• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Serasah dan Lumpur sebagai Media Tanam Bibit Bakau Putih (Brugueira cylindrica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Komposisi Serasah dan Lumpur sebagai Media Tanam Bibit Bakau Putih (Brugueira cylindrica)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI SERASAH DAN LUMPUR SEBAGAI MEDIA

TANAM BIBIT BAKAU PUTIH (Bruguiera cylindrica) DI DESA

SIALANG BUAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

SKRIPSI

Oleh:

ARIO HANDOKO

091201114 / BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRACK

ARIO HANDOKO. Litter and Mud composition as Growing Media Seed Brugueira cylindrica. Under academic supervision of YUNASFI and NELLY ANNA.

B. cylindrica represent tha plant species in forest mangrove which can grow at all of lacation level alongside coastal zona. One of the efforts to rehabilitate the forest mangrove is doing seedling B. cylindrica. The research aims to studying the influence the composition of litter and mud as growing media on growth B. cylindrica. This research was done at mangrove nursery that located in Sialang Buah Village, Drctrict of Serdang Bedagai, North Sumatera and in the Soil Biology Laboratory, program study of agroecotechnology, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. The research conducted from april until September 2013. The research used the complete random design (CDR) with 6 treatments (P0, P1, P2, P3, P4, P5). The research showed that the composition of litter and mud significant effect on all parameters except percentages life. The best research was found in P1 of treatment, with 15,8 cm of height, 0,8 mm of stem diameter, 1,6 total leafs, 81.049 cm2 of leafs surface area, and 2.895 g of crown root ratio.

(3)

ABSTRAK

ARIO HANDOKO. Komposisi Serasah dan Lumpur sebagai Media Tanam Bibit Bakau Putih (Brugueira cylindrica). Dibimbing oleh YUNASFI dan NELLY ANNA.

B. cylindrica merupakan spesies tumbuhan di hutan mangrove yang dapat tumbuh pada semua tingkatan zona di sepanjang pesisir. Satu diantara beberapa usaha yang dilakukan untuk merehabilitasi mangrove adalah pembibitan B. cylindrica. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh komposisi serasah dan lumpur sebagai media tanam pada pertumbuhan B. cylindrica. Penelitian ini dilakukan di pembibitan mangrove yang terletak di Desa Sialang Buah, Kecamatan Serdang Bedagai, Sumatera Utara dan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai September 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan (P0, P1, P2, P3, P4, P5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi serasah dan lumpur berpengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali persentase hidup. Hasil yang terbaik diperoleh pada perlakuan P1 dengan 15,8 cm tinggi, 0,8 mm diameter batang, 1,6 jumlah daun, 81,049 cm2 luas permukaan daun, dan 2,895 g rasio tajuk akar.

Kata kunci : B. cylindrica, Pertumbuhan, Mangrove, Komposisi Serasah dan Lumpur

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “Komposisi Serasah dan Lumpur sebagai Media Tanam Bibit Bakau Putih (Bruguiera cylindrica) di Desa Sialang Buah Serdang Bedagai”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta yaitu Marjuni dan Armawati atas do’a dan dukungannya kepada penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M Si selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Nelly Anna, S.Hut, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengoreksi, serta memberikan arahan dan saran pada penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USU serta teman-teman mahasiswa 2009 Kehutanan USU khususnya kepada Maha Rani Br. Ginting, Indra Budiman, Heldi Pratama, Hadyan Tamam yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya bidang kehutanan.

Medan , September 2014

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Firdaus pada tanggal 11 September 1991 dari Bapak Marjuni dan ibu Armawati. Penulis merupakan putra pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari Pondok Pesantren DARULARAFAH Kutalimbaru, Deli serdang dan pada tahun yang sama penulis masuk Program Studi Kehutan, Fakultas Pertanian USU melalui jalur SNMPTN serta memilih minat Budidaya Hutan.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif diberbagai kegiatan organisasi. Pernah menjabat sebagai anggota BKM Baytul Asyjaar periode 2010/2011 dan penulis aktif sebagai anggota organisasi IKAPDA.

Penulis melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di PT. Intracawood Manufacturing, Tarakan, Kalimantan utara dari tanggal 03 Februari sampai 03 Maret 2013.

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Pengertian Ekosistem Mangrove ... 6

Kondisi Ekosistem Mangrove ... 7

Taksonomi... ... 8

Pembibitan Mangrove ... 9

Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove ... 11

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Kerangka pemikiran ... 4 2. Pertumbuhan bibit B. cylindrica dengan berbagai Komposisi

serasah dan lumpur 12 MST (P0 = kontrol, P1 = 95:5%,

P2 = 90:10%, P3 = 85:15%, P4 = 80:20%, P5 = 75:25%) ... 17 3. Tinggi bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan dari minggu

ke 0 sampai 13 MST ... 18 4. Diameter bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan dari minggu

ke 0 sampai 13 MST ... 19 5. Jumlah daun bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan dari

minggu ke 0 sampai 13 MST ... 20 6. Luas permukaan daun bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data rata-rata (cm) pertumbuhan tinggi bibit B. cylindrica dengan

berbagai perlakuan pada pengamatan 1 smapai 13 MST ... 33 2. Data rata-rata (mm) pertambahan diameter bibit B. cylindrica dengan

berbagai perlakuan pada pengamatan 1 smapai 13 MST ... 34 3. Data rata-rata (helai) pertambahan jumlah daun bibit B. cylindrica

dengan berbagai perlakuan pada pengamatan1 smapai 13 MST ... 35 4. Data rata-rata (cm2) luas permukaan daun bibit B. cylindrica dengan

berbagai perlakuan pada 13 MST ... 36 5. Data rata-rata (g) biomassa tajuk, biomassa akar, dan rasio

perbandingan tajuk dan akar bibit B. cylindrica dengan berbagai

(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Komposisi Serasah dan Lumpur sebagai Media Tanam Bibit Bakau Putih (Bruguiera cylindrica) di Desa Sialang Buah Kabupaten Serdang Bedagai

