• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs Candy.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs Candy."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL KOMPONEN VOLATIL MINYAK ATSIRI KAYU

PUTIH DARI BERBAGAI DAERAH DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PROFIL FLAVOR

CAJUPUTS CANDY

LUNI AULIA SAFWANI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs candy adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, 28 Juni 2015

Luni Aulia Safwani

(4)

ABSTRAK

LUNI AULIA SAFWANI. Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs Candy. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA

Penggunaan minyak atsiri kayu putih dan peppermint dalam Cajuputs candy

adalah sebagai komponen bioaktif dan pemberi cita rasa. Kandungan komponen volatil berpengaruh terhadap kandungan flavor yang dihasilkan. Minyak atsiri kayu putih dihasilkan di berbagai daerah di Indonesia seperti di Pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil minyak atsiri kayu putih dari berbagai daerah di Indonesia terkait dengan kompatibilitas aplikasinya pada produk Cajuputs candy. Kualitas minyak atsiri kayu putih diuji berdasarkan sifat fisiko-kimianya yang meliputi warna, berat jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 70%, dan kandungan sineol. Komposisi komponen volatil dianalisis dengan menggunakan GC-MS. Kompatibilitas sensori dari segi penerimaannya dilakukan dengan uji rating

hedonik serta pembandingan kemiripannya dengan sensori permen yang dihasilkan oleh Cajuputs candy yang telah dikomersilkan dengan uji beda dari kontrol. Pengujian sifat fisiko-kimia menunjukkan bahwa berat jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam alkohol 70% seluruh sampel memiliki nilai yang berdekatan sedangkan dari segi warna, putaran optik, dan kadar sineol memiliki hasil yang beragam. Minyak atsiri kayu putih yang paling mendekati target secara fisiko-kimia adalah Pulau Buru. Hasil identifikasi komponen volatil menunjukkan pola kromatogram profil volatil minyak atsiri kayu putih dari Sukabumi, Indramayu, Gundih, Mojokerto, dan Pulau Buru serupa sedangkan pola kromatogram profil volatil minyak atsiri kayu putih dari Atambua dan Madura sedikit berbeda. Hasil uji sensori belum dapat disimpulkan minyak atsiri kayu putih mana yang berpotensi untuk digunakan sebagai flavor dalam pembuatan Cajuputs candy karena kelemahan teknis analisis.

(5)

ABSTRACT

LUNI AULIA SAFWANI. Profile of Volatile Components Cajuput Essential Oil from Different Regions and Its Effect on Flavor Profile of Cajuputs Candy. Supervised by C. HANNY WIJAYA

Essential oils of cajuput and peppermint have been utilized as bioactive components and flavor. Volatile components influence the flavor quality. The cultivation and production of cajuput essential oils are spread over Indonesia regions such as Java, East Nusa Tenggara, and Sulawesi. This study was conducted to determine the profile of cajuput essential oils from various regions in Indonesia related to their application compatibility into Cajuputs candy products. The quality of cajuput essential oils were analyzed for their physico-chemical properties including of color, density, refractive index, optical rotation, solubility in alcohol 70%, and cineol content. The composition of the volatile components were analyzed by using GC-MS. Sensory evaluation was done in terms of its acceptance by rating hedonic test and the similarity of its sensory character to commercial Cajuputs candy by different from control test. Physical and chemical properties measurement showed that the density, refractive index, and solubility in alcohol 70% of all samples had adjacent values, whereas in terms of color, optical rotation, and cineol content had diverse values. Cajuput essential oil that came closest to the target in term of physico-chemical characteristic was oil from Pulau Buru. The cajuput essential oil chromatogram pattern of Sukabumi, Indramayu, Gundih, Mojokerto, and Pulau Buru were similar while the chromatogram pattern of Atambua and Madura were somewhat different. No conclusion regarding the compatibility of evaluated essentials oils into the Cajuputs candy could be made yet due to the weakness of sensory evaluation method.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

PROFIL KOMPONEN VOLATIL MINYAK ATSIRI

KAYU PUTIH DARI BERBAGAI DAERAH DAN

PENGARUHNYA TERHADAP PROFIL FLAVOR

CAJUPUTS

CANDY

LUNI AULIA SAFWANI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah minyak atsiri kayu putih, dengan judul Profil Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih dari Berbagai Daerah dan Pengaruhnya terhadap Profil Flavor Cajuputs candy. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan kasih sayangnya dari awal studi di Departemen ITP hingga penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir dengan baik.

2. Mama, Papa, Ibu, Bapak, dan adik-adik tersayang yang telah memberikan dukungan, doa, dan cinta yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai jenjang sarjana.

3. Mas Nanda Perdana yang telah setia mendampingi, mendoakan, memberikan dukungan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.

4. Keluarga Jember, Kutoarjo, dan Banjarmasin yang telah memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang.

5. Perum Perhutani unit I, II, dan III yang telah membantu penulis dalam pengumpulan sampel minyak atsiri kayu putih.

6. Staf Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang telah memberikan arahan kepada penulis.

7. Chairul Anand, Steven Natawirya, M. Eka Pramudita, Anindita Shabrina,

Winda Syafitri, Melita Intan, Hummairotassa’adah Ainun Wulan, Nicky

Marsheila, dan Olivia Rezki yang telah setia mendampingi, membantu, memberikan doa, waktu, dukungan, dan kasih sayang selama kuliah hingga menyelesaikan tugas akhir sehingga penulis dapat melewati semua proses perkuliahan, penelitian, dan penulisan tugas akhir dengan baik.

8. Nadira Tizani, Risda Gustriani, Zefika Zahlinar, Raudhatul Jannah yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

9. Teman-teman alumni akselerasi 09 SMAN 1 Yogyakarta yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis.

10.Mbak Rani yang selalu menghubungkan penulis dengan dosen pembimbing.

11.Teman-teman TPB dan ITP 48 yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

12.CHWers yang telah memberikan dukungan, doa, dan arahan selama penelitian.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, 28 Juni 2015

(11)

DAFTAR ISI

Daerah Penghasil Minyak Atsiri Kayu Putih 3

Masarete-Pulau Buru 4

Komponen Kimia Minyak atsiri kayu putih 6

Pengolahan Minyak atsiri kayu putih 6

Pemanenan Daun Kayu Putih 6

Tahap 1 : Pengumpulan Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta

Memperoleh Karakteristik Fisiko-kimia dan Profil Komponen-komponen

Volatilnya 8

Tahap 2 : Pembuatan Sampel Permen dari Masing-masing Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta Mengetahui Tingkat Penerimaan Sensori Permen-permen yang Dibuat dari Tiap Minyak Atsiri Kayu Putih 9

Pengamatan 10

Analisis Profil Komponen Volatil dari Masing-masing Sampel Minyak

Atsiri Kayu Putih dengan GC-MS 12

Analisis Sensori Cajuputs candy dari tiap Minyak atsiri kayu putih

dengan Metode Uji Rating Hedonik dan Uji Beda dari Kontrol 13

Uji Rating Hedonik Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000) 13

Uji Beda dari Kontrol Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000) 14

(12)

Identifikasi Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih 20 Karakteristik Sensori Cajuputs candy yang Dibuat dari Minyak atsiri kayu putih

Berbagai Asal 25

Penerimaan Cajuputs candy 26

Pembandingan Cajuputs candy 30

SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 39

RIWAYAT HIDUP 39

DAFTAR TABEL

1 Karakteristik fisiko-kimia delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh

wilayah yang berbeda 17

2 Syarat Mutu Minyak atsiri kayu putih bedasarkan SNI 18 3 Kadar sineol dari Hasil Uji di BALITRO dan Hasil Uji GC-MS 18 4 Komposisi komponen volatil minyak atsiri kayu putih 24 5 Konsentrasi komponen minyak atsiri kayu putih dari berbagai asal 25

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan Cajuputs candy 9

2 Kondisi warna delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh wilayah berbeda 15 3 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Madura Pengujian di

BALITRO 19

4 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Mojokerto Pengujian di

BALITRO 19

5 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Indramayu 21 6 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Mojokerto 21 7 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Sukabumi 22 8 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Madura 22 9 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Gundih 22 10 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Pulau Buru 23 11 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Atambua 23 12 Kromatogram minyak atsiri kayu putih pembanding 23 13 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut rasa Cajuputs candy 26 14 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut aroma Cajuputs candy 28 15 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut overall Cajuputs candy 29 16 Tingkat perbedaan sampel Cajuputs candy dengan kontrol 31 17 Perbandingan nilai kesukaan Cajuputs candy pembanding yang dibuat

dalam skala laboratorium dengan Cajuputs candy pembanding yang dibuat

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Uji sensori Cajuputs candy yang dibuat dari minyak atsiri kayu putih

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggunaan minyak atsiri kayu putih dan peppermint dalam Cajuputs candy

adalah sebagai komponen bioaktif dan pemberi cita rasa (Wijaya 2011). Sebagai makanan fungsional Cajuputs candy mempunyai efek untuk menghilangkan sesak nafas dan melegakan tenggorokan. Cajuputs candy didesain sebagai makanan yang memiliki efek sejuk dan menyegarkan, dan tidak dapat dikatakan bersifat sebagai obat, kecuali, bila menggunakan konsentrasi ekstrak herbal yang cukup tinggi (Halimah 1997).

