• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO

(

Andrographis paniculata

Nee

s

) DENGAN PELARUT ETANOL

DOSIS BERTINGKAT, DIBERIKAN SEBELUM DAN

SESUDAH INFEKSI

Eimeria tenella

TERHADAP PRODUKSI

OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN

B04103022

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

BOI MANGAPUL NABABAN. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol dosis bertingkat yang diberikan sebelum dan sesudah infeksi Eimeria tenella terhadap produksi ookista pada tinja ayam. Penelitian menggunakan ayam pedaging umur satu hari sebanyak 210 ekor yang dibagi menjadi tujuh kelompok perlakuan (masing-masing berjumlah 30 ekor) yaitu: kelompok perlakuan kontrol negatif (KN), kelompok perlakuan kontrol positif (KP), kelompok perlakuan kontrol sambiloto (KSb), kelompok perlakuan kontrol obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb (KO), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis rendah (E4), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis sedang (E5), dan kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis tinggi (E6). Pengambilan tinja dilakukan mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi dari semua kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dan obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dapat mengurangi jumlah produksi ookista per gram tinja. Pemberian ekstrak sambiloto memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb pada hari ke-14, 16, 18, dan 19 setelah infeksi dalam menghambat produksi ookista. Ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pelarut etanol dosis tinggi (E6) lebih efektif dibandingkan dengan pelarut etanol dosis sedang (E5), dan dosis rendah (E4).

(3)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO

(

Andrographis paniculata

Nee

s

) DENGAN PELARUT ETANOL

DOSIS BERTINGKAT DIBERIKAN SEBELUM DAN

SESUDAH INFEKSI

Eimeria tenella

TERHADAP PRODUKSI

OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN

B04103022

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam

Nama : Boi Mangapul Nababan

NRP : B 04103022

Menyetujui :

Pembimbing

Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, MS (NIP. 131124821)

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS (NIP.131129090)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul: " Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam", dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MSi., sebagai dosen pembimbing yang telah begitu banyak mencurahkan segala waktu dan pikirannya serta saran-saran dalam membimbing penulis hingga skripsi ini selesai.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta, O. Nababan, S. Manalu dan Kel.Tulang Karl Benedictus, Kel.Tante Kont, Kel.Om Yul, Oma, Kel.Tulang Lasti, Op.Boru, Op.Doli(†), serta saudara-saudaraku (Ida, Dorma, Monang, Sabar) yang telah memberikan kasih sayang, dorongan baik spiritual maupun material dan perhatian yang sangat besar serta turut mendoakan penulis

2. Ibu Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MSi sebagai dosen penguji dalam sidang dan Ibu Dr. Drh. Tutuk Astiawati sebagai dosen penilai dalam seminar yang telah banyak memberikan tuntunan moral, nasehat, saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Drh. Denni Widya Lukman, Msc sebagai moderator dalam seminar yang telah memberikan bantuan, arahan dan dukungan selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai.

4. Staf Laboratorium Protozoologi Pak Komar, Pak Saryo, Ibu Nani yang bersedia menyempatkan waktunya dalam membantu dan memberikan semangat selama melakukan penelitian.

(6)

dan Mbak Nilam atas bantuan, semangat, dorongan, kerja sama dan kebersamaan kita.

6. Keluarga Besar Alamanda (Bang Marten, Bang Shane, Mas Afif, Bony, Desman, Dungdang, Fredy, Hotman, Vico, Pino, Tinton, Khulfi, Nani, Ika, Delon, Ester, Melincah, Jenny), dan penghuni Sengkedo (Bang Tito, Iseng, Icho (cup kita!), Ahonk, Aconk, Gede, Eko, Togu) atas segala kerjasama dan kebersamaan kita.

7. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat dituliskan satu per satu.

Akhirnya penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, 15 September 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1984 di Simamora, Provinsi Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan O. Nababan dan S. Manalu. Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Simamora. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi pada SLTP N 1 Parmonangan dan pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU N 1 Pagaran, dan masuk IPB pada Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung dengan Himpro Ornitologi dan Unggas FKH-IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis menyusun skripsi dengan

judul ”Pengaruh pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada tinja ayam”, dibawah bimbingan Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, Msi.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Eimeria tenella ... 4

Klasifikasi ... 4

Struktur dan Morfologi ... 4

Siklus Hidup ... 6

Patogenesa ... 10

Gejala Klinis ... 11

Pengendalian... 13

Manajemen Peternakan ... 14

Sanitasi ... 14

Kebersihan Lantai Kandang ... 14

Pemberian Pakan Alami ... 15

Pemberian Vaksin ... 15

Pengobatan ... 15

Pemberian Koksidiostat ... 15

Pencegahan ... 17

Pakan Tambahan ... 18

Tanaman Obat ... 18

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) ... 21

Klasifikasi ... 21

Morfologi ... 21

(9)

Kandungan ... 23

Khasiat ... 25

BAB III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

Alat dan Bahan ... 27

Metode... 27

Persiapan Kandang ... 27

Pengelompokan Ayam... 27

Perlakuan pada Ayam ... 28

Pengambilan Tinja ... 28

Pemeriksaan dan Penghitungan Ookista ... 29

Analisis Data ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ookista Eimeria tenella ... 31

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1. Spesies Eimeria yang penting pada ayam ... 13

2. Obat anticocicdia yang sering digunakan ... 17

3. Rata-rata produksi ookista per gram tinja ... 31

(11)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO

(

Andrographis paniculata

Nee

s

) DENGAN PELARUT ETANOL

DOSIS BERTINGKAT, DIBERIKAN SEBELUM DAN

SESUDAH INFEKSI

Eimeria tenella

TERHADAP PRODUKSI

OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN

B04103022

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRAK

BOI MANGAPUL NABABAN. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut etanol dosis bertingkat yang diberikan sebelum dan sesudah infeksi Eimeria tenella terhadap produksi ookista pada tinja ayam. Penelitian menggunakan ayam pedaging umur satu hari sebanyak 210 ekor yang dibagi menjadi tujuh kelompok perlakuan (masing-masing berjumlah 30 ekor) yaitu: kelompok perlakuan kontrol negatif (KN), kelompok perlakuan kontrol positif (KP), kelompok perlakuan kontrol sambiloto (KSb), kelompok perlakuan kontrol obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb (KO), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis rendah (E4), kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis sedang (E5), dan kelompok perlakuan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis tinggi (E6). Pengambilan tinja dilakukan mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi dari semua kelompok perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dan obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dapat mengurangi jumlah produksi ookista per gram tinja. Pemberian ekstrak sambiloto memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb pada hari ke-14, 16, 18, dan 19 setelah infeksi dalam menghambat produksi ookista. Ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pelarut etanol dosis tinggi (E6) lebih efektif dibandingkan dengan pelarut etanol dosis sedang (E5), dan dosis rendah (E4).

(13)

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK SAMBILOTO

(

Andrographis paniculata

Nee

s

) DENGAN PELARUT ETANOL

DOSIS BERTINGKAT DIBERIKAN SEBELUM DAN

SESUDAH INFEKSI

Eimeria tenella

TERHADAP PRODUKSI

OOKISTA PADA TINJA AYAM

BOI MANGAPUL NABABAN

B04103022

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

Judul Penelitian : Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam

Nama : Boi Mangapul Nababan

NRP : B 04103022

Menyetujui :

Pembimbing

Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, MS (NIP. 131124821)

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Dr.drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS (NIP.131129090)

(15)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah dengan judul: " Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam", dapat diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. drh. Umi Cahyaningsih, MSi., sebagai dosen pembimbing yang telah begitu banyak mencurahkan segala waktu dan pikirannya serta saran-saran dalam membimbing penulis hingga skripsi ini selesai.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tuaku tercinta, O. Nababan, S. Manalu dan Kel.Tulang Karl Benedictus, Kel.Tante Kont, Kel.Om Yul, Oma, Kel.Tulang Lasti, Op.Boru, Op.Doli(†), serta saudara-saudaraku (Ida, Dorma, Monang, Sabar) yang telah memberikan kasih sayang, dorongan baik spiritual maupun material dan perhatian yang sangat besar serta turut mendoakan penulis

2. Ibu Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MSi sebagai dosen penguji dalam sidang dan Ibu Dr. Drh. Tutuk Astiawati sebagai dosen penilai dalam seminar yang telah banyak memberikan tuntunan moral, nasehat, saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Drh. Denni Widya Lukman, Msc sebagai moderator dalam seminar yang telah memberikan bantuan, arahan dan dukungan selama penelitian sampai penulisan skripsi ini selesai.

