• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontaminasi Timbal pada Empat Tipe Penggunaan Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontaminasi Timbal pada Empat Tipe Penggunaan Lahan Pertanian di Kawasan Urban-Industri Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

SELEKSI GALUR MURNI LANRAS KACANG BOGOR

(Vigna subterranea L.) ASAL SUKABUMI

NAILAN NABILA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Seleksi Galur Murni Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea L.) Asal Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

NAILAN NABILA. Seleksi Galur Murni Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea L.) Asal Sukabumi. Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO dan HENI PURNAMAWATI.

Percobaan ini bertujuan untuk mengevaluasi keragaan karakter agronomi beberapa galur hasil seleksi galur murni dari lanras kacang bogor asal Sukabumi yang memiliki produktivitas tinggi. Percobaan ini dilaksanakan di kebun percobaan (KP) Cikarawang dan KP Leuwikopo Institut Pertanian Bogor pada Desember 2013 hingga Mei 2014. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok lengkap teracak dengan 95 galur dan 1 kontrol yang diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, dan bobot brangkasan basah galur-galur berbeda nyata dengan kontrol. Tinggi tanaman memiliki heritabilitas sedang. Semua karakter yang diamati memiliki korelasi positif dengan karakter jumlah polong total kecuali hari berbunga. Seleksi berdasarkan karakter jumlah daun dengan intensitas 10% menghasilkan 10 galur terpilih; yaitu A132.8, A181.6, A45.4, A47.5, A65.10, A86.6, A88.11, R19.7, R38.5, dan R66.2. Seleksi galur berdasarkan karakter jumlah daun mengakibatkan peningkatan nilai kemajuan seleksi pada semua karakter. Nilai tengah karakter populasi terseleksi lebih tinggi dari pada populasi awal, kecuali pada karakter hari berbunga.

Kata kunci: heritabilitas, kacang bogor, kemajuan seleksi, seleksi

ABSTRACT

NAILAN NABILA. Pure Line Selection of Bambara Groundnut (Vigna subterranea L.) Originated From Sukabumi. Supervised by YUDIWANTI WAHYU ENDRO KUSUMO and HENI PURNAMAWATI

The objective of this experiment was to evaluate the performance of agronomic characters in bambara groundnut lines derived from pure line selection of Sukabumi landrace which has high productivity. This experiment conducted in Cikarawang experimental field and Leuwikopo experimental field Institut Pertanian Bogor from December 2013 until May 2014. The experiment was arranged in randomize complete block design using 95 lines and 1 control with 3 replications. Result of this experiment showed that wet strover weight, plant height, number of leaves, and canopy width of the lines were significantly different from control. Plant height has moderate heritability. All characters have positive correlation to total number of pods except day’s flowering. Selection based on number of leaves with the intensity of selection 10% produced 10 selected lines, they are A132.8, A181.6, A45.4, A47.5, A65.10, A86.6, A88.11, R19.7, R38.5, and R66.2. Selection based on number of leaves increased selection response value in all characters. The mean value of selected population is higher than initial population except in day’s flowering.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

SELEKSI GALUR MURNI LANRAS KACANG BOGOR

(Vigna subterranea L.) ASAL SUKABUMI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, pemelihara alam semesta atas limpahan rahmat, dan hidayahnya penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul Seleksi Galur Murni Lanras Kacang Bogor (Vigna subterranea L.) Asal Sukabumi. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Keberhasilan penyusunan skripsi tidak terlepas dari dukungan dan dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: Ibu Yudiwanti Wahyu dan ibu Heni Purnamawati sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan pengetahuan dan informasi mengenai penelitian ini, Bapak suwarto sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran terhadap penulisan karya ilmiah ini, Ibu Nurul Khumaida sebagai dosen pembimbing akademik, kepada kedua orang tua penulis dan rekan-rekan di Departemen Agronomi dan Hortikultura angkatan 47 atas doa, motivasi dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Crop For Future Research Center (CFFRC) yang telah membiayai penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan dan keiklasan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari, penulisan skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat untuk penulisan karya ilmiah ini.

(12)
(13)
(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Hipotesis Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE PENELITIAN 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Bahan dan Alat Penelitian 4

Perancangan percobaan 4

Prosedur Percobaan 4

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Percobaan 7

Keragaan Karakter Kuantitatif Galur-galur Kacang Bogor 10 Korelasi Antar Karakter Galur-galur Kacang Bogor 17

Seleksi Galur-galur Kacang Bogor 20

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(16)

DAFTAR TABEL

1 Sidik ragam dan harapan kuadrat tengah percobaan 6

2 Data cuaca di lahan percobaan 8

3 Keragaan dan sidik ragam karakter kuantitatif galur-galur kacang bogor 11 4 Galur-galur dengan nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol 12 5 Pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter

agronomi kacang bogor 13

6 Korelasi antar karakter agronomi pada tanaman kacang bogor 19 7 Diferensial seleksi dan kemajuan seleksi galur-galur kacang bogor

berdasarkan karakter jumlah daun 20

DAFTAR GAMBAR

1 Pertanaman kacang bogor pada 100 HST, benih kacang bogor yang

terserang cendawan, dan kacang bogor pada 14 HST 8

2 Hama kacang bogor selama percobaan 9

3 Penyakit kacang bogor selama percobaan 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Galur-galur kacang bogor yang digunakan pada penelitian 26

2 Hasil analisis kimia tanah 27

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kacang-kacangan berperan dalam keberhasilan diversifikasi pangan di Indonesia. Salah satu jenis kacang-kacangan adalah kacang bogor (Vigna subterranea L.). Kacang bogor merupakan tanaman dari famili Leguminosa yang setiap polongnya hanya memiliki satu biji dengan kandungan protein yang tinggi dan kandungan lemak yang rendah. Pada 100 g kacang bogor terkandung energi 370 kkal, 16 g protein, 6 g lemak, 10 g air, 65 g karbohidrat, 85 g kalsium, 264 mg fosfor, 4.2 mg besi, dan 10 gram air (Direktorat Gizi Departemen Kesehatan 2000).

Berdasarkan data kandungan gizinya, kacang bogor merupakan tanaman yang potensial untuk dikembangkan. Kacang bogor mampu tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang kering dengan kandungan hara yang rendah (Berchie et al. 2011), sehingga tanaman kacang bogor potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu tanaman pangan yang mendukung program diversifikasi pangan di Indonesia.

Menurut Madamba (1995) dalam Makanda et al. (2009) nilai produktivitas kacang bogor yang ditanam di lahan marginal adalah 0.3 ton ha-1 dan pada lingkungan yang sesuai produktivitas mencapai 4.2 ton ha-1. Menurut Redjeki (2007), pada kondisi sub optimal dapat dihasilkan 0.77 ton biji kering ha-1, sedangkan pada kondisi lingkungan optimal dapat dihasilkan 4 ton biji kering ha-1.

Salah satu cara dalam perbaikan kualitas dan kuantitas kacang bogor adalah melalui pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas kacang bogor berdaya hasil tinggi. Perbaikan melalui pemuliaan tanaman dimulai dengan eksplorasi kultivar kacang bogor lokal dan melakukan evaluasi terhadap potensi hasil dan karakter agronomi yang mendukung hasil panen. Rangkaian penelitian kacang bogor untuk memperoleh galur yang memiliki produktivitas tinggi ini telah dimulai sejak tahun 2010 dengan menguji dua lanras kacang bogor pada dua lingkungan yang berbeda. Pada tahun berikutnya telah dilakukan pembentukan populasi dasar kacang bogor dan dilakukan seleksi galur murni pada populasi lanras kacang bogor asal Sukabumi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi keragaan karakter agronomi beberapa galur hasil seleksi galur murni dari lanras kacang bogor asal Sukabumi yang memiliki produktivitas tinggi.

Hipotesis Penelitian

(18)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan Syarat Tumbuh Kacang Bogor

Kacang bogor (Vigna subterranea L.) merupakan tanaman sejenis kacang tanah yang buahnya berbentuk bulat bundar dan pertama kali ditemukan di Afrika. Di Indonesia, kacang bogor mampu beradaptasi dan berproduksi dengan baik pertama kali di Bogor sehingga masyarakat mengenalnya dengan istilah kacang bogor (Rukmana dan Oesman 2000).

