Aplikasi Hukum Kekekalan Momentum dapat dilihat pada peristiwa balon yang ditiup dan prinsip kerja roket. Pada saat balon yang ditiup dilepaskan balon akan melesat cepat di udara. Ketika balon melesat, udara dalam balon keluar ke arah berlawanan dengan arah gerak balon. Momentum udara yang keluar dari balon mengimbangi momentum balon yang melesat ke arah berlawanan. Hal yang sama berlaku pada roket. Semburan gas panas menyebabkan roket bergerak ke atas dengan kecepatan sangat tinggi.
Sebuah roket mengandung tangki yang berisi bahan hidrogen cair dan oksigen cair. Pembakaran bahan-bahan tersebut menghasilkan gas panas yang menyembur keluar melalui ekor roket. Pada saat gas keluar dari roket terjadi perubahan momentum gas selama waktu tertentu, sehingga menghasilkan gaya yang dikerjakan roket pada gas.
Berdasarkan Hukum III Newton, timbul reaksi gaya yang dikerjakan gas pada roket yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan. Gaya inilah yang menyebabkan roket terdorong ke atas, perhatikan gambar berikut!
Prinsip terdorongnya roket memenuhi Hukum Kekekalan Momentum. Jika mula-mula roket diam, maka momentumnya sama dengan nol, sehingga berdasarkan Hukum Kekekalan dapat dinyatakan sebagai berikut:
m1 v1 + m2 v2 = 0
m1 v1 = - m2 v2
Kecepatan akhir yang dicapai sebuah roket tergantung pada kecepatan semburan gas dan jumlah bahan bakar yang dibawanya.
Prinsip propulsi roket akan dianalogikan dengan menggunakan roket air sederhana.
Prinsipnya adalah botol akan meluncur bila botol diberi tekanan udara yang tinggi (dari
pompa) dan didalamnya diberi sedikit air untuk menghasilkan tenaga semburan yang lebih
besar. Prinsip kerja roket ini merupakan penerapan dari hukum ketiga Newton dan
kekekalan momentum. Dasar hukum roket air adalah hukum Newton 3 “Apabila sebuah
benda memberikan gaya kepada benda lain, maka benda kedua memberikan gaya kepada
benda yang pertama. Kedua gaya tersebut memiliki besar yang sama tapi berlawanan arah”.
Teori dasar peluncuran roket air, sama dengan percobaan balon yang meluncur ke
atas. Roket air memberikan gaya aksi yang sangat besar kepada gas, dengan mendorong gas
keluar, dan gas tersebut memberikan gaya reaksi yang sama besar, dengan mendorong
roket air ke atas. Roket air mendorong gas ke bawah, gas mendorong roket air ke atas.
Inilah yang disebut hukum aksi-reaksi/ Newton3.
Berdasarkan kekekalan momentum, kelajuan akhir yang dapat dicapai sebuah roket
bergantung pada banyaknya bahan bakar yang dapat dibawa oleh roket dan kelajuan
pancaran gas. Ketika bahan bakar tahap pertama telah terbakar habis, roket ini dilepaskan
begitu seterusnya, sehingga pesawat-pesawat antariksa yang pergi ke luar angkasa dapat
terbang tinggi meninggalkan bumi. Banyaknya stage atau tahapan tergantung kebutuhan
kelajuan pada misi roket itu sendiri.
Ketika kendaraan biasa seperti mobil dan lokomotif digerakkan, gaya penggeraknya merupakan gaya gesek. Dalam kasus mobil, gaya penggeraknya adalah gaya yang dikerjakan oleh jalan pada mobil. Sebuah lokomotif mendorong rel kereta sehingga gaya penggeraknya adalah gaya yang dikerjakan oleh rel kereta pada lokomotif. Namun, sebuah roket yang bergerak di angkasa tidak memiliki jalan atau rel sebagai tempat untuk mendorong dirinya. Jadi , sumber propulsi (daya dorong) roket tersebut pastilah sesuatu yang bukan gesekan. Gambar (1) adalah sebuah foto pesawat ulang-alik ketika lepas landas.
Propulsi roket dapat dipahami denga pertama-tama melihat sistem mekanik yang terdiri atas sebuah senapan mesin yang dipasang di atas kereta yang beroda. Ketika senapan ditembakkan, setiap peluru menerima momentum mv pada arah tertentu di mana v diukur terhadap kerangka acuan bumi yang stasioner. Momentum sistem yang terdiri atas kereta, senapan dan peluru haruslah kekal. Jadi, untuk setiap peluru yang ditembakkan, senapan dan kereta pastilah menerima momentum pada arah yang berlawanan. Artinya, gaya reaksi yang dikerjakan peluru pada senapan memberikan percepatan kepada kereta dan senapan, dan akibatnya kereta bergerak pada arah yang berlawanan dari peluru. Jika n adalah jumlah peluru yang ditembakkan setiap detiknya, maka gaya rata-rata yang diberikan pada senapan adalah F = nmv.
Misalkan mula-mula (pada waktu t) kecepatan roket v dan massa roket M + ∆m. Anggap roket menyemburkan sejumlah gas ∆m sehingga kecepatannya bertambah v + ∆v relatif terhadap bumi. Jika bahan bakar dikeluarkan dengan laju u relatif terhadap roket, maka kecepatan bahan bakar relatif terhadap bumi adalah v – u.
waktu Massa kecepatan
Momentu m
Hanya roket t + ∆t M v + ∆v M( v + ∆v)
Gas yang
disemburkan t + ∆t ∆m v – u ∆m(v – u)
Dari tabel di atas ketika, waktu t, besar momentum roket ditambah bahan bakarnya adalah (M + ∆m)v. Dalam selang waktu yang singkat ∆t, roket mengeluarkan bahan bakar sebanyak ∆m sehingga pada akhir selang waktu tersebut laju roket adalah v + ∆v, di mana ∆v adalah perubahan laju roket. Jika gravitasi diabaikan, kekekalan momentum memberikan,
Pawal = pakhir
(M + ∆m)v = M( v + ∆v) + ∆m(v – u) Mv + ∆mv = Mv + M∆v + ∆mv - ∆mu
m∆v = ∆mu
Kita dapat menemukan hasil di atas dengan mempertimbangkan sistem pusat massa kerangka acuan, yaitu kerangka yang memiliki kecepatan sama dengan pusat massa sistem. Dalam kerangka ini, momentum total sistem nol. Jika roket mendapat momentum m∆v dengan mengeluarkan sejumlah bahan bakar, maka bahan bakar yang dikeluarkan tersebut mendapat momentum vr∆m
pada arah yang berlawanan sehingga M∆v = -u.∆m. Jika kita sekarang menghitung limit ∆t menuju nol, maka kita buat ∆v dv dan ∆m dm. Terlebih lagi, bertambahnya massa gas buat dm sebanding dengan berkurangnya massa roket sehingga dm = - dM. Perhatikan bahwa dM negatif karena merepresentasikan berkurangnya massa, jadi sebenarnya nilai –dM adalah positif.