• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN

TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI

DKI JAKARTA

OLEH

GITA IRINA ARIEF H14050032

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

GITA IRINA ARIEF. Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL).

Provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang mempunyai keistimewaan sebagai ibukota negara Indonesia. DKI Jakarta mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta merupakan tempat kedudukan hampir seluruh perangkat pemerintahan tingkat nasional, serta perwakilan negara-negara asing. Sebagai pusat perekonomian, potensi ekonomi DKI Jakarta termasuk paling tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, sebagaimana terlihat dari besarnya kontribusi PDRB-nya terhadap PDB Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2008), pada triwulan IV tahun 2007, secara umum pulau Jawa masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi penyumbang PDB terbesar, yakni sebanyak 15,9 persen.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2008), pada Agustus 2007, tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Banten, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 15,75 persen, 13,08 persen, dan 12,7 persen.Meski pada tahun 2007 sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan pada Februari 2006, tingkat pengangguran di DKI Jakarta masih terbilang besar, bahkan melebihi tingkat pengangguran di lingkup nasional. Tingginya tingkat pengangguran diantaranya disebabkan oleh tingginya arus urbanisasi ke DKI Jakarta.

Untuk mengurangi pengangguran, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru. Dan lapangan kerja baru dapat diciptakan melalui investasi. Kebutuhan investasi di daerah dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (swasta). Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghadapi kendala keterbatasan dana. Peranan investasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta rata-rata hanya mencapai 10 persen dari total investasi yang dibutuhkan tiap tahunnya. Sementara sisanya bergantung pada investasi oleh pihak swasta, terutama oleh investasi asing.

(3)

sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Provinsi DKI Jakarta, berbagai literatur, internet, dan sumber-sumber lainnya.

Pada penelitian ini, untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan digunakan analisis Location Quotient, analisis PDRB DKI Jakarta, dan analisis kesempatan kerja. Sedangkan untuk melihat kinerja sektor ekonomi unggulan digunakan analisis shift share. Indikator ekonomi yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja pada sembilan sektor ekonomi utama di DKI Jakarta pada tahun 2003-2007 dengan menggunakan software Microsoft Excel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2003-2007, sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, dimana sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selama tahun 2003-2007, kelima sektor unggulan yang ada di DKI Jakarta rata-rata menyerap tenaga kerja sekitar 95 persen dari jumlah penduduk yang bekerja.

Pada tahun 2003-2007, sektor-sektor di DKI Jakarta memiliki pertumbuhan positif dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan kesempatan kerja tercepat adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang laju pertumbuhannya paling lambat. Dilihat dari daya saing, sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang berdaya saing baik pada tahun 2003-2007. Sedangkan sektor-sektor ekonomi lainnya kurang memiliki daya saing. Sektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk sektor yang progresif .

(4)

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA

Oleh

GITA IRINA ARIEF H14050032

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA

Nama : Gita Irina Arief

NIM : H14050032

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Manuntun Parulian Hutagaol, Ph.D NIP. 19570904 198303 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D 19641023 198903 2 002

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Gita Irina Arief, lahir di Depok pada tanggal 18 Desember 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Arifuddin Aty dan Elma Irianty. Penulis menamatkan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Mekar Jaya XI pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Depok dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok dan lulus pada tahun 2005.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul

skripsi ini adalah “Identifikasi dan Peran Sektor Unggulan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Parulian Hutagaol, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Alla Asmara selaku dosen penguji dan Bapak Syamsul H. Pasaribu dari Komisi Pendidikan atas kritik dan sarannya yang sangat bermanfaat.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Arifuddin Aty dan Elma Irianty) dan kakak-kakak penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus. Kepada Nada selaku pembahas seminar, Lina dan Arisa yang banyak memberikan masukan dan bantuan. Terima kasih kepada Hans yang telah menemani dalam pencarian data dan membantu penulis selama proses pengetikan. Terakhir penulis ingin berterima kasih kepada pihak Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan data. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

Gita Irina Arief

(9)

DAFTAR ISI

2.1. Sektor Unggulan dan Perannya dalam Perekonomian Regional .... 9

2.2. Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja ... 10

2.3. Definisi Pengangguran ... 11

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1. Kondisi Geografi ... 27

(10)

4.3. Perekonomian Provinsi DKI Jakarta ... 32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1. Sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta ... 34

5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 34

5.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 38

5.1.3.Penyerapan Tenaga Kerja oleh Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta ... 40

5.2. Kesempatan Kerja di Indonesia Tahun 2003-2007 ... 43

5.3. Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2003-2007 ... 45

5.4. Pertumbuhan Sektor-sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47

5.4.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47

5.4.2. Pergeseran Bersih (PB) dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(11)

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN

TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI

DKI JAKARTA

OLEH

GITA IRINA ARIEF H14050032

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

RINGKASAN

GITA IRINA ARIEF. Identifikasi dan Peran Sektor Ungggulan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta (dibimbing oleh MANUNTUN PARULIAN HUTAGAOL).

Provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang mempunyai keistimewaan sebagai ibukota negara Indonesia. DKI Jakarta mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta merupakan tempat kedudukan hampir seluruh perangkat pemerintahan tingkat nasional, serta perwakilan negara-negara asing. Sebagai pusat perekonomian, potensi ekonomi DKI Jakarta termasuk paling tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, sebagaimana terlihat dari besarnya kontribusi PDRB-nya terhadap PDB Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2008), pada triwulan IV tahun 2007, secara umum pulau Jawa masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi penyumbang PDB terbesar, yakni sebanyak 15,9 persen.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2008), pada Agustus 2007, tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Banten, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 15,75 persen, 13,08 persen, dan 12,7 persen.Meski pada tahun 2007 sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan pada Februari 2006, tingkat pengangguran di DKI Jakarta masih terbilang besar, bahkan melebihi tingkat pengangguran di lingkup nasional. Tingginya tingkat pengangguran diantaranya disebabkan oleh tingginya arus urbanisasi ke DKI Jakarta.

Untuk mengurangi pengangguran, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan lapangan kerja baru. Dan lapangan kerja baru dapat diciptakan melalui investasi. Kebutuhan investasi di daerah dibiayai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat (swasta). Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah Provinsi DKI Jakarta menghadapi kendala keterbatasan dana. Peranan investasi yang dilakukan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta rata-rata hanya mencapai 10 persen dari total investasi yang dibutuhkan tiap tahunnya. Sementara sisanya bergantung pada investasi oleh pihak swasta, terutama oleh investasi asing.

(13)

sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Provinsi DKI Jakarta, berbagai literatur, internet, dan sumber-sumber lainnya.

Pada penelitian ini, untuk mengidentifikasi sektor ekonomi unggulan digunakan analisis Location Quotient, analisis PDRB DKI Jakarta, dan analisis kesempatan kerja. Sedangkan untuk melihat kinerja sektor ekonomi unggulan digunakan analisis shift share. Indikator ekonomi yang digunakan adalah tenaga kerja yang bekerja pada sembilan sektor ekonomi utama di DKI Jakarta pada tahun 2003-2007 dengan menggunakan software Microsoft Excel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tahun 2003-2007, sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa, dimana sektor yang memiliki kontribusi terbesar dalam penyerapan tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Selama tahun 2003-2007, kelima sektor unggulan yang ada di DKI Jakarta rata-rata menyerap tenaga kerja sekitar 95 persen dari jumlah penduduk yang bekerja.

