• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid Di Perkebunan Kelapa Sawit Ptpn VIII Cindali, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid Di Perkebunan Kelapa Sawit Ptpn VIII Cindali, Bogor"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID

DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTPN VIII CINDALI,

BOGOR

ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII Cindali, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA. Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid di Perkebunan Kelapa Sawit PTPN VIII Cindali, Bogor. Dibimbing oleh PUDJIANTO dan NINA MARYANA.

Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum, praktik budidaya kelapa sawit dilakukan secara monokultur. Sistem budidaya monokultur dan kegiatan budidaya yang dilakukan selama bertahun-tahun dapat memengaruhi keanekargaman serangga dan vegetasi bawah yang ada. Tanaman, hama dan musuh alami merupakan komponen pada agroekosistem yang tersedia di alam. Keberadaannya menyediakan layanan jasa ekosistem dalam pengendalian hama oleh musuh alami seperti parasitoid karena keanekaragaman dan efektifitasnya yang tinggi dalam mengendalikan hama. Ketersediaan inang dan keanekaragaman tanaman di habitat agroekosistem merupakan faktor kunci keanekaragaman dan kelimpahan parasitoid. Penelitian ini bertujuan (1) mempelajari keanekaragaman parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor, (2) mempelajari keanekaragaman parasitoid pada tanaman kelapa sawit dan vegetasi bawah, serta (3) mempelajari dinamika populasi parasitoid penting di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor.

Penelitian dilakukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor, pada September 2014 – Juni 2015. Penelitian dilakukan pada 6 blok pertanaman kelapa sawit. Pada setiap blok ditentukan 5 plot pengamatan yang berukuran 39.2 m x 39.2 m. Pengambilan sampel dilakukan pada 5 tanaman yang dipilih secara acak pada masing-masing blok. Sehingga terdapat 30 tanaman yang diamati. Pengambilan sampel parasitoid dilakukan dengan metode pengamatan langsung dan tidak langsung. Metode pengamatan langsung dilakukan dengan mengambil serangga herbivora yang ditemukan pada tanaman kelapa sawit. Serangga yang ditemukan kemudian dibawa ke laboratorium untuk dipelihara dan diamati perkembangannya. Pengamatan tidak langsung dilakukan dengan menggunakan jaring serangga dan perangkap nampan kuning. Parasitoid yang didapatkan diidentifikasi sampai tingkat morfospesies. Pengamatan vegetasi bawah dilakukan pada 3 subplot berukuran 9.8 m x 9.8 m yang diambil secara diagonal. Seluruh tanaman vegetasi bawah yang berada dalam subplot diambil dan diidentifikasi sampai dengan tingkat spesies.

(5)

Encyrtidae, Eulophidae dan Scelionidae merupakan lima family serangga dengan kelimpahan tertinggi dibandingkan famili lainnya.

Parasitoid yang berasosiasi dengan hama pemakan daun kelapa sawit yang ditemukan di PTPN VIII Cindali adalah Spinaria spinator (Hymenoptera: Braconidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens (Lepidoptera: Limacodidae) dan Amatisa sp. (Lepidoptera: Psychidae), Charops bicolor (Hymenoptera: Ichneumonidae) yang berasosiasi dengan Setora nitens, Aphanogmus sp. (Hymenoptera: Ceraphronidae) yang berasosiasi dengan Mahasena corbetti dan Metisa plana (Lepidoptera: Psychidae), dan Telenomus podisi yang berasosiasi dengan Birthosea bisura (Leppidoptera: Limacodidae). Telenomus podisi juga ditemukan beraosiasi dengan inang yang berada pada tanaman vegetasi bawah yaitu Lymantria sp. (Lepidoptera: Lymantriidae) pada tanaman Adiantum hispidum. Kelimpahan parasitoid mengalami fluktuasi pada setiap bulan mengikuti fluktuasi populasi inangnya.

(6)

SUMMARY

ICHSAN LUQMANA INDRA PUTRA. Diversity of Hymenoptera Parasitica in PTPN VIII Cindali Bogor’s Oil Palm Plantation. Supervised by PUDJIANTO and NINA MARYANA.

Palm oil is one of plantation crops which have an important role in Indonesia. In general, the practice of oil palm cultivation is done in monoculture. Monoculture cropping systems and farming activities are carried out over the years can affect the diversity of insects and the ground vegetation. Plants, pests and natural enemies is a component of the agro-ecosystem that available in nature. Its presence provides an ecosystem services in pest control by natural enemies such as parasitoids due to the high of diversity and effectivity in controlling pests. The availability of host and crop diversity in agro-ecosystem habitat is a key factor of the diversity and parasitoid abundance. This study aims to (1) study the diversity of parasitoids in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation, (2) to study the diversity of parasitoid on oil palm trees and ground vegetation, and (3) to study the population dynamics of important parasitoid in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation.

The study was conducted in PTPN VIII Cindali Bogor’s oil palm plantation, September 2014 - June 2015. The study was conducted on six blocks of oil palm plantations. Each block consisted of 5 plots (39.2 m x 39.2 m). Samples were taken at five randomly selected plants in each block. So there were 30 observed plants. Parasitoids sampling was conducted by direct and indirect sampling methods. Direct sampling method was carried out by taking herbivorous insects found in oil palm plantations. Samples of insects found then taken to the laboratory to be maintained and observed its development. Indirect sampling method was carried out by trapping insects using insect nets and yellow pan traps. The obtained parasitoids were identified to morphospecies level. Observations of ground vegetation made on 3 sub-plots (9.8 m x 9.8 m) which were taken diagonally. The entire crop of ground vegetation in the subplots were taken and identified to the species level.

The diversity of parasitic Hymenoptera in PTPN VIII Cindali oil palm plantation washigh with Shannon-Wiener index value of 3.40. This research found 111 morphospecies parasitic Hymenoptera belong to 26 families with 6,125 individual specimens. The most abundant parasitic Hymenoptera found in this researc was Scelio sp. (Hymenoptera: Scelionidae), followed by Bracon sp. (Hymenoptera: Braconidae), Chrysocharis pentheus (Hymenoptera: Eulophidae), Microterys nietneri (Hymenoptera: Encyrtidae), and Cosmoconus sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae). Braconidae was the family with the most morphospecies, i. e. 14 morphospecies.

(7)

Telenomus podisi is also a parasitoid associated with Lymantria sp. (Lepidoptera: Lymantriidae) in ground vegetation plants Adiantum hispidum. Population abundance of these parasitoid was fluctuated during obsrevation following the fluctuation of the host population.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Entomologi

KEANEKARAGAMAN HYMENOPTERA PARASITOID

DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PTPN VIII CINDALI,

BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SubhanahuWaTa’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak September 2014 ini adalah Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Pudjianto, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Nina Maryana, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi dan masukan selama penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak PTPN VIII, Cindali, Bogor yang telah memberikan izin kepada peneliti sehingga dapat melaksanakan penelitian pada perkebunan kelapa sawit tersebut. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Genta selaku kepala afdeling I kebun kelapa sawit PTPN VIII yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian pada afdeling I dan Bapak Supri, pegawai PTPN VIII, yang telah bersedia menemani peneliti selama melakukan penelitian di lapangan.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Riviyandi Indra dan Ibunda Any Guntarti, dan kedua adik adinda Annisa Novia Indra Putri dan Kholif Sholehah Indra Kurniasih yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan Sekolah Pascasarjana. Terima kasih kepada Istri tercinta, Ernawati Handayani, dan kedua bapak ibu mertua, Bapak Eko Sukadji dan Ibu Sartini, yang selalu memberikan support dan doa kepada penulis sehingga penulis menyelesaikan masa studi. Kepada sahabat-sahabat Lapak Brotherhood dan sahabat semasa peneliti SMA (Muhammad Zakiy Yusrizal, I Gung Komang Jagra Kumara, Muhammad Zunaisar) penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan doa yang diberikan sehingga bisa menyelesaikan masa studinya. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman penelitian Herni Dwinta Pebrianti yang telah membantu baik selama di lapangan maupun laboratorium. Kepada teman-teman Pascasarjana Entomologi 2012 dan 2013 penulis juga mengucapkan terima kasih atas kebersamaannya. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi Pascasarjana Entomologi di IPB, Bogor.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4 Hymenoptera Parasitoid 4

Hymenoptera Parasitoid Sebagai Agens Pengendali Hayati 6

Keanekaragaman Serangga 7

Budi Daya Kelapa sawit 9

Vegetasi Bawah 10

METODE PENELITIAN 12 Tempat dan Waktu 12

Prosedur Penelitian 12

Penentuan Blok dan Plot Pengamatan 12

Pengamatan dengan Perangkap Nampan Kuning 12

Pengamatan dengan Jaring Serangga 13

Pengamatan dan Pengambilan Hama dan Parasitoid pada Kelapa Sawit 13

Pengamatan Hama dan Parasitoid pada Vegetasi Bawah 13

Identifikasi Spesimen Hymenoptera Parasitoid 14

Analisis Data 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 15

Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid 16

Kelimpahan dan Komposisi Hymenoptera Parasitoid 20

Famili Braconidae 20

Famili Ichneumonidae 22

Famili Scelionidae 23

Famili Encyrtidae 24

Famili Eulophidae 25

Parasitoid Lain dengan Kelimpahan Tinggi 27

Fluktuasi Populasi Hymenoptera Parasitoid Penting 32

Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivora pada Tanaman Kelapa Sawit 33

