KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administras
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemetaan Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa dominan aktivitas ekonomi Kabupaten Garut dialokasikan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan, hutan produksi, perkebunan dan perikanan. Terkait pertanian tanaman pangan, Kabupaten Garut berpotensi kuat menjadi sentra produksi padi, terutama padi sawah, jagung dan kedelai. Ketersediaan lahan yang semakin terbatas menyebabkan usahatani padi sawah di Kabupaten Garut tidak hanya diusahakan pada lahan-lahan dengan kemampuan lahan yang sesuai untuk padi sawah, tetapi juga pada lahan-lahan yang tidak sesuai. Kemampuan lahan di Kabupaten Garut teridentifikasi ke dalam kelas II sampai dengan kelas VIII, dan usahatani padi sawah tersebar di semua kelas tersebut. Faktor pembatas fisik yang ditetapkan dalam klasifikasi kemampuan
lahan dalam penelitian Barus et al. (2011), meliputi batuan, erosi, kedalaman
tanah, lereng, tekstur tanah, bahaya banjir, drainase dan ketersediaan air (jaringan irigasi).
Pada penelitian ini, sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten Garut diagregasi menjadi dua kelompok kelas, yaitu kelas kemampuan lahan yang sesuai dan tidak sesuai untuk usahatani padi sawah. Pengelompokan ini merujuk pada
Barus et al. (2011) yang menyimpulkan bahwa di Kabupaten Garut lahan dengan
kelas kemampuan lahan kelas II dan kelas III merupakan lahan yang sesuai untuk usahatani padi sawah, sedangkan lahan dengan kelas kemampuan lahan kelas IV sampai dengan kelas VIII tidak sesuai untuk usahatani padi sawah. Data luas wilayah Kabupaten Garut yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada data yang dikeluarkan oleh BPS, yaitu Kabupaten Garut dalam Angka Tahun 2011, di mana luas wilayah Kabupaten Garut tahun 2011 adalah 306.519 ha. Data luas wilayah ini berbeda dengan data luas wilayah yang digunakan dalam penelitian
oleh Barus et al. (2011), karena itu dilakukan proses standarisasi data luasan
terlebih dahulu sebelum mengklasifikasikan sebaran kemampuan lahan menjadi dua kelompok. Hasil pengelompokan dispasialkan dan keluarannya berupa peta sebaran lahan usahatani padi sawah per kecamatan berdasarkan kelas kemampuan lahan (sesuai dan tidak sesuai). Selanjutnya, peta tersebut ditumpangtindihkan dengan peta administrasi Kabupaten Garut. Hasil tumpang tindih dengan
menggunakan software ArcGIS dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan luasan usahatani padi sawah per kecamatan di Kabupaten Garut berdasarkan kelas kemampuan lahan tertera pada Tabel 5.
Gambar 8 Sebaran usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan sesuai dan tidak sesuai di Kabupaten Garut
Tabel 5 Luas baku lahan sawah per kecamatan di Kabupaten Garut berdasarkan kelas kemampuan lahan
No Kecamatan
Luas Lahan Sawah Presentase Lahan Sawah
KL Sesuai (Ha) KL Tidak Sesuai (Ha) Total (Ha) KL Sesuai (%) KL Tidak Sesuai (%) Total (%) 1 Banjarwangi 0,00 1.724,48 1.724,48 0,00 100,00 100,00 2 Banyuresmi 1.198,10 4,24 1.202,34 99,65 0,35 100,00 3 Bayongbong 945,93 461,88 1.407,82 67,19 32,81 100,00 4 Blubur Limbangan 644,41 970,20 1.614,61 39,91 60,09 100,00 5 Bungbulang 230,03 2.635,48 2.865,50 8,03 91,97 100,00 6 Caringin 257,52 964,19 1.221,70 21,08 78,92 100,00 7 Cibalong 340,95 551,94 892,89 38,19 61,81 100,00 8 Cibatu 833,54 282,51 1.116,05 74,69 25,31 100,00 9 Cibiuk 345,29 164,61 509,90 67,72 32,28 100,00 10 Cigedug 6,11 163,40 169,51 3,60 96,40 100,00 11 Cihurip 0,00 611,31 611,31 0,00 100,00 100,00 12 Cikajang 11,07 145,03 156,11 7,09 92,91 100,00 13 Cikelet 455,57 1.171,71 1.627,29 28,00 72,00 100,00 14 