Pada tahun 2003-2007, sektor-sektor di DKI Jakarta memiliki pertumbuhan positif dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan kesempatan kerja tercepat adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang laju pertumbuhannya paling lambat. Dilihat dari daya saing, sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan adalah sektor yang berdaya saing baik pada tahun 2003-2007. Sedangkan sektor-sektor ekonomi lainnya kurang memiliki daya saing. Sektor pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan termasuk sektor yang progresif .

(14)

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA

Oleh

GITA IRINA ARIEF H14050032

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA

Nama : Gita Irina Arief

NIM : H14050032

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Manuntun Parulian Hutagaol, Ph.D NIP. 19570904 198303 1 005

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Rina Oktaviani, Ph.D 19641023 198903 2 002

(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2009

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Gita Irina Arief, lahir di Depok pada tanggal 18 Desember 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara yang terlahir dari pasangan Arifuddin Aty dan Elma Irianty. Penulis menamatkan sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri Mekar Jaya XI pada tahun 1999, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Depok dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok dan lulus pada tahun 2005.

(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul

skripsi ini adalah “Identifikasi dan Peran Sektor Unggulan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Provinsi DKI Jakarta”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Parulian Hutagaol, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak Alla Asmara selaku dosen penguji dan Bapak Syamsul H. Pasaribu dari Komisi Pendidikan atas kritik dan sarannya yang sangat bermanfaat.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua (Arifuddin Aty dan Elma Irianty) dan kakak-kakak penulis yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus. Kepada Nada selaku pembahas seminar, Lina dan Arisa yang banyak memberikan masukan dan bantuan. Terima kasih kepada Hans yang telah menemani dalam pencarian data dan membantu penulis selama proses pengetikan. Terakhir penulis ingin berterima kasih kepada pihak Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan data. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

Gita Irina Arief

(19)

DAFTAR ISI

2.1. Sektor Unggulan dan Perannya dalam Perekonomian Regional .... 9

2.2. Definisi Tenaga Kerja dan Kesempatan Kerja ... 10

2.3. Definisi Pengangguran ... 11

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 27

4.1. Kondisi Geografi ... 27

(20)

4.3. Perekonomian Provinsi DKI Jakarta ... 32

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34

5.1. Sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta ... 34

5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ) ... 34

5.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 38

5.1.3.Penyerapan Tenaga Kerja oleh Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta ... 40

5.2. Kesempatan Kerja di Indonesia Tahun 2003-2007 ... 43

5.3. Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2003-2007 ... 45

5.4. Pertumbuhan Sektor-sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47

5.4.1. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 47

5.4.2. Pergeseran Bersih (PB) dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 51

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1. Kesimpulan ... 56

6.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(21)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Perbandingan Penduduk yang bekerja dan Pengangguran

di DKI Jakarta dan Indonesia Tahun 2006-2007 ... 2 4.1. Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta ... 28 4.2. Penduduk DKI Jakarta, Sex Ratio, dan Kepadatan

Penduduk Menurut Kotamadya/Kabupaten Tahun 2002-2006 ... 29 4.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan

Utama di DKI Jakarta Tahun 2005 – 2007 ... 30 4.4. Proporsi Penduduk Bekerja di DKI Jakarta menrut Sektor

Perekonomian Tahun 2004-2007 ... 31 4.5. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut

Lapangan Usaha 2003-2007 ... 33 5.1. Nilai Location Quotient (LQ) di Provinsi DKI Jakarta,

Tahun 2003-2007 ... 35 5.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta

Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Sektor Perekonomian, 2003-2007 ... 39 5.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama

Seminggu yang Lalu Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi

DKI Jakarta Tahun 2003 dan 2007 ... 40 5.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Unggulan dan Non Unggulan

di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2003-2007 ... 43 5.5. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama

Seminggu yang Lalu Menurut Sektor Perekonomian di Indonesia

(22)

5.7. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Nasional,

Tahun 2003 dan 2007 ... 48 5.8. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi

DKI Jakarta Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional,

Tahun 2003 dan 2007 ... 49 5.9. Analisis Shift-Share Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi

DKI Jakarta Berdasarkan Komponen Pangsa Wilayah, Tahun

(23)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Model Analisis Shift share ... 16 2.2. Skema Kerangka Pemikiran ... 19 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian ... 25 5.3. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Provinsi

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di DKI Jakarta,

Tahun 2003-2007 ... 61 2. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja selama Seminggu

yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia,

Tahun 2003-2007 ... 62 3. Location Quotient (LQ) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 ... 63 4. Analisis Shift Share Perubahan Kesempatan Kerja di Provinsi DKI Jakarta

dan Indonesia, Tahun 2003 dan 2007 ... 64 5. Analisis Shift Share Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional

(Nilai Ra, Ri, dan ri) ... 65 6. Analisis Shift Share Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003-2007 (Pertumbuhan Nasional, Pertumbuhan

(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengangguran adalah masalah yang sering kali terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi tidak hanya dapat mengganggu stabilitas keamanan tetapi juga stabilitas politik, sebab pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan, kriminalitas, dan masalah-masalah sosial ekonomi lainnya. Oleh karena itu, pemerintah di semua negara selalu berusaha untuk meminimalkan tingkat pengangguran yang terjadi agar stabilitas keamanan, politik, dan ekonomi dapat terkendali.

Pengangguran juga menjadi salah satu masalah pokok yang dihadapi Indonesia. Menurut Dumairy (1996), besarnya angka pengangguran di Indonesia disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dengan penciptaan kesempatan kerja. Hal itu terjadi karena dominasi penduduk usia muda di dalam struktur kependudukan.

(26)

pertumbuhan ekonomi secara nasional masih termasuk rendah untuk dapat menyediakan lapangan pekerjaan baru secara memadai. Akibatnya, jumlah pengangguran di Indonesia masih tetap terbilang tinggi (Silalahi, 2004).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2008), pada Agustus 2007, tingkat pengangguran tertinggi di Indonesia terjadi di Provinsi Banten, diikuti oleh Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta, masing-masing sebesar 15,75 persen, 13,08 persen, dan 12,7 persen. Meski pada tahun 2007 sempat terjadi penurunan dibandingkan keadaan pada Februari 2006, tingkat pengangguran di DKI Jakarta masih terbilang besar, bahkan melebihi tingkat pengangguran di lingkup nasional. Tingginya tingkat pengangguran diantaranya disebabkan oleh tingginya arus urbanisasi ke DKI Jakarta.