Interaksi Serangga Hymenoptera Parasitoid dan Herbivora pada Vegetasi Bawah 36

SIMPULAN DAN SARAN 39 Simpulan 39

Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40 LAMPIRAN 62

(14)

DAFTAR TABEL

1

Nilai indeks Shannon-Wiener (H) dan indeks Simpson (D) Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali 16

2

Kelimpahan jumlah morfospesies dan jumlah individu pada setiap famili

Hymenoptera parasitoid yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit

PTPN VIII Cindali 17

3

Hubungan antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada tanaman

kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, Bogor 34

4

Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada

vegetasi bawah 37

DAFTAR GAMBAR

1 Desain pengambilan sampel pada plot lahan kelapa sawit 13 2 Peta persebaran blok di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII afdeling I

Cindali 15

3 Spesies yang mendominasi Famili Braconidae 21

4 Spesies yang mendominasi Famili Ichneumonidae 22

5 Spesies yang mendominasi Famili Scelionidae 24

6 Spesies yang mendominasi Famili Encyrtidae 25

7 Spesies yang mendominasi Famili Eulophidae 26

8 Apanteles spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,

Cindali 27

9 Microplitis spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN

VIII, Cindali 28

10 Platygaster spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN

VIII, Cindali 28

11 Trichogramma spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN

VIII, Cindali 29

12 A. optabilis yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,

Cindali 30

13 Elasmus spp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,

Cindali 30

14 T. drosophilae yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII,

Cindali 31

15 Polypeza spp. Hubungan fluktuasi antara parasitoid-inang yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali 31 16 Sclerodermus sp. yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN

VIII, Cindali 32

17 Hubungan fluktuasi antara parasitoid dan inang yang tardapat di area

perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali 33

18 Parasitoid yang berasosiasi dengan hama Setora nitens 35

19 Aphanogmus sp. 35

20 Telenomus podisi 36

21 Hubungan tritropik antara Hymenoptera parasitoid dan inang pada

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kelimpahan serangga dan Arthropoda selain Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali dari September 2014 - April

2015 63

2 Vegetasi bawah yang terdapat di plot penelitian di perkebunan kelapa sawit

PTPN VIII Cindali 66

3 Kelimpahan Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII

Cindali dari September 2014 - April 2015 67

4 Faktor lingkungan pada bulan September 2014 - April 2015 di perkebunan

kelapa sawit PTPN VIII Cindali 70

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hymenoptera merupakan salah satu ordo terbesar serangga yang sebagian besar anggotanya berperan sebagai parasitoid. Hymenoptera parasitoid bertindak sebagai agens terpenting dalam pengendalian hayati dan bertanggung jawab terhadap tingkat populasi hama pada suatu ekosistem (Shaw dan Hochberg 2001), termasuk pada perkebunan kelapa sawit. Beberapa penelitian tentang parasitoid yang dapat memarasit hama kelapa sawit telah dilakukan oleh Syed dan Shaleh (2003) dan Sahari (2012).

Salah satu cara dalam mempelajari pentingnya peran Hymenoptera parasitoid dalam suatu ekosistem adalah dengan mengetahui keanekaragamannya. Pentingnya mengetahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit salah satunya dapat digunakan sebagai informasi dalam rangka pengendalian hama kelapa sawit secara hayati (Tscharntke et al. 1998; Harrison dan Bruna 1999). Seperti pada pengendalian hama kumbang badak (Oryctes rhinoceros L.) (Coleoptera: Scarabaeidae) apabila telah diketahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang berada di perkebunan tersebut, maka dapat digunakan sebagai musuh alami untuk mengendalikan hama tersebut (Murphy dan Briscoe 1999).

Contoh lain pentingnya mengetahui keanekaragaman Hymenoptera parasitoid adalah, ketika terjadinya ledakan populasi ulat kantung di perkebunan kelapa sawit dan belum diketahui Hymenoptera parasitoid yang dapat menekannya maka populasi hama tersebut akan terus meningkat (Cheong et al. 2010). Akan tetapi ketika telah dilakukan pendataan Hymenoptera parasitoid yang berada di perkebunan tersebut dan Hymenoptera parasitoid yang ada digunakan untuk menekan populasi hama ulat kantung, maka populasi hama tersebut dapat ditekan sampai dengan di bawah ambang batas ekonomi (Sankaran dan Syed 1972; Cheong et al. 2010).

Beberapa penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid telah dilakukan di berbagai tempat, Idris (2001) dan Hindarto (2015), melakukan penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di pekebunan kelapa sawit masing-masing di Malaysia dan Medan (Sumatera Utara). Hasil dari penelitian keduanya mendapatkan 3 famili Hymenoptera parasitoid di Malaysia dan 20 famili Hymenoptera parasitoid yang mendominasi perkebunan kelapa sawit di Medan. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada suatu ekosistem dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keberadaan dan jumlah inang serta vegetasi bawah. Keberadaan dan jumlah inang di lapangan dapat memengaruhi tinggi rendahnya kelimpahan parasitoid di lapangan (Nouhuys dan Hanski 1999). Semakin banyak inang parasitoid di lapangan, maka populasi parasitoid tersebut semakin terjaga kestabilannya (May et al. 1981; Hassell et al. 1990).

(18)

suatu ekosistem, maka akan semakin banyak pula serangga fitofag yang dapat menjadi inang dari Hymenoptera parasitoid pada habitat tersebut (Siemann et al. 1998). Ekosistem perkebunan kelapa sawit yang terdapat di PTPN VIII, Cindali merupakan perkebunan kelapa sawit berumur tua, sehingga dimungkinkan akan terdapat banyak vegetasi bawah yang tumbuh di areal perkebunan tersebut. Banyaknya vegetasi bawah yang terdapat di suatu area perkebunan kelapa sawit dapat digunakan parasitoid sebagai tempat mencari tambahan nutrisi maupun inang alternatif, seperti pada penelitian dari Gitau et al. (2011), penambahan vegetasi bawah dapat meningkatkan tingkat parasitisasi parasitoid pada hama kelapa sawit. Menurut Dyer (2007), dengan adanya vegetasi bawah dapat menjadi tempat berlindung bagi parasitoid yang juga dapat memarasit hama pada tanaman kelapa sawit. Sehingga dengan banyaknya vegetasi bawah yang berada di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali dapat dimungkinkan terdapat parasitoid yang dapat memarasit hama pada tanaman kelapa sawit yang hidup maupun mencari makan pada vegetasi bawah tersebut.

Beberapa penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid telah dilakukan di beberapa tempat seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Akan tetapi di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali, Bogor belum pernah dilakukan penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid. Mengingat pentingnya peranan Hymenoptera parasitoid, khususnya pada perkebunan kelapa sawit, maka perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Kabupaten Bogor sebagai tambahan informasi tentang keberadaan Hymenoptera parasitoid dalam pemanfaatannya sebagai agens pengendalian hayati.

Rumusan Masalah

Praktek budi daya kelapa sawit tidak terlepas dari masalah hama tanaman. Beberapa pengendalian telah dilakukan dalam menangani masalah hama di perkebunan kelapa sawit, salah satunya adalah dengan menggunakan agens hayati. Salah satu agens hayati yang dapat digunakan dalam mengendalikan hama di lapangan adalah Hymenoptera parasitoid. Parasitoid adalah spesies kunci pada beberapa ekosistem karena dapat mengendalikan hama di lapangan termasuk di perkebunan kelap sawit. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya kajian untuk mempelajari tentang keanekaragaman parasitoid khususnya Hymenoptera di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII. Kajian tersebut dilakukan mengingat belum adanya penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII.

Tujuan Penelitian

(19)

fluktuasi parasitoid penting yang terdapat di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Kecamatan Ranca Bungur.

Hipotesis

1. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit relatif rendah

2. Terdapat parasitoid yang ditemukan di vegetasi bawah yang dapat memarasit hama kelapa sawit.

3. Populasi parasitoid penting di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali mengalami fluktuasi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai gambaran keanekaragaman parasitoid. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai landasan untuk program pengendalian hama ulat pemakan daun kelapa sawit secara hayati.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Hymenoptera Parasitoid

Hymenoptera merupakan salah satu ordo yang termasuk ke dalam kelas Insecta yang memiliki jumlah spesies terbanyak dan tersebar di seluruh dunia. Ordo ini memiliki 20 superfamili yang terdiri atas 99 famili dan lebih dari 115 ribu spesies yang telah diidentifikasi (Goulet dan Huber 1993; La Salle 1993). Ordo Hymenoptera dibagi menjadi dua subordo, yaitu Symphyta dan Apocrita (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993). Ciri-ciri dari subordo Symphyta adalah larva berbentuk eruciform, tungkai berkembang baik pada bagian toraks dan abdomen. Dewasa tidak memiliki penggentingan antara ruas pertama dengan ruas ke-dua pada abdomen, dan memiliki ovipositor yang berbentuk seperti gergaji (Naumann et al. 1991). Subordo Apocrita memiliki ciri-ciri larva tanpa embelan tungkai dan tidak memiliki mata. Dewasa memiliki penggentingan antara ruas pertama dan ruas ke-dua metasoma dengan ovipositor berbentuk silindris dan biasanya memanjang (Goulet dan Huber 1993; Naumann et al. 1991).