Cilawu 210,38 970,29 1.180,66 17,82 82,18 100,00 15 Cisewu 0,00 2.100,29 2.100,29 0,00 100,00 100,00 16 Cisompet 0,00 1.641,16 1.641,16 0,00 100,00 100,00 17 Cisurupan 677,11 190,60 867,70 78,03 21,97 100,00 18 Garutkota 417,51 477,71 895,22 46,64 53,36 100,00 19 Kadungora 1.169,79 123,64 1.293,43 90,44 9,56 100,00 20 Karangpawitan 1.083,98 402,33 1.486,30 72,93 27,07 100,00 21 Karangtengah 6,51 301,90 308,41 2,11 97,89 100,00 22 Kersamanah 388,29 199,13 587,42 66,10 33,90 100,00 23 Leles 661,89 408,30 1.070,19 61,85 38,15 100,00 24 Leuwigoong 888,02 37,50 925,52 95,95 4,05 100,00 25 Malangbong 605,62 1.208,94 1.814,56 33,38 66,62 100,00 26 Mekarmukti 590,63 369,17 959,79 61,54 38,46 100,00 27 Pakenjeng 91,38 2.250,24 2.341,62 3,90 96,10 100,00 28 Pameungpeuk 771,88 236,94 1.008,82 76,51 23,49 100,00 29 Pamulihan 0,00 246,36 246,36 0,00 100,00 100,00 30 Pangatikan 312,09 189,60 501,69 62,21 37,79 100,00 31 Pasirwangi 254,12 425,16 679,28 37,41 62,59 100,00 32 Pendeuy 0,00 742,45 742,45 0,00 100,00 100,00 33 Samarang 855,70 190,33 1.046,03 81,80 18,20 100,00 34 Selaawi 164,24 749,25 913,49 17,98 82,02 100,00 35 Singajaya 0,00 1.337,31 1.337,31 0,00 100,00 100,00 36 Sucinaraja 0,00 310,63 310,63 0,00 100,00 100,00 37 Sukaresmi 727,42 13,40 740,82 98,19 1,81 100,00 38 Sukawening 596,48 435,35 1.031,83 57,81 42,19 100,00 39 Talegong 0,00 1.900,73 1.900,73 0,00 100,00 100,00 40 Tarogong Kaler 995,08 173,80 1.168,88 85,13 14,87 100,00 41 Tarogong Kidul 843,36 1,50 844,87 99,82 0,18 100,00 42 Wanaraja 296,10 159,51 455,61 64,99 35,01 100,00 Total (ha) 17.876,11 27.644,49 45.520,60 - - - Rataan (%) - - - 42,09 57.91 100,00
Keterangan: KL = Kelas kemampuan lahan
Berdasarkan Gambar 8 dan Tabel 5, terlihat bahwa lahan yang sesuai untuk padi sawah hanya tersedia di 33 kecamatan dari 42 kecamatan yang ada di Kabupaten Garut. Kecamatan Banjarwangi, Cihurip, Cisewu, Cisompet, Pamulihan, Peundey, Singajaya, Sucinaraja, dan Talegong sama sekali tidak memiliki lahan yang sesuai untuk usahatani padi sawah. Hal ini dikarenakan lahan-lahan di kecamatan-kecamatan tersebut memiliki keterbatasan kemampuan fisik lahan dan ketersediaan air sehingga tidak cocok untuk padi sawah, di mana hampir semua lahan di Kecamatan Cihurip, Cisewu, Pamulihan, Peundey, Singajaya, dan Talegong berupa lereng yang curam dengan kemiringan 15-40% atau >40%; umumnya lahan di Kecamatan Banjarwangi selain berlereng curam juga memiliki tanah dengan kandungan bebatuan yang tinggi; dan umumnya lahan di Kecamatan Cisompet dan Sucinaraja selain berlereng curam juga memiliki tingkat erosi yang tinggi. Namun demikian, usahatani padi sawah diusahakan di semua kecamatan di Kabupaten Garut.
Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar usahatani padi sawah di Kabupaten Garut justru diusahakan pada lahan dengan kemampuan fisik lahan yang tidak sesuai untuk padi sawah, yaitu sebesar 57,91% dari total luas lahan padi sawah atau seluas 27.644,49 ha. Semua usahatani padi sawah yang ada di 9 kecamatan yang telah diuraikan di atas tentunya 100% berada pada lahan yang tidak sesuai. Kecamatan lainnya, di mana terdapat lebih dari 75% usahatani padi sawah yang diusahakan pada lahan yang tidak sesuai adalah Kecamatan Bungbulang, Caringin, Cigedug, Cikajang, Cilawu, Karangtengah, Pakenjeng, dan Selaawi. Usahatani padi sawah yang diusahakan di lahan-lahan yang tidak sesuai
tersebut memerlukan biaya yang besar untuk input produksi. Di sisi lain, karena
lahan yang digunakan adalah lahan yang tidak sesuai, maka kemungkinan besar produktivitas lahan juga rendah jika dibandingkan dengan lahan yang sesuai. Hal ini berimplikasi pada pendapatan yang akan diperoleh petani.
