• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Sineol Dalam Minyak Atsiri Kayu Putih Sebagai Pelangsing Aromaterapi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Sineol Dalam Minyak Atsiri Kayu Putih Sebagai Pelangsing Aromaterapi"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

 

POTENSI SINEOL DALAM MINYAK ATSIRI KAYU PUTIH

SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI

FIQA ANISSA RAKHMATIKA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

 

 

POTENSI SINEOL DALAM MINYAK ATSIRI KAYU PUTIH

SEBAGAI PELANGSING AROMATERAPI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

FIQA ANISSA RAKHMATIKA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)
(5)
(6)

3

 

Judul Skripsi : Potensi Sineol Dalam Minyak Atsiri Kayu Putih Sebagai Pelangsing Aromaterapi

Nama : Fiqa Anissa Rakhmatika NIM : G44090088

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MSi Pembimbing I

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS Pembimbing II

 

 

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwatiningsih Sugita, MS Ketua Departemen

(7)
(8)

4

 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Sineol dalam Minyak Atsiri Kayu Putih sebagai Pelangsing Aromaterapi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Fiqa Anissa Rakhmatika

(9)
(10)

i

 

ABSTRAK

FIQA ANISSA RAKHMATIKA. Potensi Sineol dalam Minyak Atsiri Kayu Putih sebagai Pelangsing Aromaterapi. Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.

Kayu putih merupakan salah satu tanaman yang mengandung minyak atsiri dengan sineol sebagai kandungan utamanya. Penelitian ini bertujuan memisahkan sineol dalam minyak atsiri kayu putih dan menganalisis potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo. Minyak atsiri kayu putih difraksionasi menggunakan kromatografi kolom dan diperoleh 23 fraksi (F1-F23). Minyak atsiri kayu putih, sineol, dan F9 dianalisis menggunakan kromatografi gas-spektrometer massa dan potensinya sebagai pelangsing aromaterapi menggunakan hewan uji tikus putih jantan dewasa galur Sprague-Dawley. Hasil inhalasi sineol selama 5 minggu menunjukkan rerata bobot badan tikus setelah masa perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan tikus kelompok normal dan kontrol yang mengkonsumsi pakan kolesterol tinggi. Kesimpulan penelitian ini ialah sineol merupakan senyawa yang berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

Kata kunci: fraksionasi, minyak kayu putih, pelangsing aromaterapi, sineol

ABSTRACT

FIQA ANISSA RAKHMATIKA. Potential of Cineole in Cajuput Oil as Slimming Aromatherapy. Supervised by IRMANIDA BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO.

Cajuput in one of plants containing essential oil with cineole as a major component. This study aimed to separate cineole in cajuput oil and to analyze its potency as slimming aromatherapy through in vivo assay. The essential oil was fractionated by column chromatography resulting 23 fraction (F1-F23). Cajuput oil, cineole, and F9 were analyzed by gas chromatograph-mass spectrometer, and the slimming aromatherapy potency was studied on white adult male

Sprague-Dawley rats. Inhalation result of cineole showed that the average body weight of

rats after 5 weeks treatment period was lower than that of the normal and the control groups which consumed high cholesterol feed. In conclusion, cineole is a compound that is potential in slimming aromatherapy.

(11)
(12)

 

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Potensi Sineol dalam Minyak Atsiri Kayu Putih Sebagai Pelangsing Aromaterapi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi selaku pembimbing pertama dan Dr dr Irma Herawati Suparto, MS selaku pembimbing kedua atas bimbingan, arahan, dan saran selama pelaksaan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada ayah dan ibu serta kakaku Fiqi yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf laboratorium kimia analitik, Bapak Eman, drh Aidell, dan Bapak Mul atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rahmi Nur Wahidah yang turut membantu selama penelitian berlangsung serta memberikan semangat dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(13)

 

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Alat dan Bahan 2

Lingkup Kerja 2

Penentuan Eluen Terbaik (Houghton & Raman 1998) 3 Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 1994) 3

Identifikasi Senyawa dengan GC-MS 3

Uji Aromaterapi pada Tikus Galur Sprague-Dawley 4 Penentuan bobot deposit lemak dan persentase lemak pada hewan uji 4

Uji Statistik 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Eluen Terbaik pada Kromatografi Lapis Tipis 5

Fraksionasi Minyak Atsiri Kayu Putih 7

Senyawa dalam Minyak Atsiri Kayu Putih, Fraksi 9, dan Fraksi 13 9

Hasil Uji Aromaterapi Secara In Vivo 11

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14 Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

RIWAYAT HIDUP 19

(14)

 

 

 

DAFTAR TABEL

1 Hasil fraksionasi minyak atsiri kayu putih dengan teknik elusi gradien

kromatografi kolom 7

2 Konsentrasi senyawa dominan dalam minyak atsiri kasar, F9, dan F13 9 3 Rerata bobot badan tikus pada awal dan akhir perlakuan 12 4 Rerata bobot pakan tikus per minggu (g/ekor) selama masa perlakuan 13

