PEMETAAN PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK DENGAN ANALISIS PENCAHAYAAN DI PT. SC JOHNSON
MANUFACTURING MEDAN
TUGAS SARJANA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
oleh
Teguh E.N. Sitepu
090403028
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini dengan baik.
Tugas Sarjana ini berjudul “Pemetaan Penggunaan Energi Listrik dengan Analisis Pencahayaan di PT SC Johnson Manufacturing Medan”.
Tugas Sarjana ini merupakan sarana bagi penulis untuk melakukan studi terhadap salah satu permasalahan nyata dalam perusahaan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penulis MEDAN, FEBRUARI 2014
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah mendapatkan bimbingan dan dukungan yang besar dari berbagai pihak, baik berupa materi, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Alm. Sadar Sitepu yang selalu mendoakan penulis dari surga dan Ibunda Baskami br. Ginting, S.Pd, MM yang selalu memberikan nasehat, doa, dukungan material dan spiritual serta abang-abang penulis Aditia Sitepu, ST, Haryston Sitepu, ST, dan Roipati Sitepu yang juga selalu memberikan semangat kepada penulis.
2. Ibu Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT, selaku Dosen Pembimbing II sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, dan nasehat selama penyusunan Tugas Sarjana ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Dosen Pembimbing I atas bimbingan yang diberikan dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.
4. Seluruh jajaran staff dan karyawan di lingkungan PT. SC Johnson Manufacturing Medan yang telah meluangkan waktunya untuk membantu saya, khususnya kepada Bapak Zulfikri
Theresia, Sandrina, Syally) yang mendukung penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
6. Djarum Foundation yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk meng-upgrade diri, terkhusus Beswan Djarum 27 Medan (Yassir Siregar, Meta Sinaga, Andi) yang telah sangat banyak memberi motivasi dan wejangan-wejangan hidup kepada penulis. Salam Seikat Beswan Djarum ! 7. Sahabat terbaik penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Teknik
Industri USU, Suriadi Tarigan, ST (ZINK)
8. Semua teman angkatan 2009 (IE-KLAN) serta abang kakak senior dan junior di Departemen Teknik Industri USU yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis, khususnya Recky, Vachiona, Fahrul Rozi, Daniel Fasla Barasa, Evan Leonardo Situmeang.
9. Bang Nurmansyah, Bang Mijo, Kak Dina, Kak Ani, dan Bang Ridho atas bantuan dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana ini.
Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua
ABSTRAK
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Pencahayaan yang kurang memadai di tempat kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keluhan
visual symptoms pekerja seperti mata merah, mata perih, mata gatal, dan sakit kepala. Visual symptoms yang terjadi pada pekerja dapat menyebabkan pekerja sulit berkonsentrasi sehingga dapat melakukan kesalahan kerja bahkan kecelakaan kerja (Suyatna, 1985).
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan penghasil obat nyamuk bakar. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan mengukur iluminansi, luminansi, dan layout ruangan serta metode kualitatif dengan menggunakan kuesioner keluhan visual symptoms. Iluminansi rata-rata aktual gudang bahan baku 32,3 lux, bagian formulasi 34,5 lux, bagian mixing 38,9 lux. Penggunaan energi listrik aktual gudang bahan baku 0,26 kW, bagian formulasi 1,12 kW, dan bagian mixing 0,83 kW. Hasil kuesioner keluhan visual symptoms pekerja yaitu mata merah 24%, mata perih 29%, mata gatal atau kering 18%, mata sering dikucek 65%, sakit kepala 12%, sulit fokus 18%, tegang dileher 35%.
Analisa pencahayaan dilakukan karena iluminansi ketiga departemen tersebut tidak memenuhi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002. Di sisi lain, penggunaan energi listrik aktual telah memenuhi standar energi maksimum SNI 03-6197-2000. Alternatif pencahayaan usulan terbaik dipilih berdasarkan standar iluminansi minimum menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan standar penggunaan energi listrik maksimum menurut SNI 03-6197-2000. Pencahayaan usulan gudang bahan baku menggunakan energi listrik 2,47 kW dengan iluminansi rata-rata 119 lux. Pencahayaan usulan bagian formulasi menggunakan energi listrik 2,47 kW dengan iluminansi rata-rata 208 lux. Pencahayaan usulan bagian mixing menggunakan energi listrik 2,47 kW dengan iluminansi rata-rata 230 lux.
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii
KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM ... iv
KATA PENGANTAR ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxi
I PENDAHULUAN ... I-1
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1
2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3.Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.3.1. Struktur Organisasi ... II-3 2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-3 2.3.3. Jam Kerja ... II-6 2.4. Bahan yang Digunakan ... II-7 2.4.1. Bahan Baku ... II-7 2.4.2. Bahan Penolong ... II-8 2.4.3. Bahan Tambahan ... II-8 2.5. Proses Produksi ... II-9 2.6. Mesin dan Peralatan... II-14
III LANDASAN TEORI ... III-1
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
3.4.2. Pengukuran Luminansi ... III-8 3.4.3. Pengukuran Reflektansi ... III-8 3.5. Pencahayaan Buatan ... III-9 3.5.1. Klasifikasi Pencahayaan Buatan ... III-9 3.5.2. Pemilihan Jenis Lampu ... III-11 3.5.3. Persamaan untuk Menentukan Faktor Pencahayaan
Buatan ... III-15 3.6. Software Calculux 5.0 ... III-18 3.7. Produktivitas dan Cahaya ... III-20 3.8. Penerangan di Tempat Kerja ... III-22
IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
4.9. Identifikasi Variabel Penelitian ... IV-8 4.10. Defenisi Operasional ... IV-8 4.11. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-9 4.12. Kesimpulan dan Saran ... IV-9 4.13. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-9
V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1
5.1. Karakteristik Sumber Cahaya dan Ruangan ... V-1 5.2. Pengumpulan Data ... V-1 5.2.1. Layout Departemen yang Diteliti ... V-2 5.2.2. Hasil Pengukuran Iluminansi ... V-2 5.2.3. Hasil Pengukuran Data Angka Reflektansi ... V-2 5.3. Pengolahan Data ... V-13 5.3.1. Iluminansi Rata-Rata ... V-13 5.3.2. Perhitungan Angka Reflektansi ... V-21 5.3.3. Perhitungan Jumlah dan Pemilihan Jenis Lampu ... V-25
5.4. Langkah-Langkah Simulasi Pencahayaan dengan Software
DAFTAR ISI (Lanjutan)
BAB HALAMAN
VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL ... VI-1
6.1. Analisis Subjek Penelitian ... VI-1 6.2. Analisis Iluminansi ... VI-3 6.3. Analisis Hubungan Keluhan Pekerja ... VI-4 6.4. Pembahasan Hasil ... VI-7
VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1
7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRAK
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Pencahayaan yang kurang memadai di tempat kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keluhan
visual symptoms pekerja seperti mata merah, mata perih, mata gatal, dan sakit kepala. Visual symptoms yang terjadi pada pekerja dapat menyebabkan pekerja sulit berkonsentrasi sehingga dapat melakukan kesalahan kerja bahkan kecelakaan kerja (Suyatna, 1985).