4. Staf Laboratorium Protozoologi Pak Komar, Pak Saryo, Ibu Nani yang bersedia menyempatkan waktunya dalam membantu dan memberikan semangat selama melakukan penelitian.

(16)

dan Mbak Nilam atas bantuan, semangat, dorongan, kerja sama dan kebersamaan kita.

6. Keluarga Besar Alamanda (Bang Marten, Bang Shane, Mas Afif, Bony, Desman, Dungdang, Fredy, Hotman, Vico, Pino, Tinton, Khulfi, Nani, Ika, Delon, Ester, Melincah, Jenny), dan penghuni Sengkedo (Bang Tito, Iseng, Icho (cup kita!), Ahonk, Aconk, Gede, Eko, Togu) atas segala kerjasama dan kebersamaan kita.

7. Semua pihak yang telah banyak membantu namun tidak dapat dituliskan satu per satu.

Akhirnya penulis tetap menyadari bahwa karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, 15 September 2008

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Maret 1984 di Simamora, Provinsi Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan O. Nababan dan S. Manalu. Pada tahun 1997 penulis lulus dari SD Simamora. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi pada SLTP N 1 Parmonangan dan pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU N 1 Pagaran, dan masuk IPB pada Fakultas Kedokteran Hewan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung dengan Himpro Ornitologi dan Unggas FKH-IPB.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB, penulis menyusun skripsi dengan

judul ”Pengaruh pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada tinja ayam”, dibawah bimbingan Dr. Drh. Umi Cahyaningsih, Msi.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Eimeria tenella ... 4

Klasifikasi ... 4

Struktur dan Morfologi ... 4

Siklus Hidup ... 6

Patogenesa ... 10

Gejala Klinis ... 11

Pengendalian... 13

Manajemen Peternakan ... 14

Sanitasi ... 14

Kebersihan Lantai Kandang ... 14

Pemberian Pakan Alami ... 15

Pemberian Vaksin ... 15

Pengobatan ... 15

Pemberian Koksidiostat ... 15

Pencegahan ... 17

Pakan Tambahan ... 18

Tanaman Obat ... 18

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) ... 21

Klasifikasi ... 21

Morfologi ... 21

(19)

Kandungan ... 23

Khasiat ... 25

BAB III. METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

Alat dan Bahan ... 27

Metode... 27

Persiapan Kandang ... 27

Pengelompokan Ayam... 27

Perlakuan pada Ayam ... 28

Pengambilan Tinja ... 28

Pemeriksaan dan Penghitungan Ookista ... 29

Analisis Data ... 30

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Ookista Eimeria tenella ... 31

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

BAB VI. DAFTAR PUSTAKA ... 38

(20)

DAFTAR TABEL

No.

Halaman

1. Spesies Eimeria yang penting pada ayam ... 13

2. Obat anticocicdia yang sering digunakan ... 17

3. Rata-rata produksi ookista per gram tinja ... 31

(21)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Struktur Ookista Eimeria sp ... 5

2. Siklus hidup Eimeria tenella ... 7

3. Ayam yang terserang koksidiosis... 12

4. Struktur obat anticoccidia ... 16

5. Tanaman dan biji sambiloto ... 22

6. Struktur kimia bahan aktif sambiloto ... 24

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Produksi ookista hari ke-4 sampai hari ke-22 ... 43 2. Analisis data dengan ANOVA antara hari, perlakuan, dan ulangan ... 44 3. Analisis data lanjutan dengan metode Duncan,

antara hari, perlakuan, dan ulangan... 48 4. Analisis data dengan ANOVA antara HP (hari-perlakuan)

dan ulangan ... 50 5. Analisis data lanjutan dengan metode Duncan

(23)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan yang sedang maupun yang akan dilaksanakan ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Taraf hidup dan kesejahteraan dapat digambarkan oleh masyarakat yang sehat, produktif, dan kreatif. Peningkatan taraf hidup dapat diwujudkan dari berbagai segi, salah satu diantaranya adalah dari segi peningkatan jumlah dan mutu bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Usaha peningkatan jumlah dan mutu bahan makanan harus memperhatikan zat-zat yang terkandung di dalam bahan makanan yang akan dikonsumsi. Zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat-zat makanan ini dapat diperoleh dari bahan makanan nabati maupun hewani. Bahan makanan hewani lebih baik mutunya, baik jumlah maupun keseimbangan kandungan zat-zat makanannya terutama mutu proteinnya (Almatsier 2003).

Untuk menyediakan pangan asal hewani yang cukup, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya menjadi salah satu tugas dan tanggung jawab para peternak dan para dokter hewan yang ada di Indonesia, sehingga kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dapat tercukupi dengan harga yang terjangkau. Disamping itu juga dapat menciptakan peluang dan lapangan kerja dibidang peternakan yang diharapkan mampu meningkatkan pendapatan pada sektor peternakan terutama untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(24)

pengendalian penyakit pada unggas. Berbagai macam penyakit yang menyerang ternak unggas dapat disebabkan oleh virus, bakteri, maupun oleh parasit. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit dan berada dalam urutan teratas adalah koksidiosis pada ayam.

Koksidiosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit pada unggas yang diakibatkan oleh protozoa dari genus Eimeria. Terdapat tujuh spesies Eimeria yang penting pada ayam (Shirley dan Long 1990), tetapi Eimeria tenella (Railliet dan Lucet 1981 dalam Levine 1985) merupakan spesies yang paling penting dilihat dari segi ekonomi, karena hampir sebagian besar penyakit koksidiosis ini disebabkan oleh Eimeria tenella. Penyakit ini penting secara ekonomi karena dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi masyarakat peternak akibat terhambatnya pertumbuhan, penurunan berat badan, kualitas karkas yang rendah, dan penurunan produksi telur pada ayam petelur. Kerugian peternak sebagian besar diakibatkan oleh pertumbuhan unggas yang terhambat karena penanganan yang kurang baik pada unggas usia muda. Penyakit ini menyerang ayam muda yang berumur 2-3 minggu dengan cara menyerang saluran pencernaan. Tetapi tidak menutup kemungkinan ayam usia tua juga dapat terserang namun secara umum sudah lebih tahan, karena telah mendapatkan kekebalan/imunitas dari infeksi sebelumnya (Soulsby 1982).

Eimeria tenella menginfeksi unggas dengan cara menyerang dan merusak epitel sekum, sehingga munculnya gejala diare berdarah pada unggas mengindikasikan unggas tersebut terserang koksidiosis. Derajat keparahan pada unggas yang terserang koksidiosis salah satunya dapat dideteksi dari keberadaan ookista pada tinja ayam. Ookista yang terdapat pada tinja dapat dengan mudah menyebar disekitar kandang dan menyebabkan infeksi terhadap ayam lain serta mempunyai potensi reproduksi yang tinggi sehingga sangat sulit untuk membebaskan ayam dari penyakit koksidiosis.

(25)

sulfakloropirazin, sulfanitran, sulfadimetoksalin, amprolium dan sulfonamid. Namun upaya yang dilakukan untuk terus membuat atau menciptakan anticoccidia baru menemui kendala dalam hal penggunaannya. Pemberian dosis yang kurang tepat dan pemberian yang terus menerus akan mengakibatkan galur ayam yang resisten terhadap obat dan residu pada ayam serta mahalnya biaya pengobatan. Kendala ini harus cepat diatasi dengan cara melakukan beberapa penelitian yang bertujuan untuk mencari atau mencoba alternatif lain sebagai pengganti anticoccidia tersebut. Salah satunya dengan penggunaan tanaman obat yang biasa digunakan pada manusia.

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan tanaman yang sering digunakan untuk obat. Sambiloto bukan tumbuhan asli Indonesia, diduga berasal dari India. Di India, sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati penyakit diare dan malaria. Kandungan andrografolid didalamnya mampu meningkatkan fungsi sistem pertahanan tubuh seperti sel darah putih untuk menyerang bakteri dan benda asing lainnya (imunomodulator), flavonoid sebagai antiinflamasi, dan tanin sebagai antidiare (Anonim 2004). Menurut Sastrapradja. (1978) tanaman sambiloto memiliki sifat antipiretik (penurun demam), analgesik (penghilang rasa sakit), menghilangkan panas dalam, detoksikan, anti radang dan detumescent (mengecilkan pembengkakan).

Pengembangan tanaman sambiloto sebagai obat anticoccidia sangat perlu dilakukan dalam upaya mendapatkan obat anticoccidia yang tidak menimbulkan efek resistensi, harganya relatif murah, mudah didapatkan, tidak meninggalkan residu, dan aman bagi kesehatan ternak dan manusia yang mengkonsumsi produk asal unggas.