5 Rerata bobot deposit lemak tikus 13 

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman kayu putih 2

2 Minyak atsiri kayu putih 5

3 Kromatogram KLT dengan enam jenis pelarut tunggal 6

4 Kromatogram KLT dengan 3 komposisi pelarut 6

5 Kromatogram KLT dengan 11 komposisi pelarut 7 6 Kromatogram fraksi dari kromatografi kolom (F1-F23) dan minyak atsiri 8 7 Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih 9 8 Kromatogram ion total hasil GC-MS minyak atsiri kasar 10 9 Perubahan rerata bobot badan tikus tiap kelompok selama masa perlakuan 12 

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir penelitian 16

2 Surat persetujuan komisi etik hewan IPB 17

(15)

 

PENDAHULUAN

   

Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu keadaan kelebihan berat badan karena lemak lebih dari 20% pada pria dan 25% pada wanita (Ganong 2003).

Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas (Zhang 2004). Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam. Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak jenuh. Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi bobot badan dan menjadikannya ideal kembali, yaitu secara alami dan secara buatan. Penanganan secara alami dapat dilakukan dengan mengatur kembali pola makan dan berolah raga. Mengingat penanganan ini membutuhkan waktu yang lama, maka hanya sebagian kecil penderita obesitas yang melakukan metode ini. Adapun cara yang kedua diantaranya dengan menggunakan obat pelangsing (Kumanyika dan Brownson 2007).

Obat pelangsing yang banyak dikonsumsi masyarakat merupakan jenis obat pelangsing dari tanaman herbal. Jenis obat pelangsing yang saat ini sedang dikembangkan cara pembuatannya adalah obat pelangsing aromaterapi dari tanaman herbal yang diklasifikasikan sebagai tumbuhan aromatik. Kandungan tanaman herbal yang berpotensi sebagai pelangsing aromaterapinya adalah minyak atsiri. Pengujian secara ilmiah aromaterapi terhadap hewan percobaan dan analisis kemungkinan senyawa aktifnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Wulandari (2011) menyatakan bahwa terpinen-4-ol dalam minyak atsiri bangle berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi. Hal serupa dilaporkan pula oleh Astuti (2012) yang menyatakan bahwa sitral yang terkandung dalam minyak atsiri serai dapur berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi. Selain itu, Hermawan (2013) juga menyatakan bahwa senyawa kamfena dalam minyak atsiri jahe berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi.

(16)

2

 

 

Gambar 1 Tanaman kayu putih (Habibi 2012)

Komponen utama dari minyak kayu putih merupakan golongan terpenoid. Komponen terbesarnya merupakan 1,8-sineol yang merupakan senyawa monoterpena. Senyawa 1,8-sineol berperan sebagai antimikrob, antioksidan, kekebalan tubuh, analgesik, dan spasmolitik (Angela dan Davis 2010). Selain itu, senyawa 1,8-sineol juga berpotensi sebagai antiinflamasi (Juergens et al. 2003). Kajian mengenai tanaman kayu putih khususnya senyawa 1,8-sineol sebagai pelangsing aromaterapi belum dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan memisahkan 1,8-sineol yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih dan menganalisis potensinya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo. Kandungan sineol dalam minyak atsiri kayu putih diharapkan berkhasiat sebagai pelangsing aromaterapi.

METODE

Alat dan Bahan  

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, neraca analitik, oven, pipa kapiler, bejana kromatografi, penguap putar, GC-MS (Shimadzu-QP-5050A), dan kandang hewan uji berukuran 20 x 20 x 30 cm3 yang dilengkapi tabung inhalator. Bahan-bahan yang digunakan adalah minyak atsiri kayu putih, pakan standar tikus, pakan kolesterol tinggi, propylthiouracil (PTU), akuades, aseton, n-heksana, metanol, dietil eter,etanol, etil asetat, kloroform, silika gel, dan pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck. Hewan uji yang akan digunakan pada

penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang diperoleh dari Balai Penelitian Ternak Bogor.

Lingkup Kerja  

(17)

 

lemak hewan uji dikeluarkan dari tubuhnya untuk ditentukan bobot deposit lemaknya. Seluruh prosedur pada hewan uji sudah disetujui oleh Komisi Etik Hewan IPB dengan nomer 04-2013 IPB (Lampiran 2).

Penentuan Eluen Terbaik (Houghton & Raman 1998)  

Pelat kromatografi lapis tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck dengan ukuran lebar 1 cm dan panjang 10 cm.

