• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Briket Kompos Serasah Daun Kering dari Hasil Fermentasi Aerobik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Briket Kompos Serasah Daun Kering dari Hasil Fermentasi Aerobik"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAW

BW IKET

KOMPO

S

SERASAH

DAUH

KERllG

DARI

HASIL

FERMENT

AS1

AEROBIK

OIeh

AGUS SALIM

F 24. 1220

1 9 9 3

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT

PERTANIAN BOGOR
(2)

Agus

S

a

l

i

m

F 24. 1220. Pembuatan Briket Kompos Serasah Daun Kering Dari

Basil Fermentasi Aerobik. Dibawah bimbingan Drs. Fabidin, BSc dan Dr.Ir.

R.

Sudraiat, MSc.

R

I

NGKASAN

Limbah mmpakan d a h yang cukup serius dewasa ini. Karena apabila

ti& ditangani dengan

baik

akan mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan serta

akan

mengganggu keindahan atau estetika lingkungan

dan

lebih jauh lagi

akan

mengganggu stab'itas dari mahluk hidup.

Salah satu limbah kehutanan adalah daun-daun kering. Dimana jumlah limbah

ini cukup besar sekali, apalagi kalau dihubungkan dengan keberadaan H u m Tam- man Industri @.TI).

Alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan menadpkan tehologi proses fermentasi aerobik yaitu daun-daun kering dimdaatkan untuk dijadikan pupuk organik (kompos)

dan

dalam hal ini dibentuk menjadi bentukan briket kompos. Dengan ben- ini diharapkan kompos

akan

memiliki niiai tambah dibandingkan kompos serbuk biasa.

Tujuan penelitian ini adalah memberikan bentukan lain

dari

kompos yaitu briket sehingga memudahkan di dalam pengemasan, wansportasi

dan

penyimpamn. Selain itu juga menjadikan briket kompos sebagai svplai hara yang cukup tinggi,

terutama untulr mempercepat perkembangan dan peningkatan kualitas anakan

Bahan baku kompos yang akan dibentuk briket

berasal

dari proses fermentasi sadsah daun kering seam aerobik atau yang dikenal dengan proses pengomposan dengan metode indore atau dengan sisEem tumpukan.
(3)

(B) dengan 4 taraf yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton d;in 10 tun. Adapun a d s a keraga- mannya dengan meggunakan uji-F, sedangkan uji lebih lanjut dengan menggunakan uji perbandingan ganda Tukey.

Dari Tabel ANAVA untuk selang kepercayaan 0.01 uji-F untuk kekuatan briket menunjukkan hasi yang sangat berbeda nyata untuk perlakuan variasi tekanan alat (B) mupun untuk blok (A). Dan dengan menggunah uji perbandingan g a d Tukey perbandingan antar blok (A) dengan kekuatan briket kompos

w)

pa&

selang kepercayaan

dari

0.05 sampai 0.01, blok dengan pem;masan 10 menit (A2)

memberikan has2 r a m sebesar 163.80 kg/cm2 sedmgkan blok dengan tanpa pemanasan (A1) adalah 73.33 kg/cm2. Ini menunjukkan bahwa perbandingan kedua blok terdapat perbedaan yang nyata sampai sangat nyata terhadap kekuatan kompos briket yang

dihasilkan.

(4)

P E M B U A T A N B R I K E T K O M P O S S E R A S A H

D A U N K E R I N G D A R I H A S I L

F E R M E N T A S I A E R O B I K

Oleh

AGUS SALIM

F 24. 1220

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pa& jurusan Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pe.rtanian Insiitut Pertanian Bogor

1993

FAKULTAS TEKNOLOGI PERT INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TElCNOLOGI PERTAWAN

P E M B U A T A N B R I K E T K O M P O S

SERASAH

D A U N K E R I N G D A R I H A S I L

F E R M E N T A S I A E R O B I K

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARIANA TFXNOLOGI

PERTANIAN

pa& jurusan Teknologi

Ind&

Pertanion

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertauiau Bogor

Qleh

AGUS S

F

24.

1220

(6)

K A T A P E N G A N T A R

Segala puji

dan

syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena dengan rahmat

dan

m y amakil sknpsi ini &pat diselesaikaa.

Skripsi

ini

merupdau tugas akhir yang wajib diselesaikau oieh mahasiswa S1 Fakultas Teknologi Pertmian, Institut P d a n Bogor, sebagai d a b satu syarat

untuk memperoleh gelar kesajanaan.

Pa& kesempatan ini penulis

sampaikan

rasa terima kasih kepada semua pi& yang telah turut membantu dalam menyelesaikan skripsi

ini,

khususmya kepada :

1. Drs. Fahidin, BSc

dan

Dr.Ir. R. Sudradjat, MSc, selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian

dan

penyelesaian skripsi.

2. Ibu Sri Kowdyati yang telah memberikan bantuan

dalam

penyelesaian skripsi.

3. Ibu, Bapak, Kakak serta Adik yang telah memberikan bantuan mater-il

dan

moril kepada penulis selama saufi.

4. Dadang, Pak Ali, Pak Salirn dan Pak Mabfudin yang telah membantu penulis di dalam peiaksanaan penelitian.

5. Segenap civitas &de& Jurusao Teknologi Industri Pertanian

dan

pegawai ?usat Peneiitian

dan

PengemII1mga Nasil Hutan (P3EM) yang telah membilnm

kelancaran penelitian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh

dari

sempurna. Untuk itu kajian lebih h j u t perlu clilakukan untuk menyempumakm skripsi

ini,

serta kritik

dan

saran yang bersiiat membangun.
(7)
(8)

DAFTAR

I S 1

KATA PENGANTAR

. . .

DAFTAR IS1

. . .

. . .

DAFTAR TABEL

. . .

DAFTAR GAMBAR

. . .

DAFTAR LAMPIRAN

. . .

.

I PENDAHULUAN

. . .

I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

A

.

PENGOMPOSAN

. . .

B

.

PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBIK

. . . .

C

.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU

PENGOMPOSAN

. . .

D

.

PERANAN KOMPOS BAG1 KESUBURAN TANAH

. . .

E

.

SERASAH DAUN KERING

. . .

. . .

.

111 METODOLOGI

k

.

B DAN ALAT

. . .

.

.

.

.

. . .

B METODA

C

.

WAKTU DAN TEMPAT

. . .

D

.

TATA LAKSANA

. . .

IV

. .

HASIL DAN PEMBAHASAN

. . .

A

.

BAHAN BAKU

. . .

. . .

B

.

PROSES PEMBUATAN BRIKET KOMPOS

. . .

C

.

KEKUATAN BRIKET KOMPOS

v

H a l a a n

(9)

. . .

D

.

KANDUNGAN HARA BRIKET KOMPOS 4 3

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

. . .

5 1

.

. . .

A KESIMPULAN 51

B

.

SARAN

. . .

5 2 DAF'TAR PUSTAKA

. . .

53
(10)

DAFTAR TABEL

Nisbah C/N berbagai bahan baku yang dapat dibuat sebagai kompos

. . .

Kelembaban maksimum pengomposan da- ri beberapa bahan organik

. . .

Komposisi kompos

. . .

Pengaruh pemberian kompos dari residu fermentasi terhadap pertumbuhan jagung

. . .

varietas arjuna

Analisa serasah daun kering

. . .

. . .

Hasil briket kompos secara fisik

Uji kekuatan briket kompos(kg/cm2)

. .

Analisa kandungan hara total kompos ae- robik dengan bahan baku serasah daun kering

. . . -

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Gambar 5.

Gambar 6.

Gambar 7.

Gambar 8.

Gambar 9.

Gambar 10.

Gambar 11.

Gambar 12.

Proses pengomposan

. . .

Perubahan suhu menurut waktu selama proses pengomposan

. . .

Hubungan suhu dan pH terhadap waktu dari proses pengomposan

. . .

Pengomposan dengan metode indore

. .

Diagram alir bahan pada proses pe- ngomposan

. . .

Alat tekan pembuatan briket (hid- rolic press)

. . .

Diagram alir pembuatan briket kompos

Alat tekan briket kompos (hidrolic press)

. . .

(12)

D A F T A R L A M P I R A N

Halaan Lampiran 1. Prosedur analisa kompos

.

. . .

.

.

57
(13)

I, P E N D A H U L U A N

Limbah merupakan salah satu masalah yang dihadapi,

di dunia khususnya di negara Indonesia. Limbah ini

berasal mulai dari limbah hutan sampai pada limbah yang

ditimbulkan oleh industri dan rumah tangga. Volume limbah

ini setiap hari semakin meningkat, sedangkan usaha-usaha

penanggulangannya belum seimbang. Limbah yang tidak

ditangani secara tepat akan dapat menggangu estetika,

kesehatan, menimbulkan banjir serta lebih jauh dapat

merusak kelestarian ling-kungan hidup.

Daun-daun hutan adalah merupakan salah satu limbah,

dimana daun-daun ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

untuk pembuatan kompos. Daun-daun ini jumlahnya sangat

besar, akan tetapi penggunaannya atau pemanfaatannya belum

dilakukan sebagai mestinya. Apalagi kalau dikaitkan

dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang potensi antara

lain akan daun-daun hutan ini.

Selain daun-daun hutan, bahan baku yang dapat diguna-

kan dalam pembuatan kompos antara lain serbuk gergaji,

jerami, limbah tanaman jagung, pepolongan, rumput-rumput-

an, kotoran hewan, lumpur aktif dan lain-lain. Bahan baku

ini memiliki kandungan N ( % ) dan nisbah C/N yang bervaria-

si. Akan tetapi biasanya bahan baku pembuatan kompos

diperoleh dari limbah-limbah yang sudah dibuang dan diolah

untuk menghasilkan nilai tambah.

(14)

Kompos merupakan salah satu pupuk organik yang me-

miliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk sintesis.

Keunggulan ini dapat dilihat dari kandungan hara yang

dihasilkan yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kompos

pada dasarnya dihasilkan melalui proses biologis dan

kimia

.

Dan dapat dilakukan secara fermentasi aerobik dan anaerobik. Keberadaan mikroorganisme dalam ha1 ini sangat

diperlukan untuk menguraikan komponen organik yang ada.

Pengembalian limbah organik ke dalam tanah dapat

berupa pupuk kandang, kompos, pupuk hijau dan sisa tanaman

langsung dibenamkan atau dicampurkan dengan tanah atau

mulsa yang diratakan dipermukaan tanah. Jika bahan orga-

nik dari limbah yang ada dapat dikembalikan ke dalam

tanah, maka ha1 ini dapat membantu memulihkan atau mening-

katkan kesuburan tanah.

Apabila pemukaan tanah diiindungi dengan bahan orga-

nik, efisiensi penggunaan nutrisi oleh tanaman dapat

meningkat. Untuk menjaga kesuburan tanah, terutama tanah-

tanah pertanian, diperlukan penggantian bahan-bahan orga-

nik jika bahan-bahan organik sebelumnya telah mengalami

perubahan

.

Tersedianya bahan-bahan organik di dalam tanah,ber-

peran penting dalam pengaturan kelembaban aerasi, pemantap

struktur, sumber hara bagi tanaman, meningkatkan kapasitas

tukar kation dan merupakan sumber energi bagi aktivitas

(15)

Pembuatan kompos dari daun-daun hutan ini dilakukan

secara fermentasi aerobik dan kompos diDuat dalam bentukan

briket (yaitu dalam bentukan bulat dengan diameter 5.5 cm

dan tinggi antara 1.8

-

2.3 cm ) Bentukan bulat ini

sesuai dengan alat cetak briket yang ada yaitu dalam

sebuah piston. Dewasa ini bentukan briket telah dilakukan

seperti briket arang dan briket batu bara serta pupuk urea

dalam bentuk tablet. Hal ini ternyata akan memberikan

nilai tambah dari produk yang dihasilkan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Memberikan bentukan lain dari kompos yaitu briket se-

ningga memudahkan di dalam pengemasan, transportasi

dan penyimpanan.

2. Menjadikan briket kompos sebagai suplai hara bagi

tanaman dengan kandungan hara yang cukup tinggi,

terutama untuk mempercepat perkembangan dan peningkatan

(16)

1 1 -

T I N J A U A N P U S T A K A

A. PENGOMPOSAN

Pengomposan ialah proses dekomposisi secara bio-

logi dan stabilisasi dari bahan organik dibawah kondisi

temperatur tertentu yang dihasilkan dari produksi panas

biologi, dengan hasil akhir yang cukup stabil untuk

disimpan dan digunakan dalam tanah tanpa merugikan

lingkungan (Haug, 1980 ; Golueke, 1977). Sedangkan

menurut Gaur (1982), pengomposan adalah proses biokimia

bahan organik oleh mikroba menjadi humus yang merupakan

salah satu substansi tanah.

Pengertian pengomposan menurut Rinseme (1983),

adalah proses untuk menghasilkan suatu produk dari

berbagai campuran bahan dalam bentuk mendekati sifat

tenah yang banyak mengandung humus.

Menurut Paisley (1960), kompos adalah campuran

sisa-sisa sayuran dan bahan hewani yang telah mengalami

pembusukan dan dapat digunakan sebagai pupuk organik.

Kompos yang baik umumnya bernilai sama dengan pupuk

pertanian, sejauh bahan organik dan nutrisi tanaman

(17)

panas

D

oksigen

kelembaban

asam amino

cot

H20

Gambar 1. Proses pengomposan (Gaur, 1982 ;Rodale et al,

1975)

karbohidrat

B. PENGOMPOSAN AEROBIK DAN ANAEROBE

-

Menurut Gaur (1982), pengomposan aerobik adalah metabolisme antara

-

(18)

proses pengomposan ialah karbon dioksida, air, unsur

hara, humus dan energi dengan proses sebagai berikut:

Gula (CH20)

+

Of

---* xC02

+

H20

+

E

(selulosa, fiemise ulosa)

-

Protein (N organik)

-

N H ~ +

-

NO2

-

NO3-

+

E

Sulfur Organik (S)

+

x02 ---4

so4-'

+

E

Fosfor Organik

'

H3P04 • Ca(HPO4l2 (phytin, lecitin)

(Gaur, 1982)

Dalam proses pengomposan cara ini dihasilkan juga

energi sebesar 484-674 kkal/mol glukosa (Haug, 1980).

Sedangkan untuk pengomposan yang berlangsung

secara anaerobik, yaitu tanpa adanya oksigen, menurut

Gaur (1982) adalah sebagai berikut

Bakteri penghasil asam

(cH20)x

x

CX3COOH

Hathanomonas

x

CH3COOH > CH4

+

C02

N-organik > NH3

2H2S

+

C02 (CH20)x

+

S

+

H20

Pada pengomposan ini timbul bau busuk karena

adanya H2S dan sulfur organik seperti merkaptan, dan

energi yang dihasilkan sebesar 26 M a 1 glukosa (Haug,

(19)

C . FAKTOR-FAKTOR

YANG

MEMPENGARUHI LAJU PENGOMPOSAN

Golueke (1977) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pengomposan sebagai faktor ling-

kungan diantaranya adalah kelembaban, suhu, pH, ter-

sedianya nutrisi dan kandungan oksigen. Sedangkan

menurut Gaur (1982), faktor-faktor yang paling penting

dalam pengomposan adalah nisbah karbon nitrogen bahan

baku, potongan bahan campuran atau perbandingan bahan,

kelembaban, aerasi, suhu, reaksi keterlibatan mikroba,

penggunaan inokulum, penambahan kalsium fosfat dan

perusakan organisme patogenik.

Ukuran partikel bahan menentukan ukuran dan volume

pori-pori bahan, jika ukuran partikel bertambah kecil

,

maka junilah pori-pori bertambah. Pori-pori kecil dapat

menghadat pergerakan udara yang biasanya merupakan

masalah dalam proses pengomposan. Ukuran partikel

menentukan luas permukaan dari suatu bahan. Makin

halus suatu partikel, makin luas permukaan yang terbuka

terhadap kegiatan mikroba.

Pada pengomposan, bahan disusun dalam tumpukan

atau dalam suatu ruangan, dengan ketinggian tertentu.

Menurut Gotaas (1956), ketinggian yang sesuai untuk

berbagai jenis bahan kompos adalah minimum 0.8 sampai

1.2 M dan maksimum 1.5 sampai 1.8 M. Tumpukan yang

(20)

sehingga suhu optimum untuk menghancurkan mikroba

patogen serta dekomposisi oleh mikroba termofilik tidak

tercapai. Tumpukan yang terlalu kecil juga akan me-

nyebabkan kehilangan kadar air secara berlebihan.

Selama pengomposan dilakukan pengadukan yang

diperlukan untuk membiarkan suhu yang tinggi dan kon-

disi aerobik. Frekwensi pengadukan disesuaikan dengan

kadar air bahan yang dikomposkan. Menurut Wilson

(1977), bahan kompos dengan kadar air awal kurang dari

70%, pengadukan dilakukan tiga sampai empat hari se- kali.

Nisbah C/N mempunyai arti penting dalam peng-

omposan

.

Pengubahan sisa organik men jadi pupuk

organik sebagian besar merupakan proses mikrobiolo-

gis, sehincjga niskmh C/W sisa tanaman akan mempe-

ng-aruhi penyomposan, karena N dan C merupakan sumber

makanan dan sumber energi bagi pertumbuhan mikro-

organisme untuk menguraikan bahan organik yang ada

dan C/N dari bahan yang optimum untuk pengomposan

berkisar antara 25 sampai 40 (Gaur, 1982).

Bahan kompos yang mengandung nisbah C/N yang

terlalu besar memerlukan waktu pengomposan yang

lebih lama dan kompos yang dihasilkan bermutu ren-

(21)

akan banyak amonia (NH3) dibebaskan oleh bakteri dan amonia ini bisa dioksidasi lebih lanjut menjadi

nitrit dan nitrat, yang mudah diserap oleh tanaman.

Akan tetapi nisbah C/N yang lebih rendah dari 20,

nitrogen akan hilang melalui penguapan amonia

(Murbandono, 1982).

Organisme yang melakukan dekomposisi bahan

organik membutuhkan sejumlah nitrogen dan karbon

untuk pertumbuhannya. Jumlah optimal nitrogen yang

dibutuhkan organisme bervariasi sesuai dengan jenis

substrat dan organisme yang ada, biasanya satu

bagian nitrogen dengan 15-30 bagian karbon. Jika

nisbah C/N dibawah 15, nitrogen akan hilang oleh

proses amonifikasi, yang dapat ditandai dengan

adanya bau amonia (Anonymous, 1981).

Aktivitas mikroba dipertinggi dengan adanya

nutrien yang cocok. aahan yang penting dalam pe-

nyediaan nutrien yaitu karbon (C), sebagai sumber

energi dan nitrogen (N) sebagai zat pembentuk struk-

tur sel. Energi dibutuhkan dalam jumlah yang lebih

banyak dari pada zat pembentuk struktur sel, oleh

karena itu karbon lebih banyak dibutuhkan dari pada

nitrogen (Haug, 1980). Tabel 1 memperlihatkan be-

berapa macam bahan dengan nisbah C/N yang sesuai

(22)

Tabel 1. Ni.sbah C/N berbagai bahan baku yang dapat dibuat sebagai komposa

Jenis Limbah Nisbah C/N

Urine

Lumpur tin j a

Lumpur yang belum dicerna Lumpur aktif Kotoran sapi Kotoran ayam Sampah segar Limbah sayuran Pepolongan Gulma hi jau Pohon kentang Jerami

a

Haug (1980)

2. Komposisi Campuran Bahan

Komposisi bahan mentah dalam tumpukan kompos

memadai karbon dan nitrogennya. Sisa tanaman dengan

kandungan nitrogen rendah seperti jerami, alang-

alang dan lain-lain dapat dicampur dengan bahan yang

mengandung nitrogen tinggi seperti kotoran hewan,

limbah rumah tangga, tanaman polongan, sayuran segar

dan hijauan atau pupuk nitrogen. Akan tetapi,

pemberian urea atau bahan-bahan yang mengandung

nitrogen ini tidak boleh asal saja, sebab akan mem-

pengaruhi nisbah C/N (Gaur, 1982). Selain itu juga

perlu ditambahkan bahan yang dapat berfungsi untuk

(23)

Pemberian bahan pengatur pH jangan sampai ber-

*

lebihan, karena pada keadaan basa akan terjadi

penguapan amonia (Gaur, 1982).

3. Kelembaban dan Aerasi

Menurut Haug (1980), dekomposisi bahan organik

oleh mikroba tergantung kelembabannya. Golueke

(1977), menyatakan bahwa secara teorotis kelembaban

dalam proses pengomposan suatu bahan bervariasi

antara 1-loo%, karena dibawah kondisi tersebut,

secara biologi dekomposisi tidak akan terjadi. Atas

pertimbangan teknis dan ekonomis dalam prakteknya

kelembaban dalam proses pengomposan adalah dibawah

100%.

Xandungan air adalah bagian penting dalam

pengomposan dan membutuhkan kondisi kelembaban yang

tinggi, yaitu antara 50-70% (Anonymous, i98i).

Uap air diperlukan selama pengomposan untuk

memelihara kelembaban yang tepat bagi aktivitas

mikroba. Pada kadar air yang terlalu besar, bahan

kompos menjadi lebih rapat dan mengakibatkan pe-

ngurangan jumlah udara yang bersirkulasi, sehingga

tercipta kondisi anaerobik. Sebaliknya bila kadar

air tidak cukup suhu bahan kompos menjadi lebih

(24)

tinggi. Kondisi tersebut mengakibatkan penambahan

waktu penguraian (Haug, 1980).

Dekomposisi aerobik dapat terjadi pada kelemba-

ban antara 30-loo%, jika pembalikan dilakukan secara

memadai. Akan tetapi, jika kelembaban tumpukkan

kompos dibawah 40% dekomposisi akan berjalan lambat.

Untuk menjaga aerasi tetap baik, dapat dilakukan

dengan membalik tumpukan kompos beberapa kali,

khususnya setelah suhu tumpukan mencapai 65-85'~

(Gaur, 1982).

Kelembaban kompos tergantung dari jenis bahan

organik yang digunakan ataupun jenis bahan organik

yang paling banyak di dalam campuran (Golueke,

1977). Tabel 2 menunjukkan besar kelembaban kompos

dari beberapa jenis bahan.

Tabel 2. Kelembaban maksimum gengomposan dari beberapa bahan organik

Jenis Bahan Kelembaban ( % )

Secara teoritis 100

Jerami 75

-

85

Kayu (serbuk gergaji, keping kayu) 75

-

90

Kertas 55

-

65

Limbah basah (sayuran, potongan

-

rumput, sampah dapur dan lain-lain) 50

-

55

Sampah kota 55

-

65

Pupuk kandang 55

-

65

b

(25)

4. Suhu

Salah satu kriteria penting yang digunakan

dalam upaya optimalisasi proses pengomposan adalah

suhu bahan kompos selama waktu detensinya. Peru-

bahan suhu bahan dikontrol pada besarnya oksigen

yang tersedia yang menggambarkan aerasi yang ada.

Suatu kondisi optimal pada proses pengomposan secara

aerobik memiliki sirkulasi udara yang efisien se-

hingga dapat menjamin mikroba aerobik dapat hidup.

Menurut Haug (1980), suhu optimum proses pe-

ngomposan adalah berkisar antara 35 sampai 55Oc,

karena pada suhu tersebut semua organisme akan

a-ktif. Akan tetapi setiap kelompok mikroba mem-

punyai suhu optimum yang berbeda untuk aktivitasnya,

sehingga suhu optimum dapat dikatakan merupakan

integrasi dari suhu optimum berbagai kelompok mikro-

ba

.

Suhu pada proses pengomposan dapat dibagi ke

dalam empat taraf (Gambar 2), yaitu mesofilik (A),

termofilik (B), pendinginan (C), dan pematangan (D)

(Gray dan Biddlestone, 1974). Pada pengomposan

secara aerob, akan terjadi kenaikan temperatur yang

cepat selama 3-5 hari pertama. Temperatur akan

mencapai 5 5 O ~ hingga 65OC (Gaur, 1981). Suhu yang

(26)

benih rumput, organisme patogen dan belatung lalat

yang mungkin terdapat dalam bahan organik (Ingna-

tieff dan Page, 1968).

suhu (OC)

A B C D Waktu (hari)

Gambar 2. Perubanan suhu menurut waktu se- lama proses pengomposan (Gray dan Biddlestone, 1974).

Gaur (1982), menyatakan bahwa masih terdapat

pertentangan mengenai suhu optimum pengomposan,

sebab kenaikan suhu dalam tumpukan kompos bergantung

pada jenis bahan, besar tumpukan atau susunan bahan

dan penutup tumpukan kompos. Selanjutnya dikatakan

bahwa dekomposisi bahan organik menjadi C02 dan air

(27)

suhu lebih tinggi dari 71°c, proses dekomposisi akan

berjalan lambat sebab beberapa bakteri perombak akan

mati dan beberapa mikroba termofilik yang akan masih

aktif

.

Pada awal pengomposan, suhu akan berkisar

antara 50

-

60°c, kandungan O2 sangat rendah (lebih

kecil dari 5%) dan kandungan C02 yang tinggi (lebih

besar dari 20%). Aerasi dengan membolak-balikan

kompos, akan dapat mengurangi C02 dan menambah 02.

Keadaan ini akan meningkatkan kegiatan mikroba,

temperatur naik dengan cepatnya dan C02 meningkat

lagi

.

Walaupun terjadi diffusi O2 dari udara,

tetapi diffusi ini tidak berjalan lancar, sehingga

terjadi lagi pengurangan 02. Jika bahan organik

yang mudah dirombak telah habis, kegiatan mikroba

akan berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan ber-

kurangnya produksi C02 dan meningkatnya kandungan O2

serta menurunnya suhu (Haug, 1986).

Paisley (1960) mengemukakan bahwa suhu bahan

kompos dapat dijadikan indikator tingkat aktivitas

biokimia yang berlangsung. Penurunan suhu menunjuk-

kan bahan kompos membutuhkan aerasi yang lebih baik

(28)

Nilai pH permulaan dalam tumpukan kompos pada

umumnya asam sampai netral, sekitar 6-7 (Gaur,

1982).

Hubungan antara suhu dan pH terhadap proses

pengomposan dapat dilihat pada Gambar 3.

Suhu (OC)

Waktu (hari)

(29)

Pemberian kotoran hewan, urea, pupuk nitrogen

biasanya akan menurunkan pH, tetapi selama proses

pengomposan berjalan terjadi pula perubahan pH.

Pengomposan pada suasana aerob biasanya memberikan

suasana basa, sedangkan pengomposan pada anaerob

biasanya memberikan suasana asam (Hadiwiyoto, 1983).

Menurut Hadiwiyoto (1983), supaya proses per-

uraian bahan-bahan kompos berlangsung cepat, maka pH

dalam tumpukan kompos tidak boleh terlalu rendah,

karena itu perlu dibubuhi kapur atau abu dapur.

Untuk pertumbuhan mikroba, pH yang optimum

adalah antara 6-8, pH ini spesifik untuk bakteri dan

aktinomisetes. Sejak penghancuran bahan organik

banyak terdapat asam organik sehingga pengawasan dan

pengaturan pH sangat diperlukan (Anonymous, 1981).

Menurut Chaniago (1987), tingkat kematangan

atau kestabilan kompos dapat juga di ukur melalui

parameter pH ini. Tingkat pH yang paling rendah

dapat dicapai yaitu sekitar 5 sampai 6 dan yang

tertinggi sekitar 8.5 sampai 9.5.

Wilson (1977), menyatakan bahwa substrat alami

yang dibutuhkan selama proses pengomposan pada

dasarnya sudah terkandung dalam bahan kompos ter-

(30)

mikroba adalah bahan organik. Bahan organik yang

dimaksudkan disini adalah bahan yang dapat diuraikan

menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti pro-

tein.

Proses penguraian bahan organik biasanya ter-

jadi secara langsung tanpa terjadi reaksi antara.

Sebagai contoh setiap reaksi pada dasarnya diikuti

dengan pembentukan protoplasma bakteri, karena jika

suatu organisme menguraikan suatu substrat maka

nitrogen akan diubah menjadi protoplasmanya (Wilson,

1977).

Populasi mikroba selama berlancjsurignya proses

dekomposisi secara aerobik terjadi fluktuasi.

Bakteri dan cendawan mesofilik yang memproduksi

asam, muncul selama tahap awai pengomposan, kemudian

pada tahap selanjutnya digantikan oleh bakteri

aktinomisetes dan cendawan termofilik (Gaur, 1982).

Menurut Gaur (1982), bakteri termofilik yang

tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk meng-

konsumsi karbohidrat dan protein., sehingga ha1 ini

dapat terdegradasi dengan cepat. Bacillus sp khu-

susnya terlibat dalam degradasi protein, asam amino

dan pepton. Aktinomisetes mendegradasi pati dengan

(31)

duponti mampu menguraikan selulosa dan hemiselulosa.

Bakteri termofilik mendegradasi protein, lipid dan

hemiselulosa. Aktinomisetes (Thermonospora curvata)

juga penting dalam dekomposisi selulosa. Sedangkan

bakteri mesofilik kemungkinan terlibat dalam pe-

ningkatan suhu kompos.

Penambahan mikroba tertentu ke dalam bahan

kompos dapat mempercepat dekomposisi. Hal ini di-

lakukan jika dalam tumpukan kompos sedikit kan-

dungan mikrobanya. Penambahan inokulum dapat mem-

berikan hasil yang baik pada pengomposan dari limbah

tanaman (Gaur, 1982).

8. Tingkat Kestabilan dan Kematangan Kompos

Menurut Gotaas (1956) dan Wilson (1977), hasil

akhir dari proses pengomposan adalah terjadinya

kestabilan bahan organik. Kestabilan dicapai karena

berakhirnya pembentukan C02, H20 dan mineral.

Parameter kestabilan yang lain adalah penurunan suhu

akhir proses, tingkat kapasitas pemanasan diri (self

heating capacity), jumlah bahan yang dirombak atau

tidak, kenaikan potensial reduksi, kebutuhan oksi-

gen, pertumbuhan chaetomium gracilae dan uji pati.

Penurunan suhu akhir proses akan berakhir

sesuai dengan suhu lingkungan. Menurut Niesse

(32)

keragaman dari penurunan suhu pada akhir proses.

Selanjutnya dikatakan bahwa kestabilan untuk limbah

mentah akan tercapai diatas suhu 70°c. Selama

dekomposisi 40°c sampai 60°c dan setelah pengomposan

kondisi stabil akan dicapai dibawah suhu 30°c.

Menurut Chaniago (1987), ada beberapa metoda

untuk mengevaluasi tingkat kematangan kompos. Salah

satu kriteria adalah pH. Kriteria lainnya dapat

ditentukan berdasarkan sifat fisik bahan (seperti

-

kandungan selulosa, kadar NO3

,

SO^-^),

analisa biologi (seperti menghitung jumlah mikroba, produksi

C02 dan konsumsi 02).

Sukmana (1982), menyatakan bahwa kompos yang

matang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. suhu lebih kurang sama dengan suhu udara.

2. Ruang udara kompos mengandung O2 yang tinggi dan

C02 yang rendah.

3. Tidak mengandung asam lemak yang menguap.

4. Nisbah C/N turun sekitar 13 sampai 20.

5. Kandungan amonium sedikit, lebih banyak nitrogen

dalam bentuk nitrat.

Kualitas kompos yang dihasilkan sangat tergantung

pada bahan baku yang digunakan. Gotaas (1956),

melaporkan komposisi kompos yang dihasilkan pada

(33)

Tabel 3. Komposisi komposC

Komponen Jumlah ( % berat)

Bahan organik

Nitrogen (sebagai N) Karbon

Fosfor (sebagai P205) Potassium (sebagai K20) Kalsium (CaO)

Abu

C

Gotaas (1956).

D.

PERANAN

KOMPOS

BAG1

KESUBURAN

TANAH

Sumbangan utama yang dapat diberikan oleh kompos

dalam kaitannya dengan kesuburan tanah ialah menyedia-

kan bahan humus kedalam tanah, menyediakan nutrisi

pokok (nitrogen, fosfor, kalium) untuk tanaman, me-

nyediakan unsur hara mikro untuk tanaman dan memper-

baiki kondisi fisik tanah, karena kompos merupakan

bahan koloidal dengan muatan elektrik negatif, sehingga

dapat di koagulasikan oleh kation-kation dan partikel

tanah untuk membentuk granula-granula tanah. Dengan

demikian penambahan kompos memperbaiki struktur, teks-

tur dan lapisan tanah (Gaur, 1982).

Beberapa bakteri pembusuk lendir perekat (gum) dan

yang mempunyai pengaruh terhadap agregat tanah telah

banyak diisolasi dari kompos, diantaranya adalah Rhizo-

bium trifolii, Bacillus puvifaciens, Beijerinckia dan

(34)

yang positif terhadap stabilitas agregat tanah dan

mengandung karbohidrat, asam uronat dan protein (Subba

Rao, 1982).

Kompos selain dapat menghindari perubahan keasaman

dan kebasaan tanah yang cepat, dapat juga meningkatkan

infiltrasi air dalam tanah, mengubah warna tanah dan

meningkatkan kapasitas absorpsi panas serta berguna

dalam pengendalian erosi tanah (Gaur, 1982).

Dari'hasil penelitian Iswandi (1986) dapat dilihat

pengaruh pertumbuhan jagung varietas arjuna dengan

pemberian kompos dari residu fermentasi dan hasilnya

dapat di lihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh pemberian kompos dari residu fermen- tasi ierhadap pertumbuhan jagung varietas ar juna

Perlakuan Penanaman I Penanaman I1

1. Kontrol 1.13

2. Pupuk NPK 1.42

3. 5 ton kompos 1.89 4. 5 ton kompos

+

NPK 2.72 5. 10 ton kompos 2.22

d

Iswandi (1986).

E. SERASAH DAUN KERING

Menurut Sudradjat, R dan Herawati (1992), serasah

daun kering secara alami mengandung lignin sebesar

(35)

briket kompos yang dihasilkan, sehingga dalam pembuatan

briket kompos tidak perlu lagi ditambahkan bahan pe-

rekat lainnya seperti pati.

Serasah daun kering memiliki nilai COD sebesa~

0.73 g/g. Walaupun nilai COD ini rendah akan tetapi

pemanfaatan serasah daun kering untuk dijadikan briket

kompos lebih menquntungkan daripada serasah daun

(36)

1 1 1 , M E T O D O L O G I

A. BAHAN

DAN

ALAT

1. Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini

adalah daun-daun hutan (serasah daun kering) yang

diperoleh dari koleksi tanaman hutan di Pusat Pene-

litian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH) Bogor.

Bahan baku ini telah dilakukan pengomposan

dengan proses fermentasi aerobik sehingga diperoleh

kompos matang, yang akan dijadikan bahan utama di

dalam pembuatan briket kompos.

Sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan

adalah bahan-bahan kimia untuk analisa hara makro

dan mikro. Dan bahan lainnya yaitu amplas, oli,

kertas pH dan NPK (pupuk anorganik).

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah

mortar, saringan, cawan, alat tekan briket (hidrolic

press), oven, timbangan, saringan, tanur, pembakar

gas bunsen dan alat penguji tekanan briket serta

(37)

1. Membuat Kompos

Pengomposan ini terbagi menjadi dua bagian

yaitu jenis pengomposan yang dilakukan secara fer-

mentasi aerobik dan anaerobik. Dan pada penelitian

ini kompos yang dihasilkan di peroleh dari hasil

fermentasi secara aerobik yang dikenal dengan metoda

indore (Gambar 4).

Pengomposan ini dengan menggunakan bahan mentah

di tumpuk berlapis-lapis setebal 20 cm. Diatas

lapisan ditaburi selapis pupuk kandang yang tipis

sebagai aktivitor yaitu setebal 10 cm, dan di dasar

tumpukan dilapis oleh bahan-bahan seperti kayu

(woody material) setebal 15 cm. Adapun tinggi

(38)

carbonaceous material nitrogenous matter

base of woody material

Gambar 4. Pengomposan dengan metoda indore (Gaur, 1982)

Sedangkan untuk diagram alir bahan proses

pengomposan dapat dilihat pada Gambar 5.

limbah segar i penggilingan/ pemotongan L pencampuran/ penyusunan 1 pengomposan i kompos matang

(39)

Briket kompos dibentuk di dalam suatu piston,

dengan menggunakan suatu alat tekan (hidrolic

press). Dan bahan kompos sebelumnya di saring

dengan alat berukuran 40 mesh. Sedangkan kompos

yang akan dipress atau ditekan dalam kondisi kering

atau pada kadar air maksimum 10%.

Perlakuan yang digunakan di dalam penelitian

ini yaitu melihat briket kompos yang dihasilkan baik

itu kekuatan dan bentukannya dengan memberi perla-

kuan pemanasan dan tanpa pemanasan serta variasi

dari tekanan alat (hidrolic press). Adapun variasi

tekanan yang digunakan yaitu 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton

dan 10 ton. Dan lama pemanasan ditentukan berdasar-

kan penelitian pendahuluan.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah rancangan acak lengkap blok,

dengan pemanasan dan tanpa pemanasan sebagai blok

dan perlakuan tekanan alat (ton), dengan 3 kali

ulangan

.

Adapun model rancangan tersebut dinyatakan

(40)

Yij = e + A i + B j + ~ i j

i = 1,2,

...,

b (banyak blok)

j = 1,2, ...,p (banyak perlakuan)

dimana :

Yij = variabel yang diukur

= rata-rata umum

Ai = efek blok ke-i

B j = efek perlakuan ke- j

i = efek unit eksperimen dalam blok ke-i

karena perlakuan ke-j

Data yang diperoleh, keragamannya di analisis

dengan menggunakan u ji-F

.

Sedangkan u ji lan jut

dengan menggunakan uji perbandingan berganda Tukey.

. .

Analisa in1 dilakukan terhadap kompos yang

dihasilkan. Adapun analisa-analisa tersebut adalah

kadar air, kadar abu, pH, kadar nitrogen total,

kadar karbon total dan analisa unsur hara lainnya

yang dilakukan di Lembaga Penelitian Tanah (LPT)

(41)

C. WARTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai

bulan Desember 1992. Adapun perinciannya adalah

penelitian pendahuluan, persiapan alat, penelitian

utama, pengolahan data dan penyusunan laporan.

Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian dan

Pengembangan Iiasil Hutan (P3HH) Bogor dan sepenuhnya

menggunakan fasilitas lab yang ada di Balai tersebut.

Sedangkan untuk analisa dilakukan di Lembaga Penelitian

Tanah (LPT) Bogor.

D. TATA LAKSANA

1. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan

pembuatan briket kompos dengar. raelihat perekatari

dari briket kompos yang dihasilkan. Selain itu juga

dilihat hasil briket kompos secara fisik yaitu

penampakannya dan kekuatannya.

Perbaikan perekatan dari briket kompos yang

dihasilkan yaitu dengan memberikan perlakuan pe-

manasan. Adapun lamanya pemanasan yang dilakukan 4

taraf yaitu 0 menit, 5 menit, 10 menit dan 15 menit.

Dan suhu yang diberikan tidak dapat ditentukan,

karena alat tidak ada pengukur suhu. Sedangkan alat

(42)

maksimum 2 ton. Hasil pada penelitian ini dapat

dilihat pada lampiran 2. Dan hasil kondisi yang

terbaik dari penelitian pendahuluan ini akan diguna-

kan di dalam penelitian utama.

Pada penelitian utama ini' akan dilakukan pem-

buatan briket kompos dengan memberikan perlakuan

pemanasan yang diperoleh dari hasil penelitian

pendahuluan (lamanya pemanasan) dan tanpa pemanasan,

dengan memperbaiki bentuk alat dan kekuatan tekan

dari alat. Adapun variasi tekanan yang digunakan

adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton, dan 10 ton. Pemana-

san dilakukan dengan menggunakan pembakar gas bun-

sen.

Untuk mernperbaiki penampakan briket komp~s yang

dihasilkan, bahan baku kompos terlebih dahulu di

tumbuk dan disaring pada alat yang berukuran 40

mesh. Dan bahan kompos yang dibutuhkan untuk 1

sample briket yaitu 70 gram.

Hasil dari briket kompos ini kemudian di uji

kekuatannya (kg/cm2) untuk tiap-tiap perlakuan.

Selain itu juga untuk memperkaya kandungan hara

briket kompos ditambahkan pupuk NPK dengan rasio

(43)

I V , H A S I L

DAN

P E M B A H A S A N

A. BAKAN BAKU

Dari hasil penelitian sebelumnya, komposisi yang

terkandung pada serasah daun kering adalah seperti yang

terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisa serasah daun kering

Analisa yang diuji Serasah daun kering

Bahan kering ( % ) Kadar abu ( % ) Lignin ( % ) Selulosa ( % ) COD (g/g)

Kadar N total ( % ) Kadar C organik ( % ) Nisbah C/N

Dari Tabel ini dapat dilihat bahwa nisbah C/N

dari serasah daun kering adalah 51.53. Nisbah C/N

serasah daun kering ini cukup tinggi untuk proses

pengomposan. Menurut Gaur (1982) nisbah C/N bahan yang

optimal untuk pengomposan berkisar antara 25

-

40.

Karena apabila nisbah C/N bahan terlalu besar ini akan

memerlukan waktu pengomposan yang lebih lama dan hasil

kompos yang dihasilkan bermutu rendah, karena N dalam

bahan tersebut sedikit sehingga dalam proses peruraian

tidak terjadi pembebasan amoniak. Untuk mempercepat

(44)

nisbah C/N yang tinggi seperti serasah daun, maka di

dalam proses pengomposan ditambahkan aktivator. Penam-

bahan aktivator ini dilakukan untuk bahan baku kompos

yang memiliki kandungan Nitrogen yang sangat kecil atau

mengandung C/N yang tinggi. Dan penambahannya di-

lakukan pada tumpukan kompos yaitu setebal 10 cm.

Aktivator disini adalah zat atau bahan yang dapat mem-

percepat dekomposisi mikrobiologis dalam tumpukan

kompos

.

Menurut Rodale et a1 (1975), aktivator kompos ada

dua macam yaitu aktivator organik dan buatan. Aktiva-

tor tesebut mempengaruhi tumpukan kompos melalui dua

cara, yaitu penginokulasian strain mikroorganisme yang

efektif dalam menghasilkan bahan organik dan meningkat-

kan kadar N yang merupakan makanal? tambahan bagi mikro- organisme tersebut. Dan dalam pembuatan kompos aerobik

aktivator yang digunakan adalah pupuk kandang.

Pupuk kandang merupakan sumber bahan organik tanah

yang ideal karena kemampuannya dalam meningkatkan pro-

duktivitas sebagian besar N dan unsur lainnya yang dikandung pupuk kandang agar segera dapat dibebaskan

dalam bentuk tersedia bagi tanaman.

Pada Tabel 5, juga dapat dilihat bahwa kandungan

lignin dari serasah daun kering adalah 50.70%. Kan-

dungan lignin ini cukup tinggi dan dapat dimanfaatkan

(45)

dalam pembuatan briket kompos tidak perlu lagi ditam-

bahkan bahan perekat lainnya seperti pati. Karena

penambahan bahan perekat dalam skala industri merupakan

tambahan biaya yang cukup besar. Lignin ini juga

sering digunakan di dalam perekatan kayu lapis dengan

memberikan perlakuan kempa panas. Oleh karena itulah

dalam pembuatan briket kompos pemberian perlakuan panas

akan sangat menentukan perekatan briket kompos yang

dihasilkan.

Nilai COD yang terdapat dalam serasah daun kering

adalah 0.73 (g/g). Nilai COD ini merupakan ukuran bagi

tingkat pencemaran oleh bahan-bahan organik yang secara

alami dapat teroksidasi oleh proses mikrobilogik. Dan

nilai ini cukup rendah untuk tingkat parameter limbah

yang ada.

B. PROSES PEmUATAE6 B T K O W O S

Briket kompos merupakan bentukan lain dari kompos

yang sekarang ada, dimana kompos dibentuk di dalam

sebuah piston dan ditekan dengan tekanan tertentu.

Bentukan briket ini merupakan terobosan baru dan yang

sekarang telah dilakukan adalah arang briket, briket

batu bara. Selain itu juga urea sekarang telah di-

bentuk dalam bentukan tablet sehingga memiliki nilai

(46)

Pada penelitian pendahuluan bahan kompos dari

serasah daun yang telah matang dari hasil fermentasi

aerobik, dalam keadaan basah (kadar air yang cukup

tinggi) untuk itu perlu dikeringkan sehingga diper-

oleh kadar air kompos lebih kecil dari 20% atau

maksimum 10

-

20%. Menurunkan kadar air ini dengan

maksud untuk menghambat aktivitas jamur atau kapang

sehingga tidak merusak kompos serta mempermudah

dalam pembentukan briket itu sendiri. Karena apa-

bila kadar air kompos yang tinggi ini akan mem-

persulit di dalam perekatan briket kompos yang

dihasilkan terutama dinding briket dan briket kompos

yang dihasilkannyapun akan memiliki kekuatan yang

rendah. Dari hasil analisa kadar air diperoleh kadar

air kompos yang telah dikeringkan adalah 3.7% (wet

basis) dan 3.8% (dry basis),

Untuk tiap sample briket kompos bahan baku

kompos yang digunakan sebesar 70 gram dan bahan

kompos tersebut telah dihaluskan dan disaring dengan

ukuran 40 mesh. Apabila bahan kompos tidak dihalus-

kan dan langsung dimasukkan ke piston dan dibentuk

briket maka hasil briket kompos yang diperoleh me-

miliki tekstur yang kasar dan perekatan briket

(47)

briket kompos tanpa dilakukan penghalusan dan penya-

ringan dan hasilnya kurang memuaskan.

Pada penelitian pendahuluan ini alat yang

digunakan untuk membentuk briket (hidrolic press)

berkekuatan maksimum 2 ton dan penekanan dilakukan

secara manual tanpa ada skala yang menyatakan se-

berapa kekuatan yang telah dilakukan. Bentuk alat

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Alat tekan pembuatan briket

Dengan alat seperti Gambar 6 ini dicoba pembua-

tan briket kompos dengan tujuan memperbaiki daya

rekat briket dengan memberikan pengaruh lama pemana-

(48)

nya diamati secara fisik dan diuji kekuatannya

seperti yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Hasil briket kompos secara fisik

Laman a pemanasan Kondisi briket kompos ?menit)

retak-retak, mudah ecah retak

,

tetapi agak Rust tidak retak,.dan kuat retak, tetapl cukup kuat

X

kondisi yang lebih baik

Tabel 7. Uji kekuatan briket kompos (kg/cm2)

Lama pemanasan (menit) Posisi uji

tegak horozontal

*

kondisi yang lebih baik

Dari hasil penelitian pendahuiuan ini dapat

dilihat bahwa kondisi yang terbaik dari pembuatan

briket kompos adalah pada pemanasan selama 10 menit.

Pada kondisi ini briket kompos yang dihasilkan me-

miliki penampakan yang lebih baik dan juga kekuatan-

nya. Sedangkan pemanasan yang dilakukan lebih dari

10 menit menunjukkan penurunan, baik itu pe-

nampakkannya maupun kekuatannya. Maksud dan tujuan

dilakukannya pemanasan ini adalah untuk membantu di

dalam proses perekatan dari briket kompos, karena

(49)

rasah daun kering yang digunakan dalam pembuatan

kompos aerobik, mengandung lignin secara alami dan

lignin ini sangat reaktif dalam kondisi panas.

Sehingga lignin merekat pada dinding briket kompos

yang akan menjaga kekuatan dari briket kompos ter-

sebut

.

Adapun alat pembakar atau pemanas yang diguna-

kan adalah pembakar gas bunsen. Pembakaran ini

dilakukan pada dinding piston dan pembakaran di-

lakukan secara merata, seningga briket kompos yang

dihasilkan memiliki kekuatan perekatan yang seragam.

Sedangkan suhu pemanasan tidak dapat ditentukan

karena pada alat ini tidak terdapat pengontrol suhu.

Dari kondisi yang terbaik dari hasil penelitian

pendanuluan ini akan digunakan di dalam penelitian

utama yaitu kondisi pemanasan selama 10 menit.

Pada penelitian utama ini dibuat briket kompos

dengan memperbaiki tekanan alat dengan perlakuan

pemanasan 10 menit (dari hasil penelitian pendahulu-

an) dan tanpa pemanasan. Variasi dari tekanan alat

yang digunakan adalah 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10

ton. Dari hasil penelitian pendahuluan dapat di-

peroleh diagram alir pembuatan briket kompos yaitu

(50)

Bahan baku kompos

I

dihaluskan

I

disaring 40 mesh

I

tanpa pemanasan

-

+- pemanasan 10 menit

I

ditekan (dalam piston)

I

dibongkar

i

PRODUK

Gambar 7. Diagram alir pembuatan briket kompos

Alat tekan briket kompos ini tidak sama dengan

alat pada penelitian pendahuluan. Pada alat ini

terdapat skala, sehingga dapat diketahui tekanan

yang diberikan. Alat ini dapat dilihat pada Gambar

8 dan piston tempat bahan baku kompos dicetak dapat

(51)

Gambar 8. Alat tekan briket kompos (hidrolic press)

(52)

Dari perlakuan dengan pemanasan 10 menit dan

tekanan alat 2.5 ton, 5 ton, 7.5 ton dan 10 ton

kompos ditekan dan hasilnya diuji kekuatannya dengan

menggunakan alat uji kekuatan tekan seperti terlihat

pada Gambar 10.

Gambar 10. Alat uji tekan briket kompos

Kekuatan briket kompos yang dihasilkan adalah

penting karena sesuai dengan tujuannya adalah untuk

mempermudah di dalam transportasi, pengemasan dan pe-

nyimpanan. Sehingga apabila diperoleh kekuatan briket

kompos yang baik maka transportasi produk di dalam

penumpukan bahan briket kompos tidak mengalami kesuli-

(53)

tidak mengalami kerusakan (hancur), sehingga dalam ha1

ini pengangkutan dapat dilakukan dalam jwnlah yang

besar. Begitu pula dengan penyimpanan dan di dalam

pengemasan akan lebih menarik.

Dari data uji kekuatan briket kompos dengan 3

kali ulangan dapat dilihat keragamannya dari Tabel

ANAVA Lampiran 2. Disini dilihat bahwa pada selang

kepercayaan 0.01 uji-F menunjukkan hasil yang sangat

berbeda nyata baik untuk perlakuan variasi tekanan (B)

maupun dari Blok (A). Dimana F-tabel pada selang 0.01

adalah 5.01 kg/cm2 dan F dari hasil percobaan adalah

133.86 kg/cm2 untuk perlakuan B, sedangkan untuk blok

(A) F-tabel pada selang 0 .O1 adalah 8.18 kg/cm2 dan F

hasil percobaan adalah 364.07 kg/cm2. Dari hasil ini

menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap ke-

kuatan Sriket yang dihasilkan.

Dengan menggunakan uji perbandingan ganda Tukey

dapat dilihat perbandingan untuk blok (A) dengan ke-

kuatan briket kompos (KB). Untuk selang kepercayaan

0.05 blok dengan pemanasan 10 menit (A2) meaberikan

hasil rataan sebesar 163.80 kg/cm2 sedangkan blok

dengan tanpa pemanasan (Al) adalah 73.33 kg/cm2. Dari

hasil ini menunjwan bahwa perbandingan kedua blok

menunjukkan perbedaan yang nyata untuk

selang

0.05 dan sangat berbeda nyata untuk selang 0.01 untuk kekuatan
(54)

Untuk melihat perbandingan antara kekuatan briket

(KB) dengan perlakuan variasi tekanan (B) digunakan juga uji Tukey. Dan dari hasil dapat dilihat bahwa

pada selang kepercayaan 0.05, rataan perlakuan B4

adalah 172.80 kg/cm2, B3 adalah 156.10 kg/cm2, B2

adalah 87.82 kg /cm2 dan B1 adalah 57.51 kg/cm2. Dari

Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan B4 dan B3

tidak berbeda nyata sedangkan B4 terhadap B2 dan B1

berbeda nyata. Begitu juga dengan perlakuan B3 ter-

hadap B2 dan B1 berbeda nyata. Untuk selang keper-

cayaan 0.01 perlakuan B4 dan B3 tidak berbeda nyata, B4

terhadap B2 dan B1 sangat berbeda nyata dan B3 terhadap

82 dan B1 sangat berbeda nyata.

Kondisi yang terbaik dari data kekuatan briket

kompos setelah diurut adalah untuk blok (A) adalah A2

yaitu dengan inenggrznakan peinanasan 10 -nit sedangkan

untuk perlakuan tekanan alat (B) adalah B4 yaitu kompos

ditekan dengan kekuatan alat 10 ton. Jadi kombinasi

perlakuan yang terbaik adalah A2B4. Dan kondisi hasil

terbaik ini dapat dilihat pada Gambar 11 yaitu pada

grafik hubungan antara tekanan alat (pressing) dengan

(55)

Grafik Hubungan Antara Tekanan

,

Alat (Pressing) dengan Kekuatan Briket

Kekuatan Briket (kglcm2)

. . . .. . .

T e k a n a n ( t o n )

Gambar 11. G r a f i k hubungan a n t a r a t e k a n a n a l a t dengan kekuatan b r i k e t

D.

KANDUNGAN HARA

BRIgET

KOMPOS

Kandungan h a r a d a r i b r i k e t kompos s a n g a t penting a r t i n y a , karena s e s u a i dengan t u j u a n p e n e l i t i a n i n i a d a l a h menjadikan b r i k e t kompos s e b a g a i s u p l a i hara b a g i tanaman. Unsur h a r a i n i d i bagi menjadi dua b a g i a n y a i t u unsur makro y a i t u unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak o l e h tanaman dan u n s u r hara m i k r o y a i t u unsur yang dibutuhkan dalam jumlah yang s e d i k i t . Unsur-unsur makro t e r s e b u t a n t a r a l a i n N, S,

P, K , M g dan Ca sedangkan u n s u r mikro a d a l a h A l , B, Mn,

(56)

Kebutuhan nutrisi pada tingkat-tingkat pertumbuhan

tanaman tidak sama, misalnya pada tingkat permulaan

dari pertumbuhan vegetatif, jumlah protein yang di-

hasilkan relatif lebih besar dan sebagai akibat ini

tanaman memerlukan lebih banyak nitrogen dari pada

tingkat pertumbuhan lebih lanjut. Keadaan iklim se-

perti cahaya, suhu dan lain sebagainya mempunyai pe-

ngaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman dan dengan

demikian juga mempengaruhi laju penggunaan ion-ion

mineral.

Adapun pengaruh hara mineral untuk tanaman menurut

Harran et a1 (1981) adalah :

1. Sebagai bagian dari protoplasma dan dinding sel.

2. Mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma.

3. Sebagai penyangga.

4. Keracunan

.

Eanyak *&?sur-. m s u r c?alam Sentuk ion adalah racun bagi tanaman dan dapat membunuh tana-

man. Yang terkenal sebagai racun adalah Al, Bo, As,

Cu, Pb, Mg, Mn, Mo, Ni, Ag dan Zn. Diantara unsur-

unsur tersebut terdapat unsur-unsur yang penting

untuk metabolisme dan akan beracun bila terdapat

dalam konsentrasi yang tinggi.

5. Mempengaruhi antagonisme unsur-unsur.

(57)

Sedangkan pengaruh bahan organik terhadap ciri

fisika tanah adalah kemampuan dalam menahan air, warna

tanah menjadi coklat hingga hitam, merangsang granulasi

agregat dan memantapkannya serta menurunkan plastisi-

tas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat. Dan

pengaruh bahan organik terhadap kimia tanah adalah

meningkatkan daya serap kapasitas tukar kation, kation

yang mudah dipertukarkan meningkat, unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme,

sehingga terhindar dari pencucian, kemudian tersedia

kembali dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral

oleh asam menjadi humus. Dan pengaruh terhadap biologi

tanah antara lain jumlah dan aktivitas metabolik orga-

nisme tanah meningkat serta kegiatan jasad mikro dalam

membantu dekomposisi bahan organik meningkat (Hakim,

1986 j

Hasil analisa hara kompos aerobik dari serasah

daun kering dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisa kandungan hara total kompos aerobik dengan bahan baku serasah daun kering.

Aerobik

Hara

(58)

Lanjutan Tabel 8.

Aerobik

Hara

Total

Ca ( % )

Mg ( % )

Na ( 8 )

s

( % I

Fe (ppm)

Mn

(PP~)

cu (ppm) zn (PPm) Kadar air Wet basis ( % )

Dry basis ( % )

Kadar abu PH

C/N ratio

Kandungan hara dari kompos bervariasi tergantung

dari bahan baku yang digunakannya dan proses pengompo-

sannya. Sedangkan untuk karakteristik pembeda untuk

klasifikasi kompos dapat dilihat pada Tabel 9. Dimana

klasifikasi ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu rendah,

sedang dan tinggi. Dan yang berada diba~ah Cersebut

termasuk sangat rendah, sedangkan yang berada diatas

tersebut termasuk sangat tinggi.

Tabel 9. Karaktgristik pembeda untuk klasifikasi kompos

rendah sedanq tinqqi

Hara makro N 0.5

-

1.5 1.5

-

3.0 3.0

( % ) P 0.5

-

1.0 1.0

-

2.0 2.0

K 0.02- 1.15 0.15- 0.3 0.3

Element Ca 0.6

-

1.5 1.5

-

3.5 3.5 sekunder

gg

0.1

-

0.25 0.25- 0.4 0.4
(59)

Lanjutan Tabel 9.

rendah sedang tinggi

Hara mikro Fe 1000-8000 8000-15000 15000

( PPm Mn 20-150 150-400 400

Logam Zn 100-1200 1200-2000 2000

(PP~)

cu

100-600 600-1200 1200

* )

Bolan et a1 (1980)

Apabila dibandingkan antara analisa kompos aerobik

dengan karakteristik klasifikasi pembeda kompos maka

kandungan N 1.03% termasuk rendah, kandungan P 0.10%

sangat rendah, kandungan K 0.25% sedang, kandungan Ca

1.89% sedang, kandungan Mg 0.26% sedang, kandungan S

0.10% sangat rendah, kandungan Fe 37074 ppm sangat

tinggi, kandungan Mn 1196 ppm sangat tinggi, kandungan Cu 40 ppm sangat rendah dan kandungan Zn 256 ppm ren-

dah.

Dari analisa kompas juga dapat dilihat bahwa kadar

air kompcs adalah 3.7% (wet basis) dan 3.8% (dry basis). Kadar air pada tingkat ini sangat cukup baik

untuk membentuk briket dan juga pada tingkat kadar air

seperti ini aktivitas dari jamur atau kapang bisa

dihambat. Sedangkan pH kompos aerobik dari analisa

diperoleh 7.0, jadi pH ini netral yaitu sedikit lebih

(60)

Dari analisa perbandingan C dengan N atau C/N

ratio dari kompos aerobik yang dihasilkan adalah 13.

Dan apabila bahan organik yang akan dihancurkan mem-

punyai C/N ratio lebih besar dari 30, maka akan terjadi

immobilisasi nitrogen tanah. Hal ini dapat diterangkan

karena semua nitrogen anorganik yang tersedia dalam

tanah akan dikonversikan ke dalam tubuh organisme dalam

bentuk organik. Pada saat ini nitrifikasi dapat di-

katakan terhenti, karena kurangnya amonium tersedia.

Bentuk amonium juga digunakan oleh tanaman jadi

,

ter- jadi kompetisi terhadap nitrogen antara inang dengan

bakteri

.

Pada saat nisbah C/N lebih kecil dari 20, maka ini

berarti telah terjadi pelepasan nitrogen dari bahan

organik akibat dekomposisi ke dalam tanah. Dalam

keadaan yang demikian sebagian bahan organik telah

dilapuk, dimana bahan berenergi sudah berkurang dan

assimilasi nitrogen oleh bakteri juga telah berkurang.

Keadaan ini akan menunjang terjadinya proses nitrifika-

si dan nitrat mulai lagi menimbun. Jadi nisbah karbon-

nitrogen melalui pengaruh selektifnya terhadap orga-

nisme tanah, dapat mengendalikan nitrifikasi dan adanya

nitrat dalam tanah.

Untuk memperkaya kandungan hara dari kompos maka

ditambahkan pupuk anorganik NPK sebesar 10% dengan

(61)

diperoleh hasil, pemberian NPK hasilnya lebih baik

untuk pertumbuhan tinggi anakan karena dengan penam-

bahan NPK, kadar nitrogen dalam medium pertumbuhan akan

meningkat. Dimana kadar nitrogen tersebut penting

untuk perkembangan tanaman bagian atas dengan demikian

NPK dapat merangsang pertumbuhan tinggi anakan.

Pada pemberian pupuk organik (kompos aerobik)

tanpa pupuk anorganik (NPK) maka rata-rata pertambahan

tinggi tanaman yang diperoleh lebih kecil bila diban-

dingkan dengan pemberian pupuk anorganik (NPK) (Sudrad-

jat, R dan S. Komarayati, 1992). Namun demikian untuk

menghemat biaya di dalam rangka pemanfaatan limbah

serta mencegah pencemaran lingkungan, maka pemupukan

dengan menggunakan pupuk organik (kompos aerobik) yang

merupakan hasil fermentasi dari serasah daun campuran

cukup baik terutama pada tanah-tanah yang miskin hara. Karena kompos aerobik ini dapat memperbaiki struktur

dan tekstur tanah serta dapat meningkatkan pH dan kadar

tukar kation (Sudradjat, 1991).

Adapun penggunaan briket kompos ini adalah dengan

cara dibenamkan di dalam media tanah. Dan briket

kompos ini sangat mudah larut di dalam air, sehingga di

dalam tanah akan langsung bersatu dengan tanah serta

akan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tana-

man. Sedangkan kegunaan briket kompos ini diarahkan

(62)

anakan tanaman yang berkualitas baik. Ini terutama

dalam hubungannya dengan pembangunan Hutan Tanaman

Industri (HTI) yang sebagian besar diproyeksikan di

luar Jawa yang pada umumnya terdiri dari tanah mineral

asam. Pada garnbar 12 dapat dilihat contoh briket

kompos yang dihasilkan.

Gambar 12. Contoh briket kompos yang dihasilkan

Briket kompos yang dihasilkan ini mengalami penyu-

sutan volume dari bahan baku awal sebelum dibentuk

briket. Penyusutan volume yang terjadi sebesar 51%,

dan ini sangat penting dalam hubungannya dengan penyim-

panan dan pengangkutan. Karena penyusutan volume akan

mempengaruhi ruang di dalam penyimpanan dan pengangku-

(63)

V,

K E S I M P U L A N DAN SARAN

Alat yang digunakan untuk membuat briket kompos

ini adalah alat tekan dengan kekuatan alat maksimum 25

ton. Kompos dihaluskan dan disaring dengan alat yang

berukuran 40 mesh. Selanjutnya dibentuk dalam sebuah

piston sehingga diperoleh bentukan briket kompos yang

bulat dengan diameter 5.5 cm dan tinggi 1.8-2.3 cm.

Pembuatan briket kompos yang dilakukan dengan

pemanasan 10 menit dengan tekanan alat 10 ton memberi-

kan hasil yang lebih baik dibandingkan yang dilakukan

dengan tanpa pemanasan. Ini dapat dilihat dari penam-

pakan briket kompos yang dihasilkan dan kerkuatannya.

Sehingga dengan kondisi ini akan memudahkan di dalam

pengemasannya, transportasi (pengangkutan) maupun dalan

penyimpanannya. Perlakuan yang terbaik ini adalah

A2B4.

Briket kompos ini mengandung unsur-unsur hara yang

sangat dibutuhkan oleh tanaman dan kandungannya ini

diperkaya dengan penambahan pupuk anorganik (NPK) 10%.

Dengan kandungan hara yang demikian briket kompos dapat

membantu di dalam pertumbuhan tanaman terutaman di

dalam pembibitan untuk memperoleh anakan tanaman yang

(64)

B. SARAN

Pada pembuatan briket kompos ini perlu diupayakan

alat tekan kompos yang praktis dan dikerjakan tidak

secara manual akan tetapi secara elektrik (tenaga

listrik) sehingga akan diperoleh hasil yang lebih baik.

Pada penelitian awal ini hanya diupayakan pembuatan

briket kompos sebagai pupuk yang dapat membantu me-

nyediakan unsur hara

.

Untuk itu perlu dikaji dan diteliti lebih lanjut tentang briket kompos, dimana

tidak hanya sebagai pupuk akan tetapi dapat digunakan

sekaligus sebagai media semai untuk pertumbuhan biji.

Untuk itu perlu campuran bahan tertentu untuk memper-

oleh sasaran tersebut (seperti bentukan jel).

Perlu dikaji analisa biaya dari pembuatan briket

kompos ini sehingga dapat diketahui kelayakannya di

dalam mendirikan industri tersebut.

Perlu dilakukan uji turo5m dengan menggunakan

briket kompos yang dihasilkan.

Perlu dianalisa pengaruh suhu yang diberikan,

berapa besarnya dan caranya didalam mengukur suhu pada

(65)

DAFTAR

P U S T A K A

Anonymous. 1970. Analisa Tanah. Lembaga Penelitian Ta- nah, Bogor.

Anonymous. 1981. Food Fuel and Fertilezer from Organic and Waste. National Academy Press, Washington.

AOAC. 1970. Official Methode of Analysis of The Associa- tion of Official Analytical Chemist, Washington.

AOAC. 1980. Official Methods of Analysis of The Associa- tion of Official Analytical Chemist, Washington.

Barton, A.F.M. 1979. Resource Recovery and Recycling John Wiley and Sons, Inc. New York. p 95-109.

Bolan, M.D, G.H Nieswald and M.E Singley. 1980. Sludge Composting and Waste Utilization. U. Technical Issues Involving Sludge and Compost Use. Higginss A.J. 1983. Biocycel, 24 (I), p. 40-43.

Chaniago, I.A. 1987. Bahan Kuliah Pupuk Organik. Proyek Pengembangan Pusat Fasilitas Bersama Antar Universi- tas/IUC BMK Dunia XVIII, Institut Pertanian Bogor.

Gotaas, H.B. 1956. Composting

.

WHO Honograf no. 31, Geneva.

Gray, R.R and A.J. Biddlestone. 1974. Decomposition of Urban Waste Dickinson, C.B and G.J.F Pugh. 1974. Plant Litter Decomposition Vo1.2. Academic Press, London,

Golueke, C.G. 1977. Biological Processing; Composting and Hydrolysis.

an

Wilson, G.D (ed). Hand book of Solid Waste Management. Van Nostrand Reinhold Compa- ny, New York. p. 72-85.

Gaur, A.C. 1982. A'Manual of Rural Composting.

Improving Soil Fertility Through Organic Recycling

n0.15. FA0 of The United Nations, Rome.

Haug, R.T. 1980. Composting Engineering. Ann Arbor Science, Michigan.

(66)

Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu, Jakarta.

Hakaim, N. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah, Universitas Lampung.

Ignatief, V and H.J. Page (ed). 1968. Efficient Use of Fertilizer. Food and Agriculture Organization of The United Nation.

Iswandi, A. 1986. Pengaruh Kompos Humofex Terhadap

Pertumbuhan Jagung Varietas Arjuna. Belum di Publi- kasikan.

Murbandono, L. 1982. Membuat Kompos. Penebar Swadaya, Jakarta.

Niesse, G. 1963. Experiments to Determine The Degree of Decomposition of Refuse its Self Heating Capacity. Bull no.17 International Research Group on Refuse Disposal.

Rodale, J.1, R. Rodale, J. Older, M.C Goldman, M. Franz and J. Minnich. 1975. The Complete Book of Compost ing. Rodale Books, Inc. Emmaus, Penna.

Paisley, K. 1960. Fertilizer and Manures. W.H and L. Colingridge Limited, London.

Rinsema, W.J. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bratara Karya Aksara, Jakarta.

Subba Rao, N.S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and IBH Pulishing Co., New Delhi.

Sukmana, S. 1982. Evaluation of Processing in The Com- posting of City Waste. Disertasi. Rijksuniversitiet Gent, Belgie.

sudjana, M.A. 1989. Desain dan Analisis Eksperimen. Tarsito, Bandung.

Steel, R.G.D and J.H Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistik. Gramedia, Jakarta.

(67)

Sudradjat, R dan S. Komarayati. 1992. Pengaruh Penggu- naan Campuran Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Pertumbuhan Anakan Sengon (Paraserianthes falcataria). Jurnal Penelitian Hasil Hutan vol.10 no.5 p.153-154, Bogor.

Sudradjat, R dan E. Herawati. 1992. Pemanfaatan Larutan Kompos Cair (Larutan Dranco) Hasil Proses Fermentasi Serasah Daun Kering Sebagai Larutan Hara Hidroponik. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Bogor. Belum

-

(68)
(69)

1. Kadar Air (AOAC, 1980)

<

Gambar

Gambar  1.  Proses pengomposan  (Gaur,  1982  ;Rodale et al,
Tabel 1.  Ni.sbah C/N  berbagai bahan baku yang dapat  dibuat sebagai komposa
Gambar  2.  Perubanan  suhu  menurut  waktu se-  lama  proses  pengomposan (Gray dan  Biddlestone, 1974)
Gambar  3.  Hubungan suhu dan pH terhadap waktu  dari  proses  pengomposan  (Gray dan  Biddlestone, 1974  ;  Barton, 1979)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun dengan nilai kadar air seperti yang ada pada grafik, proses pengomposan yang terjadi itu lambat, akan tetapi apabila lebih dari 60% akan terjadi proses fermentasi

Untuk lebih jelasnya fluktuasi suhu yang terjadi selama proses fermentasi pada pembuatan kompos dengan bahan baku Sargassum dapat dilihat pada Tabel 1.. Dari Tabel 1 terlihat bahwa

Kemampuan hitung anak tunanetra sangat rendah hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya latihan operasi hitung, penyajian yang monoton, h kurang variatif, h situasi

usus halus dan usus besar meningkat 10 x. Dalam 2 minggu , mikrobia usus halus ternak unggas dewasa yang khas akan terbentuk dan sesudah 30 hari, flora caecum akan berkembang

pada transaksi jual beli alat terapi kesehatan tersebut dilakukan dengan jelas,. secara lisan setelah pembeli memilih barang yang telah

Saluran pernafasan adalah organ yang mulai dari hidung, hingga ke alveoli beserta organ adneksanya (sinus- sinus, rongga telinga tengah dan pleura) sedangkan infeksi akut

2.3.2 Dalam hal anggota Dewan Komisaris tidak merangkap jabatan sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dapat merangkap jabatan sebagai anggota Dewan

Dengan asumsi bahwa kapasitas maksimal adalah 4 orang per kamar, dibutuhkan 9 kamar untuk menempatkan 15 mahasiswa tersebut sehingga tidak ada mahasiswa yang