Subordo Apocrita terdapat dua golongan, yaitu aculeata beberapa dan parasitica (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993). Golongan aculeata biasanya memiliki ovipositor yang termodifikasi untuk menyengat mangsa atau pun untuk mempertahankan diri. Golongan ini terdiri atas Superfamili Apoidea, Chrysidoidea, dan Vespoidea. Golongan parasitika memiliki ovipositor yang termodifikasi hanya untuk meletakkan telur. Golongan ini terdiri atas Superfamili Ichneumonoidea, Evanioidea, Stephanoidea, Megalyroidea, Trigonalyoidea, Cynipoidea, Proctotrupoidea, Platygastroidea, Ceraphronoidea, Mymarommatoidea, dan Chalcidoidea (Goulet dan Huber 1993).

Ordo Hymenoptera dari subordo Apocrita yang sudah banyak digunakan dalam pengendalian hayati sebagai parasitoid terdiri atas Sembilan superfamili. Kesembilan superfamily tersebut terdiri atas tujuh superfamili golongan parasitica dan dua superfamili dari golongan aculeata. Tujuh superfamili parasitica adalah Ichneumonoidea, Evanioidea, Proctotrupoidea, Platygastroidea, Ceraphronoidea Mymarommatoidea, dan Chalcidoidea. Dua superfamili dari aculeata adalah Chrysidoidea dan Vespoidea (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Tomanovic et al. 2013).

Famili Hymenoptera parasitoid dan berperan sebagai musuh alami yang menjadi spesies kunci dalam agroekosistem maupun perkebunan adalah dari superfamili Ichneumonoidea yang terdiri atas Famili Braconidae dan Ichneumonidae. Famili Braconidae biasanya memarasit larva Ordo Lepidoptera, Coleoptera maupun Diptera (Hassell dan Waage 1984; Naumann et al. 1991; Goulet dan Huber 1993; Tomanovic et al. 2013), sedangkan Ichneumonidae memarasit larva ataupun pupa dari Ordo Lepidoptera dan Coleoptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Ueno 2013).

(21)

Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Fisher dan La Salle 2005; Prinsloo dan Kelly 2009). Famili Chalcididae memarasit pupa dari Ordo Lepidoptera dan Diptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Jahnke et al. 2007; Kanagarajan dan Manickavasagam 2007). Famili Encyrtidae memarasit Superfamili Coccoidea, telur dan larva dari Coleoptera, Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Neuroptera, Orthoptera, dan Arachnida (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Berry 2007; Jahnke et al. 2007; Nalini dan Manickavasagam 2011). Famili Aphelinidae memarasit Superfamili Aleyrodoidea, Aphidoidea, Psylloidea, Coccoidea, serta telur dari Lepidoptera, Diptera dan Orthoptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Tooker dan Hanks 2000; Gonzales et al. 2008; Myartseva et al. 2014). Famili Trichogrammatidae memarasit telur Hemiptera, Orthoptera, Lepidoptera dan Thysanoptera (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; Hassan 1993; Hohmann dan Lovato 2003; Herz et al. 2007; Isas et al. 2016). Famili Pteromalidae memarasit pupa Coleoptera, Diptera, Siphonaptera dan Neuroptera (Askew 1970; Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993; King 1997). Famili Torymidae memarasit Cynipidae, Cecidomyiidae dan ootheca dari Mantodea (Hassell dan Waage 1984; Goulet dan Huber 1993) walaupun terdapat beberapa dari anggota famili ini yang menjadi herbivora (Nalepa dan Grissell 1993; Roques dan Skrzypczynska 2003). Famili Mymaridae memarasit telur Hemiptera, Psocoptera, Coleoptera, Orthoptera dan Diptera (Hassell dan Waage 1984; Huber 1986; Goulet dan Huber 1993).

Superfamili Platygastroidea terdiri atas 2 famili, yaitu Famili Scelioniade dan Famili Platygastridae. Famili Scelionidae biasanya memarasit telur Orthoptera, Lepidoptera, Diptera, Mantodea, Hemiptera, Neuroptera, Coleoptera (Goulet dan Huber 1993; Ghahari et al. 2009; Kodjo et al. 2013), sedangkan Platygastridae memarasit telur Coleoptera, Hemiptera, dan Diptera (Goulet dan Huber 1993; Gnanakumar et al. 2012). Superfamili Ceraphronoidea, Famili Ceraphronidae memarasit Cecidomyiidae, Thysanoptera, Lepidopteta, Neuroptera dan pupa dari Famili Braconidae (Goulet dan Huber 1993; Evans et al. 2005) dan terdapat juga anggota famili ini yang merupakan hiperparasitoid (Jaramillo dan Vega 2009).

Superfamili Evanioidea diwakili oleh Famili Evaniidae yang memarasit ooteka Blattodea (Deyrup dan Atkinson 1993; Goulet dan Huber 1993; Jennings et al. 2012; Klassen dan Sharanowski 2014). Superfamili Mymarommatoidea terdiri atas satu famili, yaitu Famili Mymarommatidae memarasit telur Coleoptera atau Hemiptera (Huber 1986; Goulet dan Huber 199; Huber et al. 2008). Superfamili Proctotrupoidea, Famili Diapriidae memarasit pupa Diptera, Coleoptera, dan Hemiptera (Goulet dan Huber 1993; Sivinski et al. 1998; Aguiar-Menez et al. 2003).

(22)

Chrysididae biasanya ditemukan memarasit prapupa dari Tentheredinidae, telur Phasmatodea, dan memarasit mangsa dari Famili Vespidae, Spheciformes, ataupun Megachilidae (Goulet dan Huber 1993; Doronin 1996; Parn et al. 2015). Untuk famili dari Superfamili Vespoidea, Famili Scoliidae merupakan ektoparasitoid pada larva Coleoptera Famili Scarabaeidae atau Curculionidae (Kurczewski dan Spofford 1986; Goulet dan Huber 1993), sedangkan Famili Mutillidae merupakan ektoparasitoid pada larva atau pupa Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Coleoptera, dan Blattodea (Goulet dan Huber 1993; Lelej dan Schmid-Egger 2005; Aranda dan Graciolli 2013; Amini et al. 2014).

Selain dari Subordo Apocrita, pada Subordo Symphyta juga terdapat anggota Superfamili yang menjadi parasitoid, yaitu Orussoidea Famili Orussidae (Goulet dan Huber 1993). Famili ini biasanya memarasit larva dari Ordo Coleoptera dan Hymenoptera yang menjadi penggerek kayu (Rawlings 1957; Goulet dan Huber 1993; Vilhelmsen dan Smith 2002; Vilhelmsen 2003).

Sebagai salah satu ordo yang memiliki jumlah anggota yang besar dalam serangga, Hymenoptera memiliki keanekaragaman yang tinggi. Penelitian mengenai keanekaragaman Hymenoptera sudah banyak dilakukan misalnya penelitian dari Kannagi et al. (2013) tentang keanekaragman Hymenoptera di India; Anbalagan et al. (2015) tentang keanekaragaman Hymenoptera pada pertanaman sayur di India dan Rajkumari et al. (2012) tentang keanekaragaman Hymenoptera pada Kota Johar, India. Selain itu, penelitian tentang keanekaragaman Hymenoptera juga telah dikhususkan pada beberapa famili atau peran tertentu saja, seperti penelitian tentang keanekaragaman semut (Watanasit dan Nhu-eard 2011; Abtar et al. 2013; Arifin 2014), lebah (Souza dan Campos 2008; Rasmussen 2009; Mudri-Stojnic et al. 2012), atau tentang keanekaragaman Hymenoptera parasitoid (Noyes 1989; Yaherwandi 2009; Lachaud dan Lachaud 2012).

Hymenoptera parasitoid tersebar hampir di semua agroekosistem dan memiliki jumlah yang berbeda antara ekosistem satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi pada parasitoid yang memiliki inang yang spesifik yang memilki kisaran inang yang sempit (Hawkins 1994), dan berbeda dengan parastoid generalis yang akan menjadi lebih melimpah atau menjadi lebih banyak pada daerah tropis (Noyes 1989). Selain spesifikasi inang, keanekaragaman parasitoid juga disebabkan oleh ada tidaknya vegetasi bawah, serta perbedaan dan perubahan habitat (Atmowidi 2000).

Hymenoptera Parasitoid Sebagai Agens Pengendali Hayati

Ordo Hymenoptera memiliki banyak peranan dalam ekosistem, yaitu sebagai herbivor, detritivor, penyerbuk, bioindikator, maupun sebagai musuh alami (Naumann et al. 1991; Borror et al. 1996; Anderson et al. 2010). Sebagai musuh alami, Hymenoptera dapat berperan sebagai predator maupun parasitoid (Naumann et al. 1991). Sekitar 80% spesies Hymenoptera termasuk ke dalam parasitoid (Quicke 1997). Kurang lebih 200.000 spesies dari anggota Ordo Hymenoptera merupakan parasitoid (Hassell dan Waage 1984).

(23)

Anbalagan et al. 2015; Salim et al. 2016). Chrysocharis spp. dan Diglyphus sp. (Hymenoptera: Eulophidae) digunakan dalam mengendalikan lalat pengorok daun (Sha et al. 2006; Liu et al. 2008). Famili Braconidae digunakan untuk mengendalikan berbagai hama pada tanaman pertanian (Sime et al. 2007; Daane et al. 2008; Kumar 2012; Lv et al. 2011). Famili Ichneumonidae untuk mengendalikan larva dan pupa dari Lepidoptera pada agroekosistem (Mason 2013; Tomanovic et al. 2013). Kemudian terdapat juga penggunaan Famili Encyrtidae untuk mengendalikan kutu-kutuan (Auchenorrhyncha) pada agroekosistem (Smith et al. 1988) dan Trichogrammatidae untuk mengendalikan telur serangga hama pada agroekosistem (Surtikanti 2006).

Keanekaragaman Serangga

Keanekaragaman hayati dapat diartikan sebagai keanekaragaman makhluk hidup di berbagai tempat yang menjadi kekayaan di dunia. Menurut Altieri dan Nicholls (2004), keanekaragaman hayati merupakan suatu istilah yang digunakan dalam menggambarkan keanekaragaman spesies tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang terdapat dalam suatu ekosistem dan saling berinteraksi satu sama lain. Keanekaragaman hayati dalam suatu ekosistem dianggap sebagai salah satu sumber daya yang paling penting dalam membantu proses kehidupan (Withey 2012). Salah satu komponen penyusun keanekaragaman hayati tersebut adalah serangga.

Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di bumi dan jumlahnya melebihi hewan darat lainnya (Borror et al. 1996; Amir dan Kahono 2003). Jumlah spesies serangga 11 kali lebih banyak dibandingkan dengan jumlah spesies Arthropoda lainnya, yaitu sebanyak 59.5% dari total jumlah anggota Filum Arthropoda (Ross et al. 1982, Minga 2010). Serangga memiliki persebaran yang luas dan tersebar di semua daerah tropis dan subtropis, akan tetapi tidak ditemukan di daerah kutub utara maupun selatan. Serangga pada daerah tropis biasanya memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi (Odum 1971) dan hampir mendominasi pada semua ekosistem (Stork 1988; Neher 1999; Goehring et al. 2002; Longcore 2003; Austin et al. 2004; Johnson dan Agrawal 2007; Stork 2007).

(24)

menyebabkan tingkat kelimpahan populasi serangga herbivor pada agroekosistem lebih tinggi (Basset 1999; Garbach et al. 2014). Akan tetapi, melimpahnya herbivor pada agroekosistem akan menyebabkan tingginya dan beranekaragamnya musuh alami yang menyerang serangga herbivor tersebut (Magurran 1998; Altieri 1999).

Tingkat keanekaragaman hayati dapat dinilai dengan menggunakan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan Indeks. Indeks yang digunakan dalam menilai tingkat keanekaragaman adalah Indeks Shannon-Wiener (Heip et al. 1998; Spellerberg dan Fedor 2003). Indeks Shannon-Wiener dapat digunakan untuk menghitung estimasi populasi yang terdapat dalam suatu ekosistem (Hutchison 1970; Heip et al. 1998; Clarke dan Warwick 2001). Indeks Shannon-Wiener didapatkan dengan menghitung individu dalam suatu populasi yang diasumsikan diambil atau tersampling secara acak dalam populasi yang besar (Nolan dan Callahan 2005; Bibi dan Ali 2013). Menurut Magurran (1998) Indeks Shannor-Wiener didapat dengan mengetahui jumlah spesies dan jumlah individu dalam masing-masing spesies.

Terdapat 3 kriteria keanekaragaman pada suatu ekosistem menurut Indeks Shannon-Wiener, yaitu: apabila H < 1 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong rendah keberadaan hama dan musuh alami tidak seimbang sehingga dapat membuat kerusakan pada tanaman. Kriteria kedua apabila 1 < H < 3 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong sedang dan mengarah kepada keadaan stabil, keberadaan hama dan musuh alami pada ekosistem tersebut hampir seimbang. Kriteria keanekaragaman terakhir adalah H > 3 berarti keanekaragaman pada ekosistem tersebut tergolong tinggi, keadaan pada ekosistem tersebut antara hama dan musuh alami seimbang dan tidak diperlukan pembunuhan hama (Michael 1995). Nilai dari Indeks Shannon-Wiener tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tipe habitat (McDonald et al. 2010; Carvalho dan Santos 2013) dan praktek pertanian atau praktek budi daya tanaman (Downie et al. 1999).

(25)

Budi Daya Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tumbuhan dari famili Arecaceae yang berasal dari Nigeria. Meskipun demikian, terdapat pendapat yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Brasil, Amerika Selatan (Agustira et al. 2008). Kelapa sawit pertama kali didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 (Lubis 1992). Perkebunan kelapa sawit pertama di Indonesia berlokasi di Pantai Timur Sumatra dan Aceh dengan luas area perkebunan mencapai 5.123 ha (Hadi 2004).

Dalam klasifikasi tumbuhan, kelapa sawit termasuk ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub Divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledone, Ordo Palmales, Famili Arecaceae, Sub Famili Coccoideae, Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis Jacq. (Setyamidjaja 2006). Tanaman kelapa sawit tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 - 500 m di atas permukaan air laut dengan kelembapan 80-90%. Iklim yang dibutuhkan adalah curah hujan yang stabil 2 000-2 500 mm/tahun, dengan daerah yang tidak tergenang air pada musim hujan dan tidak kekeringan pada musim kemarau. Pola curah hujan tahunan sangat memengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit (Pahan 2006). Kelapa sawit tumbuh pada berbagai tanah seperti podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, organosol, dan aluvial. Tanaman ini tumbuh baik pada tanah yang gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan mempunyai solum yang tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas (Fauzi et al. 2006).

Lahan yang digunakan dalam perkebunan kelapa sawit, biasanya merupakan lahan konversi hutan alami (Pahan 2006). Dikarenakan merupakan bekas dari konservasi hutan alami, maka dapat memengaruhi kenaerakaragaman hayati yang berada pada lahan tersebut (Fitzherbert et al. 2008; Koh dan Wilcove 2008). Selain mengonversikan lahan dari hutan alami, budi daya kelapa sawit yang monokultur juga dapat memengaruhi keanekaragaman hayati pada ekosistem kelapa sawit (Fitzherbert et al. 2008). Walaupun budi daya kelapa sawit dilakukan secara monokultur, akan tetapi pada saat tanaman muda perlu memerhatikan tanaman penutup tanah. Tanaman yang biasanya digunakan sebagai penutup tanah adalah tanaman kacangan yang memiliki fungsi sebagai penutup tanah sehingga menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi kompetisi hara (Pahan 2006). Pada umur tanaman tua hal-hal yang perlu diperhatikan adalah adanya kompetisi dengan tumbuhan vegetasi bawah (Pahan 2006). Contoh dari vegetasi bawah yang biaanya terdapat pada lahan kelapa sawit adalah Imperata cylindrica (L.) P. Beauv., Mikania cordata (Burm.f) Robinson, Cyperus rotundus L., Ageratum conyzoides L., Paspalum conjugatum L. dan Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott (Setyamidjaja 2006). Walaupun kelapa sawit merupakan tanaman yang ditanam secara monokultur, akan tetapi telah banyak pemanfaatan tanaman vegetasi bawah yang sengaja ditanam untuk meningkatkan keanekaragaman musuh alami (Luskin dan Potts 2011; Khairiyah et al. 2013; Azhar et al. 2015). Selain sensitif terhadap kompetisi hara dengan gulma, tanaman kelapa sawit juga sensitif terhadap serangan hama, terutama dari golongan serangga (Fauzi et al. 2006; Pahan 2006).

(26)

Limacodidae), Setothosea asigna van Eecke (Lepidoptera: Limacodidae), Setora nitens Walker (Lepidoptera: Limacodidae), Darna trima Moore (Lepidoptera: Limacodidae), Metisa plana Walker (Lepidoptera: Psychidae), Mahasena corbetti Tams (Lepidoptera: Psychidae), Cremastopsyche pendula de Joannis (Lepidoptera: Psychidae), Brachycyttarus griseus de Joannis (Lepidoptera: Psychidae), Manatha albipes Moore (Lepidoptera: Psychidae), Amatissa sp. (Lepidoptera: Psychidae), dan Cryptothelea cardiophaga Westw. (Lepidoptra: Psychidae) (Norman dan Basri 1992; Kiswanto et al. 2008).

Selain serangga hama, ditemukan juga serangga yang berperan sebagai musuh alami pada perkebunan kelapa sawit, baik sebagai predator maupun parasitoid. Serangga yang berperan sebagai musuh alami yang ditemui pada perkebunan kelapa sawit adalah parasitoid famili Trichogrammatidae, Eulophidae, Encyrtidae, Chalcididae, Braconidae, Ceraphronidae dan Ichneumonidae serta predator Eocanthecona furcellata (Wolff) (Hemiptera: Pentatomidae) ataupun Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) (Chenon et al. 1989).