Tabel 1.1 Perbandingan Penduduk yang bekerja dan Pengangguran di DKI Jakarta dan Indonesia Tahun 2006-2007 (dalam ribuan)

Kegiatan Utama 2006 2007

DKI JAKARTA

1. Penduduk Usia Kerja (15 +) 6.571,73 6.692,35

2. Angkatan Kerja 4.121,82 4.251,85

a. Bekerja 3.531,80 3.709,84

b. Pengangguran 590,02 542,00

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 14,3 12,7 INDONESIA

1. Penduduk Usia Kerja (15 +) 159.257,68 162.352,05

2. Angkatan Kerja 106.281,80 107.930,70

a. Bekerja 95.177,10 97.403,27

b. Pengangguran 11.104,69 10.527,44

3. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 10,4 9,8

(27)

Menurut Dumairy (1996), arus urbanisasi yang deras menimbulkan masalah bagi kota yang didatangi, menyangkut penyediaan lapangan kerja, pemukiman, kriminalitas, dan masalah-masalah sosial lainnya. Terbukti, besarnya arus urbanisasi ke DKI Jakarta memang telah menimbulkan sejumlah permasalahan, diantaranya ketidakseimbangan antara lapangan kerja yang tersedia dengan jumlah orang yang mencari pekerjaan, ketidakseimbangan antara kebutuhan akan pelayanan kota dengan kemampuan penyediaan prasarana dan sarana kota, serta kualitas kebanyakan sumber daya pendatang yang kurang sesuai dengan kebutuhan kota. Akibatnya, terjadi peningkatan jumlah pengangguran, yang mendorong timbulnya masalah sosial lain seperti semakin meluasnya pemukiman kumuh dan padat (slum area), kemiskinan, berkembangnya sektor informal yang tidak terkendali, dan meningkatnya kriminalitas.

(28)

1.2. Perumusan Masalah

Provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang mempunyai keistimewaan sebagai ibukota negara Indonesia. DKI Jakarta mempunyai dua fungsi yaitu sebagai pusat pemerintahan dan pusat perekonomian. Sebagai pusat pemerintahan, DKI Jakarta merupakan tempat kedudukan hampir seluruh perangkat pemerintahan tingkat nasional, serta perwakilan negara-negara asing. Sebagai pusat perekonomian, potensi ekonomi DKI Jakarta termasuk paling tinggi dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia, sebagaimana terlihat dari besarnya kontribusi PDRB-nya terhadap PDB Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2008), pada triwulan IV tahun 2007, secara umum pulau Jawa masih merupakan kontributor terbesar terhadap perekonomian Indonesia, dimana DKI Jakarta merupakan provinsi penyumbang PDB terbesar, yakni sebanyak 15,9 persen.

(29)

yang terjadi setiap tahun. Seusai lebaran, Jakarta akan menampung kaum pendatang dari daerah lain sebanyak 205 ribu hingga 300 ribu orang (beritajakarta.com, 2008).

Timbulnya arus urbanisasi ke Jakarta secara besar-besaran terutama didorong oleh motif ekonomi, yaitu keinginan memperbaiki nasib dengan hidup di kota besar. Keberadaan sektor-sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja tinggi menjadi insentif utama bagi para pendatang. Tingkat pendapatan yang relatif tinggi di kota Jakarta juga menjadi insentif yang sangat menjanjikan. Selain itu, pengangguran juga diakibatkan oleh banyaknya lulusan SMA yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Terakhir, pengangguran disebabkan jumlah pencari kerja lebih banyak dari lowongan kerja yang ditawarkan. Sementara kualifikasi pencari kerja terkadang tidak memenuhi kriteria yang disyaratkan perusahaan-perusahaan.

Jumlah penduduk DKI Jakarta berumur 15 tahun ke atas yang menganganggur tiap tahunnya berfluktuatif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, angka pengangguran di Jakarta hingga bulan Agustus 2008 tercatat 580.510 orang. Jumlah ini mengalami peningkatan 28.130 orang dibanding bulan yang sama pada tahun 2007 yang hanya mencapai 552.380 orang. Kondisi ini pada gilirannya akan meningkatkan angka kemiskinan karena kemiskinan memang berkaitan erat dengan masalah pengangguran.

(30)

Menurut Tarigan (2005), pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah harus dapat menentukan skala prioritas tentang sektor apa yang perlu dikembangkan di wilayah tersebut berdasarkan sasaran yang ingin dicapai. Penetapan skala prioritas sangat dibutuhkan dalam perencanaan pembangunan wilayah karena keterbatasan dana, terutama yang berasal dari anggaran pemerintah.

Oleh karena itu, diperlukan kajian mengenai sektor-sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulan di Provinsi DKI Jakarta. Adanya sektor-sektor ekonomi unggulan yang antara lain bercirikan memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar dan laju pertumbuhan yang tinggi akan menciptakan kesempatan kerja. Kesempatan kerja yang lebih besar akan membantu upaya pengurangan jumlah pengangguran. Penelitian tersebut akan dapat memberikan informasi bagi penentuan prioritas pengembangan yang dapat menjadi tujuan utama investasi dalam mengatasi masalah sosial ekonomi, khususnya masalah pengangguran di DKI Jakarta. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Sektor apa saja yang merupakan sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta?

2. Bagaimana peran sektor unggulan tersebut dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta?

(31)

4. Sektor unggulan apa yang perlu menjadi prioritas pemerintah daerah dan bagaimana rekomendasi kebijakan pengembangannya agar turut membantu upaya pengurangan pengangguran di DKI Jakarta?

1.3. Tujuan Penelitian

1) Mengidentifikasi sektor-sektor yang menjadi sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta.

2) Menganalisis peran sektor unggulan dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta.

3) Menganalisis kinerja sektor-sektor ekonomi unggulan di Provinsi DKI Jakarta, baik dilihat dari pertumbuhan maupun daya saingnya.

4) Menganalisis sektor unggulan yang perlu menjadi prioritas pemerintah daerah dan rekomendasi kebijakan pengembangannya agar turut membantu upaya pengurangan pengangguran di DKI Jakarta.

1.4. Manfaat Penelitian

(32)
(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sektor Unggulan dan Perannya dalam Perekonomian Regional

Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut dalam perekonomian daerah, diantaranya : pertama, sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi; kedua, sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar; ketiga, sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang; keempat, dapat juga diartikan sebagai sektor yang mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi (Sambodo dalam Sondari, 2007).

(34)

memiliki keterkaitan yang erat dengan kegiatan ekonomi yang relatif besar dalam struktur ekonomi.

2.2. Definisi Tenaga Kerja dan kesempatan Kerja

Mengacu pada batasan International Labour Organization (ILO) dan ketentuan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan, penduduk usia kerja atau disebut tenaga kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas. Tenaga kerja digolongkan ke dalam angkatan kerja atau penduduk yang aktif secara ekonomi, dan bukan angkatan kerja atau penduduk yang tidak aktif secara ekonomi. Penduduk yang digolongkan sebagai angkatan kerja adalah yang kegiatan utamanya bekerja dan atau mencari pekerjaan. Sebaliknya, jika kegiatan utamanya adalah selain dari bekerja dan mencari pekerjaan, maka digolongkan sebagai bukan angkatan kerja (BPS Provinsi DKI Jakarta, 2007).

