commit to user
i
ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN
SYARIAH DENGAN PERBANKAN KONVENSIONAL
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Syarat-Syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
ASEP SURYO NUGROHO NIM. F1107036
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
commit to user
commit to user
iv
MOTTO
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua.
(Aristoteles)
Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah
berbuat baik terhadap diri sendiri.
( Benyamin Franklin )
Kerjakan sesuatu dengan ikhlas dan mohon petunjuk Tuhan Yang
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk :
· Tuhan Yesus Kristus, berkat Mu senantiasa mengurapi kehidupanku.
· Bapak yang sedang sakit semoga lekas sembuh, Mama tetap sabar dan
kuat merawat Bapak, Mbah dan keluargamu.
· Kakakku tercinta, terima kasih semangat dan doanya.
· Semua teman – teman, terima kasih untuk semua yang pernah kita lakukan
bersama.
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”ANALISIS
PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERBANKAN SYARIAH DENGAN
PERBANKAN KONVENSIONAL “. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi
persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Pembangunan Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari skripsi ini tidak mungkin selesai tanpa
adanya dorongan, bimbingan, petunjuk, serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam rangka penyelesaian skripsi ini, terutama
kepada:
1. Ibu Dra. Izza Marfuhah, M.Si., selaku dosen pembimbing yang dengan begitu
luar biasa membimbing , penulis sangat bersyukur dan mengahturkan hormat
yang setinggi-tingginya atas segala yang beliau berikan.
2. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Akt., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang secara langsung maupun tidak
langsung telah banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas
commit to user
vii
3. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS.
4. Ibu Dwi Prasetyani SE, M.Si, selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan dan bimbingan.
5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta beserta seluruh staff dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan pelayanan kepada penulis.
6. Teman – teman seperjuangan EP NONREG 2007, canda tawa saat bersama
kalian tak pernah kulupakan.
7. Teman – teman HMJ Ekonomi Pembangunan tetep kompak, semangat dan
lanjutkan terus ALCOFE.
8.
Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu baik secara langsungmaupun tidak atas bantuannya.
Demikian skripsi ini penulis susun dan tentunya masih banyak kekurangan
yang perlu dibenahi. Semoga karya ini dapat bermafaat bagi seluruh pihak yang
membaca dan terkait dengan skripsi ini.
Surakarta, 21 Maret 2011
commit to user A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Perumusan Masalah……….. 16
D. Prinsip Dasar Perbankan Syariah………... 26
E. Produk Perbankan Syariah………. 33
F. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional………... 44
commit to user
ix
H. Penelitian Terdahulu……….. 60
I. Kerangka Pemikiran……….. 64
J. Hipotesis……… 65
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian……… 66
B. Sumber Data ………...………. 67
C. Populasi dan Sampel……… ……… 68
D. Metode Analisis……… 69
E. Definisi Operasional Variabel……….. 73
F. Teknik Analisis………. 76
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Objek Penelitian……… 79
B. Analisis Data dan Pembahasan………. 80
BAB V KESIMPUlAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….. 94
B. Saran………. 96
DAFTAR PUSTAKA... 98
LAMPIRAN Lampiran 1……….... 100
Lampiran 2……… 104
commit to user
x
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1.1 Rangkaian Paket Deregulasi Perbankan Sejak Tahun 1983 – 1993……. 4
Tabel 1.2 Peraturan Bank Indonesia yang dijadikan Acuan/Pedoman Operasional Bank Syariah……….. 10
Tabel 1.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Syar iah Bank Office Networ k)…... 13
Tabel 2.1 Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil……….. 29
Tabel 2.2 Perbedaan Bank Konvensional Dan Bank Syariah ……….. 47
Tabel 4.1 Rasio Keuangan Bank Syariah dan Konvensional Per Juni 2010……… 80
Tabel 4.2 Rata – rata Rasio Kinerja Keuangan……….. 81
Tabel 4.3 Independent Sample T- test……….. 85
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Skema Kerja Prinsip Wadi’a h Ya d Amanah………..… 34
Gambar 2.2 Skema Kerja Prinsip Wadi’a h Ya d Dhomanah……….… 35
Gambar 2.3 Skema Kerja Prinsip Mudhar abah Muqayya da h on Balance Sheet.… 36 Gambar 2.4 Skema Kerja Prinsip Mudhar abah Muqayya da h off Balance Sheet…. 37 Gambar 2.5 Skema Kerja Prinsip Mur aba ha h………... 38
Gambar 2.6 Skema Kerja Prinsip Bai As-Sala m………... 39
Gambar 2.7 Skema Kerja Prinsip Bai Al-Istishna……….… 39
commit to user
xi
Gambar 2.9 Skema Kerja Prinsip Ijar ah Muntahia Bitha mlik……….. 40
Gambar 2.10 Skema Kerja Prinsip Mudhara bah………. 41
Gambar 2.11 Skema Kerja Prinsip Musyarakah……….. 42
Gambar 2.12 Skema Kerja Prinsip Qardh………. 42
commit to user
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan perbankan
syariah dengan perbankan konvensional pada periode Juni 2005-2010 dengan
menggunakan rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan terdiri dari CAR,
NPL/NPF, ROA, ROE, BOPO dan LDR/FDR. Penelitian ini merupakan analisis data
sekunder dengan mengambil data keuangan publikasi bank pada per Juni 2005 –
2010.
Berdasarkan dari kriteria sampel yang telah ditentukan, diperoleh dua
kelompok sampel penelitian, yaitu 3 bank umum syariah dan 3 bank umum
konvensional. Pengambilan sampel ditentukan melalui perbankan syariah yang telah
berdiri minimal selama 5 tahun, sedangkan pengambilan perbankan konvensional
ditentukan dari aset jumlah aset yang berimbang dengan perbankan syariah. Alat
analisis yang digunakan untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini adalah
independent sample t-test.
Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa rata-rata rasio keuangan
perbankan syariah NPL/NPF dan LDR/FDR lebih baik secara signifikan
dibandingkan dengan perbankan konvensional, sedangkan pada rasio CAR dan
BOPO perbankan syariah lebih rendah kualitasnya. Pada rasio rentabilitas (ROA dan
ROE) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, akan tetapi secara deskriptif
rasio rentabilitas perbankan syariah relatif lebih baik.
Kata kunci : Perbandingan Kinerja Keuangan, Rasio Keuangan, Bank Umum
commit to user
commit to user 1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan sebagai lembaga keuangan tidak pernah luput dari perhatian
masyarakat dan perekonomian suatu Negara. Hal itu karena lembaga perbankan di
dalam kehidupan dunia modern merupakan suatu lembaga yang menjadi sarana
keuangan masyarakat. Negara yang sedang melakukan pembangunan dan
mewujudkan kesejahteraan masyarakat memerlukan modal yang besar. Modal
sebagai sumber pembiayaan pembangunan bisa berasal dari dalam negeri maupun
luar negeri.
Modal pembangunan yang berasal dari luar negeri mempunyai fungsi
sebagai pelengkap dana domestik yang belum memadai untuk membiayai seluruh
proses pembangunan di Indonesia. Namun demikian, modal pembangunan yang
berasal dari luar negeri sangatlah besar resikonya. Bank dalam Pasal 1 ayat (2)
UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang
perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk- bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya dihimpun
commit to user 2
yang tidak dikonsumsi untuk menabung. Tabungan inilah yang akan dihimpun
oleh pihak bank sebagai dana pihak ketiga (DPK).
Di sektor keuangan, dalam rangka mengatasi kesenjangan antara
tabungan dan investasi, upaya menggerakkan sumber dana domestik dilakukan
dengan mengembangkan infrastruktur sektor keuangan, khususnya industri
perbankan. Hal ini terlihat sangat jelas kalau kita mengamati perkembangan
sektor keuangan di Indonesia yang sarat dengan rangkaian deregulasi sejak tahun
1983.
Kebijakan di sektor keuangan yang diambil adalah melakukan selective
cr edit policy atau semacamnya agar dana lebih banyak mengalir ke sektor-sektor
ekonomi tersebut. Kebijakan ini didukung oleh kebijakan suku bunga kredit yang
rendah. Berbagai kebijakan itu telah membatasi keleluasaan sektor keuangan
untuk bergerak secara efisien dalam menyalurkan dana dari pemilik ke pengguna
dana (Abdullah, 2003:4). Sebagai dampak dari terbatasnya ruang gerak sektor
keuangan maka terjadilah apa yang disebut oleh McKinnon dan Shaw sebagai
“financial repression” yang menyebabkan “shallow fina nce”, yaitu tidak
tersalurnya dana (daya beli) secara efisien ke kegiatan-kegiatan ekonomi yang
produktif dan efisien, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi terhalang (
commit to user 3
Untuk mengatasi masalah itu, McKinnon dan Shaw menganjurkan agar
diadakan liberalisasi (deregulasi) sehingga terjadi “financial deepening”. Melalui
deregulasi, bank - bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya diberi
keleluasaan yang lebih besar untuk beroperasi secara efisien atas dasar
mekanisme pasar sehingga mereka dapat berfungsi dengan baik dan seefisien
mungkin dalam menyalurkan dana dari pemilik dana kepada pengguna dana
(pengusaha) untuk keperluan produksi.
Tingkat inflasi yang tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum
yang tidak bagus terjadi secara bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak
dapat memobilisasikan dana dengan baik. Untuk mengatasi situasi yang tidak
menguntungkan tersebut pemerintah melakukan serangkaian kebijakan berupa
deregulasi di sektor riil dan di sektor moneter. Pada tahap awal deregulasi lebih
cepat dampaknya pada sektor moneter melalui serangakaian perubahan di dunia
perbankan. Meskipun istilah yang digunakan adalah “ deregulasi “, tidak berarti
bahwa perubahan yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan atau
pembatasan di dunia perbankan. Perubahan yang terjadi juga termasuk
peningkatan pengaturan pada bidang – bidang tertentu, sehingga deregulasi ini
lebih tepat diartikan sebagai perubahan – perubahan yang dimotori oleh otoritas
moneter untuk meningkatkan kinerja dunia perbankan, dan pada akhirnya juga
diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor riil (Budisantoso & Triandaru:
commit to user 4 Tabel 1.1
Rangkaian Paket Deregulasi Perbankan Sejak Tahun 1983 – 1993
Paket Kebijakan
1 juni 1983 - Penghapusan pagu kredit dan pembatasan aktiva lain sebagai
instrumen pengendali jumlah uang beredar ( JUB )
- Pengurangan KLBI untuk sektor – sektor tertentu
- Pemberian kebebasan bank untuk memberikan suku bunga
simpanan dan pinjaman
Sejak 1984 Bank Indonesia mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia ( SBI )
1985 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan perdagangan SBPU dan fasilitas diskonto oleh BI
27 oktober 1988
- Kemudahan pembukaan kantor bank dengan modal ringan. - Bank dan lembaga keuangan bukan bank bisa menerbitkan
sertifikat deposito tanpa memerlukan izin.
- Likuiditas wajib minimum perbankan dan lembaga keuangan
bukan bank diturunkan dari 15% menjadi 2 % dari jumlah dana pihak ketiga ( DPK )
- Pengembangan pasar modal, perluasan modal bank dan lembaga
keuangan bukan bank dapat dilakukan dengan menjual saham baru melalui pasar modal.
25 maret 1989 - Penyempurnaan paket sebelumnya
- Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat memiliki net open position maksimum 25 % dari modal sendiri
29 januari 1990
Berisi tentang penyempurnaan program perkreditan kepada usaha kecil agar dilakukan secara luas oleh semua bank.