Tujuan Penelitian

(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Eimeria tenella

Klasifikasi

Menurut Levine (1985), Eimeria tenella diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Protista

Sub kingdom : Protozoa

Filum : Apicomplexa

Kelas : Sporozoa

Ordo : Eucocidiorida Sub ordo : Eimeriorina Famili : Eimeridae

Genus : Eimeria

Spesies : Eimeria tenella

Struktur dan Morfologi

Dari beberapa spesies coccidia, Eimeria tenella merupakan spesies yang paling patogen pada unggas peliharaan. Distribusinya meluas hampir di seluruh dunia, dan spesies ini mengalami tahap perkembangan di dalam sekum. Ookista Eimeria sp dapat diidentifikasi melalui karakteristik morfologi berdasarkan panjang dan lebar, indeks, bentuk dan warna, granul yang retraktil, ada tidaknya mikrofil (residium), dan ada tidaknya residu (Levine 1985). Ookista E. tenella bentuknya ovoid (bulat seperti telur) dengan dindingnya dilapisi oleh selaput yang terdiri dari dua lapis yaitu lapisan luar, dan lapisan dalam dinding ookista.

(27)

untuk meperlihatkan ciri bahwa ookistanya bipolar (Doens-juteau dan Senaud 1974 dalam Mouafo et al. 2000).

Ukuran ookista mempunyai panjang: 14,2 μm - 31 μm dengan rata-rata 22,9

μm, dan lebar: 9,5μm - 24,8 μm dengan rata-rata 19,6 μm (Levine 1985).

Gambar 1 Ookista Eimeria sp yang bersporulasi. (Levine, 1985)

Waktu yang diperlukan untuk menjadi ookista bersporulasi adalah 18 jam pada

suhu 29˚C, 21 jam pada suhu 26˚C - 28 ˚C, 24 jam pada suhu 20˚C - 24 ˚C, dan 24-40 jam pada suhu ruangan (suhu kamar). Sedangkan pada suhu di bawah 8 ˚C tidak terjadi sporulasi (Levine 1985). Ookista mempunyai empat sporokista, masing-masing sporokista berisi dua sporozoit yang terdapat di dalam ookista. Sporokista mempunyai kenop yaitu benda stieda yang terdapat pada salah-satu ujungnya dan benda substieda dibawahnya. Sporozoit yang berada di dalam sporokista bentuknya memanjang dengan satu ujungnya membulat dan ujung yang lain (ujung anterior) meruncing, mirip seperti sosis. Di dalam sporozoit terdapat bulatan-bulatan kecil yang terang bersifat seperti protein yang disebut benda-benda refraktil, dan bulatan-bulatan kecil eosinofilik yang fungsinya belum jelas diketahui (Levine 1985).

(28)

yang tersimpan sebagai benda kecil dalam bentuk amilopektin dengan panjang rantainya kira-kira 20 residu glukosa (Levine 1985). Masing-masing sporozoit ditutupi oleh suatu pelikle yang terdiri dari selaput pembatas luar yang kontiniu (tidak terputus) dan selaput dalam yang berakhir pada cincin polar. Kedua selaput tersebut masing-masing memiliki 22-26 mikrotubule subpelikuler yaitu suatu konoid yang terdiri dari mikrotubule-mikrotubule yang tersusun seperti bentuk spiral, satu atau dua cincin di anterior konoid, satu cincin polar, inti dengan atau tanpa nukleus, rhopthris, mikronema-mikronema, bulatan-bulatan kecil terang, RE, alat golgi, mitokondria dengan kristal tubular, mikropore-mikropore, benda-benda seperti lipoid, benda-benda-benda-benda oval polisakkarida (amylopektin), dan ribosom-ribosom.

Siklus Hidup

Eimeria tenella mengalami perkembangan siklus hidup secara lengkap di dalam dan di luar tubuh induk semangnya, atau disebut dengan stadium endogenous dan stadium eksogenous. Stadium endogenous terjadi di dalam tubuh induk semang meliputi tahap seksual (gametogoni) dan tahap aseksual (merogoni/skizogoni). Stadium eksogenous terjadi di luar tubuh induk semang meliputi sporogoni yang merupakan stadium pembentukan spora (Levine 1985).

(29)

pakan dan air minum sehingga termakan oleh ayam. Ookista yang sudah berada disaluran pencernaan ayam akan mengalami proses ekskistasi akibat pengaruh keberadaan enzim pencernaan misalnya, garam empedu, dan enzim tripsin (Ikeda 1960 dalam Soulsby 1982). Di dalam usus halus ookista akan pecah dan mengeluarkan sporokista, kemudian sporokista akan mengeluarkan sporozoit-sporozoit dan masuk ke dalam sel-sel epitel usus. Sporozoit yang berada di sel-sel epitel usus akan berkembang menjadi meron generasi I.

Gambar 2 Siklus hidup Eimeria tenella. (Fanatico, 2006)

Keterangan: A. Sporokista akan bebas dan terpapar oleh enzim (tripsin). B. Sporozoit yang dihasilkan kemudian dibebaskan, sporozoit ini dikarakteristikkan dengan tipe organelnya. 1. Sporozoit-sporozoit bergerak secara aktif dan memasuki sel epitel untuk perkembangannya. 2. Pertama di intraseluler, sporozoit akan membulat dan berkembang menjadi skizon generasi pertama. 3. Bentuk merozoit akan mengambil tempat bersama skizon. 4. Dengan cara merusak sel inang, merozoit yang dilepaskan akan menginfeksi sel epitel baru. 5. Kemudian berkembang menjadi skizon generasi kedua. Merozoit generasi ini berbeda dalam ukuran dan jumlahnya. 6. Merozoit generasi kedua yang dilepaskan akan berkembang menjadi skizon generasi ketiga. 7. Jantan yang disebut mikrogamet. 8. Betina yang disebut makrogamet. 9 dan 10. Proses fertilisasi, mikrogamet memasuki makrogamet secara aktif membentuk zigot intraseluler. 11. Zigot berubah menjadi ookista yang merusak sel inang, dan ookista akan keluar bersama tinja. 12. Sporulasi akan terjadi ditempat yang hangat dan lembab.

(30)

sehingga memungkinkan untuk setiap meron akan membentuk kira-kira 900 merozoit generasi I dengan panjang kira-kira 2-4 μm. Meront berasal dari kata yunani yaitu meros yang berarti suatu bagian. Kira-kira 2,5-3 hari setelah infeksi merozoit generasi pertama sudah berada di lumen sekum dan akan menyebabkan kerusakan pada sel induk semang. Merozoit generasi pertama yang masih bertahan hidup akan masuk ke dalam sel epitel sekum yang baru untuk menginisiasi berkembangnya merozoit generasi II. Merozoit generasi I ini tumbuh dan membelah menjadi 200-350 merozoit generasi II yang terletak di atas inti sel induk semang dengan panjang sekitar 16 µ, dan ditemukan lima hari setelah inokulasi.

Beberapa merozoit generasi II masuk ke dalam sel-sel epitel usus yang baru, tumbuh dan berkembang membentuk meron-meron generasi III yang letaknya di bawah inti sel induk semang dengan menghasilkan 4-30 meron dengan panjang 7

μm. Sisa merozoit generai II akan ditelan dan dicerna oleh makrofag (Levine 1985). Merozoit-merozoit generasi III masuk ke dalam sel epitel sekum yang baru dari induk semang dan memulai fase seksual yang dikenal sebagai gametogoni (levine 1985). Merozoit akan berubah menjadi makrogamet (gamet betina) dan mikrogamet (gamet jantan) yang terletak di bawah inti sel. Mikrogametosit menghasilkan banyak mikrogamet yang berflagella, motil, dan bermigrasi ke makrogamet, sedangkan makrogametosit akan berkembang menjadi satu makrogamet. Melalui penguncupan, mikrogamet berflagella ini melepaskan diri dari mikrogametosit, membuahi makrogamet dan terbentuklah zigot. Zigot lalu mengelilingi dirinya sendiri dengan sebuah dinding yang tebal dan menjadi ookista muda yang terjadi pada hari keenam setelah infeksi. Ookista-ookista kemudian keluar dari sel-sel induk semang, masuk ke dalam rongga usus dan keluar bersama tinja. Jika tidak terjadi reinfeksi, infeksi-infeksi coccidia bersifat membatasi diri (self-limiting).