Terkait dengan kebijakan lahan pertanian pangan berkelanjutan, khususnya usahatani padi sawah, kemampuan dan kesesuaian lahan untuk pengembangan usahatani merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan. Hal ini juga tercantum dalam UU No. 41 Tahun 2009 pasal 30, di mana perlindungan lahan pertanian berkelanjutan dilakukan dengan dukungan
penelitian, di antaranya identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan. Input-output
usahatani padi sawah tentunya bervariasi berdasarkan kelas kemampuan lahan,
karena itu penting juga untuk mengkaji keragaan relatif (relative performance)
dan efisiensi input-output usahatani padi sawah seperti yang dijabarkan dalam sub
bab berikut.
Keragaan Relatif Input-Output Usahatani Padi Sawah Berdasarkan Kelas
Kemampuan Lahan
Data input-output usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan
lahan diperoleh dari responden yang bermata pencaharian sebagai petani padi sawah melalui wawancara dengan menggunakan instrumen kuesioner. Petani yang dipilih menjadi responden merupakan petani yang representatif berdasarkan informasi yang diperoleh dari staf Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) di masing-masing kecamatan di Kabupaten Garut. Jumlah total responden sebanyak 106 responden, dengan rincian responden yang mengusahakan usahatani padi sawah di lahan yang sesuai sebanyak 56 responden, dan yang mengusahakan padi sawah di lahan yang tidak sesuai sebanyak 50 responden. Responden umumnya merupakan petani dengan usahatani skala kecil, di mana rataan luas lahan yang diusahakan oleh responden di kedua kelas kemampuan lahan tersebut adalah 0,3 ha. Skala usaha yang kecil ini dapat menyebabkan inefisiensi dalam produksi, kecuali jika dapat menerapkan sistem usahatani yang tepat, seperti usahatani
intensif. Database rataan fisik, harga dan nilai input-output usahatani padi sawah
per kecamatan berdasarkan kelas kemampuan lahan dapat dilihat pada Lampiran 1, 2, 3, 4, 5 dan 6.
Keragaan fisik, harga dan nilai input-output usahatani padi sawah per
hektar lahan per kali tanam di masing-masing kecamatan berdasarkan kelas kemampuan lahan disajikan secara deskriptif melalui perhitungan rataan, simpangan baku dan koefisien keragaman, seperti yang tertera pada Tabel 6, 7 dan 8. Nilai rataan menunjukkan ukuran hasil yang diharapkan dari variabel tertentu, simpangan baku menunjukkan ukuran resiko secara statistik, sedangkan koefisien keragaman merupakan perbandingan antara simpangan baku dengan nilai rataan yang menunjukkan besarnya keragaman dari contoh.
Variabel input atau faktor produksi dalam usahatani padi sawah terdiri dari lahan, air, benih, pupuk kimia (urea, TSP, KCL, ZA dan NPK), pupuk organik, pestisida cair dan serbuk, tenaga kerja (pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian hama, penyiangan, pemanenan, pengolahan jerami, dan
penjemuran padi), serta alat-alat (cangkul, sabit, parang, dan sprayer). Output
usahatani padi sawah berupa Gabah Kering Panen (GKP), jika sudah dijemur/dikeringkan dinamakan Gabah Kering Giling (GKG), dan jika sudah digiling berupa beras. Berdasarkan informasi dari BPS (2010), nilai rendemen (konversi bobot) dari GKP menjadi GKG di Kabupaten Garut adalah 0,8602, sedangkan nilai rendemen dari GKG menjadi beras adalah 0,6274.
Berdasarkan data keragaan fisik yang tertera pada Tabel 6, terlihat bahwa
umumnya kuantitas input fisik yang digunakan, seperti penggunaan benih, pupuk,
pestisida, tenaga kerja selain tenaga kerja pengolahan tanah, dan alat-alat relatif tidak jauh berbeda antara usahatani padi sawah pada kedua kelas kemampuan lahan. Hal ini dikarenakan sistem klasifikasi kemampuan lahan yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada sistem klasifikasi dari USDA, di mana dalam sistem tersebut sifat kimia tanah tidak digunakan sebagai pembeda antar kelas, sehingga kuantitas penggunaan pupuk relatif tidak berbeda antara lahan yang sesuai dengan yang tidak sesuai. Jika sifat kimia tanah dipertimbangkan, maka hasil klasifikasi sebaran kesesuaian lahan akan berbeda dan kemungkinan besar
penggunaan input pupuk berbeda antara lahan yang sesuai dengan yang tidak
sesuai.
Sifat-sifat tanah yang dijadikan pembeda dalam sistem klasifikasi USDA hanyalah sifat-sifat fisik/morfologi tanah dan lahan yang langsung dapat diamati di lapangan, seperti kemiringan lahan, kandungan bebatuan tanah, kedalaman tanah, drainase dan lain-lain. Aspek fisik lain yang dipertimbangkan sebagai pembeda antar kelas kesesuaian adalah ketersediaan air. Informasi ketersediaan
air didapat dari peta jaringan irigasi dan ground check lapang. Sehubungan
dengan hal tersebut, terlihat bahwa perbedaan yang cukup jauh adalah pada
penggunaan input tenaga kerja pengolahan tanah (Tabel 6) dan penggunaan air
Tabel 6 Informasi fisik input-output usahatani padi sawah di wilayah penelitian per kali tanam (2012)
Variabel Satuan
Rataan Simpangan Baku Koefisien
Keragaman Agre- gat Kelas Agre- gat Kelas Agregat Kelas S N S N S N
Luas Lahan Sampel ha/KK 0,30 0,32 0,28 0,18 0,21 0,13 0,61 0,67 0,47 Sewa Lahan ha 1 1 1 0 0 0 0,00 0,00 0,00 Pajak Lahan ha 1 1 1 0 0 0 0,00 0,00 0,00 Penyediaan Air ha 1 1 1 0 0 0 0,00 0,00 0,00 Benih kg/ha 49 47 51 22 21 22 0,45 0,46 0,43 Urea kg/ha 304 272 340 251 168 318 0,83 0,62 0,94 TSP kg/ha 145 143 147 224 251 193 1,55 1,75 1,31 KCl kg/ha 45 57 31 90 101 76 2,01 1,77 2,43 ZA kg/ha 24 15 35 74 46 96 3,05 3,07 2,77 NPK kg/ha 195 174 219 259 219 298 1,33 1,26 1,36 Pupuk Kandang kg/ha 1.777 1.814 1.735 3.128 2.905 3.389 1,76 1,60 1,95 Pestisida Cair botol/ha 12 13 12 18 23 10 1,46 1,77 0,87 Pestisida Serbuk bks/ha 5 4 6 9 7 11 1,93 2,03 1,79 TK Pengolahan Tanah HOKP 42 16 72 42 10 45 1,00 0,62 0,62 TK Penanaman HOKW 28 26 31 12 9 15 0,44 0,34 0,50 TK Pemupukan HOKP 13 11 14 14 9 17 1,09 0,79 1,26 TK PHT HOKP 11 11 11 12 15 9 1,18 1,42 0,84 TK Penyiangan HOKW 31 31 31 20 20 20 0,64 0,62 0,65 Sewa Traktor/ Kerbau ha 1 1 1 0 0 0 0,00 0,00 0,00 TK Panen kg GKP/ha 577 662 482 177 179 117 0,31 0,27 0,24 TK Pengolahan Jerami HOKP 10 8 12 8 5 10 0,80 0,66 0,82 TK Penjemuran Padi HOKW 10 10 10 0 0 0 0,00 0,00 0,00 Cangkul unit/ha 2 2 2 1 1 1 0,56 0,47 0,60 Sabit unit/ha 2 2 2 1 1 1 0,61 0,60 0,63 Parang unit/ha 1 1 2 1 1 2 0,94 0,73 1,02 Sprayer unit/ha 1 1 1 1 1 1 0,92 0,93 0,93 Sewa Sprayer intensitas/ha 4 3 6 9 7 11 2,04 2,06 1,91 Transport ke Penggilingan Ha 1 1 1 0 0 0 0,00 0,00 0,00 Menggiling Padi Ha 1 1 1 0 0 0 0,00 0,00 0,00 Produksi GKP kg/ha 5.582 6.433 4.628 1.482 1.258 1.085 0,27 0,20 0,23 Produksi GKG kg/ha 4.801 5.534 3.981 1.275 1.082 934 0,27 0,20 0,23 Produksi Beras kg/ha 3.012 3.472 2.498 800 679 586 0,27 0,20 0,23
Sumber: Primer, diolah (2012)
Lahan yang termasuk dalam kelas kemampuan lahan tidak sesuai adalah lahan dengan kemiringan lereng antara 15-40% atau >40% sehingga memerlukan lebih banyak tenaga kerja pada saat proses pengolahan tanah karena usahatani padi sawah menggunakan sistem berteras atau terasering. Pada lahan-lahan seperti ini sulit untuk menggunakan alat berat seperti traktor ukuran besar karena sulitnya
akses untuk membawa alat tersebut ke lahan produksi, karena itu umumnya petani menggunakan tenaga kerja manusia pada proses ini. Saat ini, sudah ada teknologi baru untuk mengolah tanah berupa traktor mini atau traktor tangan. Namun, umumnya para petani belum memiliki alat tersebut karena kendala biaya.