Kesempatan kerja didasarkan pada data sensus penduduk, dimana jumlah penduduk yang bekerja mencerminkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Ini berarti bahwa kesempatan kerja bukanlah lapangan usaha yang masih terbuka (Rusli, 1995). Istilah kesempatan kerja menurut Dinas Tenaga Kerja (2007) mengandung pengertian lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tersedia untuk bekerja akibat dari suatu kegiatan ekonomi (produksi).

(35)

produksi tenaga kerja berkualitas yang memiliki produktivitas tinggi sangat menentukan tingkat pendapatan. Pendapatan akan memberikan efek pengganda terhadap pembangunan dalam bentuk investasi dan pengeluaran, dan keduanya diperkirakan akan berdampak positif terhadap kesempatan kerja (Fudjaja, 2002).

2.3. Definisi Pengangguran

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta (2007), pengangguran dibedakan menjadi beberapa kategori, diantaranya adalah pengangguran terbuka (open unemployment), dan setengah pengangguran (under unemployment).

 Pengangguran Terbuka

Pengangguran terbuka adalah banyaknya orang yang mencari pekerjaan (dalam time reference), baik sudah pernah bekerja maupun belum pernah bekerja. Di samping itu ditambah dengan mereka yang tidak bekerja, tetapi sedang mempersiapkan usaha, atau mereka yang sudah mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, atau mereka yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan. Perkembangan tingkat pengangguran dapat digambarkan dengan menggunakan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT/Open Unemployment Rate), yaitu perbandingan jumlah orang yang menganggur terhadap total angkatan kerja.

Setengah Pengangguran

(36)

kurang (dibawah 35 jam/minggu), karena pendapatan rendah (dibawah Upah Minimum Propinsi), dan karena jabatan tidak sesuai dengan pendidikan.

Angkatan kerja yang tumbuh sangat cepat tentu saja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian, yakni penciptaan atau perluasan lapangan kerja. Jika lapangan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru, atau dengan kata lain tambahan permintaan akan tenaga kerja lebih sedikit daripada tambahan penawaran angkatan kerja, maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan penganggur yang sudah ada (Dumairy, 1996).

Menurut pandangan kaum Neoklasik, sebenarnya secara teori masalah pengangguran tidak perlu terjadi. Dengan asumsi bahwa pasar tenaga kerja sama halnya dengan pasar barang, yaitu harga dari pasar tenaga kerja (upah) cukup fleksibel seperti harga barang, maka permintaan tenaga kerja akan selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja. Tidak ada pengangguran artinya pada tingkat upah riil yang berlaku di pasar tenaga kerja, semua orang yang bersedia untuk bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh pekerjaan. Pengangguran hanya terjadi pada mereka yang memang dengan suka rela menganggur.

2.4. Metode Location Quotient (LQ)

(37)

kerja di sektor i pada daerah atas terhadap tenaga kerja total semua sektor di daerah atasnya. Daerah bawah dan daerah atas yang dimaksud adalah daerah administratif. Contohnya dalam penelitian ini analisis dilakukan pada tingkat provinsi, maka yang menjadi daerah bawah adalah provinsi dan daerah atasnya adalah nasional (Indonesia) (Priyarsono, et al., 2007).

Dua asumsi utama yang digunakan dalam metode LQ :

1) Pola konsumsi rumah tangga di daerah bawah identik (sama dengan) pola konsumsi rumah tangga di daerah atasnya.

2) Daerah atas maupun daerah bawah mempunyai fungsi produksi yang linier dengan produktivitas di tiap sektor yang sama besarnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwiastuti (2004) dengan judul

”Analisis Perubahan Struktur ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di

Kabupaten Klaten”, yang bertujuan : (1) Menganalisis perubahan struktur

perekonomian Kabupaten Klaten periode 1993-2002; (2) Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi unggulan Kabupaten Klaten periode 1993-2002, disimpulkan bahwa terdapat empat sektor yang merupakan sektor basis, yaitu sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor bangunan.

Berdasarkan penelitian Usya (2006) dengan judul ”Analisis Struktur

Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang”, yang bertujuan

(38)

pertanian, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan sektor jasa-jasa.

Penelitian Sondari (2007) yang berjudul ”Analisis Sektor Unggulan dan

kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat”, bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi

sektor yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat; (2) Menganalisis dampak pengganda sektor ekonomi basis terhadap pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat; (3) Menganalisis kinerja ekonomi di Provinsi Jawa Barat; (4) Menganalisis keterkaitan dan implikasi yang akan ditimbulkan dari perkembangan sektor ekonomi basis terhadap pembangunan wilayah. Dalam penelitian ini, melalui hasil analisis LQ menunjukkan bahwa terdapat tiga sektor yang merupakan sektor basis di Jawa Barat yaitu sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.

2.5. Analisis Shift Share

(39)

tingkat provinsi, dapat diketahui kabupaten-kabupaten mana saja beserta sektor-sektornya yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan di tingkat provinsi.

Menurut Budiharsono (2001), secara umum terdapat 3 (tiga) komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis SS, yaitu: komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).

Komponen Pertumbuhan Nasional (PN) adalah perubahan produksi/ kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/ kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Contohnya antara lain kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan.

Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri seperti kebijakan perpajakan, subsidi dan price support serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

(40)

Apabila PP + PPW ≥ 0 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah ke j tergolong lambat.

Sumber : Budiharsono, 2001

Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share

Penelitian yang dilakukan oleh Dwiastuti (2004) dengan judul ”Analisis

Perubahan Struktur ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten

Klaten” dengan menggunakan analisis shift share menunjukkkan bahwa terjadi

perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Klaten. Perubahan struktur tersebut ditunjukkan dengan peranan sektor primer yang semakin menurun meskipun kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Klaten masih besar.

Penelitian yang dilakukan oleh Usya (2006) dengan judul ”Analisis

Struktur Ekonomi dan Identifikasi Sektor Unggulan di Kabupaten Subang”

(41)

dengan menggunakan analisis shift share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang.

Penelitian yang dilakukan oleh Sondari (2007) yang berjudul ”Analisis

Sektor Unggulan dan kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat” dengan

menggunakan analisis shift share menunjukkan bahwa kinerja pembangunan wilayah Jawa Barat termasuk baik, dilihat dari perkembangannya yang hampir menyamai pembangunan nasional.

2.6. Kerangka Pemikiran

Provinsi DKI Jakarta yang berkedudukan sebagai ibukota negara Indonesia menghadapi sejumlah permasalahan dalam proses pembangunan ekonominya, diantaranya adalah masalah angka pengangguran yang cukup tinggi. Di sisi lain, jumlah dana investasi yang terbatas mengharuskan pemerintah daerah untuk memilih sektor yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan ekonomi agar investasi tersebut dapat lebih fokus pada sektor ekonomi yang memiliki peranan besar terhadap kesejahteraan masyarakat. Peran yang utama adalah dapat menyerap tenaga kerja yang besar, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran.