(31)

sekum untuk beberapa hari sebelum isi sekum dikeluarkan. Jumlah ookista-ookista yang dihasilkan di dalam tinja ayam untuk setiap ookista-ookista yang dimakan, tergantung kepada jumlah generasi merozoit dan jumlah merozoit pada setiap generasi, dosis infeksi, sistim imun induk semang, dan umur induk semang (Tampuboon 1996). Satu ookista Eimeria tenella berisi delapan sporozoit dan secara teori dapat menghasilkan 2,52 juta merozoit-merozoit generasi II (8 x 900 x 350), masing-masing merozoit dapat berkembang menjadi makrogamet atau mikrogamet. Akan tetapi jumlah ookista yang benar-benar dihasilkan oleh setiap ookista yang dimakan akan sangat lebih rendah dari yang dihasilkan secara teoritis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, kekebalan, dan dosis infeksi sangat berpengaruh terhadap kemampuan produksi ookista.

Menurut (Hall 1934 dalam Levine 1985) makin besar dosis infeksi, makin sedikit jumlah ookista yang dihasilkan oleh tiap ookista yang dimakan, dan jika dosis infeksi terlalu kecil jumlah ookista yang dihasilkan juga relatif sedikit. Jumlah ookista yang dihasilkan jika dosis infeksinya enam ookista adalah 1.455.000, jika dosis infeksinya 150 ookista menghasilkan 1.029.666 ookista, jika dosis infeksinya adalah 2000 ookista, menghasilkan 144.150 ookista, dan jika dosis infeksinya adalah satu ookista menghasilkan 62.000 ookista, (Hall 1934 dalam Levine 1985).

(32)

semang, serta terperangkapnya merozoit-merozoit di dalam reruntuhan sel (Levine 1985).

Patogenesa E. tenella

Eimeria tenella merupakan salah satu spesies dari coccidia yang paling patogen terutama pada unggas, hal ini dibuktikan dengan percobaan yang dilakukan dengan menginokulasikan 100 ribu ookista yang bersporulasi pada ayam sudah dapat menyebabkan kesakitan, kematian, dan penurunan berat badan yang sangat drastis. Inokulasi dengan 1000-3000 ookista cukup untuk menyebabkan diare berdarah pada tinja dan gangguan lain yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar akibat dari infeksi. Patogenisitasnya dapat menyebabkan hewan mati dengan sangat cepat dan bahkan reaksi yang ditimbulkan pada saat infeksi tidak kelihatan. Menurut Levine (1985), patogenitas koksidiosis disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: jumlah sel induk semang yang rusak, besarnya dosis infeksi ookista, patogenitas galur koksidia, ras, umur ayam, status gizi, stress, lokasi parasit di dalam jaringan, atau di dalam sel induk semang, derajat dan waktu reinfeksi serta derajat imunitas yang diperoleh atau imunitas alami induk semang.

Koksidiosis yang disebabkan oleh Eimeria tenella pada umumnya terjadi pada ayam usia muda dengan umur kira-kira 3-4 minggu. Unggas dengan umur 1-2 minggu cenderung lebih tahan (Gardiner 1955 dalam Soulsby 1982). Akan tetapi anak ayam umur satu hari dapat juga terinfeksi (Soulsby 1982). Kemungkinan untuk menginfeksi ayam dengan usia tua juga dapat terjadi tetapi secara umum sudah lebih tahan karena sudah mendapat kekebalan dari infeksi sebelumnya. Infeksi terjadi pada saat ayam memakan ookista yang bersporulasi. Infeksi didapat dari pakan yang terkontaminasi, air minum, ookista yang ada dalam lantai, dari debu yang berterbangan, pakaian kandang, sepatu kandang, hewan lain dan manusia.

(33)

patogenik (Levine 1985). Hewan yang sembuh dari infeksi akan membentuk imunitas terhadap spesies yang menginfeksi, akan tetapi imunitas ini tidak selamanya dapat bertahan sehingga memungkinkan terjadinya reinfeksi (infeksi kembali) yang menyebabkan terjadinya infeksi ringan yang tidak merusak jaringan induk semang melainkan dapat menjadi sumber infeksi untuk hewan muda.

Gejala Klinis

Gejala klinis umumnya muncul ketika terjadi infeksi yang sangat parah yang terjadi dalam waktu yang sangat pendek. Penelitian yang dilakukan oleh Gardiner (1955) terhadap jumlah ookista yang dibutuhkan untuk dapat menimbulkan gejala klinis pada ayam yang diinfeksi Eimeria tenella menyatakan bahwa, infeksi dengan 200 ribu ookista pada ayam umur 1-2 minggu dapat menyebabkan kematian, infeksi dengan 50-100 ribu ookista pada burung umur beberapa minggu sudah dapat menyebabkan kematian. Infeksi dapat menyebabkan terjadinya diare. Diare yang ditimbulkan oleh Eimeria tenella bisa ditandai dengan ada atau tidaknya darah dalam tinja tergantung dari hebatnya infeksi yang terjadi (Levine 1985).

(34)
[image:34.595.123.503.83.509.2]

Gambar 3 Ayam yang terserang koksidiosis. (Fanatico, 2006)

Menurut Soulsby (1982) gangguan umum yang terlihat setelah infeksi terjadi sekitar 72 jam adalah: Ayam lesu, nafsu makan menurun atau bahkan berhenti makan, ayam bergerombol, berat badan menurun, nafsu minum meningkat, nafsu makan menurun, bulu kusam dan pucat. Hari keempat setelah infeksi ayam mulai mengeluarkan tinja yang disertai darah, hari kelima sampai hari keenam setelah infeksi terjadi perdarahan hebat. Hari kedelapan sampai hari kesembilan setelah infeksi ayam biasanya akan mati dan apabila masih bertahan hidup akan mengalami tahap persembuhan.

(35)

dilapisan dalam lamina propria yang merupakan tahap yang paling patogen karena dapat menyebabkan kerusakan mukosa, akibat skizon dewasa mengeluarkan merozoit (Calnek et al. 1997). Kematian ini disebabkan karena ayam kehilangan darah dalam jumlah yang besar.

Tabel 1 Beberapa spesies Eimeria yang penting pada ayam (Permin et al. dalam Dakpogan et al. 2005)

Spesies Habitat Sifat kerusakan WMS WMPP Gejala

klinis

E. brunetti Posterior usus

halus

Enteritis berdarah,

nekrosis mukosa

120 18 Diare

berdarah

E. necatrix Usus halus Usus seperti balon,

adanya titik-titik

putih, hemoragi

petekhi pada mukosa

usus

138 18 Dehidrasi

E. tenella Sekum Perdarahan didalam

lumen, penebalan

mukosa, terdapat

sel-sel darah yang

sudah membeku

115 18 Anemia

E.acervulina Posterior usus

halus

Penebalan dinding

usus

97 17 Penurunan

berat badan

E. maxima Usus halus Penebalan dinding

usus, eksudasi

mukoid, dan

hemoragi petekhi

121 30 Hilang

nafsu

makan dan

minum

Keterangan:

WMS : waktu minimum untuk bersporulasi WMPP : waktu minimum untuk periode prepaten

Pengendalian

[image:35.595.112.514.196.615.2]
(36)

Manajemen Peternakan

Manajemen peternakan sangat berperan dalam mencegah terjadinya penyebaran koksidiosis pada unggas terutama sebelum adanya penggunaan koksidiostat. Hal ini disebabkan oleh sifat ookista coccidia yang mudah menyebar dan dapat ditemukan dimana-mana di sekitar kandang, serta potensi reproduksinya yang sangat tinggi, sehingga sangat sulit untuk membebaskan unggas dari serangan koksidiosis. Manajemen peternakan yang baik dapat dilakukan dengan memperhatikan terhadap, ketersediaan pakan dan minum yang cukup, sistem perkandangan, ventilasi yang baik, kepadatan kandang, manajemen pemeliharaan, lokasi tempat pemeliharaan, serta kebersihan tempat pakan, minum, dan lantai kandang.

Sanitasi

Penggunaan desinfektan yang tidak efektif untuk membunuh coccidia menyebabkan pengendaliannya difokuskan untuk mencegah penyebaran ookista dengan menjaga kebersihan, dan sanitasi. Sanitasi kandang dapat dijaga dengan beberapa cara misalnya menempatkan tempat pakan dan minum lebih tinggi dari lantai, membersihkan tempat pakan dan minum sesering mungkin, memisahkan ayam tua dari ayam muda /anak ayam, serta mengganti alas lantai yang lama dengan menambahkan alas lantai (sekam) yang baru.

Kebersihan Lantai Kandang

(37)

Pemberian Pakan Alami

Untuk meningkatkan kekebalan dan kesehatan ternaknya beberapa peternak melakukannya dengan cara memberikan makanan alami pada ternaknya misalnya memberikan susu mentah, yogurt (susu fermentasi), air perasan apel (sari buah apel), juga probiotik lainnya, yang dipercaya bahwa mikroba yang terkandung didalamnya dapat mencegah/ melawan koksidiosis (Fanatico 2006). Selain itu bakteri dan mikroorganisme yang terdapat di dalam probiotik berfungsi meningkatkan kesehatan saluran cerna sehingga membantu mengurangi dampak yang disebabkan oleh infeksi coccidia.

Pemberian Vaksin

Penanganan koksidiosis dengan melakukan vaksinasi merupakan hal yang sangat penting karena kontrol dengan cara meningkatkan sistem kekebalan ini diakui sebagai cara praktis untuk pengendalian terhadap koksidiosis dalam peternakan skala besar (Chapman 2000). Jenis vaksin yang digunakan dapat berupa vaksin yang sudah dimatikan (Attenuate Vaccine), dan vaksin hidup yang hanya dilemahkan (Nonattenuate Vaccine). Beberapa vaksin hidup yang biasa digunakan misalnya coccivac, immucox, dan advent. Sedangkan jenis vaksin yang sudah dimatikan misalnya paraecox, livacox, dan viracox. Vaksinasi dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya disemprotkan langsung ke ayam (Spray cabinet), dalam bentuk gel yang dapat dimakan (tablet gel), dicampur ke dalam pakan, dan bentuk cair yang dimasukkan ke dalam air minum. Pemberian vaksin lebih disukai para peternak dari pada pemberian obat anticoccidia (koksidiostat) karena harganya yang lebih murah, dan penggunaanya lebih aman. Cara kerja vaksin yaitu dengan mempengaruhi siklus hidup parasit sehingga menghambat siklus hidup dan menurunkan kemampuan reproduksi dari coccidia.

Pengobatan

Pemberian Koksidiostat

(38)

amprolium, nitrofurazon, sodium arsanilat, quinolon, ionophor, golongan sulfa seperti: sulfaquinoxalin, sulfadimethoxalin, sulfanatran, sulfakloropirazin, dan mitramid, serta obat-obatan lainya seperti nicarb (micarbizon), dan clinicox. Penambahan vitamin A dan K pada makanan atau air minum dapat mengurangi mortalitas dan mempercepat persembuhan. Golongan obat sulfa mempunyai zat aktif berupa para-amino benzene-sulfonamid (PABS).

Sulfachloropyrazine Sulfaquinoxaline

[image:38.595.141.478.224.476.2]

Sulfadimethoxine Sulfadimidine

Gambar 4 Struktur kimia obat anticoccidia golongan sulfonamid (Williams, 2003)

(39)

Sulfaquinoksalin digunakan untuk stadium merozoit generasi II dari siklus hidup Eimeria tenella dan Eimeria necatrix, terutama menyebabkan degenerasi pada stadium aseksual (Tampubolon 1996). Dosis sulfaquinoksalin yang dianjurkan untuk ayam melalui air minum adalah 0,025% - 0,033% untuk pencegahan, dan 0,043% untuk pengobatan. Pemakaian dosis yang lebih tinggi, pemberian yang tidak teratur dalam periode waktu yang lama akan menimbulkan tanda-tanda keracunan dan terhambatnya pertumbuhan ayam serta dapat menimbulkan adanya galur coccidia yang resisten terhadap obat (Soulsby 1982).

[image:39.595.115.504.423.639.2]

Namun pemberian anticoccidia yang terus-menerus dengan dosis yang tidak tepat dapat menimbulkan resistensi terhadap obat itu sendiri. Menurut Retno et al. (1998) pemberian obat anticoccidia dilakukan pada waktu-waktu tertentu, hal ini bertujuan untuk memutus siklus hidup Eimeria dan memberi kesempatan pada ayam untuk membentuk kekebalan. Pemberian obat sulfa yang melebihi dosis dapat mengganggu produksi telur pada ayam petelur dan dapat menimbulkan residu pada daging dan telur ayam.

Tabel 2 Obat anticoccidia yang sering digunakan (Williams 2003)

Kelas Nama Bekerja pada stadium

siklus hidup

Ionophor Monensin, Lasalocid, Narasin,

Maduramicin, Semduramicin

Trophozoit / sporozoit

Sulphonamid Sulphaquinoxalin Skizon generasi II

Quinolon Decoquinat Sporozoit

Pyridon Clopidol Sporozoit

Thiamin Amprolium, Halofuginon Stadium aseksual, skizon

generasi I

Guanidin Robenidin, Nicarbazin, Diclazuril,

dan Toltrazuril

Semua stadium siklus

hidup

Pencegahan

(40)

Pakan Tambahan

Pengaruh resistensi yang ditimbulkan oleh pemberian obat mendorong untuk melakukan beberapa penelitian untuk mencari atau mencoba alternativ lain untuk mencegah koksidiosis dengan pemberian pakan tambahan (Dakpogan et al. 2005). Sejumlah dari produk alam atau bahan makanan telah diuji untuk dijadikan sebagai pakan tambahan yang dapat mengurangi koksidiosis (Allen et al. dalam Dakpogan 2005). Salah satunya ialah minyak ikan yang mengandung asam lemak n-3 (n-3 FA) diantaranya docosahexaenoic acid, eicosapentaenoic acid, dan linolenic acid. Selain pada ikan asam lemak ini juga terdapat pada biji-bijian seperti flaxseed oil, dan whole flaxseed. Pemberian dengan cara menambahkan pada pakan yang diberikan pada anak ayam mulai umur satu hari efektif mengurangi kerusakan yang diakibatkan oleh infeksi Eimeria tenella (Allen dan Fetterer 2002) tetapi tidak efektif terhadap infeksi yang disebabkan oleh Eimeria maxima (Allen et al. 1997). Minyak ikan dan flaxseed oil mempunyai pengaruh yang besar untuk mengurangi derajat parasitisasi dengan cara menghambat stadium perkembangan Eimeria tenela dan menyebabkan degradasi ultrastruktur pada stadium perkembangan seksual dan aseksual yang ditandai (dicirikan) dengan adanya vakuolisasi sitoplasma, pemadatan kromatin di dalam nukleus, dan ditunjukkan dengan berkurangnya vakuola parasitophorous (Allen dan Fetterer 2002). Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh pemberian makanan yang tinggi asam lemak n-3 (n-3 FA) yang dimiliki oleh makanan lain selain dari ikan, terhadap parasit lain (Allen dan Fetterer 2002).

Tanaman Obat

Komponen Kimia

Menurut (Kayser et al. dalam Dakpogan et al. 2005) penggunaan tanaman obat didasarkan pada komponen kimia yang terdapat pada daun, akar, buah, dan biji. Beberapa komponen kimia yang terdapat pada beberapa jenis tanaman yang berkhasiat sebagai obat diantaranya:

(41)

otak dan masuk ke dalam darah otak dan dapat menjadi toksik apabila dosisnya berlebihan yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Kandungan alkaloid paling tinggi terdapat pada daun yang masih muda.

The bitter (rasa pahit) merupakan senyawa kimia pada tumbuhan yang rasanya sangat pahit berkhasiat untuk menstimulasi sekresi getah lambung dan meningkatkan produksi enzim pankreas. Hasilnya dapat meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi saluran pencernaan dan dapat membunuh bakteri yang masuk ke dalam usus. Senyawa ini terdapat pada beberapa tumbuhan misalnya : Carica papaya, Venonia amygdalina, Azadiratcha indica, dan Andrographis paniculata Nees.

Flavonoid dan bioflavonoid merupakan senyawa kimia yang bekerja sebagai antioksidan, memperbaiki kerja dari vitamin C, menghambat pembentukan tumor, dan menurunkan penyakit jantung koroner. Flavonoid estrogen terdapat pada tumbuhan leguminosa dan biji-bijian seperti pada biji sambiloto (Andrographis paniculata Ness).

Glikosida merupakan senyawa kimia tanaman digunakan sebagai obat digitalis untuk mengobati gagal jantung. Senyawa ini diekstrak dari tanaman Digitalis purpurea L.

Saponin merupakan senyawa kimia tumbuhan yang mudah larut. Senyawa ini dapat menyebabkan sel darah merah terganggu akibat dari kerusakan membran sel, menurunkan kolesterol plasma, dan dapat menjaga keseimbangan flora usus.

(42)

Minyak atsiri minyak yang terdapat pada tanaman yang kandungannya berbeda pada setiap tanaman. Minyak ini diekstrak dari tanaman kemudian ekstrak dipadatkan hasilnya disebut dengan minyak esensial.

