• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Dinamika Sistem Penyerapan Emisi CO2 di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Dinamika Sistem Penyerapan Emisi CO2 di Kota Bogor"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL DINAMIKA SISTEM PENYERAPAN EMISI CO2

DI KOTA BOGOR

RIZKA PERMATAYAKTI RASYIDTA NUR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Dinamika Sistem Penyerapan Emisi CO2 di Kota Bogor adalah benar karya saya dengan

arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Rizka Permatayakti Rasyidta Nur

(4)

Penyerapan Emisi CO2 di Kota Bogor. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO.

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh emisi CO2 sebagian besar

berasal dari aktivitas manusia, terutama di wilayah perkotaan. Konsep kota hijau

(green city) merupakan konsep penanganan masalah tersebut dengan

mengikutsertakan aspek lingkungan dalam berbagai aktivitas perkotaan. Kota Bogor termasuk salah satu kota yang menerapkan konsep tersebut. Penelitian berbasis pemodelan ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan serapan CO2 di

Kota Bogor dan alternatif penanganan permasalahan emisi CO2 tersebut dengan

konsep kota hijau. Pemodelan sistem penyerapan CO2 dibuat untuk 30 tahun ke

depan menggunakan software stella 9.0.2 berdasarkan konsep loss – gain emission. Berbagai aktivitas perkotaan diasumsikan menambah emisi CO2 kota,

sedangkan faktor pengurangnya adalah ruang terbuka hijau (RTH) sebagai serapan CO2. Penyumbang emisi CO2 di wilayah perkotaan diantaranya asap

kendaraan, asap industri, sampah rumah tangga, limbah peternakan, serta emisi pemakaian listrik dan gas. Hasil akhir penelitian ini, emisi CO2 Kota Bogor

mencapai 20 027 878 ton pada tahun 2042. Upaya mitigasi gabungan di beberapa sektor dapat mengurangi emisi CO2 sebesar 2 797 667 ton. Emisi netral tercapai

pada tahun 2036 dengan penghijauan.

Kata kunci: polusi perkotaan, kota hijau, pemodelan, loss – gain emission

ABSTRACT

RIZKA PERMATAYAKTI RASYIDTA NUR. Model Dynamic System of CO2

Emission Absorption in Bogor City. Supervised by HERRY PURNOMO.

Most of the urban pollution is the result of carbon dioxide (CO2) emission

from human activities. Green city is a concept of handling these problems by including the environmental aspects in every urban activity. Bogor is one of the cities that have implemented that concept. This research identified CO2 absorption

in Bogor and the alternatives to solve the emission problem. CO2 absorption

system model was created using software Stella 9.0.2 based on loss – gain emission concept for 30 years prediction. Many urban activities are assumed to increase CO2 emission, while the decrease factor is green open spaces as CO2

sequester. Human activities that contribute to CO2 emission are transportation,

industries, energy consumption such as fuel or electricity, house hold waste, and farms. The result of this research, the CO2 emission of Bogor reached 20 027 878

tons in 2042. Combined mitigation in several sectors could reduce CO2 emission

by 2 797 667 tons. CO2 emission could be neutralized by reforestation in 2036.

(5)

MODEL DINAMIKA SISTEM PENYERAPAN EMISI CO2

DI KOTA BOGOR

RIZKA PERMATAYAKTI RASYIDTA NUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Pada

Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Model Dinamika Sistem Penyerapan Emisi CO2 di Kota Bogor

Nama : Rizka Permatayakti Rasyidta Nur NIM : E14100064

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Herry Purnomo, MComp Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, MScForstTrop Ketua Departemen

(8)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei 2014 sampai Juli 2014 ini mengangkat tema emisi karbondioksida, dengan judul skripsi Model Dinamika Sistem Penyerapan Emisi CO2 di Kota Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Herry Purnomo, MComp atas bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Para Dosen dan Staff Fakultas Kehutanan IPB atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama studi. Terima kasih kepada Ibu Utaminingsih, Dea Mutiara Rasyidta Nur, Pracoyojati Nur Rasyid, Ayah Budi Sriyono, teman-teman, dan segenap keluarga atas motivasi, semangat, dan doanya. Terima kasih kepada Diba Mahargia Tantary dan Rizka Khoirul Atok yang telah membantu selama penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada Nadya Ayu Oktariza, Jania Nurdela, Ayun Farikha Noer Izza, Rizella Tiaranita, dan Indri Setyawanti sebagai teman sekaligus kakak bagi penulis.

Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

Rizka Permatayakti Rasyidta Nur

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang 1

1.2Perumusan Masalah 1

1.3Tujuan Penelitian 2

1.4Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

2.1Sistem dan Pemodelan 2 2.2Peranan Ruang Terbuka Hijau 3 2.3Permasalahan Lingkungan Perkotaan 3 2.4Upaya Pengurangan Emisi CO2 4

3 METODE 5

3.1Waktu dan Tempat 5

3.2Alat dan Bahan 6

3.3Metode Pemodelan Sistem 6 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 7 4.1Isu, Tujuan, dan Batasan 7

4.2Konsep Model 8

4.3Model Spesifik 8

4.4Evaluasi Model 14

4.5Penggunaan Model 15

4.6Dinamika Sistem Penyerapan CO2 Kota Bogor 20

5 SIMPULAN DAN SARAN 21

5.1Simpulan 21

5.2Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(10)

1 Daya serap tutupan lahan 9 2 Konsumsi energi gas alam sektor industri Kota Bogor 10 3 Konsumsi energi sektor transportasi Kota Bogor 10 4 Jumlah penduduk Kota Bogor berdasarkan jenis kelamin 12 5 Spesifikasi faktor emisi peternakan 12 6 Hubungan jumlah kendaraan dan emisi yang dihasilkan 14

DAFTAR GAMBAR

1 Peta rencana pola ruang Kota Bogor 5 2 Konsep model dinamika penyerapan emisi CO2 Kota Bogor 8

3 Submodel serapan CO2 9

4 Submodel industri 10

5 Submodel transportasi 11

6 Submodel pemakaian listrik dan gas 11 7 Submodel rumah tangga 12

8 Submodel peternakan 13

9 Model penyerapan emisi CO2 13

10 Perbandingan jumlah penduduk nyata dan simulasi 14 11 Perbandingan emisi CO2 dan serapan CO2 Kota Bogor

pada kondisi business as usual 15 12 Perubahan serapan CO2 tutupan lahan setelah upaya

mempertahankan luas RTH minimum 16 13 Perubahan emisi peternakan setelah pengelolaan sampah organik

dan kotoran ternak 17

14 Perubahan emisi rumah tangga setelah pengelolaan sampah organik

dan kotoran ternak 17

15 Perubahan emisi LPG dan emisi energi setelah substitusi

LPG dengan biogas 18

16 Perubahan emisi CO2 transportasi setelah gasifikasi

dan penggunaan biodiesel 19 17 Perbandingan emisi CO2 kota dan serapan CO2 kota

dengan penghijauan 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Persamaan model keseluruhan 25 2 Uji sensitivitas model 30 3 Hasil simulasi model awal penyerapan CO2 32

4 Hasil simulasi model awal penyerapan CO2 (lanjutan) 33

(11)

1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Isu pemanasan global telah menyita perhatian tingkat dunia, khususnya mengenai penanganan gas emisi. Salah satu gas emisi tersebut adalah karbondioksida (CO2). Sebagian besar CO2 berasal dari aktivitas manusia.

Akumulasi gas CO2 di udara menyebabkan lingkungan yang tidak sehat dan suhu

udara yang tinggi.