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan penghasil obat nyamuk bakar. Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan mengukur iluminansi, luminansi, dan layout ruangan serta metode kualitatif dengan menggunakan kuesioner keluhan visual symptoms. Iluminansi rata-rata aktual gudang bahan baku 32,3 lux, bagian formulasi 34,5 lux, bagian mixing 38,9 lux. Penggunaan energi listrik aktual gudang bahan baku 0,26 kW, bagian formulasi 1,12 kW, dan bagian mixing 0,83 kW. Hasil kuesioner keluhan visual symptoms pekerja yaitu mata merah 24%, mata perih 29%, mata gatal atau kering 18%, mata sering dikucek 65%, sakit kepala 12%, sulit fokus 18%, tegang dileher 35%.
Analisa pencahayaan dilakukan karena iluminansi ketiga departemen tersebut tidak memenuhi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002. Di sisi lain, penggunaan energi listrik aktual telah memenuhi standar energi maksimum SNI 03-6197-2000. Alternatif pencahayaan usulan terbaik dipilih berdasarkan standar iluminansi minimum menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan standar penggunaan energi listrik maksimum menurut SNI 03-6197-2000. Pencahayaan usulan gudang bahan baku menggunakan energi listrik 2,47 kW dengan iluminansi rata-rata 119 lux. Pencahayaan usulan bagian formulasi menggunakan energi listrik 2,47 kW dengan iluminansi rata-rata 208 lux. Pencahayaan usulan bagian mixing menggunakan energi listrik 2,47 kW dengan iluminansi rata-rata 230 lux.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pencahayaan merupakan salah satu faktor penting untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang aman, nyaman dalam melakukan pekerjaan. Pencahayaan yang baik ditentukan oleh faktor iluminansi, pencegahan silau, pengaturan arah sinar, dan pembagian sumber sinar yang tidak panas. Pencahayaan yang tidak memadai dapat menyebabkan keluhan visual symptoms
(lelah visual), misalnya mata merah, mata berair, pandangan ganda, sakit kepala, dan menurunnya kekuatan akomodasi. Lelah visual mengakibatkan berkurangnya daya konsentrasi, melambatnya kecepatan berpikir, sampai meningkatnya
peristiwa kecelakaan (Suma’mur, 2009).
Pengaruh pencahayaan terhadap visual symptoms ditunjukkan riset
“Tingkat Pencahayaan Pada Perpustakaan di Lingkungan Universitas Indonesia” (Hendra, 2010). Hasil riset menunjukkan pencahayaan yang kurang memadai dapat menyebabkan mahasiswa dan pegawai perpustakaan mengalami gejala
visual symptoms yaitu mengantuk dan tegang pada daerah leher. Keluhan
Mengurangi Masalah Back Injury dan Tingkat Kecelakaan Kerja pada Departemen Mesin Bubut” (Sritomo Wignjosoebroto, 2006). Hasil riset menunjukkan bahwa salah satu penyebab kecelakaan kerja pada departemen mesin bubut adalah pencahayaan yang kurang merata sehingga pekerja mengalami
visual symptoms dan konsentrasi terganggu.
Simulasi pencahayaan dengan software calculux ditunjukkan pada riset
“Perancangan Sistem Pencahayaan Lapangan Futsal Indoor ITS” (Kresna Eka Nugraha, 2012). Hasil riset menunjukkan bahwa iluminansi aktual adalah 130 lux dan iluminansi hasil simulasi adalah 294 lux. Sistem pencahayaan sarana olahraga yang baik sangat mendukung kenyamanan visual dan keamanan orang yang sedang melakukan olahraga maupun penonton.
Permasalahan kenyamanan visual dialami karyawan bagian produksi PT. SC Johnson Manufacturing Medan. Bagian produksi pada perusahaan meliputi gudang bahan baku, formulasi, mixing, stamping, drying, wrapping, packaging, dan gudang produk. Studi pendahuluan peneliti memperoleh bahwa iluminansi aktual departemen stamping, drying, wrapping, packaging, dan gudang produk telah memenuhi standar iluminansi minimum menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 sedangkan iluminansi aktual untuk departemen gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing rata-rata hanya 30 lux. Hasil wawancara pekerja departemen gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian
mixing jugamenunjukkan adanya keluhan visual symptoms.
03-6197-2000, energi listrik maksimum untuk gudang bahan baku 5,29 kW, bagian formulasi 10,26 kW, dan bagian mixing 10,66 kW. Walaupun pemakaian energi listrik aktual ketiga departemen tersebut telah memenuhi standar energi maksimum SNI 03-6197-2000 namun iluminansinya tidak memenuhi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 sehingga perlu dilakukan redesain pencahayaan.
Penelitian ini bertujuan melakukan redesain pencahayaan berdasarkan pemetaan penggunaan energi listrik dengan analisa pencahayaan. Analisa pencahayaan dilakukan untuk mengetahui jumlah cahaya (flux luminous) yang direkomendasikan sehingga iluminansinya memenuhi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan mengurangi keluhan visual symptoms pekerja. Sedangkan pemetaan penggunaan energi listrik dilakukan agar energi listrik dari jumlah cahaya yang direkomendasikan tidak melebihi energi listrik maksimum menurut SNI 03-6197-2000.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan yang terjadi pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan adalah pencahayaan yang tidak memenuhi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 sehingga pekerja mengalami visual symptoms.
1.3. Tujuan Penelitian
2. Analisa pencahayaan gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing
PT. SC Johnson Manufacturing Medan
3. Pemetaan penggunaan energi listrik gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing PT. SC Johnson Manufacturing Medan
4. Perancangan pencahayaan usulan yang sesuai dengan standar iluminansi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan energi listrik maksimum SNI 03-6197-2000.
1.4. Batasan Masalah dan Asumsi
Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Visual symptoms ditinjau berdasarkan faktor pencahayaan
2. Pengukuran visualsymptoms diperoleh melalui kuesioner keluhan subjektif 3. Pencahayaan yang ditinjau adalah pencahayaan buatan
4. Pemilihan alternatif pencahayaan usulan didasarkan atas pemetaan penggunaan energi listrik dengan analisa pencahayaan
Adapun asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pekerja pada bagian produksi sehat penglihatan.
2. Tidak ada pergantian pekerja selama penelitian berlangsung.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi mahasiswa
Manfaat penelitian adalah sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan keterampilan dalam memecahkan masalah khususnya masalah pencahayaan dan mencari solusi permasalahan berdasarkan pengalaman teoritis yang diperoleh dari bangku kuliah
2. Bagi pihak perusahaan
Manfaat penelitian adalah sebagai bahan masukan dalam menciptakan lingkungan fisik, khususnya terkait pencahayaan yang sesuai dengan standar iluminansi menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan energi listrik maksimum menuurut SNI 03-6197-2000.
3. Bagi Fakultas Teknik, Departemen Teknik Industri
Manfaat penelitian adalah menambah koleksi penelitian mahasiswa yang dapat digunakan sebagai tambahan literatur untuk referensi pada penelitian sejenis lainnya.
1.6. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Sarjana
Adapun sistematika penulisan laporan Tugas Sarjana adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Tujuan penelitian untuk menciptakan lingkungan kerja khusus terkait pencahayaan yang sesuai dengan standar iluminansi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan energi listrik maksimum SNI 03-6197-2000. Asumsi dan batasan masalah penelitian, manfaat penelitian untuk perusahaan, mahasiswa serta Departemen Teknik Industri, dan sistematika penulisan laporan Tugas Akhir.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Pada bab ini tercantum gambaran umum perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, tenaga kerja, proses produksi, bahan baku, mesin dan fasilitas produksi di gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing.
BAB III LANDASAN TEORI
Bab ini diuraikan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji dalam tugas akhir ini yaitu:
1. Metode pengukuran iluminansi dan angka reflektansi 2. Persamaan untuk menentukan faktor pencahayaan buatan 3. Pemilihan jenis lampu
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini berisi data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta teknik yang digunakan untuk mengolah data dalam memecahkan permasalahan pencahayaan ruangan kerja.
BAB V ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
Bab ini berisikan analisis dan evaluasi hasil pengolahan data dan pemecahan masalah yang terjadi.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
PT. SC Johnson Manufacturing Medan sebelumnya bernama PT. Inti Kimiatama Perkasa yang diubah nama perusahaannya pada tanggal 5 Maret 2010 berdasarkan akta notaris. Berdiri sejak 10 November 1997 dengan nama perusahaan PT. Inti Kimiatama Perkasa, awalnya perusahaan ini berkantor di Jl. Iskandar Muda, Medan. Perusahaan ini bekerjasama dengan perusahaan lain untuk melakukan aktivitas produksinya bermerek Baygon dan merek Mostfly melalui kerjasama dengan salah satu perusahaan yang juga menghasilkan anti nyamuk bakar yaitu PT. Singapore Lion. PT. Inti Kimiatama Perkasa merupakan salah satu anak perusahaan Bayer Company sehingga produk yang dihasilkan dibawah pengawasan Bayer Co. Selain itu, produk Mostfly yang juga dibeli perusahaan ini dari PT. Singapore Lion memiliki lisensi Bayer Co.
Berdasarkan Surat Keputusan Departemen Kesehatan RI No. 30701300185 PKD dan No. Pendaftaran RI 1294/I-2002/T PT. Inti Kimiatama Perkasa resmi memproduksi anti nyamuk bakar Baygon dan Mostfly dibawah pengawasan Bayer Company, Jerman. Sistem kerjasama dengan perusahaan lain tetap dilakukan jika permintaan pasar meningkat melebihi kapasitas perusahaan ini.
beralih ke SC Johnson, Amerika Serikat. SC Johson dalam memproduksi juga mendekatkan diri pada system CC (Costumer Care). Hampir 70 negara dikuasai oleh SC Johnson baik di Benua Amerika maupun Eropa. SC Johson sedang meningkatkan market share-nya di Asia termasuk Indonesia. Ada berbagai jenis produk Costumer Care telah diproduksi oleh SC Johnson dan permintaan terhadap produk Costumer Care milik SC Johnson sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya produk Johnson di pasar.
Selama enam bulan, PT. Inti Kimiatama Perkasa mengalami masa transisi oleh SC Johnson sebelum akhirnya benar-benar dikendalikan oleh SC Johnson. Pada pertengahan Juni 2003 PT. Inti Kimiatama Perkasa resmi dipegang oleh SC Johnson. Pada tanggal 5 Maret 2010, PT. Inti Kimiatama Perkasa berganti nama menjadi PT. SC Johnson Manufacturing Medan. Hal ini dilakukan melalui akte notaris berdasarkan persetujuan dari dewan direksi komisaris pemegang saham.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
2.3. Organisasi dan Manajemen
2.3.1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi yang digunakan di PT. SC Johnson Manufacturing Medan adalah fungsional-staf. Ciri yang paling utama terlihat secara sepintas adalah kompleksitas. Dalam sistem organisasi fungsional-staf, tugas dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan dapat diketahui peranannya sehingga diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar oleh setiap karyawan. Adapun struktur organisasi di PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab
Organisasi yang baik adalah organisasi yang jelas dan teratur sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya setiap pemangku jabatan memiliki gambaran dan batasa tugas dan tanggung jawab. Adapun uraian tugas dan tanggung jawab pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan adalah sebagai berikut:
1. Plant Manager
Tugas plant manager adalah memimpin dan mengendalikan semua kegiatan produksi.
2. Executive Assistant
Q.C / Lab. Mgr
3. Cost Analyst
Tugas cost analyst adalah melakukan analisa terhadap seluruh variabel biaya dan memberikan masukan terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan
4. Human Resource Manager
Tugas human resource manager adalah menyediakan sumber daya manusia yang tepat sesuai kebutuhan perusahaan, mengelola sistem penilaian karyawan, bertanggungjawab terhadap peningkatan kompetensi karyawan melalui pelatihan yang tepat.
5. Production Manager
Tugas production manager adalah merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengawasi jalannya produksi.
6. Maintenance Manager
Tugas maintenance manager adalah memimpin, merencanakan, serta mengkoordinasikan kegiatan pelaksanaan pemeliharaan, perbaikan mesin, dan mengatur semua kebutuhan peralatan.
7. Quality Control Manager
Tugas quality control manager adalah merencanakan, memimpin, dan mengkoordinasikan standar kualitas produk yang dihasilkan, menentukan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan, bertanggungjawab atas analisa dan keputusan untuk menerima atau menolak produk.
8. Logistic Manager
V-23
baku, menerima dan menyimpan bahan baku, dan mengatur keluarnya barang jadi yang ada di gudang, serta mengawasi dan mengatur keberadaan bahan-bahan yang ada di gudang
9. SHE & General Service Manager
Tugas SHE & general service manager adalah merencanakan dan melaksanaan program keselamatan dan kesehatan kerja.
10.Plant Data Coordinator
Tugas plant data coordinator adalah mengkontrol dan mengkoordinir data-data yang berkaitan dengan operasional produksi pabrik.