Nama Mahasiswa : Ario Handoko Nim : 091201114 Program Studi : Kehutanan Jurusan : Budidaya Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Nelly Anna, S.Hut, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

(10)

ABSTRACK

ARIO HANDOKO. Litter and Mud composition as Growing Media Seed Brugueira cylindrica. Under academic supervision of YUNASFI and NELLY ANNA.

B. cylindrica represent tha plant species in forest mangrove which can grow at all of lacation level alongside coastal zona. One of the efforts to rehabilitate the forest mangrove is doing seedling B. cylindrica. The research aims to studying the influence the composition of litter and mud as growing media on growth B. cylindrica. This research was done at mangrove nursery that located in Sialang Buah Village, Drctrict of Serdang Bedagai, North Sumatera and in the Soil Biology Laboratory, program study of agroecotechnology, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. The research conducted from april until September 2013. The research used the complete random design (CDR) with 6 treatments (P0, P1, P2, P3, P4, P5). The research showed that the composition of litter and mud significant effect on all parameters except percentages life. The best research was found in P1 of treatment, with 15,8 cm of height, 0,8 mm of stem diameter, 1,6 total leafs, 81.049 cm2 of leafs surface area, and 2.895 g of crown root ratio.

(11)

ABSTRAK

ARIO HANDOKO. Komposisi Serasah dan Lumpur sebagai Media Tanam Bibit Bakau Putih (Brugueira cylindrica). Dibimbing oleh YUNASFI dan NELLY ANNA.

B. cylindrica merupakan spesies tumbuhan di hutan mangrove yang dapat tumbuh pada semua tingkatan zona di sepanjang pesisir. Satu diantara beberapa usaha yang dilakukan untuk merehabilitasi mangrove adalah pembibitan B. cylindrica. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh komposisi serasah dan lumpur sebagai media tanam pada pertumbuhan B. cylindrica. Penelitian ini dilakukan di pembibitan mangrove yang terletak di Desa Sialang Buah, Kecamatan Serdang Bedagai, Sumatera Utara dan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai September 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan (P0, P1, P2, P3, P4, P5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi serasah dan lumpur berpengaruh nyata terhadap semua parameter kecuali persentase hidup. Hasil yang terbaik diperoleh pada perlakuan P1 dengan 15,8 cm tinggi, 0,8 mm diameter batang, 1,6 jumlah daun, 81,049 cm2 luas permukaan daun, dan 2,895 g rasio tajuk akar.

Kata kunci : B. cylindrica, Pertumbuhan, Mangrove, Komposisi Serasah dan Lumpur

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai yang terlindung, laguna dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas garam. Menurut Harty (1997) dalam Hamzah dan Setiawan (2010), ekosistem mangrove memiliki tingkat produktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya. Mangrove juga merupakan tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak bagi udang, ikan, kerang dan kepiting. Ekosistem mangrove juga bermanfaat bagi manusia baik secara langsung dan tidak langsung terhadap sosio-ekonomi penduduk sekitar.

(13)

Sejauh ini, kegiatan rehabilitasi pantai masih sering berakhir dengan kegagalan. Beberapa faktor penyebab yang umum dijumpai antara lain rendahnya kualitas bibit, tidak sesuainya lokasi penanaman, kesalahan memilih jenis tanaman, serta pelaksana yang kurang berpengalaman. Hal-hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai rehabilitasi pantai. Disamping itu, minimnya pengalaman, terutama bagi para perencana dan pelaksana kegiatan di lapangan, juga diyakini berdampak terhadap rendahnya keberhasilan rehabilitasi pantai (Wibisono, 2006).

Serasah berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah hutan. Serasah yang mengalami dekomposisi memberikan sumbangan bahan organik yang dapat mempertahankan kesuburan tanah dan merupakan sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan organisme lain di ekosistem mangrove. Selain menghasilkan bahan organik, serasah yang terdekomposisi juga melepaskan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan di kawasan pesisir. Proses dekomposisi serasah dapat dipengaruhi oleh salinitas. Serasah berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah hutan. Serasah yang mengalami dekomposisi memberikan sumbangan bahan organik yang dapat mempertahankan kesuburan tanah dan merupakan sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan organisme lain di ekosistem mangrove.

B. cylindrica menyukai

atau di sepanjang tepian

kisaran

(14)

yang rusak. Akar B. cylindrica yang padat, rapat dan banyak sangat efektif untuk menangkap dan menahan lumpur serta berbagai sampah yang terhanyut di perairan. Jalinan perakaran ini juga menjadi tempat mencari makanan bagi aneka

jeni

Ribuan hutan mangrove di Sialang Buah sudah berubah menjadi lahan tambak dan pemukiman masyarakat. Hal ini sangat memilukan hati masyarakat khususnya bagi yang bertempat tinggal di pesisir pantai dan para nelayan. Perubahan fungsi hutan mangrove menjadi penyebab terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang dapat menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan atau hayati lingkungan hidup. Perubahan fungsi hutan mangrove menjadi tambak dan tempat pemukiman di pesisir pantai juga telah menyengsarakan masyarakat pesisir pantai terutama nelayan. Hal ini dikarenakan perubahan fungsi hutan mangrove dapat menyebabkan kerusakan hutan mangrove dan juga mengancam kelangsungan biota yang ada didalamnya sehingga mengancam mata pencaharian nelayan dalam mencari nafkah.