Minyak atsiri adalah suatu zat cair yang mudah menguap, dapat larut dalam pelarut organik dan dapat bercampur dengan persenyawaan padat yang memiliki komposisi dan titik cair yang berbeda (Sumitra 2003). Minyak atsiri merupakan sisa proses metabolisme dalam tanaman akibat reaksi senyawa kimia dengan adanya air. Sumber minyak atsiri bisa dari berbagai bagian tanamannya seperti daun, bunga, buah, biji, batang, akar, atau kulit (Ketaren 1985). Peran penting minyak atsiri dalam bidang niaga adalah sebagai cita rasa dan bau makanan, kosmetik, parfum, antiseptik, insektisida, obat-obatan, dan lain sebagainya (Robinson 1991).

Flavor atau cita rasa merupakan suatu faktor yang penting dalam pemilihan bahan pangan. Faktor ini terkadang cenderung lebih penting dibandingkan dengan kandungan nilai gizi, harga, bahkan keamanan bahan pangan itu sendiri. Dari kenyataan tersebut dapat dilihat seberapa pentingnya flavor bagi bahan pangan untuk menarik minat konsumen (Giese 1994).

Komponen volatil pada suatu bahan pangan sangat berpengaruh terhadap kualitas flavor yang dihasilkan. Seperti pada minyak atsiri kayu putih, kandungan komponen volatilnya harus dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui pengaruhnya terhadap cita rasa Cajuputs candy. Minyak atsiri kayu putih mengandung banyak sekali komponen volatil. Komponen utama yang terdapat pada kayu putih adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide (C10H5HO),

limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H24), namun jumlah dan keberadaan

komponen lain dapat berpengaruh pada cita rasa dan aktivitas bioaktifnya (Guenther 1990). Pengolahan minyak atsiri kayu putih (cajuput oil) menjadi

(16)

2

Perumusan Masalah

Lahan tumbuhan kayu putih di Indonesia tersebar di berbagai wilayah dengan luas wilayah yang cukup memadai (Budiadi et al. 2005). Tanaman kayu putih memiliki khasiat bagi kesehatan manusia, namun masih belum digunakan sebagai bahan pangan fungsional. Dalam penelitian ini akan dilakukan perbandingan profil fisiko-kimia dan komponen volatil minyak atsiri kayu putih dari berbagai daerah. Selain itu, dilakukan pula pengujian sensorinya pada Cajuputs candy dan dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih target (pembanding).

Tujuan Penelitian

Mengetahui minyak atsiri kayu putih dari daerah mana yang memiliki profil fisiko-kimia, komponen volatil, dan sensori yang mendekati minyak atsiri kayu putih target (pembanding) untuk dapat digunakan sebagai flavor pada pembuatan

Cajuputs candy.

Manfaat Penelitian

Memperoleh dokumentasi profil mutu minyak atsiri kayu putih yang dihasilkan dari bebeapa daerah di Indonesia agar dapat dimanfaatkan sebagai ingredient flavor dalam pembuatan produk konfeksioneri sehingga memberikan peluang diversifikasi penggunaan yang dapat meningkatkan nilai ekonominya. Menetapkan profil sensori minyak atsiri kayu putih yang dapat digunakan sebagai flavor Cajuputs candy yang terstandar.

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Putih

Malaleuca cajuputi yang umumnya dikenal sebagai Cajuputi atau samet putih merupakan tanaman yang termasuk kedalam keluarga Myrtaceae myrtle dan tersebar luas di Australia, Asia Tenggara, New Guinea dan pulau-pulau Selat Torres. Tanaman ini memiliki kegunaan yang sangat penting yaitu sebagai sumber minyak atsiri kayu putih (Holliday 2004).

Malaleuca cajuputi biasanya tumbuh hingga mencapai 35 meter (100 kaki) dan terkadang pohon ini dapat tumbuh hingga 46 meter (200 kaki) dengan warna abu-abu, coklat atau kulit tipis keputihan. Tumbuhan kayu putih memiliki daun yang runcing dengan tulang daun sejajar (Brophy et al. 2013).

Bunga kayu putih berwarna putih, krim atau kuning kehijauan. Disetiap paku dari tumbuhan kayu putih mengandung 8 sampai 20 kelompok bunga, masing-masing kelompok dengan tiga bunga. Waktu berbunga bervariasi tergantung dari subspesies tumbuhan kayu putih tersebut (Holliday 2004).

(17)

3 minyaknya setelah umur pohon lima tahun, setelah itu minyak dapat disuling satu tahun sekali sampai tanaman berumur 30 tahun.

Tumbuhan kayu putih memiliki 3 subspesies, yaitu: 1) Malaleuca cajuputi

subsp. cajuputi: memiliki lebar daun 7-26 milimeter, memiliki 7-10 benang sari dalam satu ikat. Tumbuhan ini berbunga pada bulan Maret hingga November (Brophy et al. 2013); 2) Melaleuca cajuputi subsp. cumingiana: tumbuhan kayu putih ini berbunga pada bulan Februari hingga Desember, memiliki panjang daun 40-200 milimeter dan lebar daun 10-20 milimeter. Tumbuhan ini memiliki 7-9 benang sari dalam satu ikat (Brophy et al. 2013); 3) Melaleuca cajuputi subsp.

platyphylla: memiliki lebar daun 15-60 milimeter, memiliki 8-13 benang sari dalam satu ikat. Tumbuhan ini berbunga pada bulan Januari hingga Mei dan pada bulan Agustus hingga September (Brophy et al. 2013).

Daerah Penghasil Minyak Atsiri Kayu Putih

Di Indonesia, minyak atsiri kayu putih diproduksi secara komersial di perkebunan. Pohon kayu putih di Pulau Jawa pertama kali ditanam pada tahun 1924 sebagai pohon pionir untuk reboisasi lahan. Setelah pengembangan nilai komersial minyak atsiri kayu putih, produksi minyak atsiri kayu putih komersial oleh pemilik hutan dimulai pada tahun 1960-an (Budiadi et al. 2005).

Produksi minyak atsiri kayu putih komersial terbesar terdapat di wilayah Maluku dan Pulau Jawa. Minyak atsiri kayu putih di produksi setiap tahunnya sebanyak 90 ton di Buru, Seram, Ambon, dan pulau-pulau sekitarnya. Produksi minyak atsiri kayu putih di 9000 hektar perkebunan kayu putih milik pemerintah di Jawa menghasilkan 280 ton pada tahun 1993 (Doran 1999).

Pohon minyak atsiri kayu putih dapat tumbuh di daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi maupun curah hujan yang rendah. Tetapi pohon minyak atsiri kayu putih yang tumbuh di daerah kering seperti Gunung Kidul di Yogyakarta, Pulau Buru di Maluku, Pulau Timor, NTT, dan Rote umumnya dapat menghasilkan rendemen minyak atsiri kayu putih yang tinggi (Nopianto 2010).

Budidaya kayu putih di Indonesia dapat berasal dari hujan alam dan hutan buatan. Daerah yang temasuk hutan alam kayu putih adalah daerah Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, NTT, Bali, dan Irian Jaya. Daerah yang termasuk hutan buatan kayu putih terdapat pada daerah Jawa Timur (Ponorogo, Madiun, dan Kediri), Jawa Tengah (Gundih, Grobogan, dan Purwodadi), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul dan Bantul), dan Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Banten, dan Indramayu) (Nopianto 2010).

Kualitas dari minyak atsiri kayu putih ditentukan oleh kandungan sineol yang merupakan komponen aktif farmasi dari minyak aromatik (Milthorpe et al.

1998). Selain itu, faktor-faktor seperti kualitas lahan, usia pohon, umur daun, dan musim panen juga mempengaruhi kualitas minyak (Butcher et al. 1994, Homer et al. 2000, Wildy et al. 2000, Lee et al. 2002).

(18)

4

Masarete-Pulau Buru

Masarete merupakan daerah yang terletak di arah Tenggara dan di seberang teluk dari kota Namlea Pulau Buru. Sedangkan lokasi eksplorasi benih kayu putih berada di daerah pegunungan, tepi pantai, yang berjarak kurang lebih 1 km arah timur dari Masarete.

Letak geografis Pulau Buru adalah : 03o22’ 55.8” Lintang Selatan dan 127o07’48.3” Bujur Timur. Ketinggian Pulau Buru adalah antara 15 meter sampai dengan 80 meter dari permukaan air laut. Kelerengan Pulau Buru kurang lebih 15% - 50%.

