• Tidak ada hasil yang ditemukan

Land Resource Economic Analysis of Rice Farming System in order to Support the Sustainable Food Agriculture

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Land Resource Economic Analysis of Rice Farming System in order to Support the Sustainable Food Agriculture"

Copied!
303
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKONOMI SUMBERDAYA LAHAN USAHATANI

PADI SAWAH UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN PANGAN

BERKELANJUTAN DI KABUPATEN GARUT

MIA ERMYANYLA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Ekonomi Sumberdaya Lahan Usahatani Padi Sawah untuk Mendukung Pertanian Pangan Berkelanjutan

di Kabupaten Garut” adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2013

(4)
(5)

MIA ERMYANYLA. Land Resource Economic Analysis of Rice Farming System in order to Support the Sustainable Food Agriculture. Under direction of AKHMAD FAUZI and BABA BARUS.

The main objective of this research is to develop sustainable rice farming systems in Kabupaten Garut based on land capability. Each farming system has different input-output structures. The study showed that 57,91% of total paddy area was conducted on unsuitable land. Such a system needs higher inputs and influences the farmers’ income. The efficiency report showed different results based on the applied approach, either constant return to scale (CRS) or variable return to scale (VRS). The average efficiency score of rice farming systems using VRS approach was higher than using CRS approach for both land capabilities, i.e. 72-83%. This score range means that technically those farming systems had excess capacity between 17-28%. Land productivity change of rice farming system estimated by monetary valuation showed that on suitable land occurred appreciation, while on unsuitable one occurred depreciation. The result of feasibility analysis showed that the rice farming system on suitable land was feasible to be conducted, while on unsuitable one was unfeasible. The value of producer surplus of rice farming system on suitable land was higher than on unsuitable one. The result of optimization analysis showed that there were some areas in 7 sub-districts better not to produce rice since inefficient to be carried out, i.e. Kecamatan Kadungora, Pameungpeuk, Samarang, Banjarwangi, Cisewu, Talegong and Cikelet.

(6)
(7)

RINGKASAN

MIA ERMYANYLA. Analisis Ekonomi Sumberdaya Lahan Usahatani Padi Sawah untuk Mendukung Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Garut. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan BABA BARUS.

Bertambahnya jumlah penduduk Kabupaten Garut menyebabkan meningkatnya permintaan akan pangan, khususnya beras. Karena itu, peningkatan produksi pertanian pangan, khususnya usahatani padi sawah perlu terus diupayakan. Namun, upaya pemenuhan permintaan tersebut tidaklah mudah karena dalam konteks lahan, upaya peningkatan produksi padi sawah tergantung pada beberapa hal, di antaranya ketersediaan lahan (land availability) dan kemampuan lahan (land capability). Berdasarkan data Potensi Desa Tahun 2006 dan 2011 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Garut terdiri dari 42 kecamatan dengan luas wilayah 306.519 ha. Jumlah penduduk Kabupaten Garut pada tahun 2011 adalah 2.487.113 dan pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 11,48%. Hal ini menyebabkan permintaan akan pangan, khususnya beras semakin meningkat.

Di sisi lain, ketersediaan lahan untuk usahatani padi sawah di Kabupaten Garut mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Luas penggunaan lahan untuk padi sawah pada tahun 2006 adalah 80.750,95 ha dan mengalami penurunan yang signifikan sebesar 43,63% pada tahun 2011. Penurunan ini disebabkan terjadinya konversi penggunaan lahan sawah menjadi menjadi non sawah dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 yang meningkat sebesar 15,60%.

Tingkat kemampuan dan kesesuaian suatu lahan sangat mempengaruhi produktivitas penggunaan lahan tersebut dan keberlanjutannya. Namun, karena semakin terbatasnya ketersediaan lahan dengan kemampuan fisik lahan yang sesuai untuk pertanian di Kabupaten Garut, khususnya usahatani padi sawah menyebabkan padi sawah juga banyak diusahakan pada lahan-lahan dengan kemampuan fisik yang tidak sesuai. Padahal, input yang digunakan, seperti benih, penggunaan pupuk, tenaga kerja, teknologi dan lainnya pada lahan dengan tingkat kemampuan fisik yang tidak sesuai kemungkinan lebih tinggi dibandingkan pada

lahan yang sesuai. Hal ini akan menyebabkan biaya atas input yang digunakan

untuk produksi tersebut menjadi lebih tinggi, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan petani.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) memetakan usahatani padi sawah

berdasarkan kelas kemampuan lahan; (2) menganalisis efisiensi input-output

usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan; (3) mengestimasi nilai ekonomi usahatani padi sawah dan nilai perubahan kualitas sumberdaya lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan; (4) menentukan pola alokasi penggunaan lahan padi sawah optimal; dan (5) memberikan masukan terhadap kebijakan pengembangan usahatani padi sawah yang berkelanjutan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) analisis

(8)

Hasil overlay peta sebaran usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan sesuai dengan tidak sesuai dengan peta administrasi Kabupaten Garut menunjukkan bahwa lahan yang sesuai untuk padi sawah hanya tersedia di 33 kecamatan dari 42 kecamatan yang ada di Kabupaten Garut. 57,91% dari total luas lahan padi sawah di Kabupaten Garut atau seluas 27.644,49 ha diusahakan pada lahan dengan kemampuan fisik lahan yang tidak sesuai untuk padi sawah.

Usahatani padi sawah secara agregat di Kabupaten Garut termasuk skala

kecil, rata-rata luas lahan usahatani sebesar 0,3 ha. Keragaan input-output

usahatani padi sawah bervariasi berdasarkan kelas kemampuan lahan. Biaya produksi, terutama biaya penyediaan air dan penggunaan tenaga kerja (khususnya tenaga kerja dalam proses pengolahan tanah) pada usahatani di lahan yang tidak

sesuai lebih tinggi dibandingkan di lahan yang sesuai. Tingkat efisiensi

input-output usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan dengan menggunakan pendekatan CCR/CRS dan BCC/VRS menunjukkan hasil yang berbeda. Diperlukan intervensi pengurangan input dalam usahatani padi sawah di beberapa kecamatan untuk meningkatkan efisiensi karena telah mengalami kelebihan kapasitas (excess capacity).

Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai IRR, NPV dan BCR, usahatani padi sawah pada lahan yang tidak sesuai, baik dengan asumsi tanpa atau dengan menyewa lahan tidak layak untuk diusahakan. Nilai surplus produsen usahatani padi sawah pada lahan yang sesuai lebih tinggi dibandingkan usahatani pada lahan yang tidak sesuai. Kehilangan surplus akibat melakukan berbagai upaya perbaikan pada usahatani di lahan yang tidak sesuai lebih besar dibandingkan lahan yang sesuai. Penilaian perubahan kualitas lahan akibat ekstraksi untuk usahatani padi sawah yang terus menerus secara moneter menunjukkan bahwa usahatani pada lahan yang sesuai terjadi apresiasi nilai lahan, sedangkan pada lahan yang tidak sesuai terjadi depresiasi nilai lahan.

Hasil analisis optimasi menunjukkan bahwa total produksi beras optimal adalah 263.261 ton/tahun, dengan rincian produksi beras optimal yang dihasilkan dari usahatani padi sawah di lahan yang sesuai sebesar 160.136 ton/tahun, dan di lahan yang tidak sesuai sebesar 103.125 ton/tahun. Total luas lahan optimal adalah 37.513 ha, dengan rincian total luas lahan sesuai optimal untuk usahatani padi sawah 17.420 ha dan total luas lahan tidak sesuai optimal 20.093 ha. Beberapa

lahan usahatani di Kecamatan Kadungora, Pameungpeuk, Samarang,

Banjarwangi, Cisewu, Talegong dan Cikelet, sebaiknya tidak berproduksi karena dinilai tidak efisien. Kebutuhan beras penduduk kecamatan-kecamatan tersebut akan lebih efisien jika dipasok dari kecamatan lain.