(15)

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan media tanam serasah dan lumpur dengan berbagai komposisi yang terbaik pada pertumbuhan propagul bakau putih (B. cylindrica).

Hipotesis penelitian

Mendapatkan pertumbuhan bibit bakau putih (B. cylindrica) yang terbaik dengan menggunakan berbagai komposisi media tanam serasah dan lumpur.

Manfaat penelitian

(16)

Kerangka Pemikiran

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, antara lain produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara kawasan pesisir. Selain dapat memberikan fungsi ekologis, mangrove juga dapat memberikan fungsi ekonomis dan sosial yang sangat penting dalam pembangunan kehidupan masyarakat di kawasan pesisir. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran. Hutan mangrove

Degradasi

Pemukiman

Pertanian Tambak

Rehabilitasi

Pembibitan

Penanaman bibit

Ketersediaan bibit yang baikuntuk ditanam

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Ekosistem Mangrove

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai (Harahab, 2010).

(18)

Kondisi Ekosistem Mangrove

Adaptasi pohon mangrove hutan mangrove yang umumnya didominasi oleh pohon mangrove dari empat genera (Rhizophora, Avicennia, Sonneratia dan Bruguiera), memiliki kemampuan adaptasi yang khas untuk dapat hidup dan berkembang pada substrat berlumpur yang sering bersifat asam dan anoksik. Kemampuan adaptasi ini meliputi: adaptasi terhadap kadar oksigen rendah pohon mangrove memiliki sistem perakaran yang khas bertipe cakar ayam, penyangga, papan dan lutut (Arief, 2003).

Tanah terjadi dari pelapukan batuan yang merupakan suatu campuran dari beberapa unsur. Tanah aluvial ialah tanah yang berasal dari endapan lumpur yang dibawa melalui sungai-sungai. Tanah ini bersifat subur sehingga baik untuk pertanian bahan-bahan makanan. Dataran aluvial yang luas terdapat di daerah Sumatera bagian timur, Jawa bagian utara, Kalimantan bagian selatan dan tengah dan Papua bagian selatan (Notohadiprawiro, 1998).

(19)

Taksonomi dan Morfologi Bakau Putih (B. cylindrica)

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malpighiales Famili : Rhizophoraceae Genus :Bruguiera Spesies : B. cylindrica

B. cylindrica adalah pohon kecil yang tumbuh sampai 20 meter (66 kaki) tinggi tetapi sering tumbuh sebagai semak. Kulit halus dan abu-abu, dengan patch

corky mengangkat menga

bagasi ditopang oleh akar. Akar udara ata

lutut berbentuk loop dan memiliki lentisel banyak yang memungkinkan udara ke akar interkoneksi sementara tidak termasuk air dan pada Akar menyebar secara luas untuk memberikan stabilitas di tanah tergenang air (Woodi, 2011).

Daun hijau mengkilap yang berlawanan, sederhana dan elips dengan ujung runcing. Bunga-bunga dalam tandan kecil dari 2-5 di axils daun. Mereka memiliki

8 hijau panja

kecil yang beberapa di ujung. Bunga-bunga yang diserbuki oleh serangga dan melepaskan awan serbuk sari saat diperiksa di dasar mulut oleh serangga. Benih tidak melepaskan diri dari tangkai bunga tetapi berkecambah di mana itu dan

(20)

Pembibitan Tanaman Mangrove

Rehabilitasi hutan mangrove adalah penanaman kembali hutan mangrove yang telah mengalami kerusakan. Agar rehabilitasi dapat berjalan secara efektif dan efisien perlu didahuli survey untuk menetapkan kawasan yang potensialuntuk rehabilitasi berdasarkan penilaian kondisi fisik dan vegetasinya. Kegiatan rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan kembali fungsinya dengan baik. Upaya rehabilitasi harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang berhubungan dengan kawasan mangrove. Kawasan rehabilitasi mangrove dilakukan sesuai dengan manfaat dan fungsinya (Irwanto, 2008).

Bibit yang berkualitas merupakan salah satu faktor utama yang mampu menunjang keberhasilan suatu kegiatan rehabilitasi. Apabila bibit yang digunakan berkualitas tinggi dan siap tanam, maka peluang keberhasilan tumbuh di lapangan akan tinggi. Sebaliknya, penggunaan bibit berkualitas rendah hanya akan menyebabkan kegagalan kegiatan rehabilitasi. Cara membibitkan tanaman mangrove sangat berbeda dengan tanaman pantai lainnya. Persemaian mangrove membutuhkan lokasi basah yang terpengaruh pasang surut. Karenanya, persemaian mangrove dapat juga disebut sebagai persemaian pasang surut (Wibisono dkk, 2006).

(21)

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan denganjenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media yang tepat dan standard untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angina yang berbeda. Secaraumum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara (Mukhlis, 2007).

Lokasi persemaian diusahakan pada tanah lapang dan datar. Selain itu, hindari lokasi persemaian di daerah ketam/kepiting atau mudah dijangkau kambing. Lokasi persemaian diusahakan sedekat mungkin dengan lokasi penanaman dan sebaiknya terendam air pasang lebih kurang 20 kali/bulan agar tidak dilakukan kegiatan penyiraman bibit. Dari luas areal yang ditentukan untuk tempat persemaian, sekitar 70% dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan dan sisanya 30 % digunakan untuk jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja, dan bangunan ringan lainnya. Naungan dapat menggunakan daun nipah atau alang-alang dengan ketinggian 1-2 m agar terhindar dari gangguan (Khazali, 1999).