Tinggi pohon kayu putih di Pulau Buru sangat bervariasi mulai dari rendah sampai dengan pohon setinggi 15 meter, diameter batang sampai dengan 40 cm. Ukuran buah bervariasi antara umur muda dan umur masak (Kartikawati dan Anto 2014).

Indramayu

Industri penyulingan minyak atsiri kayu putih di Indramayu dikelola oleh sebuah perusahaan yaitu PMKP (Pabrik minyak atsiri kayu putih) Jatimunggul. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan milik Perum Perhutani dengan status BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Pabrik minyak atsiri kayu putih ini memiliki dua lokasi yaitu pabrik lama dan pabrik baru.

Luas areal keseluruhan hutan kayu putih di Indramayu adalah 6.950 Ha yang tersebar di empat BKPH yaitu BKPH Jatimunggul, BKPH Sanca, BKPH Cikawung, dan BKPH Haurgeulis. Secara keseluruhan, BKPH yang terdapat di Indramayu memiliki potensi produksi daun kayu putih sebesar 9.878 ton sehingga produktifitas kebun kayu putih setiap panen sebesar 1,5 ton/Ha. (Kartikasari 2007). Sukabumi

Industri penyulingan minyak atsiri kayu putih di KPH Sukabumi merupakan satu unit pengelolaan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat yang memiliki wilayah kerja meliputi hutan lindung dan hutan produksi yang ada di Kabupaten Sukabumi. Pengelolaan kayu putih di Sukabumi terletak di BKPH Segaranten. Kegiatan pengelolaan dimulai dari pemungutan daun hingga penyulingan menjadi minyak atsiri kayu putih.

Topografi Wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi permukaan yang bergelombang di daerah bagian selatan dan bergunung di daerah bagian utara dan tengah. Dengan adanya daerah pantai dan gunung yang mempunyai ketinggian mencapai 2.958 M DPL menyebabkan keadaan lereng sangat miring (lebih dari 350) meliputi 29% dari luas wilayah Kabupaten Sukabumi, Kemiringan antara 130 – 350 meliputi 37% dan kemiringan 20 – 130 meliputi 21% dari luas Kabupaten Sukabumi dan sisanya 3% merupakan daerah datar

(KPH…[tahun tidak diketahui]). Grobogan

(19)

5 pohon kayu putih ini dilakukan di hutan Gundih. Secara geografis, Kesatuan Pengelolaan Minyak Kayu Putih (KPMKP) Krai Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan terletak pada koordinat 4o2’-4o3’ bujur timur dan 7o12’-7o17’ lintang selatan. Luas kawasan hutan KPMKP Krai sebesar 3.167,6 ha.

Secara topografi, KPMKP Krai terletak pada ketinggian 32-79 meter diatas permukaan laut, dan wilayahnya berada di daerah alian sungai Serang dan Sungai Lusi serta sebagian merupakan deretan pegunungan kapur utara dan selatan (Suhargo 2008).

Madura

Penyulingan minyak atsiri kayu putih di Madura dikelola oleh Perum Perhutani KPH Madura di daerah Pamekasan. Luas KPH Madura Divisi Regional Jawa Timur berdasarkan bagian hutan dan wilayah administratif kabupaten seluas 47,121.20 ha yang meliputi BKPH Madura Barat, Kabupaten Bangkalan, Sampang (3,999.40 ha), BKPH Madura Timur, Kabupaten Pamekasan, BKPH Sumenep (25,678.80 ha), BKPH Paliat Kabupaten Sumenep (4,417.20 ha) dan BKPH Sepanjang Kabupaten Sumenep seluas 8,148.20 ha (Tantangan…2014).

Jawa Timur

Letak geografis kawasan hutan Perum Perusahaan Unit II Jawa Timur

terletak di antara 7°12”- 48”0 LS dan diantara 111°00”-114°42” BT. Wilayah ini termasuk daerah beriklim tropis dengan temperatur bervariasi antara 23,40-33,22°C. Kelembaban udara bervariasi antara 44,5%-98,8% dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 0-1000 mdpl, dengan jenis tanah di kawasan Perum Perhutani Unit II Jatim sebagian besar adalah latosal (25,91%), Andosal (18,46%), Mediteran (16,72%), Litosol (14,69%), Grumosol (10,4%), dan Regusol (8,76%).

Kawasan hutan Perum Perusahaan Unit II Jawa Timur, terdiri dari 23 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), yaitu KPH Bojonegoro, Padangan, Parengan, Jatirogo, Tuban, Ngawi, Madiun, Saradan, Nganjuk, Jombang, Mojokerto, Madura, Lawu, Kediri, Blitar, Malang, Pasuruan, Probolinggo, Jember, Bondowoso, BWI selatan, BWI utara, BWI barat (Supriyadi 2010).

Nusa Tenggara Timur

Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak di antara 80°-12° Lintang Selatan dan 118°-125° Bujur Timur. Batas-batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores, Sebelah Selatan dengan Samudera Hindia, Sebelah Timur dengan Negara Timor Leste dan Sebelah Barat dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Luas Kawasan hutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai SK Menhut No.423/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah seluas 1.808.990 ha, sedangkan luas daratan kawasan hutannya mencapai 1.686.640 ha.

Topografi wilayah Provinsi Tenggara Timur, pada bagian timur merupakan daerah perbukitan yang didominasi pegunungan terjal. Bagian dataran rendah pada wilayah Profinsi Nusa Tenggara Timur merupakan daerah pemukiman dan

(20)

6

Komponen Kimia Minyak atsiri kayu putih

Tumbuhan kayu putih (Malaleuca cajuputi) adalah salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri kayu putih. Daun dari tumbuhan kayu putih ini mengandung 0,5-1,5% minyak atsiri. Persentase minyak atsiri disetiap produksi minyak atsiri kayu putih tidak selalu sama melainkan tergantung dari efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan tanaman kayu putih yang disuling (Lutony 1994).

Minyak atsiri kayu putih memiliki beberapa komponen penyusun yang bervariasi. Hasil dari identifikasi sebelumnya terhadap komponen minyak atsiri menggunakan GC-MS diperoleh hasil bahwa minyak atsiri kayu putih hasil penyulingan daun kayu putih segar mengandung 32 jenis komponen dan penyulingan daun kayu putih kering mengandung 26 jenis komponen penyusun.

Menurut Guenther (1987), pada minyak atsiri kayu putih komponen penyusun utamanya adalah sineol (C10H18O), pinene (C10H8), benzaldehide

(C10H5HO), limonene (C10H16) dan sesquiterpentes (C15H24), namun jumlah dan

keberadaan komponen lain dapat berpengaruh pada cita rasa dan aktivitas bioaktifnya. Komponen yang memiliki kandungan terbesar di dalam minyak atsiri kayu putih adalah sineol dengan nilai 50% hingga 65%. sineol merupakan penentu mutu minyak atsiri kayu putih. sineol merupakan senyawa kimia golongan ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak atsiri. Semakin besar kandungan sineol pada minyak atsiri kayu putih maka semakin baik mutu dari minyak atsiri kayu putih tersebut (Sumadiwangsa et al. 1973).

Pengolahan Minyak atsiri kayu putih

Pemanenan Daun Kayu Putih

Pada tanaman minyak atsiri kayu putih, bagian yang diambil atau dipanen untuk menghasilkan minyak atsiri adalah daunnya. (Muttaqin 1996). Pohon kayu putih dapat dipanen daunnya ketika pohon sudah berusia 4 hingga 5 tahun (Ulya 1998). Menurut Muttaqin (1996) umur pangkas maksimum untuk daun kayu putih adalah 12 bulan. Pohon kayu putih semakin lama umur pangkasnya maka rendemennya akan semakin tinggi diikuti dengan kadar sineol yang semakin meningkat (Pribadi 1987).

Penyimpanan Daun Kayu Putih

(21)

7 Pengolahan Daun Kayu Putih

Minyak atsiri kayu putih merupakan minyak atsiri hasil dari penyulingan daun kayu putih. Penyulingan daun kayu putih menggunakan prinsip berdasarkan sifat minyak atsiri yang dapat menguap jika dialirkan dengan uap air panas. Aliran uap akan membawa minyak atsiri yang ada pada daun kayu putih ketika uap tersebut bersentuhan dengan media yang dingin. Pada proses tersebut akan terjadi proses pengembunan sehingga akan diperoleh minyak dan air dalam keadaan terpisah (Sumadiwangsa & Silitonga 1977).

Flavor

Flavor merupakan suatu atribut dari makanan, minuman, dan bumbu-bumbuan yang timbul akibat rangsangan dari keseluruhan indera ketika makanan atau minuman melewati saluran makanan dan pernapasan, terutama rasa dan bau (Dordland dan Rogers 1977). Sensasi yang muncul tersebut disebabkan oleh komponen-komponen kimia volatil maupun non-volatil yang timbul saat makan atau minum. Komponen kimia tersebut dapat berasal dari alam ataupun sintetis.