Dalam ilmu botani, kacang bogor tergolong dalam famili kacang-kacangan berbunga kupu-kupu (Papilionaceae). Secara morfologi, tanaman kacang bogor terdiri atas akar, batang, daun, dan buah (Rukmana dan Oesman 2000). Sistem perakaran kacang bogor adalah perakaran serabut. Akar kacang bogor memiliki nodul yang berfungsi untuk memfiksasi nitrogen (Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries 2011). Nodul atau bintil pada kacang bogor dibentuk sebagai hasil dari simbiosis antara akar dengan Rhizobium. Rhizobium mampu mengubah nitrogen bebas dari udara menjadi amoniak sehingga mampu menyediakan nitrogen bagi tanaman (Rukmana dan Oesman 2000).

Keragaan kacang bogor di atas permukaan tanah tampak merumpun dengan batang yang pendek tetapi memiliki jumlah cabang yang banyak. Setiap tangkai daun, terdapat tiga helai daun berbentuk lanset berwarna hijau muda hingga hijau tua (Rukmana dan Oesman 2000). Daun kacang bogor tergolong tipe daun trifoliet (Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries 2011).

Pembungaan pada kacang bogor muncul ketika tanaman berumur 30–35 hari setelah tanaman berkecambah (Departement of Agriculture, Forestry,

and Fisheries 2011). Bunga kacang bogor tumbuh pada ketiak daun dan berwarna kuning. Tangkai bunga akan tumbuh memanjang kearah bawah setelah terjadi pembungaan dan pembuahan. Tangkai bunga yang masuk ke dalam tanah akan membentuk buah. Buah kacang bogor tergolong dalam tipe buah polong. Saat masih muda, kulit polong berwarna putih susu dan ketika sudah tua kulit polong akan berwarna putih kecoklatan. Setiap polong umumnya hanya berisi satu biji. Biji kacang bogor berbentuk bulat dan berkeping dua (Rukmana dan Oesman 2000).

Tanaman kacang bogor memerlukan waktu sekitar 3–6 bulan untuk bisa dipanen polongnya. Kondisi ini bergantung pada cuaca dan teknik budi daya yang digunakan (Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries 2011). Tanaman ini mampu tumbuh pada daerah kering beriklim panas dengan kandungan hara yang rendah. Budi daya kacang bogor dapat dilakukan di daerah tropis sampai pada ketinggian 1 600 m di atas permukaan laut. Tanaman kacang bogor dapat berproduksi optimum ketika ditanam pada curah hujan 900–1 200 mm tahun-1 pada suhu harian rata-rata 20–28 °C (PROHATI 2010). Menurut Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries (2011) dan Redjeki (2003), tanaman kacang bogor tumbuh subur pada tanah bertekstur lempung berpasir dengan pH 5–6.5. Pada pH tersebut ginofor mampu menembus tanah.

(19)

3 penurunan pertumbuhan dan penurunan jumlah polong per tanaman tetapi tidak mengalami penurunan pada bobot biji. Menurut Departement of Agriculture, Forestry, and Fisheries (2011), kacang bogor membutuhkan curah hujan yang cukup mulai dari fase perkecambahan sampai pembungaan.

Pemuliaan Tanaman Menyerbuk Sendiri

Tanaman kacang bogor merupakan tanaman menyerbuk sendiri (Rukmana dan Oesman 2000). Bentuk populasi tanaman menyerbuk sendiri adalah homogen homozigot untuk galur murni dan heterogen homozigot untuk lanras atau varietas multilini. Kedua populasi ini dalam keadaan homozigot (Syukur et al. 2012).

Seleksi tanaman dilakukan untuk memilih individu tanaman yang memiliki sifat unggul pada populasi keturunan yang akan digunakan untuk generasi berikutnya (Allard 1960). Seleksi galur murni merupakan seleksi tanaman tunggal dari populasi heterogen homozigot. Seleksi ini berdasarkan teori bahwa keragaman dalam suatu populasi heterogen disebabkan oleh keragaman genetik dan lingkungan, sedangkan keragaman dalam galur murni disebabkan oleh keragaman lingkungan (Syukur et al. 2012).

Proporsi dari variabilitas total yang disebabkan oleh faktor genetik atau perbandingan ragam genetik terhadap ragam total dinyatakan dalam nilai heritabilitas. Kemajuan genetik dapat dimaksimalkan dengan menentukan kriteria seleksi yang akan memberikan kemajuan seleksi terbaik (Allard 1960).

Menurut Actaria (2012), peubah jumlah polong bernas, bobot kering polong total, bobot kering bernas, dan bobot basah polong pada populasi jumlah polong sedikit memiliki potensi untuk diperbaiki dan merupakan pilihan yang lebih baik untuk diseleksi jika dilihat dari kisaran, nilai tengah, heritabilitas serta keragaman yang lebih tinggi. Perbaikan produksi polong kering dan basah dapat dilakukan dengan seleksi tidak langsung berdasarkan peubah diameter kanopi. Juwita (2012), populasi dasar kacang bogor asal Sukabumi memiliki produksi tinggi serta memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan peubah bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Seleksi keragaan fenotipe terbaik yaitu diameter kanopi, diharapkan akan diperoleh tanaman dengan potensi produksi tinggi.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

(20)

4

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan tanaman yang digunakan pada percobaan ini adalah 95 galur kacang bogor yang dikembangkan dari lanras asal Sukabumi dan satu kontrol yang terdiri dari gabungan 6 galur kacang bogor yang tidak terseleksi pada musim tanam sebelumnya. Bahan lain yang digunakan adalah pupuk kandang kambing, pupuk NPK (15-15-15), insektisida berbahan aktif karbofuran, deltrametrin 25 g L-1, dan fungisida berbahan aktif mankozeb 80%. Peralatan yang digunakan adalah alat-alat budi daya, alat-alat tulis, jaring dan timbangan analitik.

Perancangan Percobaan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Setiap galur ditanam dalam satu baris dan diulang sebanyak 3 kali. Satu satuan percobaan berupa satu baris tunggal yang terdiri dari 10 tanaman. Sebanyak 5 tanaman dipilih secara acak sebagai tanaman contoh setiap satuan percobaan.

Model rancangan kelompok lengkap teracak adalah sebagai berikut: Yij= µ + αi+βj+ γij

Keterangan:

Yij : pengamatan pada galur ke i dan ulangan ke j µ : nilai tengah umum

αi : pengaruh galur ke i

βj : pengaruh ulangan ke j

γij : pengaruh galat percobaan galur ke i dan ulangan ke j.

Terhadap data yang diperoleh dilakukan uji F. Karakter yang berbeda nyata diuji lanjut dengan menggunakan uji t-Dunnet pada taraf 1% dan 5%.

Prosedur Percobaan

Percobaan dimulai dengan kegiatan pengolahan lahan dan pembuatan petak percobaan. Pengolahan lahan dilakukan untuk mempersiapkan tanah sehingga siap untuk dilakukan penanaman. Tanah diolah dengan menggunakan traktor. Pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman. Lahan dibuat petakan dengan ukuran 6 m × 58 m. Di antara petak satu dengan petak lain dipisahkan dengan saluran air dengan lebar sekitar 30 cm.

Benih setiap galur ditanam dalam satu baris yang berisi 10 tanaman dengan jarak tanam 60 cm × 60 cm. Jarak tanam yang digunakan lebih lebar dibandingkan jarak tanam yang dilakukan oleh petani pada budidaya kacang bogor. Tujuannya adalah mengurangi persaingan input produksi antar tanaman sehingga menghasilkan tanaman dengan produktivitas optimal. Pada saat penanaman juga dilakukan pemupukan dan pemberian insektisida berbahan aktif karbofuran sebesar 2 kg ha-1. Penyulaman dilakukan ketika tanaman berumur 14 HST.

(21)

5 Pemeliharaan tanaman yang dilakukan terdiri dari pembumbunan, pengendalian gulma, dan pengendalian hama penyakit. Pembumbunan bertujuan untuk mempertahankan hasil panen polong tetap tinggi. Polong kacang bogor yang tidak tertutup tanah akan tetap berwarna hijau dan hama tikus menyukai polong kacang bogor yang masih hijau (Redjeki 2003). Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengendalian gulma. Pengendalian gulma dilakukan secara manual pada saat tanaman berumur 14 HST, 42 HST, dan 86 HST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan 2 kali selama percobaan yaitu saat tanaman berumur 44 HST dan 88 HST. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara manual dan kimia. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltrametrin 25 g L-1 dan fungisida berbahan aktif mankozeb 80%.