Wilayah perkotaan termasuk Kota Bogor, merupakan pusat pemukiman dan aktivitas non pertanian masyarakat. Selain penduduknya yang lebih padat, dalam hal transportasi dan industri pada umumnya emisi CO2 yang dihasilkan di

perkotaan lebih besar dibandingkan di pedesaan. Maka dibutuhkan upaya untuk menyikapi kondisi tersebut, salah satunya dengan menerapkan konsep kota hijau (green city). Kota hijau merupakan konsep yang mengikutsertakan aspek kelestarian lingkungan di berbagai aktivitas masyarakat perkotaan. Beberapa kota di Indonesia yang menerapkan konsep kota hijau ini diantaranya Surabaya, Malang, Bandung, dan Bogor.

Pemodelan dinamika sistem dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi perkotaan dalam bentuk hubungan timbal balik. Perhitungan kebutuhan serapan emisi dibuat dengan pendekatan tutupan lahan. Masing-masing bentuk tutupan lahan memiliki potensi serapan CO2 yang berbeda sehingga dapat digunakan

untuk memperkirakan potensi keseluruhan wilayah kota. Hal ini dikarenakan metode pengukuran langsung kurang efektif baik dari segi waktu maupun tenaga.

1.2Perumusan Masalah

Besarnya emisi CO2 yang dihasilkan di sebuah kota dipengaruhi oleh

pertumbuhan penduduk dan aktivitas penduduk. Pertumbuhan penduduk ini menyebabkan kebutuhan sarana transportasi, lapangan pekerjaan, dan pemukiman semakin bertambah. Seiring dengan hal tersebut, emisi yang dihasilkan dari aktivitas penduduk seperti pertanian, peternakan, industri, transportasi, dan rumah tangga juga semakin meningkat. Dikhawatirkan kondisi lingkungan semakin terganggu jika tidak diiringi dengan pengembangan kawasan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai serapan emisi yang dihasilkan dari aktivitas-aktivitas tersebut. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:

1 Seberapa besar kecenderungan Kota Bogor membutuhkan pengembangan RTH?

(12)

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi serapan CO2 di Kota

Bogor berdasarkan tutupan lahan, mengetahui perbandingannya dengan emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor transportasi, industri, peternakan, dan rumah

tangga, serta mengetahui alternatif pengendalian emisi CO2 Kota Bogor

berdasarkan konsep kota hijau.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi besarnya emisi CO2

Kota Bogor dan penyerapan emisi tersebut oleh RTH. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan alternatif dalam mengendalikan emisi CO2 di

wilayah perkotaan, serta menjadi salah satu pertimbangan dalam pembuatan kebijakan publik.

2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem dan Pemodelan

Sebuah sistem merupakan kumpulan komponen yang saling terkait dan membentuk hubungan timbal balik. Purnomo (2012) menyatakan bahwa teori sistem merupakan teori yang mempelajari mengenai hubungan timbal balik komponen-komponen penyusun suatu hal. Untuk mempermudah dalam mempelajari sistem tersebut maka dibuat pemodelan yang merupakan bentuk abstraksi dari sistem yang sebenarnya. Salah satu metode pembuatan model adalah dengan membuat miniatur sistem atau menggunakan software. Penyerapan CO2 juga merupakan sebuah sistem dinamis yang tersusun dari berbagai

komponen dengan keterkaitan yang kompleks. Sistem yang terbentuk tersebut selain berinteraksi dengan lingkungan, juga terpengaruh oleh aktivitas manusia menghasilkan CO2. Oleh karena itu pengendalian gangguan lingkungan

merupakan salah satu efek timbal balik dari aktivitas manusia terhadap lingkungannya tersebut.

2.2 Peranan Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau (RTH) memiliki banyak peranan penting bagi kehidupan perkotaan. Selama pertumbuhan, tanaman aktif menyerap CO2 melalui

kegiatan fotosistesis (McPherson dan Simpson 1999). Besarnya CO2 yang

(13)

3

penambahan luasan RTH sebesar 50% mampu menurunkan suhu 0.2 sampai 0.5

⁰C, tetapi penurunan luasan RTH dengan prosentase yang sama menaikkan suhu lingkungan sekitar 0.4 sampai 1.8 ⁰C.

RTH memiliki potensi yang tinggi dalam penyerapan emisi yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Banurea et al. (2013) menyatakan bahwa tegakan pohon heterogen yang ada di kampus Universitas Sumatera Utara seluas 100 hektar memiliki potensi penyerapan emisi CO2 sebesar 3 327.251 kg/jam dengan tutupan

lahan 25.61 hektar. Ruang terbuka hijau tersebut setidaknya mampu mereduksi 50% emisi dari total emisi (6 088.14 kg/jam)yang dihasilkan dari kendaraan yang beroperasi di sekitar kampus. Berdasarkan hasil tersebut maka pengembangan RTH perlu dilanjutkan kembali untuk meningkatkan potensi serapan emisinya.

Kandungan karbon pada hutan kota atau RTH yang berbentuk jalur pada umumnya lebih kecil jika dibandingkan dengan hutan kota bergerombol. Hal ini disebabkan oleh jenis vegetasi penyusun dan jarak tanamnya. Pada hutan kota bentuk jalur, vegetasi penyusunnya relatif homogen dengan jarak tanam teratur, sedangkan pada hutan kota bentuk gerombol, vegetasinya tersusun heterogen dengan kerapatan yang tinggi dan jarak tanam yang tidak seragam. Ratnaningsih dan Suhesti (2010) menyatakan bahwa hutan kota bergerombol memiliki potensi CO2 sebesar 276.87 ton/ha, sedangkan hutan kota jalur 232.97 ton/ha di Kota

Pekanbaru. Dengan kapasitas penyerapan yang lebih kecil, bukan berarti bahwa hutan kota jalur tidak dibutuhkan. Hutan kota jalur selain sebagai penyerap emisi CO2 juga dapat berfungsi sebagai perindang jalur dan penambah nilai estetika kota

(Fandeli 2004 dalam Tinambunan 2006).

2.3 Permasalahan Lingkungan Perkotaan

Kualitas udara dan lingkungan dapat menurun akibat peningkatan aktivitas manusia memanfaatkan bahan bakar minyak (BBM), membangun, dan menghasilkan sampah. Penurunan kualitas lingkungan tersebut dapat dicegah dengan meningkatkan RTH atau pepohonan disekitar bangunan perkotaan sebagai penyeimbang kondisi lingkungan (Putriatni 2009 dalam Pradiptiyas et al. 2012). Berdasarkan Pradiptiyas et al. (2012), upaya peningkatan kapasitas penyerapan CO2 di perkotaan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan tutupan lahan di area

RTH dan melakukan pemeliharaan intensif untuk RTH publik yang belum terkelola.

Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat (2) dan (3) dinyatakan bahwa proporsi RTH adalah 30% dari total luas wilayah perkotaan. Proporsi tersebut terdiri dari RTH publik (fasilitas umum) dan RTH privat (di area tanah pribadi). RTH publik memiliki proporsi 20% dari total luas wilayah kota, sedangkan sisanya yaitu sebesar 10% merupakan RTH privat. Meskipun demikian, semakin lama pertumbuhan penduduk menyebabkan banyak lahan dibangun menjadi pemukiman, sehingga luasan RTH semakin lama semakin terdesak oleh pembangunan tersebut.

Sistem transportasi juga berpengaruh pada penggunaan lahan dan tata ruang kota karena kebutuhan penduduk terhadap transportasi juga semakin meningkat (Arief 2012). Begitu pula dengan emisi gas CO2 yang dihasilkan dari penggunaan

(14)

CO2 Kota Bogor diperkirakan sebesar 600 216 ton pada tahun 2010 dan mencapai

848 175 ton pada tahun 2100 (Dahlan 2007). Dapat dikatakan bahwa kebutuhan terhadap hutan kota semakin bertambah seiring dengan intensitas dan frekuensi aktivitas manusia menghasilkan emisi. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengendalikan kondisi tersebut salah satunya dengan perluasan hutan kota, penanaman jenis penyimpan karbon yang tinggi, atau pembatasan konsumsi energi untuk menetralkan emisi yang dihasilkan.