Komponen volatil adalah komponen yang memberikan sensasi bau, menguap dengan cepat, dan memberikan kesan awal sedangkan komponen non-volatil tidak memberikan sensasi bau melainkan memberikan sensasi pada rasa seperti manis, pahit, asam, dan asin. Komponen non-volatil menjadi media bagi komponen volatil dan membantu menahan penguapan pada komponen volatil (Heath 1981).

Saat seseorang mencerna makanan, flavor akan melibatkan mekanisme reseptor di rongga mulut dan hidung disamping kualitas sensori (Moulton 1982). Studi tentang flavor meliputi komposisi dari senyawa makanan yang memiliki bau dan rasa serta interaksi senyawa tersebut dengan reseptor di organ sensori bau dan rasa. Setelah interaksi, organ akan menghasilkan sinyal yang akan dibawa ke pusat system saraf, sehingga menciptakan flavor (Deman 1990).

Cajuputs candy

Cajuputs candy merupakan produk konfeksioneri. Produk konfeksioneri merupakan suatu produk makanan yang mengandung gula sebagai komponen utamanya. Sedangkan komponen lain seperti gum, pektin, gelatin, starch, susu, mentega, atau lemak lainnya memberikan tekstur khusus (Lawrence 1991).

Cajuputs candy tergolong hard candy yang memiliki tekstur keras, penampakan yang jernih dan terdiri dari komponen dasar sukrosa dan sirup glukosa serta bahan lain sebagai pemberi cita rasa dan membuat penampakan lebih baik (Jackson 1995). Campuran flavor dengan perbandingan minyak atsiri kayu putih dengan peppermint (100 : 14,2) sebanyak 0,9% ditambahkan kedalam adonan permen pada suhu kurang sedikit dari 140oC dan adonan permen tersebut berada

(22)

8

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai April 2015 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Balai Penelitian Flavor, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa minyak atsiri kayu putih hasil penyulingan dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, Madura, dan pembanding. Keseluruhan sampel minyak atsiri kayu putih yang akan diteliti didapatkan dari koperasi KPH Perum Perhutani di masing-masing wilayah sampel. Untuk pembuatan permen digunakan bahan gula pasir, sirup glukosa, sukrosa, air, peppermint, minyak atsiri kayu putih.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian berupa botol-botol minyak atsiri, peralatan gelas, wadah sampel, dan seperangkat alat GC-MS merek Agilent Technologies tipe 7890A dengan kolom DB-5 MS (60 m x 0,25 mm x 0,25 µm). Hot plate, gelas piala, thermometer, cetakan permen, pengaduk kayu.

Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pertama adalah tahap pengumpulan sampel minyak atsiri kayu putih serta memperoleh karakteristik fisiko-kimia dan profil komponen-komponen volatilnya dan pada tahap kedua dilakukan pembuatan sampel permen dari masing-masing sampel minyak atsiri kayu putih serta mengetahui tingkat penerimaan sensori permen-permen yang dibuat dari tiap minyak atsiri kayu putih.

Tahap 1 : Pengumpulan Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta Memperoleh Karakteristik Fisiko-kimia dan Profil Komponen-komponen Volatilnya

(23)

9 Seluruh minyak atsiri kayu putih yang telah dikemas ke dalam botol-botol kaca minyak atsiri masing-masing sebanyak 100 ml. Botol-botol tersebut harus dalam kondisi yang kering dan tertutup rapat sehingga terhindar dari kontaminasi silang, sinar ultraviolet, dan penguapan. Sampel tersebut disimpan di dalam

refrigerator sampai digunakan. Sampel-sampel tersebut selanjutnya dianalisis penampakan warna, berat jenis, indeks bias, putaran optik, kelarutan dalam alkohol 70%, dan sineol di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Selain itu komponen volatil setiap minyak atsiri kayu putih dilakukan analisis dengan menggunakan GC-MS di laboratorium flavor, Balai Penelitian Tanaman Padi.

Tahap 2 : Pembuatan Sampel Permen dari Masing-masing Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih serta Mengetahui Tingkat Penerimaan Sensori Permen-permen yang Dibuat dari Tiap Minyak Atsiri Kayu Putih

Pada tahap kedua, dibuat sampel permen dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, Madura, dan pembanding menurut metode Wijaya et al. (2000). Proses pembuatan permen dapat dilihat pada Gambar 1. Komposisis Cajuputs candy yang digunakan adalah sukrosa sebanyak x bagian (dalam gram), glukosa sebanyak y bagian (dalam gram), air sebanyak z bagian (dalam ml), minyak atsiri kayu putih murni sebanyak x% (volume per berat), dan minyak peppermint sebanyak y% (volume per berat). Permen yang dibuat selanjutnya dianalisis dengan pengujian sensori meliputi uji rating hedonik dan uji beda dari kontrol. Pengujian-pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

(24)

10

Pengamatan

Fisiko-kimia

Minyak-minyak yang telah didapatkan kemudian dianalisis sifat fisika dan kimianya. Sifat fisika yang diuji dari minyak atsiri kayu putih adalah bobot jenis, indeks bias, dan putaran optik. Sedangkan pada pengujian sifat kimia minyak atsiri kayu putih yang diuji adalah kadar sineol dan kelarutan dalam alkohol (Khabibi 2011). Uji Fisiko-Kimia ini dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.

Bobot Jenis (Khabibi 2011)

Alat yang digunakan dalam menentukan nilai bobot jenis adalah dengan menggunakan piknometer. Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

Nama alat : Timbangan analitik Merk : Denver

Tipe : AA-200

Kapasitas : 200 gram Pembacaan : 1,1 mg Volt : 110/220

Piknometer yang sudah dibersihkan ditimbang berat kosongnya setelah itu diisi dengan minyak atsiri kayu putih dan ditimbang kembali. Bobot jenis minyak atsiri kayu putih akan dapat diketahui dengan melakukan perhitungan dengan rumus:

Berat jenis pada 25oC : d25 = dt + (t-250) x f

Bobot jenis toC= m −m m −m

Keterangan :

f = faktor koreksi

m = Nilai berat piknometer kosong (g)

m1 = Nilai berat piknometer dengan isi air suling (g)

m2 = Nilai berat piknometer dengan isi minyak atsiri kayu putih (g)

Indeks Bias

Indeks bias ditentukan berdasarkan pengukuran langsung sudut bias minyak dengan cara mempertahankan suhu minyak pada suhu tetap. Alat yang digunakan untuk pengukuran indeks bias minyak atsiri kayu putih ataupun minyak lainnya adalah refraktometer. Sampel minyak harus berada dalam suhu yang sama dengan suhu lingkungan tempat melakukan uji indeks bias ini (Khabibi 2011). Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

Nama Alat : Refraktometer Merk : BAUSCH & LOMB

No Seri : 0113823

Volt : 220

(25)

11

Putaran Optik

Polarimeter merupakan alat yang digunakan dalam pengukuran putaran optik. Pada alat polarimeter, nilai putaran optik minyak atsiri kayu putih dilihat dari sudut bidang dimana sinar terpolarisasi diputar oleh lapisan minyak dengan suhu dan ketebalan tertentu. Nilai putaran optik akan diperoleh dari rata-rata 3 kali ulangan pembacaan alat. Putaran optik harus dinyatakan dalam derajat lingkar sampai mendekati 0,01o dan harus diperhatikan tanda positif pada putaran optik

dekstroratory dan tanda negatif pada putaran optik levoratory (Khabibi 2011). Spesifikasi alat yang digunakan adalah sebagai berikut:

Nama Alat : Polarimeter

Merk : ATAGO

Tipe : AP 300

Volt : 240

Kelarutan dalam alkohol 70%

Kelarutan dalam alkohol dapat diuji dengan mencampurkan minyak atsiri kayu putih dengan tetesan alkohol dengan konsentrasi tertentu. Setelah itu, campuran tersebut dikocok sampai diperoleh larutan yang paling bening (Khabibi 2011). Larutan yang bening menandakan minyak larut sempurna, tetapi apabila terbentuk dua fase pada larutan atau warna larutan keruh menunjukkan minyak atsiri kayu putih tidak larut dalam alkohol 70%.

Kadar Sineol

Kadar sineol pada minyak atsiri kayu putih merupakan sebuah nilai yang sangat penting dalam menentukan kualitas minyak atsiri kayu putih. Metode yang digunakan dalam menguji kadar sineol minyak atsiri kayu putih adalah metode kromatografi gas. Standar sineol yang digunakan adalah SNI 06-3954-2006. Dalam metode ini, contoh diinjeksikan ke dalam alat kromatografi gas, amati kromatogram yang dihasilkan. Buat campuran contoh dengan sineol standar, injeksikan ke dalam alat kemudian bandingkan penambahan tinggi puncak pada kromatogram campuran. Persentase sineol dalam contoh dihitung berdasarkan berbandingan area puncak (Khabibi 2011).