Famili Hymenoptera parasitoid yang telah digunakan dalam tanaman perkebunan adalah Braconidae (Syed dan Shaleh 2003; Sahari 2012; Hanysyam et al. 2013), Ceraphronidae (Kamarudin et al. 1996), Eulophidae (Hertslet dan Duckett 1971) dan Ichneumonidae (Pillain dan Nair 1983; Mariau 1999), Encyrtidae (Narendran 1998; Blumberg 2008); Aphelinidae (Blumberg 2008) dan Trichogrammatidae (Rao et al. 1971). Hymenoptera parasitoid yang telah diketahui berasosiasi dengan hama pada perkebunan kelapa sawit adalah Apanteles sp. (Hymenoptera: Braconidae) (Syed dan Shaleh 2003), Spinaria spinator (Guérin-Méneville) (Hanysyam et al. 2013), Aphanogmus thylax Polaszek dan Dessart (Kamarudin et al. 1996), Fornicia sp. (Hymenoptera: Braconidae), Euplectromorpha spp. (Hymenoptera: Eulophidae) dan Chlorocryptus purpuratus (Smith)(Hymenoptera: Ichneumonidae) (Wood 1968; Hertslet dan Duckett 1971; Mariau 1999). Selain itu, sebelas spesies parasitoid telah diketahui berasosiasi dengan hama Pteroma pendula Joannis (Lepidoptera: Psychidae) (Mahadi et al. 2012). Penelitian dari Syed dan Shaleh (2003), tentang parasitoid Apanteles sp. yang menyerang larva M. corbetti dan Sahari (2012) tentang Famili Braconidae ditemukan memarasit larva D. trima di Kalimantan Tengah juga menambah informasi tentang pentingnya Hymenoptera parasitoid sebagai musuh alami dari hama pada pertanaman kelapa sawit.

Vegetasi Bawah

(27)

Tumbuhan merupakan sumber makanan bagi serangga fitofag, tempat kopulasi, meletakkan telur, dan perlindungan. Tumbuhan bagi parasitoid dapat digunakan untuk menemukan inang yang umumnya serangga fitofag melalui isyarat kimia (Collatz et al. 2006). Ketersediaan tumbuhan berbunga pada suatu ekosistem sangat penting karena nektar, extra-florial nectar, dan serbuk sari merupakan sumber energi Hymenoptera parasitoid. Ketersediaan tumbuhan berbunga dapat meningkatkan keanekaragaman parasitoid.

Peneliti telah menyatakan bahwa vegetasi bawah dapat membantu meningkatkan keanekaragaman hayati pada suatu habitat (Kolari et al. 2006; Nicholis dan Altieri 2012; Burianek et al. 2013). Selain itu, keanekaragaman Hymenoptera parasitoid juga dapat dipengaruhi oleh adanya tumbuhan vegetasi bawah. Keanekaragaman parasitoid selalu mengikuti keanekaragaman inang yang umumnya serangga fitofag, sedangkan keanekaragaman serangga fitofag bergantung pada ketersedian tanaman inang di ekosistem (Godfray 1994; Sahari 2012). Semakin banyak vegetasi bawah yang ada pada suatu habitat, maka akan semakin banyak pula serangga fitofag yang dapat menjadi inang dari Hymenoptera parasitoid pada habitat tersebut (Sawoniewicz 1979; Siemann et al. 1998). Beberapa vegetasi bawah yang telah terbukti membantu meningkatkan keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit adalah Turnera spp., Antigonon leptopus Hook dan Arn, Cassia cobanensis (Britton) dan Euphorbia heterophylla L. (Wahid dan Kamaruddin 2002; Kamarudin dan Basri 2010; Sahari 2012; Pamuji et al. 2013).

(28)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Afdeling 1 Cindali, Kecamatan Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan September 2014 – Juni 2015. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proktesi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Penelitian

Penentuan Blok dan Plot Pengamatan

Penelitian dilakukan di 6 blok yang masing-masing luasnya berkisar antara 168 – 250 ha yang dipilih menyebar sehingga cukup mewakili secara keseluruhan kebun kelapa sawit di daerah tersebut. Pada setiap blok penelitian ditentukan 5 plot yang masing-masing berisi 5 x 5 pohon kelapa sawit yang ditentukan secara diagonal. Jarak antara pohon kelapa sawit adalah 9.8 m. Dengan demikian satu plot berukuran 39.2 m x 39.2 m (Gambar 1).

Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan dengan pengambilan sampel serangga pada area penelitian satu bulan sekali. Interval pengambilan sampel tersebut disesuaikan dengan kegiatan pemotongan pelepah kelapa sawit yang dilakukan oleh PTPN VIII. Pada setiap plot dilakukan pengambilan sampel serangga Hymenoptera parasitoid dengan menggunakan metode perangkap nampan kuning (yellow pan trap), penjaringan (sweeping net), dan pengamatan dan pengambilan hama secara langsung. Pengambilan hama dilakukan baik pada daun kelapa sawit maupun pada vegetasi bawah. Hama dipelihara dan dilihat apakah muncul parasitoid hama tersebut.

Pengamatan dengan Perangkap Nampan Kuning

Pemasangan perangkap nampan kuning bertujuan untuk menangkap serangga-serangga yang tertarik pada warna cerah terutama warna kuning. Perangkap terbuat dari nampan yang berwarna kuning dengan ukuran 22 cm x 14 cm x 4 cm. Perangkap nampan kuning diletakkan pada permukaan tanah atau pada daerah yang terdapat gulma pada setiap plot penelitian. Nampan yang telah diletakkan tersebut kemudian diisi larutan air detergen sampai batas setengah volumenya.

Pada setiap blok dipasang 10 perangkap nampan kuning, atau pada setiap plot dipasang 2 perangkap nampan kuning (Gambar 1). Pemasangan perangkap nampan kuning dilakukan pada pagi hari dan serangga yang terperangkap diambil 24 jam kemudian setelah pemasangan. Pemasangan dilakukan 8 kali dengan interval waktu 1 bulan. Serangga yang terperangkap dicuci dengan air dan disaring. Serangga diawetkan di dalam botol koleksi yang telah diisi alkohol 70% untuk kemudian disortir dan diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium.

(29)

Gambar 1 Desain pengambilan sampel pada plot lahan kelapa sawit, kelapa sawit, perangkap nampan kuning, petak pengamatan tanaman vegetasi bawah.

Pengamatan dengan Jaring Serangga

Pengambilan sampel serangga dengan jaring serangga dilakukan pada pagi hari. Pada setiap plot dilakukan seratus kali ayunan ganda di atas tanaman penutup tanah. Pengambilan sampel dengan jaring serangga diulang sebanyak 8 kali dengan interval waktu 1 bulan. Serangga yang terjaring kemudian dimasukkan ke dalam separator. Hymenoptera parasitoid yang tertangkap kemudian disortir dan diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium.

Pengamatan dan Pengambilan Hama dan Parasitoid pada Kelapa Sawit Pengamatan dan pengambilan hama pemakan daun kelapa sawit dilakukan pada 2 pohon kelapa sawit yang ditentukan secara acak, sehingga dalam 1 blok terdapat 10 tanaman kelapa sawit. Penentuan 2 tanaman tersebut ditentukan secara acak dengan menggunakan lotere. Pada setiap tanaman diamati 5 pelepah daun terbawah dengan menggunakan teropong sehingga total dalam satu blok terdapat 50 pelepah daun kelapa sawit. Pada setiap daun kelapa sawit diamati ada tidaknya hama pemakan daun. Pada setiap plot dilakukan pemotongan satu pelepah daun ke-6 kelapa sawit, sehingga pada setiap blok dipotong 5 pelepah daun. Hama yang ditemukan pada pelepah daun yang dipotong dipelihara di laboratorium dan diamati Hymenoptera parasitoid yang keluar.

Pengamatan Hama dan Parasitoid pada Vegetasi Bawah

Pengamatan hama dan parasitoid pada vegetasi bawah dilakukan dengan cara menentukan 3 subplot berukuran 9.8 m x 9.8 m yang merupakan jarak tanam antara pohon kelapa sawit yang ditentukan secara diagonal (Gambar 1). Berbagai fase hama yang ditemukan pada tumbuhan vegetasi bawah, baik berupa telur, larva atau pupa dalam subplot tersebut diambil kemudian dipelihara di laboratorium untuk melihat ada tidaknya parasitoid yang keluar. Serangga hama dan parasitoid yang ditemukan kemudian diidentifikasi.

Pengamatan juga dilakukan pada tanaman vegetasi bawah. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan subplot yang sama dengan pengamatan hama dan parasitoid pada vegetasi bawah. Seluruh jenis tanaman vegetasi bawah yang berada di dalam subplot diambil dan dibuat herbarium untuk selanjutnya diidentifikasi hingga tingkat spesies.