2.4 Upaya Pengurangan Emisi CO2

Permasalahan emisi tidak hanya menjadi perhatian Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian negara-negara lain. Salah satu upaya mengurangi emisi karbondioksida adalah dengan memanfaatkan Bahan Bakar Nabati (BBN) pengganti bahan bakar fosil. Pada tahun 1970 Brazil berusaha mengembangkan bahan bakar alkohol dengan bahan baku tetes tebu (Soccol et al. 2005). Pada tahun 1990 Perancis membuat produk biodiesel dengan bahan dasar rapeseed

(Walwijk 2005) dan diikuti Amerika Serikat membuat bahan bakar alkohol dengan bahan dasar jagung pada tahun 2005. Jika dibandingkan dengan bensin, biodiesel atau bioetanol menghasilkan faktor emisi yang lebih besar yaitu 70 800 kg/TJ, sedangkan bensin 69 300 kg/TJ, dan solar 74 100 kg/TJ. Oleh karena itu BBN tersebut lebih tepat digunakan sebagai substitusi solar (Sugiyono 2008). Selain BBN, negara lain seperti Chicago dan Berlin menggunakan panel surya sebagai pembangkit listrik, sedangkan Tokyo dan Helsinki memilih memanfaatkan tenaga angin untuk menekan penggunaan batu bara.

(15)

3

METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Bogor pada Mei 2014 sampai dengan Juli 2014 dengan objek penelitian Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Sumber: BAPPEDA Kota Bogor 2011

(16)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya alat tulis, kalkulator, dan seperangkat komputer dengan software pengolah data Microsoft word 2010

dan Microsoft excel 2010, sedangkan untuk pemodelan digunakan software Stella 9.0.2 dan Vensim PLE.

Bahan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Bogor, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, dan hasil penelitian sebelumnya sebagai pustaka acuan. Data sekunder yang digunakan meliputi:

1 Data statistik penduduk Kota Bogor 2 Data tutupan lahan Kota Bogor

3 Data kendaraan bermotor di Kota Bogor

4 Data konsumsi energi listrik dan gas (LPG) di Kota Bogor 5 Data jumlah ternak dan unggas di Kota Bogor.

3.3 Metode Pemodelan Sistem

Pemodelan dan simulasi sistem penyerapan emisi CO2 Kota Bogor dibuat

dengan software Stella 9.0.2. Langkah-langkah pemodelan sistem yang dilakukan seperti dalam Purnomo (2012) sebagai berikut:

3.3.1Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan

Identifikasi isu dilakukan untuk mengetahui sudut pandang permasalahan yang sebenarnya, sehingga saat membuat pemodelan dapat mengarah pada inti pemecahan masalah yang diangkat. Selanjutnya menentukan tujuan pemodelan dilakukan untuk menyatakan secara langsung hal yang ingin dicapai dari pemodelan tersebut. Setelah isu dan tujuan ditentukan, maka dilakukan penentuan batasan yang digunakan. Hal ini dilakukan agar ruang lingkup model lebih terarah, tidak terlalu luas tetapi juga tidak terlalu sempit.

3.3.2Konseptualisasi Model

Konseptualisasi model merupakan proses menggambarkan konsep keseluruhan model yang akan disusun. Tahapan yang dilakukan dalam fase konseptualisasi model ialah mengidentifikasi keseluruhan komponen yang terlibat dalam pemodelan dan mengelompokkannya berdasarkan interaksi antar komponen tersebut.

3.3.3Spesifikasi Model

(17)

7

3.3.4Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui kesesuaian model dengan dunia nyata. Model dibandingkan dengan realita atau model lain untuk kasus yang serupa. Selanjutnya evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui kesesuaian perilaku model dengan hasil yang diharapkan berdasarkan konsep model.

3.3.5Penggunaan Model

Model digunakan untuk memudahkan pengambilan keputusan atau alternatif penyelesaian masalah. Pada fase penggunaan model dilakukan pendataan alternatif yang mungkin ditempuh dan selanjutnya dijalankan melalui pemodelan.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan langkah-langkah pemodelan yang dilakukan, hasil dan pembahasan penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.1 Isu, Tujuan, dan Batasan

Isu utama yang menjadi dasar pemodelan ini adalah besarnya emisi CO2

Kota Bogor. Berdasarkan analisis data tahun 2012, emisi CO2 Kota Bogor

mencapai 2 536 861 ton, sedangkan serapan CO2 Kota Bogor pada tahun yang

sama 113 893 ton. Dibutuhkan upaya meningkatkan serapan CO2 dan

menurunkan emisi CO2 kota. Dalam hal ini serapan yang dimaksud adalah Ruang

Terbuka Hijau (RTH). Kebutuhan RTH dapat dianalisis dengan prinsip netralisasi CO2 karena salah satu fungsi RTH adalah sebagai serapan CO2 (Medha 2009).

RTH Kota Bogor pada tahun 2012 memiliki luas 3 926 Ha. Meskipun luas RTH tersebut masih memenuhi ketentuan 30% dari total luas Kota Bogor, tetapi belum mencukupi kebutuhan serapan emisi CO2. Hal ini dikarenakan

perkembangan perkotaan dan RTH berkebalikan. Semakin lama RTH semakin menurun karena pembangunan, sedangkan aktivitas perkotaan semakin maju karena pembangunan tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu dan laju pembangunan, maka gas buang yang dihasilkan penduduk semakin bertambah. Oleh karena itu dilakukan penelitian berbasis pemodelan untuk mengetahui kecenderungan kebutuhan serapan CO2 Kota Bogor. Pemodelan yang dilakukan

juga bertujuan mengetahui skenario terbaik menurunkan emisi CO2 Kota Bogor.

Batasan pemodelan ini adalah pemodelan hanya mencakup wilayah Kota Bogor. Pemodelan dijalankan untuk rentang waktu 30 tahun terhitung sejak 2012 sampai 2042. Penyerapan CO2 oleh RTH dihitung berdasarkan daya serap CO2

(18)

terbangun masih terdapat kemampuan menyerap CO2. Hal ini dikarenakan dalam

dokumen Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) diterapkan Koefisien Dasar Hijau (KDH) minimal 20% dari area terbangun. Proporsi tersebut dipertahankan sebagai salah satu bentuk RTH privat berupa taman (Medha 2009). Maka dari itu kemampuan menyerap CO2 lahan terbangun juga ditambahkan dalam perhitungan

serapan CO2 kota. Sumber emisi pemodelan ini berasal dari sektor industri,

transportasi, pemakaian listrik dan gas alam, sampah rumah tangga, dan peternakan.

4.2 Konsep Model

Konsep model penyerapan CO2 Kota Bogor dituangkan dalam Gambar 2.

Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep loss-gain emission

dari aktivitas penduduk perkotaan. Model simulasi yang dibangun terdiri dari satu model utama yaitu model penyerapan emisi CO2 dan beberapa submodel yaitu

submodel serapan CO2, submodel transportasi, submodel industri, submodel

pemakaian listrik dan gas, submodel rumah tangga, serta submodel peternakan. Berdasarkan konsep model, aktivitas-aktivitas penduduk bersifat menambah emisi CO2, sedangkan RTH kota bersifat mengurangi emisi CO2. Upaya-upaya untuk

mengurangi emisi CO2 dalam konsep model diantaranya gasifikasi dan

penggunaan biodiesel, substitusi LPG dengan biogas, pengelolaan sampah organik menjadi biogas, dan reforestasi.