Pengondisian alat GC yang digunakan adalah sebagai berikut: Merk : Agilent Technologies

Tipe : 6890N

Kolom : Carbowax 20 M

(26)

12

Analisis Profil Komponen Volatil dari Masing-masing Sampel Minyak Atsiri Kayu Putih dengan GC-MS

Pada analisis profil komponen volatil, sampel yang telah didapatkan dari masing-masing daerah terlebih dahulu diencerkan dengan pelarut heksan. Sebanyak 5 ml pelarut heksana ditambahkan ke dalam 1 ml minyak atsiri kayu putih. Setelah itu minyak atsiri kayu putih yang telah dilarutkan ditambah 500 µl standar internal 1,4-diklorobenzen 1% dalam heksan. Campuran tersebut kemudian diambil dengan suntikan bermerek Agilent Technologie sebanyak 0,1 µl kemudian diinjeksikan pada alat GC-MS untuk analisis komponen volatil minyak atsiri kayu putih. Pengaturan alat GC-MS yang digunakan adalah:

Merk : Agilent Technologie4 7890A-5975c inert XLEI/CI, scan mass 33-550 standar karena dalam metode ini ketidakpastian dari pemasukan injeksi sampel dapat dihindari. Dalam prosedur ini, kuantitas yang ditentukan dalam sebuah standar internal terbagi menjadi dua yaitu sebagai standar dan sampel. Parameter dari metode ini adalah rasio luas (tinggi) puncak analit dengan luas (tinggi) dari puncak standar internal (Christian dan O’Reilly 1986).

Hasil injeksi minyak atsiri terdeteksi dalam bentuk peak yang waktu retensinya masing-masing berbeda. Waktu retensi merupakan waktu munculnya

peak setelah melewati kolom GC. Waktu ini dihitung sejak sampel diinjeksikan pada alat. Perbedaan waktu retensi pada tiap senyawa disebabkan oleh perbedaan pemisahan komponen karena interaksi tiap senyawa dengan suhu dan kolom yang digunakan berbeda.

Setiap puncak dari kromatogram yang dihasilkan dapat diidentifikasi massa dan fragmen-fragmen massa yang dihasilkan. Fragmen-fragmen massa tersebut dihitung menggunakan perhitungan LRI (Linear Retention Index). Setelah itu fragmen-fragmen tersebut dibandingkan dengan fragmen massa yang telah diketahui menggunakan data dari National Institute Standard of Technology (NIST)

Library (Chairul dan Sri 2000). Setelah didapatkan senyawa-senyawa (berdasarkasn NIST Library), masing-masing senyawa tersebut dikelompokkan berdasarkan kesamaannya (Chairul dan Sri 2000).

Nilai LRI dihitung berdasarkan waktu retensi standar alkana (C8-C40) yang

(27)

13 senyawa tersebut memiliki nilai LRI yang mendekati pustaka, maka senyawa tersebut dapat ditentukan jenis komponennya (Muchtaridi 2006).

Perhitungan nilai LRI ditentukan dengan persamaan :

LRIx =indeks retensi linier komponen x (yang diperiksa)

tx = waktu retensi komponen x (menit)

tn = waktu retensi alkane standar, dengan n atom karbon yang

muncul sebelum waktu komponen x

tn+1 = waktu retensi alkane standar, dengan n+1 atom karbon

yang muncul setelah waktu komponen x

n = jumlah atom karbon alkane standar yang muncul sebelum komponen x

Perhitungan kosentrasi komponen volatil yang teridentifikasi adalah sebagai berikut :

Konsentrasi (ppm) = �

� �

Perhitungan % relatif :

% relatif = � %

Analisis Sensori Cajuputs candy dari tiap Minyak atsiri kayu putih dengan Metode Uji Rating Hedonik dan Uji Beda dari Kontrol

Uji Rating Hedonik Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000)

Dalam uji rating hedonik, panelis akan diminta untuk memberikan respon kesukaan dengan memberikan penilaian pada skala 7-poin kesukaan yang dimulai

dari “sangat tidak suka” sampai “sangat suka”. Jumlah panelis yang digunakan adalah 70 orang mahasiswa. Kesembilan sampel disajikan dalam kondisi utuh kemudian dilakukan pengujian dalam dua sesi. Sesi pertama disajikan 4 sampel yaitu sampel permen dengan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Gundih, Sukabumi, dan Atambua kemudian sesi kedua disajikan 5 permen dari wilayah Mojokerto, Pulau Buru (R), Pulau Buru, pembanding, dan Madura. Sesi pertama dan sesi kedua dilakukan di hari yang berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan cara permen dihirup, dikulum, dan dilihat kemudian dinilai tingkat kesukaannya berdasarkan atribut yang telah ditentukan. Setiap pengujian satu permen, mulut harus dinetralkan terlebih dahulu dengan air putih sebelum beralih ke sampel permen selanjutnya. Atribut yang digunakan meliputi atribut rasa, aroma, dan overall. Meilgaard et al..(2007) menyatakan skala yang sangat popular dipakai dalam skala hedonik 7-poin antara lain:

(28)

14

Data yang diperoleh dari skala pengukuran kategori sebenarnya merupakan data ordinal, tetapi dengan mengubah kategori tersebut ke dalam angka 1 sampai 7 dan mengasumsikan data tersebut memiliki interval yang sama, maka data tersebut dapat dianalisis dengan ANOVA (Carpenter et al. 2000).

Uji Beda dari Kontrol Cajuputs candy (Carpenter et al. 2000)

Dalam uji beda dari kontrol, dapat disisipkan blind control yaitu sampel kontrol yang dijadikan sebagai salah satu sampel uji. Penggunaan blind control ini bertujuan untuk menguji kepekaan panelis dalam uji pembedaan. Jumlah panelis yang digunakan adalah 40 orang mahasiswa. Kedelapan sampel disajikan dalam kondisi utuh kemudian dilakukan pengujian dalam dua sesi. Sesi pertama disajikan 4 (empat) sampel yaitu sampel permen dengan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Gundih, Sukabumi, dan Atambua kemudian sesi kedua disajikan 4 permen dari wilayah Mojokerto, Pulau Buru (R), Pulau Buru, dan Madura. Sampel-sampel tersebut dibandingkan dengan kontrol. Kontrol yang digunakan adalah permen pembanding. Pengujian ini dilakukan dengan cara dihirup, dikulum, dan dilihat kemudian dilihat nilai perbedaannya dengan kontrol berdasarkan atribut yang telah ditentukan. Masing-masing sampel permen dibandingkan dengan kontrol secara bergantian. Setiap pengujian satu permen, mulut harus dinetralkan terlebih dahulu dengan air putih sebelum beralih ke sampel permen selanjutnya. Atribut yang digunakan adalah atribut overall. Data yang diperoleh dari uji beda dari kontrol dapat dianalisis menggunakan ANOVA (Carpenter et al.. 2000). Skala yang digunakan dalam analisis ini adalah:

0= Tidak beda

(29)

15 Proses penyulingan minyak atsiri kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani (Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, dan Madura) berbeda dengan penyulingan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua dan Pulau Buru. Minyak atsiri kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani mengalami proses penyulingan dengan metode penguapan langsung (SOP Penyulingan Perum Perhutani) sedangkan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua dan Pulau Buru menggunakan metode pengukusan. Kedua metode tersebut sama-sama dapat menghasilkan kualitas minyak yang cukup baik tetapi penyulingan dengan metode penguapan langsung memiliki keunggulan tersendiri. Keunggulan penyulingan dengan metode penguapan langsung adalah tekanan saat proses penyulingan dapat diatur dan waktu penyulingan berlangsung singkat. Sedangkan penyulingan dengan metode pengukusan dibutuhkan waktu yang lebih lama (Waluyo dan Hendra [tahun tidak diketahui]).

Uji fisiko-kimia yang dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat dapat dilihat pada Tabel 1. Visual warna minyak atsiri kayu putih dari wilayah Gundih, Sukabumi, Pulau Buru, Atambua, dan Mojokerto berwarna kuning, sedangkan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu berwarna kuning pucat. Minyak atsiri kayu putih pembanding dan wilayah Madura berwarna kuning kehijauan. Menurut SNI 06-3954-2006 minyak atsiri kayu putih seharusnya jernih sampai kuning kehijauan. Menurut Siarudin dan Widiyanto (2014), semakin tua umur pohon kayu putih maka daun yang tumbuh akan memiliki warna hijau yang lebih tua. Daun kayu putih yang berwarna hijau tua memiliki kandungan klorofil yang lebih banyak. Oleh karena itu, perbedaan visual warna dari minyak atsiri kayu putih yang didapat bisa jadi disebabkan oleh perbedaan umur daun yang dipanen.