Minyak atsiri kasar kayu putih ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 20 kali totolan. Setelah kering, langsung dielusi dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Pada tahap pertama, proses elusi minyak atsiri kasar kayu putih pada pelat KLT dilakukan dengan menggunakan eluen tunggal dari masing-masing pelarut yang umum digunakan untuk pemisahan senyawa dalam minyak atsiri, yaitu n-heksana, aseton, dietil eter, kloroform, metanol, dan etil asetat. Spot yang dihasilkan dari proses elusi masing-masing eluen diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluen yang menghasilkan spot terpisah dipilih sebagai eluen terbaik. Jika lebih dari 1 eluen menghasilkan spot terbanyak dan terpisah, maka eluen-eluen tersebut dicampurkan dengan perbandingan 9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, dst. sehingga diperoleh campuran eluen terbaik untuk menghasilkan spot terpisah pada pelat KLT.

Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Rouessac & Rouessac 1994)  

Fraksionasi dilakukan dengan pengemasan kolom sebanyak 40 g untuk pemisahan 2,5 gram distilat dengan diameter 2 cm dan tinggi kolom 30 cm. Saat pengemasan kolom, jumlah silika gel adalah 15-20 kali jumlah distilat dan perbandingan tinggi adsorban dan diameter kolom adalah 8:1. Minyak atsiri kayu putih dipisahkan dengan kolom kromatografi menggunakan elusi gradien (peningkatan kepolaran), eluen yang digunakan adalah eluen terbaik hasil KLT. Eluat ditampung setiap 3 mL dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT menggunakan eluen terbaik. Spot pemisahan dideteksi di bawah lampu UV dengan λ 254 nm dan 366 nm. Eluat yang memiliki Rf dan pola KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi.

Identifikasi Senyawa dengan GC-MS  

(18)

4

 

diidentifikasi dengan menganalisis hasil spektum massa yang terdapat pada

library index MS.

 

Uji Aromaterapi pada Tikus Galur Sprague-Dawley  

Adaptasi tikus putih jantan galur Sprague-Dawley

Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan galur Sprague-Dawley yang sehat, berumur ±2.5 bulan dengan bobot kisaran 167 g, dan berjumlah 30 ekor. Setiap 2 ekor ditempatkan dalam satu kandang dengan ukuran 20×20×30 cm3. Proses adaptasi kondisi fisiologis, nutrisi, dan lingkungan tikus tersebut dilakukan selama 2 minggu. Semua kelompok tikus diberi pakan standar tikus (Lampiran 3) dengan dosis 20 g/ekor/hari dan diberi minum akuades secara ad libitum. Masa adaptasi dilakukan dengan tujuan untuk pengenalan lingkungan baru bagi tikus yang akan digunakan sebagai hewan uji.

 

Inhalasi aromaterapi terhadap hewan uji

Uji inhalasi minyak atsiri kasar, sineol, dan fraksi lain yang mengandung sineol dalam jumlah sedikit dari minyak atsiri kayu putih secara in vivo dilakukan berdasarkan pada modifikasi metode Anggraeni (2010). Kelompok tikus yang dijadikan kontrol negatif (kelompok I) tetap diberi pakan standar tikus dengan dosis 20 g/ekor/hari dan diberi akuades secara ad libitum selama masa perlakuan, yaitu 5 minggu tanpa diinhalasi. Tikus-tikus yang diberi pakan kolesterol tinggi sebanyak 20 g/ekor/hari dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok II, III, IV, dan V serta air minum akuades yang ditambahkan PTU 0.1% secara ad

libitum. Masing-masing kelompok tersebut terdiri atas 6 ekor tikus. Kelompok II

tidak diberikan perlakuan aromaterapi, sedangkan kelompok III, IV, dan V diberi diberi perlakuan aromaterapi selama 5 minggu. Kelompok III diinhalasi minyak atsiri kasarkayu putih, kelompok IV diinhalasi sineol, dan kelompok V diinhalasi fraksi lain yang mengandung sineol dalam jumlah sedikit, masing-masing kelompok diinhalasi dengan dosis 0.1%. Komposisi pakan standar dan pakan kolesterol tinggi untuk tikus disajikan pada Lampiran 3. Bobot badan masing-masing tikus dari semua kelompok ditimbang seminggu sekali. Jumlah feses dan urin dari semua kelompok tikus ditimbang setiap tiga hari sekali.

Penentuan bobot deposit lemak dan persentase lemak pada hewan uji

(19)

 

Uji Statistik  

Data bobot pakan yang dikonsumsi, bobot feses dan urin yang dihasilkan, bobot badan serta bobot deposit lemak hewan uji yang diperoleh dianalisis dengan metode rancangan acak lengkap (RAL) dan Analysis of Variance (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95% (α = 0.05) dilanjutkan dengan Duncan’s multiple range

test menggunakan SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eluen Terbaik pada Kromatografi Lapis Tipis  

Minyak atsiri kayu putih komersial yang digunakan berwarna kuning terang seperti terlihat pada Gambar 2. Kadar sineol dalam minyak atsiri kayu putih ini sebesar 67.74% dan memiliki wangi yang khas seperti minyak kayu putih. Hal ini sesuai dengan SNI (2006) yang menyatakan bahwa minyak atsiri kayu putih berwarna kekuningan, kadar sineol yang terkandung lebih besar dari 65% dan memiliki wangi yang khas seperti minyak kayu putih pada umumnya.