Tabel 7 Informasi harga input-output usahatani padi sawah di wilayah penelitian
per kali tanam (2012)
Variabel Satuan
Rataan Simpangan Baku Koefisien
Keragaman
Agregat Kelas Agregat Kelas Agre-
gat Kelas S N S N S N Luas Lahan Sampel ha/KK 0,30 0,32 0,28 0,18 0,21 0,13 0,61 0,67 0,47
Sewa Lahan Rp/ha/tahun 12.227.358 12.778.571 12.192.453 1.556.647 1.260.406 1.539.616 0,13 0,10 0,13
Pajak Lahan Rp/ha/tahun 162.212 177.523 161.022 55.738 62.711 54.554 0,34 0,35 0,34
Penyediaan Air Rp/ha 377.028 179.190 598.607 418.143 150.470 504.401 1,11 0,84 0,84
Benih Rp/kg 7.001 6.693 7.346 1.639 1.541 1.691 0,23 0,23 0,23 Urea Rp/kg 1.771 1.815 1.722 658 603 717 0,37 0,33 0,42 TSP Rp/kg 1.477 1.543 1.402 1.191 1.168 1.224 0,81 0,76 0,87 KCl Rp/kg 755 930 558 1.210 1.205 1.197 1,60 1,30 2,14 ZA Rp/kg 238 208 272 656 614 706 2,76 2,95 2,59 NPK Rp/kg 1.555 1.408 1.721 1.302 1.316 1.280 0,84 0,93 0,74 Pupuk Kandang Rp/kg 211 226 193 402 453 339 1,91 2,00 1,76
Pestisida Cair Rp/botol 26.433 24.758 28.310 17.723 15.873 19.582 0,67 0,64 0,69
Pestisida Serbuk Rp/bks 6.047 6.250 5.820 8.979 9.311 8.681 1,48 1,49 1,49 TK Pengolahan Tanah Rp/HOKP 29.151 28.438 29.950 4.927 4.144 5.613 0,17 0,15 0,19 TK Penanaman Rp/HOKW 21.179 21.080 21.290 4.120 3.937 4.354 0,19 0,19 0,20 TK Pemupukan Rp/HOKP 29.151 28.438 29.950 4.927 4.144 5.613 0,17 0,15 0,19 TK PHT Rp/HOKP 29.151 28.438 29.950 4.927 4.144 5.613 0,17 0,15 0,19 TK Penyiangan Rp/HOKW 21.179 21.080 21.290 4.120 3.937 4.354 0,19 0,19 0,20 Sewa Traktor/ Kerbau Rp/ha 1.075.111 1.435.428 671.555 666.828 552.976 543.194 0,62 0,39 0,81 TK Panen Rp/kg GKP 3.229 3.197 3.264 272 279 262 0,08 0,09 0,08 TK Pengolahan Jerami Rp/HOKP 29.151 28.438 29.950 4.927 4.144 5.613 0,17 0,15 0,19 TK Penjemuran Padi Rp/HOKW 21.179 21.080 21.290 4.120 3.937 4.354 0,19 0,19 0,20 Cangkul Rp/unit 128.071 135.938 119.260 72.958 76.135 68.919 0,57 0,56 0,58 Sabit Rp/unit 35.533 36.143 34.850 21.681 22.465 20.974 0,61 0,62 0,60 Parang Rp/unit 34.387 36.429 32.100 26.310 28.821 23.257 0,77 0,79 0,72 Sprayer Rp/unit 220.377 214.554 226.900 201.048 197.611 206.642 0,91 0,92 0,91
Sewa Sprayer Rp/inten- sitas 4.670 5.214 4.060 8.745 10.366 6.523 1,87 1,99 1,61 Transport ke Penggilingan Rp/ha 99.377 89.643 110.280 110.630 85.218 133.587 1,11 0,95 1,21 Menggiling Padi Rp/ha 2.358.376 2.613.924 2.072.162 2.264.058 2.892.342 1.198.317 0,96 1,11 0,58 Produksi GKP Rp/kg 3.221 3.197 3.248 264 279 245 0,08 0,09 0,08 Produksi GKG Rp/kg 4.086 4.041 4.137 351 324 375 0,09 0,08 0,09 Produksi Beras Rp/kg 7.505 7.433 7.586 486 429 512 0,06 0,06 0,07
Pada Tabel 6 terlihat bahwa untuk usahatani padi sawah pada lahan dengan kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai memerlukan tenaga kerja untuk pengolahan tanah hampir lima kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada lahan yang sesuai, yaitu rata-rata 72 hari orang kerja pria (HOKP)/ha/kali tanam untuk usahatani pada lahan yang tidak sesuai dan 16 HOKP/ha/kali tanam untuk usahatani pada lahan sesuai, dan hal ini berimplikasi pada biaya (lihat Gambar 9).