MKP wilayah Gambar 2 Kondisi warna delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh wilayah

berbeda

(30)

16

kriteria SNI 06-3954-2006 yaitu 0,900-0,930. Hal ini menunjukkan minyak atsiri kayu putih yang diperoleh dari daerah-daerah ini memiliki kemurnian yang baik. Minyak atsiri kayu putih dari wilayah Gundih memiliki berat jenis 0,895 sehingga belum masuk ke dalam kriteria SNI 06-3954-2006. Apabila nilai berat jenis dari minyak terlalu tinggi atau terlalu rendah, dapat dipastikan adanya senyawa lain yang tidak seharusnya berada di minyak tersebut (Setyaningsih et al. 2014). Selain itu, adanya kotoran yang masuk ke dalam minyak atsiri akan mempengaruhi perubahan berat jenis (Siarudin dan Widiyanto 2014).

Indeks bias merupakan ukuran yang menunjukkan pembiasan cahaya antara minyak dan udara. Pembiasan sendiri disebabkan oleh perubahan kecepatan sinar ketika melewati dua media yang berbeda. Indeks bias menunjukkan kemampuan seluruh komponen minyak atsiri kayu putih untuk membiaskan cahaya yang terlewati dan merubah arah sudut dari garis normal. Parameter ini biasanya digunakan untuk mendeteksi pemalsuan awal minyak atsiri kayu putih (Setyaningsih et al. 2014). Kedelapan sampel yang digunakan dalam pengujian ini memiliki indeks bias berkisar 1,461-1,473 sesuai dengan kriteria SNI 06-3954-2006 yaitu 1,450-1,470. Indeks bias berkaitan erat dengan komponen-komponen yang tersusun dalam minyak atsiri. Komponen minyak atsiri dapat mempengaruhi nilai indeks bias. Semakin banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus oksigen yang ikut tersuling, maka kerapatan medium minyak atsiri akan bertambah sehingga cahaya yang datang lebih sulit untuk dibiaskan. Hal ini menyebabkan nilai indeks bias semakin besar (Siarudin dan Widiyanto 2014).

Suatu senyawa termasuk aktif secara optik apabila mengandung atom karbon asimetrik yang mengikat empat atom atau molekul yang berbeda. Isomerisme optik ini menyebabkan perbedaan dalam elektronegativitas yang dideskripsikan oleh polaritas yang tinggi dan ikatan kimia sehingga pada momen dipol bidang terpolarisasi akan memutar ke kanan (dekstrorotatori) dan ke kiri (laevorotatori) (Setyaningsih et al. 2014). Senyawa yang dapat memutar cahaya bidang terpolarisasi adalah senyawa yang mengandung atom asimetrik. Adanya α -terpineol pada minyak atsiri kayu putih membuat cahaya bidang terpolarisasi berputar ke kiri (laevorotatori) (Setyaningsih et al. 2014). Menurut Reineccius (1994), putaran optik menunjukkan komposisi, jenis, dan konsentrasi komponen yang terdapat dalam suatu campuran. Berdasarkan hasil uji fisiko-kimia pada Tabel 1, nilai putaran optik dari sampel wilayah Gundih (+10,98o) dan Pulau Buru

(+2,63o) tidak memenuhi kriteria SNI 06-3954-2006 (-4-0o). Menurut Sumangat

dan Ma’mun (2003), minyak atsiri yang komponen-komponennya tersuling dengan

lengkap maka nilai putaran optiknya akan semakin kecil sedangkan apabila komponen-komponennya tersuling dengan tidak lengkap maka putaran optiknya akan semakin besar. Hal ini bisa terjadi akibat nilai putaran optik yang terukur adalah nilai putaran optik gabungan antara komponen penyusun minyak atsiri. Selain itu, nilai putaran optik yang besar juga dapat disebabkan oleh adanya pengotor pada minyak atsiri (Trifa 2009).

(31)

17 Atambua yang larut dalam alkohol 70% dengan perbandingan minyak dan alkohol adalah 1:10. Hal yang menunjukkan kelarutan adalah kecepatan daya larut dan kualitas minyak (Siarudin dan Widiyanto 2014). Guenther (1987) menyebutkan bahwa semakin banyak senyawa terpen yang terkandung di dalam minyak atsiri kayu putih, maka minyak atsiri kayu putih tersebut akan semakin sulit larut dalam alkohol dibandingkan dengan minyak yang kaya akan senyawa hidrokarbon teroksigenasi. Hal ini menunjukkan minyak dari wilayah Indramayu, Sukabumi,

Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, dan Madura kaya akan senyawa terpen dan senyawa hidrogen teroksigenasi pada minyak tersebut sedikit. Data pada Tabel 1 menunjukkan minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua larut dalam alkohol 70% tetapi apabila dilihat dari hasil identifikasi senyawa volatil, minyak atsiri kayu putih Atambua lebih kaya akan kandungan senyawa terpen dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon teroksigenasinya sehingga mungkin minyak atsiri kayu putih dari wilayah Atambua sebenarnya memiliki kondisi hampir tidak larut seperti sampel minyak lainnya. Perubahan kelarutan pada minyak atsiri kayu putih bisa juga terjadi akibat adanya pencampuran minyak atsiri kayu putih dengan bahan lain atau pengaruh umur pohon penghasil kayu putih (Siarudin dan Widiyanto 2014). Tabel 1 Karakteristik fisiko-kimia delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh

wilayah yang berbeda

Hasil Analisis di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

No Jenis

(32)

18

Tabel 2 Syarat Mutu Minyak atsiri kayu putih bedasarkan SNI

Sumber: Badan Standardisasi Nasional

Sineol dalam minyak atsiri kayu putih menentukan kualitas dari minyak atsiri kayu putih tersebut (Milthorpe et al. 1998). Menurut Doran (1999) kualitas minyak atsiri kayu putih dibagi menjadi 3 kelas. Kelas pertama adalah minyak atsiri kayu putih yang mengandung 55-65% sineol, kelas kedua adalah minyak atsiri kayu putih yang mengandung 20-55% sineol, dan kelas ketiga adalah minyak atsiri kayu putih yang mengandung <20% sineol. Hasil pengujian fisiko-kimia pada kedelapan sampel menunjukkan bahwa sampel dari wilayah Sukabumi, Atambua, dan pembanding berada dalam kelas pertama yaitu mengandung kadar sineol 55-65% sedangkan sampel lainnya berada dalam kelas kedua yaitu mengandung sineol 20-55%. Perbedaan kandungan sineol tersebut juga dipengaruhi oleh proses dan wilayah tumbuh tanaman kayu putih. Apabila alat mengalami kebocoran uap maka kemungkinan rendemen dari minyak atsiri kayu putih akan menurun dan kadar sineol yang terkandung juga ikut menurun (Ulfah dan Karsa 2007).

Tabel 3 Kadar sineol dari Hasil Uji di BALITRO dan Hasil Uji GC-MS

Sampel Hasil

BALITRO (%)

Hasil GC-MS (%)

Atambua 63,52 53,63

Gundih 31,29 32,53

Indramayu 39,52 48,69

Sukabumi 59,97 49,33

Mojokerto 23,54 45,69

Pulau Buru 52,72 48,53

Madura 38,77 65,63

(33)

19 Terdapat perbedaan kandungan sineol pada hasil pengujian fisiko-kimia di BALITRO dengan hasil identifikasi komponen volatil minyak atsiri kayu putih (Tabel 3). Berdasarkan kromatogram yang diperoleh dari hasil pengujian GC di BALITRO, dapat dilihat bahwa dalam pola kromatogram minyak atsiri kayu putih Mojokerto dan Madura terdapat dua peak yang diduga berasal dari senyawa kiral sineol (Gambar 3 dan 4). Peak tersebut terbentuk pada waktu retensi 7,821 menit (23,54%) dan 8,123 menit (29,86%) pada kromatogram minyak atsiri kayu putih Mojokerto dan 7,951 menit (38,77%) dan 8,244 menit (34,58%) pada kromatogram minyak atsiri kayu putih Madura.

Gambar 3 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Madura Pengujian di BALITRO

Gambar 4 Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Mojokerto Pengujian di BALITRO

(34)

20

Oleh karena itu, yang akan dijadikan acuan adalah kadar sineol yang didapatkan dari hasil GC-MS karena dengan adanya internal standar, konsentrasi sineol tersebut dapat dihitung (Tabel 5).

Pengujian fisiko-kimia yang telah dilakukan menunjukkan data warna, berat jenis, indeks bias, dan kelarutan dalam alkohol 70% keseluruhan sampel memiliki hasil yang saling berdekatan tetapi apabila dilihat dari data putaran optik, nilai putaran optik minyak kayu putih wilayah Gundih dan Pulau Buru memiliki nilai yang sangat jauh dari SNI bila dibandingkan dengan sampel lainnya. Apabila dilihat dari data berat jenis dan indeks bias, minyak kayu putih wilayah Gundih dan Pulau Buru memiliki nilai yang sangat berdekatan dengan sampel lainnya dan sudah sesuai dengan SNI. Pengujian berat jenis, indeks bias, dan putaran optik menunjukkan komposisi kandungan senyawa yang terdapat dalam minyak atsiri kayu putih (Setyaningsih et al. 2014). Melihat data putaran optik minyak atsiri kayu putih wilayah Gundih dan Pulau Buru, data yang jauh dari SNI tersebut kemungkinan adanya pengotor dalam minyak atsiri kayu putih (Trifa 2009) atau bisa jadi komponen-komponen kimia minyak atsiri kayu putih yang tersuling tidak lengkap sehingga nilai putaran optik yang terukur semakin tinggi (Sumangat dan

Ma’mun 2003).

Hasil dari uji fisiko-kimia yang telah dilakukan menunjukkan bahwa minyak atsiri kayu putih dari wilayah Pulau Buru memiliki sifat fisiko-kimia mendekati minyak atsiri kayu putih pembanding. Hal ini dilihat dari kedekatan nilai berat jenis, indeks bias, kelarutan dalam alkohol 70%, dan kandungan sineol minyak atsiri kayu putih Pulau Buru dengan minyak atsiri kayu putih pembanding.

Identifikasi Komponen Volatil Minyak Atsiri Kayu Putih

Kromatogram hasil analisis GC-MS minyak atsiri dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, dan Madura serta minyak atsiri pembanding dapat dilihat pada Gambar 5 sampai dengan Gambar 12. Hasil identifikasi komponen volatil pada minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Sukabumi, Gundih, Mojokerto, Pulau Buru, Atambua, dan Madura serta minyak atsiri pembanding dapat dilihat pada Tabel 4.

Menurut Muchtaridi et al. (2004), komponen utama yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih adalah sineol, α-terpineol, carryophylene, viridiflorol, α -humulene, dan α-selinene. Beberapa komponen yang teridentifikasi juga memberikan efek pada aroma. Komponen-komponen tersebut antara lain sineol (spicy cooling), α-terpineol (lilac), α-pinene (fragrant), myrcene (sweet balsamic),

linalool (flowery), α-phellandrene (fatty), α-terpinene (herbaceous citrus), α -selinene (floral), β-humulene (floral), terpinolene (pine), α-eudesmol (sweet woody), caryophylene (floral), dan caryophylene oxide (woody) (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic et al. 2004, Pino et al. 2001). Hasil dari identifikasi komponen volatil minyak atsiri kayu putih menggunakan metode GC-MS menunjukkan bahwa konsentrasi sineol tertinggi terdapat pada sampel minyak atsiri kayu putih dari wilayah Madura (43556 ppm).

(35)

21 putih dari wilayah Pulau Buru dan Atambua adalah hasil dari penyulingan dengan metode pengukusan. Tekanan yang digunakan pada penyulingan kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani adalah 0,05-0,2 atm (SOP Penyulingan Perum Perhutani). Semakin tinggi tekanan uap yang digunakan saat penyulingan maka rendemen dan kandungan senyawa minyak atsiri kayu putih akan semakin menurun (Hui et al. 2010). Menurut Jayanudin (2011), semakin tinggi tekanan uap maka semakin cepat aliran uap yang masuk ke dalam ketel suling sehingga kontak antara uap air dengan daun kayu putih menjadi singkat, akibatnya minyak atsiri yang terikat oleh uap air semakin sedikit sehingga rendemen dan senyawa minyak atsiri kayu putih akan lebih sedikit. Apabila dilihat dari hasil identifikasi komponen volatil pada Tabel 5, konsentrasi senyawa minyak atsiri kayu putih yang didapatkan dari Perum Perhutani sangat beragam. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam rentang 0,05-0,20 atm tersebut.

Dilihat dari hasil komatrogram seluruh sampel yang diuji, minyak atsiri kayu putih dari wilayah Indramayu, Mojokerto, Sukabumi, Gundih, Pulau Buru, dan pembanding memiliki pola kromatogram yang cenderung serupa sedangkan pola kromatogram minyak atsiri kayu putih tersebut berbeda dengan pola kromatogram dari wilayah Madura dan Atambua. Berdasarkan informasi dari Kartikawati dan Anto (2014), benih kayu putih yang ditanam di Pulau Jawa berasal dari benih kayu putih di Pulau Buru. Akibat kesamaan genetik ini, kemiripan pola kromatogram minyak atsiri kayu putih dari Pulau Jawa dan Pulau Buru dapat terjadi.

Gambar 5 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Indramayu

(36)

22

Gambar 7 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Sukabumi

Gambar 8 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Madura

(37)

23

Gambar 10 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Pulau Buru

Gambar 11 Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Atambua

(38)

24

Tabel 4 Komposisi komponen volatil minyak atsiri kayu putih

a: LRI pustaka (Adams 2009) menggunakan kolom DB-5; b: LRI eksperimen menggunakan kolom DB-5 No Nama Komponen LRI

Refa

MKP

Indramayu Sukabumi Gundih Mojokerto Pulau Buru Atambua Madura Pembanding

(39)

25 Tabel 5 Konsentrasi komponen minyak atsiri kayu putih dari berbagai asal

Karakteristik Sensori Cajuputs candy yang Dibuat dari Minyak atsiri kayu putih Berbagai Asal

Pengujian sensori yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis uji yaitu uji rating hedonik dan uji beda dari kontrol. Uji hedonik digunakan untuk mengukur sikap subjektif konsumen terhadap produk (Meilgaard et al. 2007). Uji hedonik kali ini menggunakan tiga atribut yaitu rasa, aroma, dan overall. Penggunaan minyak atsiri kayu putih belum lazim digunakan oleh masyarakat sehingga masyarakat sedikit sensitif terhadap cita rasa Cajuputs candy. Oleh karena itu atribut aroma dan rasa ini dianggap sangat kritis dalam penerimaan produk

Cajuputs candy di masyarakat (Nurramdhan 2010). Uji yang kedua adalah uji beda dari kontrol yang bertujuan untuk mengetahui tingkat perbedaan dari masing-masing sampel dengan produk Cajuputs candy yang telah dikomersilkan secara keseluruhan.

Pembuatan Cajuputs candy yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedur dan dipastikan tidak terjadi kesalahan pembuatan disetiap sampel permen. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata penerimaan Cajuputs candy target (pembanding) yang dibuat dalam skala laboratorium mendekati nilai rata-rata penerimaan permen

No Nama

Komponen

Konsentrasi Komponen Minyak atsiri kayu putih (ppm)

Indramayu Sukabumi Gundih Mojokerto Pulau

Buru Atambua Madura Pembanding

1 α-thujene 295.77 383.11 466.97 478.95 234.5 210.44 495.85 158.68

7 Sineol 22760.68 29646.26 19945.76 19783.8 31384.99 40836.79 43556.37 13933.21

8 Terpinolene 725.816 - 899.08 1272.08 531.05 109.03 432.43 540.85

14 Caryophyllene 2735.35 1332.88 1985.5 2500.22 2940.77 1390.09 1475.09 1305.32

(40)

26

yang telah dibuat dalam skala industri (Gambar 17) pada uji hedonik sedangkan pada uji beda dari kontrol dapat dilihat bahwa blind control memiliki perbedaan yang paling kecil dengan kontrol. Minyak kayu putih yang digunakan dalam pembuatan Cajuputs candy target (pembanding) skala laboratorium sama dengan minyak kayu putih yang digunakan dalam pembuatan Cajuputs candy pembanding skala industri. Berdasarkan keseluruhan pengujian sensori yang dilakukan, data yang didapatkan masih kurang sempurna. Hal ini mungkin terjadi akibat adanya bias pada saat pengukuran nilai sensori karena kondisi panelis yang sudah jenuh. Penerimaan Cajuputs Candy

Permen yang digunakan dalam pengujian ini terdapat 8 jenis permen. Hasil uji rating hedonik dapat dilihat pada Gambar 13 sampai dengan Gambar 16. Hasil uji rating hedonik untuk atribut rasa dapat dilihat pada Gambar 13.

Skor rata-rata hedonik : 1= Sangat tidak suka 7= Sangat suka

Keterangan :

*Huruf subset yang berbeda pada setiap balok data menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

Gambar 13 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut rasa Cajuputs candy

Hasil dari pengujian dengan menggunakan ANOVA menunjukan setiap sampel Cajuputs candy dengan penambahan minyak atsiri kayu putih dari

masing-masing wilayah memiliki perbedaan yang nyata (α<0,05) pada taraf signifikansi 5%.

Hal ini menunjukkan tingkat kesukaan panelis dipengaruhi oleh perbedaan sumber minyak atsiri kayu putih yang ditambahkan dalam produk Cajuputs candy yang diujikan.