Gambar 2 Konsep model dinamika penyerapan emisi CO2 Kota Bogor

4.3 Model Spesifik

4.3.1Submodel Serapan CO2

Submodel serapan CO2 menggambarkan besarnya serapan CO2 kota

(19)

9

per tahun. Luasan tiap bentuk tutupan lahan dikalikan dengan daya serap CO2

masing-masing dan diakumulasikan untuk mengetahui total kemampuan serapan CO2 Kota Bogor. Besarnya daya serap tiap bentuk tutupan lahan tersaji dalam

Tabel 1.

Tabel 1 Daya serap tiap bentuk tutupan lahan

No. Jenis tutupan lahan

Daya serap CO2 (ton/ha/tahun)

Sekretariat RAN – GRK (ton/ha/tahun)

Wasis et al.

(ton/ha/tahun)

Rata – rata (ton/ha/tahun)

1 Sawah 29.36 33.83 31.6 2 Ladang 18.35 16.29 17.32 3 Perkebunan 23.12 21.85 22.48 4 Hutan 31.01 27.16 29.08 5 Semak dan rumput 5.5 6.04 5.77 6 Lahan terbangun 6.12 4.58 5.35

Sumber: Wasis et al. 2012, dan http://www.sekretariat-rangrk.org/english/home/9-uncategorised /173-baulahan [diunduh pada 1 September 2014]

Gambar 3 Submodel serapan CO2

4.3.2Submodel Industri

Submodel ini disusun hanya berdasarkan jumlah energi yang digunakan sektor industri. Setiap tahunnya sektor industri Kota Bogor mengonsumsi sekitar 300 sampai 400 juta m3 gas alam. Nilai kalor gas alam adalah 38.5 ∙ 10-6 TJ/Nm3 dan menghasilkan emisi CO2 sebesar 63 100 kg/TJ (Boer et al. 2012).

Diasumsikan laju konsumsi gas alam sebesar 8.9% per tahun. Besarnya emisi CO2

(20)

Tabel 2 Konsumsi energi gas alam sektor industri Kota Bogor Tahun Konsumsi energi (m3)

2008 306 289 649 2009 348 339 998 2010 395 450 482 2011 435 704 404 2012 446 435 350

Sumber: Perum Gas Negara Cabang Bogor dalam BPS Kota Bogor

Gambar 4 Submodel industri

4.3.3Submodel Transportasi

Pada submodel emisi transportasi tersusun dari empat jenis kendaraan sebagai penghasil emisi CO2,yaitu sepeda motor, mobil bensin, mobil diesel, dan

bis. Setiap jenis kendaraan memiliki laju jumlah kendaraan dan konsumsi energi spesifik masing-masing. Hal tersebut menentukan besarnya stok jumlah kendaraan dan emisi yang dihasilkan. Spesifikasi submodel ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Spesifikasi submodel transportasi Kota Bogor

Jenis kendaraan

Jumlah unit

Laju jumlah kendaraan (% per tahun)

Konsumsi energi spesifik

(lt/tahun/unit)

Nilai kalor (TJ/lt)

Faktor emisi CO2

(kg/TJ) Mobil bensin 17 112 12.4 1 813.2 33 ∙ 10-6 69 300 Mobil diesel 2 935 11.4 2 320.7 34 ∙ 10-6 74 100 Bis 142 (-5.5) 4 263.6 34 ∙ 10-6 74 100 Sepeda motor 55 444 1.8 550.8 33 ∙ 10-6 69 300

(21)

11

Gambar 5 Submodel transportasi

4.3.4Submodel Pemakaian Listrik dan Gas alam

Energi yang dimanfaatkan oleh penduduk selain bahan bakar minyak (BBM) adalah listrik dan Liquid Petroleum Gasses (LPG). Laju penggunaan kedua jenis sumber energi tersebut berbeda. Laju penggunaan listrik di Kota Bogor diasumsikan meningkat 3.7% per tahun, sedangkan konsumsi LPG menurun 2.8% per tahun. Emisi yang dihasilkan dari konsumsi LPG sebesar 2.43 ∙ 10-3 ton/m3 (Boer et al. 2012). Berbeda dengan LPG, emisi CO2 dari kegiatan

produksi listrik adalah 586 ∙ 10-3 ton/KWh dari rata-rata berbagai sumber bahan bakar dan pembangkit listrik (Wulandari et al. 2013).

Gambar 6 Submodel pemakaian listrik dan gas

4.3.5Submodel Rumah Tangga

Banyaknya sampah rumah tangga dihitung berdasarkan populasi penduduk Kota Bogor. Semakin tinggi populasi penduduknya maka semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Jumlah penduduk Kota Bogor selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4. Kota Bogor diasumsikan mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 2.2% per tahun. Setiap orang menghasilkan sampah 0.1825 ton/tahun dengan emisi CO2 per ton sampah sebesar 2.56 ton. Selain sampah, juga

(22)

Tabel 4 Jumlah Penduduk Kota Bogor berdasarkan jenis kelamin Tahun Laki-laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Jumlah penduduk (jiwa)

2008 476 476 465 728 942 204 2009 481 559 464 645 946 204 2010 483 630 466 704 950 334 2011 493 761 473 637 967 398 2012 510 884 493 947 1 004 831

Sumber: BPS Kota Bogor

Gambar 7 Submodel rumah tangga

4.3.6Submodel Peternakan

Emisi yang dihasilkan dari sektor peternakan terdiri dari emisi fermentasi enterik (ternak besar) dan emisi kotoran hewan (ternak besar dan kecil). Fermentasi enterik merupakan proses pemecahan molekul untuk diserap dalam darah. Diasumsikan laju peningkatan atau penurunan jumlah ternak di Kota Bogor setiap tahunnya bersifat tetap. Spesifikasi emisi ternak dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Spesifikasi faktor emisi peternakan

Jenis ternak

Emisi kotoran ternak (kg/ekor/tahun)

Emisi fermentasi enterik (kg/ekor/tahun)

Laju jumlah ternak (% per tahun)

Sapi perah 713 1 403 (-3.7) Sapi pedaging 23 1 081 0.3

Kerbau 46 1 265 25.3

Kuda 50.37 414 (-6.1)

Kambing 5.06 115 (-37.5)

Domba 4.6 115 2.6

Babi 161 23 0

Ayam kampung 0.46 0 (-5.9) Ras telur 0.46 0 (-23.5)

Ras potong 0.46 0 2.8

Itik 0.46 0 28.9

(23)

13

Gambar 8 Submodel emisi peternakan

4.3.7Model Penyerapan Emisi CO2

Model penyerapan emisi CO2 merupakan inti dari pemodelan yang dibuat.

Model ini menggambarkan keseluruhan sistem penyerapan CO2 Kota Bogor.

Emisi CO2 dari berbagai sektor dan diakumulasikan ke dalam variabel emisi CO2

kota. Emisi tersebut akan menambah CO2 kota sesuai dengan laju tiap sektor dan

akan terkurangi sebesar serapan CO2 kota. Transfer materi (material transfer)

dalam model ini berupa transfer emisi CO2. Variabel emisi CO2 kota dipengaruhi

oleh emisi dari masing-masing sektor, sehingga disebut juga auxiliary variable. Variabel emisi dari masing-masing sektor tersebut dalam model ini disebut juga

driving variable, karena mempengaruhi CO2 kota tetapi tidak berlaku sebaliknya.

(24)

4.4 Evaluasi Model

Model yang dibuat perlu dievaluasi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan dunia nyata. Terdapat tiga tahapan evaluasi model yaitu mengevaluasi kelogisan model, kesesuaiannya dengan konsep model, dan perbandingan dengan data aktual (Purnomo 2012). Tahap pertama dan kedua evaluasi, mengambil contoh emisi CO2 transportasi. Evaluasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 yaitu

hubungan antara jumlah kendaraan dengan emisi CO2 yang dihasilkan.