Ketersediaan air merupakan faktor pembeda dalam klasifikasi kemampuan lahan, padahal padi sawah memerlukan air yang cukup setidaknya selama dua bulan awal masa pertumbuhan. Data sekunder dan data primer (melalui responden) terkait volume air yang digunakan per hektar lahan per kali tanam sulit diperoleh, kecuali data biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan air seperti yang tertera pada Tabel 7. Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa biaya rata- rata yang dikeluarkan untuk pengadaan air pada usahatani di lahan yang tidak sesuai jauh lebih besar dibandingkan lahan yang sesuai, yaitu Rp 598.607/ha/kali tanam untuk lahan yang tidak sesuai dan Rp 179.190/ha/kali tanam untuk lahan yang sesuai (lihat Gambar 9).
Produktivitas usahatani berbeda antara kelas kemampuan lahan (lihat Tabel 6), di mana rataan produksi GKP per hektar lahan pada usahatani dengan kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai lebih rendah dibandingkan dengan usahatani pada lahan yang sesuai, yaitu 4.628 kg/ha/kali tanam untuk usahatani pada lahan yang tidak sesuai dan 6.433 kg/ha/kali tanam untuk usahatani pada lahan yang sesuai.
Tabel 7 menunjukkan bahwa harga input-output usahatani padi sawah
tidak berbeda signifikan antara lahan yang tidak sesuai dengan yang sesuai.
Berdasarkan perhitungan data fisik input-output dikalikan harga, maka diperoleh
nilai input-output usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan
seperti yang tertera pada Tabel 8. Tabel 8, Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa perbedaan rataan biaya tenaga kerja pengolahan tanah dan penyediaan air untuk memproduksi GKP relatif cukup besar antara usahatani pada lahan yang tidak sesuai dengan yang sesuai, sedangkan rataan biaya yang
dikeluarkan untuk input benih, pupuk, pestisida dan alat-alat yang digunakan
GKP pada usahatani di lahan yang tidak sesuai walaupun lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani di lahan yang sesuai, namun perbedaannya relatif tidak terlalu besar, yaitu Rp 10.615.718/ha/musim untuk usahatani pada lahan yang tidak sesuai dan Rp 9.799.665/ha/musim untuk usahatani pada lahan yang sesuai.
Tabel 8 Informasi nilai input-output usahatani padi sawah di wilayah penelitian
per kali tanam (2012)
Variabel Satuan
Rataan Simpangan Baku Koefisien Keragaman Agregat Kelas Agregat Kelas Agre-
gat
Kelas
S N S N S N
Luas Lahan ha/KK 0,30 0,32 0,28 0,18 0,21 0,13 0,61 0,67 0,47
Sewa Lahan Rp/ha/
/tahun
12.227.358 12.778.571 12.192.453 1.556.647 1.260.406 1.539.616 0,13 0,10 0,13
Pajak Lahan Rp/ha
/tahun
162.212 177.523 161.022 55.738 62.711 54.554 0,34 0,35 0,34
Penyediaan Air Rp/ha 377.028 179.190 598.607 418.143 150.470 504.401 1,11 0,84 0,84
Benih Rp/ha 348.548 313.163 388.179 187.543 163.904 205.382 0,54 0,52 0,53 Urea Rp/ha 595.494 523.974 675.597 524.302 331.602 673.229 0,88 0,63 1,00 TSP Rp/ha 344.334 344.038 344.666 549.865 627.078 454.443 1,60 1,82 1,32 KCl Rp/ha 107.955 136.390 76.107 222.416 255.781 174.958 2,06 1,88 2,30 ZA Rp/ha 43.110 22.985 65.651 136.691 78.709 179.173 3,17 3,42 2,73 NPK Rp/ha 505.388 455.112 561.698 681.628 609.067 757.031 1,35 1,34 1,35
Pupuk Kandang Rp/ha 418.458 465.583 365.678 702.577 727.335 677.179 1,68 1,56 1,85
Pestisida Cair Rp/ha 381.338 410.294 348.908 791.912 1.039.043 360.557 2,08 2,53 1,03
Pestisida Serbuk Rp/ha 56.435 61.592 50.658 117.137 144.746 76.297 2,08 2,35 1,51
TK Olah Tanah Rp/ha 1.218.796 443.045 2.087.637 1.216.061 286.929 1.272.167 1,00 0,65 0,61