28 februari 1991
- Berisi tentang penyempurnaan paket sebelumnya menuju
penyelenggaraan lembaga keuangan dengan prinsip kehati – hatian, sehingga dapat tetap mempertahankan keprcayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan
1992 UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
29 mei 1993 - Berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi rasio
kecukupan modal ( CAR ), Batas Maksimum Pemberian Kredit ( BMPK ), Kredit Usaha Kecil ( KUK ), pembentukan cadangan piutang, Rasio pinjaman dana pihak ketiga ( NPL )
commit to user 5
Serangkaian kebijakan diatas telah mengakibatkan banyak perubahan
dalam perbankan di Indonesia. Adanya peraturan yang memberikan kepastian
hukum serta semakin mudahnya prosedur pendirian bank swasta menyebabkan
banyak bermunculan bank swasta baru untuk ikut dalam persaingan perbankan di
Indonesia. Di sisi lain, kita juga melihat bahwa pertumbuhan perbankan yang
sangat pesat ini bukannya tidak menimbulkan permasalahan tersendiri. Di tingkat
makro, perkembangan sektor keuangan yang pesat ini telah menimbulkan
permasalahan di sektor moneter. Bagi pengendalian moneter, perkembangan
sektor keuangan yang pesat, yang juga salah satunya didorong oleh arus
globalisasi, telah menyebabkan berbagai hubungan kausalitas antara
besaran-besaran moneter menjadi tidak tetap, yang berimplikasi kepada makin
kompleksnya transmisi kebijakan moneter dan kurang efektifnya instrumen
moneter yang ada (Sarwono & Boediono, 1998).
Permasalahan muncul yang dimulai dari gejolak nilai tukar yang terjadi
sejak pertengahan tahun 1997 berubah dengan cepat menjadi krisis ekonomi dan
keuangan yang sangat dalam. Di sektor luar negeri, pengaruh krisis nilai tukar
telah menyebabkan arus modal keluar neto, khususnya sektor swasta, yang sangat
besar sehingga neraca pembayaran mengalami defisit untuk pertama kalinya sejak
tahun 1989/90. Selain itu, posisi pinjaman dan beban angsuran pembayaran luar
negeri naik sangat tinggi, terutama dalam rupiah, sehingga banyak perusahaan
commit to user 6
Di sektor perbankan, krisis nilai tukar yang terjadi telah menyebabkan
terganggunya fungsi intermediasi yang ditandai dengan banyaknya bank menjadi
insolvent. Hal ini terjadi karena meningkatnya kerentanan terhadap posisi hutang
dalam USD sehingga memberatkan sisi lia bility (pasiva) bank. Sisi a sset (aktiva)
bank memburuk sebagaimana tercermin pada meningkatnya kredit bermasalah
atau non per for ming loan (NPL) akibat banyaknya debitur yang default.
Sementara itu, upaya pengetatan likuiditas melalui kenaikan suku bunga yang
dilakukan guna menstabilkan inflasi dan nilai tukar telah pula menyebabkan
“negative spr ea d” di sektor perbankan. Krisis yang berkelanjutan telah
mengakibatkan perbankan nasional menjadi semakin rawan. Pada sisi yang lain
kepercayaan masyarakat semakin merosot, khususnya sejak pencabutan izin usaha
16 bank pada bulan November 1997.
Khusus mengenai bank syariah perlu dikemukan bahwa pengalaman
selama krisis ekonomi ini memberikan suatu pelajaran berharga bagi kita bahwa
prinsip risk sharing (berbagi risiko) atau profit and loss sharing (bagi hasil),
sebagaimana yang terdapat pada sistem bank berdasarkan prinsip syariah,
merupakan suatu prinsip yang dapat berperan meningkatkan ketahanan
satuan-satuan ekonomi. Dalam hal ini, prinsip bagi hasil atau berbagi risiko antara
pemilik dana dan pengguna dana sudah diperjanjikan secara jelas dari awal,
sehingga jika terjadi kesulitan usaha karena krisis ekonomi, misalnya, maka risiko
commit to user 7
pengguna dana. Dengan demikian kesulitan ekonomi akan relatif lebih ringan
terasa oleh perorangan dan badan usaha secara individual sehingga kebangkitan
kembali ekonomi dapat diharapkan berlangsung lebih cepat. (Abdullah, 2003:
13).
Terkait dengan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil
(syariah) pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 belum
spesifik sehingga perlu diatur secara khusus dalam suatu undang-undang
tersendiri yaitu Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Dalam
ketentuan tersebut ditegaskan bahwa bank yang memilih kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan sebagai bank
konvensional, sedangkan bank umum konvensional yang akan melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah wajib membuka UUS ( Unit Usaha
Syariah ) di kantor pusat bank dengan izin Bank Indonesia. kegiatan operasional
bank berdasarkan prinsip bagi hasil baik dalam penghimpunan dan penanaman
dana maupun dalam pemberian jasa perbankan lainnya serta dalam hal risiko
usaha pada dasarnya sama dengan bank konvensional.
Pasal 19 dalam Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2008 dijelaskan
commit to user 8
1. Menghimpun dana dalam bentuk simpanan berupa Giro, Tabungan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi'ah
atau akad lain yang tidak beertentangan dengan prinsip syari'ah;
2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa deposito, tabungan atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad
mudharabah atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip
syari'ah.
3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad
musyarakah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syari'ah.
4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad
istishna' atau akad lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip
syari'ah.
5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang
tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah.
6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan /atau sewa beli dalam bentuk
ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syari'ah;
7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad
commit to user 9
8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan
prinsip syari'ah;
9. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak
ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip
Syari'ah, antara lain seperti akad Ijarah, Musyarakah, Mudharabah,
Murabahah, Kafalah, atau Hawalah;
10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syari'ah yang diterbitkan oleh
pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. Menerima pembayaran dan tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan
prinsip syari'ah.
