• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK)

SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN

DI KOTA BOGOR: PENDEKATAN

K-MEANS CLUSTER

DWI SUSAN PANGESTUTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

DWI SUSAN PANGESTUTI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Kota Bogor ditetapkan sebagai model pengembangan usaha mikro dan kecil (UMK) sektor makanan dan minuman oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Keberadaan UMK ini sangat penting karena dapat menyediakan barang dan jasa yang lebih murah dan terjangkau bagi masyarakat golongan menengah ke bawah. Upaya pengembangan UMK membutuhkan informasi terkait dengan karakteristik UMK tersebut. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka diperlukan analisis untuk mengetahui perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan metode k-means cluster. Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang menyebabkan UMK di klaster 2 berkembang adalah metode pemasaran yang tepat, ketersediaan modal dan penggunaan tenaga kerja yang efektif. Faktor-faktor yang menghambat kinerja pada klaster 1 adalah: 1) keterbatasan modal, 2) kurangnya kegiatan pemasaran, 3) sulit memperoleh bahan baku, dan 4) kurangnya tenaga kerja.

Kata kunci: klaster usaha, k-means cluster, UMK sektor makanan dan minuman.

ABSTRACT

DWI SUSAN PANGESTUTI. Analysis of Factors Affecting the Performance of Food and Beverage Sector Micro and Small Enterprises (MSEs) in Bogor City: K- Means Cluster Approach. Supervised by ADI HADIANTO.

Bogor municipality has been set as the model of development of food and beverage sector Micro and Small Enterprises (MSEs) by the Ministry of Cooperatives and SMEs. The existence of MSEs is extremely important because it can provide cheaper and more affordable goods and services for lower and middle class society. Micro and small entreprises development efforts require information related to the characteristics of the MSEs. The main objective of this study was to analyze the factors affecting the performance of food and beverage sector MSEs in Bogor. In accordance with this objective, it was required an analysis to know the development of food and beverage sector MSEs in Bogor municipality and the factors affecting the development. The method used in this study was descriptive analysis and k-means cluster method. Based on the results of research, the factors leading to developed MSEs in cluster 2 were the right marketing method, availability of capital and the effective use of labor. Factors that inhibit the performance in cluster 1 were: 1) lack of capital, 2) lack of marketing activities, 3) difficulty to obtain raw materials, and 4) lack of labor.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

KINERJA USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK)

SEKTOR MAKANAN DAN MINUMAN

DI KOTA BOGOR: PENDEKATAN

K-MEANS CLUSTER

DWI SUSAN PANGESTUTI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster

Nama : Dwi Susan Pangestuti

NIM : H44090069

Disetujui oleh

Adi Hadianto, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor: Pendekatan K-Means Cluster.”

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yaitu Totok Sutriyono dan Soimah, beserta kedua saudara Fiska Wahyuningtyas dan Novia Meda Triyana yang selalu memberikan didikan, doa, kasih sayang dan perhatiannya.

2. Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah mendidik dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

3. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi.

4. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji wakil departemen, yang telah memberikan masukan dan arahan pada ujian sidang skripsi. 5. Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor, BPS Kota Bogor, Disperindag Kota

Bogor, dan Pihak Pengelola UMK sebagai responden yang telah membantu selama pengumpulan data.

6. Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.

(12)

8. Kakak terbaik yaitu Priska Wisudawaty, Dewi Astari, Yunian Rini, Dyah Ayu, Indri, Ulul Albab dan Florianto Pratama atas perhatian dan seluruh bantuannya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca. Aamiin.

Bogor, Februari 2014

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR . ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah. ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ... 12

2.2 Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan UMK ... 13

2.3 Analisis Penggerombolan tak Berhierarki ... 14

2.4 Penelitan Terdahulu ... 14

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu ... 18

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 19

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 19

3.1.1 Analisis Deskriptif ... 19

3.1.2 Proses Dasar dari Analisis Klaster ... 20

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional... 21

IV METODE PENELITIAN ... 24

4.1 Jenis dan Sumber Data... 24

4.2 Metode Pengambilan Sampel ... 24

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data... 24

4.3.1 Statistik Deskriptif ... 25

4.3.2 Metode K-Means Cluster ... 25

4.3.3 Analisis Output K-Means Cluster ... 28

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 29

(14)

5.2 Sumberdaya Manusia ... 29

5.3 Perindustrian dan Perdagangan ... 30

5.4 Karakteristik Responden dan Usaha ... 31

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

6.1 Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ... 34

6.1.1 Perkembangan Unit Usaha ... 34

6.1.2 Perkembangan Tenaga Kerja ... 35

6.1.3 Perkembangan Nilai Investasi ... 36

6.2 Pengelompokan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ... 38

6.2.1 Hasil Analisis K-means Cluster ... 38

6.2.2 Karakteristik Klaster ... 40

6.2.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor ... 45

VII SIMPULAN DAN SARAN ... 49

7.1 Kesimpulan ... 49

7.2 Saran ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

LAMPIRAN ... 53

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha

(Rp dalam satuan miliar) tahun 2007 – 2012 di Indonesia ... 1 2 Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan

utama (ribu orang) tahun 2006 – 2012 di Indonesia ... 2 3 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan

usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 ... 4 4 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha

menengah besar (UMB) tahun 2006-2011 ... 5 5 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro dan

kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012 ... 5 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil

(UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011 ... 6 7 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah

besar (UMB) atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan

miliar) tahun 2006-2012 ... 7 8 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah

besar (UMB) sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2011 ... 7 9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah... 12 10 Penelitian Terdahulu tentang Usaha Mikro dan Kecil ... 16 11 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan

usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor pada tahun 2010 ... 30 12 Karakteristik pemilik UMK sektor makanan dan minuman di

Kota Bogor ... 31 13 Karakteristik usaha UMK sektor makanan dan minuman di

Kota Bogor ... ... 32 14 Perkembangan unit usaha UMK sektor makanan dan minuman di

(16)

16 Anggota UMK di klaster 1 ... 40

17 Anggota UMK di klaster 2 ... 41

18 Karakteristik pemilik UMK klaster 1 ... 41

19 Karakteristik pemilik UMK klaster 2 ... 42

20 Karakteristik usaha UMK pada klaster 1 ... 42

21 Karakteristik usaha UMK pada klaster 2 ... 43

22 Karakteristik tenaga kerja UMK pada klaster 1 ... 44

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Kerangka pemikiran operasional ... 23 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor

makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012 ... 35 3 Perkembangan nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Kuisioner Penelitian... 55

2 Hasil Uji Validasi dan Reabilitas Faktor ... 63

3 Standarisasi Data ... 64

4 Nilai Rata-Rata Variabel ... 65

5 Hasil Analisis K-means cluster ... 66

(19)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris, dimana pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Tujuan dari sektor pertanian adalah menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan utama manusia, yaitu kebutuhan akan pangan. Peran penting sektor pertanian terhadap perekonomian nasional ditunjukkan oleh kontribusi sektor ini terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional yang menempati urutan ketiga setelah sektor pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restauran. Menurut Badan Pusat Statistik (2013) sektor pertanian mengalami peningkatan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB nasional selama tahun 2006 hingga tahun 2012 sebesar 24.83%. Perkembangan PDB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha dari tahun 2006 hingga tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006– 2012 di Indonesia

Lapangan Usaha PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Rp dalam Satuan Miliar)

2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012*

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2013) Keterangan: *angka sementara

(20)

2012 adalah sebesar 12.51% (BPS 2013). Sektor pertanian menyediakan lapangan pekerjaan dalam jumlah yang besar setiap tahun sehingga dapat mengatasi masalah pengangguran. Oleh karena itu, sektor pertanian penting untuk dikembangkan menjadi industri yang potensial dan memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyediakan lapangan kerja. Perkembangan penyerapan tenaga kerja penduduk 15 tahun ke atas berdasarkan lapangan usaha ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama (ribu orang) tahun 2006 – 2012 di Indonesia

Lapangan Pekerjaan Utama Jumlah Tenaga Kerja (Ribu Orang)

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

8. Lembaga Keuanga, Real Estate, Usaha Persewaan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2013)

(21)

pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan (Rahim dan Hastuti 2007).