Berdasarkan tabel tersebut semakin banyak jumlah kendaraan maka emisinya juga semakin tinggi, maka model dapat dikatakan logis dan sesuai konsep.

Tabel 6 Hubungan jumlah kendaraan dan emisi yang dihasilkan Tahun Jumlah roda 2 (unit) Emisi roda 2 (ton)

2012 55 444 7 208 2013 56 442 7 337 2014 57 458 7 470 2015 58 492 7 604 2016 59 545 7 741

Sumber: Data simulasi

Pada penelitian ini, evaluasi model tahap ketiga dilakukan dengan contoh data penduduk Kota bogor. Perbandingan data penduduk berdasarkan simulasi dengan data aktual Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) dapat dilihat pada Gambar 10. Terlihat bahwa grafik yang terbentuk antara data simulasi dan data nyata tidak berbeda jauh. Maka dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil evaluasi, model dapat mewakili kondisi kenyataan di lapangan.

Sumber: Data simulasi dan http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/demografipenduduk [diunduh pada 27 Oktober 2014]

(25)

15

4.5 Penggunaan Model

Model yang dibuat digunakan untuk mengatasi permasalahan emisi CO2

kota, khususnya Kota Bogor. BAPPEDA (2012) menyatakan bahwa terdapat 8 unsur Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yaitu green planning and design, green open space, green waste, green energy, green building, green community, green transportation, dan green water. Kota Bogor mengutamakan 3 unsur yaitu green planning and design, green open space, dan green community. Pada penelitian ini dikembangkan 5 tahapan upaya pengurangan emisi CO2 selain

3 unsur P2KH tersebut. Skenario yang dikembangkan diantaranya mempertahankan RTH, pengelolaan sampah organik, substitusi energi rumah tangga, substitusi bahan bakar kendaraan bermotor, dan penghijauan. Skenario tersebut kemudian dapat dibandingkan dengan kondisi sekarang dan digunakan sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan publik.

4.5.1Kondisi Awal Emisi CO2 Kota Bogor (Business as Usual)

Sebelum dibuat skenario-skenario mitigasi emisi CO2 Kota Bogor,

dilakukan simulasi kondisi awal terlebih dahulu atau disebut juga business as usual (BAU). Hasil perbandingan antara emisi CO2 dan serapan CO2 Kota Bogor

dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan model yang dibuat terlihat bahwa terdapat gap yang sangat tinggi antara emisi CO2 kota dan serapannya. Besarnya

emisi CO2 Kota Bogor tahun 2012 adalah 2 536 861 ton dan mencapai 20 027 878

ton pada tahun 2042, sedangkan serapan CO2 Kota Bogor di tahun 2012 sebesar

113 893 ton dan menurun hingga 93 844 ton pada tahun 2042.

12:05 PM Sun, Nov 16, 2014

1: Serapan CO2 kota 2: Emisi CO2 kota

1 1 1 1

2

2

2

2

Gambar 11 Perbandingan emisi CO2 dan Serapan CO2 Kota Bogor pada kondisi business as usual

4.5.2Skenario Tahap I: Mempertahankan Luas Minimum RTH

(26)

2017 luasan RTH dipertahankan 3 582 ha dengan serapan CO2 sebesar 67 260 ton.

Serapan CO2 Kota Bogor menjadi sekitar 110 000 ton setelah ditambahkan

dengan serapan CO2 lahan terbangun. Berdasarkan skenario ini, laju pembangunan

pada tahun 2017 ke depan hanya sebesar laju konversi tanah terbuka yaitu 9.8% per tahun. Dengan demikian, pemerintah kota dianjurkan untuk mempersiapkan tempat tinggal yang berkembang vertikal seperti apartemen atau rumah susun dan menekan pertumbuhan penduduk. Hasil dari skenario ini dapat dilihat pada Gambar 12.

11:16 AM Sun, Nov 16, 2014 Page 1

2012 2020 2027 2035 2042

Tahun

1: 1: 1:

2: 2: 2:

90000 105000 120000

1: Serapan CO2 kota BAU 2: Serapan CO2 kota skenario

1

1

1

1

2

2 2 2

Gambar 12 Perubahan serapan CO2 tutupan lahan (ton/tahun) setelah upaya

mempertahankan luas RTH minimum

4.5.3Skenario Tahap II: Pengelolaan Sampah Organik dan Kotoran Ternak

Pengelolaan sampah organik dan kotoran ternak termasuk dalam P2KH yaitu green waste. Berdasarkan kondisi umum Kota Bogor dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor, 70% sampah yang dihasilkan berupa sampah organik dan 30% sampah anorganik. Skenario ini diterapkan dengan mengolah 70% sampah penduduk dan 100% kotoran ternak besar menjadi biogas. Setiap harinya seekor sapi dapat menghasilkan 20 kg kotoran yang dapat diproduksi menjadi 0.36 m3 biogas (BPTP Bali 2011). Pada pengolahan sampah menjadi biogas, setiap ton sampah menghasilkan 40 m3 biometan atau setara dengan 9.72 m3 LPG (Ananthakrishnan et al. 2013). Perubahan emisi CO2 peternakan setelah pengelolaan sampah organik dan kotoran

(27)

17

1: Emisi peternakan BAU 2: Emisi peternakan skenario

1 1

1

1

2 2 2 2

Gambar 13 Perubahan emisi peternakan setelah pengelolaan sampah organik dan kotoran ternak

Emisi peternakan setelah pengelolaan sampah organik menurun 98% pada akhir simulasi. Hal ini dikarenakan emisi ternak yang terhitung hanya emisi ternak kecil dan emisi enterik ternak besar. Pada tahun 2042 simulasi, emisi peternakan yang dihasilkan sebelum penerapan skenario sebesar 160 128 ton CO2 dan

menurun hingga 3 551 ton CO2 setelah penerapan skenario. Emisi rumah tangga

mengalami penurunan 41% pada akhir simulasi. Emisi rumah tangga pada tahun 2042 sebelum skenario diterapkan sekitar 1.5 juta ton CO2 dan menjadi 925 000

ton CO2 setelah skenario diterapkan. Perbandingan emisi rumah tangga sebelum

dan sesudah pengolahan sampah dapat dilihat pada Gambar 14.

4:36 PM Fri, Sep 26, 2014

1: Emisi rumah tangga BAU 2: Emisi rumah tangga skenario

1

(28)

Biogas yang dihasilkan pada tahun 2012 sebesar 5 213 699 m3 atau setara dengan 1 266 292 m3 LPG. Produksi biogas ini meningkat setiap tahunnya mengikuti laju peningkatan jumlah ternak besar. Dibutuhkan dukungan pemerintah daerah untuk mempersiapkan sarana prasarana pengolahan sampah organik dan sosialisasi kepada masyarakat apabila skenario ini diterapkan. Meskipun demikian, kajian mengenai dampak negatif penggunaan biogas masih sangat terbatas. Pengelolaan sampah organik dan kotoran ternak menjadi biogas sebelumnya telah dilakukan diantaranya di Gowa, Sleman, Pekalongan, Kulonprogo, dan Bandung sekitar tahun 2007 sampai saat ini masih dilakukan penelitian-penelitian pengembangan lebih lanjut.