Tingkat efisiensi, kelayakan usahatani, tingkat kesejahteraan petani, nilai perubahan produktivitas lahan, dan pola alokasi penggunaan lahan padi sawah optimal yang merupakan hasil dari berbagai analisis yang dilakukan dapat dijadikan masukan yang konkrit terkait dengan kebijakan pengelolaan dan pengembangan usahatani padi sawah yang berkelanjutan di Kabupaten Garut.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

ANALISIS EKONOMI SUMBERDAYA LAHAN USAHATANI

PADI SAWAH UNTUK MENDUKUNG PERTANIAN PANGAN

BERKELANJUTAN DI KABUPATEN GARUT

MIA ERMYANYLA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

Judul Tesis : Analisis Ekonomi Sumberdaya Lahan Usahatani Padi Sawah untuk Mendukung Pertanian Pangan

Berkelanjutan di Kabupaten Garut

Nama : Mia Ermyanyla

NIM : H351100021

Program Studi : Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc, Agr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul:

Analisis Ekonomi Sumberdaya Lahan Usahatani Padi Sawah untuk Mendukung

Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Garut. Karya ilmiah ini merupakan

syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains di sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis

sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc

atas kesediaannya untuk memberikan ilmu, pelajaran yang berharga dan

membimbing penulis hingga terselesaikannya karya ilmiah ini. Penulis juga

menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada para pimpinan dan staf

Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), Lembaga

Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB atas dukungannya selama ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada para dosen pengajar dan staf kependidikan

Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan SPs IPB, Mbak Sofia dan

rekan-rekan ESL 2010 (Ibu Ahya, Mas Slamet, Maria, Firin, Zul Edward, Yuyun,

Rizky, Intan dan Iqbal), Kang Nana Mulyana dan keluarga, serta para staf Dinas

Pangan dan Hortikultura, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, khususnya Ibu Sri

Apidiani, SP.MP yang telah membantu dalam penyediaan data penelitian dan

pendampingan lapang.

Terakhir, penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh keluarga

besar, orang tua, adik-adik tersayang, suami dan anak tercinta atas segala doa dan

kasih sayangnya, serta semua pihak yang telah membantu penulis selama

melaksanakan dan menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(16)
(17)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 1978 dari ayah bernama

Jimmy Purnama (Alm) dan ibu Erwini Lubis. Penulis merupakan putri pertama

dari tiga bersaudara. Pada tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan

melanjutkan sekolah program sarjana di Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2001. Bulan Januari tahun 2006 penulis

menikah dengan Didit Okta Pribadi dan dikaruniai seorang putri bernama Amira

Rajwa Ramadhani.

Sejak tahun 2001 hingga saat ini, penulis bekerja sebagai staf peneliti di

Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W), Lembaga

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Ketersediaan Lahan dan Penggunaan Lahan ... 9

Nilai Ekonomi Sumberdaya Lahan ... 10

Padi Sawah ... 11

Klasifikasi Kemampuan Lahan untuk Mendukung Usahatani Padi Sawah 12 Kendala dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah ... 15

Valuasi Ekonomi Usahatani Padi Sawah berdasarkan Analisis Kelayakan Finansial ... 18

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Lahan dalam Usahatani Padi Sawah dengan Menggunakan Pendekatan Surplus Produsen ... 19

Valuasi Ekonomi Perubahan Kualitas Lahan akibat Penggunaan untuk Usahatani Padi Sawah ... 21

Pola Penggunaan Lahan Optimal untuk Usahatani Padi Sawah dengan Menggunakan Pendekatan Optimasi ... 22

Usahatani Padi Sawah Berkelanjutan ... 23

Kebijakan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ... 24

Penelitian Terdahulu ... 25

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN ... 45

Lokasi Administrasi ... 45

Kondisi Fisik Wilayah ... 45

(20)

Kondisi Infrastruktur Penunjang Pengembangan Pertanian Tanaman

Pangan ... 52

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

Pemetaan Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan 53 Keragaan Relatif Input-Output Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan ... 57

Nilai Ekonomi Usahatani Padi Sawah dan Nilai Perubahan Kualitas Sumberdaya Lahan ... 76

Pola Alokasi Penggunaan Lahan Optimal ... 84

Pengembangan Usahatani Padi Sawah yang Berkelanjutan ... 99

SIMPULAN DAN SARAN ... 111

Simpulan ... 111

Saran ... 114

(21)

DAFTAR TABEL

1 Jumlah penduduk, luas penggunaan lahan sawah dan non sawah

di Kabupaten Garut tahun 2006 dan tahun 2011 ... 4

2 Kelas dan luasan kemampuan fisik lahan di Kabupaten Garut ... 48

3 Sebaran tipe penggunaan lahan di Kabupaten Garut tahun 2011 ... 49

4 Jumlah penduduk dan rumah tangga tani di Kabupaten Garut tahun 2011 50 5 Luas baku lahan sawah per kecamatan di Kabupaten Garut berdasarkan kelas kemampuan lahan ... 55

6 Informasi fisik input-output usahatani padi sawah di wilayah penelitian per kali tanam ... 59

7 Informasi harga input-output usahatani padi sawah di wilayah penelitian per kali tanam ... 60

8 Informasi nilai input-output usahatani padi sawah di wilayah penelitian per kali tanam ... 62

9 Skor efisiensi DEA usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan sesuai berdasarkan pendekatan CCR dan BCC ... 66

10 Skor efisiensi DEA usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan sesuai dengan asumsi variable return to scale (VRS) ... 67

11 Skor efisiensi DEA usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai berdasarkan pendekatan CCR dan BCC ... 69

12 Skor efisiensi DEA usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai dengan asumsi variable return to scale (VRS) ... 70

13 Skor efisiensi DEA tenaga kerja usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai berdasarkan pendekatan CCR dan BCC . 73 14 Skor efisiensi DEA tenaga kerja usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai dengan asumsi variable return to scale (VRS) ... 74

15 Rekapitulasi hasil perhitungan NPV, BCR dan IRR usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan ... 77

16 Rekapitulasi hasil perhitungan surplus produsen usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan ... 80

17 Perubahan kualitas lahan usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan ... 83

18 Luas lahan dan kuantitas beras optimal ... 87

(22)
(23)

DAFTAR GAMBAR

1 Surplus ekonomi yang terdiri dari surplus konsumen dan surplus

produsen ... 20 2 Rente ekonomi lahan ... 21 3 Kerangka pemikiran penelitian ... 33 4 Peta administrasi Kabupaten Garut ... 35

5 Peta sebaran kelas kemampuan fisik lahan di Kabupaten Garut ... 47

6 Perbandingan produktivitas padi (a) dan padi sawah (b) nasional,

Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut (kuintal/ha) ... 51

7 Sebaran jaringan infrastruktur irigasi dan jalan di Kabupaten Garut ... 52

8 Sebaran usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan sesuai

dan tidak sesuai di Kabupaten Garut ... 54

9 Grafik biaya tenaga kerja pengolahan tanah dan penyediaan air pada

usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan ... 63

10 Grafik biaya produksi GKP dan penerimaan usahatani padi sawah

berdasarkan kelas kemampuan lahan ... 63

11 Kurva biaya marjinal usahatani padi sawah pada lahan sesuai ... 80

12 Kurva biaya marjinal usahatani padi sawah pada lahan tidak sesuai ... 81

13 Pergeseran kurva biaya marjinal terkait pengurangan surplus produsen 81

14 Perlindungan lahan usahatani padi sawah yang berkelanjutan

(24)
(25)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Database rataan fisik input-output usahatani padi sawah per kecamatan pada kelas kemampuan lahan sesuai (per musim per hektar lahan) ... 121 2 Database rataan harga input-output usahatani padi sawah per kecamatan pada kelas kemampuan lahan sesuai (per musim per hektar lahan) ... 122 3 Database rataan nilai input-output usahatani padi sawah per kecamatan pada kelas kemampuan lahan sesuai (per musim per hektar lahan) ... 123 4 Database rataan fisik input-output usahatani padi sawah per kecamatan

pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai (per musim per hektar lahan) 124 5 Database rataan harga input-output usahatani padi sawah per kecamatan pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai (per musim per hektar lahan) 125 6 Database rataan nilai input-output usahatani padi sawah per kecamatan pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai (per musim per hektar lahan) 126 7 Hasil analisis DEA untuk usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan sesuai ... 127 8 Hasil analisis DEA untuk usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan tidak sesuai ... 131 9 Hasil analisis DEA tenaga kerja usahatani padi sawah pada kelas