12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad
yang berdasarkan Prinsip Syari'ah;
13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
berdasarkan prinsip syari'ah
14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah berdasarkan prinsip Syari'ah;
15. Melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan akad wakalah;
16. Memberikan fasilitas letter of kredit atau bank garansi berdasarkan prinsip
commit to user 10
17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di
bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syari'ah dan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Beberapa PBI ( Peraturan Bank Indonesia ) yang mengatur sistem prosedur
dan operasional bank syariah tersusun dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 1.2
Peraturan Bank Indonesia yang dijadikan Acuan Operasional Bank Syariah
Sumber : Bank Indonesia
Peraturan Isi
PBI NOMOR: 10/16/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/Pbi/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
PBI NOMOR: 10/17/PBI/2008 Tentang Produk Bank Syariah Dan Unit Usaha Syariah. PBI NOMOR: 10/18/PBI/2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah Dan
Unit Usaha Syariah.
PBI NOMOR: 10/ 23 /PBI/2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
6/21/pbi/2004 Tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
PBI NOMOR: 10/ 24 /PBI/2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/pbi/2006 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
PBI NOMOR 10/ 32 /PBI/2008 Tentang Komite Perbankan Syariah
PBI NOMOR 11/ 3 /PBI/2009 Tentang Bank Umum Syariah
commit to user 11
Mengenai PBI NOMOR: 10/16/PBI/2008 tentang Pelaksanaan Prinsip
Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta
Pelayanan Jasa Bank Syariah. Peraturan ini menjelaskan kewajiban bank syariah
untuk memenuhi prinsip syariah dalam melaksanakan jasa perbankan melalui
kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa bank.
Pelaksanaan prinsip syariahnya dilakukan dengan memenuhi ketentuan pokok
hukum Islam antara lain prinsip keadilan dan keseimbangan, kemaslahatan dan
universalisme serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan objek
haram.
PBI NOMOR: 10/17/PBI/2008 tentang produk Bank Syariah dan Unit
Usaha Syariah. Dalam peraturan ini BI mewajibkan Bank Syariah untuk
menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia atas pengeluaran produk bank
baru yang memenuhi criteria tertentu yakni yang memiliki karakteristik
sebagaimana dimaksud dalam Buku Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, paling
lambat 30 (tigapuluh) hari sebelum produk baru dikeluarkan. Sedangkan PBI
mengenai restrukturisasi pembiayaan bagi bank umum syariah dan unit usaha
syariah. Peraturan ini menyatakan restrukturisasi pembiayaan harus
memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah. Didalamnya
juga dijelaskan mengenai larangan restrukturisasi yang mengakibatkan penurunan
penggolongan kualitas pembiayaan, pembentukan penyisihan penghapusan
commit to user 12
ujrah secara aktual. Restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan maksimal tiga
kali selama jangka waktu akad pembiayaan awal. selanjutnya restrukturisasi
pembiayaan kedua dan ketiga dapat dilakukan paling cepat enam bulan setelah
restrukturisasi pembiayaan sebelumnya. Pembiayaan yang direstrukturisasi lebih
dari tiga kali akan dikategorikan macet sampai dilunasi.
Selain prinsip risk sharing (berbagi risiko) atau profit and loss sharing
(bagi hasil) yang diterapkan bank syariah juga sistem pembiayaan yang lebih di
arahkan pada sektor produksi domestik. Pembiayaan perbankan syariah yang
lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik ini, sehingga belum
memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global dan belum
memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang tinggi faktor yang dinilai telah
menyelamatkan bank syariah dari dampak langsung guncangan krisis keuangan
global pada tahun 2008. Hal itu terlihat dari pertumbuhan bank syariah setelah
commit to user 13 Tabel 1.3
Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Syariah Bank Office Network)
Indikator 2005 2006 2007 2008 2009 Sep-2010
Bank Umum Syariah (BUS) (Sharia Commercia l
Ba nks )
Jumlah Bank ( Tota l Ba nks) 3 3 3 5 6 10
Jumlah Kantor (Total Bank Offices) 301 346 398 576 711 1.151
Unit Usaha Syariah (UUS) (Sharia Business Units)
Jumlah Bank (Total Ba nks) 19 20 26 27 25 23
Sumber : Statistik Per bankan Indonesia, Vol. 8, No. 10, September 2010
Di tahun 2009 jaringan pelayanan bank syariah mengalami penambahan
sebanyak 135 jaringan kantor. Hingga saat ini sudah ada penambahan bank umum
syariah ( BUS ) menjadi 10 BUS termasuk bank BNI Syariah yang sebelumnya
Unit Usaha Syariah UUS ( Unit Usaha Syariah ) mulai beroperasi pada bulan Juni
2010. Hingga saat ini total jumlah kantor BUS meningkat menjadi 1.151, hal ini
mengindikasikan bahwa keberadaan bank syariah diterima baik oleh masyarakat.
Belajar dari pengalaman menghadapi krisis, di tahun 2010 Bank Indonesia
memiliki 4 (empat) kebijakan utama berbasis insentif dan disinsentif ( Darmin
Nasution, 2010 ). Per tama, peningkatan ketahanan sistem perbankan akan
ditempuh melalui penguatan pengaturan, pemantapan sistem pengawasan bank,
commit to user 14
pendalaman pasar keuangan. Kedua, peningkatan intermediasi perbankan melalui
penyempurnaan peraturan dan penyediaan infrastruktur pendukung. Peraturan
yang akan disempurnakan diantaranya meliputi giro wajib minimum (GWM),
optimalisasi dan efisiensi kegiatan operasional bank, kemudahan persyaratan
kegiatan devisa yang dapat mendorong pemberian kredit. Ketiga, peningkatan
peran perbankan syariah terhadap perekonomian nasional dan penguatan
ketahanannya. Kebijakan untuk perbankan syariah ini akan ditempuh diantaranya
dengan meningkatkan insentif untuk mendorong peningkatan modal,
memfasilitasi pengembangan unit usaha syariah dan anak perusahaannya, serta
memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan SDM perbankan syariah yang kompeten.