(30)

Identifikasi Spesimen Hymenoptera Parasitoid

Semua Hymenoptera parasitoid yang tertangkap kemudian diidentifikasi sampai tingkat morfospesies. Buku acuan yang digunakan adalah Hymenoptera of The World (Goulet dan Huber 1993), Annotated Keys to the Genera of Neartic Chalcidoidea (Gibson et al. 1997), A Handbook of The Families of Nearctic Chalcidoidea (Hymenoptera) (Grissell dan Schauff 1990) dan Manual of the New World Genera of the Family Braconidae (Hymenoptera) (Wharton et al. 1997). Selain itu identifikasi juga dilakukan menggunakan jurnal identifikasi seperti Ashmead (1904); Watanabe (1932); Johnson (1984); Hansson (1986); Alba (1988); Quicke dan Sharkey (1989); Baquero dan Jordana (1999); Sheng dan Pei (2002); Xu (2002); Buhl (2006); van Achterberg (2007 ); Choi dan Lee (2008); Huber (2009); Tamesse (2009); Buhl (2011); Erniwati dan Ubaidillah (2011); Masner (2012); dan Gunawardene dan Taylor (2012).

Setelah Hymenoptera yang didapatkan teridentifikasi, kemudian disusun kunci identifikasi menuju spesies dari Hymenoptera parasitoid yang didapatkan selama penelitian. Kunci identifikasi disusun berdasarkan perbedaan karakter morfologi yang terdapat pada Hymenoptera parasitoid yang didapatkan. Penyusunan kunci identifikasi dilakukan secara binomial.

Analisis Data

Hasil identifikasi kemudian dianalisis untuk mengetahui tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di area perkebunan kelapa sawit PTPN VII dengan menggunakan Indeks Shannon-Wiener (Krebs 1999; Magurran 1998).

Indeks Shannon-Wiener

H’ = -

Selain diamati keanekaragaman parasitoid di area perkebunan kelapa sawit, juga diamati dominansi parasitoid yang ditemukan di area penelitian. Untuk mengetahui dominansi digunakan rumus dari Indeks Simpsons (McDonald et al. 2010).

D =

Untuk mengetahui dinamika populasi parasitoid penting yang terdapat pada area penelitian dilakukan penghitungan setiap morfospesies per bulan yang diperoleh selama penelitian. Hasil penghitungan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel 2010 untuk selanjutnya dibuat grafik untuk mengetahui fluktuasi yang terjadi pada parasitoid penting yang ditemukan pada area penelitian.

Keterangan : H’ = indeks

pi = proporsi spesies ke-i dalam komunitas

a = jumlah morfospesies

Keterangan: D = indeks dominansi Simpsons s = jumlah morfospesies

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kebun PTPN VIII afdeling I terletak di Desa Bantar Sari, Cindali, Ranca Bungur, Bogor. Kebun PTPN VIII afdeling I memiliki total 65 661 tanaman kelapa sawit yang terbagi menjadi 18 blok. Total luas blok dari afdeling I adalah 504.45 ha dengan masing-masing blok berkisar antara 168 – 250 ha. Kelapa sawit yang terdapat pada afdeling I memiliki tahun tanam dari tahun 2002 – 2005 yang berarti tanaman kelapa sawit pada afdeling I sudah merupakan tanaman menghasilkan (TM) . Masing-masing tahun tanam memiliki jumlah blok yang berbeda, untuk tahun tanam 2002 terdiri atas 2 blok (blok 1 dan 2), 2003 terdiri atas 8 blok (blok 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12 dan blok 18), tahun tanam 2004 terdiri atas 6 blok (blok 7, 9, 13, 14, 15, dan blok 17), sedangkan tahun tanam 2005 terdiri atas 2 bok (blok 3 dan 16) (Gambar 2).

Gambar 2 Peta persebaran blok di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII afdeling I Cindali

(32)

Keanekaragaman Hymenoptera Parasitoid

Nilai keanekaragaman dan kemerataan Hymenoptera parasitoid yang diperoleh menunjukkan bahwa area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali memiliki nilai keanekaragaman Hymenoptera parasitoid yang tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks Shannon-Wiener yang lebih besar dari 3.00 (Tabel 1).

Tabel 1 Nilai indeks Shannon-Wiener (H) dan indeks Simpson (D) Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali

Apabila nilai Indeks Shannon-Wiener menunjukkan angka lebih dari 3, maka tingkat keanekaragaman pada suatu ekosistem tersebut tergolong tinggi (Michael 1995). Nilai tertinggi dari Indeks Shannon-Wiener didapat pada bulan Januari dan Februari 2015. Tingginya Nilai H pada bulan tersebut karena inang yang tersedia bagi parasitoid melimpah dan beragam (Lampiran 1). Semakin melimpah dan beragam inang yang tersedia bagi parasitoid, maka semakin tinggi keanekaragaman parasitoid pada area perkebunan kelapa sawit tersebut. Inang yang melimpah tersebut berasal dari Famili Chrysomelidae pada Ordo Coleoptera; Drosophilidae, dan Tephritidae pada Ordo Diptera; Aphididae, Cicadellidae, Delphacidae, dan Lygaeidae pada Ordo Hemiptera; Lymantriidae dan Pyralidae pada Ordo Lepidoptera; Mantidae pada Ordo Mantodea; serta Acrididae pada Ordo Orthoptera.

Nilai Indeks Simpson menunjukkan dominansi spesies dalam suatu ekosistem, di area perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali tidak ditemukan adanya dominansi suatu spesies tertentu. Hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks Simpson yang hampir mendekati 1. Pertanaman kelapa sawit pada area penelitian termasuk perkebunan kelapa sawit yang berumur tua (tahun tanam 2002, 2003, 2004 dan 2005). Umur kelapa sawit akan memengaruhi kondisi mikrohabitat yang terdapat di dalam area perkebunan tersebut, seperti tumbuhan vegetasi bawah yang terdapat pada suatu area perkebunan kelapa sawit (Lampiran 2). Vegetasi bawah berguna sebagai tempat berlindung parasitoid dari cuaca yang tidak memungkinkan dan juga sebagai tempat untuk mencari inang alternatif bagi parasitoid tersebut. Semakin banyak vegetasi bawah yang terdapat di dalam suatu area perkebunan kelapa sawit, maka semakin banyak sumber nutrisi dan inang alternatif yang dapat digunakan oleh parasitoid untuk dapat melangsungkan kehidupannya. Menurut Erwin (1990), pada hutan tropik, semakin beranekaragamnya kanopi maka akan memengaruhi keanekaragaman spesies. Keanekaragaman kanopi yang terdapat

Bulan H D

(33)

pada suatu habitat, maka semakin banyak keanekaragaman spesies yang terdapat pada habitat tersebut. Penelitian dari Horstmann et al. (2005) juga melaporkan bahwa keanekaragaman Arthropoda tertinggi, khususnya serangga, didapat pada umur hutan yang lebih tua dibandingkan dengan hutan yang masih muda. Pada hutan yang sudah tua didapatkan beragam kanopi yang terdapat di dalamnya. Semakin beragam kanopi, maka akan semakin banyak pula inang atau mangsa yang dapat digunakan bagi musuh alami (Horstmann et al. 2005).

Kelimpahan parasitoid berdasarkan jumlah morfospesies dan jumlah individu di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali relatif banyak (Tabel 2, Lampiran 3). Morfospies yang ditemukan berjumlah 111 morfospeies dari 26 famili Ordo Hymenoptera.

Tabel 2 Kelimpahan jumlah morfospesies dan jumlah individu pada setiap famili Hymenoptera parasitoid yang ditemukan di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali

Superfamili Famili Parasitoid Σ

Morfospsesies Σ Individu

Ichneumonoidea Braconidae 14 1054

Ichneumonidae 09 0148

Platygastroidea Platygastridae 03 0279

Scelionidae 12 1496

Chalcidoidea Aphelinidae 03 0051

Chalcididae 02 0057

Elasmidae 02 0217

Encyrtidae 10 0215

Eucharitidae 01 0004

Eulophidae 12 0720

Eupelmidae 02 0066

Eurytomidae 03 0087

Pteromalidae 04 0057

Torymidae 02 0021

Trichogrammatidae 04 0216

Mymaridae 04 0310

Evanioidea Evaniidae 04 0028

Cynipoidea Eucoilidae 03 0068

Proctotrupoidea Diapriidae 04 0698

Ceraphronoidea Ceraphronidae 05 0242

Chrysidoidea Bethylidae 02 0055

Drynidae 01 0017

Vespoidea Mutillidae 01 0002

Pompilidae 01 0001

Tiphiidae 01 0011

Scoliidae 02 0005

Jumlah 111 6 125

(34)