Menurut Doran (1999), senyawa sineol sebagai komponen utama yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih memberikan sensasi rasa dingin dan pedas. Selain sineol, α-terpineol, α-pinene, myrcene, linalool, α-phellandrene, α -terpinene, terpinolene, caryophylene, dan caryophylene oxide yang terkandung dalam minyak atsiri kayu putih juga memberikan aroma dan aroma tersebut juga

(41)

27 dapat memberikan sensasi rasa (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic

et al. 2004, Pino et al. 2001). Minyak atsiri pembanding memiliki semua senyawa tersebut sedangkan ada beberapa wilayah yang tidak memiliki salah satu dari senyawa yang berpengaruh terhadap aroma dan sensasi rasa yaitu wilayah Sukabumi, Mojokerto, Atambua, dan Madura. Minyak atsiri kayu putih Pulau Buru dan pembanding berasal dari wilayah yang sama tetapi nilai kesukaan Cajuputs candy pembanding lebih tinggi dibandingkan dengan Cajuputs candy Pulau Buru. Dilihat dari Tabel 5, seluruh kandungan senyawa utama pada minyak atsiri kayu putih Pulau Buru lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih pembanding. Senyawa α-pinene memberikan sensasi rasa fragrant, senyawa

myrcene memberikan sensasi rasa sweet balsamic, senyawa sineol memberikan sensasi rasa spicy cooling, senyawa linalool memberikan sensasi rasa flowery,

caryophylene memberikan sensasi rasa floral dan caryophylene oxide memberikan sensasi rasa woody (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic et al. 2004, Pino et al. 2001). Dapat dikatakan bahwa perbedaan penerimaan antara sampel Pulau Buru dengan sampel pembanding dikarenakan sensasi rasa yang disebabkan oleh aroma dari sampel Cajuputs candy Pulau Buru lebih kuat dibandingkan dengan sampel kayu putih pembanding.

Hasil sensori atribut rasa menunjukkan Cajuputs candy Atambua, Pulau Buru, Gundih dan Mojokerto memiliki nilai kesukaan yang mendekati target tetapi apabila keempat Cajuputs candy tersebut dibandingkan, yang memiliki rata-rata paling mendekati pembanding adalah Cajuputs candy Gundih dan rata-rata kesukaan yang paling jauh dengan pembanding adalah Cajuputs candy Pulau Buru. Apabila dilihat konsentrasi senyawa pada Tabel 5, ada beberapa senyawa yang tidak dimiliki oleh minyak atsiri kayu putih target (pembanding) jika dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih Gundih, Mojokerto, Atambua, dan Pulau Buru dan begitu pula sebaliknya. Minyak atsiri kayu putih target tidak memiliki senyawa β -elemene dan Selina-3,7(11)-dien, minyak atsiri kayu putih Gundih tidak memiliki senyawa viridiflorol, minyak atsiri kayu putih Mojokerto tidak memiliki senyawa

α-terpinene dan β-humulene, minyak atsiri kayu putih Pulau Buru tidak memiliki senyawa Selina-3,7(11)-dien, dan minyak atsiri kayu putih Atambua tidak memiliki senyawa α-phellandrene, Selina-3,7(11)-dien, dan viridiflorol. Tidak adanya senyawa-senyawa tersebut di dalam minyak atsiri yang digunakan dalam Cajuputs candy akan mempengaruhi sensasi rasa yang muncul akibat aroma yang terdapat dalam senyawa-senyawa tersebut. Gambar 13 menunjukkan Cajuputs candy

Gundih memiliki nilai rata-rata penerimaan yang paling mendekati target. Apabila dilihat lebih lanjut, minyak kayu putih Mojokerto memiliki konsentrasi senyawa utama (sineol) yang paling mendekati pembanding tetapi nilai penerimaan Cajuputs candy Mojokerto tidak lebih tinggi dibandingkan Cajuputs candy Gundih. Apabila dilihat komposisi senyawa lain yang berpengaruh, minyak atsiri kayu putih yang digunakan pada Cajuputs candy Mojokerto sebagian besar senyawanya memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan minyak atsiri kayu putih yang digunakan pada Cajuputs candy Gundih. Hal ini bisa menjadi faktor menurunnya nilai rata-rata kesukaan pada Cajuputs candy Mojokerto dalam atribut rasa walaupun senyawa utama (sineol) pada minyak atsiri kayu putih Mojokerto memiliki konsentrasi yang paling mendekati target.

(42)

28

candy dengan penambahan minyak atsiri kayu putih dari masing-masing wilayah

memiliki perbedaan yang nyata (α<0,05) pada taraf signifikansi 5%. Hal ini

menunjukkan tingkat kesukaan panelis dipengaruhi oleh perbedaan sumber minyak atsiri kayu putih yang ditambahkan dalam produk Cajuputs candy yang diujikan.

Keterangan :

*Huruf subset yang berbeda pada setiap balok data menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%

Gambar 14 Tingkat kesukaan panelis terhadap atribut aroma Cajuputs candy

Menurut Setyaningsih et al. (2014), perbedaan tekanan saat proses penyulingan mempengaruhi aroma dari minyak atsiri kayu putih. Selain perbedaan tekanan, ketelitian dalam proses penyulingan juga perlu diperhatikan. Apabila terjadi kebocoran uap pada saat penyulingan akan menyebabkan penurunan rendemen dan kadar senyawa yang terdapat pada minyak atsiri kayu putih (Ulfah dan Karsa 2007). Aroma minyak atsiri kayu putih berasal dari senyawa utama minyak atsiri kayu putih yaitu sineol. Senyawa sineol memiliki aroma

camphoraceous, minty, manis, liquorices, mentol, dan bau pinus. Selain sineol, senyawa α-terpineol, α-pinene, myrcene, linalool, α-phellandrene, α-terpinene, α -selinene, β-humulene, terpinolene, α-eudesmol, caryophylene, dan caryophylene oxide juga memberikan aroma pada minyak atsiri kayu putih. Senyawa α-terpineol

memiliki aroma lilac, senyawa α-pinene memiliki aroma fragrant, senyawa

myrcene memiliki aroma sweet balsamic, senyawa linalool memiliki aroma flowery, senyawa α-phellandrene memiliki aroma fatty, senyawa α-terpinene memiliki aroma herbaceous citrus, senyawa terpinolene memiliki aroma sweet, senyawa

caryophylene oxide memiliki aroma woody, senyawa α-eudesmol memiliki aroma

sweet woody, dan senyawa caryophylene, α-selinene, β-humulene memiliki aroma

floral (Burdock 2001, Macleod dan Troconis 1982, Kilic et al. 2004, Pino et al.

2001).

Hasil uji tingkat kesukaan panelis terhadap atribut aroma menunjukkan bahwa dari keseluruhan sampel yang diuji, sampel Cajuputs candy Atambua, Pulau Buru, dan Gundih memiliki nilai kesukaan yang hampir mendekati target (pembanding). Dari segi atribut aroma Cajuputs candy yang paling mendekati target adalah Cajuputs candy Atambua. Hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata kesukaan Cajuputs candy Atambua yang paling mendekati nilai rata-rata kesukaan

Gambar

Gambar 2  Kondisi warna delapan minyak atsiri kayu putih dari tujuh wilayah
Tabel 2  Syarat Mutu Minyak atsiri kayu putih bedasarkan SNI
Gambar 3  Kromatogram Minyak atsiri kayu putih Wilayah Madura Pengujian di
Gambar 6  Kromatogram minyak atsiri kayu putih wilayah Mojokerto
+7

Referensi

Dokumen terkait

Minyak kayu putih (cajeput oil) adalah contoh jenis minyak atsiri tersebut. Minyak kayu putih dapat dijadikan bio aditif karena larut dalam bahan bakar, dan dari hasil

Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik hipotesis bahwa minyak atsiri rimpang temu putih dan minyak atisiri kulit kayu lawang mempunyai aktivitas antibakteri

Puji syukur kepada Allah SWT yang selalu memberikan jalan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun

Terdapat 6 jenis karakteristik wilayah pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru, yakni Cluster I yang tidak memiliki industri;

Penelitian mengenai formulasi dan perbandingan sifat fisis sabun transparan berbahan dasar VCO dengan minyak atsiri (minyak kayu putih, sereh dan cengkeh) sebagai fragrance oil

Terdapat 6 jenis karakteristik wilayah pengembangan agroindustri pengolahan minyak kayu putih di Kabupaten Buru, yakni Cluster I yang tidak memiliki industri;

Sifat fisik sediaan emulsi minyak atsiri kayu putih merupakan parameter yang digunakan untuk mengetahui apakah emulsi yang dihasilkan baik atau tidak, dengan

Berdasarkan hasil pengujian dapat diketahui bahwa sampel minyak kayu putih baik yang dihasilkan dari kering udara maupun minyak kayu putih yang dihasilkan dari kering matahari