Tanaman yang Bekerja sebagai Anticoccidia

Penggunaan tanaman untuk dijadikan sebagai obat telah dilakukan sejak berabad - abad tahun yang lalu (Dharma 1985). Hal ini ditunjukkan dengan terus meningkatnya jumlah penelitian terhadap tumbuhan yang diduga berkhasiat sebagai obat dari tahun ketahun. Menurut Lal et al. (1976) ekstrak dari tanaman B. frondosa, Carica papaya, Momordica charantia, dan Sapidus trifoliatus dengan uji in vitro sangat efektif untuk melawan Ascaridia galli pada ayam. Di Senegal peternak menggunakan ekstrak tanaman Capsicum sp, dan tanaman Azadirachta indica yang ditambahkan ke dalam pakan dan air minum untuk mengobati ayam yang terserang endoparasit (Dakpogan et al. 2005). Di Camerun, menurut (Agbede et al. dalam Dakpogan et al. 2005) penggunaan tanaman seperti Calanchoe crenata menunjukkan hasil yang memuaskan untuk mengobati koksidiosis pada ayam, dan tanaman Carica papaya untuk mengobati diare. (Huffman et al. dalam Dakpogan et al. 2005) menyatakan penggunaan tanaman Venonina amigdalina menunjukkan pengaruh yang positif terhadap simpanse yang diinfeksi dengan parasit. Allen dan Fetterer (2002) menyatakan bahwa bahan makanan yang mengandung antioksidan seperti tokopherol, banyak ditemukan pada biji gandum, dan jagung sangat efektif dalam mengurangi infeksi saluran pencernaan yang diakibatkan oleh E. maxima dan E. acervuline. Akan tetapi hal ini tidak efektif terhadap infeksi yang disebabkan oleh Eimeria tenella (Allen et al. 1997). Artemisin yang merupakan herbal china yang diisolasi dari artemisia annua mempunyai komponen kimia yang berfungsi sebagai antimalaria dan juga sangat efektif untuk mengurangi jumlah ookista yang disebabkan oleh E. aecervuline dan E. tenella yang diberikan bersama pakan sebanyak 17 ppm (Allen et al. 1997).

(43)

skor kerusakan, menjaga berat badan, dan menurunkan produksi ookista (Youn et al. 2001). Naiyana (2002) menyatakan bahwa tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees ) yang diberikan pada ayam pedaging dapat meningkatkan performans ayam, menurunkan mortalitas akibat koksidiosis, serta dapat bekerja sebagai antibakterial penyebab diare seperti Salmonella, E. coli, dan P. multocida. Baru-baru ini penelitian yang dilakukan oleh Dakpogan et al. (2005) terhadap tiga tanaman obat yaitu Carica papaya, Vernonia amigdalinaa memberikan pengaruh yang baik sebagai kontrol terhadap koksidiosis tetapi tidak dengan Azadiratcha indica.

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Klasifikasi

Menurut syamsuhidayat dan hutapea (1991), tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Nees ) diklasifikasikan sebagai berikut :

Devisi : Spermatophyta Sub Devisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledon

Bangsa : Solanales

Suku : Achanthaceae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Nees

Morfologi

(44)

keluar bunga yang berukuran kecil dengan warna putih keunguan yang tersusun dalam rangkaian bentuk tandan yang melengkung kearah bawah.

Bunga tumbuh tegak dan bercabang berbentuk tabung dan berbibir, dengan bibir bunga atas berwarna putih, dengan warna kuning dibagian kepala, serta bibir bunga bawah berbentuk baji berwarna ungu. Buah berbentuk memanjang sampai lonjong, panjangnya berkisar 1,5 cm dan lebar 0,5 cm, terdiri dari dua rongga berwarna hijau, didalam setiap rongga terdapat 3-7 biji kecil. Pangkal dan ujung buah tajam, setelah masak buah akan pecah menjadi empat keping (Prapanza dan Lukito 2003). Biji kecil, gepeng, dan berwarna coklat muda (Muhlisah 1998).

A B

Gambar 5 (A) Tanaman, (B) Biji Andrographis paniculata Nees (MPRI 1998 dalam Naiyana 2002)

Habitat dan Penyebaran

[image:44.595.113.511.279.531.2]
(45)

misalnya: hutan jati kedung, KPH Semarang, dan hutan jati Madiun (Hanan 1996). Penyebaran sambiloto di Indonesia dapat dilihat dari banyaknya sebutan sambiloto untuk masing-masing daerah. Di Jawa tengah dan Jawa timur menyebutnya bidara, sambiroto, sandiloto, sadilata, sambilata, takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa barat disebut dengan ki oray, takila, atau ki peurat. Di Bali dikenal dengan nama samiroto, masyarakat sumatra dan melayu menyebutnya dengan pepaitan atau empedu. Sedangkan untuk nama-nama asing sambiloto adalah chuan xin lian, yi jian xi, dan lan he lian (China), kalmegh, kirayat, dan kirata (India), nilavembu (Tamil), xuyen tam lien dan cong-cong (Vietnam), quasabhuva (Arab), nainehavandi (Persia), green chretta, chiretta, the creat, creat root, halviva, kariyat, kreat, dan king of bitter (Inggris) (Prapanza dan Lukito 2003).

Kandungan

Sambiloto (Andrographis paniculata Nees ) pertama kali diteliti oleh Borsma pada tahun 1896 dengan menemukan adanya kandungan Andrographolid yang rasanya sangat pahit. Kemudian pada tahun 1911 Cortner mengisolasi adanya senyawa lakton (SCHRI 1973 dalam Naiyana 2002). Menurut Deng (1978) lakton yang terkandung dalam sambiloto terdiri dari empat jenis yaitu : Deoxyandrographolid (Andrographis a), Andrographolid (Andrographis b), Neoandrographolid (Andrographis c), dan Deoxydehidroandrographolid (Andrographis d). Andrographolid dan lakton yang terdapat pada sambiloto merupakan bahan aktif yang berfungsi sebagai obat (Deng 1978). Kadar andrografolid berkisar antara 2,5-4,6 % dari berat kering.

(46)

terdapat pada sambiloto adalah: dioxyandrographis (DA, C20H30O4 ), dan 14-deoxy-11,12-didehydroandrographolid (DDA, C20H28O4). Flavonoid diisolasi terbanyak dari akar yaitu polymethoxyflavon, andrographin, panicolin, mono-o-methylwightin, apigenin 7,4-dimethyl eter, alkane, keton, aldehid, K, Ca, Na, asam kersil, dan damar. Kandungan lain adalah kalmegin (zat amorf) dan hablur kuning (Mahendra dan Rahmawati 2005), saponin, dan tanin. Saponin mempunyai dua jenis yaitu glikosida triterpenoid alkohol, dan glikosida struktur steroid. Tanin juga terdapat dua jenis yaitu: tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi.

[image:46.595.154.468.437.682.2]

Konsentrasi bahan aktif yang terkandung pada sambiloto dapat dipengaruhi oleh lokasi (tempat ) tumbuh dan musim dimana tumbuh baik pada daerah tropis dan subtropis seperti Cina dan Asia Tenggara. Menurut (MPRI 1999 dalam Naiyana 2002) konsentrasi bahan aktifnya paling banyak ditemukan pada daun dan paling sedikit pada batang, sedangkan menurut (Sharma et al. dalam Naiyana 2002) konsentrasi bahan aktif paling sedikit ditemukan pada biji. Secara keseluruhan konsentrasi bahan aktif paling banyak terdapat pada tumbuhan muda daripada tumbuhan tua.

(47)

Mardiswojo dan Harsono (1975) menyatakan andrografolid dan neo-andrografolid yang rasanya sangat pahit merupakan zat aktif yang berfungsi sebagai obat. Bahan aktif ini banyak mengandung unsur-unsur mineral, seperti kalium, kalsium, natrium, dan asam kersik.

Khasiat

Bahan aktif andrografolid dan neoandrografolid yang rasanya sangat pahit banyak mengandung unsur-unsur mineral seperti kalium sehingga dapat membantu tubuh dalam mengeluarkan air dan garam yang dapat menurunkan tekanan darah. Zat andrografolid juga dapat meningkatkan sistem kekebalan dengan menghasilkan sel-sel darah putih untuk menghancurkan bakteri dan benda asing lainnya, serta mengaktifkan sistim limpa (Wibudi 2006). Sedangkan neoandrografolid, dehydro andrografolid, mampu menurunkan demam yang disebabkan oleh berbagai bakteri misalnya Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, Proteus vulgaris, dan Shigella dysenteriae (Prapanza dan Lukito. 2003). Menurut Deng (1978) dehidroandrografolid juga berkhasiat sebagai anti radang dengan meningkatkan sintesa dari pituitari otak yang mengirim sinyal ke kelenjar adrenal untuk memproduksi kortisol yang merupakan anti radang alami.

Flavanoid merupakan pigmen yang umum terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Dalam tumbuhan sendiri flavonoid ini berfungsi sebagai pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja anti mikroba, antivirus, dan kerja terhadap serangga. Efek flavonoid terhadap beberapa organisme sangat beraneka ragam sehingga dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor kuat pernafasan, menghambat fosfodiesterasi, menghambat aldoreduktase, monoamino oksidase, dan lipooksigenase. Penghambatan lipooksigenase dapat menimbulkan pengaruh yang lebih luas karena reaksi lipooksigenase merupakan langkah pertama menuju ke pembentukan hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan.

(48)

pembekuan darah, tetapi jika dipakai pada kulit flavonoid dapat menghambat pendarahan. Menurut (Vickery et al. dalam Rohimah 1997) flavonoid dapat menghambat perkembangan parasit dengan bertindak sebagai inhibitor enzim, mekanisme penghambatannya yaitu: dengan cara menghambat produksi energi dan sintesis asam-asam nukleat atau protein.

Saponin yang terdapat pada tumbuhan sambiloto terdiri dari sejumlah glikosida yang juga terdapat pada banyak tanaman lain. Glikosida ini terdapat pada lebih dari 500 spesies dari spematopita. Saponin memiliki sifat seperti sabun yang menghasilkan buih apabila dicampur dengan air. Sifat lain dari saponin antara lain rasanya pahit, sebagai detergen yang baik, beracun pada hewan bedarah dingin, tidak beracun pada hewan berdarah panas, serta mempunyai sifat anti eksudatif dan antiinflamasi (Sudiatso 2001). Menurut Cheeke (2000) saponin bersama dengan fosfolipid dan protein mampu membentuk kompleks imunostimulating, serta dapat berfungsi sebagai adjuvan. Saponin juga dapat mengurangi rasa sakit, maupun membunuh kuman, dan merangsang pertumbuhan sel-sel baru pada kulit.

Tanin yang terkandung dalam sambiloto memiliki sifat astringen yang dapat mengurangi kontraksi usus sehingga diare dapat dihentikan dan mengobati gangguan pencernaan (Syamsuhidayat dan Hutapea 1991). Secara umum tanaman sambiloto berkhasiat untuk pengobatan tradisional, misalnya: mengobati penyakit hepatitis, diabetes, radang usus buntu, tifus, keracunan, luka dan demam akibat gigitan serangga, memperbaiki saluran pencernaan, dan batuk (Anonim 2006), juga dapat untuk menyembuhkan pilek dan demam, pereda nyeri, penghilang bengkak, anti batuk, hepatoprotektor, anti trombosis dan trombosis, menurunkan kadar glukosa darah, menurunkan tekanan darah, anti racun, anti infeksi, sebagai antibiotik, antidiuretik, analgesik, dan penambah nafsu makan.

(49)

III. BAHAN DAN METODELOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Protozoologi Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, yang berlangsung sejak bulan Juni 2006 sampai November 2007

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang ayam berukuran 20 m2, sekam, lampu 40 watt, tempat pakan dan air minum, timbangan, mikroskop, tabung sentrifius, kamar hitung Mc-Master, jarum suntik 1ml, kantong plastik, label kertas, kapas, pipet, dan alat pengaduk.

Bahan-bahan yang digunakan adalah ayam pedaging umur satu hari, pakan, air minum, ookista Eimeria tenella, ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol, larutan pengapung, akuades, alkohol 70%, dan koksidiostat sulfakloropirazin.

Metode Penelitian

Persiapan Kandang

Kandang ayam didesinfeksi dengan menggunakan kapur, satu minggu sebelum ayam dimasukkan ke dalam kandang, kemudian lantai kandang diberi sekam.

Pengelompokan Ayam

Hewan percobaan yang berjumlah 210 ekor ayam umur satu hari di bagi menjadi 7 kelompok dengan masing-masing terdiri dari 30 ekor ayam. Perincian pembagian kelompok adalah sebagai berikut:

1. Kontrol negatif (KN): kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi Eimeria tenella dan tidak diberi obat

(50)

3. Kontrol obat (KO): kelompok perlakuan yang diinfeksi Eimeria tenella 1x105 /ekor dan diberi obat sulfakloropyrazin 180 mg / kg bb.

4. Kontrol sambiloto (Ksb): kelompok perlakuan yang tidak diinfeksi ookista Eimeria tenella 1x105 /ekor dan tidak diberi obat tetapi diberi ekstrak sambiloto dosis sedang.

5. Ekstrak etanol dosis rendah (E4): kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol dosis rendah

6. Ekstrak etanol dosis sedang (E5): kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol dosis sedang

7. Ekstrak etanol dosis tinggi (E6): kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista Eimeria tenella dan diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut etanol dosis tinggi

Perlakuan pada Ayam

Perlakuan dilakukan pada saat ayam berumur 7-35 hari. Setelah ayam berumur tujuh hari ayam diberi ekstrak sambiloto untuk kelompok KSb dan ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis rendah, sedang, dan tinggi untuk kelompok perlakuan E4, E5, dan E6 setiap hari sampai ayam berumur 35 hari secara per oral (cekok). Ketika ayam berumur dua minggu kelompok perlakuan E4, E5, E6, KO, dan KP diinfeksi dengan ookista Eimeria tenella dengan dosis 1x105 /ekor secara per oral (cekok), kecuali pada kelompok kontrol negatif (KN), dan kontrol sambiloto (KSb) tidak diinfeksi. Setelah dua jam diinfeksi kelompok perlakuan kontrol obat (KO) diberi sulfakloropIrazin dosis 180 mg/kg BB.

Pengambilan Tinja

a. Tinja diambil setiap hari berturut-turut mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi secara acak (empat di daerah pojok, dan satu dibagian tengah alas kandang) dari setiap kelompok perlakuan.

(51)

c. Tinja ayam yang sudah dikumpulkan, kemudian dimasukkan ke dalam kulkas untuk beberapa saat sebelum dilakukan pemeriksaan tinja.

Pemeriksaan dan Penghitungan Ookista Per Gram Tinja

Adapun urutan penghitungan jumlah ookista per gram tinja dengan metode Mc-Master adalah sebagai berikut:

a. Tiap kelompok ayam dilakukan pemeriksaan terhadap tinja dengan dua kali pengulangan.

b. Tinja ditimbang sebanyak 1 gram dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi

c. Sebanyak 14 ml larutan garam jenuh ditambahkan ke dalam tabung yang berisi tinja dan diaduk supaya homogen dengan menggunakan pipet pengaduk d. Tabung yang berisi tinja dan larutan pengapung dimasukkan ke dalam tabung

sentrifius dan disentrifius dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit.

e. Setelah disentrifius bagian supernatan /permukaan dari campuran tersebut diambil dengan menggunakan pipet dan kemudian dimasukkan ke dalam kamar hitung Mc-Master sampai kedua kamar terpenuhi.

f. Pemeriksaan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 100 kali (objektif 10x dan okuler 10x )

g. Jumlah ookista dihitung dengan menggunakan kamar hitung Mc-Master. ookista yang dihitung harus yang berada di dalam kotak dari kedua kamar, sedangkan ookista yang berada di luar kotak tidak dihitung.

h. Menurut Hodgson (1970) untuk mendapatkan jumlah ookista per gram tinja dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

1 Vt OTGT = n ---- x --- Bt Vk

Keterangan n : jumlah ookista dalam kamar hitung Vk : volume kamar hitung (0.5 ml) Vt : volume sampel total (15 ml) Bt : berat tinja (1 gram)

(52)

Analisis Data

(53)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Ookista E. tenella

Hasil pengamatan terhadap produksi ookista Eimeria tenella per gram tinja mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 3 Rata-rata produksi ookista per gram tinja dari setiap kelompok perlakuan

Perlakuan

Hsi E4 E5 E6 Ksb Ko Kp Kn

4 0e 0e 0e 0e 75e 0e 0e

5 0e 0e 0e 0e 300e 0e 0e

6 475e 0e 0e 2.055e 120e 217.770a 0e

7 2.225e 725e 100e 2.580e 765e 57.060d 0e

8 3.363e 870e 513e 2.025e 945e 3.585e 0e

9 12.138de 1.500e 625e 780e 870e 3.570e 0e

10 20.275de 22.725de 1.750e 3.780e 1.800e 13.110de 0e 11 25.775de 14.013de 14.088de 16.065de 600e 43.860de 0e