11.Bussiness Process & Technology Specialist (BPT / IT Specialist)
Tugas BPT/IT Specialist adalah menyediakan sistem teknologi informasi diperusahaan sesuai dengan kebutuhan.
12.Purchasing Supervisor
Tugas purchasing supervisor adalah melakukan pembelian barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan.
2.3.3. Jam Kerja
Ketentuan jam kerja pada PT. SC Johnson Manufacturing Medan terbagi atas:
a. Karyawan Bagian Kantor
V-24
Pukul 12.00 – 13.00 Istirahat Pukul 13.00 – 17.00 Kerja Aktif b. Karyawan Bagian Pabrik
Hari Kerja karyawan pabrik adalah hari Senin sampai Minggu yang terdiri dari tiga shift kerja, dengan jam kerja sebagai berikut:
Shift Pertama
Pukul 07.00 – 11.00 Kerja Aktif Pukul 11.00 – 12.00 Istirahat Pukul 12.00 – 15.00 Kerja Aktif Shift Kedua
Pukul 15.00 – 19.00 Kerja Aktif Pukul 19.00 – 20.00 Istirahat Pukul 20.00 – 23.00 Kerja Aktif Shift Ketiga
Pukul 23.00 – 03.00 Kerja Aktif Pukul 03.00 – 04.00 Istirahat Pukul 04.00 – 07.00 Kerja Aktif
V-25
Penyimpanan bahan baku seperti tepung dan bahan kimia
Penentuan komposisi pencampuran bahan baku sesuai dengan jenis anti nyamuk yang akan diproduksi
Proses pencampuran semua bahan baku dan bahan tambahan dilakukan sesuai dengan komposisi
Pencetakan coil obat nyamuk bakar
Pemanasan untuk menurunkan kadar air didalam coil, dilakukan uji kualitas
Pembungkusan coil kedalam plastik film
Pengemasan kedalam kotak kemasan yang disebut folding box kemudian kedalam
master box
V-26
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Teori Dasar Mengenai Cahaya1
Cahaya merupakan satu bagian berbagai jenis gelombang elektromagnetis yang terbang ke angkasa. Gelombang tersebut memiliki panjang dan frekuensi tertentu, yang nilainya dapat dibedakan dari energi cahaya lainnya dalam spektrum elektromagnetisnya. Cahaya dipancarkan dari suatu benda dengan fenomena sebagai berikut:
1. Pijar padat dan cair memancarkan radiasi yang dapat dilihat bila dipanaskan sampai suhu 1000K. Intensitas meningkat dan penampakan menjadi semakin putih jika suhu naik.
2. Muatan listrik: jika arus listrik dilewatkan melalui gas maka atom dan molekul memancarkan radiasi dimana spektrumnya merupakan karakteristik dari elemen yang ada.
3. Electro luminescence: Cahaya dihasilkan jika arus listrik dilewatkan melalui padatan tertentu seperti semikonduktor atau bahan yang mengandung fosfor.
4. Photoluminescence: Radiasi pada salah satu panjang gelombang diserap,
biasanya oleh suatu padatan, dan dipancarkan kembali pada berbagai panjang gelombang.
Cahaya nampak, seperti yang dapat dilihat pada spektrum elektromagnetik, diberikan dalam Gambar 3.1, menyatakan gelombang yang sempit diantara cahaya
1
V-27
ultraviolet (UV) dan energy inframerah (panas). Gelombang cahaya tersebut
mampu merangsang retina mata, yang menghasilkan sensasi penglihatan yang disebut pandangan. Oleh karena itu, penglihatan memerlukan mata yang berfungsi dan cahaya yang nampak.
Sumber: Biro Efisiensi Energi, 2005
Gambar 3.1. Radiasi yang Tampak
3.2. Konsep Dasar Pencahayaan2
Cahaya, menurut Illuminating Engineering Society (IES) adalah energi radian yang diperlukan retina dan mampu menghasilkan sensasi visual. Spektrum gelombang elektromagnetik dapat terlihat pada gambar 3.2.
Cosmic
waves TV Radio Electric powerr
Violet Blue Green Yellow Orange Red
Visible spectrum
400 500 600 700
Wavelength, nanometers Frequency, hertz
10^24 10^22 10^20 10^18 10^16 10^14 10^12 10^10 10^8 10^6 10^4 10^2 1
V-28
Pencahayaan sering digunakan dalam desain dan evaluasi ruang cahaya termasuk: intensitas, iluminansi, luminansi, dan reflektansi,. Unit yang sering dijadikan sebagai satuan pengukuran adalah: candela, lumen, footcandle dan footlambert. Beberapa istilah yang biasa digunakan dalam pencahayaan adalah sebagai berikut:
1. Intensitas sumber cahaya (luminous intensity)
Intensitas sumber cahaya adalah kuat cahaya yang dikeluarkan sumber cahaya, yang diukur dengan candela (cd)
2. Iluminansi (illuminance)
Iluminansi adalah jumlah cahaya yang datang pada suatu unit bidang dan memiliki satuan lux (lm/m2). Iluminansi adalah datangnya cahaya ke suatu objek.
3. Luminansi (luminance)
Luminansi adalah jumlah cahaya per unit area yang meninggalkan permukaan. Luminansi dapat diukur dalam lumen atau candela.
4. Reflektansi
Reflektansi adalah perbandingan jumlah cahaya yang pergi (luminansi) terhadap jumlah cahaya yang datang (iluminansi).
V-29
Sumber : Fisika Bangunan, 2008
Gambar 3.3. Iluminansi dan Luminansi
3.3. Iluminansi di Ruang Kerja3
Iluminansi minimum yang direkomendasikan menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Iluminansi di Ruang Kerja
Jenis Kegiatan Iluminansi Minimal
(Lux) Keterangan
200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar
Pekerjaan rutin 300 R. administrasi, ruang
V-30
Tabel 3.1. Iluminansi di Ruang Kerja (Lanjutan)
Jenis Kegiatan Iluminansi Minimal
(Lux) Keterangan
Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin
Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna,
pemrosesan tekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus
Pekerjaan amat halus 1500
Tidak menimbulkan bayangan
Mengukir dengan tangan, pemeriksaan pekerjaan
Sumber : Kepmenkes Republik Indonesia No 1405/MENKES/XI/2002
3.4. Pengukuran Pencahayaan
3.4.1. Pengukuran Iluminansi4
Iluminansi untuk bidang kerja diukur secara horizontal sejauh 75 centimeter diatas permukaan lantai, sedangkan untuk luasan tertentu iluminansi
4
V-31
diperoleh dengan mengambil nilai rata-rata dari beberapa titik pengukuran (SNI 03-6575-2001).
Penentuan titik pengukuran iluminansi diatur dalam SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan di Tempat Kerja. Adapun penentuan titik pengukuran pada pencahayaan adalah sebagai berikut:
1. Penerangan setempat: obyek kerja, berupa meja kerja maupun peralatan.Bila merupakan meja kerja, pengukuran dapat dilakukan di atas meja yang ada. 2. Penerangan umum: titik potong garis horizontal panjang dan lebar ruangan
pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan sebagai berikut:
a. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong horizontal panjang dan lebar ruangan adalah pada jarak 6 meter.
Gambar 3.6. Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum
Dengan Luas Lebih Dari 100 m2
6 m 6 m 6 m 6 m
6 m
6 m
V-32
3.4.2. Pengukuran Luminansi5
Luminansi untuk bidang kerja diukur dengan menggunakan lix meter. Pengukuran luminansi dilakukan dengan meletakkan sensor cahaya menghadap ke permukaan objek yang akan diukur tingkat luminansinya pada jarak 2 sampai 4 inchi hingga angka pembacaan pada layar lux meter stabil. Posisi sensor harus diatur sedemikian rupa untuk menghindari jatuhnya bayangan alat ataupun operator pada area yang akan diukur. Posisi alat ukur pada pengukuran tingkat luminansi ditunjukkan pada Gambar 3.7.
2 to 4 in
Sumber : Concepts in Architectural Lighting, 1983
Gambar 3.7. Posisi Pengukuran Luminansi
3.4.3. Pengukuran Reflektansi6
Metode pengukuran reflektansi terbagi menjadi dua cara, yaitu metode perbandingan sampel diketahui dan metode cahaya dating-cahaya pantul. Metode perbandingan sampel diketahui menggunakan suatu kartu pengukur reflektansi
5
M. David Egan. Concepts in Architectural Lighting. (New York: McGraw Hill School Education Group, 1983), h.87
6
V-33
dan digunakan untuk mengukur reflektansi pada permukaan yang memantulkan cahaya secara difusi (menyebar). Metode cahaya dating-cahaya pantul digunakan untuk menentukan reflektansi (dalam persen) pada permukaan yang memantulkan cahaya atau tidak mengkilap. Metode ini terdiri dari tiga langkah, yaitu sebagai berikut :
1. Mengukur intensitas cahaya yang jatuh ke permukaan objek
2. Mengukur intensitas cahaya yang dipantulkan dari permukaan objek
3. Mengukur reflektansi permukaan objek dengan cara membagi angka intensitas cahaya pantul dengan intensitas cahaya yang diterima
2 to 4 in
Instrumen (dalam posisi menghadap
tanpa adanya bayangan Sinar Pantul
Dinding Dinding
Instrumen Sinar Datang
Sumber: Concepts in Architectural Lighting, 1983
Gambar 3.8. Posisi Pengukuran Reflektansi Objek
3.5. Pencahayaan Buatan
V-34
penerangan menyebar (difus), penerangan setengah langsung, dan penerangan langsung.
1. Penerangan tak langsung
Pada penerangan tak langsung, 90 hingga 100% cahaya dipancarkan ke langit-langit ruangan sehingga yang dimanfaatkan pada bidang kerja adalah cahaya pantulan. Penerangan tak langsung digunakan pada ruang gambar, perkantoran, rumah sakit, dan hotel
2. Penerangan setengah tak langsung
Pada penerangan setengah tak langusng, 60 hingga 90% cahaya diarahkan ke langit-langit. Penggunaan penerangan setengah tak langsung pada : toko buku, ruang baca, dan ruang tamu.
3. Penerangan menyebar (difus)
Pada penerangan difus, distribusi cahaya ke atas dan bawah relatif merata yaitu berkisar 40 hingga 60%. Penggunaan penerangan difus antaralain pada tempat ibadah
4. Penerangan setengah langsung
Penerangan setengah langsung 60 hingga 90% cahayanya diarahkan ke bidang kerja selebihnya diarahkan ke langit-langit. Pemakaian penerangan setengah langsung antaralain: kantor, kelas, toko, dan tempat kerja lainnya.
5. Penerangan langsung
V-35
dan memerlukan sedikit lampu untuk bidang kerja yang tinggi. Kelemahannya adalah bayangannya gelap.
Sumber: www.ieslightlogic.org
Gambar 3.9. Klasifikasi Pencahayaan Buatan
3.5.2. Pemilihan Jenis Lampu8
Secara umum lampu digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu lampu pijar (incandescent), lampu fluorescent, lampu HID (High-Intensity Discharge), dan lampu LED sebagai berikut:
V-36
sehingga disebut lampu tungsten-halogen yang efikasinya mencapai 17,5 lm/watt.
2. Lampu fluorescent : cahaya dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam tabung lampu. Fosfor berpendar karena menyerap gelombang pendek cahaya ungu-ultra sebagai akibat lecutan listrik (terbentuk oleh loncatan elektron antar katoda didalam tabung yang berisi uap merkuri bertekanan rendah dan argon). Jenis bubuk fosfor menentukan warna cahaya yang dihasilkan. Efikasi lampu fluorescent antara 40-85 lm/watt dimana 25% energi dijadikan cahaya. Pada 100 jam pertama, terjadi penyusutan besar pada intensitas cahaya (lumen). Efikasi (lumen per watt) lampu fluorescent 2-3 kali lebih baik dari lampu pijar.
V-37
dengan membuat tabung lecutan dari keramik yang berisi xenon, merkuri, dan sodium. Efikasi lampu HID mencapai lebih dari 95 lm/watt.
4. Lampu LED (Light Emitting Diode) : cahaya dihasilkan oleh dioda semikonduktor yang mengeluarkan energi cahaya ketika diberikan tegangan. Semikonduktor merupakan material yang dapat menghantarkan arus listrik, meskipun tidak sebaik konduktor listrik. Semikonduktor umumnya dibuat dari konduktor lemah yang diberi material lain. Pada LED digunakan konduktor dengan gabungan unsur logam aluminium, gallium, dan arsenit. Konduktor AlGaAs murni tidak memiliki pasangan elektron bebas sehingga tidak dapat mengalirkan arus listrik. Oleh karena itu dilakukan proses doping dengan menambahkan elektron bebas untuk mengganggu keseimbangan konduktor tersebut, sehingga material yang ada menjadi semakin konduktif.