Gambar 2 Minyak atsiri kayu putih

Penentuan eluen terbaik pada minyak atsiri kayu putih dilakukan dengan menggunakan kromatografi lapis tipis. Fase diam yang digunakan berupa silika G60F254 dan 6 jenis pelarut sebagai fase gerak, yaitu n-heksana, dietileter,

kloroform, etil asetat, aseton, dan metanol. Profil kromatografi yang terbentuk dideteksi di bawah lampu UV λ 254 nm dan 366 nm. Eluen terbaik adalah eluen yang dapat menghasilkan jumlah noda terbanyak dan terpisah (Skoog et al. 2004). Hasil penentuan eluen terbaik dengan menggunakan 6 pelarut tunggal terlihat pada Gambar 3.

(20)

6

 

Gambar 3 Kromatogram KLT dengan enam jenis pelarut tunggal (kiri ke kanan)

n-heksana, dietileter, etilasetat, aseton, metanol, dan kloroform.

Berdasarkan Gambar 3, noda terbanyak dihasilkan pada pelarut kloroform, namun pada kloroform noda yang dihasilkan masih belum terpisah dengan baik. Oleh karena itu, dilakukan pencampuran 2 pelarut antara kloroform:etil asetat, kloroform:n-heksana, dan n-heksana:etil asetat. Pada pencampuran kloroform:etil asetat dilakukan pada perbandingan 1:4, 3,5:1, dan 4:1. Hasil pemisahan terbaik adalah perbandingan 4:1, namun masih terbentuk ekor pada beberapa noda. Pencampuran antara kloroform:n-heksana hanya dilakukan pada perbandingan 1:4. Pada perbandingan tersebut noda yang dihasilkan tidak terpisah dengan baik dan terdapat beberapa noda yang tidak muncul. Pencampuran n-heksana:etil asetat dilakukan pada perbandingan 7:3, 8:2, dan 17:3 berdasarkan John et al. (1987). Dari ketiga perbandingan tersebut, noda yang dihasilkan pun tidak terpisah dengan baik. Berdasarkan hasil tersebut dilakukan pencampuran 3 pelarut dengan metode simplex centroid design (SCD) yang disajikan pada Gambar 5.

Hasil terbaik yang didapatkan dengan pencampuran 3 pelarut didapatkan pada perbandingan 4:1:1 (kloroform:etilasetat:n-heksana) namun, keterpisahan yang dihasilkan masih belum baik. Oleh karena itu, dilakukan penurunan volume

n-heksana dengan perbandingan 4:1:0.5 (kloroform:etilasetat:n-heksana). Berdasarkan hasil tersebut, noda yang dihasilkan banyak, terpisah dengan baik, dan tidak terbentuk ekor pada noda-noda yang dihasilkan.

Gambar 4 Kromatogram KLT dengan 3 komposisi pelarut (kiri ke kanan) kloroform:etil asetat (4:1), (3.5:1), (1:4), n-heksana:kloroform (4:1),

(21)

 

Gambar 5 Kromatogram KLT dengan 11 komposisi pelarut antara kloroform:etil asetat:n-heksana

Fraksionasi Minyak Atsiri Kayu Putih  

Minyak atsiri kayu putih dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan eluen terbaik dengan sistem step gradient (peningkatan kepolaran). Eluen yang digunakan berupa n-heksana murni, campuran antara n-heksana dan kloroform dengan perbandingan 9:1-1:9, kloroform murni, campuran antara kloroform dan etil asetat dengan perbandingan 9:1-1:9 serta etil asetat murni. Total fraksi yang didapatkan sebanyak 23 fraksi seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil fraksionasi minyak atsiri kayu putih dengan teknik elusi gradien kromatografi kolom

(22)

8

 

 

Tabel 1 Hasil fraksionasi minyak atsiri kayu putih dengan teknik elusi gradien kromatografi kolom lanjutan

Fraksi ke- Jumlah noda Bobot (g) Rendemen (%)