Usaha mikro, kecil, dan menengah berdasarkan definisi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM) adalah usaha kecil (UK) termasuk usaha mikro (UMI), sebagai suatu badan usaha milik warga negara Indonesia, baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan sebanyak-banyaknya Rp 200 juta dan atau mempunyai hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp 1 miliar dan usaha tersebut berdiri sendiri. Badan usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta sampai dengan Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha didefinisikan sebagai usaha menengah (UM). Badan usaha dengan nilai aset dan omset diatas itu adalah usaha besar (UB)1.

Badan Pusat Statistik (2013) menyatakan bahwa, pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai lebih dari 237 juta jiwa. Jumlah penduduk yang sangat besar, namun tidak disertai dengan jumlah lapangan kerja yang cukup akan menimbulkan satu permasalahan, hal ini meningkatkan angka pengangguran dan berakhir pada kemiskinan. Ketidakstabilan ekonomi di negara berkembang turut mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Krisis moneter tahun 1998 menyebabkan sejumlah industri besar gulung tikar, hal ini menyebabkan angka pengangguran semakin tinggi. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar sehingga dapat menjadi negara yang berbasiskan ekonomi kerakyatan. Perekonomian dengan sistem ekonomi kerakyatan akan membuat negara berkembang lebih kuat dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi (Rusdarti 2010).

Usaha mikro dan kecil merupakan perwujudan dari ekonomi kerakyatan. Usaha mikro dan kecil adalah suatu unit usaha yang dikelola langsung oleh masyarakat dengan menggunakan modal sendiri dan memanfaatkan bahan baku lokal (Tambunan 2009). Usaha mikro dan kecil memiliki peranan yang besar dalam perekonomian, peran UMK tersebut antara lain: (1) sebagai lapangan kerja yang mampu menyerap tenaga kerja sehingga berpotensi mengurangi pengangguran dan kemiskinan, (2) memberikan kontribusi kepada peningkatan Produk Domestik

1 Keragaman definisi UKM di Indonesia

(22)

Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi, dan (3) berkontribusi terhadap peningkatan ekspor sekaligus berpotensi memperluas ekspor dan investasi (Haetubun 2008).

Sejak krisis keuangan pada tahun 1998, usaha mikro dan kecil menunjukkan kemampuan bertahan dan berkembang pesat di Indonesia sehingga kelompok usaha ini dianggap sebagai perusahaan-perusahaan yang memiliki fungsi sebagai basis bagi perkembangan usaha yang lebih besar. Data pertumbuhan jumlah unit UMK di Indonesia dari tahun 2006 hingga 2012 secara umum dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha

menengah besar (UMB) tahun 2006-2012

Tahun Usaha Mikro (Unit) Usaha Kecil (Unit) Usaha Menengah dan Usaha Besar (Unit)

2006 48 512 438 472 602 41 340

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 3, jumlah unit UMK di Indonesia selama tahun 2006 hingga tahun 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 15.31%. Proporsi unit usaha yang jumlahnya paling besar diantara jenis unit usaha lainnya adalah usaha mikro. Selama tahun 2006 hingga 2012, jumlah unit usaha mikro mengalami pertumbuhan sebesar 7 343 738 unit usaha. Dalam kurun waktu yang sama, usaha kecil mengalami peningkatan sebesar 156 816 unit. Jumlah unit usaha menengah dan usaha besar (UMB) juga mengalami peningkatan sebesar 12 625 unit usaha. perkembangan unit usaha sektor agroindustri memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan UMK di Indonesia. Perkembangan jumlah unit usaha UMK sektor agroindustri ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Perkembangan jumlah unit usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011

Tahun Usaha Mikro (Unit) Usaha Kecil (Unit) Usaha Menengah dan Usaha Besar (Unit)

2006 26 206 689 974 1 636

(23)

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa perkembangan jumlah unit usaha terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 jumlah usaha mikro sebanyak 26 206 689 unit dan meningkat menjadi 26 960 465 unit pada tahun 2011. Sementara itu jumlah usaha kecil juga mengalami peningkatan dimana pada tahun 2006 usaha kecil berjumlah 974 unit dan mencapai 5 663 unit pada tahun 2011. Jenis usaha yang memiliki jumlah unit paling banyak dalam sektor agroindustri adalah usaha mikro, ini dikarenakan karakteristik usaha mikro memiliki nilai investasi dan nilai omset yang lebih kecil daripada skala usaha lainnya. Selain itu, usaha mikro dan kecil juga memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK dari tahun 2006 hingga tahun 2012 yang disajikan pada dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) tahun 2006-2012

Tahun Usaha Mikro (Orang)

Usaha Kecil (Orang)

Usaha Menengah dan Usaha Besar (Orang)

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

(24)

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang penting dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dibuktikan oleh persentase jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang selalu menempati posisi pertama dalam jumlah tenaga kerja nasional. Usaha mikro dan kecil sektor agroindustri merupakan wujud dari unit usaha pertanian yang memiliki kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja. Pertumbuhan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor agroindustri dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri tahun 2006-2011

Tahun Usaha Mikro (Orang)

Usaha Kecil (Orang)

Usaha Menengah dan Usaha Besar (Orang)

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 6, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK dari tahun 2006 hingga 2011 mengalami peningkatan. Kontribusi tenaga kerja UMK sektor agroindustri terhadap tenaga kerja UMK nasional sebesar 40.36%. Kontribusi tenaga kerja UMB sektor agroindustri terhadap jumlah tenaga kerja UMB nasional adalah sebesar 65.14%, hal tersebut menunjukkan bahwa sektor agroindustri memiliki proporsi yang besar terhadap jumlah tenaga kerja nasional. Selain kemampuan dalam menyediakan lapangan usaha, UMK juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDB meskipun tidak sebesar kontribusinya dalam menciptakan lapangan kerja. Perkembangan PDB UMK ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar)

Usaha Menengah dan Usaha Besar (Rp Miliar)

(25)

Berdasarkann Tabel 7, pada tahun 2012 nilai PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp 2 525.12 triliun. Usaha menengah dan usaha besar memberikan kontribusi sebesar 57.03% terhadap total PDB. Sementara kontribusi UMK terhadap PDB tahun 2012 berdasarkan harga konstan sebesar 42.97%. Meskipun kontribusi UMK terhadap PDB lebih rendah daripada UMB, namun selama periode waktu tersebut, nilai PDB dari usaha mikro dan kecil mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 hingga 2012, perkembangan PDB dari usaha mikro dan kecil meningkat sebesar Rp 306.91 triliun. Nilai PDB pada UMK sektor agroindustri mengalami peningkatan selama tahun 2006 hingga 2011. Perkembangan PDB UMK sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Perkembangan PDB usaha mikro kecil (UMK) dan usaha menengah besar (UMB) sektor agroindustri atas dasar harga konstan tahun 2000 (Rp dalam satuan miliar) tahun 2006-2011

Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, diolah (2013)

Berdasarkan Tabel 8, jumlah PDB dari UMK sektor agroindustri mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga 2011. Kontribusi PDB usaha mikro dan kecil sektor agroindustri terhadap PDB nasional pada tahun 2011 adalah sebesar 11.35%. Sementara itu, kontribusi PDB usaha menengah dan besar sektor agroindustri terhadap PDB nasional adalah sebesar 2%. Kontribusi UMK dan UMB sektor agroindustri terhadap PDB masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengembangkan UMK dan UMB sektor agroindustri melalui kebijakan-kebijakan yang mendukung, baik dalam hal pembiayaan, peningkatan kualitas SDM dan manajerial serta pengembangan inovasi.