(42)

menggunakan analisis location quotient (LQ), serta dengan melihat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja oleh masing-masing sektor. Kemudian akan dilihat seberapa besar peranan sektor unggulan terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta. Dilanjutkan dengan menggunakan analisis shift share untuk mengevaluasi kinerja sektor-sektor unggulan tersebut, baik dilihat dari pertumbuhannya di wilayah DKI Jakarta maupun jika dibandingkan daya saingnya dengan sektor di daerah lainnya.

(43)
(44)

III. METODE PENELITIAN

3.1.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Provinsi DKI Jakarta. Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja dengan mempertimbangkan tersedianya data tenaga kerja sembilan sektor ekonomi utama di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2003 sampai tahun 2007 dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap.

3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juli 2009, meliputi kegiatan pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, hingga penyusunan laporan dalam bentuk skripsi.

3.3. Jenis dan Sumber Data

(45)

3.4. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Location Quotient (LQ) dan analisis shift share dengan menggunakan software Microsoft Excel pada saat pengolahan data.

3.4.1.Analisis Location Quotient (LQ)

Dalam analisis ini dilakukan perbandingan antara tenaga kerja di sektor i pada Provinsi DKI Jakarta terhadap tenaga kerja total semua sektor di Provinsi DKI Jakarta dengan tenaga kerja di sektor i pada tingkat nasional terhadap tenaga kerja total semua sektor di tingkat nasional. Rumus LQ adalah sebagai berikut :

LQ =

Sib = Tenaga kerja sektor i pada Provinsi DKI Jakarta,

Sb = Tenaga kerja total semua sektor pada Provinsi DKI Jakarta,

Sia = Tenaga kerja sektor i pada tingkat nasional,

Sa = Tenaga kerja total semua sektor pada tingkat nasional.

(46)

3.4.2. Analisis Shift Share

Dalam menggunakan analisis Shift Share, langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah :

1) Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah yang akan dianalisis adalah wilayah Provinsi DKI Jakarta.

2) Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator kegiatan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tenaga kerja yang bekerja pada sembilan sektor ekonomi utama di Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan periode analisis yang digunakan adalah dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007.

3) Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Sektor ekonomi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sektor ekonomi berdasarkan lapangan usaha utama yang terdiri dari 9 sektor, yaitu : sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa. 4) Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi, dengan menghitung

persentase perubahan kesempatan kerja :

% ∆Yij = [(Y'ij – Yij)/ Yij] 100% (3.2)

dimana :

Yij = Perubahan kesempatan kerja sektor i pada wilayah j,

Yij = Kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun

(47)

Y'ij = Kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun

akhir analisis.

5) Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi yang terdiri dari: a) ri (rasio kesempatan kerja sektor i pada wilayah j)

ri = (Y'ij– Yij) / Yij (3.3)

b) Ri (rasio kesempatan kerja (nasional) dari sektor i)

Ri = (Y'i - Yi)/ Yi (3.4)

c) Ra (rasio kesempatan kerja (nasional))

Ra = (Y'..-Y..) / Y.. (3.5)

6) Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah a) Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)

PNij = (Ra)Yij (3.6)

dimana :

PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j,

Yij = kesempatan kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar

analisis

b) Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri-Ra)Yij (3.7)

dimana :

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j

apabila:

(48)

PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya cepat.

c) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri-Ri)Yij (3.8)

dimana :

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah

j apabila:

PPWij < 0, berarti sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya,

PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j memiliki daya saing yang kurang baik apabila dibandingkan dengan wilayah lainnya. 7) Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan :

%PNij = Ra (3.9)

%PPij = Ri – Ra (3.10)

%PPWij = ri – Ri (3.11)

atau :

%PNij = (PNij) / Yij * 100% (3.12)

%PPij = (PPij) / Yij * 100% (3.13)

%PPWij = (PPWij) / Yij * 100% (3.14)

8) Penjumlahan PP dan PPW akan menghasilkan nilai pergeseran bersih.

PBij = PPij + PPWij (3.15)

(49)

PBij = Pergeseran bersih sektor i pada wilayah j

PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah j

PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah j

apabila :

PBij > 0 = pertumbuhan progresif (maju),

PBij < 0 = pertumbuhan lamban.

9) Untuk mengevaluasi profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dilakukan dengan menggunakan persentase PP dan PPW dengan menggunakan bantuan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Pada sumbu horizontal terdapat komponen PP sebagai absis, sedangkan pada sumbu vertikal terdapat PPW sebagai ordinat.

Sumber : Budiharsono, 2001

Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian PPW

PP

Kuadran I

Kuadran II Kuadran III

(50)

Penjelasan masing-masing kuadran adalah sebagai berikut :

a)Kuadran I merupakan kuadran di mana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah bersangkutan memiliki pertumbuhan yang cepat dan daya saing yang baik.

b)Kuadran II menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan pertumbuhannya cepat, tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut kurang baik.

c)Kuadran III merupakan kuadran di mana PP dan PPW bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain.

(51)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Kondisi Geografi

Secara geografis, Provinsi DKI Jakarta terletak pada koordinat 5°19’12”

sampai 6°23’54” Lintang Selatan dan 106°22’42” sampai 106°58’18” Bujur Timur. Jakarta terdiri dari dataran rendah dengan ketinggian 0-7 meter di atas permukaan laut dan dilalui 26 sungai. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, Provinsi DKI Jakarta memiliki luas wilayah sebesar 7.659,02 km2, yang terdiri dari daratan seluas 661,52 km2 dan lautan seluas 6.997,5 km2, serta terdapat tidak kurang dari 110 buah pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu. Batas wilayah Kota Jakarta adalah sebagai berikut :

sebelah utara : Laut Jawa,

sebelah timur : Provinsi jawa Barat,

sebelah selatan : Kota Depok,

sebelah barat : Kabupaten/Kota Tangerang.

Keadaan DKI Jakarta secara umum beriklim tropis, dengan suhu udara maksimum berkisar antara 32,7°C-34°C pada siang hari, dan suhu udara minimum

berkisar antara 23,8°C–25,4°C pada malam hari. Rata-rata curah hujan tahunan adalah 237,96 mm, dengan tingkat kelembaban udara mencapai 73-78 persen. Puncak musim kemarau adalah pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60 milimeter dan suhu yang dapat mencapai hingga 40°C.

(52)

Jakarta Selatan, serta satu kabupaten administratif yaitu Kepulauan Seribu. Di seluruh wilayah DKI Jakarta terdapat 43 kecamatan dan 265 kelurahan, dengan pembagian sebagai berikut :

Tabel 4.1. Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta

Wilayah Kecamatan Kelurahan

Jakarta Selatan 10 65

Jakarta Timur 10 65

Jakarta Pusat 8 44

Jakarta Barat 8 56

Jakarta Utara* 7 35

Wilayah DKI 43 265

Keterangan : *) termasuk Pulau Seribu.

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2008.

4.2. Perkembangan Penduduk dan Tenaga Kerja

Tingginya pergerakan penduduk dari Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) ke Jakarta telah membawa konsekuensi terhadap laju pertumbuhan penduduk di DKI Jakarta. Jika pada tahun 1961 jumlah penduduknya hanya mencapai 2,74 juta jiwa, pada tahun 2000 dan 2006 jumlah penduduknya telah mencapai 13,59 juta jiwa dan 8,97 juta jiwa (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2007).