12 9.925de 6.538de 1.563e 1.680e 960e 2.730e 0e

13 6.588de 3.375e 863e 16.155de 13.800de 155.325b 0e

14 138e 2.125e 563e 1.860e 31.230de 3.495e 0e

15 2.888e 4.125e 375e 1.770e 720e 2.655e 0e

16 44.800de 45.563de 47.725de 12.138de 113.850c 255.255a 0e

17 9.863de 4.538e 4.900e 3.315e 33.645de 13.650de 0e 18 4.088e 4.138e 4.875e 2.835e 26.850de 4.890e 0e 19 3.288e 3.600e 3.000e 5.685e 7.875de 45.675de 0e

20 5.563e 2.775e 3.013e 2.790e 5.340e 5.985e 0e

21 1.950e 1.738e 2.188e 3.075e 12.975de 6.180e 0e 22 1.475e 1.500e 1.763e 4.305e 1.695e 31.920de 0e

Total

154.817 119.848 87.904 82.893 254.415 866.715 0

Keterangan: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Hsi : Hari setelah diinfeksi

E4 : Sambiloto ekstrak etanol dosis rendah E5 : Sambiloto ekstrak etanol dosis sedang E6 : Sambiloto ekstrak etanol dosis tinggi Ksb : Kontrol sambiloto

KO : Obat sulfakloropirazin 180 mg/kg BB KP : Kontrol positif

[image:53.595.113.514.228.616.2]
(54)

Pada kontrol negatif mulai hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi tidak ditemukan adanya ookista dalam tinja, sedangkan pada kontrol sambiloto ditemukan adanya ookista dalam tinja. Hal ini dapat terjadi karena pengaruh dari beberapa faktor salah satunya adalah manajemen peternakan. Menurut Fanatico (2006) manajemen peternakan yang baik dapat dilakukan dengan memperhatikan terhadap, ketersediaan pakan dan minum yang cukup, sistem perkandangan, ventilasi yang baik, kepadatan kandang, manajemen pemeliharaan, lokasi tempat pemeliharaan, serta kebersihan tempat pakan, minum, dan lantai kandang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok ayam perlakuan kontrol sambiloto terinfeksi oleh ookista Eimeria tenella. Hal ini terjadi karena keterbatasan kandang yang digunakan dalam penelitian sehingga kelompok ayam perlakuan kontrol sambiloto ditempatkan berdekatan dengan kelompok ayam yang diinfeksi dengan ookista Eimeria tenella. Infeksi didapat dari pakan yang terkontaminasi, air minum, ookista yang ada dalam lantai, dari debu yang berterbangan, pakaian kandang, sepatu kandang, hewan lain dan manusia.

Gambar 7 : Perbandingan total produksi ookista antara kelompok perlakuan KP, KO, KN, KSb, N4, N5, dan N6 dari hari ke-4 sampai hari ke-22 setelah infeksi

Produksi ookista pada perlakuan E4, E5, E6, KSb, dan KO pada hari ke-6, 7, 13, dan hari ke-16 setelah infeksi nyata lebih rendah dari produksi ookista pada kelompok perlakuan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dan obat dapat mengurangi produksi ookista E. tenella. Puncak produksi ookista terjadi pada hari ke-16 setelah infeksi pada semua kelompok

KP; 866.715 KO; 254.415

KSB; 82.893 N6; 87.904

N5; 119.848

[image:54.595.115.512.417.590.2]
(55)

perlakuan, akan tetapi produksi ookista pada kelompok perlakuan E4, E5, E6, dan KSb nyata lebih rendah (p < 0,5) dibandingkan dengan produksi ookista pada kelompok perlakuan KO dan KP. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto lebih efektif dibandingkan dengan pemberian obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dalam menghambat produksi ookista. Sulfakloropirazin merupakan golongan obat sulfa yang mempunyai zat aktif berupa para-amino benzen-sulfonamid (PABS). Preparat sulfonamid ini akan mengadakan antagonis kompetitif dengan para-amino benzoic-acid (PABA), sehingga terbentuk asam folat nonfungsional yang mengakibatkan terbentuknya asam nukleat yang mengalami kerusakan DNA kuman/parasit. Eimeria membutuhkan PABA untuk pertumbuhannya yaitu berperan dalam sintesis asam folat.

Di dalam tubuh asam folat berfungsi sebagai koenzim untuk sintesis purin, timin, dan beberapa asam amino esensial. Selain itu asam folat merupakan bagian dari molekul vitamin B12 yang berperan dalam metabolisme purin dan asam– asam amino. Defisiensi folat akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam sintesis purin, timin, dan asam amino esensial yang berakibat dalam gangguan sintesis DNA, dan RNA, sehingga fungsi tubuh yang berkaitan dengan fungsi DNA, dan RNA terganggu seperti proses pembelahan sel, maturasi sel, termasuk dalam gangguan fungsi normal sel di dalam tubuh (Setiabudi dan Mariana 1995).

(56)

Di Thailand tanaman sambiloto merupakan tanaman obat yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran pencernaan bagian atas, demam, radang tenggorokan, herpes, sebagai antiinflamasi, dan menghentikan diare (Thechadamrangsin et al. dalam Naiyana 2002). Andrografis sebagai antiinflamasi akan membantu melindungi sel epitel saluran pencernaan sehingga akan menghambat aktivitas produksi coccidia di dalam tubuh ayam. Menurut Naiyana (2002) senyawa kimia diterpen lakton dan andrografolid yang terdapat pada sambiloto menunjukkan aktivitas yang sama dengan loperamid sebagai obat antidiare. Pemberian Andrographis paniculata Nees pelarut etanol 70% dan 80% efektif membunuh bakteri penyebab diare seperti E. coli dan V. cholera (Sithisomwongse et al. dan Pleumjai dalam Naiyana 2002). Zat andrografolid juga dapat meningkatkan sistem kekebalan dengan menghasilkan sel-sel darah putih untuk menghancurkan bakteri dan benda asing, serta mengaktifkan sistem limpa (Wibudi 2006).

Saponin yang terdapat pada tumbuhan sambiloto terdiri dari sejumlah glikosida yang juga terdapat pada banyak tanaman lain. Menurut Schunack et al. (1990) glikosida yang merupakan senyawa dari antrakuinon berfungsi sebagai zat antimikroba yang bekerja pada ribosom mikroba, glikosida bekerja dengan sintesis protein pada ribosom dari sel dalam hal ini sel protozoa sehingga terjadi salah translasi dan terbentuknya protein enzim dan protein struktur yang salah. Akibat kerusakan sel sehingga perkembangan dari skizon, merozoit, maupun makrogamet dan mikrogamet menjadi terhenti dan ookista E. tenella yang dihasilkan juga menurun.

(57)

(Tampubolan 1996). Dalam hal ini skizon generasi kedua yang berada dalam tubuh ayam merupakan benda asing yang akan difagositosis oleh makrofag. Akibatnya merozoit, makrogamet dan mikrogamet terhambat dan ookista yang dihasilkan juga ikut menurun.

Menurut Lee et al. (2004)

Gambar

Gambar 1  Ookista Eimeria sp yang bersporulasi.
Gambar 2  Siklus hidup Eimeria tenella. (Fanatico, 2006)
Gambar 3  Ayam yang terserang koksidiosis.(Fanatico, 2006)
Tabel 1 Beberapa spesies Eimeria yang penting pada ayam (Permin et al. dalam Dakpogan et al
+7

Referensi

Dokumen terkait

Batuk adalah gejala paling umum pada penderita bronkhitis, seringkali.. pada penderita bronkhitis mengalami batuk- batuk hampir

3) Wahyu Utaminingrum, M.Sc.,Apt selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi yang telah memberi berbagai informasi dan bimbingan tentang tata laksana penyusunan skripsi. 4) Indri

kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. 2.) Kunjungan kedua 6 hari pasca

Manusai dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan teknik (engineer) dan manusia dengan latar belakang manajemen (manajer) dalam lingkungan yang kompleks (indiustri),

Setelah drawing technikal meeting dilaksanakan customer melakukan beberapa perubahan pada produk jika dari mold maker &amp; vendor injection ada permintaan perubahan

Rumusan masalah dari penelitian adalah apakah melalui model pembelajaran picture and picture dapat meningkatkan keterampilan guru, apakah melalui model pembelajaran picture

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di Ranting Sayangan, Desa Wonorejo, Kec Polokarto, Kab Sukoharjo terhadap upaya Nasyiatul ‘Aisyiyah dalam meningkatkan pribadi

Dari hasil persebaran angket yang sudah dilakukan oleh peneliti, untuk mengukur hambatan yang dialami oleh mahsiswa berkaitan dengan penjelasan materi yang