(26)

Nilai ini merupakan sumbangan terbesar dalam sektor pengolahan, baik migas maupun non migas. Hal tersebut menunjukkan bahwa UMK sektor makanan dan minuman memiliki potensi yang besar dan strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mengenai kinerja dari UMK sektor makanan dan minuman yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat meningkatkan kinerja UMK sehingga UMK dapat menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dengan harga bersaing dan dapat memenuhi keinginan konsumen.

Kota Bogor merupakan daerah yang memiliki fokus terhadap pengembangan UMK. Pembangunan industri di Kota Bogor diarahkan untuk mendorong terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi yang kokoh dan mandiri. Unit usaha di Kota Bogor masih dominasi oleh usaha mikro. Jumlah tenaga kerja yang terserap oleh UMK pada tahun 2012 adalah 8 981 orang dengan total investasi sebesar Rp 1.55 miliar (BPS Kota Bogor 2012). Usaha mikro dan kecil memberikan sumbangan yang besar terhadap perekomian daerah serta mendukung kestabilan dan kekuatan ekonomi rakyat. Kondisi tersebut dapat menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran di Kota Bogor, melalui pemberdayaan potensi daerah yang ada.

(27)

karakteristik UMK dapat membantu pemerintah dalam menentukan strategi alokasi dan penggunaan sumberdaya sehingga dapat mendukung produktivitas UMK.

Kota Bogor dicanangkan sebagai food simply city2. Hal ini berkaitan dengan banyaknya UMK makanan dan minuman yang ada di Kota Bogor. Kota Bogor memberikan iklim yang kondusif bagi perkembangan UMK sektor makanan dan minuman. Potensi UMK agroindustri, terutama makanan dan minuman cukup besar sehingga perlu untuk dikembangkan. Pengembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor membutuhkan informasi mengenai faktor apa saja yang menyebabkan UMK tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan UMK.

1.2 Perumusan Masalah

Usaha mikro dan kecil merupakan basis dari ekonomi rakyat. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi untuk mengembangkan perekonomian yang kuat dengan keunggulan yang dimilikinya untuk bertahan dalam kondisi krisis. Usaha mikro dan kecil memiliki potensi yang besar untuk menjadi basis pengembangan di masa depan. Ekonomi kerakyatan akan menjadi pondasi yang kuat untuk memacu daya dan pertumbuhan ekonomi serta penanggulangan kemiskinan dan pengangguran (Rusdarti 2010). Pengembangan UMK masih terkendala banyak masalah, baik internal maupun eksternal. Selama ini UMK masih memprioritaskan aspek produksi, sedangkan aspek pemasaran dan informasi pasar kurang diperhatikan. Selain itu, iklim usaha yang tidak kondusif serta monopoli dagang juga menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh UMK. Menteri Koperasi dan UKM, Syarief Hasan menyatakan bahwa ada tiga kendala utama yang dihadapi oleh UMK. Kendala pertama yang dihadapi oleh UMK adalah keterbatasan modal. Masalah pembiayaan untuk modal bukan hanya terjadi di Indonesia, namun sudah menjadi masalah klasik dari UMK. Permasalahan kedua adalah teknologi. Beberapa UMK masih belum bisa mengoptimalkan penggunaan teknologi yang ada. Kendala ketiga

2 Bina PKL Pemkot Bogor gandeng Kementerian Koperasi dan UKM. http://www.kotabogor.go.id/component/content/article/1-berita-terbaru/8179 (diakses pada 5 November 2013).

(28)

adalah aspek pemasaran yang dinilai masih sederhana, yaitu hanya melalui pasar tradisional atau toko. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan teknologi, jika UMK memiliki pengetahuan mengenai teknologi internet, maka UMK dapat melakukan pemasaran dan menjalin kerjasama melalui media yang ada di internet3.

Kebijakan untuk mendukung pertumbuhan UMK harus dilakukan melalui strategi yang tepat. Oleh karena itu, pemerintah harus mengetahui karakteristik-karakteristik UMK yang perlu dikembangkan sehingga strategi dan pengalokasian sumberdaya bisa dilakukan dengan sebaik-baiknya. Pengelompokan pada UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor ini dilakukan untuk mengidentifikasi UMK yang potensial untuk dikembangkan dan UMK yang kurang berkembang.

Lindrayanti (2003) menyatakan keberhasilan suatu usaha diidentikan dengan pertambahan jumlah karyawan dan peningkatan omset. Nilai jumlah tenaga kerja, hasil penjualan dan biaya merupakan variabel yang digunakan untuk pengelompokan UMK. Pengelompokan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor dilakukan dengan menggunakan metode k-means cluster. Melalui pendekatan klaster, usaha mikro dan kecil dapat melakukan peningkatan kapasitas internal dan kondisi eksternalnya dalam menghadapi tantangan yang ada. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor? 2. Bagaimana gambaran klaster UMK dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi

kinerja tiap klaster UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor.

2. Menganalisis UMK sektor makanan dan minuman yang berpotensi dan kurang berkembang serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

(29)

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

(30)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Usaha mikro dan kecil memiliki banyak definisi yang berbeda-beda. Beberapa definisi dari berdasarkan instansi pemerintah, peraturan maupun organisasi internasional. Definisi UMK ditampilkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

No. Sumber Skala Usaha Definisi

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2008

Usaha Mikro 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk rumah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.

Usaha Kecil 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp

300 juta hingga Rp 2.5 miliar.

Usaha Menengah

1. Jumlah kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 milyar.

2. Badan Pusat Statistik (BPS dalam Tambunan 2009)

Usaha mikro Jumlah tenaga kerja ≤5 orang.

Usaha Kecil Jumlah tenaga kerja 5 hingga 19 orang.

Usaha Menengah

Jumlah tenaga kerja 20 sampai 99 orang.

3. Keputusan Kementrian Keuangan No. 40/KMK.06/2003

Usaha mikro 1. Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia.

2. Memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun.

Usaha Kecil 1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia yang berbentuk badan usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi. 2. Bukan merupakan perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

(31)

Tabel 9 (Lanjutan)

No. Sumber Skala Usaha Definisi

4. Bank Dunia Usaha Mikro Usaha mikro merupakan usaha gabungan (partnership) atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang, termasuk di dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak sebagai pemilik ( self-employed). Usaha mikro sering merupakan usaha tingkat survival (usaha untuk mempertahankan hidup) yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil. 5. International

Labor

Organization (ILO) tahun 1998

Usaha Mikro 1.Jumlah tenaga kerja maksimal 10 orang. 2.Berskala kecil, teknologinya masih sederhana,

nilai aset rendah, kemampuan manajerial rendah dan tidak membayar pajak.