3.5.3. Persamaan untuk Menentukan Faktor Pencahayaan Buatan9
Untuk menghitung penerangan di satu titik oleh suatu sumber cahaya, rumus yang digunakan adalah :
E = ϕ / A Dengan E = penerangan rata-rata (lux)
Φ = total arus cahaya di bidang bersangkutan, lumen
A = luas area, m2
V-38
permukaan, dan ketinggian lampu dari bidang kerja. Untuk itu, perlu ditambahkan faktor CU (coefficient of utilization). Sehingga, rumusnya menjadi :
E = ϕ. CU / A
Selama penggunaan lampu, intensitas cahayanya akan berkurang oleh timbunan debu dan nilai lumennya akan menyusut. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan faktor LLF (light-loss factor). Sehingga, rumusnya menjadi :
E = ϕ.CU.LLF/A
Nilai CU sangat bergantung pada bilangan pantul permukaan. Semakin tinggi bilangan pantul permukaan langit-langit, ruang dan lantai maka nilai CU akan semakin tinggi. Bila permukaan-permukaan ruang memiliki bilangan pantul yang berbeda-beda maka harus dicari bilangan pantul rata-rata :
ρ = (ρ1A1+ ρ2A2+ … + ρnAn ) / (A1 + A2+ … + An )
Langkah selanjutnya adalah mencari bilangan pantul rongga efektif (effective cavity reflectance). Bilangan pantul rongga efektif untuk setiap permukaan ruang adalah :
ρcc = billangan pantul rongga langit-langit efektif (effective ceiling cavity
reflectance)
ρrc = billangan pantul rongga ruang efektif (effective wall cavity reflectance)
V-39
1. LAT (luminaire ambient temperature), suhu disekitar lampu. Jika lampu beroperasi dilingkungan normal sesuai desain pabrik, maka LAT = 1.
2. VV (voltage variation), variasi tegangan listrik. Jika lampu dioperasikan pada voltase sesuai desainnya maka VV = 1
3. LSD (luminaire surface depreciation), depresiasi permukaan luminer. Permukaan luminer akan mengalami penurunan kualitas, seperti penutup berubah warna, reflector tergores, dan sebagainya.
4. BF (ballast factor), faktor kehilangan yang ikut berperan dalam ketidakmampuan lampu untuk beroperasi pada level daya tertentu .
Sedangkan recoverable factor meliputi:
1. LDD (luminaire dirt depreciation), depresiasi cahaya akibat penimbunan kotoran pada luminer. LDD dipengaruhi oleh tipe luminer, kondisi atmosfer lingkungan dan waktu antara pembersihan luminer berkala.
2. RSDD (room surface dirt depreciation), depresiasi cahaya akibat penumpukan kotoran di permukaan ruang. LLD (lamp lumen depreciation), faktor depresiasi lumen yang tergantung pada jenis lampu dan waktu penggantianny
Tabel 3.6. Room Surface Dirt Depreciation
Jenis Pencahayaan Nilai RSDD
Pencahayaan langsung 0,92 ± 5%
V-40
Tabel 3.7. Lamp Lumen Depreciation
Jenis Lampu Penggantian Bersamaan
Penggantian Berdasar
Lampu yang Mati
Lampu pijar 0,94 0,88
Tungsten-halogen 0,98 0,94
Fluorescent 0,90 0,85
Mercury 0,82 0,74
Metal-Halide 0,87 0,80
High-Pressure Sodium 0,94 0,88
Sumber : Fisika Bangunan, 2008
3. LBO (lamp burnout), perkiraan jumlah lampu yang mati sebelum waktu penggantian yang direncanakan. Bila lampu diganti seluruhnya, LBO = 1. Bila penggantian hanya pada lampu yang mati maka LBO = 0,95.
Sehingga, nilai light loss factor (LLF) dapat dihitung dengan mengalikan semua faktor tersebut :
LLF = LAT X VV X BF X LSD X RSDD X LDD X LLD X LBO
3.7. Produktivitas dan Cahaya10
Ketegangan pada alat visual bias membuahkan dua jenis kelelahan yaitu lelah visual dan lelah saraf. Lelah visual terjadi oleh ketegangan yang intensif pada sebuah fungsi yang tunggal dari mata. Ketegangan yang terus-menerus pada otot siliar terjadi pada waktu menginspeksi benda kecil yang berkepanjangan; dan
10
V-41
ketegangan pada retina dapat timbul oleh kontras cerah yang terus-menerus menimpa secara local. Lelah visual membuahkan :
1. Gangguan, berair, dan memerah pada konjunktiva mata 2. Pandangan dobel
3. Sakit kepala
4. Menurunnya kekuatan akomodasi
5. Menurunnya tajam visual, peka kontras, dan kecepatan persepsi
Gejala tersebut terjadi umumnya bila penerangan tidak mencukupi dan bila mata mempunyai kelainan refraksi namun tak dibetulkan dengan kacamata. Lelah saraf membuahkan waktu reaksi yang memanjang, melambatnya gerakan serta terganggunya fungsi psikologis dan motor lainnya. Apabila kondisi itu tetap beraksi, lelah kronis akan terjadi dengan gejala:
V-42
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. SC Johnson Manufacturing Medan, Jl. Pelita Raya 1 Km 19,2 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. Penelitian berlangsung mulai bulan November 2013 hingga Februari 2014.
4.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian korelasi atau penelitian hubungan. Penelitian korelasi adalah penelitian yang dilakukan peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan terhadap data yang memang sudah ada (Suharsimi, 2010).
Pada penelitian ini akan dicari nilai korelasi antara faktor iluminansi (lux) terhadap keluhan visual symptoms, faktor daya lampu (watt) terhadap keluhan
visual symptoms, dan faktor jarak lampu (meter) terhadap keluhan visual
symptoms.
4.3. Subjek dan Objek Penelitian
PT. SC Johnson Manfacturing Medan memiliki 8 departemen pada bagian produksi yaitu gudang bahan baku, formulasi, mixing, stamping, drying, wrapping,
packaging, dan gudang produk. Iluminansi aktual departemen stamping, drying,
V-43
minimum menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 sedangkan iluminansi aktual departemen gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian
mixing rata-rata sekitar 30 lux.
Gambar 4.1. Pemilihan Objek Penelitian
Objek penelitian adalah gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian
mixing. Subjek penelitian adalah pekerja yang bekerja pada gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing.
4.4. Metode Pengumpulan Data
V-44
3. Layout gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing
Gambar 4.2. Layout Objek Penelitian
Data sekunder dalam penelitian ini adalah daya lampu ruangan, jarak lampu terhadap bidang kerja, dan gambaran umum PT. SC Johnson Manufacturing Medan.
4.5. Instrumen yang digunakan
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. 4 in 1Multi-Function Environment Meter
Gambar 4.3. 4 in 1Multi-Function Environment Meter
2. Kuesioner
Pada penelitian ini digunakan kuesioner untuk mengetahui keluhan visual symptoms pekerja yang disusun berdasarkan kriteria visual symptoms menurut Suyatna (1985).
3. Meteran
V-45
4.6. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Menyiapkan alat 4 in 1 Multi-Function Environment Meter.
2. Mengukur iluminansi ruang menurut titik pengukuran dengan 3 kali pengulangan menurut sampel waktu antara 09:00-10:00, 10:00-11:00, 11:00-12:00, 12:00-13:00, 13:00-14:00, 14:00-15:00, 15:00-16:00.