Keempat, peningkatan peran Bank Perkreditan Rakyat dalam pembiayaan
keuangan mikro dan penguatan ketahanannya. Kebijakan ini akan ditempuh
diantaranya dengan, memberikan insentif untuk mendorong peningkatan modal,
dan memfasilitasi terpenuhinya kebutuhan SDM BPR yang kompeten, serta
mempertegas posisi BPR sebagai community bank.
Sementara arah kebijakan pengembangan perbankan syariah tahun 2011
difokuskan kepada beberapa hal berikut ( Halim Alamsyah, 2010 ): Perta ma,
peningkata n kualita s sistem penga wa san yang sejalan dengan pertumbuhan
industri yang pesat, pengawasan risiko yang semakin terkendali, dan
perkembangan terkini kepatuhan regulasi baik yang berasal dari IFSB, BIS
commit to user 15
Economic Community (AEC). Kedua , pengemba ngan sumber daya manusia
per bankan syar iah dimana dalam perspektif manajemen modern, human ca pital
merupakan elemen terpenting dan penentu dalam mencapai visi dan keunggulan
bersaing organisasi. Ketiga, str ategi co-opetition untuk meningkatka n ka pa sitas
da n kualita s layanan. Co-opetition merupakan kombinasi dari cooperation dan
competition yang mensinergikan sumber daya antara BUS atau UUS dengan BUK
induknya. Keempat, adanya level of playing field yang memungkinkan bank
syariah untuk memberikan tingkat pelayanan yang luas dan sama modern-nya
dengan apa yang telah disediakan oleh bank konvensional. Kelima, edukasi publik
secara inovatif dan terintegrasi. Masyarakat telah semakin mengenal dan
merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah sehingga antusiasme untuk
menggunakan produk dan jasa perbankan syariah semakin meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa citra baru yang lebih universal dan inklusif dari industri
perbankan syariah, yang kini populer dikenal sebagai iB (ai-Bi), telah berhasil
menempatkan bank syariah sebagai alternatif sistem perbankan yang dapat
dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.
Dengan fokusnya kebijakan – kebijakan dalam mengembangkan
perbankan syariah akan menjadi peluang yang sangat besar bagi pertumbuhan
bank syariah. Dewasa ini beberapa perbankan konvensional berekspansi
membuka cabang syariah. Sebagai salah satu lembaga keuangan, bank perlu
commit to user 16
syariah harus bersaing dengan bank konvensional yang dominan dan telah
berkembang pesat di Indonesia. Persaingan yang semakin tajam ini harus
dibarengi dengan manajemen yang baik untuk bisa bertahan di industri
perbankan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa terus
bartahan hidup adalah kinerja (kondisi keuangan) bank. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perbandingan
Kinerja Keuangan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1) Bagaimana kinerja keuangan perbankan syariah jika dibandingkan dengan
perbankan konvensional untuk masing-masing rasio keuangan?
2) Bagaiman keunggulan kinerja keuangan untuk masing – masing rasio
keuangan pada perbankan syariah jika dibandingkan dengan perbankan
konvensional ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui analisis perbandingan kinerja keuangan
commit to user 17
1) Menganalisa kinerja keuangan perbankan syariah jika dibandingkan dengan
perbankan konvensional untuk masing-masing rasio keuangan.
2) Menganalisa kinerja perbankan syariah jika dibandingkan dengan perbankan
konvensional secara keseluruhan.
3) Untuk mengetahui kemampuan perbankan syariah bersaing dengan perbankan
konvensional jika dilihat dari kinerja keuangan.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh bagi beberapa pihak dari penelitian
mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan
konvensional antara lain :
1) Bagi penulis, dengan melakukan penelitian ini penulis memperoleh
pengalaman dan ilmu pengetahuan baru mengenai perbankan syariah.
2) Bagi bank syariah, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk
mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki
apabila ada kelemahan dan kekurangan.
3) Bagi bank konvensional, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan
atau pertimbangan untuk membentuk atau menambah Unit Usaha Syariah atau
bahkan mengkonversi menjadi bank syariah.
4) Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan wacana
commit to user 18 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank
Kata bank berasal dari kata bangue dalam bahasa Perancis dan dari kata
ba nco dalam bahasa Italia, yang berarti peti atau lemari atau bangku. Kata lemari
atau peti menyiratkan fungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga
seperti emas, berlian, uang dan sebagainya. Sedangkan istilah bank di dalam Al
Quran tidak disebutkan secara eksplisit. Akan tetapi, jika yang dimaksud adalah
sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen fungsi, hak dan
kewajiban maka semua itu disebutkan dengan jelas seperti zakat, sodaqoh,
ghanimah (rampasan perang), ba‟i (jual beli), dayn (utang dagang), maal (harta),
dan sebagainya, yang memiliki fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu
dalam kegiatan ekonomi (Sudarsono, 2004: 27).
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan empat peranan penting bank
commit to user 19 a) Pengalihan asset (a sset tr a nsmutation)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan pinjaman kepada
pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana
yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai dengan
keinginan pemilik dana. Dalam hal ini bank dan lembaga keuangan bukan
bank telah berperan sebagai pengalih asset dari unit surplus (lenders)
kepada unit defisit (borr ower s). Dalam kasus lain, pengalihan asset dapat
pula terjadi jika lembaga keuangan memerlukan sekuritas sekunder (giro,
deposito berjangka, dana pensiun, dan sebagainya) yang kemudian dibeli
oleh unit surplus dan selanjutnya ditukarkan dengan sekuritas primer
(saham, obligasi, promes, commer cial paper, dan sebagainya) yang
diterbitkan unit defisit.
b) Transaksi (transaction)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan berbagai
kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transakasi barang
dan jasa. Produk-produk yang dikeluarkan (giro, tabungan, deposito,
saham dan sebagainya) merupakan pengganti uang dan dapat digunakan
sebagai alat pembayaran
c) Likuiditas (liquidity)
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk
Produk-commit to user 20
produk tersebut mempunyai likuiditas yang berbeda-beda untuk
kepentingan likuiditas pemilik dana, mereka dapat menempatkan dananya sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingannya.
d) Efisiensi (efficiency)
Peranan bank dan lembaga keuangan bukan bank adalah mempertemukan
pemilik dan pengguna modal. Lembaga keuangan memperlancar dan
mempertemukan pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya
informasi yang tidak simetris antara peminjam dan investor menimbulkan
masalah insentif.