(53)

jumlah penduduk, sex ratio, dan kepadatan penduduk menurut kotamadya/kabupaten di DKI Jakarta pada tahun 2002-2006.

Tabel 4.2. Penduduk DKI Jakarta, Sex Ratio, dan Kepadatan Penduduk Menurut Jakarta Selatan 1.020.828 1.032,856 2.053.684 98,84 14.092 Jakarta Timur 1.234.020 1.179.855 2.413.875 104,59 12.857 Jakarta Pusat 434.970 456.808 891.778 95,22 18.502 Jakarta Barat 1.061.308 1.069.388 2.130.696 99,24 16.890 Jakarta Utara 721.865 730.420 1.452.285 98,83 10.236

Sumber : Sakernas 2004-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta.

Besarnya jumlah penduduk DKI Jakarta antara lain disebabkan oleh tingginya arus migrasi dan urbanisasi dari daerah lain. Sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi yang relatif lengkap dibandingkan daerah lainnya di Indonesia dengan segala atribut kemegahan metropolitannya menjadi salah satu faktor penarik bagi para migran untuk mengadu nasib di kota ini.

(54)

mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya yaitu menjadi sekitar 6,7 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2006, jumlah penduduk usia kerja meningkat 120,6 ribu jiwa atau meningkat sebesar 1,84 persen.

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa di tahun 2007 sekitar 4,08 juta jiwa penduduk usia kerja digolongkan ke dalam angkatan kerja. Jumlah ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2006 (4,12 juta jiwa), 2005 (4,18 juta jiwa), dan 2004 (4,10 juta jiwa). Jumlah pengangguran pada tahun 2005 sempat mengalami peningkatan menjadi 615.917 jiwa dibandingkan keadaan tahun 2004 yang hanya sebanyak 602.741 jiwa. Namun pada tahun 2006 dan 2007 jumlah pengangguran menurun menjadi 590.022 jiwa dan 542.002 jiwa.

Tabel 4.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Kegiatan Utama di DKI Jakarta Tahun 2004 – 2007

Kegiatan Utama 2004 2005 2006 2007

1. Penduduk Usia Kerja (15 +) 6.620.210 6.628.815 6.571.734 6.692.347 2. Angkatan Kerja (jiwa) 4.100.100 4.181.248 4.121.821 4.085.030 a) Bekerja 3.497.359 3.565.331 3.531.799 3.543.028 b) Pengangguran 602.741 615.917 590.022 542.002 3. Bukan Angkatan Kerja

(jiwa) 2.520.110 2.447.567 2.449.913 2.607.317 4. Tingkat Pengangguran

Terbuka (%) 14,70 14,73 14,31 13,27

Sumber : Sakernas 2004-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta.

(55)

proporsi penduduk yang bekerja di sektor ini ada sebanyak 35,58 persen, pada tahun 2005 proporsinya meningkat menjadi 38,60 persen. Pada tahun 2006 dan 2007 proporsi penduduk yang bekerja di sektor ini turun menjadi 37,59 persen dan 37,36 persen.

Pada periode yang sama, proporsi penduduk yang bekerja di sektor jasa-jasa cenderung berfluktuasi. Pada tahun 2004 proporsinya adalah sebesar 23,05 persen, kemudian pada tahun 2005 menurun menjadi 22,66 persen. Pada tahun 2006 proporsinya meningkat kembali menjadi 24,03 persen, namun pada tahun 2007 terjadi penurunan menjadi 21,72 persen (Tabel 4.4).

Tabel 4.4. Proporsi Penduduk Bekerja di DKI Jakarta menrut Sektor Perekonomian Tahun 2004-2007 (dalam persen)

Sektor Perekonomian 2004 2005 2006 2007

Pertanian 0,59 0,56 0,71 0,52

Pertambangan dan Penggalian 0,27 0,17 0,24 0,22

Industri Pengolahan 20,88 18,60 16,69 18,44

Listrik, Gas dan Air Bersih 0,41 0,23 0,49 0,31

Konstruksi 4,17 3,37 4,67 4,35

Perdagangan, Hotel, dan restoran 35,58 38,60 37,59 37,36 Pengangkutan dan Komunikasi 8,88 9,10 8,10 9,61 Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 6,19 6,71 7,48 7,47

Jasa-jasa 23,05 22,66 24,03 21,72

Total 100 100 100 100

Sumber : Sakernas 2004-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta.

(56)

tahun 2005 dan 2006 proporsinya menurun menjadi 18,60 persen dan 16,69 persen. Pada tahun 2007 proporsinya meningkat menjadi 18,44 persen.

4.3. Perekonomian Provinsi DKI Jakarta

DKI Jakarta memiliki peran yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Dilihat dari nilai Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB), peranan Jakarta terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai 16-17 persen. Hal ini menjadikan DKI Jakarta sebagai penyumbang terbesar PDB dibanding provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Perekonomian Provinsi DKI Jakarta didominasi oleh sektor tersier, dan kontribusinya cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Besarnya peran sektor tersier atau yang berbasis pelayanan ini sesuai dengan keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjadikan Jakarta sebagai kota jasa (service city). Dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat bisnis nasional maupun internasional, kegiatan perdagangan menjadi salah satu andalan Provinsi DKI Jakarta. Untuk menopang kegiatan perdagangan dan kegiatan bisnis lainnya, jasa perhotelan dan restoran turut mengalami perkembangan yang cukup pesat.

(57)

komunikasi yang cukup signifikan antara lain didorong oleh maraknya penggunaan telepon seluler, yang memberikan dampak sangat besar terhadap pertumbuhan subsektor komunikasi.

Tabel 4.5. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha 2003-2007 (dalam Persen)

Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007

1.Pertanian -15,71 -1,27 1,05 1,13 1,55

2.Pertambangan/Penggalian -14,08 -6,81 -7,24 1,87 0,46 3.Industri Pengolahan 5,05 5,74 5,07 4,97 4,60 4.Listrik, Gas dan Air

Bersih 5,70 5,66 6,95 4,99 5,20

5.Bangunan 4,04 4,42 5,89 7,12 7,81

6.Perdagangan, Hotel dan

Restoran 6,60 6,96 7,89 6,47 6,88

7.Pengangkutan dan

Komunikasi 12,57 12,63 13,28 14,36 15,25

8.Keuangan, Persewaan

dan jasa Perusahaan 3,97 4,17 4,10 3,82 4,47

9.Jasa-jasa 5,24 4,65 5,06 5,56 6,08

PDRB 5,31 5,65 6,01 5,95 6,44

(58)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Sektor Unggulan di Provinsi DKI Jakarta

Sektor yang menjadi unggulan wilayah pada dasarnya adalah sektor yang dapat memberikan kontribusinya, bukan saja untuk mencukupi kebutuhan daerah itu sendiri, namun juga mampu mengekspor outputnya untuk memenuhi kebutuhan daerah lain, atau dikatakan sebagai sektor basis. Selain itu sektor unggulan tersebut dapat menghasilkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar. Setiap wilayah umumnya memiliki satu sektor atau lebih yang menjadi sektor unggulan.