kemampuan lahan tidak sesuai ... 136 10 Analisis finansial usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan

sesuai (asumsi tanpa memasukkan biaya sewa lahan) ... 141 11 Analisis finansial usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan

sesuai (asumsi dengan memasukkan biaya sewa lahan) ... 142 12 Analisis finansial usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan

tidak sesuai (asumsi tanpa memasukkan biaya sewa lahan) ... 143 13 Analisis finansial usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan

tidak sesuai (asumsi dengan memasukkan biaya sewa lahan) ... 144 14 Hasil perhitungan surplus produsen usahatani padi sawah pada kelas

kemampuan lahan sesuai dan tidak sesuai ... 145 15 Model optimasi usahatani padi sawah di Kabupaten Garut ... 148 16 Nilai marjinal kendala 2: kuantitas produksi dibatasi oleh kapasitas

produksi di lokasi produksi ... 162 17 Nilai marjinal kendala 3: kuantitas produksi dibatasi oleh ketersediaan

air di lokasi produksi ... 163 18 Nilai marjinal kendala 5: setiap lokasi yang memiliki lahan potensial

dapat memanfaatkannya untuk memproduksi beras (jika dianggap

ekonomis) atau tidak ... 164 19 Nilai marjinal kendala 6: setiap lokasi dapat mengirimkan beras yang

dihasilkannya ke pasar mana pun (jika dianggap ekonomis) atau hanya memenuhi permintaan lokalnya saja (jika dianggap tidak ekonomis

(26)
(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan meningkatnya permintaan

akan pangan, khususnya beras yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk

Indonesia. Karena itu, peningkatan produksi pertanian pangan, khususnya

produksi usahatani padi sawah perlu terus diupayakan. Upaya pemenuhan

permintaan tersebut tidaklah mudah karena dalam konteks lahan, upaya

peningkatan produksi padi sawah tergantung pada beberapa hal, diantaranya

ketersediaan lahan (land availability), kemampuan dan kesesuaian lahan (land

capability and suitability), serta akses terhadap lahan (land accessibility).

Lahan merupakan bagian dari sumberdaya alam yang terbatas

ketersediaannya. Luas lahan relatif tetap, sedangkan jenis dan jumlah penggunaan

lahan semakin bervariasi dan bertambah seiring dengan bertambahnya penduduk.

Pertambahan jumlah penduduk memicu terjadinya pergeseran dalam pemanfaatan

lahan pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan ke non pertanian. Banyak

lahan yang sesuai untuk pertanian telah terkonversi (beralih fungsi) menjadi

penggunaan lahan lain, seperti permukiman, industri, perluasan sarana

transportasi, dan lainnya. Sektor pertanian cenderung terkalahkan oleh sektor lain,

seperti industri dan jasa karena sektor tersebut memberikan nilai rente lahan (land

rent) yang lebih tinggi. Fenomena ini merupakan ancaman bagi keberlanjutan

pertanian pangan.

Lahan memiliki kemampuan dan kesesuaian dengan tingkatan tertentu

untuk jenis penggunaan tertentu. Tingkat kemampuan dan kesesuaian suatu lahan

sangat mempengaruhi produktivitas penggunaan lahan tersebut dan

keberlanjutannya. Namun, karena semakin terbatasnya ketersediaan lahan dengan

kemampuan fisik lahan yang sesuai untuk pertanian, khususnya usahatani padi

sawah menyebabkan padi sawah juga banyak diusahakan pada lahan-lahan dengan

kemampuan fisik yang tidak sesuai. Padahal, penggunaan input, seperti varietas

padi, penggunaan pupuk, tenaga kerja, teknologi dan lainnya pada lahan dengan

tingkat kemampuan yang tidak sesuai akan lebih tinggi dibandingkan pada lahan

(28)

Hal ini akan menyebabkan biaya atas input yang digunakan untuk produksi

tersebut menjadi lebih tinggi, dan pada akhirnya akan mempengaruhi

produktivitas serta pendapatan petani. Hal ini jelas menunjukkan bahwa keragaan

struktur input dan output usahatani padi sawah pada berbagai kelas kemampuan

lahan bervariasi. Pengelolaan usahatani yang efisien, baik dari sisi input maupun

output sangatlah penting.

Mengingat pentingnya peran sumberdaya lahan dalam usahatani padi

sawah dan dalam rangka menentukan kebijakan pengelolaan usahatani yang

berkelanjutan, maka nilai perubahan kualitas lahan akibat penggunaan untuk

usahatani padi sawah juga perlu diestimasi. Sumberdaya lahan jika terus-menerus

diekstraksi tanpa disertai berbagai upaya perbaikan, maka kualitasnya akan terus

menurun dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan produktivitas atau

pendapatan yang diperoleh petani. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penting

untuk mengestimasi biaya sebenarnya dari perubahan kualitas lahan dan manfaat

dari perbaikan yang telah dilakukan untuk keberlanjutan usahatani.

Terkait dengan akses terhadap lahan, saat ini terjadi ketimpangan dalam

alokasi penguasaan dan penggunaan lahan antar sektor, khususnya antara sektor

pertanian dan non-pertanian. Umumnya petani di Indonesia, khususnya di Pulau

Jawa merupakan petani dengan kepemilikan lahan skala usaha kecil (kurang dari 1

ha) dan merupakan petani penggarap yang tidak memiliki penguasaan atas lahan

(Isa, 2006). Hal ini yang menyebabkan kehidupan petani saat ini belum tentu

sejahtera karena lahan yang diusahakan dengan luasan tersebut belum tentu

optimal. Selain itu, untuk menjaga kualitas lahan dan ketersediaan air dalam

rangka mempertahankan atau meningkatkan produktivitas padi sawah, petani

harus mengeluarkan tambahan biaya. Sehubungan dengan hal tersebut, penting

juga untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya lahan, termasuk air di

dalamnya, dalam usahatani padi sawah. Salah satu pendekatan yang dapat

digunakan adalah pendekatan surplus ekonomi.

Terdapat beberapa kendala dalam pengembangan usahatani padi sawah

yang berkelanjutan, di antaranya adalah ketersediaan lahan dan air. Air

merupakan sumberdaya penting selain lahan yang merupakan faktor produksi

utama dalam usahatani padi sawah. Keberadaan sumberdaya air tentunya tidak

(29)

satu faktor penting yang mempengaruhi produktivitas usahatani padi sawah.

Demikian halnya dengan lahan, air juga merupakan sumberdaya yang sifatnya

terbatas. Peningkatan laju konversi lahan hutan yang memiliki fungsi ekologis

sebagai penyerap air menjadi penggunaan lahan lain, kekeringan akibat musim

kemarau yang berkepanjangan, serta kurangnya infrastruktur irigasi merupakan

beberapa faktor penyebab kurangnya ketersediaan air. Ketersediaan air tersebut

penting terkait dengan intensitas penanaman padi yang dilakukan karena tanaman

padi sawah memerlukan air relatif cukup banyak dibandingkan tanaman pangan

lainnya. Peran air secara tunggal dalam subsistem produksi mencapai 16%, dan

peran ini meningkat hingga 75% apabila perannya dikombinasikan dengan faktor

produksi lainnya, seperti benih dan pupuk (Manan, 2002). Kendala lain dalam

pengembangan usahatani yang berkelanjutan adalah adalah permintaan terkait

dengan swasembada pangan, dalam hal ini beras dapat tercapai jika produksi

beras yang dihasilkan dapat memenuhi permintaan. Berdasarkan berbagai kendala

tersebut, maka perlu ditentukan pola alokasi penggunaan lahan untuk usahatani

padi sawah yang optimal sehingga produktivitas yang maksimum dapat dicapai.