*Bobot minyak atsiri kasar kayu putih yang dielusi 2.3184 g

Sebanyak ± 2 g minyak atsiri kasar yang dielusi dengan kromatografi kolom, didapatkan fraksi 9, 10 , 11, dan 13 dengan rendemen terbanyak sebesar 4.46%, 4.25%, 4.23%, dan 2.63% dengan jumlah noda pada fraksi 9 sebanyak 4 noda, fraksi 10 sebanyak 2 noda, fraksi 11 sebanyak 3 noda, dan fraksi 13 sebanyak 5 noda. Pada keempat fraksi tersebut, sineol diduga berada pada fraksi 9. Hal ini berdasarkan rendemen fraksi 9 memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan dengan fraksi lainnya. Selain itu, nilai Rf fraksi 9, yaitu 0.65 memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf standar sineol yaitu 0.65. Oleh karena itu, fraksi 9 dianalisis lebih lanjut dengan GC-MS. Selain fraksi 9, fraksi 13 dan minyak atsiri kasar kayu putih pun dianalisis lebih lanjut menggunakan GC-MS. Pemilihan fraksi 13 ini berdasarkan pola yang dihasilkan pada KLT. Fraksi 13 memiliki pola yang berbeda dengan fraksi 9 sehingga diharapkan pada fraksi 13 ini tidak terdapat kandungan sineolnya. Fraksi-fraksi tersebut dianalisis lebih lanjut dengan GC-MS untuk diindentifikasi komponen kimianya dan diuji aktivitasnya secara in vivo.

 

 

MA F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8 F9 F10 F11 F12 F13 F14 F15 F16 F17 F18 F19 F20 F21 F22 F23

(23)

 

Senyawa dalam Minyak Atsiri Kayu Putih, Fraksi 9, dan Fraksi 13

Identifikasi kandungan senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri kayu putih, fraksi 9, dan fraksi 13 dilakukan dengan menggunakan instrumen GC-MS. Hasil analisis berupa kromatogram ion total yang merupakan hubungan antara waktu retensi dengan intensitas. Puncak-puncak yang dihasilkan dalam kromatogram diidentifikasi dengan membandingkan spektrum massa yang diperoleh dengan spektrum massa yang terdapat pada library.

Menurut Harborne (1987) senyawa dominan yang terkandung dalam minyak atsiri adalah golongan terpenoid. Secara kimia, terpena dalam minyak atsiri dapat terbagi menjadi dua golongan yaitu monoterpena dan seskuiterpena dengan jumlah C10 dan C15. Kedua jenis terpenoid tersebut berbeda dalam hal titik

didihnya. Senyawa yang termasuk dalam golongan monoterpena memiliki titik didih antara 140°C-180°C sedangkan senyawa yang termasuk dalam golongan seskuiterpena memiliki titik didih di atas 200°C (Harborne 1987).

Beberapa senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih berdasarkan hasil GC-MS diantaranya α-pinene (7.83%), β-pinene (4.18%), m-simen (2.06%), limonena (2.40%), 1,8-sineol (67.74%), dan o-cimena (7.45%) (Gambar 7). Senyawa-senyawa tersebut termasuk ke dalam golongan monoterpena.

Gambar 7 Senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih

Tabel 2 menunjukkan perbedaan komponen pada minyak atsiri kayu putih, fraksi 9, dan fraksi 13. Hasil GC-MS (Gambar 8) pada minyak atsiri kasar terdapat 12 senyawa, namun hanya 6 yang teridentifikasi. Senyawa terbesar yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih yaitu 1,8-sineol dengan persentase kadar sebesar 67.74%. Hal ini sesuai dengan Sefidkon et al. (2007) yang menyatakan bahwa komponen utama penyusun minyak kayu putih adalah sineol.

α-pinena β-pinena m-simen

Limonena

O

(24)

10

 

Tabel 2 Konsentrasi senyawa dominan dalam minyak atsiri kasar, F9, dan F13

Monoterpena alkohol 1.8-sineol 67.74 5.70 1.25

α-terpineol - 9.13 -

Seskuiterpena Viridiflorol - 11.77 -

4,4,8-trimetiltrisiklo[6.3.1.0(1,5)] dodekana-2,9-diol

- - 2.21

Polimer Diisooktil adipat - - 6.48

Prinsip pemisahan pada GC adalah komponen dalam campuran akan dipisahkan berdasarkan titik didihnya. Pada minyak atsiri kayu putih, α-pinena terdeteksi terlebih dahulu karena memiliki titik didih yang paling rendah dibandingkan dengan β-pinena, m-simena, limonena, 1,8-sineol, dan o-cimena. Selain titik didih, interaksi komponen dengan fase diam juga akan mempengaruhi lamanya waktu retensi. Dalam hal ini fase diam yang digunakan adalah kolom yang bersifat polar. Komponen yang memiliki sifat polar akan tertahan lebih lama pada fase diam sedangkan yang bersifat nonpolar akan terlebih dahulu keluar. Pada minyak atsiri kasar, o-cimena bersifat paling polar karena muncul pada waktu retensi tertinggi yaitu sebesar 9.295 menit.