5.1.1. Analisis Location Quotient (LQ)

Analisis LQ lazim digunakan untuk menentukan sektor basis di suatu daerah. Nilai LQ berkisar dari nol sampai dengan positif tak terhingga. Nilai LQ lebih besar dari satu (LQ > 1) memiliki makna bahwa output pada sektor yang bersangkutan lebih berorientasi ekspor dan sektor tersebut dikategorikan sebagai sektor basis. Apabila nilai LQ kurang dari satu (LQ < 1) mengandung arti bahwa sektor yang bersangkutan diklasifikasikan sebagai sektor non basis.

(59)

pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Sedangkan sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor bangunan termasuk kategori sektor non basis.

Tabel 5.1. Nilai Location Quotient (LQ) di Provinsi DKI Jakarta, Tahun

Sumber : Sakernas tahun 2003-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta (diolah).

(60)

Sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan lapangan usaha yang melakukan kegiatan jasa distribusi tenaga listrik, gas, dan air bersih. Nilai LQ sektor listrik, gas, dan air bersih secara berturut-turut adalah 2,65; 1,65; 1,19; 2,03; dan 1,80. Berfungsinya tiga sumur bor di daerah rawan air bersih, instalasi pengolahan air bersih di Kamal Muara, dan ribuan hidran umum membantu berkembangnya subsektor air bersih. Selain itu, kebutuhan energi listrik dan gas yang relatif besar menyebabkan peran sektor ini sangat diperlukan.

Sektor basis berikutnya adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan nilai koefisien LQ secara berurutan adalah 1,99; 1,74; 1,94; 1,87; dan 1,82. Pelabuhan laut dan udara dengan fasilitasnya yang relatif baik, fasilitas perbankan yang memadai, dan lain sebagainya memungkinkan aktivitas perdagangan berkembang dengan pesat di Jakarta. Demikian pula dengan pendirian pusat-pusat bisnis dan usaha perhotelan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di samping itu, volume perdagangan di DKI Jakarta sangat tinggi seiring dengan padatnya penduduk DKI Jakarta.

(61)

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan merupakan sektor dengan nilai LQ tertinggi selama tahun 2003-2007, yaitu 4,27; 5,15; 6,11; 5,30; dan 5,34. Salah satu faktor pendorongnya adalah karena Provinsi DKI Jakarta secara nasional menjadi pusat dari kegiatan sektor ini. Selain itu, kegiatan di sektor keuangan, khususnya fungsi intermediasi perbankan menunjukkan perkembangan dan kinerja yang membaik, disertai dengan perkembangan yang membaik di sisi sistem pembayaran non tunai.

Terakhir adalah sektor jasa-jasa dengan kisaran nilai LQ secara berturut-turut sebesar 2,12; 2,05; 2,03; 2,02; dan 1,81. Sekalipun DKI Jakarta tidak memiliki potensi alam yang cukup berarti, namun sebagai pusat pemerintahan DKI Jakarta mempunyai sarana fisik maupun administrasi yang baik untuk berkembangnya sektor jasa-jasa.

(62)

5.1.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektoral DKI Jakarta

Tahun 2003-2007

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai neto dari barang dan jasa (nilai produksi dikurang biaya antara) yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi yang melakukan kegiatan produksi dalam batas wilayah suatu provinsi. Dalam pengertian sektoral, PDRB merupakan penjumlahan dari nilai tambah yang diciptakan oleh seluruh sektor ekonomi.

PDRB Provinsi DKI Jakarta disumbang oleh sembilan sektor ekonomi perekonomian, yaitu : (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan dan penggalian, (3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas, dan air bersih, (5) sektor bangunan, (6) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi, (8) sektor sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan (9) sektor jasa-jasa. Pada tahun 2002, DKI Jakarta memasuki tahap pemulihan (recovery stage) pasca krisis ekonomi. Sejak memasuki tahapan tersebut, perekonomian DKI Jakarta kian membaik dan sektor-sektor perekonomian yang ada umumnya mengalami pertumbuhan yang positif.

(63)

Sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor listrik, gas, dan air bersih hanya memberikan kontribusi terhadap PDRB di bawah satu persen. Bahkan sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian memiliki kontribusi yang cenderung menurun. Sedangkan kontribusi pendapatan sektor listrik, gas, dan air bersih terhadap PDRB cenderung stagnan bila dilihat dari persentasenya, meskipun nilai riilnya terus meningkat.

Tabel 5.2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Sektor

(64)

5.1.3. Penyerapan Tenaga Kerja oleh Sektor-sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta

Selama tahun 2003-2007 terjadi kenaikan kesempatan kerja di DKI Jakarta sebesar 13,72 persen, yang disebabkan oleh sebagian besar sektor perekonomian di DKI Jakarta mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dimungkinkan karena pada masa ini, perekonomian DKI Jakarta semakin membaik akibat tengah memasuki tahap pemulihan dan pemantapan ekonomi pasca krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Tabel 5.3. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Sektor Perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003 dan 2007

Sektor Perekonomian Kesempatan Kerja Perubahan

(Jiwa) Persen 2003 2007

Pertanian 16.932 19.945 3.013 17,79

Pertambangan dan Penggalian 10.574 8.282 -2.292 -21,68 Industri Pengolahan 661.768 708.643 46.875 7,08 Listrik, Gas dan Air Bersih 16.056 12.094 -3.962 -24,68

Bangunan 138.192 166.999 28.807 20,85

Perdagangan, Hotel, dan

restoran 1.245.296 1.435.739 190.443 15,29

Pengangkutan dan Komunikasi 316.058 369.286 53.228 16,84 Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 205.966 287.133 81.167 39,41

Jasa-jasa 768.360 834.823 66.463 8,65

Total 3.379.202 3.842.944 463.742 13,72

Sumber : Sakernas 2003 dan 2007, BPS Provinsi DKI Jakarta (diolah).

(65)

jiwa (15,29 persen), sehingga menjadi 1.435.739 jiwa. Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi terkecil dalam menyerap tenaga kerja adalah sektor pertambangan dan penggalian, yaitu sebesar 10.574 jiwa pada tahun 2003 dan pada tahun 2007 menurun menjadi 8.282 jiwa.

Sektor dengan persentase pertumbuhan kesempatan kerja tertinggi dibandingkan dengan sektor lain adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Selama tahun 2003-2007, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami peningkatan kesempatan kerja sebesar 39,41 persen. Peningkatan ini terjadi antara lain karena kegiatan di sektor keuangan, khususnya fungsi intermediasi perbankan menunjukkan perkembangan dan kinerja yang membaik, disertai dengan perkembangan yang membaik di sisi sistem pembayaran non tunai. Selain itu, banyak institusi atau lembaga keuangan yang berpusat di Jakarta.