Terkait dengan kebijakan pengembangan usahatani padi sawah yang

berkelanjutan, diperlukan suatu penataan ruang dan strategi kebijakan

pengembangan yang terencana sehingga dapat berproduksi dengan hasil yang

maksimum secara kontinu, berkesinambungan dan berkelanjutan. Terkait dengan

konversi lahan, disahkannya Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan salah satu upaya

pemerintah untuk mempertahankan dan mengurangi terjadinya konversi lahan

pertanian dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan. Kebijakan tersebut

diharapkan mampu menarik minat para pemilik lahan untuk tetap memanfaatkan

lahannya bagi pengembangan sektor pertanian tanaman pangan, terutama padi

sawah. Kebijakan tersebut tidak hanya diarahkan pada lahan-lahan produktif saja

tetapi juga menyangkut pelestarian lingkungan, sehingga tingkat produktivitasnya

dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Garut yang terdiri dari 42

kecamatan. Kondisi dan permasalahan dalam pengembangan usahatani padi

sawah di Kabupaten Garut terkait dengan latar belakang yang telah diuraikan akan

(30)

Perumusan Masalah

Berdasarkan data Potensi Desa Tahun 2006 dan 2011 yang dikeluarkan

oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barus

et al. (2011), Kabupaten Garut terdiri dari 42 kecamatan dengan luas wilayah

306.519 ha. Jumlah penduduk Kabupaten Garut pada tahun 2011 adalah

2.487.113 jiwa dengan kepadatan penduduk 811 jiwa/km2.Berdasarkan data yang

tertera pada Tabel 1, jumlah penduduk dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011

mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan 11,48%.

Tabel 1 Jumlah penduduk, luas penggunaan lahan sawah dan non sawah di Kabupaten Garut tahun 2006 dan tahun 2011

Tahun Laju

Perubahan (%)

2006 2011

Penduduk (jiwa) 2.231.075 2.487.113 11,48

Luas lahan sawah (ha) 80.750,95 45.520,60 -43,63

Luas lahan non sawah (ha) 225.768,05 260.998,40 15,60

Total luas lahan (ha) 306.519,00

Sumber: BPS (2006, 2011), Barus et al. (2011), diolah

Fenomena semakin meningkatnya jumlah penduduk dari waktu ke waktu

ini menyebabkan permintaan akan pangan khususnya beras semakin meningkat.

Namun di sisi lain, ketersediaan lahan untuk usahatani padi sawah di Kabupaten

Garut mengalami penurunan dari waktu ke waktu seperti yang tertera pada Tabel

1. Luas penggunaan lahan untuk padi sawah pada tahun 2006 adalah 80.750,95 ha

dan mengalami penurunan yang signifikan sebesar 43,63% pada tahun 2011, yaitu

menjadi 45.520,60 ha. Penurunan ini disebabkan terjadinya konversi penggunaan

lahan sawah menjadi penggunaan lahan lain, seperti pertanian lainnya,

permukiman, industri, dan lainnya. Hal ini terlihat dari luas penggunaan lahan

untuk non sawah yang mengalami peningkatan dari tahun 2006 sampai dengan

tahun 2011 sebesar 15,60%.

Barus et al. (2012) mengemukakan bahwa konversi lahan sawah yang

terjadi di Kabupaten Garut umumnya disebabkan oleh: (1) semakin intensifnya

pembangunan dan jaringan infrastruktur. Contohnya, perkembangan Kabupaten

Garut sebagai daerah peristirahatan dan turisme menyebabkan banyak lahan

(31)

tersebut, seperti stasiun pengisian bahan bakar; dan (2) pengaruh aksesibiltas atau

jarak ke jalan raya, di mana semakin jauh jarak dari jalan rata-rata luas perubahan

sawah ke penggunaan non sawah semakin kecil.

Berdasarkan UU No. 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian

Pangan Berkelanjutan, terdapat beberapa faktor yang dipertimbangkan untuk

menekan laju konversi lahan sawah menjadi penggunaan lahan lainnya atau untuk

menjamin ketersediaan lahan usahatani padi sawah yang berkelanjutan, yaitu: (1)

kesesuaian lahan; (2) sumber penghidupan yang layak; (3) efisiensi; (4)

berwawasan lingkungan; dan (5) berkeadilan dan berkelanjutan. Sehubungan

dengan hal tersebut, dalam rangka mengembangkan usahatani padi sawah yang

berkelanjutan (ketahanan pangan) di Kabupaten Garut, maka faktor-faktor

tersebut perlu dikaji secara empiris.

Berdasarkan uraian di atas, kesesuaian lahan merupakan faktor penting

dalam pengembangan usahatani padi sawah yang berkelanjutan karena

lahan-lahan yang sesuai akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Namun, pada

kenyataannya usahatani padi sawah di Kabupaten Garut tidak selalu

dikembangkan di lahan dengan kemampuan fisik lahan yang sesuai, tetapi juga di

lahan yang tidak sesuai. Pemetaan usahatani padi sawah berdasarkan kelas

kemampuan lahan perlu dilakukan untuk mengetahui luas usahatani yang

dikembangkan pada masing-masing kelas. Seperti yang telah diuraikan

sebelumnya bahwa jumlah input-output usahatani yang dikembangkan di lahan

dengan kemampuan lahan yang sesuai untuk padi sawah tentu berbeda dengan

usahatani yang dikembangkan di lahan yang tidak sesuai, karena itu keragaan

input-ouput berdasarkan kelas kemampuan lahan perlu dianalisis. Berdasarkan

hasil analisis tersebut, dapat diformulasikan kebijakan terkait dengan peningkatan

efisiensi untuk menghasilkan produktivitas yang maksimal sehingga usahatani

padi sawah dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

Selain ketersediaan lahan, ketersediaan air untuk pengembangan usahatani

padi sawah juga semakin terbatas. Berkembangnya berbagai aktivitas ekonomi

seiring dengan pertumbuhan penduduk, menyebabkan kebutuhan akan air untuk

berbagai aktivitas ekonomi tersebut juga semakin meningkat. Hal ini tentunya

(32)

tergantung pada ketersediaan air. Walaupun saat ini ketersediaan air di Kabupaten

Garut secara keseluruhan masih mencukupi kebutuhan seluruh aktivitas yang ada,

hanya daerah tertentu saja yang mengalami defisit secara mikro.

Mengingat pentingnya peran sumberdaya lahan, maka nilai perubahan

kualitas sumberdaya lahan dan nilai ekonomi sumberdaya lahan dalam usahatani

padi sawah penting untuk diestimasi. Perubahan kualitas lahan akibat proses

produksi diestimasi dalam bentuk moneter sehingga jumlah biaya dan manfaat

yang sebenarnya dari usahatani padi sawah dapat diketahui. Nilai ekonomi

sumberdaya lahan dalam usahatani padi sawah dapat menggunakan beberapa

pendekatan, seperti analisis kelayakan finansial dan berdasarkan tingkat

kesejahteraan petani dengan menggunakan pendekatan surplus produsen.

Saat ini produksi beras di Kabupaten Garut secara agregat mengalami

surplus sehingga mampu memenuhi permintaan masyarakat di Kabupaten Garut

dan bahkan daerah lain di luar Kabupaten Garut. Namun, permintaan beras yang

semakin meningkat di Kabupaten Garut karena jumlah penduduk semakin

bertambah dapat menjadi kendala dalam usahatani padi sawah. Hal ini terkait

dengan produktivitas yang dihasilkan untuk memenuhi permintaan tersebut.

Intensitas penanaman yang dilakukan juga merupakan faktor yang mempengaruhi

produktivitas tahunan usahatani padi sawah. Intensitas penanaman padi sawah di

Kabupaten Garut bervariasi, yaitu satu kali, dua kali atau tiga kali dalam setahun,

di mana intensitas penanaman ini sangat tergantung pada ketersediaan air.

Berdasarkan berbagai kendala tersebut, perlu ditentukan pola penggunaan lahan

optimal yang dapat memaksimumkan pendapatan petani sehingga keberlanjutan

usahatani dipertahankan.

Tingkat efisiensi atau keragaan relatif input-output, nilai perubahan

kualitas lahan dan nilai ekonomi sumberdaya lahan dalam usahatani padi sawah,

serta pola penggunaan lahan untuk usahatani padi sawah yang optimal di

Kabupaten Garut yang diperoleh melalui berbagai analisis yang dilakukan dalam

penelitian ini dapat dijadikan dasar masukan secara empiris untuk menentukan

kebijakan dalam rangka mempertahankan usahatani padi sawah yang

(33)

Berdasarkan berbagai permasalahan terkait dengan pengembangan

usahatani padi sawah di Kabupaten Garut yang telah diuraikan, maka pertanyaan

yang muncul yang menjadi alasan penelitian dilakukan adalah:

1. Bagaimana pemetaan usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan

lahan?