TK Penanaman Rp/ha 589.081 548.074 635.008 271.678 222.477 313.896 0,46 0,41 0,49 TK Pemupukan Rp/ha 371.711 330.715 417.626 454.558 279.175 592.629 1,22 0,84 1,42 TK PHT Rp/ha 308.246 306.390 310.325 337.181 403.391 246.912 1,09 1,32 0,80 TK Penyiangan Rp/ha 662.540 663.095 661.919 440.093 449.994 433.291 0,66 0,68 0,65 Sewa Traktor/ Kerbau Rp/ha 1.075.111 1.435.428 671.555 666.828 552.976 543.194 0,62 0,39 0,81 TK Panen Rp/ha 1.866.491 2.125.324 1.576.598 608.889 635.927 422.154 0,33 0,30 0,27
TK Olah Jerami Rp/ha 289.265 230.214 355.403 249.700 154.039 313.888 0,86 0,67 0,88
TK Jemur Padi Rp/ha 211.792 210.804 212.900 41.203 39.367 43.543 0,19 0,19 0,20
Cangkul Rp/ha 233.863 229.152 239.140 167.090 164.013 171.984 0,71 0,72 0,72
Sabit Rp/ha 67.953 68.089 67.800 62.213 56.050 69.047 0,92 0,82 1,02
Parang Rp/ha 57.406 51.429 64.100 62.076 49.486 73.635 1,08 0,96 1,15
Sprayer Rp/ha 232.642 230.625 234.900 225.731 232.070 220.742 0,97 1,01 0,94
Sewa Sprayer Rp/ha 56.231 46.318 67.333 118.475 95.387 140.096 2,11 2,06 2,08
Transport ke Penggilingan
Rp/ha 99.377 89.643 110.280 110.630 85.218 133.587 1,11 0,95 1,21
Menggiling Padi Rp/ha 2.358.376 2.613.924 2.072.162 2.264.058 2.892.342 1.198.317 0,96 1,11 0,58
Produksi GKP Rp/ha 18.003.568 20.644.715 15.045.483 5.144.160 4.766.571 3.781.773 0,29 0,23 0,25
Produksi GKG Rp/ha 19.599.583 22.391.261 16.472.903 5.384.343 4.836.218 4.121.707 0,27 0,22 0,25
Produksi Beras Rp/ha 22.591.582 25.456.240 18.928.722 6.162.887 4.447.221 4.543.356 0,27 0,17 0,24
Perbedaan rata-rata produktivitas GKP relatif cukup tinggi antara usahatani pada lahan yang sesuai dengan lahan yang tidak sesuai sehingga menyebabkan penerimaan yang diperoleh juga berbeda cukup tinggi, di mana penerimaan usahatani pada lahan yang tidak sesuai sebesar Rp 15.477.038/ha/kali tanam, sedangkan usahatani pada lahan yang sesuai sebesar 20.512.382/ha/kali tanam.
Gambar 9 Grafik biaya tenaga kerja pengolahan tanah dan penyediaan air pada usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan
Gambar 10 Grafik biaya produksi GKP dan penerimaan usahatani padi sawah berdasarkan kelas kemampuan lahan
Berdasarkan kondisi yang telah dipaparkan, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani dan menjaga keberlanjutan usahatani padi sawah, maka
efisiensi penggunaan berbagai input perlu diterapkan. Efisiensi juga merupakan
salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam UU No. 41 Tahun 2009. Penilaian terhadap kebijakan efisiensi usahatani padi sawah dilakukan dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA). Model DEA yang digunakan dalam analisis ini adalah CCR DEA dengan menggunakan asumsi aktivitas
produksi bersifat constant return to scale (CRS) dan BCC DEA dengan asumsi
aktivitas produksi bersifat variable return to scale (VRS) yang berorientasi
terhadap ouput atau memaksimisasi output.
Analisis efisiensi ini dilakukan berdasarkan kelas kemampuan lahan
dengan memasukan semua variabel input dari segi pembiayaan ke dalam model.
Namun, karena keterbatasan alat analisis yang digunakan, maka variabel
pembiayaan berbagai input tersebut dikelompokkan menjadi tiga variabel, yaitu
biaya pemupukan, biaya tenaga kerja dan biaya input lainnya (lahan, air, benih,
pestisida, dan penggunaan atau sewa alat) dengan satuan biaya rupiah per
kilogram GKP. Data output yang dianalisis adalah output GKP dalam bentuk
penerimaan dari produksi GKP per kali tanam per hektar (ribu rupiah).