Panen dilakukan secara serentak dengan mencabut semua bagian tanaman saat tanaman berumur 110 HST. Tanaman yang telah dipanen, polong dipisahkan dari brangkasan kemudian dimasukan dalam jaring. Satu jaring berisi polong dari satu tanaman. Polong dijemur di bawah sinar matahari selama 13 hari.

Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh tiap satuan percobaan kecuali peubah daya tumbuh dan hari berbunga yang diamati pada seluruh tanaman tiap galur. Peubah yang diamati dalam percobaan ini yaitu;

1. Daya tumbuh, dihitung pada saat tanaman berumur 14 HST dengan cara mempersentasekan jumlah benih yang tumbuh terhadap jumlah benih yang ditanam.

2. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah hingga titik pangkal daun terpanjang dan dilakukan saat 101 HST.

3. Jumlah daun, dilakukan dengan cara menghitung daun trifoliat yang tumbuh dari semua cabang tanaman saat tanaman berumur 101 HST.

4. Lebar kanopi, dilakukan dengan cara mengukur lebar melintang dan membujur kemudian nilainya dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan saat tanaman berumur 101 HST.

5. Jumlah cabang, dilakukan dengan menghitung percabangan yang ada pada tanaman saat tanaman telah dipanen.

6. Hari berbunga, dihitung dari waktu penanaman hingga 50% populasi dari tanaman satu galur keluar bunga.

7. Jumlah polong total, dilakukan dengan cara menghitung jumlah polong tanaman yang dihasilkan saat polong tanaman sudah dikeringkan.

8. Jumlah polong bernas, penghitungan jumlah polong dilakukan ketika polong sudah dikeringkan. Polong dikategorikan polong bernas jika kulit polong tidak berkerut.

9. Jumlah polong cipo, penghitungan jumlah polong dilakukan ketika polong sudah dikeringkan. Polong dikategorikan polong cipo jika kulit polong berkerut.

10. Bobot polong total, polong ditimbang saat polong kacang bogor sudah selesai dikeringkan.

(22)

6

Analisis Data

Sebaran Data

Dari data yang telah diperoleh untuk masing-masing karakter yang diamati, ditentukan nilai kisaran data dan nilai tengah dari populasi galur-galur yang diuji dan kontrol. Perhitungan kisaran dan nilai tengah dilakukan dengan menggunakan software microsoft excel.

Komponen Ragam, Koefisien Keragaman Genetik, dan Heritabilitas dalam Arti Luas

Komponen ragam terdiri dari ragam genotipe (σ²g), ragam fenotipe (σ²p), dan ragam lingkungan (σ²e). Pendugaan komponen ragam dilakukan berdasarkan nilai kuadrat tengahnya.

Tabel 1 Sidik ragam dan harapan kuadrat tengah percobaan

Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai harapan

Ulangan (r-1)

Galur (g-1) M2 σ² + rσ²g

Galat (r-1)(g-1) M1 σ²

Berdasarkan kuadrat tengah dan nilai harapan pada Tabel 1 dapat diduga nilai komponen ragam sebagai berikut (Syukur et al. 2012);

σ²e = M1

r M M g

σ2  2  1

σ²p = σ²g + σ²e Keterangan :

r : banyaknya ulangan pada percobaan

g : banyaknya galur yang digunakan pada percobaan

σ²e : nilai ragam lingkungan

σ²g : nilai ragam genotipe

σ²p : nilai ragam fenotipe

Koefisien keragaman genetik menggambarkan tinggi rendahnya keragaman genetik suatu karakter.

KKG = 100%

x

σ²g

Keterangan :

KKG : Koefisien keragaman genetik x : nilai tengah populasi.

Kriteria nilai KKG yaitu rendah 0–10%, sedang 10–20%, dan tinggi >20% (Knight 1979).

(23)

7

Korelasi antar karakter menggambarkan hubungan dan tingkat keeratan satu karakter dengan karakter lainnya. Nilai korelasi berada pada selang -1 sampai 1. Jika nilai korelasi mendekati -1 atau 1 maka kedua karakter tersebut memiliki hubungan keeratan negatif maupun positif yang sangat kuat. Nilai korelasi positif dan negatif dikelompokkan dalam 3 taraf, yaitu sangat nyata (P < 0.01), nyata (0.01 ≤ P < 0.05), dan tidak nyata (P ≥ 0.05) (Gomez dan Gomez 1995). Koefisien korelasi dihitung dengan rumus (Walpole 1992);

Kemajuan Seleksi dan Diferensial Seleksi

Kemajuan seleksi ( G) adalah besarnya kemajuan hasil yang akan diperoleh pada suatu populasi. Nilai kemajuan genetik dapat diduga dengan menggunakan rumus (Syukur et al. 2012);

Penentuan diferensial seleksi dilakukan dengan menghitung selisih antara nilai tengah populasi awal dengan nilai tengah populasi terseleksi (Falconer 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan

(24)

8

terlihat pada Gambar 1a. Berdasarkan data cuaca dari BMKG Dramaga (2014), rata-rata curah hujan selama penelitian adalah 448.4 mm bulan-1, rata-rata suhu udara sebesar 25.38 oC, rata-rata kelembapan udara 87.2%. Menurut Rukmana dan Oesman (2000), curah hujan merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bogor. Curah hujan rata-rata optimum untuk kacang bogor adalah 291.67 mm bulan-1 pada suhu 19–27 °C, dan kelembapan 50–80%. Curah hujan yang melebihi batas optimum mengakibatkan tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan penyakit.

Tabel 2 Data cuaca di lahan percobaan

Bulan Suhu (oC) Kelembapan udara (%) Curah hujan (mm bulan-1)

Desember 25.5 86 411

Januari 24.6 89 702

Februari 25.0 89 337

Maret 25.6 87 281

April 26.2 85 511

Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Dramaga (2014)

Hasil analisis tanah menggambarkan bahwa tanah di lahan percobaan bertekstur lempung berliat dengan pH sangat masam (pH=4.4). Kandungan karbon dan nitrogen dalam tanah tergolong rendah dengan nilai C/N sebesar 10. Kandungan fosfor sebesar 37.7 ppm dan kalium sebesar 123 ppm termasuk dalam kelompok sangat tinggi (Lampiran 2). Pengamatan secara umum di lapangan menunjukkan jumlah bintil akar yang sangat sedikit. Tanaman kedelai pada pH rendah akarnya tidak dapat berkembang dan bintil akar tidak terbentuk dengan baik, sehingga serapan hara dan penambatan nitrogen tidak optimal (Harsono et al. 2011).

Ketersediaan hara di dalam tanah diduga juga dipengaruhi oleh pH tanah. pH tanah menunjukkan mudah tidaknya unsur-unsur hara yang bisa diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral,karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Tanah yang terlalu rendah memiliki kandungan sulfat tinggi yang juga merupakan racun bagi tanaman (Hardjowigeno 2010)

(a) (b) (c)

(25)

9 Benih kacang bogor mulai tumbuh saat 14 hari setelah tanam (HST). Hamid (2009), Actaria (2012), dan Hanum (2014) menginformasikan benih kacang bogor mulai tumbuh lebih dari 14 hari setelah tanam (HST). Rata-rata daya tumbuh galur sebesar 31.39%. Benih yang tidak tumbuh kemungkinan disebabkan oleh kondisi curah hujan tinggi sehingga sesuai untuk pertumbuhan cendawan. Benih kacang bogor yang berkecambah pada 14 HST terlihat pada Gambar 1b, sedangkan benih kacang bogor yang terserang cendawan terlihat pada Gambar 1c. Hama yang ditemukan selama percobaan dilakukan antara lain belalang (Valanga nigricornis) yang memakan daun sehingga daun berlubang selama fase vegetatif tanaman berlangsung (Gambar 2a). Hama kutu daun (Aphis sp.) menyerang pada bagian daun dan tangkai daun yang masih muda dengan menghisap daun sehingga terbentuk kerutan pada daun (Gambar 2b). Kutu daun hidup secara berkoloni sehingga serangannya cukup membahayakan bagi tanaman. Hama ulat daun (Doleschalia biseltata) menyerang pertanaman kacang bogor dengan gejala lubang pada daun hasil gigitan dari ulat daun (Gambar 2c). Pengendalian hama belalang dan kutu daun dilakukan secara kimia dengan menggunakan insektisida berbahan aktif deltametrin 25 g L-1. Hama lain yang ditemui adalah uret yang memakan akar dan polong sehingga tanaman menjadi layu dan mati (Gambar 2d).

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2 Hama kacang bogor selama percobaan: (a) belalang (Valanga nigricornis); (b) kutu daun (Aphis sp.); (c) ulat daun (Doleschalia biseltata); (d) uret

(26)

10

permukaan bawah daun yang sudah tua (Gambar 3c). Penyakit lain yang menyerang adalah penyakit kerdil yang disebabkan oleh virus (Gambar 3d). Serangan penyakit pada petak penelitian yang terkena naungan lebih tinggi dibandingkan pada petakan yang tidak ternaungi. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan di bawah naungan lebih lembab sehingga sesuai untuk pertumbuhan sumber penyakit.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3 Penyakit kacang bogor selama percobaan: (a) penyakit busuk pangkal batang; (b) penyakit layu bakteri; (c) penyakit karat; (d) penyakit kerdil

Gulma yang tumbuh pada pertanaman kacang bogor antara lain Mimosa pudica, Cleome rutidosperma, Axonopus compressus, Ageratum houstonianum, dan Phylanthus niruri. Pertautan akar gulma dengan polong tanaman akan menyebabkan polong lepas dari cabangnya, sehingga dilakukan pengendalian gulma secara manual saat tanaman berumur 14 HST, 42 HST, dan 86 HST. Pengendalian gulma pada fase pertumbuhan cepat dan awal fase pembungaan akan mempengaruhi laju pertumbuhan kacang tanah. Pengendalian secara manual menghasilkan jumlah polong kacang tanah yang lebih tinggi dibandingkan sistem pengendalian lainnya (Hardiman et al. 2014).

(27)

11

Keragaan Karakter Kuantitatif Galur-galur Kacang Bogor

Karakter kuantitatif yang diamati terdiri dari karakter vegetatif dan karakter generatif. Karakter vegetatif meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, jumlah cabang, dan bobot brangkasan basah. Karakter generatif meliputi hari berbunga, bobot polong total, jumlah polong total, jumlah polong bernas, dan jumlah polong cipo.

Tabel 3 Keragaan dan sidik ragam karakter kuantitatif galur-galur kacang bogor Peubah Kisaran Nilai tengah F -

hitung KK (%) Galur Kontrol Galur Kontrol

Tinggi tanaman

HST: hari setelah tanam; tn:tidak berbeda nyata; *: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata

pada taraf 1%; KK: Koefisienan keragaman; #: transformasi y

Gomez dan Gomez (1995) menyatakan bahwa nilai koefisien keragaman (KK) menunjukkan tingkat ketepatan perlakuan dalam suatu percobaan dan menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam percobaan. Nilai KK dari karakter yang diamati berkisar 6.83–39.71%. Karakter hari berbunga memiliki nilai KK terendah (6.83%) dan karakter jumlah polong bernas memiliki nilai KK tertinggi (39.71%) (Tabel 3). Koefisien keragaman pada karakter yang diamati bernilai semakin besar merupakan indikasi sebaran data galur yang semakin lebar.

(28)

12

7.9 polong, dan jumlah polong cipo 2.6 polong, bobot polong kering 5.6 g, dan bobot brangkasan basah 34.9 g. Pada karakter hari berbunga terdapat galur yang memiliki nilai tengah lebih rendah dibandingkan kontrol 70 HST.

Karakter-karakter vegetatif menunjukkan hasil uji F berbeda nyata, kecuali karakter jumlah cabang. Karakter tinggi tanaman dan jumlah daun berbeda nyata pada taraf 1%, sedangkan bobot brangkasan basah dan lebar kanopi berbeda nyata pada taraf 5% (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa pada galur kacang bogor yang diuji memiliki nilai tengah yang berbeda antar galur pada masing-masing karakter yang diamati.

Tabel 4 Galur-galur dengan nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol Karakter Tinggi

Terdapat 26 galur memiliki tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan kontrol. Pada karakter jumlah daun terdapat 16 galur memiliki jumlah daun lebih banyak dibandingkan kontrol. Pada karakter lebar kanopi terdapat 16 galur memiliki nilai lebar kanopi yang lebih besar dibandingkan kontrol. Pada karakter bobot brangkasan basah terdapat 10 galur memiliki nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol. Galur-galur yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan kontrol terlihat pada Tabel 4. Galur A86.6 dan R19.7 memiliki nilai tinggi tanaman, jumlah daun, lebar kanopi, dan bobot brangkasan basah yang lebih baik dibandingkan kontrol.

(29)

13 keragaman genetik maka semakin tinggi peluang untuk mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diperbaiki.

Dalam perakitan varietas unggul, keragaman genetik memiliki peranan yang penting. Karakter yang memiliki nilai KKG rendah berarti keragaman genetiknya sempit sebaliknya jika nilai KKG tinggi berarti keragaman genetiknya luas. Karakter yang memiliki nilai KKG tinggi memiliki peluang dilakukan seleksi berdasarkan karakter tersebut (Aminasih 2009). Berdasarkan Tabel 5, karakter yang memiliki nilai KKG sedang adalah karakter jumlah daun, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering, dan bobot brangkasan basah. Karakter yang memiliki KKG rendah adalah karakter tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang, dan hari berbunga.

Tabel 5 Pendugaan komponen ragam dan heritabilitas arti luas karakter agronomi kacang bogor

Peubah σ²g σ²e σ²p KKG h2bs

Tinggi tanaman 0.58 1.70 2.28 0.05 25.50

Jumlah daun 31.57 133.55 165.12 0.15 19.12

Lebar kanopi 3.57 26.92 30.49 0.06 11.72

Jumlah cabang 0.03 0.57 0.60 0.04 5.52

Hari berbunga 0.90 21.85 22.75 0.01 3.96

Jumlah polong total 1.24 13.62 14.86 0.12 8.32 Jumlah polong bernas 1.10 11.67 12.77 0.12 8.64

Jumlah polong cipo 0.05 0.96 1.01 0.17 5.26

Bobot polong kering 0.73 37.59 38.32 0.13 1.90 Bobot brangkasan basah 19.76 124.52 144.28 0.16 13.70

σ2g: ragam genotipe; σ2

e: ragam lingkungan; σ2p: ragam fenotipe; h2bs: heritabilitas arti luas

(%); KKG: Koefisien keragaman genetik

Nilai heritabilitas dikategorikan dalam 3 kelompok, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Heritabilitas rendah jika nilainya kurang dari 20%, sedang jika nilai heritabilitas 20-50%, dan tinggi jika nilai heritabilitas lebih dari 50% (Syukur 2012). Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa karakter yang memiliki heritabilitas sedang adalah karakter tinggi tanaman. Karakter jumlah daun, lebar kanopi, jumlah cabang, hari berbunga, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering, dan bobot brangkasan basah memiliki heritabilitas rendah.

(30)

14

Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman pada galur kacang bogor yang diuji berkisar 14.3–18.7 cm dengan nilai tengah galur sebesar 16.5 cm dan nilai KK sebesar 7.78% (Tabel 3). Galur yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah galur R19.7, sedangkan galur dengan tinggi tanaman terendah adalah galur R54.8. Tinggi tanaman merupakan indikator pertumbuhan dan sebagai paramater yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan (Sitompul dan Guritno 1995). Keragaan tinggi tanaman juga diamati untuk melihat hubungannya dengan karakter generatif seperti jumlah polong dan bobot polong untuk penyeleksian di lapangan (Actaria 2012)

Hasil dari analisis ragam yang menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata pada peubah tinggi tanaman. Hasil uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa terdapat galur yang memiliki tinggi tanaman sama atau lebih besar dari kontrol. Galur-galur tersebut adalah R19.7, A88.11, R38.5, A65.10, A31.4, A120.9, A124.10, A62.7, A86.6, A181.6, A27.10, R10.10, A142.3a, A48.5, A72.11, A66.4, A100.5, R57.4, A93.2, A163.2, A44.5, A171.2, A45.2, A73.5, A103.5, dan R16.5 (Tabel 4). Berdasarkan analisis ragam, keragaan ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang terlihat dari nilai ragam lingkungan lebih besar dibandingkan ragam genetik dengan nilai KKG sebesar 0.05 dan nilai heritabilitas sebesar 25.50% yang termasuk kategori sedang (Tabel 5 ).