2. Bagaimana tingkat efisiensi atau keragaan relatif (relative performance)

input-output usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan?

3. Berapa nilai ekonomi usahatani padi sawah dan nilai perubahan kualitas

sumberdaya lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan?

4. Bagaimana pola alokasi penggunaan lahan padi sawah optimal?

5. Bagaimana kebijakan pengembangan usahatani padi sawah yang

berkelanjutan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan penelitian (research questions) di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Memetakanusahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan.

2. Menganalisis efisiensi atau keragaan relatif (relative performance)

input-output usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan.

3. Mengestimasi nilai ekonomi usahatani padi sawah dan nilai perubahan

kualitas sumberdaya lahan berdasarkan kelas kemampuan lahan.

4. Menentukan pola alokasi penggunaan lahan padi sawah optimal.

5. Memberikan masukan terhadap kebijakan pengembangan usahatani padi

(34)
(35)

TINJAUAN PUSTAKA

Ketersediaan Lahan dan Penggunaan Lahan

Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,

hidrologi dan vegetasi, di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi

penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia,

baik pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi daerah-daerah pantai,

penebangan hutan, dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi

garam. Faktor-faktor sosial dan ekonomi secara murni tidak termasuk dalam

konsep lahan ini (Hardjowigeno et al. 1999).

Pengertian lahan dalam literatur ekonomi, lahan dipandang sebagai suatu

sumberdaya, yaitu sumberdaya lahan (Barlowe, 1987 dalam Saefulhakim, 1994).

Dalam pengertian ini, lahan dipandang sebagai komoditas yang dapat

menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi sehingga memiliki biaya, nilai

dan harga.

Mengingat fungsi lahan yang demikian penting, maka manusia harus

membangun hubungan yang saling menguntungkan antara manusia dengan lahan,

sehingga lahan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Agar tercapai hubungan

tersebut, harus dilakukan berbagai upaya agar penggunaan lahan sesuai dengan

kemampuannya (Hardjowigeno, 1983). Namun, di Indonesia, tidak selalu

demikian, karena keterbatasan lahan dan kompetisi antar sektor, seringkali lahan

digunakan untuk penggunaan lahan tertentu tanpa memperhatikan kesesuaian dan

kemampuannya. Banyak lahan yang sebenarnya subur dan sesuai untuk pertanian,

tetapi digunakan untuk pengunaan lain selain pertanian. Di sisi lain, banyak juga

pertanian yang diusahakan di lahan yang tidak sesuai untuk penggunaan lahan

pertanian. Hal ini banyak terjadi di Pulau Jawa dan wilayah Indonesia lainnya,

padahal kesesuaian dan kemampuan lahan untuk penggunaan lahan tertentu,

sangat mempengaruhi produktivitas penggunaan lahan tersebut.

Penggunaan lahan adalah salah satu wujud aktivitas manusia dari suatu

daerah yang dapat dibagi atas industri, pertanian atau pemukiman (Marsh dalam

Saefulhakim, 1994). Pengelolaan tidak terlepas dari karakteristik lahan itu sendiri,

(36)

tidak dapat dipindahkan, maka setiap kebijakan haruslah spesifik sesuai dengan

tempat, dan karena lahan: (2) supply/penawaran tidak bertambah atau berkurang

(dengan pengecualian kecil seperti reklamasi), kualitas lahan yang hilang karena

erosi tidak tergantikan, maka setiap kebijakan haruslah berorientasi pada

konservasi lahan (Linchfield dan Darin-Drabkin, 1980 dalam Saefulhakim, 1994).

Selain itu, penggunaan lahan sebagai sumberdaya alam juga harus dilakukan atas

dasar: (1) efisiensi dan efektivitas penggunaan lahan yang optimum dalam batas

kelestariannya, (2) tidak mengurangi kelestarian sumberdaya alam lainnya, (3)

memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan penggunaan lahan di masa

depan.

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) menyatakan bahwa perencanaan

penggunaan lahan merupakan rencana pemanfaatan lahan di suatu daerah agar

lahan dapat digunakan secara optimal, yaitu memberikan hasil yang tertinggi dan

tidak merusak lahan dan lingkungan.

Terkait dengan lahan, pengembangan usahatani padi sawah dihadapkan

pada berbagai masalah, antara lain: (1) terbatasnya sumberdaya lahan yang sesuai

untuk padi sawah, (2) sempitnya lahan sawah per kapita penduduk Indonesia, (3)

makin banyaknya jumlah kepala keluarga petani gurem, dan (4) cepatnya konversi

lahan pertanian menjadi non pertanian (Isa, 2006).

Nilai Ekonomi Sumberdaya Lahan

Menurut Fauzi (2010), sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang

dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya

adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa bermanfaat

bagi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi klasik, sumberdaya diidentikkan dengan

input produksi. Penyetaraan ini tentu saja memiliki keterbatasan karena

sumberdaya diartikan secara terbatas dalam peranannya untuk menghasilkan

utilitas (kepuasan) melalui proses produksi. Dengan kata lain, sumberdaya

diperlukan bukan karena dirinya sendiri, melainkan diperlukan sebagai sarana

untuk mencapai tujuan. Padahal, sumberdaya bisa juga menghasilkan utilitas

(37)

dijadikan faktor produksi, namun memberikan utilitas karena fungsi ekologis yang

dimilikinya.

Menurut Rustiadi et al. (2009), nilai suatu lahan merupakan gabungan dari

economic rent, environmental rent dan social rent. Economic rent adalah surplus

pendapatan yang diperoleh atas penggunaan sebidang lahan yang nilainya

ditentukan oleh kemampuan lahan pada lokasi tertentu untuk menghasilkan

penerimaan dan menutupi biaya produksi. Economic rent sebidang lahan atau

ruang dapat dibedakan atas: (1) nilai intrinsik yang terkandung dalam sebidang

lahan, seperti kesuburan dan topografinya sehingga mempunyai keunggulan

produktivitas lahan (ricardian rent); dan (2) nilai yang disebabkan oleh perbedaan

lokasional (locational rent). Sedangkan, environmental rent adalah rente yang

timbul karena setiap bidang lahan mempunyai fungsi ekologis. Jika penggunaan

suatu lahan mengganggu fungsi ekologis, maka akan terjadi biaya sosial yang

ditanggung oleh orang lain.

Dalam kehidupan nyata, ricardian rent, locational rent dan environmental

rent seringkali ditemukan tidak berkorelasi secara positif serta sering menghadapi

trade off seperti antara kepentingan lingkungan dengan kepentingan ekonomi.

Oleh karena itu maka dalam penyusunan persediaan dan peruntukan lahan perlu

disusun dan direncanakan dengan melihat keseimbangan antara tiga rent tersebut.

Perencanaan yang optimum adalah perencanaan yang dapat mengoptimalkan

ketiga jenis rent tersebut.

Padi Sawah

Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman

pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dan

subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang

(Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan

di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Selain Cina dan India,

beberapa wilayah asal padi adalah Bangladessh Utara, Burma, Thailand, Laos dan

Vietnam (Menegristek, 2008).

Terdapat dua jenis tanaman padi, yaitu padi kering (gogo) yang ditanam di

(38)

air. Benih untuk padi gogo langsung ditanam di ladang, sedangkan untuk padi

sawah disemai di persemaian dengan luasan tertentu. Padi sawah meliputi

kira-kira 65% dari seluruh pertanaman padi di daerah tropika. Sawah yang sempit,

biasanya luasnya kurang dari satu hektar atau bahkan jauh lebih kecil (Sanchez,

1993). Tanaman padi yang dikaji dalam penelitian ini adalah padi sawah.

Jenis pengairan lahan sawah, terdiri dari irigasi teknis, irigasi setengah

teknis, irigasi sederhana/desa, irigasi bukan PU, tadah hujan, lebak, pasang surut,

dan polder (BPS, 2009). Ketersediaan air untuk usahatani padi sawah tergantung

pada kondisi cuaca setempat (lokal) atau dalam beberapa hal tergantung pada

sistem pelembahan sungai besar atau pada cuaca di daerah aliran sungai (DAS)

hulu yang seringkali cukup jauh jaraknya. Oleh karena itu, pada waktu dengan

curah hujan rendah, luasan yang berhasil ditanami padi lebih sempit dibanding

pada waktu dengan curah hujan tinggi. Pola yang sama juga terlihat pada sawah

yang diratakan dan berpemalang, jika air irigasi tidak cukup tersedia.