(22)

Penaman langsung ini dinilai lebih efektif dan efisien karena tidak memerlukan penyemaian pada bedeng tabor dan penyapihan. Untuk tanaman mangrove, media tanam yang dipergunakan adalah lumpur atau lumpur berpasir diutamakan berasal dari sekitar pohon induk. Dalam penyiapan bibit, dilakukan pengumpulan buah (propagul) yang berasal dari kawasan hutan mangrove. Buah-buah ini untuk semua jenis, setiap jenis akan memiliki perbedaan waktu masak dan waktu jatuh. Penanaman jenis mangrove sebaiknya diusahakan sedemikian rupa sehingga mirip dengan kejadian dikawasan alaminya, misalnya masalah zonasi, pasang surut penggenangan, dan salinitas (Harahab, 2010).

Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mangrove

a. Salinitas

Salinitas merupakan berat garam dalam gram per kilogram air laut. Salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas. Salinitas dapat juga diukur melalui konduktivitas air laut. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang.

b. Fisiografi Pantai

(23)

dipengaruhi oleh gelombang-gelombang atau sungai-sungai yang umumnya berasosiasi dengan kesuburan areal mangrove yang mendukung suatu keberagaman yang sangat luas, baik flora maupun fauna.

c. Iklim

Pengaruh langsung iklim adalah terhadap komposisi epifit yang terdapat pada hutan mangrove. Mangrove yang terdapat di daerah yang selalu basah memiliki banyak spesies epifit, sedangkan pada hutan mangrove di daerah dengan iklim yang mempunyai masa-masa kering, epifit jarang dijumpai.

d. Gelombang dan arus

Gelombang pantai yang sebagian besar dipengaruhi angin merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi sedimen. Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap, terakumulasi membentuk pantai berpasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang.

e. Tanah

(24)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lokasi Desa Sialang Buah dan Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April s/d Septmber 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah serasah B. cylindrica yang berasal dari Desa Sialang Buah, lumpur, polibag.

Peralatan yang digunakan meliputi : cangkul, alat tulis, timbangan, kamera digital, penggaris untuk mengukur bibit tanaman, kantong serasah, patok bambu.

Prosedur Penelitian

a. Pengambilan sampel serasah daun

Pengambilan serasah daun B. cylindrica dilakukan di beberapa lokasi pada kawasan hutan mangrove Desa Sialang Buah. Pengambilan serasah langsung dilakuan dari lantai hutan mangrove desa Sialang Buah. Kemudian serasah daun B. cylindrica dimasukkan ke dalam kantong plastik/karung plastik dan dibawa ke laboratorium untuk ditimbang.

b. Penyiapan Lumpur sebagai Media Tanam

(25)

tinggi, bervariasi dari tanah liat biru, dengan sedikit atau tanpa bahan organik, sampai tanah lumpur coklat hitam yang mudah lepas karena banyak mengandung pasir dan bahan organik. Kandungan kimia tanah hutan mangrove umumnya kaya akan bahan organik, dan mempunyai nilai nitrogen yang tinggi.

c. Pemilihan Lokasi Pembibitan

Lokasi pembibitan berupa tanah yang cukup luas dan datar, serta terhindar dari serangan-serangan dari luar dan tidak mudah terjangkau oleh hewan. Selanjutnya areal yang telah dibersihkan dari gulma dan bahan pengganggu lainnya, dibuat plot ukuran 3 x 2,5 meter yang diberi naungan dari plastik kaca setinggi 1 + m. Bagian pinggir plot dipagar dengan jaring sebagai pembatas untuk mencegah masuknya hewan lain.

d. Pemilihan Propagul Bakau Putih (B. cylindrica).

Penyediaan propagul dilakukan dengan cara memetik langsung. Propagul yang diambil adalah yang matang, warna kecoklatan yang mudah dipetik dan yang bebas dari penyakit.

e. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RALF) yang terdiri atas 6 perlakuan dan 5 ulangan yaitu :

P0 = Kontrol

P1 = Lumpur : Serasah 95 : 5 % P2 = Lumpur : Serasah 90 : 10 % P3 = Lumpur : Serasah 85 : 15 % P4 = Lumpur : Serasah 80 : 20 %

(26)

f. Parameter yang Diamati

Pengamatan dilakukan 3 minggu setelah penanaman propagul. Adapun parameter yang diamati adalah :

1. Persentase Hidup (%)

Persentase hidup dihitung dengan membandingkan antar jumlah bibit yang hidup dan jumlah bibit yang ditanam pada awal penelitian. Pengambilan data dilakukan pada akhir penelitian.

Persentase Hidup =

2. Tinggi Bibit (cm)

Pengukuran tinggi bibit diukur dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tinggi diukur mulai dari pangkal tunas yang telah diberi tanda sampai titik tumbuh. Pengambilan data tiap seminggu sekali sampai lima bulan pengamatan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Non Faktorial (RALNF).

3. Diameter Bibit (mm)

Pengukuran diameter batang yang dilakukan dengan menggunakan jangka sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang dimana pada bagian batang propagul telah diberi tanda pengukuran kemudian diambil rata-ratanya. Data diambil setiap minggunya sampai lima bulan pengamatan.

4. Jumlah Daun (Helai)

(27)

Perhitungan jumlah daun dilaksanakan seminggu sekali besamaan dengan pengukuran diameter dan tinggi bibit.

5. Luas Permukaan Daun (cm2)

Pengukuran luas daun dilakukan pada akhir pengamatan data. Daun yang diambil adalah daun yang telah berkembang dengan sempurna. Perhitungan daun dengan menggunakan program image J.

6. Pengukuran Bobot Kering Bibit (gram)

Pengukuran bobot kering bibit dilakukan setelah kegiatan pengamatan parameter lain berakhir. Terlebih dahulu menimbang bobot basah bibit dengan cara memisahkan bagian tanaman yaitu daun, batang serta akar. Dimana daun, batang, dan akar disatukan kemudian dimasukkan kedalam masing-masing kantung sampel dan kemudian ditimbang, selanjutnya setelah ditimbang bobot basahnya, bibit dimasukkan kedalam oven selama + 48 jam dengan suhu 70◦C, lalu d itimbang bobot keringnya, kemudian diovenkan lagi sampai mendapat bobot yang konstan. Setelah diperoleh bobot kering tajuk dan akar, maka selanjutnya dihitung rasio perbandingan tajuk dan akar dengan rumus :

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Persentase Hidup (%)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup bibit B. cylindrica dengan perlakuan komposisi serasah dan lumpur yang terdiri dari perlakuan P0, P1, P2, P3, P4, dan P5 adalah 100%. Bentuk bibit dapat dilihat pada Gambar 2.

P0

P1

P2

P3

(29)

Gambar 2. Pertumbuhan bibit B. cylindrica dengan berbagai komposisi serasah dan lumpur 12 MST (P0 = kontrol, P1 = 95:5%, P2 = 90:10%,

P3 = 85:15%, P4 = 80:20%, P5 = 75:25%)

Gambar 2 dapat diketahui bahwa komposisi perlakuan yang terbaik pada pertumbuhan B. cylindrica adalah dengan perlakuan P1 (95:5%). Hal ini dapat dilihat dari parameter yang diamati yaitu tinggi, diameter, jumlah daun, luas permukaan daun, biomassa dan rasio perbandingan tajuk dan akar. Setiap parameter pengamatan baik tinggi, diameter, jumlah daun, luas permukaan daun, biomassa dan rasio perbandingan tajuk dan akar bibit B. cylindrica mengalami perbedaan pada setiap perlakuan komposisi serasah dan lumpur yang berbeda.

Tinngi Bibit (cm)

Gambar 3 dapat diketahui pertambahan tinggi bibit B. cylindrica pada setiap minggunya mulai dari 4 MST hingga 12 MST mengalami peningkatan.

Pertambahan rata-rata tertinggibibit B. cylindrica yaitu pada perlakuan P1 (95:5%) dengan pertambahan tinggi 15.8 cm. Sedangkan pertambahan rata-rata terendah yaitu pada perlakuan P0 (Kontrol) dengan pertambahan tinggi 5.9 cm.

Bentuk pertambahan tinggi bibit B. cylindrica dengan berbagai perlakuan dari minggu ke 0 sampai 13 MST disajikan pada Gambar 3.

(30)

Gambar 3. Tinggi bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan dari minggu ke 0 sampai 13 MST

Diameter Bibit (mm)

(31)

Gambar 4. Diameter bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan dari minggu ke 0 sampai 13 MST

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun bibit B. cylindrica rata-rata pada berbagai perlakuan memiliki nilai yang berbeda. Jumlah daun yang terbanyak terdapat pada perlakuan P1 (95:5%) dan P5 (75:25%) dengan jumlah selisih daun sebanyak 1.6 helai. Sedangkan jumlah daun yang sedikit terdapat pada perlakuan P3 dengan selisih daun sebanyak 1.04 helai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan jumlah daun setiap minggu meningkat secara signifikan. Pertambahan jumlah daun dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Jumlah daun bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan dari minggu ke 0 sampai 13 MST

Luas Permukaan Daun (cm2)

Berdasarkan hasil penelitian diketahui luas daun total bibit B. cylindrica rata-rata pada berbagai perlakuan sangat berbeda nyata antar perlakuan yang satu

(32)

dengan yang lainnya. Total daun bibit B. cylindrica rata-rata yang terluas adalah perlakuan P1 (95:5%) yaitu 81,049 cm2 dan terendah pada perlakuan P5 (75:25%) yaitu 38,697 cm2.

Perlakuan dengan komposisi serasah dan lumpur yang berbeda-beda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan luas permukaan daun. Tetapi hasil juga menunjukkan bahwa semakin banyak serasah yang ditambah maka luas permukaan daun semakin kecil dan semakin cukup serasah yang ditambah maka luas permukaan daun semakin besar.

Luas daun total bibit B. cylindrica rata-rata disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Luas permukaan daun bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan 13 MST

Pengukuran Bobot Kering Bibit (gram)

Rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica dengan berbagai perlakuan yang paling besar adalah pada perlakuan P1 (95:5%) dengan rata-rata 2,895 gram dan yang terendah adalah pada perlakuan P5 dengan rata-rata 2,364 gram. Rasio tajuk dan akar bibit B. cylindrica rata-rata disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa setiap perlakuan yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap rasio perbandingan bobot kering tajuk dan akar pada bibit B. cylindrica.