4.5.4Skenario Tahap III: Substitusi LPG dengan Biogas

Pada skenario sebelumnya, pengolahan sampah organik menghasilkan biogas dalam jumlah yang cukup besar. Skenario ini merupakan lanjutan dari skenario sebelumnya, yaitu pemanfaatan biogas untuk menggantikan LPG sebagai upaya green energy. Substitusi energi tersebut dapat mengurangi emisi CO2

sebesar 2.5 ton CO2 setiap pemakaian 9 m3 biogas (CCF 2010). Berdasarkan

skenario ini, emisi LPG mengalami penurunan yang signifikan yaitu sekitar 30% hingga akhirnya menjadi 0% emisi. Meskipun demikian, karena emisi LPG hanya sebagian kecil dari emisi energi, maka tidak terjadi perubahan signifikan pada emisi energi. Hasil skenario ini dapat dilihat pada Gambar 15. Substitusi LPG rumah tangga dengan biogas ini telah diteliti dan mulai diterapkan di Gowa, Sulawesi Selatan. Produksi biogas hingga proses penabungan ke dalam tabung LPG 3 kg dikembangkan di Gowa sejak tahun 2013 dengan binaan BPTP Sulawesi Selatan (BPTP Bali 2011).

4:43 PM Fri, Sep 26, 2014

1: Emisi LPG BAU 2: Emisi LPG skenario 3: Emisi energi BAU 4: Emisi energi skenario

1

Gambar 15 Perubahan emisi LPG dan emisi energi setelah substitusi LPG dengan biogas

4.5.5Skenario Tahap IV: Substitusi Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

(29)

19

periode 2010 – 2014. Penggunaan BBG diterapkan pada 50% dari total unit mobil bensin, sedangkan biodiesel digunakan untuk semua unit mobil diesel dan bis. Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 16.

4:48 PM Fri, Sep 26, 2014

1: Emisi transportasi BAU 2: Emisi transportasi skenario

1 1

Gambar 16 Perubahan emisi CO2 transportasi setelah gasifikasi

dan penggunaan biodiesel

Konsumsi BBG untuk mobil bensin sekitar 276.8 m3/tahun, sedangkan mobil diesel dan bis membutuhkan biodiesel dalam jumlah yang sama dengan diesel. Emisi CO2 transportasi menurun 60% pada akhir tahun simulasi dengan

penerapan skenario ini. Berdasarkan data simulasi, emisi CO2 pada tahun 2042

sebelum skenario diterapkan mencapai 2 964 447 ton dan menurun menjadi 960 963 ton setelah skenario diterapkan.

4.5.6Skenario Tahap V: Penghijauan

Prinsip yang digunakan pada skenario ini adalah prinsip netralisasi emisi CO2, yaitu mengimbangi emisi yang dihasilkan dengan menambah serapan CO2

melalui penanaman. Pada tahun 2042, besarnya emisi CO2 udara di Kota Bogor

diperkirakan akan mencapai 17 juta ton CO2 sehingga dibutuhkan serapan CO2

tambahan sejak dini. Sebagian besar CO2 tersebut berasal dari sektor industri.

Terdapat 147 unit industri besar dan menengah di Kota Bogor yang berperan sebagai salah satu penyumbang emisi CO2 kota. Oleh karena itu pada skenario ini

diasumsikan penghijauan merupakan program bagi unit-unit industri besar dan menengah di Kota Bogor bersama pemerintah kota.

Penghijauan ditargetkan untuk menambah serapan CO2 sebesar 10% dari

(30)

luar wilayah Kota Bogor dengan tujuan tetap menetralkan emisi CO2 Kota Bogor.

Hasil skenario tahap V dapat dilihat pada Gambar 17.

6:12 AM Mon, Nov 17, 2014

1: emisi kota 2: serapan co2 kota plus penghijauan

1

Gambar 17 Perbandingan emisi CO2 kota dan serapan CO2 kota dengan

penghijauan

Program penghijauan dapat dikatakan lebih menguntungkan jika dibandingkan perdagangan karbon. Dari segi biaya, penanaman membutuhkan dana lebih rendah dibandingkan perdagangan karbon. Diasumsikan biaya penanaman Rp 17.25 juta/ha, maka biaya total penanaman per unit industri berkisar antara Rp 1 milyar sampai Rp 4.25 milyar per tahunnya. Pada perdagangan karbon, harga CO2 diasumsikan US$ 5.2/ton, maka biaya yang harus

dibayar tiap unit industri sesuai dengan CO2 yang dilepaskan, yaitu berkisar antara

US$ 91 472 sampai US$ 376 428 per tahun atau setara dengan Rp 1.1 milyar sampai Rp 4.6 milyar. Penghijauan dilaksanakan selama 20 tahun yaitu 2016 sampai 2036 dan dapat dilanjutkan dengan pemeliharaan tanaman atau penanaman dengan intensitas yang lebih rendah, sedangkan perdagangan karbon harus dilakukan selama unit industri tersebut beroperasi. Selain dari segi biaya dan jangka waktu pelaksanaan, penghijauan juga dapat dikatakan sebagai investasi masa depan, sedangkan perdagangan karbon hanya menetralkan emisi CO2 yang dilepaskan pada saat tahun tersebut. Oleh karena itu penghijauan lebih

dianjurkan dibandingkan dengan perdagangan karbon.

4.6 Dinamika Sistem Penyerapan CO2 Kota Bogor

Sistem penyerapan emisi CO2 secara keseluruhan dibentuk oleh banyak

faktor yang saling terkait. Kombinasi skenario mitigasi dari berbagai sektor dapat diterapkan untuk menurunkan emisi CO2 Kota Bogor. Penurunan emisi CO2

mencapai 2.79 juta ton pada tahun 2042 dengan kombinasi keseluruhan skenario mitigasi. Emisi CO2 yang dapat diturunkan dengan skenario-skenario tersebut

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap emisi CO2 Kota Bogor. Hal ini

(31)

21

dan industri. Sektor industri menyumbangkan 80% dari total emisi CO2 kota, yaitu

sekitar 14 juta ton CO2. Berdasarkan data BPS, tahun 2008 terdapat 114 industri

besar dan menengah yang beroperasi di Kota Bogor dan menjadi 147 unit pada tahun 2012. Untuk mengatasi hal tersebut, luasan RTH dipertahankan dan ditingkatkan dengan penghijauan.

Program penghijauan selain yang dibebankan pada sektor industri, juga dapat dilakukan secara pribadi. Emisi CO2 yang dihasilkan setiap individu di Kota

Bogor (emisi per kapita) sebesar 0.467 ton CO2/tahun dihitung berdasarkan

limbah dan emisi respirasi per individu. Emisi tersebut dapat dinetralkan dengan penanaman. Diasumsikan serapan CO2 sebuah pohon sebesar 0.29 ton

CO2/pohon/tahun, maka emisi per kapita dapat dinetralkan dengan penanaman 2

batang pohon/orang/tahun.

Kajian mengenai pentingnya RTH bagi wilayah perkotaan sebelumnya pernah dilakukan oleh Joga dan Ismaun (2011) untuk kasus di DKI Jakarta. Dalam bukunya, dinyatakan bahwa emisi terbesar di DKI Jakarta berasal dari transportasi (92%) dengan penyerapan CO2 salah satunya dari RTH. Meskipun

demikian, RTH di Kota Jakarta cenderung memiliki fungsi sebagai resapan air untuk mencegah banjir karena daerahnya yang rawan banjir.

Penelitian pemodelan emisi CO2 sebelumnya juga dilakukan di Jepang oleh

Guy dan Levine (2001). Pada penelitian tersebut, emisi CO2 yang dihasilkan di

Jepang pada tahun 1996 adalah 214 038 081 ton CO2. Target penurunan emisi

CO2 di Jepang sebesar 14 982 666 ton CO2/tahun. Dibandingkan dengan

penelitian tersebut, target emisi yang harus diturunkan di Kota Bogor cenderung lebih tinggi. Hal ini dikarenakan target penurunan emisi di Jepang adalah 7% dari total emisi tahun 1996 berdasarkan Konferensi Kyoto, sedangkan pada penelitian ini penurunan 10 % emisi CO2 per tahun dengan penanaman merupakan target

menetralkan emisi Kota Bogor. Penelitian Guy dan Levine menggunakan skenario reforestasi untuk mereduksi emisi CO2 yaitu seluas 120 607 ha/tahun untuk jangka

waktu 10 tahun (2001 – 2011). Reforestasi tersebut dipenuhi dengan mengkonversi area perkotaan menjadi hutan dan menormalkan kembali fungsi sempadan sungai dan RTH di Jepang.