Klasifikasi Kemampuan Lahan untuk Mendukung Usahatani Padi Sawah

Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah sistem

dari United States Departement of Agricuture (USDA). Dalam sistem ini sifat

kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda karena sifat kimia tanah sangat

mudah berubah sehingga kurang relevan untuk digunakan. Sifat-sifat tanah/lahan

yang digunakan sebagai pembeda hanyalah sifat-sifat fisik/morfologi tanah dan

lahan yang langsung dapat diamati di lapangan, sehingga sistem ini sangat praktis

dan kelas-kelas kemampuan lahan dapat langsung ditentukan di lapangan pada

saat survei dilakukan. Karena kelas-kelas kemampuan lahan didasarkan pada

potensinya untuk pertanian umum tanpa menimbulkan kerusakan dalam jangka

panjang, maka tanah-tanah subur tetapi di daerah berlereng sangat curam tidak

termasuk tanah yang sangat sesuai untuk pertanian karena besarnya erosi

mengancam kelestarian penggunaan lahan tersebut untuk pertanian

(Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) juga menyatakan dalam tingkat

kelas, kemampuan lahan menunjukkan kesamaan besarnya faktor-faktor

(39)

mana semakin tinggi kelasnya, maka kualitasnya semakin jelek, berarti resiko

kerusakan dan besarnya faktor penghambat bertambah dan pilihan penggunaan

lahan yang dapat diterapkan semakin terbatas. Tanah kelas I sampai IV

merupakan lahan yang sesuai untuk usaha pertanian, sedangkan kelas V sampai

VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian atau diperlukan biaya yang sangat tinggi

untuk pengelolaannya.

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), klasifikasi kelas

kemampuan lahan adalah sebagai berikut:

1. Kelas I

Lahan kelas I sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa

memerlukan tindakan pengawetan tanah yang khusus. Lahannya datar,

solumnya dalam, bertekstur agak halus atau sedang, drainase baik, mudah

diolah, dan responsif terhadap pemupukan. Lahan kelas I tidak mempunyai

penghambat atau ancaman kerusakan, sehingga dapat digarap untuk usaha tani

tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha

pemeliharaan struktur tanah yang baik diperlukan guna menjaga kesuburan

dan mempertinggi produktivitas.

2. Kelas II

Lahan kelas II mempunyai beberapa penghambat yang dapat mengurangi

pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan atau memerlukan usaha

pengawetan tanah yang tingkatnya sedang, seperti pengolahan menurut

kontur, pergiliran tanaman dengan tanaman penutup tanah atau pupuk hijau,

pembuatan guludan, di samping tindakan-tindakan pemupukan. Faktor

penghambat lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat

berikut: (1) lereng melandai (gentle slope), (2) kepekaan erosi atau erosi yang

telah terjadi adalah sedang, (3) kedalaman tanah agak kurang ideal, (4)

struktur tanah agak kurang baik, (5) sedikit gangguan salinitas atau Na tetapi

mudah diperbaiki, (6) kadang-kadang tergenang atau banjir, (7) drainase yang

buruk (wetness) yang mudah diperbaiki dengan saluran drainase, dan (8) iklim

(40)

3. Kelas III

Lahan kelas III mempunyai penghambat yang agak berat, yang mengurangi

pilihan jenis tanaman yang dapat diusahakan, atau memerlukan usaha

pengawetan tanah yang khusus atau kedua-duanya, di samping usaha-usaha

untuk memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah. Faktor penghambat

lahan kelas III adalah salah satu atau kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1)

lereng agak curam, (2) kepekaan erosi agak tinggi atau erosi yang telah terjadi

cukup berat, (3) sering tergenang banjir, (4) permeabilitas sangat lambat, (5)

masih sering tergenang meskipun drainase telah diperbaiki, (6) dangkal, (7)

daya menahan air rendah, (8) kesuburan tanah rendah dan tidak mudah

diperbaiki, (9) salinitas atau kandungan Na sedang, (10) penghambat iklim

sedang.

4. Kelas IV

Lahan kelas IV mempunyai penghambat yang berat yang membatasi pilihan

tanaman yang diusahakan, memerlukan pengelolaan yang sangat berhati-hati

atau kedua-duanya. Penggunaan lahan kelas IV sangat terbatas karena salah

satu atau kombinasi dari penghambat berikut: (1) lereng curam, (2) kepekaan

erosi besar, (3) erosi yang telah terjadi berat (4) tanah dangkal, (5) daya

menahan air rendah, (6) sering tergenang banjir yang menimbulkan kerusakan

berat pada tanaman, (7) drainase terhambat dan masih sering tergenang

meskipun telah dibuat saluran drainase, (8) salinitas atau kandungan Na agak

tinggi, (9) penghambat iklim sedang.

5. Kelas V

Lahan kelas V mempunyai sedikit atau tanpa bahaya erosi, tetapi mempunyai

penghambat lain yang praktis sukar dihilangkan, sehingga dapat membatasi

penggunaan lahan ini. Akibatnya, lahan ini hanya cocok untuk tanaman

rumput ternak secara permanen atau dihutankan. Lahan ini datar, akan tetapi

mempunyai salah satu atau kombinasi sifat-sifat berikut: (1) drainase yang

sangat buruk atau terhambat, (2) sering kebanjiran, (3) berbatu-batu, dan (4)

(41)

6. Kelas VI

Lahan kelas VI mempunyai penghambat yang sangat berat sehingga tidak

sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai untuk tanaman rumput ternak atau

dihutankan. Lahan ini mempunyai penghambat yang sulit sekali diperbaiki

karena salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: (1) lereng sangat curam, (2)

bahaya erosi atau erosi yang telah terjadi sangat berat, (3) berbatu-batu, (4)

dangkal, (5) drainase sangat buruk atau tergenang, (6) daya menahan air

rendah, (7) salinitas atau kandungan Na tinggi, dan (9) penghambat iklim

besar.

7. Kelas VII

Lahan kelas VII sama sekali tidak sesuai untuk usahatani tanaman semusim

dan hanya sesuai untuk padang gembalaan atau dihutankan. Faktor

penghambatnya lebih besar dibandingkan kelas VI, yaitu salah satu atau

kombinasi dari sifat-sifat berikut: (1) lereng terjal, (2) erosi sangat berat, (3)

tanah dangkal, (4) berbatu-batu, (5) drainase terhambat, (6) salinitas atau

kandungan Na sangat tinggi, dan (7) iklim sangat menghambat.

8. Kelas VIII

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk produksi pertanian dan harus dibiarkan

dalam keadaan alami atau di bawah vegetasi hutan. Lahan ini dapat

dipergunakan untuk daerah rekreasi cagar alam atau hutan lindung.

Penghambat yang tidak dapat diperbaiki lagi dari lahan ini adalah salah satu

atau lebih sifat berikut: (1) erosi atau bahaya erosi sangat berat, (2) iklim

sangat buruk, (3) tanah selalu tergenang, (4) berbatu-batu, (5) kapasitas

menahan air sangat rendah, (6) salinitasnya atau kandungan Na sangat tinggi,

dan (7) sangat terjal. Bad land, batuan singkapan, pasir pantai, bekas-bekas

penambangan dan lahan yang hampir gundul termasuk dalam kelas ini.