Secara lebih spesisfik fungsi bank dapat disebut sebagai agen of tr ust,
agen of development, dan agen of services ( Sri Susilo et al., 2000: 6). Agent of
Tr ust dasar utama kegiatan bank adalan kepercayaan atau trust, baik dalam hal
penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan menitipkan
dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan.
Agent of Development adalah tugas bank sebagai penghimpun dana dan
penyalur dana sangat diperlukan untuk kegiatan perekonomian di sector riil.
Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat untuk melakukan kegiatan
investasi, distribusi dan juga mengkonsumsi barang dan jasa mengingat semua
kegiatan investasi distribusi, konsumsi selalu berkaitan dengan pengguanaan uang
, kelancaraan kegiatan investasi, distribusi, konsumsi ini tidak lain adalah
commit to user 21
Agent of Ser vices adalah bank memberikan penawaran jasa – jasa
perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa bank ini dapat berupa jaminan bank,
jasa penyelesaian tagihan dan jasa – jasa lainnya.
B. Bank Konvensional
Bank Konvensional yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik
penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan
mengenakan imbalan berupa bunga atau sejumlah imbalan dalampersentase
tertentu dari dana untuk suatu periode tertentu. Keuntungan utama dari bisnis
perbankan yang berdasarkan prinsip konvensional diperoleh dari selisih bunga
simpanan yang diberikan kepada penyimpan dengan bunga pinjaman atau kredit
yang disalurkan. Keuntungan dari selisih bunga di bank dikenal dengan istilah
spread based. Apabila suatu bank mengalami kerugian dari selisih bunga, dimana
suku bunga simpanan lebih besar dari suku bunga kredit, maka istilah ini dikenal
dengan nama negatif spread (Martono, 2002 ).
Kegiatan usaha bank umum konvensional menurut Booklet Perbankan
Indonesia tahun 2010 adalah:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
2. Memberikan kredit;
commit to user 22
4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasioleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
b. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama daripadakebiasaan dalam perdagangan
surat-surat dimaksud;
c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminanpemerintah;
d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
e. Obligasi;
f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
g. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1
(satu) tahun;
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah;
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
commit to user 23
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak;
10.Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
11.Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat;
12.Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
13.Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-undang tentang Perbankan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
14.Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh BI;
15.Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di
bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
16.Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat
commit to user 24
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh BI; dan
17.Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang
berlaku.
C. Bank Syariah
Menurut pasal 1 dalam UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
dijelaskan bahwa bank adalah suatu badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak. Dalam undang-undang ini juga mengatur jenis bank
berdasarkan prinsip atau instrument yang digunakan, yaitu :
a) Bank konvensional adalah bank yang dalam operasinya mengambil
keuntungan dari selisih antara bunga pinjaman dengan bunga simpanan
dan mendasarkan segala aktivitasnya mengambil keuntungan dari bunga.
b) Bank berdasarkan prinsip syariah, hal ini juga dibedakan menjadi dua
jenis:
1) Bank umum syariah. Pada dasarnya sama dengan bank umum akan
tetapi segala aktifitasnya didasarkan pada prinsip-prinsip syariat
commit to user 25
syariat islam termasuk salah satu jenis riba yang dilarang dalam
syariat islam.
2) Unit usaha syariah. Pada prinsipnya sama dengan bank umum
syariah akan tetapi keberadaanya merupakan cadangan dari bank
konvensional yang secara pengelolaanya dipisahkan dari aktifitas
bank konvensional(induknya). Dasar hukum perbankan unit usaha
syariah di bank konvensional adalah UU. No 21 Tahun 2008.
Pengertian Bank Syariah itu sendiri menurut praktisi ekonomi islam yaitu
Syafi‟i Antonio dan Karnaen Perwaatmadja, Bank Syariah dibedakan menjadi
dua, yaitu:
a. Bank Islam, adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada
ketentuan-ketentuan Al Quran dan Hadits.
b. Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam, adalah bank yang
dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam,
khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam
tata cara bermuamalat tersebut menjauhi praktek-praktek yang
dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba yang selanjutnya memakai
kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
commit to user 26
Bank Indonesia memberikan pengertian bahwa Bank Syariah merupakan
lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika
dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari
kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maysir), bebas dari
hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (ghar ar), berprinsip keadilan, dan hanya
membiayai kegiatan usaha yang halal.
D. Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya
berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan
prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut :
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wa diah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Syafi’I Antonio,
2001). Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a) Wadia h Yad Al-Amanah (Trustee Depositor y) adalah akad penitipan
barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan
menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung
commit to user 27
diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun
aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
b) Wadia h Yad a dh-Dha manah (Guar antee Depository) adalah akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau
tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang
titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau
kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang
diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak
penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan
tabungan.
2. Prinsip Bagi Hasil (Pr ofit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah:
a) Al-Mudhar abah
Al-Mudhar abah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (sha hibul maal) menyediakan seluruh (100%)
modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudhar ib).
Keuntungan usaha secara mudhar aba h dibagi menurut kesepakatan
yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
commit to user 28
Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian
si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut. Akad mudhar a ba h secara umum terbagi menjadi dua jenis:
a. Mudhar aba h Muthla qah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudhar ib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis
b. Mudhar aba h Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara sha hibul ma al dan mudharib
dimana mudhar ib memberikan batasan kepada sha hibul maal
mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b) Al-Musyar a ka h
Al-musyar aka h adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Dua jenis al-musyarakah:
i. Musyar akah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih.
commit to user 29
orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka
memberikan modal musyarakah.
Sistem ini berbeda dengan bank konvensional yang pada intinya
meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan
memberikan pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lainnya.