0

Kontrol 95;5 90;10 85;15 80;20 75;25

L

(33)

Tabel 1. Biomassa tajuk rata-rata, biomassa akar rata-rata dan rasio perbandingan

Persentase hidup bibit B. cylindrica pada perlakuan P0 (Kontrol), P1 (95:5%), P2 (90:10%), P3 (85:15%), P4 (80:20%), dan P5 (75:25%) memiliki nilai yang sama yaitu 100% hidup. Pemberian komposisi serasah dan lumpur yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap persetase hidup bibit B. cylindrica. Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan genetik. Setiap propagul memiliki genetik yang berbeda walaupun berasal dari satu pohon induk yang sama. Persentase pertumbuhan bibit dapat mencapai 100% hidup disebabkan oleh faktor seperti pasang surut, cahaya dan faktor genetik dari bibit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah gerakan gelombang yang minimal, salinitas payau, endapan lumpur, dan zona pasang surut yang lebar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwanto (2008), selain faktor diatas terdapat faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove yaitu cahaya, suhu, dan yang paling utama adalah faktor genetik dari mangrove tersebut.

(34)

P0 (Kontrol) merupakan pertumbuhan yang terendah dengan rata-rata tinggi 5,9 cm. Perbedaan ini disebabkan karena bibit B. cylindrica merupakan jenis rekalsitran dan interaksi antara lumpur dan serasah dengan media menunjukan hasil positif terhadap pertumbuhan B. cylindrica. Hal ini disebabkan karena bahan organik dapat memberikan hasil yang lebih baik dan membantu meningkatkan jumlah mikroorganisme pada media tanam. Selain itu, intensitas cahaya yang terlalu rendah atau tinggi dapat menhambat pertumbuhan bibit.

Dengan komposisi serasah yang cukup atau tidak berlebihan tanaman akan mengalami pertumbuhan yang tinggi untuk memperoleh sinar yang diperlukan untuk proses fisiologi tanaman. Komposisi serasah yang tidak cukup atau berlebihan dapat menyebabkan jumlah energi untuk pertumbuhan tinggi bibit rendah, akibatnya pertambahan tinggi bibit tidak maksimal. Pernyataan ini didukung oleh Wales (2010), yang menyatakan bahwa serasah yang kurang atau berlebihan menyebabkan laju fotosintesi menurun, sehingga hasil fotosintesis dapat habis terombak oleh proses respirasi dan cadangan makanan berkurang sehingga pertambahan tinggi tanaman terhambat.

(35)

tanaman sangat dipengaruhi oleh cadangan makanan yang ada dalam jaringan sel tanaman tersebut.

Jumlah komposisi serasah yang diberikan tidak terlalu berpengaruh terhadap pertambahan diameter bibit B. cylindrica. Akan tetapi apabila serasah yang diberikan terlalu banyak, maka pertambahan diameter bibit tidak berpengaruh, melainkan penambahan serasah yang cukup dapat menambahkan diameter bibit. Selain serasah, proses fotosintesis berpengaruh terhadap pertambahan diameter bibit. Hal ini dinyatakan oleh Daniel (1992), bahwa terhambatnya pertambahan diameter tanaman karena produk fotosintesisnya serta spektrum cahaya matahari yang kurang merangsang aktivitas hormon dalam proses pembentukan sel meristematik kearah diameter batang, terutama pada intesitas cahaya yang rendah.

Jumlah daun bibit B. cylindrica perlakuan P2 (85:15%) merupakan pertambahan terbanyak dengan rata-rata jumlah daun 8 helai dan perlakuan P5 (75:25%) merupakan pertambahan yang sedikit dengan rata-rata jumlah daun 5 helai. Perbedaan jumlah komposisi serasah dan lumpur pada masing-masing perlakuan tidak berpengaruh bertambahnya jumlah daun bibit, dikarenakan pertambaan jumlah daun setiap perlakuan hampir sama. Hal ini disebabkan oleh respon tanaman dalam menyerap unsur hara yang berbeda-beda, sehingga pertambahan jumlah daun setiap tanaman atau setiap perlakuan hampir sama.

(36)

tumbuh kerdil, daun kering dan gugur, bahkan dapat berakibat bibit mati. Sedangkan intensitas cahaya yang rendah atau kurang akan menimbulkan pengaruh yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan bibit.

Pada perhitungan luas daun rata-rata bibit B. cylindrica yang terbesar terdapat pada perlakuan P1 (95:5%) dengan luas rata-rata 81,049 cm2 dan yang terkecil terdapat pada perlakuan P5 (75:25%) dengan luas rata-rata 38,697 cm2. Perbedaan ini diakibatkan serapan unsur hara dari serasah pada perlakuan P1 (95:5%) mencukupi dan tidak berlebihan. Sedangkan pada perlakuan P5 (75:25%), unsur hara yang tersedia pada serasah berlebihan yang tidak dapat menyimpan cadangan makanan, sehingga bibit mengalami pertumbuhan yang tidak maksimal dan keberhasilan pertumbuhan tanaman suatu tanaman sangat dipengaruhi oleh cadangan makanan yang ada dalam jaringan sel tanaman tersebut.

Luas daun merupakan kemampuan adaptasi terhadap intesitas cahaya tinggi dan rendah dalam proses penyerapan unsur hara yang terdapat pada serasah dan lumpur. Jumlah luas daun menjadi penentu utama dalam kecepatan pertumbuhan tanaman. Selain serasah dan lumpur, air juga mempengaruhi luas permukaan daun bibit B. cylindrica dimana proses transpirasi yang berlebih dapat mengakibatkan perluasan permukaan daun tidak maksimal.