Braconidae dikarenakan Braconidae merupakan famili ke-dua dengan jumlah spesies terbanyak dari Hymenoptera parasitoid (Goulet dan Huber 1993), Braconidae juga tidak memiliki preferensi iklim maupun kondisi habitat tertentu untuk berkembang biak (Sharkey dan Wahl 1992; Ghahari et al. 2009) (Lampiran 4). Selain itu, ekosistem perkebunan dengan banyaknya vegetasi lain (vegetasi bawah), baik yang sengaja ditanam maupun yang tumbuh liar dapat menunjang kehidupan dari anggota famili tersebut (Falco-Gari et al. 2014). Selain kedua faktor tersebut, faktor lain yang memengaruhi tingginya morfospesies Braconidae pada area penelitian adalah perbedaan niche atau dalam hal ini adalah perbedaan inang yang digunakan oleh Hymenoptera parasitoid. Perbedaan niche tersebut akan menyebabkan perbedaan dalam hal parasitoid menggunakan maupun mengeksploitasi sumber daya yang ada. Famili Braconidae yang merupakan parasitoid larva tentu akan menggunakan sumber daya yang berbeda dengan Famili Scelionidae yang merupakan paraitoid telur, ataupun Famili Dryinidae dan Mutillidae yang merupakan parasitoid nimfa (Goulet dan Huber 1993). Menurut Odum (1971), suatu spesies tidak akan saling berebut atau berkompetisi dengan spesies lainnya apabila mereka memiliki niche yang berbeda. Menurut Wylie dan Speight (2012), perbedaan habitat atau niche dan cara hidup memungkinkan terjadinya perbedaan setiap spesies dalam satu kelompok yang sama dalam mengeksploitasi sumber makanan yang sama. Dari 111 morfospesies yang termasuk ke dalam 26 famili Hymenoptera parasitoid yang didapatkan, kemudian kunci identifikasi (Lampiran 5) menuju morfospesies tersebut telah dibuat berdasarkan perbedaan ciri-ciri morfologi dari Hymenoptera parasitoid tersebut. Pembuatan kunci identifikasi dimaksudkan sebagai salah satu alat untuk mengetahui jenis-jenis Hymenoptera parasitoid yang berada di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali.

(35)

habitat memiliki vegetasi yang lebih beranekaragam di dalamnya maka dapat meningkatkan nilai keanekaragaman parasitoid yang berada pada habitat tersebut.

Hasil dari penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian serupa pada perkebuna kelapa sawit lain menunjukkan hasil yang lebih tinggi tingkat keanekaragamannya. Penelitian dari Hindarto (2015) pada perkebunan kelapa sawit di Medan hanya mendapatkan 20 famili Hymenoptera parasitoid yang terdiri atas 50 morfospesies, sedangkan pada penelitian Idris et al. (2001) pada perkebunan kelapa sawit di Malaysia hanya mendapatkan 3 famili Hymenoptera parasitoid yang terdiri atas 15 spesies. Keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan kelapa sawit juga lebih tinggi apabila dibandingkan dengan keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada kebun sawit FELDA Gunung Besout 6, Sungkai, Perak, Malaysia. Pada perkebunan FELDA Gunung Besout 6 hanya didapatkan 6 famili dengan 14 spesies dari Hymenoptera parasitoid (Hanysyam et al. 2013). Hal ini membuktikan bahwa ekosistem pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII lebih mendukung bagi kelangsungan hidup Hymenoptera parasitoid dibandingkan kedua ekosistem kelapa sawit lainnya. Hal ini dikarenakan pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII masih banyak ditemukannya vegetasi bawah yang dapat menjadi sumber nutrisi, tempat mencari inang alternatif, maupun sebagai tempat berlindung bagi Hymenoptera parasitoid. Hal ini menunjukkan bahwa pada perkebunan kelapa sawit PTPN VIII, Cindali memiliki jumlah famili yang lebih banyak.

Apabila dibandingkan dengan penelitian serupa seperti perkebunan Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden di Brazil (Dall’Oglio et al. 2000) dan perkebunan pisang (Vargas 2006), penelitian menunjukkan hasil yang sama yaitu tedapat 26 famili Hymenoptera parasitoid yang berada di dalam ekosistem tersebut. Akan tetapi dari segi jumlah morfospesies lebih sedikit didapatkan pada perkebunan kelapa sawit hasil penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun memiliki jumlah famili yang sama, yaitu 26 famili, akan tetapi jumlah morfospesies yang didapatkan belum tentu sama. Faktor yang memengaruhi perbedaan jumlah morfospesies yang didapatkan adalah pada perkebunan Eucalyptus grandis dan pisang terdapat banyak tanaman lain di sekitar perkebunan tersebut, sehingga banyak tersedia makanan ataupun sumber nutrisi bagi Hymenoptera parasitoid. Lain halnya apabila dibandingkan dengan keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada perkebunan teh. Pada perkebunan teh di Bengal Utara, India didapatkan 12 famili dengan 33 spesies dari Hymenoptera parasitoid. Akan tetapi apabila dibandingkan dengan perkebunan kakao, jumlah yang didapatkan lebih sedikit. Pada perkebunan kakao, famili Hymenoptera parasitoid yang didapatkan berjumlah 33 famili, akan tetapi jumlah morfospesies yang didapatkan lebih banyak dibandingkan pada perkebunan teh (Sperber et al. 2004).

(36)

sawit PTPN VIII, yaitu 17 famili dengan 84 spesies Hymenoptera parsitoid pada lahan pertanaman Brassicaceae. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan kelapa sawit lebih mendukung bagi keanekaragaman parasitoid, khususnya Hymenoptera, dibandingkan dengan agroekosistem.

Dari perbandingan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat dilihat bahwa tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor lebih tinggi dibandingkan dengan perkebunan ataupun pertanaman pembanding lainnya. Pola budidaya pertanaman kelapa sawit yang monokultur di PTPN VIII Cindali Bogor, masih mendukung untuk menjaga tingkat keanekaragaman Hymenoptera parasitoid tetap tinggi. Selain itu, tingginya indeks keanekaragaman parasitoid juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi bawah di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cindali, Bogor.

Kelimpahan dan Komposisi Hymenoptera Parasitoid

Dari 26 famili yang ditemukan terdapat 5 famili dengan jumlah spesies dan individu yang lebih banyak dibandingkan dengan famili lainnya. Ke-lima famili tersebut adalah Braconidae, Ichneumonidae, Scelionidae, Encyrtidae, dan Eulophidae (Gambar 2). Kelima famili dengan jumlah spesies dan individu terbanyak tersebut, masing-masing terdapat spesies dengan jumlah individu yang dominan. Pada Famili Braconidae, spesies dengan jumlah individu tertinggi adalah Bracon sp., Cosmoconus sp. pada Famili Ichneumonidae, Scelio sp. 1 pada Scelionidae, Microterys nietneri (Motschulsky) pada Famili Encyrtidae, dan Chrysocharis pentheus (Walker) pada Famili Eulophidae.

Tingginya spesies tersebut dikarenakan banyaknya inang yang ditemukan pada lokasi penelitian. Parasitoid Scelio sp. 1 memiliki jumlah individu yang tinggi karena banyaknya Famili Acrididae (Yoder et al. 2009; Sultana et al. 2013), Tettigoniidae dan Gryllidae (Austin et al. 2005). Parasitoid M. nietneri memiliki inang berupa Famili Coccidae seperti dari genus Ceroplastes, Coccus (Abd-Rabou 2012) atau kutu tanaman lainnya. Cosmoconus sp. memiliki inang dari larva Hymenoptera Symphyta Famili Tenthredinidae atau larva Ordo Lepidoptera (Herting dan Simmonds 1977; Goulet dan Huber 1993).

Parasitoid Bracon sp. memiliki inang berupa larva dari Famili Noctuidae (Ordo Lepidoptera) (Van Achterberg 2007), Pyralidae (Taylor 1988), atau larva pengorok daun atau penggerek batang (Beyarslan 2011). Parasitoid ini juga dilaporkan menyerang larva Coleoptera, Famili Curculionidae (Tilman dan Cate 1989). Parasitoid Chrysocharis pentheus memiliki inang berupa larva dari lalat pengorok daun (Tran et al. 2006; Liu et al. 2008; Gencer 2009; Tran 2009). Selain itu, parasitoid ini menyerang serangga lain seperti serangga yang membentuk puru (Hansson 1986), Phyllocnistis citrella Stainton (Lepidoptera: Gracillariidae) (Mafi dan Ohbayashi 2010) dan Tuta absoluta Meyrick (Lepidoptera: Gelechiidae) (Ghoneim 2014).

Famili Braconidae

(37)

subtropis atau kondisi habitat tertentu seperti ekosistem kering atau basah, sehingga anggota dari famili ini dapat ditemukan di mana saja (Sharkey dan Wahl 1992; Ghahari et al. 2009). Famili Braconidae telah diketahui dapat memarasit larva dari Ordo Lepidoptera, Coleoptera, Diptera, Hemiptera (Aduba et al. 2013) dan Trichoptera (Van Achterberg 2007) dan merupakan famili dengan kekayaan spesies yang cukup besar di dunia (Clausen 1940). Spesies yang mendominasi pada famili ini adalah Bracon sp..

Karakteristik dari Bracon sp. (Gambar 3b) adalah venasi 3 RSa pada sayap depan lebih panjang 1.6 x dari r, venasi r pada sayap depan tidak atau sangat jarang melengkung, antena biasanya dengan lebih dari 20 flagelomer, propleuron bagian posterior tanpa longitudinal carina (Quicke dan Sharkey 1989). Tingginya kelimpahan spesies ini karena memiliki jumlah inang yang banyak berupa beberapa larva seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

.