2.2 Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan UMK

Kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMK bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UMK dalam proses pembangunan nasional. Khususnya dalam kegiatan ekonomi dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan peningkataan pendapatan. Sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah meningkatnya jumlah pengusaha kecil dan menengah dan terwujudnya usaha yang semakin tangguh dan mandiri. Pelaku UMK tersebut dapat berperan dalam perekonomian nasional (Tejasari 2008).

Partomo dan Soejodono (2004) menyatakan kebijakan pemerintah terkait dengan pengembangan UMK yaitu:

1. Pembinaan kewirausahaan

Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 menyatakan pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan dalam sumberdaya manusia. Di dalam pola pengembangan tersebut dilakukan dengan pendekatan interaksi antara kemauan, kemampuan, dan kesemapatan. Kegiatan tersebut meliputi pendidikan dan pelatihan, magang, dan studi banding serta pemberian bantuan untuk mandiri.

2. Kemitraan usaha

(32)

berdasarkan pasal 33 UUD 1945. Proses ini menciptakan keterkaitan antara usaha yang kokoh tanpa harus melakukan konglomerasi.

3. Bantuan permodalan

Pada umumnya permodalan UMK masih lemah, hal ini turut menentukan strategi pembinaan dan pengembangan di bidang permodalan, termasuk bagaimana pemerintah dan masyarakat melaksanakan konsep permodalan untuk membantu UMK. Dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, kegiatan yang dilakukan oleh BI dalam membantu pengembangan usaha kecil salah satunya adalah Kredit Usaha Kecil (KUK).

2.3 Analisis Penggerombolan tak Berhierarki

Analisis gerombol adalah teknik peubah ganda yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik objek-objek dalam suatu gerombol memiliki tingkat kemiripan yang tinggi, sedangkan karakteristik antar objek pada suatu gerombol dengan gerombol lain memiliki tingkat kemiripan yang rendah. Keragaman objek dalam suatu gerombol minimum sedangkan antar keragaman antar gerombol maksimum (Mattjik dan Sumertajaya 2011). Terdapat dua metode yang digunakan dalam penggerombolan objek, yaitu metode penggerombolan berhierarki dan metode penggerombolan tak berhierarki.

Mattjik dan Sumertajaya (2011) menyatakan bahwa, salah satu metode penggerombolan tak berhierarki yaitu metode k-means cluster. Metode k-means cluster terdiri dari beberapa tahap. Tahapan dari metode ini sebagai berikut, pertama tentukan besarnya k (yaitu banyaknya kelompok dan tentukan centroid di tiap kelompok), kedua hitung jarak pada setiap objek dengan setiap centroid, ketiga hitung kembali rataan (centroid) untuk kelompok yang baru terbentuk dan keempat ulangi langkah 2 sampai tidak ada lagi pemindahan objek antar kelompok. Kemiripan antar variabel dihitung dengan menggunakan euclidhean distance.

2.4 Penelitian Terdahulu

(33)
(34)

17

Tabel 10 Penelitian terdahulu tentang Usaha Mikro dan Kecil

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil industri makanan dan minuman dalam struktur permintaan, investasi dan nilai tambah bruto. 2. Menganalisis keterkaitan UKM

sektor industri makanan dan minuman dengan UKM sektor

1. Usaha kecil menengah sektor industri makanan dan minuman mampu mempengaruhi output sektor hulu. Namun Investasi di sektor ini, baik dalam skala industri kecil, menengah maupun besar menunjukkan nilai yang rendah.

2. Industri makanan dan minuman kecil, menengah dan besar memiliki keterkaitan kebelakang yang lebih besar dibandingkan dengan nilai keterkaitan kedepannya.

3. Industri makanan dan minuman kecil dan menengah kurang memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya tetapi memiliki kemampuan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini sesuai dengan analisis keterkaitan, dimana nilai keterkaitan ke belakang lebih besar daripada keterkaitan ke depannya.

4. Industri kecil makanan dan minuman memiliki nilai

multiplier output yang lebih besar dibandingkan multiplier

pendapatan. Sedangkan industri menengah makanan dan minuman memiliki nilai multiplier pendapatan yang lebih besar jika dibandingkan dengan multiplier output.

2. Henry Harianja (2008)/

1. Menerapkan teknik clustering

dengan dengan algoritma K-means pada data potensi pertanian.

2. Memvisualisasikan hasil

clustering dalam bentuk informasi geografis berbasis web.

1. Anggota klaster 0 dan klaster 3 merupakan wilayah dengan lahan sawah yang relatif sempit, sehingga pertanian yang dikembangkan sebaiknya tidak berbasis lahan.

2. Klaster 1 merupakan wilayah yang memiliki lahan sawah yang relatif luas sehingga pertanian berbasis lahan masih cocok diterapkan di wilayah ini.

(35)

Tabel 10 (Lanjutan)

No. Peneliti/Judul Tujuan Metode Hasil

3. Anna Chintya Dewi kabupaten di Indonesia berdasarkan indikator kemiskinan untuk mengetahui kabupaten yang menjadi prioritas dalam rangka mengentaskan kemiskinan.

2. Mengidentifikasi dan memvisualisasikan trend pada gerombol yang terbentuk.

Kabupaten-kabupaten di Provinsi Papua dan Papua Barat perlu mendapatkan perhatian lebih dalam pengentasan kemiskinan karena memiliki trend yang cukup konsisten sebagai kabupaten pada gerombol yang relatif miskin setiap tahunnya.

4. Nefa Fadhilah (2013)/ Analisis Kondisi yang Mempengaruhi Pembentukan Klaster UMKM Pengolahan Pala di Desa Dramaga.

1. Mengidentifikasi Karakteristik UMKM pengolahan pala di Desa Dramaga.

2. Menganalisis kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan klaster UMKM oengolahan Pala di Desa Dramaga.

3. Merekomendasikan skema keterkaitan klaster pengolahan pala di Desa Dramaga.

1. Desa Dramaga mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai klaster UMKM pengolahan pala. Aspek produksi, pemasaran dan manajemen keuangan masih dilakukan secara sederhana. Pada aspek SDM, tenaga kerja didapatkan dari warga yang berada di sekitar lokasi.

2. Keberadaan usaha pengolahan pala memberikan dampak positif yaitu sebagai penyedia lapangan kerja dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.

3. Faktor utama pembentuk klaster industri di Desa Dramaga adalah faktor kondisi dan faktor industri terkait serta pendukung.

(36)

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

(37)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Usaha mikro dan kecil merupakan wujud sistem perekonomian yang berbasiskan masyarakat karena karakteristik-karakteristik yang mudah dilakukan oleh masyarakat sehingga membuat UMK berkembang dengan pesat. Pada umumnya UMK memiliki kelemahan-kelemahan di sistem manajemen perusahaannya. Pemerintah mendorong perkembangan UMK dengan kemudahan bantuan modal namun tidak semua UMK yang dikelola oleh masyarakat memiliki potensi yang baik. Oleh karena itu, perlu diketahui bagaimana gambaran dari UMK yang berpotensi agar pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih baik dan tepat sasaran. Analisis terhadap UMK yang potensial dilakukan dengan metode k-means clustering. Metode ini digunakan untuk mengelompokkan UMK yang memiliki potensi dengan variabel-variabel yang tekait dengan tujuan penelitian.

3.1.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data. Analisis deskriptif adalah upaya pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk lebih ringkas, sederhana dan lebih informatif. Data tersebut pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Kelebihan metode ini adalah metode yang paling sederhana, tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antar atribut (Santoso 2010). Pada penelitian ini analisis digambarkan dengan bantuan tabel dan gambar.

(38)

membuat kesimpulan terhadap populasi darimana sampel diambil, maka alat analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif (Sugiyono 2011).

3.1.2 Proses Dasar dari Analisis Klaster

Santoso (2010) menyatakan bahwa, proses clustering bertujuan untuk mengelompokkan data yang mirip satu dengan yang lain. Proses pengolahan data sehingga data mentah dapat dikelompokkan menjadi satu atau beberapa klaster adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan ukuran jarak antar data

Sesuai prinsip dasar klaster yaitu mengelompokkan objek yang mempunyai kemiripan, maka proses pertama adalah mengukur seberapa jauh ada kesamaan antar objek. Metode yang digunakaan adalah dengan mengukur jarak (distance) antar dua objek. Jarak yang digunakan bermacam-macam, salah satunya adalah euclidhean distance. Pada dasarnya, cara ini akan memasukkan sebuah data ke dalam klaster tertentu dengan mengukur jarak data tersebut dengan pusat klaster. 2. Melakukan proses standardisasi data

Tahap selanjutnya adalah proses standarisasi data. Tujuan standarisasi data adalah untuk menjadikan variabel yang memiliki perbedaan satuan yang besar akan menjadi kecil supaya perhitungan jaraknya valid. Pada penelitian ini, standarisasi data dilakukan karena variabel hasil penjualan dan biaya produksi memiliki satuan yang berbeda secara signifikan dengan variabel jumlah tenaga kerja. Proses standarisasi data dilakukan dengan mengubah data yang ada ke Z-score.

3. Melakukan Proses Pengelompokkan

Setelah standarisasi data, tahap selanjutnya adalah mengelompokkan data. Metode penggerombolan terdiri dari dua cara yaitu metode penggerombolan berhierarki dan metode penggerombolan tak berhierarki.

a. Hierarchical Method

(39)

antar objek dari yang paling mirip hingga yang paling tidak mirip. Dendogram digunakan untuk memperjelas proses hierarki tersebut.

b. Non- Hierarchical Method

Berbeda dengan metode hierarki, metode ini justru dimulai dengn menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang diinginkan. Setelah jumlah klaster diketahui, baru proses klaster dilakukan tanpa mengikuti proses hierarki. Metode ini biasa disebut dengan k-means cluster.

4. Melakukan penamaaan klaster-klaster yang terbentuk

Setelah sejumlah klaster terbentuk, langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap klaster yang telah terbentuk. Pada intinya, proses ini merupakan proses pemberian nama spesifik untuk menggambarkan isi klaster tersebut.

5. Melakukan validasi dan profiling klaster

Klaster yang terbentuk kemudian diuji apakah hasil tersebut valid. Kemudian dilakukan proses profiling untuk menjelaskan karakteristik setiap klaster berdasarkan profil tertentu. Profiling klaster disesuaikan dengan tujuan dari analisis.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

(40)

usaha mikro dan kecil yang bergerak di sektor makanan dan minuman penting untuk dikembangkan.

Permintaan yang tinggi terhadap makanan dan minuman membuat banyak UMK menekuni bisnis ini dan membuat persaingan menjadi semakin ketat. Disamping itu, perkembangan UMK pada umumnya mengalami beberapa kendala. Salah satu kendala yang dihadapi oleh UMK adalah terbatasnya kemampuan manajerial baik operasional maupun keuangan dalam menjalankan usaha. Upaya untuk memberdayakan UMK harus diawali dengan memahami karakteristik dari usaha tersebut.

(41)

Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional Menganalisis perkembangan

UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor

Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

UMK sektor makanan dan minuman

Masalah yang dihadapi oleh usaha mikro dan kecil

Peran usaha mikro dan kecil sektor agroindustri di Indonesia

Upaya pemberdayaan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor

Metode K-Means Cluster

(42)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dari penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder tersebut merupakan data perkembangan jumlah unit, penyerapan tenaga kerja dan nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Selain dari BPS, digunakan juga data penunjang yang diperoleh dari BPS pusat, Disperindag Kota Bogor, Kementerian Koperasi dan UKM serta literatur yang berasal dari instansi, jurnal dan internet. Selain data sekunder, peneliti juga menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan UMK yang dipilih.

4.2 Metode Pengambilan Sampel

Sampling kuota adalah teknik penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti (Riduwan dan Akdon 2010). Purposive sampling adalah teknik sampling yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduwan dan Akdon 2010). Responden dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu, yaitu keterwakilan dari aspek demografis dan jenis usaha yang dikelola. Jumlah UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor adalah sebesar 1 707 unit (BPS Kota Bogor 2012). Pada penelitian ini diambil 30 sampel yang mewakili setiap kecamatan. Pengambilan sampel dari populasi sesuai dengan kuota yang telah ditentukan dan diinginkan oleh peneliti sesuai dengan kebutuhan penelitian. Banyaknya keterbatasan yang dimiliki peneliti dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan jumlah sampel yang harus diambil.

4.3 Metode Analisis dan Pengolahan Data

(43)

dan minuman di Kota Bogor, sedangkan untuk melakukan uji validitas dan pengelompokkan digunakan software SPSS 16. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman di Kota Bogor akan dikelompokan menjadi dua klaster berdasarkan kemiripan variabelnya.

4.3.1 Statistik Deskriptif

Metode statistik adalah prosedur-prosedur yang digunakan dalam pengumpulan, penyajian dan penafsiran data. Statistik deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistik deskriptif memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan sama sekali tidak menarik kesimpulan apapun dari gugus data induknya yang lebih besar (Walpole 1995). Penelitian ini menggunakan statitik deskriptif untuk menganalisis perkembangan UMK yang berada di Kota Bogor dengan menggunakan data sekunder pertumbuhan UMK sektor makanan dan minuman tahun 2007-2012.

4.3.2 Metode K-Means Cluster

Analisis k-means cluster merupakan metode yang digunakan untuk mengelompokan data sesuai dengan jumlah kelas yang telah ditentukan. Objek dikelompokan berdasarkan kemiripannya. Pada analisis klaster, kemiripan antar objek ditentukan dengan euclidhean distance. Berikut ini adalah tahapan dalam analisis k-means cluster. Tahap pra proses data sebelum melakukan pengelompokkan, dilakukan uji asumsi terhadap sampel, yaitu:

1. Uji Multikolinearitas

Santoso (2010) menyatakan, sebelum melakukan analisis k-means cluster, diperlukan uji asumsi yang membuktikan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. Multikolinearitas adalah kemungkinan adanya korelasi antar objek. Multikolinearitas dilihat dari besar nilai VIF (Variance Inflation Fector). Jika nilai VIF lebih dari 10, maka data tersebut mengandung multikolinearitas, dan sebaliknya. Rumus untuk menghitung VIF adalah:

(44)

Keterangan : 2 = Koefisien determinasi

Nilai VIF secara langsung diperoleh dengan bantuan software MINITAB 14.

2. Uji Validitas dan Reabilitas Faktor

Validitas adalah tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang digunakan.

Data dikatakan valid berarti dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

di ukur, dengan begitu data yang valid merupakan data yang benar-benar tepat

untuk mengukur apa yang sedang di ukur (Sugiyono 2007).

Reabilitas adalah ukuran yang menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan

dalam penelitian mempunyai keandalan sebagai alat ukur melalui konsistensi hasil

pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena yang diukur tidak berubah.

Pengukuran validitas dan reabilitas mutlak dilakukan, karena jika instrumen yang

digunakan sudah tidak valid dan realible maka dipastikan hasil penelitiannya pun

tidak akan valid dan realible. Hasil dari uji validitas dilihat dengan menggunakan

KMO (Kaiser Meyer Olkin) dan Barlett’s test. Jika nilai KMO MSA (Measuring of

Sampling Adequacy) lebih dari 0.5 maka data tersebut valid untuk digunakan

sebagai alat analisis, sedangkan uji reabilitas dilakukan dengan menggunakan

Reability Analysis. Jika nilai koefisien Alpha Cronbach lebih besar atau sama

dengan 0.70 maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut reliable (Zulganef 2006).

3. Standarisasi Data

Sebelum proses clustering, data yang memiliki skala berbeda distandarisasi terlebih dahulu. Menurut Santoso (2010), pada penggunaan skala yang berbeda untuk memperoleh kesempatan yang sama setiap variabel perlu distandarisasi terlebih dahulu karena jika variabel tetap dalam bentuk aslinya, variabel-variabel yang memiliki standar deviasi yang paling besar akan tampil sebagai deferensiator utama, artinya proses segmentasi hanya akan dipengaruhi oleh variabel tertentu saja. Variabel yang distandarisasi adalah nilai hasil penjualan, jumlah tenaga kerja dan biaya produksi. Adapun rumus standarisasi data adalah sebagai berikut:

�� = � − ˉ � Keterangan:

(45)

Xij = Nilai X ke-i pada sel ke-j

i = Rata-rata variabel ke-i

Sxi = Standar deviasi x variabel ke-i

Setelah dilakukan standarisasi data pada variabel yang digunakan, barulah dilakukan analisis dengan menggunakan k-means cluster.

4. Tahapan dalam Metode K-Means Cluster

Variabel yang digunakan dalam analisis k-means cluster adalah variabel omset, jumlah tenaga kerja dan biaya produksi. Klaster terbentuk berdasarkan kemiripan variabel yang digunakan. Tahapan dalam analisis k-means cluster adalah sebagai berikut (Sartono et al. 2003):

a. Menentukan jumlah klaster

Dalam k-means cluster, diasumsikan bahwa jumlah klaster yang akan dibentuk sudah diketahui. Jumlah k yang akan dibentuk dalam penelitian ini adalah 2 klaster yaitu klaster UMK yang kurang berkembang dan klaster UMK yang berkembang. Keberhasilan suatu usaha dilihat dari besar hasil penjualan yang diperoleh UMK tersebut, sehingga pengklasteran dalam penelitian ini menggunakan nilai hasil penjualan sebagai variabel penentu. b. Menghitung jarak setiap objek dengan setiap nilai centroid

Pada tahap ini, masukkan tiap objek ke satu kelompok berdasarkan jarak terdekat dengan centroid kelompok yang berpadanan.Centroid merupakan pusat kelompok. Nilai centroid ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ṽ =� ∑1 ��

=0 Keterangan :

Vij = centroid atau rata-rata klaster ke-i untuk variabel ke-j Ni = jumlah data yang menjadi anggot klaster ke-i

i,k = indeks dari klaster j = indeks dari variabel

(46)

Perhitungan jarak antara objek dengan titik centroid menggunakan euclidean distance. Rumus perhitungan euclidean distance adalah sebagai berikut:

�� = √ − 2− − 2

Keterangan:

De = euclidean distance i = banyaknya objek (x,y) = koordinat objek (s,t) = koordinat centroid

c. Hitung kembali rataan centroid untuk kelompok yang baru terbentuk.

d. Kembali ke tahap 2, ulangi perulangan hingga nilai centroid yang dihasilkan tetap dan anggota klaster tidak berpindah ke klaster yang lain.

4.3.3 Analisis Output K-Means Cluster

Berdasarkan hasil analisis k-means cluster, akan diperoleh beberapa output. Output ini menunjukkan informasi mengenai jumlah anggota tiap klaster dan melihat keterkaitan atribut dengan tiap klaster. Output yang akan digunakan untuk menarik kesimpulan dari analisis klaster adalah (Santoso 2010):

1. Tabel ANOVA

Analisis klaster pada dasarnya adalah mengelompokkan individu yang memiliki kemiripan berdasarkan nilai variabel. Hasil pengelompokkan dapat dianalisis dengan melihat output ANOVA. Interpretasi dari ANOVA dilakukan atas dasar nilai Sig dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika angka Sig > 0.05 : Tidak ada perbedaan yang berarti antara klaster 1 dan klaster 2 atau dengan kata lain, atribut tersebut tidak dapat digunakan untuk membedakan antara klaster 1 dan klaster 2.

b. Jika angka Sig ≤ 0.05 : Ada perbedaan yang berarti antara klaster 1 dan

klaster 2, masing-masing klaster dapat dibedakan.

(47)

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Letak Geografis Kota Bogor

Kota Bogor merupakan salah satu kota yang ada di Provinsi Jawa Barat. Letak geografis Kota Bogor berada pada 106°48’ Bujur Timur dan 6°26’ Lintang Selatan. Kota Bogor berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dan lokasinya sangat dekat dengan ibukota negara, merupakan potensi yang strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Kota Bogor memiliki luas 11 850 Ha. Dalam struktur pemerintahan, Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan, yaitu Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat dan Tanah Sareal. Adapun batas-batas wilayah Kota Bogor adalah sebagai berikut (BPS Kota Bogor 2013):

1. Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. 2. Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. 3. Utara : Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojonggede dan Kecamatan

Kemang Kabupaten Bogor.

4. Barat : Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Kota Bogor berada pada ketinggian 190-330 m diatas permukaan laut, sehingga suhu di Kota Bogor relatif sejuk dan didukung dengan curah hujan yang tinggi (BPS 2013).

5.2 Sumberdaya Manusia

(48)

Pada umumnya penduduk di Kota Bogor terserap pada lapangan pekerjaan perdagangan dan jasa. Dengan rincian sebanyak 115 406 orang bekerja pada lapangan pekerjaan perdagangan, rumah makan, dan hotel sedangkan pada lapangan pekerjaan jasa sebanyak 113 108 orang. Penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor ditampilkan pada Tabel 11.

Tabel 11 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha dan jenis kelamin di Kota Bogor pada tahun 2010

Lapangan Usaha Laki-laki Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan 5 213 985 6 198

Industri Pengolahan 50 943 16 731 67 674

Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel 68 629 46 777 115 406

Jasa Kemasyarakatan 64 001 49 097 113 108

Lainnya 72 734 7 991 80 725

Jumlah 261 530 121 581 383 111

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor, diolah (2010)

5.3 Perindustrian dan Perdagangan

Pembangunan pada sektor industri difokuskan pada terciptanya struktur ekonomi yang kuat dan berimbang sehingga dapat menjadi landasan pengembangan ekonomi yang kuat dan mandiri. Kota Bogor mempunyai nilai investasi sebesar Rp 746.66 miliar. Investasi terbesar adalah industri tekstil kategori industri besar dan menengah yang mencapai 28.74% dari total investasi, diikuti dengan industri minuman kategori industri besar dan menengah yang mencapai 15.72% terhadap total investasi. Industri di Kota Bogor di dominasi oleh usaha mikro. Perusahaan yang paling banyak unit usahanya adalah jenis usaha makanan kategori usaha kecil informal sebanyak 1 116 unit (BPS Kota Bogor 2013).

(49)

Pada tahun 2012 perdagangan melalui ekspor barang dan jasa mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan tahun 2011. Realisasi ekspor non migas pada tahun 2012 tercatat sebesar US$ 151.86 juta atau mengalami penurunan sebesar 2.87% dibandingkan dengan tahun 2011. Ekspor non migas ini masih didominasi oleh komoditas pakaian jadi sekitar US$ 74.19 juta atau 48.4% dari total ekspor (BPS Kota Bogor 2013).

5.4 Karakteristik Responden dan Usaha

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 30 unit UMK sektor makanan dan minuman yang ada di Kota Bogor. Usaha mikro dan kecil sektor makanan dan minuman tersebut tersebar di 6 kecamatan, sehingga setiap kecamatan ada UMK yang mewakilinya. Responden terdiri atas pemilik usaha pembuat tahu, usaha pembuat manisan, usaha es krim, usaha pengolahan aci, usaha pengolah tempe dan beberapa jenis UMK lainnya. Responden ditentukan secara acak dan tidak terpaku pada satu jenis usaha. Jumlah responden ditentukan melalui metode quota sampling. Karakteristik pemilik usaha dalam penelitian ini, berdasarkan faktor sosial ekonomi usaha terdiri atas jenis kelamin, umur, alamat dan tingkat pendidikan. Adapun untuk karakteristik usaha terdiri atas jenis usaha, lama usaha, status usaha, prospek usaha, dan tenaga kerja. Karakteristik pemilik usaha hasil penelitian ditampilkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik pemilik UMK sektor makanan dan minuman Kota Bogor

Karakteristik Keterangan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki 21 70

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

(50)

usaha. Pendidikan terakhir pemilik usaha bervariasi, namun yang paling banyak adalah responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar. Tingkat pendidikan pemilik usaha dinilai masih rendah, karena dari 30 orang responden tidak ada satupun yang mencapai jenjang diploma ataupun sarjana sehingga dapat dinilai bahwa tingkat pengetahuan pemilik usaha juga masih rendah. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan pemilik usaha melalui pelatihan-pelatihan usaha.

Karakteristik usaha yang diteliti dalam penelitian ini meliputi umur usaha, awal kepemilikan usaha, prospek usaha, kepemilikan izin usaha, ketenagakerjaan dan bagaimana sistem produksi dijalankan. Karakteristik dari setiap UMK berbeda-beda sesuai dengan jenis usahanya. Karakteristik usaha pada penelitian ini berdasarkan pada karakteristik 30 sampel yang diambil pada saat penelitian. Karakteristik usaha pada peenelitian ini ditampilkan pada tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor

Karakteristik Keterangan Jumlah responden

(orang)

Awal Kepemilikan Usaha Merintis Sendiri 18 60

Turun Temurun 12 40

Kepemilikan izin Memiliki Izin 19 63

Tidak Memiliki Izin 11 37

Hubungan tenaga kerja Keluarga 11 37

Bukan Keluarga 19 63

Sistem produksi dijalankan Persediaan Barang 22 73

Pesanan 8 27

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

(51)

memiliki izin usaha sebanyak 63%. Izin usaha tersebut diperoleh dari kelurahan ataupun dari Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor sedangkan UMK yang tidak memiliki izin usaha sebesar 37%. Beberapa kendala untuk mendapatkan perizinan disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan pemilik usaha akan peraturan perizinan. Sistem ketenagakerjaan pada UMK biasanya dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja borongan. Tenaga kerja borongan terdiri atas beberapa orang dengan sistem pemberian upah secara kolektif. Sebanyak 53% UMK menggunakan sistem tenaga kerja borongan, 20% lainnya menggunakan sistem upah bulanan dan sebanyak 27% tidak menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Usaha mikro dan kecil yang tidak menggunakan tenaga kerja dikarenakan beberapa faktor, diantaranya adalah: 1) upah tenaga kerja yang tinggi, 2) skala produksi yang kecil, dan 3) rendahnya minat tenaga kerja terhadap usaha tersebut. Upah tenaga kerja tinggi menyebabkan sebagian UMK tidak menggunakan tenaga kerja, hal ini disebabkan penggunaan tenaga kerja akan meningkatkan biaya produksi. Faktor kedua karena skala produksi usaha kecil sehingga proses produksi dapat dikerjakan oleh tenaga kerja sendiri. Selain itu UMK tidak menggunakan tenaga kerja juga disebabkan oleh rendahnya minat tenaga kerja terhadap usaha tersebut.

Sistem produksi pada UMK dijalankan berdasarkan persediaan bahan baku dan pesanan. Sebanyak 22 responden menjalankan sistem produksinya berdasarkan persediaan bahan baku. Persediaan bahan baku produksi sangat penting dalam proses produksi sehingga harga dan jumlah bahan baku sangat mempengaruhi biaya produksi dalam UMK.

(52)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Perkembangan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor

Kota Bogor adalah salah satu daerah yang memiliki potensi perkembangaan UMK yang cukup besar. Perkembangan UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor memperlihatkan perkembangan yang positif. Hal tersebut dapat terlihat dari perkembangan jumlah unit usaha, peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, dan pertumbuhan nilai investasi.

6.1.1 Perkembangan Unit Usaha

Perkembangan unit usaha UMK di Kota Bogor cenderung meningkat dari tahun 2007-2012. Unit usaha yang mengalami perkembangan yang cepat adalah usaha mikro. Pertumbuhan tiap unit usaha dari tahun 2007 hingga tahun 2012 ditampilkan dalam Tabel 14.

Tabel 14 Perkembangan unit usaha UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012

Tahun Jumlah UMK (Unit) Usaha Mikro (Unit) Usaha Kecil (Unit)

2007 1 402 1 182 220

2008 1 499 1 228 271

2009 1 539 1 253 286

2010 1 587 1 278 309

2011 1 645 1 304 341

2012 1 707 1 344 363

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor, diolah (2013)

(53)

berkaitan positif dengan tingkat kemiskinan yang ada. Usaha mikro dan kecil di Kota Bogor didominasi oleh jenis usaha makanan sedangkan usaha minuman hanya berjumlah 25% dari total usaha makanan dan minuman.

Jumlah penduduk di Kota Bogor terus meningkat. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kota Bogor mencapai 1 004 831 orang, dengan pertumbuhan sebesar 11% selama tahun 2007 hingga 2012 (BPS Kota Bogor 2013). Pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bogor akan meningkatkan konsumsi terhadap makanan dan minuman. Makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok manusia yang akan terus menerus dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pasar di Kota Bogor untuk UMK sektor makanan dan minuman masih sangat besar.

6.1.2 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja

Perkembangan jumlah UMK yang semakin meningkat, memberikan kontribusi positif dalam penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor. Tenaga kerja yang diserap oleh UMK cenderung meningkat setiap tahun. Pada tahun 2012, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman adalah sebesar 8 981 orang. Peran UMK dalam penyerapan tenaga kerja dapat membantu pemerintah Kota Bogor dalam mengatasi pengangguran. Penyerapan tenaga kerja oleh UMK dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2013 (diolah)

Gambar 2 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman di Kota Bogor tahun 2007-2012

(54)

tenaga kerja yang diserap oleh UMK sektor makanan dan minuman terus meningkat. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan jumlah unit usaha UMK sektor makanan dan minuman. Setiap pertambahan unit usaha, maka jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor ini juga bertambah. Permintaan UMK terhadap tenaga kerja tergantung dari permintaan konsumen terhadap barang yang diproduksinya. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping sumberdaya alam, modal dan teknologi (Sinaga 2013).

Perkembangan penyerapan tenaga kerja oleh UMK di Kota Bogor juga dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk di Kota Bogor. Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor selama tahun 2007 sampai 2012 mencapai 11% atau sebesar 99 699 orang. Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan lapangan pekerjaan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk yang tidak bersekolah pada usia 10 tahun sebesar 648 462. Tingkat pendidikan penduduk yang masih tergolong rendah menyebabkan tenaga kerja di Kota Bogor lebih banyak bekerja pada sektor usaha informal, yaitu usaha mikro dan kecil.

6.1.3 Perkembangan Nilai Investasi UMK di Kota Bogor

Seiring dengan peningkatan jumlah unit usaha UMK, maka investasi yang dimiliki oleh UMK di Kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada perkembangan modal dan usaha dalam UMK. Usaha mikro dan kecil menciptakan iklim investasi sehingga dapat menarik minat investor dari luar daerah untuk menanamkan modalnya di Kota Bogor. Perkembangan investasi UMK di Kota Bogor ditampilkan dalam Gambar 3.

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2013 (diolah)

(55)

Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai investasi UMK sektor makanan dan minuman mengalami peningkatan dari tahun 2006 hingga tahun 2012. Investasi menunjukkan adanya aliran aset yang semakin bertambah sehingga aliran aset tersebut merupakan investasi pada usaha mikro dan kecil di Kota Bogor untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Investasi ini menunjukkan bahwa jumlah unit UMK di Kota Bogor semakin meningkat. Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kota Bogor, Erik Irawan Suganda menyatakan bahwa salah satu permasalahan yang menghambat perkembangan UMK adalah permodalan dan promosi. Hal ini dikarenakan biaya promosi yang besar sehingga usaha mikro sulit melakukan promosi yang berkualitas4.

Perkembangan nilai investasi UMK dapat mendukung kestabilan dan kekuatan ekonomi rakyat. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi iklim investasi adalah suku bunga, inflasi, PDB, upah minimum dan nilai tukar (Januar 2009). Iklim investasi yang kondusif akan meningkatkan jenis barang dan jasa yang tersedia. Iklim investasi yang kondusif akan mendorong tumbuhnya investasi sektor swasta yang produktif dan berfungsi sebagai penggerak ekonomi. Peningkatan PDRB daerah memberikan pengaruh yang positif terhadap perkembangan investasi di Kota Bogor. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Bogor mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2009 hingga tahun 2012, PDRB Kota Bogor meningkat sebesar 19% (BPS Kota Bogor 2013). Peningkatan PDRB ini memberikan dampak positif bagi pertumbuhan investasi di Kota Bogor.

Pada tahun 2011, Kementerian Koperasi dan UKM menetapkan Kota Bogor sebagai model pengembangan usaha mikro yang bergerak di bidang pangan. Melalui kebijakan tersebut, Kantor Koperasi dan UKM Kota Bogor memberikan bantuan pengadaan sarana dan prasarana kepada UMK yang telah mendapat legalitas dari pemerintah Kota Bogor. Hal ini meningkatkan nilai investasi UMK selama tahun 2011 hingga 2012 sebesar Rp 1.33 miliar. Ditetapkannya Kota Bogor menjadi model pengembangan UMK turut meningkatkan omset usaha mikro sebesar 13.74%5.

4 Kenaikan Investasi Tak menyentuh Usaha mikro. http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1818156/URLTEENAGE#.UtLUBtIW2a0 (diakses pada tanggal 28 Desember 2013).

(56)

6.2Pengelompokan UMK Sektor Makanan dan Minuman di Kota Bogor

Tahapan pengelompokan UMK dilakukan melalui beberapa proses. Data yang berisi variabel serangkaian uji statistik untuk membuktikan bahwa data layak untuk digunakan dalam proses k-means cluster. Langkah awal sebelum melakukan pengelompokan data, data yang ada akan diuji menggunakan uji multikolinearitas, uji validitas dan uji reabilitas.

Tahap awal sebelum melakukan proses pengolahan data dengan menggunakan metode k-means cluster, dilakukan uji multikolinearitas terlebih dahulu yang dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Fector). Jika nilai VIF lebih dari 10, maka data tersebut mengandung multikolinearitas, begitu pula sebaliknya. Nilai VIF tiap variabel sebesar 4.1 kurang dari 10 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel yang digunakan tidak mengandung multikolinearitas (Santoso 2010).

Proses selanjutnya adalah uji validitas dan reabilitas variabel. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai KMO (Kaiser Meyer Olkin) dan MSA (Measuring of Sampling Adequacy) sebesar 0.718 menandakan bahwa variabel valid karena

sudah memenuhi syarat yaitu lebih dari 0.50 (0.718 > 0.50). Nilai Sig (signifikan)

0.000 lebih kecil dari angka 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut

valid untuk digunakan sebagai alat analisis. Reabilitas data dapat dilihat dari nilai

cronbach’s alpha, dimana nilainya adalah sebesar 0.737 (lebih besar dari 0.70) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel ini realibel (Zulganef 2006).

6.2.1 Hasil Analisis K-means Cluster

Hasil analisis k-means cluster menunjukkan bahwa data terbagi menjadi 2

klaster, yaitu klaster 1 dan klaster 2. Kategori klaster 1 adalah UMK kurang

berkembang dan klaster 2 adalah UMK berkembang. Klaster 1 terdiri atas 24 UMK

sedangkan klaster 2 terdiri atas 6 UMK. Berikut analisis dari output k-means

cluster.

1. Interpretasi nilai SIG

Ketiga variabel dalam analisis k-means cluster ini memiliki nilai sig 0.00

(dibawah 0.05) yang berarti signifikansi adalah nyata sehingga dapat disimpulkan

Gambar

Tabel 1 PDB atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (Rp dalam
Tabel 2 Penduduk 15 tahun  ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan
Tabel 6 Perkembangan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha mikro kecil
Tabel 9 Definisi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian rata-rata lama sekolah dengan menggunakan model regresi panel, untuk menganalisis rata-rata lama sekolah (RLS) yang dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah sektor

Berdasarkan hal tersebut maka rumusan masalah yang akan di bahas dalam riset ini adalah “Apakaha brand loyalty yang terdiri dari nama merk, kualitas produk, harga, style ,

Dapat melaksanakan Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Ny. A GIP0AO usia kehamilan 22 minggu dengan Anemia sedang di Rumah sakit St.Elisabeth Batam November Tahun 2017 dengan menggunakan

Setelah pengakuan awal, aset keuangan tersebut dicatat pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan metode suku bunga efektif, dan keuntungan dan kerugian

Efektivitas fraksi ekstrak etil asetat kulit buah pisang kepok ( Musa paradisiaca L) terhadap penurunan kadar gula darah mencit jantan ( Mus musculus ). 6.A) dapat

Setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus dengan penjelasan sebagai berikut: Kelompok I adalah kontrol negatif (kelompok normal), tidak diberi paparan dan tidak diberi ekstrak

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS For Windows 16.0, 2018 Berdasarkan tabel Coefficients, diketahui bahwa nilai koefisien regresi variabel kompetensi kepribadian guru (X)

Implikasi dari hasil penelitian ini, kualitas pelayanan berpengaruh signi- fikan terhadap loyalitas pelanggan warung makan Mbah Tandur di Surakarta, akan tetapi sebaiknya