5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Emisi CO2 Kota Bogor tahun 2012 sebesar 2 536 861 ton dan terus

meningkat setiap tahunnya, sedangkan total serapan CO2 kota 113 893 ton dan

terus menurun setiap tahunnya. Sangat dibutuhkan upaya pengendalian emisi dan peningkatan serapan CO2. Upaya mengelola sampah organik menjadi biogas dapat

menurunkan 90% emisi peternakan dan 41% emisi sampah. Menggunakan bahan bakar nabati dan ramah lingkungan (biodiesel dan biogas) dapat menurunkan emisi transportasi sebesar 60% dan menurunkan emisi LPG hingga 100%. Upaya terbaik mengatasi permasalahan emisi CO2 Kota Bogor adalah dengan

(32)

5.2 Saran

Diperlukan penelitian mengenai kemampuan penyerapan CO2 dari bentuk

RTH lain seperti jalur hijau dan taman kota. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai upaya mitigasi emisi CO2 sektor industri dan penggunaan listrik.

Diharapkan pemerintah kota lebih memperhatikan tata ruang kota untuk mengefektifkan jalur transportasi umum dan menjaga keselarasan antara lingkungan dan pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Ananthakrishnan R, Sudhakar K, Goyal A, Sravan SS. 2013. Economic Feasibility of Substituting LPG with Biogas for MANIT Hostels. Int J Chem Tech Res. 5(2): 891 – 893.

Arief B. 2012. Kajian model dinamik perubahan pemanfaatan lahan terhadap transportasi Kota Bogor [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2010.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah periode 2010 – 2014.

Pemerintah Kota Bogor.

---, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2011.

Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor periode 2011 – 2031. Pemerintah

Kota Bogor.

---, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor. 2012.

Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kota Bogor. Pemerintah Kota

Bogor.

Banurea I, Rahmawaty, Afiffudin Y. 2013. Analisis kemampuan ruang terbuka hijau dalam mereduksi konsentrasi CO2 dari kontribusi kendaraan bermotor di kampus USU Medan [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Kota Bogor Dalam Angka 2008.

---, Badan Pusat Statistik. 2009. Kota Bogor Dalam Angka 2009. ---, Badan Pusat Statistik. 2010. Kota Bogor Dalam Angka 2010. ---, Badan Pusat Statistik. 2011. Kota Bogor Dalam Angka 2011. ---, Badan Pusat Statistik. 2012. Kota Bogor Dalam Angka 2012.

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. 2011. Teknologi Pembuatan Biogas yang Ramah Lingkungan [internet]. 8 Juli 2013; [diunduh 2014 Sept 1]. Tersedia pada: http://bali.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option =com_content&view=article&id=297:teknologi-pembuatan-biogas-yang-ramah-lingkungan &catid=64:bptp-bali.

(33)

23

[CCF] Climate Concept Foundation. 2010. Biogas Digester [internet]. (Waktu pembaharuan tidak diketahui); [diunduh 2014 Sept 2]. Tersedia pada: http://www.climate-concept-foundation.com/climate_change_mitigation /emission-reduction-projects/biogas-digester/.

Dahlan EN. 2007. Analisis kebutuhan luasan hutan kota sebagai sink gas CO2

antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor dengan pendekatan sistem dinamik [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Effendy S. 2007. Keterkaitan ruang terbuka hijau dengan urban heat island

wilayah JABODETABEK [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Guy ED, Levine NS. 2001. GIS modeling and analysis of Ohio’s CO2 budget:

mitigation CO2 emissions through reforestation. Ohio J of Scienc. 101(3):

34 – 41.

Ikhsan D, Paramitha SBU, Andreas FS. 2012. Pembuatan biogas dari sampah sayuran. J Teknol Kim Indust. 1(1): 103-108.

Joga N, Ismaun I. 2011. RTH 30%! Resolusi (Kota) Hijau. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

McPherson EG, Simpson JR. 1999. Carbon Dioxide Reduction through Urban Forest: Guidelines for professional and volunteer tree planters. California (US): United States Department of Agriculture.

Medha. 2009. Penyusunan Masterplan RTH Perkotaan [internet]. (Waktu pembaharuan tidak diketahui); [diunduh 2014 Sept 2]. Tersedia pada: http://medha.lecture.ub.ac.id/files/2009/09/KOTA-HIJAU-III-manual-masterplanrev120227.pdf.

Pradiptiyas D, Assomadi AF, Boedisantoso R. 2012. Analisis kecukupan ruang terbuka hijau sebagai penyerap CO2 di perkotaan menggunakan program stella (studi kasus: Surabaya Utara dan Timur) [skripsi]. Surabaya (ID): Institut Sepuluh Nopember.

Purnomo H. 2012. Pemodelan dan Simulasi untuk Pengelolaan Adaptif Sumber

Daya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): IPB Press.

Ratnaningsih AT, Suhesti E. 2010. Peran hutan kota dalam meningkatkan kualitas lingkungan. J Environ Sci. 1(4): 1978 – 5283.

Rushayati SB. 2012. Model kota hijau di Kabupaten Bandung Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Soccol CR, Vandenberghe LPS, Costa B, Woiciechowski AL, Carvalho JC, Medeiros ABP, Francisco AM, Bonomi LJ. 2005. Brazilian biofuel program: An overview. J of Sci and Ind Res. 64(11/2005): 897 – 904.

Sugiyono A. 2000. Studi pendahuluan untuk analisis energi – exergi Kota Jakarta [laporan teknis]. Jakarta (ID): Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Sugiyono A. 2008. Pengembangan bahan bakar nabati untuk mengurangi dampak

pemanasan global [makalah]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Tinambunan ST. 2006. Analisis kebutuhan ruang terbuka hijau di Kota Pekanbaru

[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Walwijk VM. 2005. Biofuel in France 1990 – 2005. France: PREMIA report. Wasis B, Saharjo BH, Arifin HS, Prasetyo ANN. 2012. Perubahan penutupan

(34)

Sungai Ciliwung [Land covers change and its impact to carbon stocks in Watershed Ciliwung]. J Silv Trop. 03(02): 108 – 113.

Wulandari MT, Hermawan, Purwanto. 2013. Kajian Emisi CO2 berdasarkan

Penggunaan energy Rumah Tangga sebagai Penyebab Pemanasan Global (Studi Kasus perumahan Sebantengan, Gedang Asri, Susukan RW 07 Kab. Semarang). Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan; 2013 Agust 27; Semarang, Indonesia. Semarang (ID):

(35)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1 Persamaan model keseluruhan

CO2 INDUSTRI

konsumsi_energi_industri(t) = konsumsi_energi_industri(t - dt) + (industri_up) * dtINIT konsumsi_energi_industri = 446435350

konsumsi_LPG(t) = konsumsi_LPG(t - dt) + (- down_LPG) * dtINIT konsumsi_LPG = 3837916

OUTFLOWS:

down_LPG = konsumsi_LPG*laju_konsumsi_LPG

pemakaian_listrik(t) = pemakaian_listrik(t - dt) + (up_listrik) * dtINIT pemakaian_listrik = 770341162

Penduduk(t) = Penduduk(t - dt) + (growth) * dtINIT Penduduk = 1004831 INFLOWS:

jml_bis(t) = jml_bis(t - dt) + (- bis_down) * dtINIT jml_bis = 1615033/1000 OUTFLOWS:

bis_down = jml_bis*laju_bis

(36)

INFLOWS:

mobil_bensin_up = jml_mobil_bensin*laju_mobil_bensin

jml_mobil_disel(t) = jml_mobil_disel(t - dt) + (mobil_disel_up) * dtINIT jml_mobil_disel = 2935

INFLOWS:

mobil_disel_up = jml_mobil_disel*laju_mobil_disel

jml_roda_2(t) = jml_roda_2(t - dt) + (roda_2_up) * dtINIT jml_roda_2 = 55444 INFLOWS:

jml_ayam_kampung(t) = jml_ayam_kampung(t - dt) + (- ayam_kampung_down) * dtINIT jml_ayam_kampung = 201890

OUTFLOWS:

ayam_kampung_down = jml_ayam_kampung*laju_trn_aym_kmpung jml_ayam_petelur(t) = jml_ayam_petelur(t - dt) + (- ayam_petelur_down) *

(37)

27

ayam_petelur_down = jml_ayam_petelur*laju_trn_aym_ptlur

jml_ayam_potong(t) = jml_ayam_potong(t - dt) + (ayam_potong_up) * dtINIT jml_ayam_potong = 180250

INFLOWS:

ayam_potong_up = jml_ayam_potong*laju_tmbh_aym_ptng

jml_domba(t) = jml_domba(t - dt) + (domba_up) * dtINIT jml_domba = 8948 INFLOWS:

domba_up = jml_domba*laju_tmbh_domba

jml_itik(t) = jml_itik(t - dt) + (itik_up) * dtINIT jml_itik = 3583 INFLOWS:

itik_up = jml_itik*laju_tmbh_itik

jml_kambing(t) = jml_kambing(t - dt) + (- kambing_down) * dtINIT jml_kambing = 1163

OUTFLOWS:

kambing_down = jml_kambing*laju_trn_kambing

jml_kerbau(t) = jml_kerbau(t - dt) + (kerbau_up) * dtINIT jml_kerbau = 135 INFLOWS:

kerbau_up = jml_kerbau*laju_tmbh_kerbau

jml_kuda(t) = jml_kuda(t - dt) + (- kuda_down) * dtINIT jml_kuda = 76 OUTFLOWS:

kuda_down = jml_kuda*laju_trn_kuda

jml_sapi_pedaging(t) = jml_sapi_pedaging(t - dt) + (sapi_up) * dtINIT jml_sapi_pedaging = 160

INFLOWS:

sapi_up = jml_sapi_pedaging*laju_tmbh_sapi_daging

(38)

FE_kambing = 120.06/1000

ladang(t) = ladang(t - dt) + (- out_ladang) * dtINIT ladang = 1480 OUTFLOWS:

out_ladang = ladang*laju_penurunan_RTH*0.25

lahan_terbangun(t) = lahan_terbangun(t - dt) + (minus + out_semak + out_kebun + out_ladang + out_sawah) * dtINIT lahan_terbangun = 7500

INFLOWS:

semak_rumput(t) = semak_rumput(t - dt) + (- out_semak) * dtINIT semak_rumput = 869

OUTFLOWS:

out_semak = semak_rumput*laju_penurunan_RTH*0.25

(39)

29

laju_tanah_terbuka = 9.8/100

LT_2 = lahan_terbangun*daya_serap_lahan_terbangun RTH =

(hutan*daya_serap_hutan)+(kebun*daya_serap_kebun)+(ladang*daya_sera p_ladang)+(daya_serap_rumput*semak_rumput)+(sawah*daya_serap_sawa h)

Serapan_CO2_kota_BAU = LT_2+RTH

(40)

Lampiran 2 Uji sensitivitas model

Uji sensitivitas perubahan jumlah kendaraan terhadap emisi CO2

7:42 AM Wed, Oct 01, 2014

Uji sensitivitas perubahan konsumsi energi industri terhadap emisi CO2

3:40 PM Sat, Sep 20, 2014

Uji sensitivitas perubahan konsumsi listrik dan LPG terhadap emisi CO2

(41)

31

Uji sensitivitas perubahan jumlah penduduk terhadap emisi CO2

7:47 AM Wed, Oct 01, 2014

Uji sensitivitas perubahan jumlah ternak terhadap emisi CO2

8:02 AM Wed, Oct 01, 2014

Uji sensitivitas perubahan luasan RTH terhadap CO2 kota

(42)
(43)

33

Lampiran 4 Hasil simulasi model awal penyerapan CO2 (lanjutan)

(44)
(45)

35

Lampiran 6 Hasil simulasi skenario tahap I sampai tahap V (lanjutan)

(46)

Lampiran 7 Estimasi biaya penghijauan

Tahun Penanaman total (ha)

Luas tanam/unit

(ha) Biaya bibit/ha (Rp)

Biaya tanam/ha

(Rp) Biaya tanam/unit (Rp)

(47)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 21 November 1992 dari Bapak Budi Sriyono dan Ibu Utaminingsih. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Penulis bersekolah di SD Negeri 1 Gubug tahun 1998 sampai 2004 dan melanjutkan di SMP Negeri 1 Gubug tahun 2004 sampai 2007. Penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 5 Kota Semarang tahun 2007 sampai 2010. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama masa studi di Institut Pertanian Bogor, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang, diantaranya Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) tahun 2012 dengan jalur Hutan Mangrove Cilacap dan Gunung Slamet. Penulis mengikuti Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2013 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Pabrik Gondorukem Sindangwangi, dan Pabrik Papan Partikel PT Paparti Pertama Woodland. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di PT Ratah Timber Kalimantan Timur. Selama mengukuti perkuliahan penulis aktif sebagai editor dan tim kreatif untuk majalah Fakultas kehutanan IPB periode 2012/2013. Penulis juga aktif sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Kota Semarang (Patra Atlas).

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi berjudul Model Dinamika Penyerapan Emisi CO2 di Kota Bogor dibawah

Gambar

Gambar 1  Peta Rencana Pola Ruang Kota Bogor
Gambar 2  Konsep model dinamika penyerapan emisi CO2 Kota Bogor
Tabel 1  Daya serap tiap bentuk tutupan lahan
Tabel 2  Konsumsi energi gas alam sektor industri Kota Bogor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga diperlukan keberadaan masjid dan tempat wudhu yang bersih, hotel (bagi yang akan menginap), rumah makan (halal), pedagang suvenir (yang ramah). Pada saat

Cooperative and Exercise) untuk melatihkan kemampuan berpikir kreatif siswa ini masih jauh dari kata sempurna terutama pada aspek pembagian waktu dalam proses

Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai signifikansi hasil belajar IPS adalah p= 0,160 (p>0,05), maka dapat dikatakan bahwa data hasil belajar IPS pada siswa

Pengecualian terhadap penggunaan mata uang rupiah dalam melakukan pembayaran bagi pelaku usaha perdagangan luar negeri, dengan dikeluarkannya Peraturan Bank

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat di tarik kesimpulan bahwa: Deskripsi kemampuan pemecahan

ASPÉK SOSIAL DINA NOVÉL KABANDANG KU KUDA LUMPING KARYA AHMAD BAKRI PIKEUN BAHAN PANGAJARAN MACA NOVÉL DI SMP (ULIKAN STRUKTURAL JEUNG SOSIOLOGI SASTRA) Universitas

ini menggunakan tempat pembuangan sampah komunal untuk beberapa rumah tangga yang kemudian diangkut menuju TPS untuk dikelola oleh sistem pengelolaan persampahan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pondok pesantren Putra Menara Al Fattah dalam membangun jiwa warga negara, yang saat ini sudah tersudut oleh sistem