3. Memberikan pengarahan pengisian kuesioner kepada operator pada jam istirahat yaitu antara 12:00-13:00
4. Memberikan kuesioner untuk diisi operator
5. Mendampingi pengisian kuesioner masing-masing operator
Uraian mekanisme prosedur pengumpulan data yang disajikan dalam bentuk blok diagram dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Waktu (Jam)
09:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 P-1 P-2 P-3 P-4 K-1 P-5 P-6 P-7
Keterangan : P-1, P-2, … , P-7 = Pengukuran Iluminansi
K-1 = Penyebaran Kuesioner Keluhan Visual Symptoms
Pekerja
Gambar 4.4. Prosedur Pengumpulan Data
V-46
Tabel 4.1. Format Pengumpulan Data Iluminansi
Titik
Format pengumpulan data angka reflektansi PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Format Pengumpulan Data Angka Reflektansi
Bidang
Pengukuran Material Warna
Luas (m2)
Sinar Datang Sinar Pantul
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
V-47
Gambar 4.5. Titik Pengukuran Iluminansi Gudang Bahan Baku
4,5 m
Gambar 4.6. Titik Pengukuran Iluminansi Bagian Formulasi
V-48
4.7. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengukur iluminansi, luminansi, dan layout
departemen gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing PT. SC Johnson Manufacturing Medan. Dari data yang diperoleh dapat dilakukan analisa pencahayaan untuk menentukan jumlah cahaya yang direkomendasikan berdasarkan Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002.
Pemilihan alternatif pencahayaan usulan terbaik ketiga departemen tersebut dilakukan berdasarkan pemetaan penggunaan energi listrik dengan analisa pencahayaan. Faktor kontrol dalam penelitian ini adalah standar iluminansi minimum menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan standar pemakaian energi listrik maksimum menurut SNI 03-6197-2000.
4.8. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Adapun gambar kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.8.
V-49
4.9. Identifikasi Variabel Penelitian
Adapun identifikasi variabel penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Bebas : Iluminansi, jarak lampu terhadap bidang kerja, dan daya lampu
2. Variabel Terikat : Keluhan visual symptoms pekerja
4.10. Defenisi Operasional
Adapun defenisi operasional kerangka konseptual pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Daya lampu (watt)
Daya lampu didefenisikan sebagai kekuatan bola lampu untuk menerangi gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing. Daya lampu berhubungan dengan kalor/panas yang dihasilkan lampu.
b. Jarak lampu terhadap bidang kerja (meter)
Jarak lampu terhadap bidang kerja didefenisikan sebagai seberapa jauh jarak lampu terhadap bidang kerja pada masing-masing departemen.
c. Iluminansi (lux)
V-50
d. Keluhan visual symptoms pekerja
Keluhan visual symptoms pekerja didefenisikan sebagai efek gangguan yang terjadi pada penglihatan akibat pencahayaan yang tidak memadai.
4.11. Analisis Pemecahan Masalah
Standar iluminansi minimum untuk gudang bahan baku karena termasuk aktivitas ruang penyimpanan adalah 100 lux. Standar iluminansi minimum untuk bagian formulasi dan mixing karena termasuk aktivitas pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar adalah sekitar 200 lux. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran iluminansi aktual dan hasil simulasi pencahayaan hingga mencapai standar iluminansi minimum menurut Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/XI/2002 dan energi listriknya tidak melebihi energi listrik maksimum menurut SNI 03-6197-2000.
4.12. Kesimpulan dan Saran
Pada tahap ini dibuat kesimpulan berdasarkan hasil dari analisis pemecahan masalah. Kemudian dibuat saran-saran yang dapat dijadikan masukan bagi pihak perusahaan atau peneliti selanjutnya.
4.13. Blok Diagram Prosedur Penelitian
V-51
analisa faktor, analisa pencahayaan, pemetaan penggunaan energi, perancangan pencahayaan
usulan
Pengumpulan Data :
daya lampu ruangan, jarak lampu terhadap bidang
kerja, iluminansi, luminansi, layout ruangan
Pengolahan Data :
iluminansi rata-rata, angka reflektansi, jumlah cahaya rekomendasi, simulasi
pencahayaan
Analisis dan Evaluasi
analisa subjek penelitian, analisa faktor, pemilihan alternatif pencahayaan, perhitungan
V-52
BAB V
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Karakteristik Sumber Cahaya dan Ruangan
Karakteristik lampu dan ruangan departemen gudang bahan baku, formulasi, dan mixing PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Karakteristik Lampu dan Ruangan
Departemen Jumlah
V-53
mengukur iluminansi dan luminansi adalah 4 in 1 multi-function environment meter.
5.2.1. Layout Departemen yang Diteliti
Layout gudang bahan baku PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Gambar 5.1. Layout bagian formulasi PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Gambar 5.2. Layout bagian mixing PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Gambar 5.3.
5.2.2. Hasil Pengukuran Iluminansi
Hasil pengukuran iluminansi gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Tabel 5.2. s/d 5.10.
5.2.3. Hasil Pengukuran Data Angka Reflektansi
Prosedur pengukuran data untuk menghitung angka reflektansi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menentukan material yang hendak diambil angka reflektansinya 2. Mengambil beberapa titik ukur yang bias mewakili
V-54
V-57
5.3. Pengolahan Data
Dari hasil pengukuran iluminansi maka dapat dihitung iluminansi rata-rata dan angka reflektansi gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing PT. SC Johnson Manufacturing Medan.
5.3.1. Iluminansi Rata-Rata
Adapun hasil perhitungan iluminansi rata-rata gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing PT. SC Johnson Manufacturing Medan dapat dilihat pada Tabel 5.14 s/d Tabel 5.16. Adapun grafik iluminansi gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing dapat dilihat pada Gambar 5.4. s/d Gambar 5.6.
V-58
5.3.2. Perhitungan Angka Reflektansi
Tabel 5.18. Angka Reflektansi Beberapa Material
Material Reflektansi (%)
Logam
Aluminium, brushed Stainless steel
50-58 45-60 Kaca
Clear Reflektive
5-10 20-80 Sumber : Suptandar (2006)
5.3.3. Perhitungan Jumlah dan Pemilihan Jenis Lampu
Dari pengumpulan data karakteristik ruangan dan layout ruangan maka kita dapat menentukan jumlah bola lampu untuk menerangi masing-masing ruangan agar lampu dapat terang sesuai dengan standar Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/SK/2002.