Inti mekanisme bagi hasil pada dasarnya terletak pada kerjasama antara
pemilik dana (sha hibul ma al) dengan pengelola dana (mudhar ib).
Tabel 2.1
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA BAGI HASIL
1. Penentuan bunga di buatn pada waktu akad, tanpa berpedoman pada untung rugi. 2. Besarnya presentase berdasarkan pada
jumlah uang ( modal ) yang dipinjamkan. 3. Bunga dapat mengambang atau variabel, dan
besarnya naik turun sesuai dengan naik turunnya bunga patokan atau kondisi ekonomi.
4. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan, tanpa pertimbangan apakah proyek dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
5. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun julmlah keuntungan berlipat ganda. 6. Eksistensi bunga diragukan ( kalau tidak
dikecam ) oleh se mua aga ma.
1. Penentuan besarnya rasio bagi0hasil dibuat pada waktu akad dengan pedoman pada kemungkinan untung – rugi.
2. Besarnya rasio bagi-hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. 3. Rasio bagi-hasil tetap tidak berubah Selama
akad masih berlaku, kecuali diubah atas kesepakatan bersama.
4. Bagi-hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama. 5. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan keuntungan. 6. Tidak ada yang meragukan keabsahan
keuntungan bagi – hasil.
commit to user 30
Inti mekanisme bagi hasil pada dasarnya terletak pada kerjasama
antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudhar ib).
Secara syari’ah, prinsip bagi hasil dilaksanakan berdasarkan pada asas
mudharabah yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk investasi. Meskipun
demikian, dalam perkembangannya bank syari’ah tidak hanya membatasi
dirinya pada akad mudharabah saja. Akan tetapi sesuai dengan jenis dan
nature usahanya, bank syari’ah juga memperoleh dana melalui sistem
perkongsian, sistem jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain.
3. Prinsip Jual Beli.
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli
dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barangatas
nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan
harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
Implikasinya berupa :
a) Al-Mur aba ha h
Mur abaha h adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (mar gin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
b) Sala m
commit to user 31
pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh
pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai
syarat-syarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual
dalam suatu transaksi sala m. Jika bank bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut sala m par alel.
c) Istishna ’
Istishna ’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga
bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa
pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka
waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya
secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual.
Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada
pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna
maka hal ini disebut istishna par alel.
4. Prinsip Sewa (Al-Ijara h)
Al-ijar a h adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau
jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak
kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijar ah terbagi kepada dua jenis:
commit to user 32
b) Ija r ah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli,
dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir
masa sewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Ba sed Ser vice)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan
bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:
a) Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
b) Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
c) Al-Ha walah
Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya Kontrak hawa la h dalam perbankan
biasanya diterapkan pada Fa ctor ing (anjak piutang), Post-dated check,
dimana bank bertindak
sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
d) Ar -Ra hn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
commit to user 33
nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa r a hn adalah
semacam jaminan utang atau gadai.
e) Al-Qar dh
Al-qar dh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat
ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan
tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk
membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana
zakat, infaq dan shada qa h.
E. Produk Perbankan Syariah
Bank syariah sebagai lembaga intermediasi menerima pendanaan dari
nasabah dan meminjamkannya kepada nasabah (unit ekonomi) lain yang
membutuhkan dana. Atas pendanaan para nasabah itu bank memberi imbalan
berupa bagi hasil. Demikian pula, atas pemberian pembiayaan itu bank
mewajibkan bagi hasil kepada para peminjam. Peran bank syariah dianggap
mampu untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan aktivitas perbankan dapat
dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka
dana-commit to user 34
dana yang menganggur. Selain itu bank syariah juga menyediakan produk-produk
jasa yang dapat dimanfaatkan oleh nasabahnya.
Secara umum keseluruhan transaksi di perbankan syariah dapat dibagi
menjadi tiga bagian besar, yakni (Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia,
2008):
1. Produk penghimpunan dana (funding)
Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang bertujuan untuk
menghimpun dana masyarakat. Dalam sistem perbankan syariah simpanan
diterima berdasarkan prinsip Wa di’a h dan Mudha ra ba h.
a) Prinsip Wadi’ah .
Prinsip ini mempunyai implikasi hukum yang sama dengan qardh, di mana
nasabah bertindak sebagai pihak yang meminjamkan uang dan bank bertindak
sebagai pihak peminjam. Pengembangan produk bank syariah yang
berdasarkan prinsip ini meliputi dua jenis, yaitu: wadi’ah yad amanah dan
wa di’a h ya d dhomana h. Adapun penjelasan tentang mekanisme produk bank
syariah yang berdasarkan prinsip ini diperlihatkan pada gambar 2.1 dan 2.2.
Gambar 2.1
commit to user 35 Gambar 2.2
Skema Kerja Prinsip Wadi’ah Yad Dhomanah
Gambar
2.7 dan
2.8 menjelaskan perbedaan kedua prinsip tersebut. Wadi’ah yad amanah
merupakan barang yang dititipkan tidak dapat dikelola oleh bank syariah.
Wa di’a h ya d dhoma na h yaitu barang yang dititipkan dapat dikelola oleh bank
syariah. Prinsip ini dikembangkan dalam bentuk, yaitu:
i. Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek atau bilyet giro, sarana perintah
pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan
ii. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek atau bilyet giro, dan atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu.
commit to user 36
Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai
sha hibul ma al dan bank sebagai mudhar ib. Dana ini digunakan bank untuk
melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah. Apabila kerugian
terjadi, bank bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi. Prinsip ini dalam
aplikasinya seperti: tabungan berjangka dan deposito berjangka. Prinsip
mudha raba h dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: mudharabah muqa yyadah on
ba la nce sheet dan off balance sheet serta mudharabah mutlaqah
Gambar 2.3
Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
commit to user 37 Gambar 2.4
Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
Sumber : Muhammad, 2005.