Jumlah Daun, Lebar Kanopi, dan Jumlah Cabang

Pengamatan jumlah daun dilakukan untuk menduga jumlah polong yang terbentuk. Peningkatan jumlah daun akan meningkatkan kapasitas fotosintesis yang selanjutnya akan diikuti dengan peningkatan hasil. Menurut Gardner et al. (2008), tanaman yang memiliki jumlah daun lebih banyak memiliki peluang untuk menangkap dan memanfaatkan energi matahari yang lebih banyak dalam proses fotosintesis.

Jumlah daun pada galur kacang bogor yang diuji berada pada kisaran 18.6–62.4 daun per tanaman dengan nilai tengah 40.5 daun per tanaman dan nilai KK sebesar 30.55%. Galur yang memiliki jumlah daun terbanyak adalah R19.7, sedangkan galur dengan jumlah daun paling sedikit adalah galur R52.8. Hasil uji F (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan diantara galur-galur kacang bogor yang diuji. Uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa galur-galur dengan jumlah daun lebih banyak dibandingkan kontrol adalah R19.7, A181.6, A88.11, A86.6, A46.5, A65.10, R66.2, A132.8, A45.4, A27.10, R38.5, R16.5, A124.10, A126.10, A13.11, dan A1.7. Berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 5), keragaan jumlah daun lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang terlihat dari nilai ragam lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan ragam genetik dengan nilai KKG sebesar 0.15 dan nilai heritabilitasnya termasuk dalam kategori rendah.

(31)

15 15.78% (Tabel 3). Galur A181.6 memiliki lebar kanopi yang paling besar, sedangkan galur R54.8 memiliki lebar kanopi yang paling sempit pada galur-galur yang diuji. Penelitian sebelumnya memiliki rata-rata lebar kanopi yang lebih tinggi yaitu 58.76 cm untuk populasi polong banyak dan 56.19 cm untuk populasi polong sedikit (Actaria 2012) dan pada penelitian Hanum (2014) lebar kanopi mencapai 45.28 cm.

Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa lebar kanopi antar galur tanaman berbeda nyata. Uji lanjut t-Dunnet menunjukkan bahwa galur A181.6, A88.11, R19.7, A47.7, A65.10, R16.5, R146.5, A124.10, A171.2, A45.4, A86.6, A163.5, R10.10, A48.5, A132.8, dan R9.11 memiliki lebar kanopi yang lebih besar dibandingkan kontrol (Tabel 4). Karakter lebar kanopi lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.06 dan nilai heritabilitas sebesar 11.72% yang tergolong dalam kelompok heritabilitas rendah (Tabel 5).

Jumlah cabang pada kacang bogor digunakan untuk menduga jumlah polong yang terbentuk. Cabang pada kacang bogor sangat penting peranannya karena bunga kacang bogor tumbuh pada buku-buku yang ada pada cabang (Austi et al. 2014).Jumlah cabang pada galur-galur kacang bogor yang diuji pada percobaan ini antara 3.2–5.3 cabang dengan rata-rata 4.3 cabang per tanaman dan nilai KK sebesar 17.74%. Galur yang memiliki jumlah cabang terbanyak adalah galur R74.5 dan galur yang memiliki jumlah cabang paling sedikit adalah galur A171.2. Hasil uji F (Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan diantara galur-galur kacang bogor yang diuji. Karakter jumlah cabang pada galur-galur yang diuji lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai heritabilitas 5.52% dan nilai KKG sebesar 0.04 (Tabel 5).

Hari Berbunga

Peubah hari berbunga digunakan untuk menduga waktu pengisian polong dan memperkirakan waktu panen (Hanum 2014). Hari berbunga juga dapat diduga untuk mencari galur tanaman yang memiliki umur genjah. Menurut Departement of Agricultural, Forestry, and Fisheries Republic of South Africa (2011), waktu berbunga pada kacang bogor dimulai ketika tanaman berumur 30–35 HST dan akan berakhir sampai tanaman dipanen. Doku dan Karikari (1971), menginformasikan bahwa tanaman kacang bogor yang memasuki umur berbunga pada 44–60 HST, 50% populasi telah berbunga pada saat 80 HST.

Kisaran hari berbunga pada galur kacang bogor yang diuji antara 63–74.3 HST dengan nilai tengah 68.7 HST dan KK sebesar 6.83%. Hasil analisis

ragam (Tabel 3), menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan waktu hari berbunga pada galur kacang bogor yang diuji. Hari berbunga lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai heritabilitas sebesar 3.98% yang termasuk dalam kategori rendah dan nilai KKG sebesar 0.01 (Tabel 5).

Tanaman kacang bogor merupakan tanaman hari pendek (Swanevelder 1998). Kondisi antara hari pendek dan malam yang panjang pada siklus 24 jam memicu pembungaan pada banyak spesies. Panjang hari yang lebih dari optimum menyebabkan tertundanya pembungaan pada tanaman hari pendek sampai tercapai panjang kritis tertentu (Gardner et al. 2008).

(32)

16

Jumlah Polong Total, Jumlah Polong Bernas, dan Jumlah Polong Cipo

Daya hasil termasuk sifat kuantitatif yang diatur oleh gen minor. Gen-gen ini bersifat poligen, yaitu gen-gen yang secara kumulatif mempunyai peran pada keragaan fenotipe tetapi juga sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan (Crowder 1997). Komponen hasil panen dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan yang dapat menjelaskan sebab terjadinya pengurangan hasil panen. Tanaman hanya dapat menghasilkan biji dan memasakkan bijinya yang dibatasi oleh banyaknya pasokan hasil asimilasinya. Tekanan lingkungan akan mengurangi pasokan hasil asimilasi dan jumlah biji (Gardner 2008).

Karakter jumlah polong total pada percobaan ini memiliki rataan sebesar 9.4 polong per tanaman dengan kisaran 3.5–14.7 polong per tanaman dan nilai KK sebesar 38.79% (Tabel 3). Galur yang memiliki jumlah polong tertinggi adalah R19.7, sedangkan galur dengan jumlah polong terendah adalah R74.5. Hasil analisis ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa karakter jumlah polong total tidak berbeda nyata pada galur kacang bogor yang diuji. Berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 5) karakter jumlah polong total lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.12 dan nilai heritabilitas rendah.

Pada musim hujan, pengaruh penghambatan radiasi yang tinggi akan mengurangi proses fotosintesis dan berakibat pada hasil biji yang rendah. Curah hujan yang tinggi akan mengurangi intensitas matahari sehingga menyebabkan pertumbuhan vegetatif lebih dominan dan polong yang terbentuk semakin sedikit (Pratiwi dan Rahmianna 2011)

Karakter jumlah polong bernas pada percobaan ini memiliki rataan sebesar 8.8 polong per tanaman dengan kisaran 3.7–13.8 polong per tanaman dan nilai KK sebesar 39.71% (Tabel 3). Galur yang memiliki jumlah polong bernas tertinggi adalah A93.2, sedangkan galur dengan jumlah polong terndah adalah R19.8. Rata-rata polong bernas pada percobaan ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Hanum (2014) rata-rata polong bernas sebesar 25 polong per tanaman. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa karakter jumlah polong bernas tidak berbeda nyata pada galur kacang bogor yang diuji. Karakter jumlah polong bernas lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.12 dan heritabilitas sebesar 8.64% (Tabel 5).

Kacang bogor memiliki banyak kemiripan dengan kacang tanah. Pada tanaman kacang tanah, Sufianto (2011) menyatakan bahwa pembentukan polong bernas diawali dengan kemunculan bunga kemudian berkembang membentuk ginofor, polong cipo kemudian menjadi polong bernas. Perkembangan bunga menjadi polong bernas pada bunga yang muncul hingga 30 hari berbunga dipengaruhi oleh posisi bunga yang muncul, jumlah bunga yang muncul, jumlah bunga yang dibuahi, umur panen, jumlah polong bernas per tanaman, dan hasil polong bernas per petak. Pada kacang tanah, jumlah bunga yang muncul pada satu siklus mencapai 392–518 bunga dan hanya 6.6–10% berhasil menjadi polong bernas. Gardner (2008), menginformasikan polong tanaman memungkinkan gugur pada saat usia muda, terutama pada tanaman yang berpenyakit pada tajuk yang rapat dan tinggi. Peristiwa keguguran ini karena defisiensi nutrien organik yang diakibatkan oleh persaingan dalam tanaman antara bunga dengan buah.

(33)

17 polong cipo paling banyak adalah galur A47.7 dan jumlah polong cipo paling sedikit adalah galur R52.8. Jumlah polong cipo lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.17 dan nilai heritabilitas dalam kategori rendah (Tabel 5).

Jumlah polong bernas dan polong cipo yang dihasilkan banyak dipengaruhi oleh faktor cuaca. Curah hujan pada saat tanaman mulai memasuki fase generatif 281–511 mm bulan-1 sehingga serangan penyakit meningkat. Peningkatan serangan penyakit diduga mengakibatkan jumlah polong total yang dihasilkan menjadi lebih sedikit. Peningkatan penyakit menyebabkan tanaman kacang bogor dipanen sebelum masa panen. Pemanenan kacang bogor yang lebih cepat dibandingkan umur panen seharusnya diduga menyebabkan jumlah polong cipo tinggi.

Bobot Polong Kering dan Bobot Brangkasan Basah

Hasil panen berupa biji dipengaruhi oleh teknologi budi daya, genotipe dan lingkungan. Lingkungan mempengaruhi tanaman untuk mengekspresikan potensial genetiknya. Air, nutrien, suhu, cahaya, dan faktor lingkungan lainnya ketika berada pada kondisi yang kurang optimum dapat mempengaruhi salah satu atau lebih komponen hasil panen (Gardner et al. 2008). Nilai heritabilitas karakter bobot polong kering sebesar 1.90% dan termasuk dalam kategori rendah (Tabel 5). Hasil pendugaan komponen ragam menunjukkan bahwa peubah bobot kering polong lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik dengan nilai KKG sebesar 0.13.

Karakter bobot polong kering memiliki rataan sebesar 7.9 g per tanaman dengan kisaran 2.8–12.9 g per tanaman dan nilai KK sebesar 22.66% (Tabel 3). Hasil analisis ragam menunjukkan galur-galur kacang bogor yang diuji memiliki bobot polong kering yang tidak berbeda nyata. Nilai bobot polong kering pada percobaan ini lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya yang bisa mencapai 28.83 g per tanaman (Hanum 2014), 15.28 g per tanaman (Juwita 2012), dan 30.29 g per tanaman (Actaria 2012). Rendahnya bobot kering polong diduga karena pengaruh curah hujan yang tinggi selama fase generatif tanaman. Gardner et al. (2008), produktivitas biji yang rendah dapat disebabkan oleh proses fotosintesis yang terhambat karena intensitas cahaya matahari yang rendah.

Pertumbuhan tanaman ditunjukkan oleh bertambahnya ukuran brangkasan tanaman. Jumlah dan ukuran tajuk akan mempengaruhi berat brangkasan. Semakin banyak jumlah daun dan semakin tinggi tanaman, maka bobot basah brangkasan akan semakin besar. Bobot basah brangkasan juga dipengaruhi oleh pengambilan air oleh tanaman (Sitompul dan Guritno 1995). Bobot basah brangkasan dari galur kacang bogor yang diuji pada percobaan ini berkisar antara 12.8–47.5 g per tanaman dengan nilai tengah 30.2 g per tanaman (Tabel 3). Galur kacang bogor yang memiliki bobot basah brangkasan tertingi adalah R19.7 dan galur dengan bobot brangkasan terendah adalah A106.11. Menurut Redjeki (2007), bobot basah brangkasan pada galur kacang bogor asal bogor sebesar 28.29 g per tanaman dan pada galur asal gresik sebesar 33.46 g per tanaman.

(34)

18

Korelasi Antar Karakter Galur-galur Kacang Bogor

Hubungan antar karakter perlu diketahui dalam memilih karakter yang akan dijadikan sebagai kriteria seleksi tidak langsung. Hasil korelasi karakter-karakter agronomi pada galur-galur kacang bogor yang diuji menunjukkan bahwa semua karakter berkorelasi positif dan nyata terhadap jumlah polong total kecuali karakter hari berbunga yang berkorelasi negatif dan nyata (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan terhadap karakter-karakter tersebut kecuali karakter hari berbunga akan diikuti oleh peningkatan jumlah polong total. Di lain pihak, jumlah polong total lebih banyak pada galur kacang bogor memiliki hari berbunga lebih pendek.

Korelasi antar karakter sangat bermanfaat untuk memperbaiki respon ikutan dalam penerapan seleksi tidak langsung (Puspitasari 2011). Penentuan karakter-karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi tidak langsung yang efektif dapat dilihat dari besarnya pengaruh langsung karakter tersebut terhadap hasil (Rohaeni 2010). Karakter jumlah polong bernas memiliki nilai korelasi positif yang paling besar dan nyata dengan jumlah polong total dibandingkan karakter lainnya (r =0.871**). Nilai koefisien korelasi positif yang paling rendah terhadap karakter jumlah polong total adalah karakter jumlah polong cipo (r =0.308**).

(35)

Tabel 6 Korelasi antar karakter agronomi pada tanaman kacang bogor

TT: tinggi tanaman (cm); JD: jumlah daun (helai); LK: lebar kanopi (cm); JC: jumlah cabang (cabang); BBB: bobot brangkasan basah (g); HB: hari berbunga (HST); BPK: bobot polong kering (g); JPT: jumlah polong total (polong); JPB: jumlah polong bernas; JPC: jumlah polong cipo (polong)

b

**: berkorelasi nyata pada α = 0.01; *: berkorelasi nyata pada α = 0.05; tn: tidak berbeda nyata

c

Nilai dalam kurung menunjukkan peluang untuk koefisien korelasi diatasnya

(36)

20

Seleksi Galur-galur Kacang Bogor

Seleksi pada percobaan ini diarahkan untuk memperoleh galur tanaman yang memiliki produktivitas tinggi. Salah satu metode seleksi pada tanaman menyerbuk sendiri adalah seleksi galur murni. Seleksi galur murni adalah seleksi tanaman tunggal dari populasi homozigot heterogen. Keragaman yang ada dalam populasi galur murni disebabkan oleh keragaman lingkungan (Syukur et al. 2012).

Seleksi yang ketat mengakibatkan nilai tengah populasi terseleksi yang semakin tinggi dan kemajuan seleksi yang dicapai juga semakin besar. Kemajuan seleksi digunakan untuk menduga seberapa besar respon peningkatan yang akan diperoleh dari karakter yang diseleksi. Diferensial seleksi adalah selisih nilai tengah populasi hasil seleksi dengan nilai tengah populasi awal (Falconer 1960) . Tabel 7 Diferensial seleksi dan kemajuan seleksi galur-galur kacang bogor

Berdasarkan pertimbangan keragaman genetik, nilai duga heritabilitas arti luas, dan nilai korelasi antar karakter dapat ditentukan peubah yang akan dijadikan sebagai kriteria seleksi. Peubah jumlah daun dipilih sebagai kriteria seleksi untuk memilih galur-galur yang menghasilkan jumlah polong banyak. Peubah jumlah daun dipilih juga disebabkan pengukuran jumlah daun tidak merusak materi genetik yang diuji. Karakter jumlah daun memiliki nilai KKG sebesar 0.15, nilai heritabilitas sebesar 19.12%, nilai koefisien korelasi terhadap jumlah polong total sebesar 0.699.

(37)

21 tengah yang lebih tinggi dibandingkan nilai tengah populasi awal pada karakter yang diamati kecuali karakter hari berbunga yang mengalami penurunan nilai tengah sebesar 3 HST (Tabel 7).

Seleksi populasi berdasarkan kriteria seleksi jumlah daun pada intensitas 10% menyebabkan peningkatan nilai tengah karakter kuantitatif lainnya kecuali karakter hari berbunga. Peningkatan nilai tengah ini menunjukkan bahwa galur terpilih hasil seleksi pada karakter jumlah daun memiliki ukuran kuantitaif yang lebih tinggi dari nilai tengah populasi awal. Nilai diferensial seleksi tertinggi adalah karakter jumlah daun sebesar 13.3 daun. Kemajuan seleksi terbesar pada karakter jumlah daun sebesar 4.32 daun sedangkan kemajuan seleksi terkecil pada karakter jumlah cabang sebesar 0.08 cabang. Jumlah polong total sebagai salah satu karakter yang menggambarkan produktivitas diperkirakan akan mengalami kemajuan seleksi sebesar 0.54 polong per tanaman.