Adapun rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah lampu agar lampu dapat memenuhi Kepmenkes Nomor 1405/MENKES/SK/2002. Adalah :
Dimana :
E = iluminansi pada bidang kerja yang direkomendasikan (lux)
F = flux luminous (jumlah cahaya) yang diperlukan (lumen)
UF = coefficient of utilization
LLF = light loss factor
A = luas bidang/bidang kerja (m2)
Luminer
Rongga Langit-Langit (ceiling cavity) (cc)
Rongga Dinding (room cavity) (rc)
Jenis lampu yang dipilih adalah Philips jenis 1xLED240S/840 WB GC, nominal
luminous flux = @24000 lumen. Maka jumlah bola lampu =
≈ 10. Simulasi pencahayaan untuk gudang bahan baku.
BAB VI
ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL
6.1. Analisis Subjek Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iluminansi yang diterima oleh pekerja pada keseluruhan departemen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Usia
Adapun jumlah pekerja berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 6.1.
Tabel 6.1. Jumlah Pekerja Berdasarkan Usia
Umur (Tahun) Jumlah Pekerja (Orang) Persentase
20 - 24 8 47 %
25 - 29 2 12 %
30 - 34 4 24 %
34 - 39 2 11 %
40 - 44 1 6 %
Total 17 100 %
Rata-rata umur keseluruhan pekerja 27,88 tahun sehingga dikatakan penglihatan pekerja masih dalam keadaan normal. Penurunan daya akomodasi mata terjadi pada saat umur manusia berada pada 45-50 tahun.
akan terus menurun seiring dengan bertambahnya umur. Dalam hal ini, faktor umur dapat diabaikan karena tidak memiliki pengaruh terhadap pekerjaan.
2. Jenis kelamin
Adapun jumlah pekerja berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Jumlah Pekerja Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Pekerja (Orang) Persentase
Pria 17 100 %
Wanita 0 0 %
Total 17 100 %
Dalam hal ini, jenis kelamin juga dapat diabaikan karena seluruh pekerjaan pada departemen tersebut dikerjakan oleh laki-laki.
Rekapitulasi nilai korelasi antara faktor iluminansi terhadap keluhan visual
symptoms pekerja, faktor daya lampu terhadap keluhan visual symptoms pekerja,
dan faktor jarak lampu terhadap keluhan visual symptoms pekerja dapat dilihat pada Tabel 6.7. Faktor iluminansi memiliki hubungan yang paling kuat terhadap keluhan visual symptoms pekerja.
Tabel 6.7. Rekapitulasi Korelasi Tiap Faktor Terhadap Keluhan Pekerja
Faktor Nilai Korelasi
Iluminansi -0,982
Daya lampu -0,656
Jarak Lampu 0,655
6.4. Pembahasan Hasil
Hasil simulasi pencahayaan gudang bahan baku, bagian formulasi, dan bagian mixing adalah 4 alternatif pencahayaan dimana pemakaian energi listrik untuk gudang bahan baku dapat dilihat pada Tabel 6.8.
Tabel 6.8. Pemakaian Energi Listrik Gudang Bahan Baku
Alternatif Daya
(Watt)
Jumlah
Lampu
Input Daya
(Watt)
Input Daya
(KiloWatt)
(1) (2) (3)=(1)x(2) (4)=(3)/1000
Alternatif I 292 10 2920 2,920
Alternatif II 206 12 2472 2,472
Alternatif III 292 10 2920 2,920
Alternatif IV 206 12 2472 2,472
Gambar 6.5. Pemetaan Energi Listrik Gudang Bahan Baku
Dari Gambar 6.5. dapat dilihat bahwa penggunaan energi listrik yang paling kecil dan memenuhi standar iluminansi minimum. terdapat pada alternatif 2 (jarak lampu 7 meter dan jenis lampu 1xLED200S/740 HRO GC).
Usulan pemilihan jenis lampu dan posisi lampu untuk gudang bahan baku dapat dilihat pada Gambar 6.6 dan Gambar 6.7.
Gambar 6.6. Jenis Lampu Usulan pada Gudang Bahan Baku
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif 4
Energi Listrik (kWh)
Gambar 6.7. Posisi Lampu Usulan pada Gudang Bahan Baku
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Hasil pengolahan data dan analisis pembahasan memberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan visual symptoms pekerja PT. SC Johnson Manufacturing Medan dari hasil uji korelasi adalah iluminansi (-0,982), daya lampu ruangan (-0,656), dan jarak lampu ke bidang kerja (+ 0,655)
2. Jumlah cahaya (flux luminous) yang diperlukan pada gudang bahan baku adalah 245312,5 lumen, bagian formulasi 233606,56 lumen, dan bagian
mixing 242827,87 lumen.
3. Penggunaan energi listrik gudang bahan baku alternatif I 2,92 kW, alternatif II 2,472 kW, alternatif III 2,92 kW, alternatif IV 2,472 kW. Penggunaan energi listrik bagian formulasi alternatif I 2,92 kW, alternatif II 2,472 kW, alternatif III 3,212 kW, alternatif IV 2,678 kW. Penggunaan energi listrik bagian mixing
alternatif I 2,92 kW, alternatif II 2,472 kW, alternatif III 2,92 kW, alternatif IV 2,472 kW.
7.2. Saran
Adapun saran yang diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Pihak PT. SC Johnson Manufacturing Medan perlu memperhatikan faktor iluminansi karena sangat mempengaruhi keluhan visual symptoms pekerja. 2. Pihak PT. SC Johnson Manufacturing Medan sebaiknya menyesuaikan jarak
lampu setinggi 7m sehingga iluminansi cukup dan tidak menimbulkan silau. 3. Pihak PT. SC Johnson Manufacturing Medan sebaiknya mengganti jenis lampu
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta: Jakarta. 2010
Egan, David M. Concepts in Architectural Lighting. McGraw Hill School Education Group.: New York. 1983
Hendra, T. Tingkat Pencahayaan pada Perpustakaan di Lingkungan Universitas Indonesia. Jurnal Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja UI. Universitas Indonesia: Jakarta. 2010.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 1405 / MENKES / SK /XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
McCormick, Ernest J. Human Factors in Engineering and Design. McGraw Hill School Education Group: USA. 1982
Muhaimin. Teknologi Pencahayaan. PT Grafika Aditama: Bandung. 2001
Nugraha, Kresna Eka. Perancangan Sistem Pencahayaan Lapangan Futsal
Indoor ITS. Jurnal Teknik POMITS. Institut Teknologi Sepuluh
Nopember: Surabaya. 2012.
Sastrowinoto, Suyatno Ir. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. PT. Pertja: Jakarta. 1985
Satwiko, Prasasto. Fisika Bangunan. Andi: Yogyakarta: 2008
Standar Nasional Indonesia. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. SNI 03-6197-2000
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta: Bandung. 1999. Sukaria, Sinulingga. Metode Penelitian. USU Press: Medan. 2011.
Suma’mur. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Sagung Seto: Jakarta. 2009
Tarwaka. Ergonomi untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Uniba Press: Surakarta. 2004