Perbedaan antara mudhar aba h muqa yya da h on balance sheet dengan off
bala nce sheet dapat dilihat pada gambar 2.3 dan 2.4. Pada mudhar abah
muqayyada h off bala nce sheet, bank syariah juga berperan memberikan
modal untuk dikelola mudhar ib dan bank syariah akan mendapatkan
kembali modalnya dan bagi hasil dari proyek yang dikerjakan.
2. Produk pembiayaan/penyaluran dana (financing).
Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan
itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau
commit to user 38
atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Produk-produk yang tergabung di sini adalah Produk-produk yang bertujuan untuk membiayai
kebutuhan masyarakat. Dalam sistem perbankan syariah pembiayaan
dibedakan menjadi:
a) Transaksi jual beli dalam bentuk:
i. Mur abahah yaitu transaksi jual beli suatu barang sebesar harga
perolehan barang ditambah dengan margin yang disepakati oleh
para pihak dimana penjual menginformasikan terlebih dahulu
harga perolehan kepada pembeli.
Gambar 2.5
Skema Kerja Prinsip Murabahah
commit to user 39
ii. Salam yaitu transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan
dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu
secara penuh.
Gambar 2.6
Skema Kerja Prinsip Bai As-Salam
Sumber: Muhammad, 2005
iii. Istishna yaitu jual beli seperti akad salam, namun pembayarannnya
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna
diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
Gambar 2.7
commit to user 40 b) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk:
i. Ijar ah yaitu transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau
jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai
atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewakan.
Gambar 2.8
Skema Kerja Prinsip Ijarah
Sumber: Muhammad, 2005
ii. Ijar ah muntahiyah bittamlik yaitu transaksi sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik
objek sewa.
Gambar 2.9
commit to user 41 c) Transaksi Bagi Hasil
i. Mudhar a bah yaitu transaksi penanaman dana dari pemilik dana
(shahibul maal) kepada pengelola dana (mudhar ib) untuk
melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan
pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Gambar 2.10
Skema Kerja Prinsip Mudharabah
Sumber : Muhammad, 2005.
ii. Musyarakah yaitu transaksi penanaman dana dari dua atau lebih
pemilik dana dan atau barang untuk menjalankan usaha antara
kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang disepakati sedangkan
commit to user 42 Gambar 2.11
Skema Kerja Prinsip Musyarakah
Sumber : Muhammad, 2005.
d) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk:
Piutang Qardh ini membantu nasabah secara cepat, berjangka pendek, dan
diarahkan untuk usaha kecil serta keperluan sosial.
Gambar 2.12
Skema Kerja Prinsip Qardh
commit to user 43 e) Transaksi multijasa dalam bentuk:
i. Ijar ah yaitu transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau
jasa antara pemilik objek sewa termasuk kepemilikan hak pakai
atas objek sewa dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewakan.
ii. Kafala h yaitu transaksi penjaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga atau yang tertanggung
(makful lahu)untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makful
„a nhula shil)
3. Produk pelayanan jasa (ser vice).
Produk-produk yang tergabung disini adalah produk yang dibuat untuk
melayani kebutuhan masyarakat yang berbasis pendapatan tanpa exposur e
pembiayaan. Dalam sistem perbankan syariah produk pelayanan jasa , yaitu:
a) Letter of Credit (L/C) Import Syariah
Letter of Credit (L/C) Import Syariah yaitu surat pernyataan akan
membayar kepada Eksportir (beneficiar y) yang diterbitkan oleh
Bank (issuing ba nk) atas permintaan Importir dengan pemenuhan
persyaratan tertentu (Unifor m Custom a nd Pr actice for
Documentary Credits/ UCP)
commit to user 44
Bank Garansi Syariah yaitu jaminan yang diberikan oleh bank
kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban
tertentu nasabah bank selaku pihak yang dijamin kepada pihak
ketiga dimaksud.
c) Penukaran Valuta Asing (Sharf)
Penukaran Valuta Asing (Sharf) merupakan jasa yang diberikan
bank syariah untuk membeli atau menjual valuta asing yang sama
(single cur rency) maupun berbeda (multi curr ency), yang hendak
ditukarkan atau dikehendaki oleh nasabah.
F. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain
sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut
aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
a) Akad dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi
dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah
commit to user 45
tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban
hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik
dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus
memenuhi ketentuan akad.
b) Lembaga Penyelesai Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada
perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah
pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri,
tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip
syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan
Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
c) Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang
amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi
operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis
syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi
commit to user 46
efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah.
Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah
dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota
Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah
Nasional.
d) Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari
kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang
diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak
semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank
syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
e) Lingkungan dan Budaya Kerja
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai
dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus
melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim
yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (fathanah),
dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana reward dan
punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
Secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank
commit to user 47 Tabel 2.2
Perbedaan Bank Konvensional Dan Bank Syariah
Bank Konve nsional Bank Syariah
Fungsi dan Kegiatan Bank
Inter mediasi, jasa keuangan. Inter mediasi, manager investasi, investor, social, jasa keuangan.
Prinsip dasar operasi Tidak anti riba dan anti masyir Anti riba dan anti masyir prioritas pelayanan - bebas nilai ( prinsip
materialistis )
- uang sebagai komoditi - Bunga
- tidak bebas nilai ( prinsip syariah islam)
- uang sebagai alat tukar dan bukan komoditi
- bagi hasil, jual beli, sewa Orientasi Kepentingan Pribadi Kepentingan public
Bentuk Keuntungan Tujuan social ekonomi islam, keuntungan
Evaluasi Nasabah Bank komersial Bank komersial, bank pembangunan, bank universal atau multi-purpose
Sumber likuiditas jangka pendek
Terbatas debitor - kreditor Erat sebagai mitra usaha Hubungan Nasabah Kepastian penge mbalian pokok
dan bunga ( creditworthiness
Pasar uang, Bank Sentral Terbatas Lembaga Peyelesai Risiko usaha Pengadilan, badan arbitrase Pengadilan, Badan Arbitrase
Syariah Nasional
Investasi - Dewan komisaris