Kendala dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah

Pengembangan usahatani padi sawah saat ini dihadapkan pada berbagai

kendala, seperti meningkatnya permintaan akan beras, berkurangnya ketersediaan

(42)

yang sempit, keterbatasan investasi dan pemodalan, tingkat pendidikan petani

yang relatif rendah, dan lambatnya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Tingkat kesuburan lahan mempengaruhi produktivitas hasil, sehingga

tidak mengherankan apabila produktivitas lahan di Jawa jauh lebih tinggi

(rata-rata 50,65 kw/ha dari tahun 1991 sampai 2001) dibanding di luar Jawa ((rata-rata-(rata-rata

36,77 kw/ha dari tahun 1991 sampai 2001). Berdasarkan hasil penelitian Barus et

al. (2011), rata-rata produktivitas usahatani padi sawah di Kabupaten Garut pada

tahun 2011 mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu

61,48 kw/ha. Sehubungan dengan hal tersebut, terjadinya alih fungsi lahan

pertanian pangan terutama sawah ke penggunaan lahan lain, adalah sangat

disayangkan, apalagi sistem pertanian lahan sawah di Jawa yang pada umumnya

memiliki sistem irigasi teknis sehingga memungkinkan dilakukan penanaman dua

kali dalam setahun (Rustiadi dan Wafda dalam Arysad dan Rustiadi, 2008).

Karama (1999) berpendapat bahwa masih terdapat peluang besar untuk

membangun sektor pertanian yang tangguh, modern dan efisien, misalnya masih

tersedianya areal pertanian dan lahan potensial yang belum dimanfaatkan secara

optimal, adanya kesenjangan hasil antara produktivitas riil dengan produktivitas

potensial, masih besarnya kehilangan dan kerusakan hasil pada waktu panen dan

pasca panen serta meningkatnya daya saing hasil-hasil pertanian akibat depresi

nilai rupiah.

Terkait dengan kendala tersebut di atas, maka dalam upaya meningkatkan

produktivitas usahatani padi sawah, petani diharapkan dapat memilih dan

menggunakan input yang terbatas ketersediaannya secara tepat dan efisien.

Keputusan memilih dan menggunakan berbagai input, seperti lahan, air, benih,

pupuk, tenaga kerja, serta alat dan teknologi yang efisien atau optimal akan

mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Soekartawi (2002), usahatani pada

hakekatnya adalah perusahaan, maka seorang petani atau produsen sebelum

mengelola usahataninya akan mempertimbangkan biaya dan pendapatan dengan

cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien, guna

memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila

(43)

dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya

tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).

Menurut Simkin (1998) dalam Fauzi dan Anna (2005), berbagai metode

telah diaplikasikan oleh para peneliti untuk mengukur efisiensi, di antaranya

dengan metode Atkinson, metode utilitarian, metode Daltoni, dan lain-lain.

Metode-metode tersebut pada dasarnya lebih bersifat penilaian mengenai seberapa

efisien suatu kebijakan terhadap perubahan kesejahteraan masyarakat dalam

konteks ketidakmerataan (inequality). Penilaian terhadap kebijakan yang

menyangkut efisiensi, pada dasarnya dapat dilakukan juga dengan Data

Envelopment Analysis (DEA), juga biasa disebut Frontier Analysis (Charnes,

Cooper, dan Rhodes, 1978). Teknik yang dikenal juga sebagai CCR (dari nama

depan ketiga penemunya), merupakan pengukuran/penilaian terhadap

performance untuk mengevaluasi efisiensi relatif dari unit pengambil keputusan

(decision making units, DMU) dalam suatu aktivitas. Penelitian ini juga akan

menganalisis efisiensi usahatani padi sawah dengan menggunakan metode DEA

tersebut.

DEA merupakan pengukuran efisiensi yang bersifat bebas nilai (value

free) karena didasarkan pada data yang tersedia tanpa harus mempertimbangkan

penilaian (judgement) dari pengambil keputusan (Korhumen et al. 1998 dalam

Fauzi dan Anna, 2005). Teknik ini didasarkan pada pemrograman matematis atau

mathematical programming untuk menentukan solusi optimal yang berkaitan

dengan sejumlah kendala. DEA bertujuan untuk mengukur keragaan relatif

(relative performance) dari unit analisis pada kondisi keberadaan multiple inputs

dan outputs (Dyson, Thanassoulis, dan Boussofiane, 1990 dalam Fauzi dan Anna,

2005). Keistimewaan DEA yang lain adalah kemampuannya dalam

mengakomodasi multiple inputs dan outputs; serta tingkat input atau output yang

nil maupun nondiskret. DEA juga dapat menentukan tingkat potensial maksimum

dari effort atau variabel input secara umum dan laju utilisasi optimalnya.

Pengukuran efisiensi dengan DEA, sebagaimana pengukuran efisiensi lain,

terkait dengan aspek produksi dari aktivitas ekonomi yang diamati. Dari sisi

teoritis, fungsi produksi berkaitan erat dengan return to scale yang

(44)

model DEA yang dikembangkan oleh CCR, efisiensi diukur dengan asumsi bahwa

fungsi produksi bersifat constant return to scale (CRS). Artinya, jika input

dinaikkan dua kali lipat, misalnya, output juga meningkat secara proporsional

(dua kali lipat). Namun, model yang didasarkan pada return to scale ini tidak

selalu tepat bila diaplikasikan pada aktivitas produksi yang mengalami

non-constant return to scale. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, model asal dari

CCR ini kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Banker, Charnes dan Cooper

(1984), dan dikenal dengan model BCC DEA, yang memungkinkan kita

melakukan analisis efisiensi bagi aktivitas ekonomi yang bersifat variable return

to scale (VRS). Kedua pendekatan DEA tersebut merupakan pendekatan dasar

yang digunakan dalam analisis DEA (Fauzi dan Anna, 2005).

Valuasi Ekonomi Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Analisis Kelayakan Finansial

Tujuan dilakukan analisis kelayakan finansial adalah untuk

menggambarkan keuntungan yang sesungguhnya bagi para petani dan merupakan

salah satu aspek yang dipertimbangkan terkait kebijakan lahan pertanian pangan

berkelanjutan. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan

metode cash flow analysis (Gittinger, 1986). Alasan dari penggunaan metode ini

adalah adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang selama umur kegiatan usaha.

Cash flow analysis dilakukan setelah komponen-komponennya ditentukan dan

diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan dalam dua

bagian, yaitu penerimaan atau manfaat (benefit; inflow) dan pengeluaran atau

biaya (cost; outflow). Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit).

Nilai-nilai manfaat dan biaya tersebut kemudian dijadikan nilai sekarang (present

value) dengan mengalikannya dengan discount rate (tingkat diskonto) yang

berlaku.

Gittinger (1986), menetapkan kriteria yang digunakan dan dapat

dipertanggungjawabkan untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial usahatani

padi sawah, yaitu net present value (NPV), benefit cost ratio (BCR), dan internal

rate of return (IRR). NPV menghitung nilai sekarang dari aliran kas yang

(45)

biaya. Nilai bersih sekarang menggambarkan keuntungan dan layak dilaksanakan

jika mempunyai nilai positif. Apabila NPV sama dengan nol, maka usaha tersebut

tidak untung dan tidak rugi, sehingga terserah kepada penilaian pengambil

keputusan untuk dilaksanakan atau tidak. Apabila NPV kurang dari nol, maka

usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan.

BCR diperoleh dengan cara membagi jumlah hasil diskonto manfaat

dengan jumlah hasil diskonto biaya. BCR menunjukkan manfaat yang diperoleh

setiap penambahan satu rupiah pengeluaran. BCR akan menggambarkan

keuntungan dan layak dilaksanakan jika mempunyai nilai lebih dari 1. Apabila

BCR sama dengan 1, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi, sehingga

terserah kepada penilaian pengambil keputusan usaha tersebut dilaksanakan atau

tidak. Apabila BCR kurang dari 1, maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih

baik tidak dilaksanakan.

IRR adalah nilai diskonto yang membuat NPV dari kegiatan usaha sama

dengan nol. Dengan demikian, nilai IRR adalah tingkat bunga maksimum yang

dapat dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumberdaya yang digunakan.

Jika nilai IRR suatu usaha lebih besar dari tingkat diskonto yang dianggap

relevan, maka usaha tersebut layak dilaksanakan. Apabila IRR sama dengan

tingkat diskonto yang dianggap relevan, maka terserah kepada penilaian

pengambilan keputusan untuk dilaksanakan atau tidak. Apabila IRR kurang dari

tingkat diskonto, maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak

dilaksanakan.