Intesitas Gambar 8 Kromatogram ion total hasil GC-MS minyak atsiri kasar a. α -pinena; b. β-pinena; c. m-simena; d. limonena; e. 1.8-sineol; f. o-cimena

Selain minyak atsiri kayu putih, fraksi 9 dan fraksi 13 juga dianalisis menggunakan GC-MS. Terdapat 3 komponen utama pada fraksi 9 dan 4

a b c

d e

(25)

 

komponen utama pada fraksi 13 seperti yang terlihat pada Tabel 2. Hasil analisis pada fraksi 9 dan 13 kadar 1,8-sineol yang dihasilkan hanya sebesar 5.70% dan 1.25%. Terdapatnya sineol pada fraksi 9 dan fraksi 13 ini menunjukkan bahwa proses pemisahan sineol belum berhasil. Pada fraksi 9, komponen lain yang teridentifikasi pada minyak atsiri kayu putih tidak ditemukan kembali, namun terdapat komponen lain yaitu α-terpineol dan viridiflorol dengan kadar sebesar 9.13% dan 11.77%. Kadar viridiflorol pada fraksi 9 ini merupakan kadar terbesar dibandingkan dengan 2 komponen yang lainnya atau dengan kata lain pada fraksi 9, viridiflorol merupakan senyawa dominan. Hal ini sesuai dengan Pino et al. (2011) yang menyatakan bahwa komponen mayor pada minyak kayu putih selain sineol adalah senyawa viridiflorol.

Hasil analisis GC-MS pada fraksi 13 menunjukkan terdapat 4 komponen utama yang teridentifikasi yaitu sineol (1,25%), diisooktil adipat (6.48%), Cis-1,3,3-trimetil-2-oxabisiklo [2.2.2] oktan-5-ol (3.69%), dan 4,4,8-trimetiltrisiklo [6.3.1.0(1,5)] dodekana-2,9-diol (2.21%). Senyawa dominan pada fraksi 13 ini adalah diisooktil adipat. Senyawa diisooktil adipat, Cis-1,3,3-trimetil-2-oxabisiklo [2.2.2] oktan-5-ol, dan 4,4,8-trimetiltrisiklo [6.3.1.0(1,5)] dodekana-2,9-diol sebelumnya belum pernah teridentifikasi pada komponen minyak atsiri kayu putih. Terdapatnya ketiga komponen ini dapat disebabkan karena pelarut yang digunakan pada fraksi 13 ini cenderung bersifat semi polar sehingga ketiga komponen tersebut pada saat proses fraksionasi ketiga dapat terpisahkan. Berdasarkan Edwich et al. (2009) dan Santoso et al. (2002) komponen yang sering teridentifikasi pada minyak kayu putih yaitu α-pinene, β-pinene, m-simen, limonena, 1,8-sineol, o-cimena, α-terpineol, dan viridiflorol. Hal ini disebabkan pelarut yang sering digunakan lebih bersifat nonpolar yaitu n-heksana dan dietil eter.

Pemisahan sineol pada fraksi 9 dan fraksi 13 belum memiliki keterpisahan yang baik. Oleh sebab itu, dilakukan uji lebih lanjut pada fraksi yang dihasilkan menggunakan kromatografi lapis tipis. Pemisahan ini dibandingkan dengan standar sineol yang telah ada. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa fraksi 7 memiliki pola spot dan nilai Rf yang hampir sama dengan standar. Sedangkan pada fraksi 9 dan 13 memiliki pola noda yang berbeda dengan standar akan tetapi terdapat satu spot yang memiliki nilai Rf yang hampir sama.

Hasil Uji Aromaterapi Secara In Vivo

Uji in vivo dari minyak atsiri kasar, sineol, dan fraksi 9 dilakukan terhadap

(26)

12

Gambar 9 Perubahan rerata bobot badan tikus tiap kelompok selama masa perlakuan

Peningkatan bobot badan per minggu selama masa perlakuan terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut, diketahui bahwa semua kelompok tikus memiliki peningkatan bobot badan di setiap minggunya, namun pada minggu ke-1 terjadi penurunan bobot badan yang dikarenakan tikus masih beradaptasi dengan pakan kolesterol tinggi yang diberikan. Pada akhir masa perlakuan terlihat bahwa kelompok IV memiliki rerata bobot badan dibandingkan dengan kelompok lainnya.

Tabel 3 Rerata bobot badan tikus pada awal dan akhir perlakuan

Kelompok Bobot Awal (g)

(p>0.05)

Bobot Akhir (g) (p<0.05)

(1) Pakan Standar 167.00±14.28a 206.67±15.41b

(II) Tinggi Kolesterol (TK) 170.67±12.54a 222.50±13.56b

(III)TK + Minyak Atsiri 161.40±14.22a 219.00±12.66b

(IV)TK + Sineol 155.80±8.52a 199.60±15.53a

(V) TK + F9 167.00±14.55a 226.83±19.80b

Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (Duncan’s multiple range test)

Tabel 3 menjelaskan rerata bobot badan tikus pada awal dan akhir perlakuan. Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa bobot badan awal tidak berbeda signifikan setelah uji statistika, namun pada masa perlakuan diketahui bahwa bobot badan tikus pada akhir perlakuan berbeda signifikan. Pada tabel terlihat bahwa kelompok IV memiliki rerata bobot badan yang berbeda signifikan dibandingkan kelompok lainnya dengan nilai p<0.05. Kelompok IV yang diberikan perlakuan inhalasi sineol memiliki bobot yang paling rendah (199.60 g). Berdasarkan hal tersebut, inhalasi sineol berpotensi menurunkan bobot badan hewan uji.

(27)

 

Tabel 4 Rerata bobot pakan tikus perminggu (g/ekor) selama masa perlakuan

Kelompok Jumlah pakan (g)

(p<0.05)

(I) Pakan Standar 138.83±5.72b

(II) Tinggi Kolesterol (TK) 157.73±1.17a

(III) TK + Minyak Atsiri 163.54±0.95a

(IV) TK + Sineol 160.79±1.27a

(V) TK + F9 162.31±1.10a

Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak

berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (Duncan’s multiple range test)

Tabel 4 menunjukkan konsumsi pakan tikus setiap minggu selama masa perlakuan. Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa konsumi pakan tikus pada kelompok II, III, IV, dan V tidak berbeda signifikan, namun pada kelompok I menunjukkan hasil yang berbeda signifikan dengan p<0.05. Terlihat bahwa, kelompok I memiliki konsumsi pakan terendah dibandingkan dengan kelompok lainnya, yaitu sebesar 138.83 g. Jika dilihat, kelompok IV tidak menunjukkan hasil yang berbeda signifikan pada konsumsi pakan namun pada hasil penentuan bobot badan justru menunjukkan hasil yang sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa inhalasi sineol tidak mempengaruhi konsumsi pakan namun dapat menurunkan bobot badan tikus.

Tabel 5 Rerata bobot deposit lemak tikus

Kelompok Deposit lemak (g)

(p<0.05)

(I) Pakan Standar 2.51±0.55a

(II) Tinggi Kolesterol (TK) 3.20±0.60a

(III) TK + Minyak Atsiri 3.80±0.60a

(IV) TK + Sineol 3.44±0.59a

(V) TK + F9 4.01±0.60a

Angka yang diikuti oleh huruf superscripts yang sama tidak

berbeda signifikan pada taraf uji (P>0.05) (Duncan’s multiple

range test)

(28)

14

 

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fraksionasi minyak atsiri kayu putih dengan fase gerak eluen terbaik kloroform:etil asetat:n-heksana (4:1:0.5) dan fase diam silika gel menghasilkan 23 fraksi, dimana 2 fraksi diantaranya yaitu F9 dan F13 diuji lebih lanjut dengan GC-MS. Hasil GC-MS menunjukkan bahwa sineol masih terdapat pada kedua fraksi tersebut sehingga pemisahan sineol dalam penelitian ini tidak berhasil dilakukan. Minyak atsiri, sineol, dan F9 diuji aktivitasnya sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo. Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa inhalasi sineol dapat berpotensi sebagai pelangsing aromaterapi tanpa mengurangi konsumsi pakan.

Saran  

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mendapatkan senyawa sineol dengan kemurnian yang lebih tinggi. Selain itu, perlu dikaji lebih lanjut efisiensi konsentrasi yang terhirup pada saat masa perlakuan serta perlu adanya pembuktian lebih lanjut dengan variasi dosis untuk membuktikan khasiat pelangsing ataupun peningkatan bobot badan.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarat (ID): Salemba Medika.

Angela ES, Davis WL. 2010. Immune-modifying and antimicrobial effects of eucalyptus oil and simple inhalation devices. Alternative Medicine Review

15 (1):33-47.

Astuti EP. 2012. Pemisahan sitral dari minyak atsiri serai dapur (Cymbopogon citratus) sebagai pelangsing aromaterapi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Minyak Kayu Putih. SNI 06-3954-2006. Jakarta.

Derwich E, Benziane Z, Boukir A. 2009. GC/MS analysis of volatile constituents and antibacterial activity of the essential oil of the leaves of eucalyptus globulus in Atlas Median from Morocco. Advances in Natural and Applied

Sciences 3(3):305-313.

Ganong W.F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ganong Ed. 22. Jakarta (ID): EGC.

Habibi H. 2012. Manfaat kayu putih. [terhubung berkala]. ksrpmi.uin-malang.ac.id/berita-132-manfaat-kayu-putih.html. [29 Des 2012].

Harborne J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis

(29)

 

Hermawan II. 2013. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri jahe sebagai pelangsing aromaterapi secara in vivo [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for The Fractionation of Natural Extract. London(LN): Chapman & Hall.

Juergens UR, Dethlefsen U, Steinkamp G, Gillissen A, Repges R, and Vetter H. 2003. Anti-inflammatory activity of 1.8-cineol (eucalyptol) in bronchial asthma: a double-blind placebo-controlles trial. Respiratory Medicine(97): 250-256.

Kumanyika S, Brownson RC. 2007. Handbook of Obesity Prevention: A resource

for Health Professionals. Philadelphia (US): Springer Publishing.

Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Jakarta(ID): UI Pr.

Pino J, Avillio B, Armando U, Juan A, Rolando M. 2011. Chemical composition of cajuput oil (Melaleuca leucadendra L.) from Cuba. Journal of Essential

Oil Research (14):10-11.

Perum Perhutani. 2004. Statistik Perum Perhutani 1999-2003. Jakarta (ID): Direksi Perum Perhutani.

Rosazza JPN, Steffens JJ, Sariaslani FM, Animesh G, John MB, Scot R, Robert C. 1987. Microbial Hydroxylation of 1.4-cineole. Applied and Enviromental

Microbiology 53(10):2482-2486.

Rouessac F, Rouessac A. 1994. Chemical Analysis Modren Instrumentation

Methods and Techniques 2nd. USA (UK): John Wiley & Sons, Ltd.

Santoso M, Febriana AN, Joseph JB. 2002. Komposisi kimia minyak Eucalyptus globulus labillardiere. Sigma 5(1):77-81.

Sefidkon F, Assareh MH, Zahra A, Barazandeh MM. 2007. Chemical composition of the essential oil of four cultivated eucalyptus species in Iran as medical plants (E. microtheca, E. spathulata, E. largiflorens, and E.

torquata). Iranian Journal of Pharmaceutical Research 6(2):135-140.

Skoog DA, Holler PJ, Nieman TA. 2004. Principles of Instrumental Analysis. Ed ke-5. Philadelphia(US): Hartcaurt Brace.

Wulandari R. 2011. Fraksionasi senyawa aktif minyak atsiri bangle (Zingiber purpureum) sebagai pelangsing aromaterapi [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(30)

16

 

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Fraksi 9 dan sineol Minyak atsiri kasar kayu putih

Penentuan eluen terbaik

Fraksionasi kolom dengan eluen terbaik

F1 F2 F... F23

Pemantauan dengan KLT menggunakan eluen campuran kloroform:etil asetat:n-heksana (4:1:0.5)

Identifikasi senyawa (GC-MS

Uji In vivo

(31)

 

(32)

18

 

Lampiran 3 Komposisi pakan yang diberikan pada hewan uji

Kandungan proksimat pakan standar dan kolesterol

Komposisi Kadar (%)

Pakan standar Pakan kolesterol

Protein 18 13.69 Lemak 4 15.25

(33)

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Maret 1991 dari ayah Dikdik Turdika dan ibu Yuke Yudiana. Penulis adalah putri kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) dan diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan, antara lain organisasi serta kegiatan program kreativitas mahasiswa. Organisasi yang pernah diikuti selama kuliah, yaitu sebagai ketua departemen eksternal Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia TPB pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Kimia Analitik Layanan tahun ajaran 2012/2013.

Gambar

Gambar 5 Kromatogram KLT dengan 11 komposisi pelarut antara kloroform:etil
Tabel 1 Hasil fraksionasi minyak atsiri kayu putih dengan teknik elusi gradien kromatografi kolom lanjutan
Gambar 8 Kromatogram ion total hasil GC-MS minyak atsiri kasar a. α-

Referensi

Dokumen terkait

Ketiga kelompok tikus yang diberi inhalasi minyak atsiri pala, miristisin, dan α-pinena menunjukkan persentase peningkatan bobot yang lebih rendah (9.18%, 9.45%, dan

Hasil uji in vivo menunjukkan bahwa kelompok tikus yang diinhalasi minyak atsiri daun cengkih memiliki rerata bobot badan yang lebih rendah dibandingkan dengan

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Fraksionasi Senyawa Aktif Minyak Atsiri Lengkuas Merah ( Alpinia galangal (L.) Willd) sebagai Pelangsing Aromaterapi

Hal ini menunjukkan bahwa minyak atsiri daun kayu putih mempunyai aktivitas antibakteri lebih tinggi dari pada minyak atsiri daun bawang putih anggur baik terhadap bakteri S..

Analisis kualitatif meliputi organoleptis, massa jenis, indeks bias, profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) serta profil komponen minyak atsiri dengan Kromatografi Gas-Spektra

Analisis kualitas meliputi organoleptis, massa jenis, indeks bias, profil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) serta profil komponen minyak atsiri dengan Kromatografi Gas-Spektra

Pada profil KLT terdapat 8 titik noda dan pada hasil analisis Kromatografi Gas-Spektra Massa minyak atsiri daun Zodia terdapat 48 puncak dan 8 teridentifikasi sebagai minyak

Hasil inhalasi minyak atsiri serai dapur, sitral, dan F2 menunjukkan bahwa ketiga kelompok tikus tersebut memiliki rerata bobot badan yang lebih rendah