Gambar 3 Spesies yang mendominasi Famili Braconidae, (a) komposisi spesies, (b) Bracon sp., (c) Doryctobracon sp., (d) Diachasmimorpha sp. Selain Bracon sp., spesies dengan kelimpahan yang tinggi lainnya adalah Doryctobracon sp. (Gambar 3c) dan Diachasmimorpha sp. (Gambar 3d). Inang dari kedua parasitoid ini biasanya berupa larva dari Famili Tephritidae (Ibrahim et al.

(38)

(a) 12

(b) 15

(c) 33

(d) 15 (e) 24

(f) 23 (g) 19

(h) 3 (i) 4

1994; Lopez-Martinez 2005; Bomfim et al. 2007; Marsaro Jr. et al. 2011; Quilici & Rousse 2012).

Famili Ichneumonidae

Pada Famili Ichneumonidae ditemukan 9 morfospesies yang telah teridentifikasi seluruhnya (Gambar 4a). Famili Ichneumonidae biasanya menjadi parasite pada larva atau pupa dari Lepidoptera maupun Coleoptera (Goulet dan Huber 1993). Morfospesies yang ditemukan melimpah pada famili ini adalah Cosmoconus sp..

Gambar 4 Spesies yang mendominasi Famili Ichneumonidae, (a) komposisi spesies (b) Cosmoconus sp., (c) G. basilaris, (d) Ichneumon sp. 1. Cosmoconus sp. biasanya menyerang larva Hymenoptera Symphyta atau larva dari Lepidoptera (Goulet dan Huber 1993), dan larva Famili Tenthredinidae (Gambar 4b). Cosmoconus sp. memiliki ciri-ciri seperti berikut, tubuh hitam dengan selingan warna kuning, area petiol tanpa longitudinal carina, bagian muka berwarna hitam, flagelum 32 ruas (Sheng dan Pei 2002).

Spesies lain yang ditemukan dengan kelimpahan tinggi adalah Goryphus basilaris Holmgren (Gambar 4c) dan Ichneumon sp. 1 (Gambar 4d). Banyaknya kedua spesies tersebut karena banyaknya inang yang ditemukan di lokasi penelitian. Inang dari parasitoid ini berupa larva dari Famili Pyralidae (Lepidoptera) (Gurr et al. 2012), larva dari Famili Cerambycidae (Coleoptera) (Yi-Ping et al. 2014). Ichneumon sp. 1 biasanya memiliki inang seperti larva atau pupa dari Famili Noctuidae, Pieridae dan Papilionidae (Lepidoptera) (Tschopp et al. 2013), pupa dari

Keterangan:

(a) Charops bicolor

(b) Chlorocryptus purpuratus

(c) Cosmoconus sp. (d) Eurycryptus sp. (e) Goryphus basilaris

(f) Ichneumon sp.1 (g) Ichneumon sp. 2 (h) Stictopisthus sp.

(i) Xanthopimpla flavolineata

b c d

(39)

Famili Lycaenidae (Lepidoptera) (Timus et al. 2013) atau larva dan pupa dari Famili Geometridae (Lepidoptera) (Carpenter et al. 1994). Walaupun larva Lepidoptera yang ditemukan bukan merupakan hama pemakan daun kelapa sawit, akan tetapi banyaknya vegetasi bawah yang berada pada area perkebuna kelapa sawit dapat menjadi pakan bagi larva Lepidoptera tersebut. Penelitian dari Raguso dan Llorente-Bousquets (1990) menyatakan bahwa terdapat beberapa famili dari Lepidoptera yang dapat hidup pada tanaman vegetasi bawah dikarenakan sifatnya yang polifagus. Selain itu, menurut Patrick (2000), terdapat 7 Famili Lepidoptera yang dapat hidup dan memakan tanaman Asteraceae. Hal ini yang memungkinkan tingginya ketiga spesies dari Famili Ichneumonidae tersebut.

Famili Scelionidae

Famili Scelionidae merupakan salah satu famili dengan spesies dan kelimpahan individu terbanyak. Pada famili ini ditemukan 12 spesies yang telah teridentifikasi seluruhnya (Gambar 5a). Famili ini biasanya menjadi parasit pada telur Orthoptera, Lepidoptera, Diptera, Mantodea, Hemiptera, Neuroptera dan Coleoptera (Goulet dan Huber 1993; Kodjo et al. 2013).

Spesies yang ditemukan melimpah pada famili ini adalah Scelio sp. 1. Scelio sp. 1 (Gambar 5b) memiliki ciri-ciri tubuh berwarna hitam, tungkai dengan corak hitam pada bagian femur, venasi marginal melebar kearah pseudostigmal, venasi sangat pucat, frons biasanya dengan daerah yang lembut, klipeus menonjol dan bagian sudut klipeus kadang runcing, prepectus kadang berkembang baik, sayap belakang dengan venasi basal yang tebal dan pendek atau tidak bervenasi (Masner 2012).

Spesies lain yang memiliki jumlah individu yang melimpah, yaitu Telenomus podisi Ashmead (Gambar 5c) dan Telenomus sp. 1 (Gambar 5d). Melimpahnya kedua spesies ini karena banyaknya inang pada lokasi penelitian. Inang dari kedua parasitoid ini biasanya berupa telur dari Famili Pentatomidae (Hemiptera) (Borges et al. 2003; Silva et al. 2006; Cingolani et al. 2015), Geometridae (Lepidoptera) (Carleton et al. 2010) dan Noctuidae (Lepidoptera) (Polaszek dan Foerster 1997; Figueiredo et al. 2002; Duarte et al. 2006).

(40)

Gambar 5 Spesies yang mendominasi Famili Scelionidae, (a) komposisi spesies, (b) Scelio sp. 1, (c) T. podisi, (d) Telenomus sp. 1.

Famili Encyrtidae

Famili Encyrtidae yang ditemukan pada penelitian ini terdapat 10 morfospesies dan 7 morfospesies di antaranya telah teridentifikasi (Gambar 6a). Famili ini biasanya menjadi parasitoid pada superfamili Coccoidea, serta telur dan larva dari Diptera, Coleoptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Neuroptera, Orthoptera dan Arachinda (Goulet dan Huber 1993; Jahnke et al. 2007; Nalini dan Manickavasagam 2011). Spesies yang ditemukan melimpah pada Famili Encyrtidae adalah Microterys nietneri (Motschulsky).

M. nietneri (Gambar 6b) memiliki ciri-ciri, pita infuscate terluar dari sayap depan sangat terlihat bergabung dengan pita bagian tengah, pita tengah tidak terpotong, pedisel lebih panjang dari ruas pertama funikel, ruas funikel ke-empat, ke-lima dan ke-enam berwarna putih, sayap depan dengan 3 pita (Xu 2002). Inang dari parasitoid ini biasanya berupa Famili Coccidae seperti dari genus Ceroplastes atau Coccus (Beardsley 1976; Japoshvili dan Karaca 2007; Abd-Rabou 2012) atau scale insect lainnya (Xu dan Chen 2000).

Spesies lain yang memiliki jumlah individu yang melimpah adalah Metaphycus sp. (Gambar 6c) dan Copidosoma sp. (Gambar 6d). Banyaknya individu dari kedua spesies ini karena banyaknya inang yang berada pada lokasi penelitian. Inang dari Metaphycus sp. berupa Famili Coccidae dan Pseudococcidae (Hemiptera) (Stathas et al. 2007; Lotfalizadeh et al. 2014) dan Aleyrodidae (Hemiptera) (Noyes dan Lozada 2006). Sedangkan parasitoid Copidosoma sp. memiliki inang larva dari Famili Tineidae (Lepidoptera) (Sharkov et al. 2003) dan

b c d

Gambar

gambaran keanekaragaman parasitoid. Hasil penelitian juga dapat digunakan
Gambar 2  Peta persebaran blok di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII afdeling I
Tabel 2  Kelimpahan jumlah morfospesies dan jumlah individu pada setiap famili
Gambar 3  Spesies yang mendominasi Famili Braconidae, (a) komposisi spesies,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat dirumuskan bahwa pengertian pendidikan kesehatan adalah upaya untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat agar melaksanakan perilaku hidup

Menurut nashr al-din al- thusi, rida adalah tidak merasa kecewa, baik secara lahiriah maupun batiniah, dan baik hati, perkataan maupun perbuatan, atas segala yang terjadi dalam

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk melengkapi syarat pendaftaran Ujian Meja Hijau Tugas Akhir Mahasiswa bersangkutan di Departemen Matematika FMIPA USU

Salah satu perhitungan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan adalah metode servqual. Metode ini termasuk salah satu cara dimana responden diminta untuk

Dikarenakan hal tersebut, maka diperlukannya suatu penelitian yang dapat melihat tingat kesadaran dan pemahaman para pengguna teknologi khususnya kalangan Mahasiswa FTK UIN

Daftar Kuesioner penelitian Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan terhadap Kejadian Gingivitis pada Anak Kelas 5 dan 6 di SDN 05 Surau Gadang Kecamatan Naggalo Padang. Dummy

Selanjutnya jika dilihat pada kanaikan konsentrasi perekat kanji dari 4% menjadi 7% terlihat adanya kenaikan nilai kalor beriket, dimana pada gaya tekan 2 tonf

temuan pada tikus putih jantan dengan pemberian ekstrak air (seduhan) akar pasak bumi, antara lain (1) terjadi peningkatan kadar testosteron serum yang