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Lahan dalam Usahatani Padi Sawah dengan Menggunakan Pendekatan Surplus Produsen

Menurut Swinton (2005), pendekatan surplus ekonomi berakar dari teori

mikro ekonomi, yaitu penawaran dan permintaan. Ide dasar pendekatan ini

sederhana dan digambarkan pada Gambar 1. Permintaan konsumen ditunjukkan

oleh kurva permintaan, yaitu garis miring ke bawah yang menggambarkan berapa

konsumen bersedia membayar lebih dibandingkan yang lain untuk komoditas

tertentu. Pada harga keseimbangan pasar, p*, para konsumen yang bersedia

membayar lebih dari harga p* mendapatkan keuntungan dengan mendapatkan

(46)

seluruh konsumen, area yang berada di bawah kurva permintaan, D, dan berada di

atas harga keseimbangan, p*, merupakan nilai total surplus konsumen. Area

tersebut menunjukkan perbedaan agregat antara berapa yang bersedia dibayarkan

oleh para konsumen dengan berapa yang dibayarkan. Tetapi, ada beberapa

konsumen yang hanya bersedia membayar dengan harga yang lebih rendah dari

p*, sehingga mereka tidak membeli produk tersebut.

Gambar 1 Surplus ekonomi yang terdiri dari surplus konsumen dan surplus produsen

Penawaran produsen ditunjukkan oleh kurva miring ke atas yang

menggambarkan beberapa produsen dapat menawarkan produk dengan harga

yang lebih rendah dari produsen-produsen lain. Pada harga keseimbangan pasar,

p*, produsen-produsen yang dapat menawarkan produk dengan harga lebih rendah

mendapatkan tambahan keuntungan. Keuntungan agregat yang ditunjukkan oleh

area yang berada di atas kurva penawaran, S, dan berada di bawah harga

keseimbangan, p*, merupakan total surplus produsen. Penjumlahan surplus

konsumen dan surplus produsen dinamakan surplus ekonomi. Dalam penelitian

ini, pendekatan surplus ekonomi yang akan digunakan untuk mengestimasi nilai

ekonomi usahatani padi sawah dibatasi hanya dari sisi produsen saja, yaitu surplus

produsen.

Menurut Fauzi (2010), rente ekonomi pada dasarnya adalah surplus, yakni

perbedaan antara harga yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya dengan biaya

per unit input yang digunakan untuk menjadikan sumberdaya tersebut menjadi

(47)

suatu komoditas. Selisih ini sering disebut sebagai rente per unit input atau unit

rent. Dalam konteks sumberdaya alam, rente ekonomi sering dibedakan antara

scarcity rent atau rente ekonomi yang ditimbulkan karena sifat kelangkaan

sumberdaya dan rente Ricardian (Ricardian rent) atau differential rent.

Pada Gambar 2, kurva penawaran menggambarkan kurva biaya marjinal

dari ekstraksi sumberdaya alam. Dari teori ekonomi mikro kita mengetahui bahwa

kurva biaya marjinal di atas harga minimum menggambarkan kurva penawaran,

sementara harga yang diterima di atas harga minimum disebut surplus. Dengan

demikian pada harga p* terdapat selisih yang positif antara harga dan biaya

marjinal sehingga dihasilkan surplus yang merupakan rente ekonomi Ricardian

(Ricardian rent). Konsep rente ekonomi ini, lebih banyak digunakan pada

sumberdaya terkendali seperti lahan. Dengan demikian, rente ekonomi dalam

kasus ini merupakan manfaat yang diperoleh dari pemilik lahan atas kepemilikan

sumberdaya tersebut (Fauzi, 2010).

Gambar 2 Rente ekonomi lahan

Valuasi Ekonomi Perubahan Kualitas Lahan akibat Penggunaan untuk Usahatani Padi Sawah

Aktivitas produksi pada suatu lahan dapat berdampak terhadap

menurunnya kualitas lahan itu sendiri, seperti terjadinya degradasi tanah, deplesi

unsur hara dan erosi. Menurut Dreschel et al. (2005), degradasi tanah adalah

p*

Harga (p),

Biaya (c)

x*

S=MC

x Rente Ricardian

AC

pmin

A

(48)

menurunnya kapasitas tanah untuk memproduksi barang-barang yang bernilai

bagi manusia. Istilah ini mencakup kemunduran sifat fisik, kimia dan biologi

tanah. Degradasi tanah merupakan proses yang panjang yang dapat dihasilkan

karena erosi, deplesi unsur hara, polusi tanah, salinisasi, dan atau kerusakan

struktur tanah. Degradasi tanah umumnya menyebabkan hilangnya kesuburan

tanah. Deplesi unsur hara merupakan hilangnya unsur hara tanaman dari tanah

atau sistem produksi akibat dari keseimbangan negatif antara input dan output

unsur hara. Proses-proses yang dapat menyebabkan terjadinya deplesi unsur hara

adalah pemanenan, pencucian, denitrifikasi, kebakaran, erosi, dan aliran

permukaan. Erosi adalah salah satu proses dari degradasi tanah yang berkontribusi

terhadap deplesi unsur hara dan kesuburan serta proses degradasi fisik tanah

lainnya. Erosi mengurangi produktivitas tanah secara umum karena berpindahnya

top-soil, berkurangnya kedalaman akar, berpindahnya unsur hara tanaman dan

hilangnya air.

Terdapat berbagai metode valuasi dengan pendekatan pasar yang dapat

diterapkan untuk menilai perubahan kualitas lahan secara kuantitatif, diantaranya

adalah replacement cost approach (RCA), change in productivity approach

(CPA), dan lain-lain. RCA mengestimasi nilai ekonomi menurunnya kualitas

lahan berdasarkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penggantian atau restorasi

aset-aset yang mengalami kerusakan agar produktivitasnya kembali seperti

semula, dan menggunakan biaya-biaya tersebut sebagai ukuran manfaat dari

restorasi. Sedangkan CPA mengestimasi nilai ekonomi berdasarkan perubahan

produktivitas lahan akibat adanya perubahan kualitas lahan tersebut (Dreschel et

al. 2005). Dalam penelitian ini, nilai ekonomi perubahan kualitas lahan akan

diestimasi dengan menggunakan CPA. CPA menilai perubahan kualitas lahan

berdasarkan perubahan produksi yang dihasilkan, dikalikan dengan harga produk

atau berdasarkan perubahan biaya produksi yang dikeluarkan.

Pola Penggunaan Lahan Optimal untuk Usahatani Padi Sawah dengan Menggunakan Pendekatan Optimasi

Pengelolaan usahatani padi sawah yang optimal adalah pengelolaan yang

dapat memaksimumkan produktivitas. Keterbatasan sumberdaya lahan, air dan

Gambar

Gambar 1   Surplus ekonomi yang terdiri dari surplus konsumen dan surplus                        produsen
Gambar 2  Rente ekonomi lahan
Gambar 3  Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 4  Peta administrasi Kabupaten Garut
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan hand gesture recognition dan menggunakan metode convexhull algorithm pengenalan tangan akan lebih mudah hanya dengan menggunakan kamera, hanya dengan hitungan detik aksi

Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah cair industri tapioka yang diperkaya dengan penambahan glukosa dan amonium sulfat sebagai media alternatif starter bakteri asam laktat

Pengetahuan masyarakat tentang perbedaan besar porsi bagian perolehan ahli waris anak laki-laki dan perempuan ini dibenarkan oleh seorang tokoh masyarakat

menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Pola Makan terhadap Kejadian Anemia pada Remaja Putri di SMA Dharma Pancasila Medan Tahun 2013”..

Secara etimologi, dapat disimpulkan bahwa politik kriminal merupakan usaha yang ditempuh terkait penyelenggaraan pemerintahan dan negara, dengan merumuskan dan melaksanakan

Komunikasi WOM yang dilakukan dengan baik dapat meningkatkan Niat calon nasabah untuk membuka rekening di Bank Syariah Muamalat Surabaya. Hal ini membuktikan

Tesis ini berjudul “Ijtihad Fikih Kontemporer (tinjauan metode penetapan hukum Lembaga Majelis Agama Islam di Patani Thailand Selatan)” dengan rumusan masalah: 1)

lingkungan kabupten, kota dan propinsi dengan materi perkembangan teknologi. Metode Explicit Intructions ini untuk meningkatkan hasil belajar IPS yang dapat