Populasi awal memiliki tinggi tanaman dengan nilai tengah 16.5 cm. Populasi hasil seleksi memiliki nilai tengah 17.8 cm, sehingga terjadi peningkatan nilai tengah sebesar 1.3 cm dan kemajuan seleksi sebesar 0.68 cm (Tabel 7). Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter tinggi tanaman antara 16-17 cm sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 18-19 cm.

Populasi awal memiliki jumlah daun dengan nilai tengah 40.5 daun. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah 53.8 daun, sehingga terjadi diferensial seleksi sebesar 13.3 daun dan diharapkan diperoleh kemajuan seleksi sebesar 4.32 daun daun (Tabel 7). Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter jumlah daun antara 37-39 daun sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 53-54 daun.

Populasi awal memiliki lebar kanopi dengan nilai tengah 34.2 cm. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah 37.9 cm, sehingga terjadi diferensial seleksi sebesar 3.7 cm dan diharapkan diperoleh kemajuan seleksi sebesar 1.14 cm (Tabel 7). Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter lebar kanopi antara 32-34 cm. sedangkan pada populasi hasil seleksi frekuensi populasi tertinggi pada 37-38 cm.

Populasi awal memiliki jumlah cabang dengan nilai tengah 4.3 cabang. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah 4.5 cabang, sehingga terjadi diferensial seleksi sebesar 0.2 cabang dan diharapkan diperoleh kemajuan seleksi sebesar 0.08 cabang (Tabel 7). Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter jumlah cabang antara 4-4.5 cabang sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 4.4-4.6 cabang.

Populasi awal memiliki nilai tengah jumlah polong total 9.1 polong. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah 12.6 polong (Tabel 7). Nilai tengah populasi hasil seleksi mengalami peningkatan sebesar 3.5 polong per tanaman dan kemajuan seleksi sebesar 0.56 polong per tanaman. Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter bobot polong kering antara 9-10 polong sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 13-14 polong.

Populasi awal memiliki jumlah polong bernas dengan nilai tengah 8.8 polong. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah 11.4 polong (Tabel 7),

(38)

22

8-9 polong sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 11-12 polong.

Populasi awal memiliki jumlah polong cipo dengan nilai tengah 1.7 polong. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah 1.9 polong (Tabel 7), sehingga terjadi diferensial seleksi sebesar 0.2 polong per tanaman dan kemajuan seleksi sebesar 0.09 polong per tanaman. Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter bobot polong kering antara 1-1.5 polong sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 1.5-2 polong.

Populasi awal memiliki bobot polong kering dengan nilai tengah 7.9 g. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah 8.1 g (Tabel 7), sehingga terjadi diferensial seleksi sebesar 0.2 g per tanaman dan diharapkan diperoleh kemajuan seleksi sebesar 0.21 g per tanaman. Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter bobot polong kering antara 6-7 g sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 8-9 g .

Populasi awal memiliki bobot basah brangkasan dengan nilai tengah 30.2 g. Galur-galur terseleksi memiliki nilai tengah bobot basah brangkasan sebesar 36.1 g. sehingga terjadi diferensial seleksi sebesar 5.9 g per tanaman dan diharapkan diperoleh kemajuan seleksi sebesar 2.90 g per tanaman (Tabel 7). Pada sebaran normal, frekuensi populasi tertinggi karakter bobot brangkasan basah antara 27-28 g sedangkan pada populasi terseleksi frekuensi populasi tertinggi pada 35-37 g.

Populasi awal galur kacang bogor berbunga 50% ketika umur 68-69 hari setelah tanam (HST) memiliki frekuensi populasi tertinggi pada sebaran normal. Populasi hasil seleksi memiliki frekuensi hari berbunga tertinggi pada populasi yang berbunga pada 66 HST. Populasi awal memiliki nilai tengah hari berbunga sebesar 68.7 HST. Populasi hasil seleksi memiliki nilai tengah 65.7 HST (Tabel 7). Nilai tengah populasi terseleksi mengalami penurunan sebesar 3 HST tetapi terdapat kemajuan seleksi sebesar 0.33 HST (Tabel 7). Penurunan nilai tengah hari berbunga akan berdampak positif terhadap umur panen. Hal ini karena semakin cepat tanaman berbunga maka umur panen kacang bogor diduga akan semakin pendek.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(39)

23 berdasarkan karakter jumlah daun diperkirakan akan meningkatkan jumlah polong total per tanaman dengan kemajuan seleksi sebesar 0.54 polong per tanaman.

Saran

Saran dari percobaan ini adalah perlunya dilakukan percobaan lanjutan untuk mengevaluasi galur-galur terpilih hasil seleksi tidak langsung berdasarkan karakter jumlah daun.

DAFTAR PUSTAKA

Actaria D. 2012. Evaluasi galur-galur kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) asal Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Austi IR, Damanhuri, Kuswanto. 2014. Keragaman dan kekerabatan pada proses

penggaluran kacang bogor (Vigna subterranea L. Verdcourt) jenis lokal. J Produksi tanaman. 2(1):73–79.

Aminasih. 2009. Penentuan kriteria seleksi 45 Galur Terigu (Triticum aestivum L.) introduksi di Dempo Selatan, Pagar Alam, Sumatra Selatan. J Penelitian Sains. 12(1):1–6.

Allard RW. 1960. Pemuliaan Tanaman. Manna, penerjemah; Mulyadi M, editor. Jakarta (ID): Penerbit Rineka Cipta. Terjemahan dari: Principles of Plant Breeding.

Barchie JN, Opoku M, Adu Dapaah H, Agyemang A, Sarkodie AJ, Asare E, Addo J, Akuffo H. 2012. Evaluation of five bambara groundnut (Vigna subterranea (L.)Verdc.) landraces to heat and drought stress at Tono-Navrongo, Upper East region of Ghana. African Journal of Agricultural Research.7(2):250–256.

Crowder LV. 1997. Genetika Tumbuhan. Lilik K, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr. Terjemahan dari: Plant Genetics.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Nilai gizi beberapa jenis legum pangan bentuk biji dan beras (per 100 g BDD). Jakarta (ID): Departemen Kesehatan.

Departemen of Agriculture, Forestry, Fisheries. 2011. Production Guidelines for Bambara groundnuts. Pretoria (SA): Directorate Agricultural Information Service.

Falconer. 1980. Introduction to Quantitative Genetics. New york (US): Longman. Gardner FP. Pearce RB. Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya.

Herawati S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiologi of Crop Plants.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Percobaan Pertanian. Sjamsudin E dan Baharsjah JS, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.

(40)

24

Hanum S. 2014. Keragaan galur-galur kacang bogor (Vigna subterranea L.) hasil seleksi galur murni lanras sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hardiman T, Islami T, Sebayang HT. 2014. Pengaruh waktu penyiangan gulma pada sistem tanam tumpangsari kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dengan ubi kayu ( Manihot esculenta Crantz.). J Produksi Tanaman. 2(2):111–120. Harsono A, Prihastuti, Subandi. 2011. Efektivitas multi-isolat rhizobium dalam

pengembangan kedelai di lahan kering masam. J Iptek tanaman pangan. 6(1):57–75.

Hartati S, Setiawan A, Heliyanto B, Sudarsono. 2012. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar karakter 10 genotipe terpilih jarak pagar (Jatropha curcas). J Littri. 18(2):74-80.

Husnayati N. 2011. Pengaruh tingkat kemasakan benih dan periode simpan terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) pada ruang simpan AC dan kamar. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Juwita L. 2012. Pembentukan populasi dasar untuk perbaikan produksi kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) asal Darmaga. Sukabumi dan Parung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Doku EV, Karikari SK. 1971. Bambara groundnut. Economy botany. 25(3): 255– 262.

Knight R.1979. Quantitative genetic statistic and plant breeding. Brisbane (AU): Vice Chancellors Committee.

Makanda I, Tongoona P, Madamba R, Icishahayo D, Derera J. 2009. Evaluation of bambara groundnut varieties for off-season production in Zimbabwe. African Crop Science Journal. 16(3):175–183.