(37)

kering bibit B. cylindrica. Bobot kering total tanaman merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan unsur hara dari serasah dan lumpur yang tersedia, sepanjang musim pertumbuhan oleh akar tanaman. Berat kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang berhasil disintesis tanaman senyawa anorganik, terutama air dan unsur hara. Selain itu, cahaya yang tertangkap pada proses fotosintesis menunjukkan biomassa, sedangkan besarnya biomassa dalam jaringan tanaman menunjukkan berat kering. Biomassa total tergantung pada semua parameter lain yakni tinggi bibit, diameter bibit, jumlah daun bibit, luas permukaan daun bibit, dan akar dari bibit tanaman.Fitter dan Hay (1991) mengungkapkan bahwa peningkatan berat kering terjadi karena laju fotosintesis.

(38)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Komposisi serasah dan lumpur yang terbaik dalam pembibitan B.cylindrica yaitu dengan perlakuan P1 (95% lumpur : 5% serasah) yang dapat mempengaruhi persentase hidup, tinggi, diameter, jumlah daun, luas permukaan daun dan bobot kering bibit.

Saran

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. 1997. Pengaruh Pemberian Naungan di Persemaian Terhadap Pertumbuhan Semai Mangrove. Bulletin Pengelolaan DAS, No. 1:97-106. Balai Teknologi Pengelolaan DAS. Surakarta.

Anwar, C. 2004. Teknologi Rehabilitasi Lahan Mangrove Terdegradasi. Prosiding Ekspose penerapan hasil Litbang Hutan Dan Konservasi Alam. Palembang.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit kanisius. Jakarta.

Arifin, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Penerbit kanisius. Jakarta.

Dahlan, dkk. 2009. Model Arsitektur Akar Lateral dan Akar Tunjang Bakau (Rhizophora apiculata). Jurnal Penelitian Sains 12(2).

Dewi, N. 2010. Laju Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kawasan Hutan Mangrove Sicanang Belawan Medan. Skripsi. Jurusan Kehutanan, F.Pertanian, USU. Medan.

Dwijoseputro D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Gramedia. 200hlm.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

(40)

Handayani, T. 2004. Laju Dekomposisi Serasah Mangrove Rhizophora mucronata di Pulau Untung Jawa Kepulauan Seribu Jakarta. Skripsi. Jurusan Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Harahab, N. 2010. Penilaian Ekonomi Ekosistem Hutan mangrove dan Aplikasinya dalam Perencanaan Wilayah Pesisir. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Hanafi, dkk. 2005. Pengaruh Tingkat Naungan pada Berbagai Pastura Campuran terhadap Produksi Hijauan. Jurnal Agribisnis 1(3).

Hutahaean, dkk. 1999. Studi Kemampuan Tumbuh Anakan Mangrove Jenis Rhizophora mucronata, Brugueira gimnorrhiza, dan Avicennia marina pada Berbagai Tingkat Salinitas. Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB Bogor. Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. 5 Hal. 77-85.

Irwanto. 2008. Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea sp di persemaian. UGM Press. Yogyakarta.

Irwanto. 2008. Hutan Mangrove dan Manfaatnya. http//:irwantoshut.com. [25 Maret 2014].

Kastono D, Sawitri H, Siswandono. 2005. Pengaruh Nomor Stek dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kumis Kucing. Jurnal Ilmu Pert 12 (1): 56-64.

Khazali, M. 1999. Panduan Teknis Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat. Wetlands Internasional - Indonesia programme. Bogor.

Kramer P. J. and T. T. Kozlowski, 1979. Physiology of Woody Plants. Academic Press, Inc. Florida.

Kramer, D. J. and T. T Kozlowsky. 1960. Physiology of Tree, dalam Pengkajian Penerapan Teknik Budidaya Rhizophora mucronata dengan Stek Hipokotil, Mulyani, N., Kusmana, dan Supriyanto. 1990. Jurnal Manajemen Hutan Tropika 5 : 57-65.

Kusmana, C. 2000. Ekologi Mangrove. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Kusmana C, Wilarso, Hilwan, Yunasfi, dkk . 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

(41)

Distribusi Mangrove di Muara Sungai Pangkajene, Saru, A. Jurnal Sains dan Teknologi 9 : 210:217.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Second edition. Academic Press. London.

Marjenah. 2001. Pengaruh Perbedaan Naungan di Persemaian terhadap Pertumbuhan dan Morfologi Dua Jenis Semai Meranti. Jurnal Ilmiah Kehutanan “Rimba Kalimantan”Vol. 6 No. 2.

Notohadiprawiro, T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta Onrizal. 2009. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera

Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia 6(2) : 163-172. Rahayu, E., dan Eny. 2007. Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan

Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Jurnal Vol. 35, Hal 191-196.

Rochana, E. 2008. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia. Jurnal No. 2:1-11.

Roomgreen. 2011. Teknik Pembibitan Mangrove

[ 17 Januari 2014 ].

Setyawan, A. D. 2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove di Jawa Tengah dan Penggunaan Lahan di Sekitarnya; Kerusakan dan Upaya Restorasinnya. Jurnal Biodiversitas Volume 7, No. 3, Hal. 282-291.

Sirait J. 2006. Dinamika Nitrogen dan Produksi Rumput Benggala (Panicum Maximum CvRiversdale) pada Tiga Taraf Naungan dan Pemupukan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balitnak. Bogor, 6 Septermber 2006.

Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeroyo. 1993. Pertumbuhan Mangrove dan Permasalahannya. Buletin Ilmiah Yogyakarta: INSTIPER. Vol 4 (2) : 206 – 219.

Ulumiyah, dkk. 2008. Pengaruh Intesitas Naungan dan Dosis Pupuk NPK Serta

Komposisi Media Tanam Terhadap Pertimbangan Rhizophora stylosa.

Jurnal Nusa Sylva FK UNB. Vol. 8(1).

(42)

Wales, J. 2010. Hutan Bakau. http://wikipedia_hutan bakau.com. [ 17 Januari 2014 ].

Wibisono dkk. 2006. Panduan Praktis Rehabilitasi Pantai: Sebuah Pengalaman Merehabilitasi Kawasan Pesisir. Wetlands International - Indonesia Programme. Bogor.

Widiastoety, D. dan Farid, A. Bahar. 1995. Pengaruh Intesitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan Anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura 5(4) : 72-75.

Woodi. 2011. Taksonomi Hutan Mangrove Brugueira cylindrica http://rudyct.com.htm. [ 17 Januari 2013 ].

Lampiran 1. Data rata-rata (cm) pertumbuhan tinggi bibit B. cylindrica dengan berbagai perlakuan pada pengamatan 1 smapai 13 MST

MInggu ke - Perlakuan

Hasil sidik ragam data tinggi rata-rata bibit B. cyindrica dengan berbagai perlakuan.

(43)

Duncan a-b

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Lampiran 2. Data rata-rata (mm) pertambahan diameter bibit B. cylindrica dengan berbagai perlakuan pada pengamatan 1 smapai 13 MST

MInggu ke - Perlakuan

Hasil sidik ragam data diameter rata-rata bibit B. cyindrica dengan berbagai perlakuan.

(44)

Duncan a-b

Komposisi Serasah Dan Lumpur N Taraf 5% Ket.

a b

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Lampiran 3. Data rata-rata (helai) pertambahan jumlah daun bibit B. cylindrica dengan berbagai perlakuan pada pengamatan 1 smapai 13 MST

MInggu ke - Perlakuan

Hasil sidik ragam data jumlah daun rata-rata bibit B. cyindrica dengan berbagai perlakuan.

(45)

Duncan a-b

Komposisi Serasah Dan Lumpur N Taraf 5% Ket.

a b

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Lampiran 4. Data rata-rata (cm2) luas permukaan daun bibit B. cylindrica dengan berbagai perlakuan pada 13 MST

Perlakuan Luas daun total bibit B. clindrica rata-rata (cm)

Kontrol 69.854

Hasil sidik ragam data luas permukaan daun rata-rata bibit B. cyindrica dengan berbagai perlakuan.

Ket: F. Hitung > Sig. komposisi serasah dan lumpur berpengaruh nyata terhadap luas permukaan daun rata-rata bibit.

(46)

P0 5 69.854 69.854 bc

P1 5 81.0514 c

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Lampiran 5. Data rata-rata (g) biomassa tajuk, biomassa akar, dan rasio perbandingan tajuk dan akar bibit B. cylindrica dengan berbagai perlakuan pada 13 MST

Perlakuan

Hasil sidik ragam data rasio tajuk dan akar rata-rata bibit B. cyindrica dengan berbagai perlakuan.

Ket: F. Hitung > Sig. komposisi serasah dan lumpur berpengaruh nyata terhadap rasio tajuk dan akar rata-rata bibit.

Duncan a-b

Komposisi Serasah Dan Lumpur N Taraf 5% Ket. a

P4 5 2.728 a

(47)

P1 5 3.28 a

P0 5 3.376 a

P5 5 3.538 a

P2 5 3.59 a

Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Lampiran 6. Lokasi persemaian bibit B. Cylindrica di Desa Sialang Buah Kec. Teluk Mengkudu Kab. Sedang Bedagai Sumatera Utara

(48)

Gambar

Gambar 2. Pertumbuhan bibit B. cylindrica dengan berbagai komposisi serasah dan lumpur 12 MST (P0 = kontrol, P1 = 95:5%, P2 = 90:10%,  P3 = 85:15%, P4 = 80:20%, P5 = 75:25%)
Gambar 3. Tinggi bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan dari minggu ke 0 sampai 13 MST  Diameter Bibit (mm)
Gambar 5. 9
Gambar 6. Luas permukaan daun bibit B. cylindrica pada berbagai perlakuan 13 MST
+2

Referensi

Dokumen terkait

pada hadis shadh harus dari perawi thiqah dan tidak ada sanad pendukung baginya. Bagi al-Shâ fi„ î hadis shadh adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi thiqah

[r]

Daun dari pokok herba lemuni ini (sama ada spesis Vitex trifolia atau Vitex negundo ) boleh dimasukkan ke dalam satu beg kecil yang berbentuk uncang atau sachet

Hasil Survei Kesehatan Dasar 2007 dapat diperoleh beberapa data mengenai pemeliharaan unggas disekitar rumah dan data mengenai kasus ISPA walaupun tidak spesi fi k tentang fl

Berdasarkan latar belakang di atas penulis merasa tertarik melakukan penelitian tentang proses PILKADA yang telah di laksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 oleh

Demikian pula dengan kegiatan yang menggambarkan secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis baik dengan lukisan, tulisan, suara maupun yang

kurang dari lima detik.. Kemampuan kecepatan dan kecermatan dalam menanggapi kegiatan pembelajaran yang saya terapkan, anak-anak selalu mengalami perkembangan. Pada saat

Pengaruh Mata Kuliah Keahlian Program Studi Pendidikan Teknologi Agroindustri Dan Mata Kuliah Keahlian Profesi Terhadap Pelaksanan Program Pengalaman Lapangan (Ppl)..