tenaga staf BMI melalui training yang bekerjasama dengan Management Program Development (MDP) di LPPI, 29 Maret 1991. Untuk Modal awal BMI berasal dari dana pengusaha-pengusaha muslim dan menjadi pemegang saham pendiri.

(36)

silaturahmi Presiden di Istana Bogor, dipenuhi total komitmen modal disetor awal sebesar Rp. 106.126.382.000,00,- Dengan modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi.

Berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI), selain didasarkan pada ketentuan syariat Islam juga didasarkan pada kenyataan-kenyataan sebagai berikut:50

a. Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebagian besar masih meragukan hukumnya bunga pada bank-bank konvensional.

b. Meningkatnya pembangunan di sektor agama akan meningkatkan kesadaran bagi umat Islam untuk melaksanakan nilai-nilai dan ajaran agamanya.

c. Bank-bank konvensional yang telah beroperasi di Indonesia dirasakan kurang berperan secara optimal didalam membantu memerangi kemiskinan dan memeratakan pendapatan, karena operasi bank dengan perangkat bunga kurang memberi peluang kepada orang-orang miskin untuk mengembangkan usahanya secara produktif.

d. Kebijakan pemerintah di bidang ekonomi khususnya perbankan sangat mendukung bagi beroperasinya bank tanpa bunga di Indonesia.

e. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 pasal 1 butir 12 dan PP. Nomor 72 Tahun 1992 memberi peluang beroperasinya bank dengan system bagi

50

(37)

hasil keuntungan dan dasar hukum yang pasti terhadap bank berdasarkan prinsip bagi hasil.

f. Konsep yang melekat pada Bank Muamalat Indonesia (Build in Concept) pada Bank Muamalt Indonesia (BMI) sebagai salah satu wujud bank Islam sejalan dengan kebutuhan dan orientasi pembangunan di Indonesia.

Dengan perkembangan perbankan syariah yang semakin pesat maka diperlukan suatu perangkat hukum yang mengatur operasional bank syariah. Maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 sebagai amandemen dari UU No. 7 Tahun 1992, yang mengatur secara rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-Undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

(38)

menggalang kerjasama bisnis dengan salah satu perusahaan multifinance syariah nasional besar serta beberapa kooperasi BUMN.51

Bank Mega Syariah memang relatif masih muda, namun bank ini akan terus tumbuh. Saat ini total asset Bank Mega Syariah tercatat Rp. 2,337 Trilyun dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) Rp. 2,059 Trilyun dan laba mencapai Rp. 65,062 Milyar. Disis lain dengan CAR 10,72 %, Bank Mega Syariah mencatat FDR 98,99 %, NPF 1.19 % dan BOPO sebesar 69,64 %. (data per Juni 2007).52

Bukti dari kinerja Bank Mega Syariah yang terus meningkat adalah dengan diraihnya berbagai penghargaan di antaranya: “Predikat Sangat Bagus” dari majalah Infobank (2005 dan 2007); “ The Most Prudent Sharia

Bank”, ”The Most Growing Earning Market Share Sharia Bank“,”The Most Growing Third Party Fund Share Sharia Bank”, dan predikat kedua untuk kategori “The Best Full Pledged Bank (Overall)”, keempat penghargaan ini dari ajang Islamic Finance Summit (2007); serta peringkat pertama untuk kategori “Bank Non Devisa Terefisien” pada bisnis Indonesia Banking Efficiency Award (2007).53

51

Artikel,Press Release, Bank Syariah Mega Indonesia, 2007

52

Ibid

53

(39)

Gambarmilestoneperkembangan perbankan syariah di Indonesia54

GAMBAR 1. milestone perkembangan perbankan syariah di Indonesia

A : Rekomendasi Lokakarya MUI untuk mendirikan lembaga perbankan syariah (1990).

B : Indonesia memasukiera dual banking system dengan dimungkinkannya suatu bank beroperasi dengan prinsip bagi hasil (UU No.7/1992).

C : Beroperasinya Bank Umum Syariah untuk pertama kali (1992).

D : Dimulainya era dual-system bank, dengan memungkinkan bank konvensional membuka unit usaha syariah (UU No. 10/1998).

E : Penegasan peranan Bank Indonesia sebagai otoritas pengawasan perbankan syariah dan dapat melaksanakan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah (UU No. 23/1999).

54

Gambar 1 menggambarkan milestone perkembangan industri perbankan syariah dalam kurun waktu 15 tahun mulai dari tahun 1990 sampai 2005. Secara umum, priode ini menggambarkan perkembangan dalam berbagai aspek seperti: inisiatif publik, dasar hukum yang mendasari operasi perbankan syariah, penyusunan ketentuan kehati-hatian, peningkatan efisiensi operasi dan peningkatan kemanfaatan bank yariah secara luas. Bank IndonesiaCetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia, (Jakarta: Bank Indonesia, 2006), h. 1-2

Inisiatif

(40)

F : Diberlakukannya ketentuan kelembagaan bank syariah yang pertama sesuai dengan karakteristik operasional bank syariah (1999).

G : Beroperasinya unit usaha syariah dari bank umum konvensional untuk pertama kali (1999).

H : Diterapkannya instrument keuangan syariah yang pertama yang menandai dimulainya kegiatan di pasar keuangan antar bank dan kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah (2000).

I : Dibentuknya satuan kerja khusus (Biro Perbankan Syariah) di Bank Indonesia yang menangani pengembangan perbankan syariah secara komprehensif (2001).

J : Disusunnya Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (2002).

K : Disusunnya naskah akademis RUU Perbankan Syariah (2002).

L : Diberlakukannya ketentuan kehati-hatian yang pertama sesuai dengan karakteristik operasional bank syariah yaitu kualitas aktiva produktif (KAP) dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) bagi bank syariah (2003).

M : Dikeluarkannya fatwa bunga bank haram oleh Majelis Ulama Indonesia (2003).

N : Disusunnya ketentuan persyaratan, tugas dan wewenang DPS (2004).

O : Diberlakukannya ketentuan permodalan yang khusus bagi perbankan syariah yang telah sesuai dengan standar internasional yang dikeluarkan oleh IFSB (2005).

P : Kajian ketentuan jaringan secara lebih efisien dan berhati-hati (2005).

(41)

2. Tujuan Pendirian Bank Syariah

Arah tujuan bank syariah harus disesuaikan dengan bermuamalat menurut ketentuan syari’at Islam serta situasi dan kondisi di Indonesia, baik dibidang ekonomi sosial budaya, hukum maupun politik. Hal tersebut untuk menghindari benturan-benturan bahkan pertentangan satu sama lain karena kehadiran bank syariah yang relatif masih baru dariada bank konvensional. Sehinga bank syariah dapat hidup berdampingan dan berkompetisi secara sehat dengan bank-bank yang telah ada dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dengan demikian bank syariah akan terjamin kelangsungan hidupnya ditanah air Indonesia. Menurut Dr. Ir. H.M. Amin Aziz tujuan pendirian bank syariah adalah:55

a. Berusaha membuktikan bahwa konsep perbankan menurut syari’at Islam dapat beroperasi, tumbuh dan berkembang melebihi bank-bank dengan sistem lain.

b. Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat banyak.

c. Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan.

d. Berkembangnya lembaga bank dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan akan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat banyak sehingga menggalakkan usaha ekonomi masyarakat

55

(42)

banyak dengan antara lain memperluas jaringan lembga-lembaga keuangan ke daerah-daerah terpencil.

e. Ikhtiar ini sekaligus mendidika dan membimbing masyarakat untuk berfikir secara ekonomis, berperilaku bisnis dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.

Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank syariah pertama di Indonesia memiliki beberapa tujuan, baik tujuan umum maupun tujuan khusus. Tujuan umum Bank Muamalat Indonesia (BMI) adalah:56 a. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia,

sehingga akan semakin berkurang kesenjangan sosial ekonomi, sebagai akibat dari praktik-praktik kegiatan ekonomi yang tidak Islami.

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang selama ini partisipasi masyarakat memanfaatkan lembaga perbankan masih kurang sebagai akibat dari sikap keraguan terhadap hukum bunga bank.

c. Mengembangkan lembaga bank dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan, sehingga mampu meningkatkan partisipasi masyarakat untuk menggalakkan ekonomi rakyat, dengan antara lain emperluas jaringan perbankan ke daerah-daerah terpencil. d. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berfikir secara ekonomi

berprilaku bisnis dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

56

(43)

Adapun tujuan khusus secara fundamental dari pendirian Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai berikut:57

a. Memberikan kesempatan kepada orang-orang Islam khususnya dan tidak menutup peluang bagi selain yang beragama Islam untuk berhubungan dengan perbankan yang lebih menjamin adanya kebersamaan, keadilan dan pemerataan pendaatan.

b. Memberikan lapangan kerja, sekaligus mendidik kepada orang-orang yang kurang mampu atau pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya, sehingga mampu berwirausaha dan memiliki prospek bisnis yang cerah. c. Memberikan pembinaan kepada pengusaha produsen baik kecil maupun

besar, petani maupun pengrajin berupa kredit pemilikan barang-barang modal dan bahan baku.

d. Memeberikan pembinaan kepada pedagang perantara guna membantu pemecahan pemasaran bagi produsen dengan memberikan kredit berupa barang dagangan kepada para perantara yang berminat menjualkan barang hasil produksi pengusaha yang dibina bank syariah.

e. Mengembangkan usaha bersama dengan jalan memberikan kredit investasi berupa barang modal dan bahan baku dengan sistem bagi hasil.

57

(44)

3. Azas Operasional Bank Syariah

Secara umum bank syariah mendasarkan prinsip operasionalnya pada prinsip-prinsip sebagai berikut (menurut Dr. Ir. H.M. Amin Aziz):58 a. Larangan Riba dan mengutamakan serta mempromosikan perdagangan

dan jual beli.

b. Keadilan, kebersamaan dan tolong menolong. c. Saling mendorong untuk meningkatkan prestasi.

Adapun dalam sistem operasional Bank Muamalat Indonesia (BMI) terdapat 5 prinsip, antara lain:

a. Prinsip Simpanan Murni, merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk simpanan (al-Wadi’ah).

b. Prinsip Bagi Hasil, merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil utama antara penyedia dan (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.

c. Prinsip Jual Beli dengan Margin Keuntungan, merupakan suatu sistem yang merupakan tata cara jual beli (al-buyu’)., dimana bank mengangkat nasabah sebagai agen bank dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai aen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank akan bertindak sebagai penjual akan menjual barang tersebut kepada nasabah 58

(45)

dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi bank (Margin/Mark Up).

d. Pripsip Sewa, terdiri dari Ijarah (Sewa Murni) dan Ba’I al Takjri, (Sewa Beli).

e. Prinsip Fee (Jasa), prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiyaan yang diberikan bank.

4. Produk-Produk Bank Syariah

Produk-prduk perbankan syariah dalam hal ini Bank Muamalat Indonesia (BMI) terbagi menjadi 2 produk, yaitu Produk Pengerahan atau Penghimpun Dana dan Produk Penyaluran Dana.59

Produk Pengerahan atau Penghimpun Dana Bank Syariah (Funding Product) terdiri dari:60

a. Giro Wadiah (Wadhiah Yad-Dhamanah)

b. Tabungan Mudharabah (Tabungan Ummat dan Tabungan Arafah) c. Deposito Investasi Mudharabah (Deposito Fullinvest)

d. Tabungan Haji Mudharabah e. Tabungan Qurban

f. Dana Pensiun Lembaga Keuangan

Produk Penyaluran Dana (Financing Product) Bank Syariah diantaranya adalah sebagai berikut :61

59

Ibid

60

(46)

a. Mudharabah b. Musyarakah c. Murabahah d. Istishna e. Salam

f. Ijarah Muntahia Bittamlik

g. Mudharabah Muqqayyadah / Reksadana h. Rahn

i. Wakalah j. Hawalah

k. Al-Qardhul Hasan l. Ba’I Bithaman Ajil

m. Produk Pemberian Jasa, antara lain: 1) Jasa penerbitan L / C

2) Jasa Transfer 3) Jasa Inkasso 4) Bank Garansi

5) ATM (Anjungan Tunai Mandiri) 6) Phone Banking

7) Payment Point

8) Penukaran Mata Uang Real di Embarkasi Haji

9) Menerima Penyaluran Zakat, Infaq dan Shodaqah (ZIS)

61

(47)

10) Pembayaran Zakat, Infaq dan Shodaqah (ZIS) 11) Payroll

12) L / C

13) Layanan Pajakonline

Produk-produk bank syariah di atas semakin inovatif seiring perkembangan perbankan syariah di Indonesia seperti contoh Bank Syariah Mega Indonesia memiliki produk terkini diantaranya:62

1. Produk Penghimpunan Dana

a) Syariah Mega GIRO (Rekening giro dengan prinsip titipan) b) Syariah Mega TAMA (Tabungan dengan prinsip titipan) c) Syariah Mega DEPO (Deposito bagi hasil)

d) Syariah Mega FLEKSI (Simpanan dengan prinsip titipan)

e) Syariah Mega PENDIDIKAN (Tabungan perencanaan pendidikan) f) Syariah Mega UMRAH (Tabungan perencanaan umrah)

g) Syariah Mega Tiga (SAFE DEPOSITE BOX) 2. Produk Pembiayaan

a) Syariah Mega GRIYA (Kepemilikan Rumah) b) Syariah Mega OTO (Kepemilikan Mobil)

c) Syariah Mega MULTI (Kepemilikan Barang Multiguna) d) Syariah Mega INVEST (Kepemilikan Barang Investasi Usaha) e) Syariah Mega CAPITAL (Modal Kerja Usaha)

62

(48)

3. Produk Jasa

a) Syariah Mega GARANSI (Bank Garansi) b) Syariah Mega (Gadai Syariah)

Akad dan Produk Bank Syariah

Pendanaan Pembiayaan Jasa Perbankan Sosial

Pola Titipan

Pendanaan Pembiayaan Jasa Perbankan Sosial

TABEL 1.Akad dan Produk Bank Syariah

D. Kerangka Yuridis Pembukaan Bank Syariah / UUS

(49)

1999 yaitu tentang Bank Umum berdasarkan prinsip syariah, BPR, BPRS serta UU No. 23 tahun 1999 tentang BI telah memberikan dasar hukum yang kokoh dan peluang lebih besar dalam pengembangan bank syariah di Indonesia serta untuk pendirian kantor-kantor bank syariah baru dan pembukaan kantor bank syariah dengan caradual banking system63

Menurut mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Subarjo Joyo Sumantro, bank konvensional yang mengkonversikan diri menjadi bank syariah artinya bank itu akan beroperasi tanpa bunga, dan dikembangkan dengan mempraktikan bisnis keuangan berdasarkan syariah Islam64

Maka sesuai dengan regulasi Bank Indonesia, landasan hukum yang dapat digunakan dalam konversi bank konvensional menjadi bank syariah atau bank konvensional yang membuka unit usaha syariah sebagai berikut:

1. UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan

2. PP No. 72 Tahun 1992 yang merupakan peraturan pelaksanan dari UU No. 7 Tahun 1992

3. UU No. 10 Tahun 1998 yang merupakan penyempurna UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan

4. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

63

Ahmad Bukhari, Kebijakan Pengembangan Bank Syariah di Indonesia, Makalah yang disajikan dalam pelatihan perbankan syariah (Jakarta: FEUI, 2002), h. 1

64

(50)

BUNGA BAGI HASIL

1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi usaha akan selalu menghasilkan keuntungan.

2. Besarnya peprsentase didasarkan pada jumlah dana/modal yang dipinjamkan.

3. Bunga dapat mengambang/variable, dan besarnya naik turun sesuai dengan naik turunnya bunga patokan atau kondisi ekonomi. 4. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan

tanpa pertimbangan apakah usaha yang dijalankan peminjam untung atau rugi.

5. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan naik berlipat ganda 6. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak

dikecam) oleh semua agama.

1. Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil disepakati pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. 2. Besarnya rasio bagi hasil didasarkan pada

jumlah keuntungan yang diperoleh.

3. Rasio bagi hasil tetap tidak berubah selama akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama.

4. Bagi hasil bergantung pada keuntungan usaha yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama.

5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan

6. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

TABEL 2.Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil

Bank Konvensional Bank Syariah

Fungsi dan Kegiatan Bank Intermediasi, Jasa Keuangan Intermediasi,Manager Investasi, Investor, Sosial, Jasa Keuangan Mekanisme dan Objek Usaha Tidak antiriba dan antimaysir Antiriba dan antimaysir Prinsip Dasar Operasi - Bebas nilai (Prinsip materials)

- Uang sebagai Komoditi

- Bagi hasil, jual beli, sewa Prioritas Pelayanan Kepentingan Pribadi Kepentingan public

Orientasi Keuntungan Tujuan sosial-ekonomi Islam,

keuntungan

Bentuk Bank komersial Bank komersial, bank

pembangunan, bank universal atau multi-purpose

Evaluasi Nasabah Kepastian pengembalian pokok dan bunga (creditworthiness dan collateral)

Lebih hati-hati karena partisipasi dalam risiko

Hubungan Nasabah Terbatas debitor-kreditor Erat sebagai mitra usaha

Sumber Likuiditas Jangka Pendek Pasar Uang, BankSentral Pasar Uang Syariah, Bank Sentral Pinjaman yang diberikan Komersial dan nonkomersial,

berorientasi laba

Komersial dan nonkomersial, Berorientasi laba dan nirlaba Lembaga Penyelesaian sengketa Pengadilan, Arbitrase Pengadilan, Badan Arbitrase

Syariah Nasional Risiko Usaha - Risiko bank tidak terkait

langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank

- Kemungkinan terjadi negative spread

- Dihadapi bersama antara bank dan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran

- Tidak mungkin terjadinegative spread

Struktur Organisasi Pengawas Dewan Komisaris Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional

Investasi Halal atau Haram Halal

TABEL 3.Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah65

65

(51)

BAB III

IMPLEMENTASI PERANAN BANK KONVENSIONAL

UNTUK BANK SYARIAH (UUS)

B. Aspek Penyertaan66

Modal (capital)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/7/2003 tentang kualitas aktiva produktif bagi bank syariah, penyertaan modal dengan pangsa Bank Syariah kurang dari 20% wajib dicatat dengan metode biaya (cost method).67

Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio, CAR) unit usaha syariah (UUS) minimal 8 persen yang berlaku mulai tahun 2006. PBI No. 7/35/PBI Tahun 2005 tertanggal 30 September 2005 menurunkan modal minimal bank umum syariah jadi Rp 1 triliun dari Rp 3 triliun sebelumnya.

i.Pengertian dan Ruang Lingkup Penyertaan Modal (capital)

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata modal berarti uang pokok (uang yang dipakai sebagai induk untuk berniaga, melepas uang dan sebagainya), harta benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan.68

66

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia I W.J.S. Poerwadarminta, istilah penyertaan berarti mempesertakan, memperikutkan, membiarkan ikut serta (turut mengiringi dan sebagainya), menambahkan, mengirimkan bersama-sama

67

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/7/PBI/2003, Tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah

68

(52)

Modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan operasi perusahaan (bank). Modal terdiri dari item-item yang ada di sisi kanan suatu neraca, yaitu: hutang, saham biasa, saham preferen, dan laba ditahan.69 Perhitungan biaya penggunaan modal sangatlah penting berdasarkan 3 (tiga) alas an yaitu: a). maksimisasi nilai perusahaan (bank) mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya modal) diminimumkan. b). keputusan penganggaran modal (capital budgeting) memerlukan suatu estimasi tentang biaya modal, dan c). keputusan-keputusan lain seperti

leasing,modal kerja juga memerlukan estimasi biaya modal.70

Namun sebenarnya yang dimaksud dengan modal bank adalah dana yang diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan untuk membiayai kegiatan usaha bank di samping untuk memenuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas moneter. Pengertian tersebut merupakan perpaduan antara kepentingan pemilik bank dengan pengawas bank (otoritas moneter).71

Modal dalam hal ini adalah dana yang ditempatkan pihak pemegang saham, pihak pertama pada bank memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyerap jika timbul kerugian (risk loss). Modal yang merupakan

69

Lukas Setia Atmaja.Manajemen Keuangan, (Yogyakarta, Andi Yogyakarta), Edisi Revisi, h. 115

70

Ibid

71

(53)

investasi yang dilakukan oleh pemegang saham harus selalu berada dalam bank dan tidak ada kewajiban pengembalian atas penggunaannya.72

Bank tidak bebas memilih struktur modalnya (capital structure). Struktur modal merujuk kepada cara sebuah bank mendanai dirinya sendiri. Struktur modal biasanya dilakukan melalui kombinasi ekuitas, penerbitan saham, obligasi dan pemberian pinjaman.

Khusus untuk industri perbankan, mengingat resiko dapat terjadi kapanpun serta penyerapan kerugian yang ditimbulkan oleh risiko tergantung kepada ketersediaan modal, maka struktur modal sebuah bank perlu diatur oleh Bank Sentral sebagai regulator perbankan. Penetapan kebutuhan modal ditentukan melalui regulasi tentang kebutuhan modal minimum pada masing-masing negara. Kebutuhan modal minimum berkaitan dengan tingkat likuiditas minimum yang diisyaratkan untuk dipenuhi oleh sebuah bank, jenis, serta struktur pembiayaan modal tersebut (tier).73

Kecukupan modal (capital adequacy). Sebagai sumber terpenting dari sebuah bank dalam memastikan tingkat solvency. Bank-bank diharapkan untuk memiliki modal yang cukup dalam upaya untuk melindungi dari risiko yang mungkin timbul dalam menjalankan kegiatan usahanya. Apabila sebuah bank telah memiliki modal yang mencukupi, maka bank tersebut memiliki sumber daya financial yang cukup untuk berjaga-jaga terhadap potensi

72

Ferry N. Idroes, Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, Dalam konteks kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006), cet. 1, h. 17

73

(54)

kerugian. Jika bank memiliki likuiditas yang mencukupi maka bank memiliki sumber daya financial untuk mengalokasikan aktiva-aktivanya dan melunasi kewajiban pada saat jatuh tempo. Kecukupan modal dalam menyerap setiap kemungkinan risk loss yang timbul memberikan rasa aman dalam melaksanakan kegiatan usaha guna menghasilkan laba maksimum bagi bank.

Kecukupan modal yang wajib disediakan bank harus diatur agar jumlah minimumnya dapat mencukupi jika terjadi risiko. Perbandingan antara jumlah modal secara relatif sangat sedikit apabila dibandingkan dengan kewajiban. Modal yang tersedia harus mampu menyerap segala risiko yang setiap saat dapat muncul. Namun sebaliknya penyediaan modal harus dilakukan secara efisien guna mencapai hasil maksimal.Pertimbangan atas efisiensi penyediaan modal sangat penting untuk dipertimbangkan karena modal yang disediakan tidak boleh digunakan sebagai aktiva produktif, sehingga dana yang berasal dari modal tidak menghasilkan pendapatan terhadap bank.74

Secara umum modal minimum ditetapkan sebesar 8 % dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Secara sederhana dapat diartikan bahwa setiap penambahan 1 aktiva produktif diperlukan 0,08 modal. Modal yang ditambahkan harus selalu ditempatkan sebagai penyangga jika risiko terjadi. Dengan kata lain modal yang tersedia tidak produktif sebagai sumber pendapatan. Untuk itu manajemen bank harus memperhitungkan bahwa penambahan 1 aktiva produktif tersebut harus mampu menghasilkan

74

(55)

pendapatan terhadap biaya dananya sendiri, serta biaya modal yang harus disediakan sebesar 0,08.75

Dalam penyediaan modal sesuai peraturan, idealnya bank harus melakukan penyesuaian modal setiap kali terjadi perubahan pada struktur aktiva pada neraca.76

Pembagian jenis modal bank di Indonesia menganut klasifikasi yang disampaikan oleh Standard Bank For International Settlements terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu Modal Inti (First Tier Capital) dan Modal Pelengkap (Second Tier Capital). Modal inti (Tier 1) yang terdiri dari modal disetor, modal sumbangan, cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak.77 Modal inti secara spesifik terdiri atas :78

a. Modal Disetor

b. Agio Saham Disagio Saham c. Modal Sumbangan

d. Cadangan Umum e. Cadangan Tujuan

f. Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak

75

modal sumbangan yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangansaham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual. Modal ini sering disebut modal donasi (Akuntansi Perbankan, Transaksi Dalam Valuta Rupiah, Taswan, Semarang, UPP AMP YKPN, 2003, Edisi Revisi, h. 123

78

(56)

g. Rugi tahun-tahun lalu

h. Laba tahun berjalan setelah diperhitungkan taksiran pajak (50%) 1. Perhitungan pajak

2. Dampak pengakuan pajak tangguhan • Pendapatan pajak tangguhan • Beban pajak tangguhan 3. Kekurangan pembentukan PPAP 4. Lainnya

i. Rugi tahun berjalan

j. Selisih lebih penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri k. Selisih kurang penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri l. Dana setoran modal

m. Penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual n. Sub total

o. Good will

p. Jumlah modal inti (n-o)

(57)

RUPS. Modal Pelengkap (Tier 2) terdiri dari atas cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal dari laba, diantaranya:79

a. Selisih penilaian kembali aktiva tetap

b. Cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif (Maksimum 1,25% dari ATMR)

c. Modal pinjaman

d. Investasi Subordinasi (Maksimum 50% dari jumlah modal inti)

e. Peningkatan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual (Maksimum 45%)

f. Jumlah modal pelengkap (a-e)

g. Jumlah modal pelengkap yang diperhitungkan (Maksimum 100 dari jumlah modal inti)

h. Jumlah modal inti dan modal pelengkap (Tier1 p +Tier2 g) Adapun Modal pelengkap tambahan (Tier3) diantaranya: a. Modal inti yang dialokasikan untuk risiko pasar

b. Modal pelengkap yang tidak digunakan untuk risiko penyaluran dana c. Investasi subordinasi untuk risiko pasar

d. Jumlah modal pelengkap tambahan (a-c)

e. Jumlah modal pelengkap tambahan yang memnuhi criteria untuk risiko pasar

Jumlah Modal inti (Tier 1), Modal pelengkap (Tier 2), dan Modal pelengkap tambahan (Tier 3) (Tier 1 p + Tier 2 h + Tier 3 e). Penyertaan

79

Gambar

TABEL 20.Descriptive Statistics Pencampuran dana syariah dan konvensional
GAMBAR 1.Milestone perkembangan perbankan syariah di Indonesia
GAMBAR 1. milestone perkembangan perbankan syariah di Indonesia
TABEL 1. Akad dan Produk Bank Syariah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis data dapat diperoleh bahwa kinerja keuangan antara perbankan syariah jika dibandingkan dengan perbankan konvensional dilihat dari Loan

Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional

Dengan berkembangnya sistem perbankan dan keuangan syariah di dunia negara tersebut mendorong negara-negara di kawasan untuk juga berpartisipasi dalam mengembangkan industri

Dari hasil kesimpulan maka penulis tertarik mengambil judul “Metode RGEC Pada Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional” dengan manggunakan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada perbankan syariah (Bank Syariah Mandiri) dan perbankan konvensional (Bank Negara Indonesia) dapat

Peran perbankan syariah sangat penting bagi perekonomian saat ini. Secara umum fungsi perbankan syariah sama dengan perbankan konvensional yaitu sebagai lembaga intermediasi

Melihat perkembangan industri perbankan syariah diatas, saat ini pada perkembanganya industri perbankan syariah dibagi dalam dua kategori yaitu lembaga keuangan

Berdasarkan hasil analisis data dapat diperoleh bahwa kinerja keuangan antara perbankan syariah jika dibandingkan dengan perbankan konvensional dilihat dari Loan