Massawe FJ, Mwale SS, Ali A, Robert JA. 2005. Breeding in bambara groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc.): strategic consideration. African Journal of Biotechnology. 4(6):463–471.

Martono B. 2009. Keragaman genetik, heritabilitas, dan korelasi antar karakter kuantitatif nilam (Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. J Littri. 15(1):9–15. Onuh MO, Christo IEC, Madukwe DK. 2011. Agronomic and physiological

performance of bambara groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc) in Southeastern Nigeria. World Journal of Agricultural Sciences 7(2):166–171. Poehlman. 1979. Breeding Field Crop. New york (US): Avi Publishing Company

Inc.

[PROHATI] Plant Resources of South–East Asia - PROSEA dan Yayasan KEHATI. 2010. Detil data Vigna subterranean (L.) Verdcourt. [Internet]. [ diunduh 2013 Okt 20]. Tersedia pada: http://webcache.googleusercontent .comsearch?q=cache:cSCoJojZdKgJ:www.PROHATInet.org/prohati2/brow ser.php%3Fdocsid%3D213+kacang+bogor+vigna+subterranea&cd=12&hl= id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a.

Pratiwi H, Rahmianna AA. 2011. Pengaruh cekaman kekeringan pada stadia reproduktif terhadap hasil dan kualitas hasil kacang tanah. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi; Indonesia (ID) . hlm 515–526.

(41)

25 Redjeki ES. 2007. Pertumbuhan dan hasil tanaman kacang bogor (Vigna

subterranean (L.) Verdcourt) galur gresik dan bogor pada berbagai warna biji. Prosiding Seminar Hasil Percobaan yang Dibiayai oleh Hibah Kompetitif; 2007 Agustus 1–2; Bogor. Indonesia. Bogor (ID). hlm 114-118; [diunduh 2013 Okt 17]. Tersedia pada: http://www.agrohort.ipb.ac.id /downloads/Prosiding%20Hibah%20Insentif%202007%20(Purnabakti%20P rof.%20Jajah%20Koswara)/Redjeki.pdf.

Rohaeni WR. 2010. Pendugaan parameter genetik dan seleksi F6 kedelai hasil SSD untuk toleransi terhadap intensitas cahaya rendah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rukmana, Oesman. 2000. Kacang Bogor Budidaya dan Prospek Usaha Tani. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Puspitasari W. 2011. Pendugaan parameter genetik dan seleksi karakter agronomi dan kualitas sorghum di lahan masam [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sitompul BA. Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID): Gajah mada university Pr.

Sufianto. 2011. Kriteria bunga menjadi polong bernas pada beberapa varietas kacang tanah (Arachis hypogaea). GAMMA. 6(2):137–142.

Sumarno, Zuraida N. 2008. Pengelolaan plasma nutfah tanaman terintegrasi dengan pemuliaan tanaman. Bul Plasma Nutfah. 14(2):57–67.

Swanevelder CJ. 1998. Bambara–Food for Africa. Pretoria (SA): National departmen of agriculture ARC.

Syukur M, Sujiprihati S, Yunianti R. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman. Jakarta (ID) :Penebar Swadaya.

Walpole RE. 1982. Pengantar Statistika. Bambang S, penerjemah. Jakarta (ID): Gramedia pustaka utama. Terjemahan dari: Introduction to Statistics 3rd Edition.

(42)

26

LAMPIRAN

Lampiran 1 Galur-galur kacang bogor yang digunakan pada penelitian No Kode galur No Kode galur No Kode galur

1 A1.6 33 A26.5 65 A72.11

2 A1.7 34 A27.10 66 A72.6

3 A100.5 35 A27.5 67 A73.3

4 A103.5 36 A28.10 68 A73.5

5 A103.8 37 A31.11 69 A8.3

6 A106.1 38 A31.4 70 A86.6

7 A106.11 39 A33.7 71 A88.11

8 A110.2 40 A36.6 72 A88.5

9 A115.11 41 A37.6 73 A89.11

10 A115.9 42 A39.10 74 A90.8

11 A12.4 43 A39.3 75 A93.2

12 A120.9 44 A41.1 76 R10.10

13 A124.10 45 A43.4 77 R146.5

14 A124.8 46 A43.5 78 R16.5

15 A126.10 47 A44.5 79 R16.9

16 A126.11 48 A44.9 80 R19.7

17 A127.6 49 A45.2 81 R19.8

18 A13.11 50 A45.4 82 R2.10

19 A13.9 51 A47.5 83 R25.9

20 A132.8 52 A47.7 84 R38.5

21 A137.1 53 A48.5 85 R52.8

22 A142.10 54 A5.2 86 R54.1

23 A142.3 55 A5.7 87 R54.8

24 A142.3 56 A55.8 88 R57.4

25 A146.9 57 A56.10 89 R61.2

26 A152.2 58 A58.5 90 R66.2

27 A163.2 59 A59.10 91 R7.8

28 A163.5 60 A62.7 92 R74.5

29 A171.2 61 A63.7 93 R74.6

30 A181.3 62 A65.10 94 R8.9

31 A181.6 63 A66.4 95 R9.11

(43)

27 Lampiran 2 Hasil analisis kimia tanah dan tekstur tanah

Sifat tanah Hasil Penilaian hasil

Tekstur tanah Lempung berliat

pH-H2O 4.4 sangat masam

C-organik (%) 1.38 rendah

N-kjeldahl (%) 0.14 rendah

C/N 10 rendah

P2O5 bray 1 (ppm) 37.7 sangat tinggi

K2O morgan (ppm) 123 sangat tinggi

Kapasitas tukar kation (cmolc kg-1) 18.87 sedang

Susunan kation:

K-dd (cmolc kg-1) 0.24 rendah

Na-dd (cmolc kg-1) 0.70 sedang

Mg-dd (cmolc kg-1) 1.30 sedang

Ca-dd (cmolc kg-1) 5.11 rendah

Kejenuhan basa (%) 39% rendah

Kemasaman dapat ditukar:

Al-dd (cmolc kg-1) 0.66 sangat rendah

(44)

28

Lampiran 3 Pengukuran karakter galur-galur kacang bogor

Bunga kacang bogor (a); pengukuran tinggi tanaman (b); pengukuran lebar kanopi tanaman kacang bogor (c); polong bernas (kiri) dan polong cipo (kanan) kacang bogor (polong cipo akan berkerut bila dikeringkan) (d)

Polong bernas Polong cipo b

d c

(45)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1992 di Kendal, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara yang lahir dari pasangan Slamet Riyadi dan Esti Riani. Pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas ditamatkan penulis di Kendal dari tahun 1998 hingga tahun 2010. Penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 dan terdaftar di Program Studi Agronomi dan Hortikultura.

Gambar

Gambar 1  (a) pertanaman kacang bogor pada 100 HST, (b) kacang bogor pada 14
Gambar 3  Penyakit kacang bogor selama percobaan: (a) penyakit busuk pangkal
Tabel 3  Keragaan dan sidik ragam karakter kuantitatif galur-galur kacang bogor
Tabel 4  Galur-galur dengan nilai karakter lebih tinggi dibandingkan kontrol
+4

Referensi

Dokumen terkait

1995 multamaalla ja hiesusavella, satojen keskihajonnat sekä sadonlisät suhteessa käsittelemättömään koejäseneen (sl.= 100 %).. Ohran

Figure 3 shows that tbe watcr vapor adsorption uns influenced by the material actination and modification on watcr vapor filter. So, lhe cmdification of zeolit + cocoa

Hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) Program supervisi akademik kepala sekolah disusun merujuk pada identifikasi permasalahan yang dihadapi guru berdasarkan hasil

Pada kecepatan angin 80 km/jam di dapatkan grafik tekanan yang dihasilkan pada analisis, pada bagian ini terdapat tekanan angin yang lebih rendah dari gambar grafik

tetapi jika saudara- saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau

Untuk melepas gas-gas akibat proses dekomposisi anaerobik dari bahan- bahan organik yang ada dalam sel maka pada setiap jarak atau luas tertentu perlu diberikan fasilitas

Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui pelaksanaan pembelajaran menggunakan model PBI bermediakan video interaktif dan dengan model konvensional bermediakan slide

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai peran ganda ibu rumah tangga dalam menigkatkan kesejateraan keluarga di desa Allude kecamatan Kalongan kabupaten