Analisis DEA lanjutan dilakukan untuk usahatani padi sawah pada lahan dengan kelas kemampuan lahan yang tidak sesuai saja, sedangkan untuk usahatani pada lahan yang sesuai tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan hasil analisis statistika deskriptif (seperti yang tertera pada Tabel 6 dan Gambar 9)
menunjukkan bahwa dari sisi penggunaan input tenaga kerja, usahatani padi
sawah pada lahan yang tidak sesuai jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani pada kelas kemampuan lahan yang sesuai sehingga tingkat efisiensi penggunaan tenaga kerja pada usahatani di lahan tidak sesuai perlu dianalisis.
Data input tenaga kerja pada usahatani di lahan yang tidak sesuai (dalam
satuan HOK/kali tanam) dikelompokan menjadi tiga variabel, yaitu tenaga kerja yang digunakan untuk proses pengolahan tanah, tenaga kerja penanaman dan pemupukan, serta tenaga kerja pengendalian hama dan penyiangan. Pada bagian
ini, data output yang dianalisis adalah produksi GKP (kg/ha/kali tanam). Analisis
lanjutan ini tidak dilakukan pada usahatani padi sawah di lahan yang sesuai karena jumlah tenaga kerja pada masing-masing komponen tidak terlalu bervariasi.
Ringkasan hasil analisis efisiensi usahatani padi sawah pada lahan yang sesuai dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10, sedangkan hasil lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Ringkasan hasil analisis efisiensi usahatani padi sawah pada
lahan yang tidak sesuai yang menyertakan semua biaya variabel input ke dalam model dapat dilihat pada Tabel 11, 12, 13 dan 14, sedangkan hasil analisis lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
Tabel 9 menyajikan hasil skor efisiensi usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan yang sesuai berdasarkan pendekatan CCR (asumsi CRS) dan BCC (asumsi VRS). Tabel 9 memperlihatkan bahwa pendekatan yang berbeda akan menghasilkan skor efisiensi yang berbeda pula. Umumnya skala produksi
usahatani bersifat decreasing return to scale (kenaikan hasil berkurang) yang
artinya penambahan satu satuan faktor produksi yang terus menerus akan menyebabkan penambahan produksi yang semakin lama semakin berkurang.
Hasil analisis dengan menggunakan asumsi CRS maupun VRS, menunjukkan bahwa usahatani padi sawah pada lahan sesuai dengan skor efisiensi terendah adalah usahatani di Kecamatan Leuwigoong dengan skor 33,2% (asumsi CRS) dan 52,9% (asumsi VRS). Skor ini menunjukkan bahwa usahatani padi sawah di Kecamatan Leuwigoong berdasarkan asumsi CRS hanya mampu mendukung 33,2% dari sumberdayanya untuk mencapai kapasitas yang optimal, sedangkan berdasarkan asumsi VRS hanya mampu mendukung sebesar 52,9%. Berdasarkan asumsi CRS, usahatani lainnya dengan skor efisiensi relatif rendah (kurang dari 50%) adalah usahatani di Kecamatan Tarogong Kaler (43,9%), Pasirwangi (44,5%), Samarang (46,3%), dan Cisurupan (49,6%). Berdasarkan asumsi VRS, seluruh usahatani pada lahan sesuai di ke-33 kecamatan skor efisiensinya lebih baik karena lebih dari 50%.
Usahatani pada lahan sesuai yang konsisten telah berproduksi secara efisien atau mencapai kapasitas optimal (skor efisiensi 100%), baik berdasarkan CRS maupun VRS adalah usahatani di Kecamatan Bungbulang, Cilawu dan Leles. Rata-rata skor efisiensi usahatani padi sawah pada lahan yang sesuai secara agregat di Kabupaten Garut berdasarkan pendekatan asumsi CRS adalah 0,690 yang mengindikasikan bahwa seluruh usahatani padi sawah pada lahan yang sesuai di Kabupaten Garut beroperasi 69,0% dari kapasitas optimal. Rata-rata skor efisiensi agregat berdasarkan asumsi VRS lebih tinggi, yaitu 0,778 atau telah beroperasi 77,8% dari kapasitas optimal. Hal ini berarti bahwa usahatani- usahatani tersebut semestinya mampu meningkatkan efisiensi dan menghasilkan produksi yang lebih tinggi yang ditunjukkan oleh produksi potensial dari yang ada
saat ini. Secara teknis berdasarkan asumsi CRS dan VRS, usahatani-usahatani
tersebut mengalami kelebihan kapasitas (excess capacity) sebesar 31,0% dan
22,2%.
Tabel 9 Skor efisiensi DEA usahatani padi sawah pada kelas kemampuan lahan