(66)

Hasil dari pembahasan 5.1.1, 5.1.2, dan 5.1.3 dapat dirangkum dalam matriks berikut :

Analisis LQ

Basis

Industri Pengolahan, listrik, gas, & air bersih, perdagangan, hotel, & restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan,& jasa perusahaan, jasa-jasa. Non basis Pertanian, Pertambangan & penggalian,

Bangunan

PDRB

Terbesar

(1) Keuangan, persewaan, & jasa perusahaaan; (2) Perdagangan, hotel, & restoran; (3) Industri pengolahan; (4) Jasa-jasa

Terkecil (1) Pertanian; (2) Pertambangan & penggalian; (3) Listrik, gas, & air bersih

Penyerapan tenaga kerja

Terbesar

(1) Perdagangan, hotel, & restoran; (2) Jasa-jasa; (3) Industri pengolahan; (4) Pengangkutan & komunikasi

Terkecil (1) Pertambangan & penggalian; (2) Listrik, gas, & air bersih; (3) Pertanian

Dengan demikian, berdasarkan kriteria sektor yang termasuk sektor basis, serta mampu menghasilkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang relatif besar, maka sektor yang merupakan sektor unggulan di DKI Jakarta adalah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa.

(67)

menyerap tenaga kerja sekitar 95 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Sedangkan sektor non unggulan hanya mampu menyerap sekitar 5 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa sektor unggulan di DKI Jakarta memiliki peranan besar dalam penyerapan tenaga kerja.

Selama tahun 2003-2007, jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor-sektor unggulan besarnya semakin meningkat. Pada tahun 2003, sektor-sektor-sektor-sektor unggulan menyerap tenaga kerja sebanyak 3.197.448 jiwa dari total penduduk yang bekerja di DKI Jakarta sebanyak 3.379.202 jiwa. Dan pada tahun 2007, penduduk yang bekerja di sektor-sektor unggulan adalah sebanyak 3.635.624 jiwa dari total penduduk DKI Jakarta yang bekerja sebanyak 3.842.944 jiwa.

Tabel 5.4. Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Unggulan dan Non Unggulan di

Sumber : Sakernas 2003-2007, BPS Provinsi DKI Jakarta (diolah).

5.2. Kesempatan Kerja di Indonesia Tahun 2003-2007

(68)

tenaga kerja yang bekerja di sektor ini adalah sebesar 42.001.437 jiwa, dan pada tahun 2007 menurun sebanyak 794.963 jiwa (1,89 persen) menjadi 41.206.474 jiwa.

Indonesia yang merupakan negara agraris memang sudah sewajarnya memiliki tenaga kerja yang besar di sektor pertanian. Apalagi pemerintah terus berupaya menciptakan swasembada pangan bagi masyarakat Indonesia, sehingga masyarakat Indonesia mampu memenuhi kebutuhan akan pangan. Selain itu, sektor pertanian terbukti paling lentur dan telah menjadi penampung kelebihan tenaga kerja di sektor formal bukan pertanian.

(69)

Tabel 5.5. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2003 dan 2007

Sektor Perekonomian Kesempatan Kerja Perubahan

(jiwa) Persen

2003 2007

Pertanian 42.001.437 41.206.474 -794.963 -1,89 Pertambangan dan

Penggalian 722.915 994.614 271.699 37,58

Industri Pengolahan 10.927.342 12.368.729 1.441.387 13,19 Listrik, Gas dan Air Bersih 162.490 174.884 12.394 7,63

Bangunan 4.106.597 5.252.581 1.145.984 27,91

Perdagangan, Hotel, dan

restoran 16.845.995 20.554.650 3.708.655 22,02 Pengangkutan dan

Komunikasi 4.976.928 5.958.811 981.883 19,73 Keuangan, Persewaan, dan

Jasa Perusahaan 1.294.832 1.399.490 104.658 8,08 Jasa-jasa 9.746.381 12.019.984 2.273.603 23,33

Total 90.784.917 99.930.217 9.145.300 10,07

Sumber : Sakernas 2003 dan 2007, BPS (diolah).

Sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan sektor yang kesempatan kerjanya paling rendah di tingkat nasional. Pada tahun 2003, penduduk yang bekerja di sektor ini hanya sebanyak 162.490 jiwa. Kemudian pada tahun 2007 penduduk yang bekerja di sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami peningkatan sebanyak 12.394 jiwa (7,63 persen) menjadi 174.884 jiwa.

5.3. Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2003-2007

(70)

2007 dan 2003 dibagi dengan kesempatan kerja nasional tahun 2003, sehingga nilai Ra yang didapat tiap sektor memiliki nilai yang sama besar. Nilai Ra sebesar 0,10 menunjukkan bahwa selama tahun 2003-2007 terjadi pertumbuhan kesempatan kerja secara nasional sebesar 0,10 (Tabel 5.6.).

Tabel 5.6. Rasio Kesempatan Kerja DKI Jakarta dan Nasional (Ra, Ri, ri)

Sektor Perekonomian Ra Ri ri

Pertanian 0,10 -0,02 0,18

Pertambangan dan Penggalian 0,10 0,38 -0,22

Industri Pengolahan 0,10 0,13 0,07

Listrik, Gas dan Air Bersih 0,10 0,08 -0,25

Bangunan 0,10 0,28 0,21

Perdagangan, Hotel, dan restoran 0,10 0,22 0,15

Pengangkutan dan Komunikasi 0,10 0,20 0,17

Keuangan, Persewaan, dan Jasa

Perusahaan 0,10 0,08 0,39

Jasa-jasa 0,10 0,23 0,09

Total 0,10 0,10 0,14

Sumber : Sakernas 2003 dan 2007, BPS Provinsi DKI Jakarta (diolah)

Nilai Ri pada Tabel 5.5 menunjukkan kontribusi masing-masing sektor perekonomian dalam menciptakan kesempatan kerja secara nasional. Pada tahun 2003-2007 hanya ada satu sektor yang memiliki nilai Ri negatif, yaitu sektor pertanian, sebesar -0,02. Delapan sektor lainnya memiliki nilai positif dan yang tertinggi dipegang oleh sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,38.

Gambar

Tabel 1.1 Perbandingan Penduduk yang bekerja dan Pengangguran di DKI Jakarta dan Indonesia Tahun 2006-2007 (dalam ribuan)
Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share
Gambar 2.2. Sistematika Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penellitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta memilih kegiatan dialog interaktif sebagai strategi komunikasi

Hasil Peramalan Validasi Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 2007-2010....

Program Pendugaan Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta, Tahun 1985-2004.... Hasil Pendugaan

Menyatakan bahwa data yang saya sampaikan kepada Gubernur Provinsi DKI Jakarta melalui Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta

d) Pelaksanaan proyek penugasan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Akibat perkembangan teknologi menyebabkan perubahan struktur ekonomi masyarakat. Hal ini mengakibatkan

Salah satu peraturan tersebut adalah Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030, yang menyebutkan bahwa

Dalam menanggulangi banjir di Provinsi DKI Jakarta, maka pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai Tahun 2014 selain akan melakukan pengerukan sedimen lumpur di Kanal banjir Timur

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 Gambar 3.16: Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu (D/S) Menurut Kab-Kota Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 Sumber: