ABSTRAK
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH
( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca)
Oleh NADIA YUNITA
Kasus penggelapan uang nasabah merupakan salah satu bentuk tindak pidana dimana seseorang dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain yang bukan haknya.. Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia termasuk Indonesia dan Provinsi Lampung, nasabah dari segala golongan pun menaruh uang di BPR Tripanca. Atas Dasar itu, tidak ada satupun curiga ketika BPR Tripanca menawarkan deposito di bawah tangan dengan bunga 18% berupa cek atas nama pemilik bank, tanpa jaminan resmi dari Bank Indonesia(BI). Akibat dampak krisis moneter melanda perbankan di Indonesia itulah, pemilik Tripanca Grup Sugiarto Wiharjo menghilang dari Lampung banyak ditemukan kenyataan lain. Salah satunya adalah bahwa jaminan kredit yang Tripanca Grup jaminan ke Deutche Bank Singapura adalah jaminan kredit yang telah ia jaminkan ke Bank Mega telah terjadi penipuan. Dari sisi perlindungan konsumen, yang perlu dijamin dalam hubungan konsumen (nasabah penyimpanan dana) dengan pihak bank, yaitu kepastian, keamanan dana yang disimpan di bank sebagai kompensasi kepercayaan konsumen yang diberikan kepada bank. Permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah dan Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam mengambil putusan no.1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca. Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian pada skripsi ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengambil putusan no. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca dan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah.
Pendekatan masalah pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris dan jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yaitu pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan dan literatur kemudian ada lagi Studi Lapangan yaitu usaha untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula dilakukan dengan wawancara langsung terhadap seluruh responden. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdakwa pertanggungjawaban Sugirto wiharjo telah melakukan perbuatan melawan hukum yang melanggar Pasal 372 KUHP, telah memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana, yaitu dalam
melakukan perbuatannya tersebut dalam keadaan jiwa yang normal, orang yang dengan sengaja melakukan juga menyadari pada saat melakukan perbuatannya tersebut. Pada kasus ini terdakwa sengaja dan menyadari perbuatan yang dilakukannya terhadap korban. Dalam diri terdakwa tidak ada alasan pemaaf atau pembenar yang dapat membebaskan terdakwa dari tuntutan pasal yang didakwakan tersebut. Untuk membuktikan kesalahan diperlukan dua alat bukti yang sah. Hal tersebut dapat memberikan keyakinan bgi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Untuk menambah keyakinannya hakim menggunakan alat bukti keterangan saksi dan terdakwa. Berdasarkan Pasal 372 KUHP tindakan terdakwa dapat dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, tetapi hakim berpendapat bahwa cukup adil kiranya jika terdakwa dijatuhi hukuman bersyarat.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa era globalisasi pada saat ini sangatlah sulit bagi semua masyarakat untuk meningkatkan
mutu dan kwalitas baik yang berpenghasilan tetap maupun berpenghasilan tidak tetap. Keadaan
seperti ini yang menyebabkan semua orang berusaha dan bersaing untuk mendapatkan kwalitas
hidup yang makmur. Tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan kwalitas hidup yang baik,
dalam hal ini seperti pendapatan (uang). Hal seperti inilah yang mendorong beberapa orang
untuk melakukan kecurangan atau penggelapan untuk mengambil keuntungan yang sangat besar
tanpa melihat resiko yang ditimbulkannya.
Uang sangatlah penting dimasa sekarang ini, dimana uang dapat menunjang roda perekonomian
masyarakat untuk hidup makmur. Pada awalnya uang kartal diterbitkan oleh pemerintah
Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya Undang-undang No.13 Tahun 1968 pasal 26
ayat 1 tentang mencetak uang, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah
kemudian menetapkan Bank Central, Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berhak
menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak
otroi(www.Google.com).
Pasal 50 Undang-undang Nomor.1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor.7
Tahun1992 tentang Perbankan. Pihak terafiliasi yang sengaja tidak melaksanakan
dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun denda sekurang-kurangnya Rp 5
miliar dan paling banyak Rp 100 miliar dan dalam Tindak pidana penggelapan uang nasabah
diatur dalam ketentuan Pasal 372 (penggelapan) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu
yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama
empat tahun atau pidana denda sebayak sembilan ratus rupiah. (KUHP)
Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia termasuk Indonesia dan Provinsi Lampung,
nasabah dari segala golongan pun menaruh uang di BPR Tripanca. BPR Tripanca yang berlokasi
di Jl. 41, Ketapang, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung ini, sempat dinobatkan sebagai
Bank Perkreditan Rakyat Ketiga Terbaik Di Seluruh Indonesia. Atas Dasar itu, tidak ada satupun
curiga ketika BPR Tripanca menawarkan deposito di bawah tangan dengan bunga 18% berupa
cek atas nama pemilik bank, tanpa jaminan resmi dari Bank Indonesia(BI). Mulai dari para
pengusaha kaya yang menanamkan puluhan miliar rupiah, hingga para pedagang kecil yang
walaupun sudah menanamkan seluruh hartanya disana jumlahnya tetap hanya beberapa juta
rupiah saja.
Di tengah krisis usaha yang tidak menentu, bunga deposito sebesar 18% sangatlah mendapatkan
sambutan. Begitu juga ketika para supplier PT. Cideng Makmur Pratama, anak perusahaan dari
Tripanca Grup yang bergerak di bidang hasil bumi, dibayar dengan cek BPR Tripanca yang
ditandatangani sendiri oleh pemilik bank, tidak terbesit kecurigaan sedikit pun ketika cek itu
Akibat dampak krisis moneter melanda perbankan di Indonesia, Pemilik Tripanca Grup Sugiarto
Wiharjo menghilang dari lampung. Ketika kasus ini diperiksa, banyak ditemukan kenyataan
lain. Salah satunya adalah bahwa jaminan kredit yang Tripanca Grup jaminan ke Deutche Bank
Singapura adalah jaminan kredit yang telah ia jaminkan ke Bank Mega telah terjadi penipuan.
Bagi Direktur Bank Tripanca Grup, karena perjanjian kredit ini ditandatangani olehnya, bukan
oleh Sugiarto Wiharjo yang berstatus Komisaris. Otomatis, bila masalah tak kunjung beres,
direktur yang harus bertanggungjawab.
Bank Indonesia (BI) tidak akan memberikan sanksi kepada Sugiarto Wiharjo , karena itu sudah
termasuk tindak pidana, maka yang berhak menjatuhkan sanksi adalah polisi. Sedangkan untuk
BPR-nya sendiri, BI tidak bisa sewenang-wenang memberikan sanksi, apakah BPR tersebut akan
terus beroprasi atau sebaliknya. Dalam hal ini, harus dibedakan mana yang merupakan tindak
pidana atau bukan. Melalaikan berapa jumlah aset yang tersisa di BPR itu dan berapa
kewajibannya. Kalau BPR nya masih bisa beroprasi dan mendapat investor baru, kenapa harus
dihentikan operasinya.
Kasus penggelapan uang nasabah yang tersangkanya bernama Sugiarto Wiharjo berdasarkan
putusan No.1505 / Pid.B / 2009/PN.TK dikenakan Pasal 372 KUHP Jo.Pasal 55 ayat (1) ke.1
Jo.Pasal 64 ayat (1) KUHP hanya dijatuhkan hukuman penjara selama 10 ( sepuluh ) Bulan
dengan masa percobaan 1 ( satu ) Tahun. Dimana tersangka Sugiarto Raharjo melakukan
penggelapan tidak hanya uang melainkan hasil bumi yang berupa lada.
Bermula ketika CV. Roda mandala Dwipa ( Direktur Utama Saksi Budiman ), melalui saksi
Agustus di PT.Tripanca Center Jl.Way Sekampung Bandar Lampung. Kemudian pada tanggal 29
Agustus sampai dengan 13 september 2008 CV. Roda mandala Dwipa mengirim lada ke gudang
PT.Cideng Makmur Pratama (PT. Tripanca Group). Atas dasar perintah terdakwa pada tanggal
22 sampai dengan 25 oktober 2008 dilakukan pengeluaran lada sebanyak 142,745 ton dari
gudang PT.Cideng Makmur Pratama untuk dititip kegudang Sharp dan atas perintah terdakwa
pada tanggal 25 sampai dengan 27 oktober 2008 dilakukan pengeluaran lada sebanyak 85,311
ton dari gudang PT.Cideng Makmur Pratama untuk dititip di Gudang Bumi Mas.
Bahwa kemudian PT.Tripanca Group membayar kepada CV. Roda mandala Dwipa melalui saksi
Abbas bin Kodri untuk lada sebanyak 2.300 Ton senilai Rp. 65.665.406.000,- tetapi yang
diterima CV. Roda mandala Dwipa hanya senilai Rp. 53.424.238.825,- dengan perincian :
a. Rp 47.662.448.825,- dalam bentuk bilyet giro Bnk Mandiri, Bilyet Giro Bank Mega
dan Bilyet Giro Bank BCA dan slip penarikan Bank tripanca.
b. Rp 5.761.790.000,- dalam bentuk cek multi organik.
Tersangka Sugirto Raharjo hanya menyerahkan lada kepada CV. Roda mandala Dwipa sebanyak
464,200 ton. Akibat dari perbuatan tersangka, CV. Roda mandala Dwipa mengalami kerugian
sebanyak 178,80 Ton atau senilai Rp. 3.576.000.000,- dengan asuransi harga lada Rp
20.000,-atau setidak-tidaknya CV. Roda mandala Dwipa mengalami kerugian sekitar jumlah tersebut.
Dilihat sisi perlindungan konsumen, yang perlu dijamin dalam hubungan konsumen (nasabah
penyimpanan dana) dengan pihak bank, yaitu kepastian, keamanan dana yang disimpan di bank
sebagai kompensasi kepercayaan konsumen yang diberikan kepada bank. Dalam rangka sistem
perlindungan (hukum) konsumen, dengan kontruksi yang dikedepankan Pasal 64 UUPK (Bab
bank untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan, dapat
digunakan sebagai instrument hukum administrasi Negara yang melindungi kepentingan
konsumen. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan mendesak untuk dilakukan, yang satu
sisi (sisi konsumen) merupakan instrument perlindungan konsumen, sedangkan pada sisi lainnya
(sisi bank ).
Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), menentukan:
“ segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur
secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini”.
Berdasarkan Pasal 64 (Bab XIV Ketentuan Peralihan) ini, dapat dipahami secara emplisit bahwa
UUPK merupakan ketentuan khusus (Lex Specialis ) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tetap
berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UUPK dan/atau tidak bertentangan dengan
UUPK. Melalui ketentuan peralihan ini, UUP tetap berlaku sepanjang UUPK tidak menentukan
lain.
Setiap pelanggaran peraturan hukum yang sudah ada, akan dikenakan sanksi yang berupa
hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar peraturan hukum yang
dilakukannya. Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus
menerus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang
harus sesuai dan tidak boleh bertentangandengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.
Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat itu
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul “
Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan Uang Nasabah ( Studi Kasus
No.1505/pid.B/2009/PN.TK)”
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup
1. Permasalahan Penelitian
Menguraikan dan menganalisis lebih lanjut dalam bentuk pembahasan yang bertitik tolak dari
latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah (Studi Kasus
No.1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang Tentang Bank Tripanca)?
b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam mengambil putusan
No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca terhadap pelaku penggelapan uang
nasabah ?
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup substansi penelitian ini dibatasi pada hukum pidana umum khususnya tentang
pertanggungjawaban pidana pelaku dan pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. Adapun
lokasi penelitian ini adalah Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.
Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah pada
studi kasus No.1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca.
b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengambil putusan
(No.1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca) terhadap pelaku penggelapan uang
nasabah.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian di harapkan dapat berguna baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak
hukum dalam penerapan kebijakan hukum terhadap pelaku pidana penggelapan uang
nasabah.
2) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan Ilmu Hukum pidana
mengenai kejahatan penggelapan uang nasabah.
b. Secara Praktis
1) Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas untuk
mengetahui mengenai kejahatan penggelapan uang nasabah.
2) Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi aparat penegak hukum
khususnya hakim dalam mengambil putusan.
Menurut Abdulkadir Muhammad (2004:73) kerangka teorits merupakan susunan dari beberapa
anggapan, pendapat, cara, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi
landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.
Perbuatan yang telah memenuhi rumusan delik/tindak pidana dalam undang-undang belum tentu
dapat dipidana , karena terlebih dahulu harus melihat kembali kepada orang/pelaku tindak pidana
tersebut. Orang yang dapat dituntut di muka pengadilan dan dijatuhi pidana haruslah melakukan
tindak pidana dengan kesalahan, kesalahan ini dapat dibedakan menjadi dua (2), yaitu:
a. Kemampuan bertanggungjawab
b. Sengaja (dolus) dan lalai (culpa/alpa)
(Tri Andarisman, 2007:103 )
Unsur pertama dari kesalahan adalah adanya kemampuan bertanggungjawab. Tidak mungkin
seseorang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana apabila ia tidak mampu
bertanggungjawab. Menurut Simon “ kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai
suatu keadaan spikis sedemikian yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya
pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya”.
Lebih lanjut dikatakan oleh Simon, seseorang mampu bertanggungjawab, jika jiwanya sehat,
yakni :
a. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan
hukum.
Van Hamel sebagaimana dikutip oleh P.A.F.Lamintang (1997:108) menyatakan bahwa
pertanggungjawaban yaitu suatu keadaan normal dan kematangan spikis yang membawa 3 (tiga)
macam kemampuan untuk:
a. Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri.
b. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat.
c. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan
bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan
atau kecakapan.
Pandangan bahwa ada hubungan langsung antara keadaan ekonomi menyebabkan seseorang
melakukan tindak kejahatan. Selain keadaan ekonomi, penyebab di luar diri pelaku berupa tinkat
gaji dan upah.
Penegakan hukum pidana merupakan salah satu pengadilan terhadap kejahatan yang untuk
diberantas. Disamping hal-hal tersebut yang mempengaruhi hakim dalam memberikan putusan
adalah unsur pembuktian dikarenakan unsure vital yang dijadikan bahan pertimbangan hakim
dalam menentukan berat atau ringannya pemidanaan.
Menurut Oemar Seno Adji (1984:12), menyatakan bahwa “ sebagai hakim dalam memberikan
putusan kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor
agama,budaya,pendidikan,nilai dan norma.Sehingga dapat di mungkinkan adanya perbedaan
dalam kasus yang sama dan pada dasarnya hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya perbedaan
cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan.
Pertanggungjawaban pidana atas seseorang pelaku perlu mendapat perhatian karena didasarkan
batin dari seseorang ketika melakukan suatu tindakan pidana. Untuk mengetahui suasana batin
tersebut dilihat dari kesalahan pelaku berupa kesengajaan atau kelalaian yang memenuhi unsur
dari kesalahan yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab pada pelaku, ini berarti keadaan jiwa
pelaku harus normal, adanya hubungan batin pelaku dengan perbuatannya yang berupa kesalahn
atau kealpaan, tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.
Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu:
“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana terhadap seseorang, kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukan”.
Putusan pengadilan didalamnya harus dinyatakan terlebih dahulu kesalahan terdakwa dengan
kenyataannya berdasarkan pembuktian atas setiap unsur tindak pidana dari pasal yang
didakwakan kepadanya. Untuk membuktikan kesalahan terdakwa diperlukan dua alat bukti yang
sah. Hal tersebut dapat memberikan keyakinan bagi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang
bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Alat bukti
yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 KUHP adalah:
1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Keyakinan hakim dalam selain alat bukti yang sah, menunjukkan bahwa sistem pembuktian yang
dianut KUHAP adalah sistem pembuktian atau negatif wettelijk stelsel. Negatif wettelijk stelsel ataustelsel yang menganut paham bahwa selain harus tercukupinya alat bkuti yang sah menurut Undang-undang, harus juga didasarkan pada adanya keyakinan hakim. Namun untuk
Undang-undang (dalam hal ini hakim hanya terbatas menggunakan alat bukti yang sesuai dengan
ketentuan KUHAP ).
( R.O Siahaan, 2009:225 )
2. Konseptual
Menurut Abdulkadir Muhammad (2004:78) kerangka konseptual adalah susunan dari beberapa
konsep sebagai satu kebulatan yang utuh sehingga berbentuk suatu wawasan untuk dijadikan
landasan, acuan dan pedoman dalam penelitian atau penulisan. Sumber konsep adalah
undang-undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa.
a. Pertanggungjawaban Pidana
Menurut P.A.F. Lamintang (1997:108) pertanggungjawaban yaitu suatu keadaan normal
dan kematangan spikis yang membawa 3(tiga) macam kemampuan untuk (1)
Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu
tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap
perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban
mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan pelaku.
b. Pelaku Tindak Pidana
Menurut R.Soesilo (1976:62) pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana, terdiri dari:
1. Orang yang melakukan/pleger, adalah seseorang yang sendirian telah berbuat
mewujudkan segala elemen dari peristiwa pidana.
2. Orang yang menyuruh lakukan/doen plegen, adalah sedikitnya ada 2(dua) orang yang
menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh menjadi pleger, jadi bukan orang itu sendiri
3. Orang yang turut melakukan/mede pleger, adalah turut melakukan dalam arti kata
bersama-sama melakukan, sedikitnya harus ada dua (2) orang, yaitu orang yang
melakukan/pleger dan orang yang turut melakukan/mede pleger peristiwa pidana itu.
4. Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan dengan
sengaja membujuk melakukan perbuatan itu, adalah orang yang harus sengaja
membujuk orang lain dengan menggunakan hadiah/pemberian ataupun kekuasaan.
5. Orang yang dengan sengaja membantu melakukan kejahatan atau tidak
pidana/medeplichting.
c. Tindak Pidana
Menurut Moeljatno (1993:53) tindak pidana adala perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum larangan disertai ancaman (sanksi) dan menurut wujudnya atau sifatya
perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan-perbuatan ini juga merugikan
masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata
dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.
d. Penggelapan
menurut buku II Bab XXIV KUHP tentang penggelapan, Penggelapan adalah barang siapa
dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau
sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana
denda sebayak sembilan ratus rupiah.
Uang didefinisikan dalam ekonomi tradisioanal sebagai setiap alat ukur yang dapat
diterima secara umum. Alat tukar ini dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh
setiap orang dimasyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. (Adami Chazawi,
2005: 90).
ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum
diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta
kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. (Yusuf Shofie,2008:68).
f. Nasabah
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, baik itu untuk keperluannya sendiri
maupun sebagai perantara bagi keperluan pihak lain .
( www.wikipediaindonesia .com ).
e. Sistematika Penulisan
Dalam upaya memudahkan maksud dari penelitian ini serta dapat dipahami, maka penulis
membaginya ke dalam V (lima) Bab secara berurutan dan saling berhubungan sebagai berikut:
1. PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang dari penulisan Analisis Pertanggugjawaban Pidana Pelaku
Penggelapan Uang Nasabah ( Studi Kasus No.1505/Pid.B/2009/PN.TK Tentang Bank
Tripanca), permasalahan dan ruang lingkup, penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian,
kerangka konseptualitas serta sistematika penulisan.
Berisikan tinjauan pustaka mengenai pengertian-pengertian pidana dan tindak pidana,
pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian penggelapan, pengertian uang dan
pengertian nasabah.
3. METODE PENELITIAN
Berisikan tata cara atau langkah-langkah atau yang digunakan dalam rangka melakukan
penelitian yaitu melalui pendekatan masalah, sumber dan jenis data, produser pengumpulan
dan pengolahan data serta analisa data.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan permasalahan yang diangkat
mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah, dan
pertimbangan hakim dalam mengambil putusan.
5. PENUTUP
Bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan
berdasarkan dari hasil penelitian dan saran penulisan berkaitan dengan masalah yang akan
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana
Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai
arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang
yang cukup luas. Istilah hukuman atau pidana tidak hanya sering digunakan dalam hukum tetapi
juga dalam bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan
istilah yang bersifat umum, maka perlu adanya pembatasan pengertian atau makna sentral yang
dapat menunjuk ciri-ciri atau sifat khas dari pidana.
Dimaksud dengan pidana adalah sebagai berikut:
Pidana adalah penderitaan dan siksaan yang dibebankan kepada seseorang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk itu, atau penderitaan yang dengan
sengaja dibebankan kepada orang yang telah dinyatakan bersalah karena telah melanggar dan
melakukan kejahatan berdasarkan peraturan dan hukum-hukum yang mengaturnya (Bambang
Poernomo, 1993:2)
Pada dasarnya pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:
1. pidana itu hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau
akibat-akibat lain yang tidak menyenagkan.
2. Pidana itu memberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan
3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut
undang-undang (Muladi dan Barda Arif,1984:4).
Pidana diadakan untuk mencegah terjadinya tindak kesalahan, penyimpangan dan pelanggaran
serta sebagai sarana untuk memberika sanksi atas tindakan-tindakan yang menurut ketentuan
telah menyimpang dari apa yang telah ditetapkan. Namun demikian penjatuhan pidana tidak
semata-mata untuk memuaskan tuntutan absolut (pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan
itu sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Tujuan pemidanaan antara lain
adalah:
a. Secara umum adalah untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelanggarakan tata
kehidupan dalam masyarakat.
b. Secara khusus adalah untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak
memperkosanya dengan sanksi pidana yang bersifat lebih tajam dibandingkan dengan
sanksi pidana yang terdapat dalam cabang hukum lain
(Heni Siswanto, 2003:11).
1. Kesalahan
Kesalahan sebagai suatu perbuatan yang menimbulkan adanya akibat hukum tidak semata-mata
karena suatu kesengajaan, tetapi kesalahan dapat pula terjadi akibat adanya kelalaian, sehingga
akan menyebabkan seseorang harus dipertanggungjawabkannya secara hukum, sebagaimana
peraturan dan perundang--undangan yang mengaturnya
Kesengajaan tidak didefinisikan didalam KUHP. Petunjuk untuk dapat mengatakan arti
kesengajaan dapat diambil dari M.v.T (Memorie Van Toelicthing) yang mengartikan
kesengajaan sebagai menghendakin perbuatan itu dan juga mengetahui atau menyadari tentang
apa yang dilakukannya (Sudarto.1990:12).
Perbuatan pidana terkandung kehendak pengetahuan, dan dalam ilmu pengetahuan Hukum
Pidana kehendak dan pengetahuan itu dibagi dua teori sebagai berikut:
1) Teori Kehendak (wilstheorie)
Inti kesengajaan adalah untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan
undang-undang. Sengaja berarti bahwa akibat dari suatu perbuatan dikehendaki dan ini apabila
akibat itu sungguh-sungguh dimaksudkan oleh perbuatan yang dilakukan itu.
2) Teori Pengetahuan atau Membayangkan (voostellings teheorie)
Sengaja disini berarti membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya. Orang tidak
bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat membayangkan saja. Teori ini menitik
beratkan pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh si pembuat ialah apa yang akan
terjadi pada waktu ia berbuat (Sudarto, 1990:103).
b. kelalaian
Menurut M.v.T, kealfaan adalah keadaan sedemikian membahayakan keamanan orang atau
barang atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak
dapat diperbaiki lagi, sehingga undang-undang juga bertindak terhadap kurangnya hati-hatian
(Sudarto, 1990:124).
Beberapa ahli menyebutkan syarat untuk adanya kelalaian, sebagai berikut :
a). tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan dalam hukum.
b) tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum
2) Simons mengatakan pada umumnya kelalaian (culpa) mempunyai dua unsur:
a) tidak ada penghati-hati, disamping
b) dapat diduga akibatnya
( Sudarto, 1990:125).
Kealfaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan, akan tetapi bukannya
kesengajaan yang ringan. Kealfaan seseorang ditentukan secara normatif dan tidak secara fisik,
sehingga tidak mungkin diketahui seseorang dengan sungguh-sungguh jika tidak ada faktor
penyebab utama seseorang melakukan kesalahan.
2. Pengertian Pertanggungjawaban
Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah
dilakukan. Ruslan Saleh (1983:75) mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang
dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidanan
atau tindak pidana. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa
yang harus dipertanggungjawabkan. Hal tersebut berarti harus diperhatikan terlebih dahulu siapa
yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana. Sebaliknya apakah pertanggungjawaban
itu diminta atau tidak, ini merupakan persoalan yang kedua, yang tentunya pada kebijaksanaan
pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah itu merasa perlu atau tidak perlu menurut
pertanggungjawaban tesebut.
Masalah pertanggungjawaban ini menyangkut subyek tindak pidana yang pada umumnya sudah
kenyataannya untuk memastikannya siapa yang bersalah dalam suatu perkara harus sesuai
dengan proses yang ada pada sistem peradilan pidana yang ditetapkan. Dengan demikian
pertanggungjawaban pidana itu selalu ada, meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang
berkepentingan. Jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak tercapai tujuan
atau persyaratan yang diinginkan. Demikian pula halnya dengan masalah terjadinya perbuatan
pidana atau delik, suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau
tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya oleh
undang-undang yang telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Berdasarkan batasan diatas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban
adalah keadaan yang dibebankan kepada seseorang untuk menerima atau menanggung
akibat-akibat atau efek yang ditimbulkan dari suatu tindakan perbuatan yang dilakukannya.
Suatu perbuatan melawan hukum atau melangar hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan
hukuman, disamping itu perbuatan melawan hukum harus ada seorang pembuat yang
bertanggungjawab atas perbuatannya. Pembuat tindak pidana harus ada unsur kesalahan.
Pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu memiliki unsur yang sebelumnya harus
dipenuhi:
1) suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum)
2) seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas
perbuatannya (unsur kesalahan)
Asas legalitas hukum pidana Indonesia menyatakan bahwa seseorang baru dapat dikatakan
melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam
karena masih harus dibuktikan kesalahannya apakah dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya
tersebut. Dengan demikian seseorang dijatuhi pidana harus terlebih dahulu memenuhi
unsur-unsur pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana.
Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggungjawab
seseorang terhadap kesalahan akibat melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang
oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut pandangan
masyarakat. Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur peristiwa pidana atau perbuatan
pidana (delik) antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Sehingga demikian perbuatan
pidana dan kesalahan merupakan faktor yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
melakukan pertanggungjawaban dalam hukum pidana.
Menurut Sudarto (1990:91) untuk kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya ia dipidana harus
memenuhi unsur-unsur:
1. adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat.
2. hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan atau kelalaian.
3. tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau pemaaf.
Menurut Ruslan Saleh (1981:82) dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal
pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan. Apakah
orang yang melakukan pernuatan itu kemudian dapat dipidana adalah tergantung pada soal
apakah ia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang
melakukan perbuatan itu memang melakukan kesalahan, maka ia dapat dipidana. Kenyataan
tersebut menunjuk bahwa orang yang melakukan tindak pidana akan dilakukan atau dikenakan
Menurut Ridwan Halim (1984:58) bahwa seseorang bertanggungjawab secara sendiri atau
bersama orang lain, karena kesengajaan atau kelalaian secara aktif atau pasif dilakukan dalam
wujud perbuatan melawan hukum, baik dalam tahap pelaksanaan maupun dalam tahap
percobaan.
Apabila perbuatan memenuhi unsur-unsur pidana, maka kepada yang bersangkutan dapat
diminta pertanggungjawaban pidana secara yuridis.
Melihat pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
pertanggungjawaban pidana adalah suatu penderitaan atau siksaan yang harus diterima dan
dipikul seseorang akibat dari tindak kejahatan, kesalahan dan pelanggaran yang dilakukannya,
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan dan hukum
pidana yang mengaturnya.
3. Kemampuan Bertanggungjawab
Seseorang dapat dikenakan tindak pidana bilamana orang tersebut dinyatakan mampu untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya. Berkaitan dengan hal itu Moeljatno
(1983:164) menyatakan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus mempunyai:
a. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan-perbuatan yang baik dan perbuatan
yang buruk yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum. Kemampuan dimaksud
lebih menitik beratkan pada faktor akal (intelektual faktor) yaitu dapat membedakan antara
yang diperbolehkan dan yang tidak.
b. Kemampuan untuk menentukan kehendak menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya
faktor)yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keisyafan atas nama yang
diperbolehknnya dan mana yang tidak.
Lebih lanjut Moeljatno menyatakan, sebagai konsekwensiya maka seseorang yang tidak mampu
untuk menentukan kehendaknya menurut keisyafan tentang baik dan buruknya perbuatan yang
dilakukan, orang tersebut dianggap tidak mempunyai kesalahan dan kalau melakukan perbuatan
pidana, orang yang demikian itu tidak dapat dipertanggungjawabkan (Moeljatno,1983:165).
Sudarto (1990:94) secara negatif menyebutkan mengenai pengertian kemampuan
bertanggungjawab sebagai berikut:
1) dalam hal ini ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa
yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.
2) Dalam hal ini dalam suatu keadaan itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat
menentukan akibat perbuatannya.
Persoalan pertanggungjawaban pidana adalah patut dan adil seseorang dijatuhi pidana karena
perbuatan atau kesalahan yang telah diperbuatnya, jika memang ada aturannya dalam sistem
hukum tertentu dan sistem hukum itu berlaku atas perbuatan tersebut. Didalam perbuatan tindak
pidana itu pula tidak akan ada satu perlindunganpun terhadap individu dari pihak penguasa atas
kesalahan yang dilakukannya.
Tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau individu yang menyebabkan
terjadinya suatu tindak kiminal yang menyebabkan orang tersebut dinyatakan bertentangan
dengan nilai-nilai masyarakat, norma hukum dan perundang-undangan yang berlaku (Kartini
Kartono, 2001:27).
Tindak pidana merupakan pengertian dasar hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu
pengertian yuridis, lain halnya dengan isrilah perbuatan jahat atau kejahatan. Istilah tindak
pidana dipakai sebagai pengganti “strfbaar fet”. Perbuatan yag dianggap sebagai tindak pidana
telah diatur dalam pasal 55 KUHP, dimana didalamnya telah digambarkannya siapa yang
dianggap sebagai pelaku dalam tindak pidana, yaitu:
Ayat (1) dipidana sebagai pelaku pidana:
1.mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan
perbuatan.
2.mereka yang telah memberi atau menjajikan sesuatu dengan menyalahgunakan
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan ancaman atau penyesatan atau dengan
memberi kesempatan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Ayat (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitunkan, beserta akibat-akibatnya.
Secara yuridis formal, tindak pidana kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar
undang-undang pidana. Oleh karena itu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus
dihindari, dan barang siapa melanggarnya akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan
kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam
Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni pelanggaran
terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah. Akibat dari tindak pelanggaran tersebut
maka pelaku kiminal akan diberikan sanksi hukum atau akibat berupa pidana atau pemidanaan.
Pidana adalah penderitan yang senagaj dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk itu. Pidana dapat berbentuk punishment
(perampasan kemerdekaan) atau treatment (tindakan). Pidana merupakan pembalasan
(pengimbalan) terhadap kesalahan si pembuat. Tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat
dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat. Perbuatan suatu badan hukum yang
menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup merupakan salah satu tindak pidana.
Terhadap badan hukum yang melakukan perbuatan tersebut akan diberi sanksi yang berupa
hukum pidana sesuai dengan jenis tindakan/perbuatan serta akibat yang ditimbulkan atas
tindakan yang telah dilakukan, baik secara sedar maupun tidak sadar, secara terencana maupun
yang terkaji seketika akibat suatu kealfaan, kellaian dan kesalahan.
C. Pengertian Penggelapan
Penggelapan adalah menguntungkan diri sendir mengambil sebagian atau seluruhnya milik orang
lain bukan hasil kejahatan.
Penggelapan dalam bentuk pokok diatur pada pasal 372 KUHP, yang terjemahanya dalam
bahasa Indonesia adalah : “ Barang siapa yang dengan sengaja menguasai secara melawan
hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yang ada di dalam
kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancaman karena penggelapan dengan hukuman penjara
Dapat kita uraikan delik tersebut ke dalam unsur-unsurnya, yaitu unsur objektif dan unsur
subjektif.
Unsur-usur objektif :
1. menguasai untuk dirinya sendiri (zich toeeigenen)
2. suatu benda
3. yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
4. yang ada di dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
5. secara melawan hukum (wederrechtelijk)
dan satu unsur subjektif yaitu “ dengan sengaja “ (opzettelijk).
D. Dasar Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Dasar penjatuhan pidana yang digunakan oleh hakim di indonesia adalah berdasarkan
Undang-undang dan keyakinan hakim.Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu:
“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana terhadap seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukan”.
Putusan pengadilan didalamnya harus dinyatakan terlebih dahulu kesalahan terdakwa dengan
kenyataannya berdasarkan pembuktian atas setiap unsur tindak pidana dari pasal yang
didakwakan kepadanya. Untuk membuktikan kesalahan terdakwa diperlukan dua alat bukti yang
sah. Hal tersebut dapat memberikan keyakinan bagi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang
bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Alat bukti
yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 KUHP adalah:
2. Keterangan ahli 3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa.
Keyakinan hakim dalam selain alat bukti yang sah, menunjukkan bahwa sistem pembuktian yang
dianut KUHAP adalah sistem pembuktian atau negatif wettelijk stelsel. Negatif wettelijk stelsel ataustelsel yang menganut paham bahwa selain harus tercukupinya alat bkuti yang sah menurut Undang-undang, harus juga didasarkan pada adanya keyakinan hakim. Namun untuk
menumbuhkan keyakinan hakim, hakim terikat pada alat bukti yang sah yang ditentukan
Undang-undang (dalam hal ini hakim hanya terbatas menggunakan alat bukti yang sesuai dengan
ketentuan KUHAP ).
( R.O Siahaan, 2009:225 )
Menurut Oemar Seno Adji (1984:12), menyatakan bahwa “ sebagai hakim dalam memberikan
putusan kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor
agama,budaya,pendidikan,nilai dan norma.Sehingga dapat di mungkinkan adanya perbedaan
dalam kasus yang sama dan pada dasarnya hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya perbedaan
DAFTAR PUSTAKA
Muladi dan Barda, Nawawi,Arif , 1984. Teori-teori dan kebijakan pidana.Diktat Fakultas Hukum Undip, Semarang.
Purnomo Bambang, 1993.Azaz-azaz Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Reksodiporo, B.Mardjono, 1989.Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Hukum Tindak Pidana Korporasi, FH.Undip,Semarang.
Saleh, Ruslan, 1987.Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta. Siahaan, RO.2009.Hukum Acara Pidana. RAOPress. Jakarta.
Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum, Undip, semarang.
Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan,2000, Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta.
III. METODE PENELITIAN
Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini dibutuhkan suatu metode
ilmiah yang merupakan cara dapat digunakan dalam melaksanakan suatu penelitian guna
memperoleh data yang obyektif dan akurat, dalam mengolah dan menyimpulkan serta
memecahkan suatu masalah.
Beberapa langkah yang dipergunakan dalam rangka kegiatan penelitian yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
A. Pendekatan Masalah
Guna membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, maka dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris guna untuk
mendapatkan suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.
1. Pendekatan Yuridis Normatif
Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah kaidah-kaidah,
norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan
diteliti.Pendekatan tersebut dimaksud untuk mengumpulkan berbagai macam peraturan
perundang-undangan, teori-teori dan literatur-literatur yang erat hubungannya dengan
masalah yang akan diteliti.
Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan meneliti dan mengumpulkan data primer yang
diperoleh secara langsung melalui penelitian terhadap objek penelitian dengan cara
wawancara dengan responden atau nara sumber yang berhubungan dengan permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini.
B. Sumber dan Jenis Data
Guna mendapatkan data yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, maka sumber dan jenis
data yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian
ini melalui studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah
literatur-literatur atau bahan-bahan yang ada.
Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum bersifat mengikat. Untuk penulisan skripsi ini,
bahan hukum primer yang digunakan adalah:
1) Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
2) Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP)
3) Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia
4) Undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
5) Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan putusan hakim dan
penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku literatur dan karya ilmiah
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain Kamus Bahasa
Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Hukum, Surat Keputusan yang berkaitan
dengan pelaksanaan peraturan pemerintah maupun majalah dan surat kabar/media cetak.
2. Data Primer
Data primer sebagai data penunjang yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara
langsung pada objek penelitian yang dilakukan dengan wawancara di Kejaksaan Negeri
Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.
C.Penentuan Populasi dan Sampel
Menurut Ronny Hanitijo (1990:44) populasi adalah seluruh objek atau seluruh individu atau
seluruh gejala kejadian atau unit yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi
terdiri dari 3 (tiga) kalangan, yaitu : Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung, Hakim pada
Pengadilan Negeri IA Tanjungkarang dan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
Dalam penentuan sample, penulis menggunakan metode purposive sampling. Menurut Irawan
Soerhatono (1999:89) metode purposive sampling adalah sutu metode pengambilan sample yang
pertimbangan penelitian yang telah ditetapkan. Maka dalam penelitian ini sample yang diambil
sebayak 3 (tiga) orang. Dengan rincian sebagai berikut:
1. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung
: 1 orang
2. Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang : 2 Orang
3. Dosen FH Bagian Pidana Universitas Lampung : 2 Orang +
Jumlah : 5 orang
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan data
1. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk melengkapi data guna pengujian hasil penelitian ini, digunakan prosedur pengumpulan
data yang terdiri dari:
a. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi pustaka (Library
Research). Studi pustaka dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah literatur-literatur
yang menunjang, peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan ilmiah lainnya
yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.
b. Data Primer
WawancaraYaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara (interview) secara
langsung dengan alat Bantu daftar yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut
terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai sesuai dengan objek
penelitian yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian. Wawancara tersebut
dilakukan dengan Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan
Negeri Kelas IA Tanjungkarang dan Dosen FH.Bagian Pidana Unila.
2. Prosedur Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah pengolahan data, yaitu pengolahan data merapikan
dan menganalisa data tersebut, kegiatan ini meliputi kegiatan seleksi data dengan cara
memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya. Klasifikasi atau pengelompokkan data
secara sistematis. Kegiata pengolahan data dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Editing data, yaitu memeriksa atau meneliti data yang keliru, menambah serta melengkapi
data yang kurang lengkap.
2. Klasifikasi data, yaitu penggolongan atau pengelompokan data menurut pokok bahasan
yang telah ditentukan.
3. sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis hingga
memudahkan interpretasi data.
E. Analisis Data
Proses analisa data merupakan usaha untuk menentukan jawaban atas pertanyaan mengenai
perihal di dalam rumusan masalah serta hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian
pendahuluan. Dalam proses analisa data ini. Rangkaian yang telah tersusun secara sistematis
menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan dianalisa secara analisis kualitatif, yakni dengan
disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat per kalimat . kemudian dari hasil analisa data
tersebut diinterprestasikan ke dalam bentuk kesimpulan yang bersifat induktif yang berupa
DAFTAR PUSTAKA
HanitijoRonny.1990.Metode Penelitian Ilu-ilmu Sosial,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir . 2004 .Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung Soehartono, Irawan.1999.Metode Penelitian Sosial.Alumni,Bandung.
Soekanto, Soerjono.1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press,Jakarta.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian terhadap seluruh pembahasan pada materi skripsi ini telah terjawablah
masalah utama dalam skripsi ini yaitu pemberian pertanggungjawaban pidana yang dapat
dijadikan pedoman dan pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana, sehingga
didapatkan suatu pemberian pidana yang rasional dan adil.
1. Pertanggungjawaban pidana adalah sangat berhubungan dengan kesalahan yang berarti
perbuatan yang dilakukan pelaku bersifat melawan hukum, kesalahan mengandung unsur
kemampuan bertanggungjawab dan hubungan batin pelaku antara perbuatannya berupa
kesengajaan serta tidak ada alasan pemaaf. Seseorang dapat mempertanggungjawabkan
pidananya adalah adanya unsur kesalahan yang melanggar hukum, dalam penelitian ini
terdakwa telah terbukti melakukan pidana penggelapan uang nasabah, unsur-unsur yang
ada dalam Pasal 372 KUHP telah terpenuhi, unsur dalam Pasal 372 KUHP adalah barang
siapa, dalam hal ini adalah terdakwa Sugiarto Wiharjo sebagai manusia dalam keadaan jiwa
yang normal yang dipandang mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang
dilakukannya tersebut, unsur dengan sengaja dan melawan hukum,memiliki barang yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain yang ada padanya bukan karena kejahatan,
dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau
jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, unsur telah terpenuhi. Terdakwa Sugiarto
Wiharjo dalam melakukan perbuatannya tersebut dalam keadaan jiwa yang normal, untuk
itu hakim menganggap terdakwa mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut,
sengaja melakukan tindak pidana berarti sengaja menghendaki perbuatannya tersebut
dilakukan juga menyadari pada saat melakukan perbuatan tersebut.
2. Pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan pengadilan diambil berdasarkan
musyawarah hakim yang disertai dengan pendapat yang menjadi dasar untuk mengadili.
Untuk membuktikan kesalahan diperlukan dua alat bukti yang sah. Hal tersebut dapat
memberikan keyakinan bagi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang bersalah telah
melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Dalam menjatuhkan
putusan pidananya hakim menggunakan sekurang-kurangnya dua alat bukti, yaitu
keterangan saksi dan keterangan terdakwa, menurut ketentuan Pasal 372 KUHP tindakan
terdakwa dapat dijatuhkan 4 tahun penjara, hakim menjatuhkan hukuman bersyarat, lebih
ringan dari tuntutan maksimun, karena semua unsur yang ada pada Pasal 372 KUHP telah
terpenuhi. Unsur-unsur pada Pasal 372 KUHP yaitu unsur barang siapa dalam hal ini
terdakwa sugiarto Wiharjo sebagai seorang manusia normal yang dapat
dipertnggungjawabkan perbuatannya, unsur dengan sengaja dan dengan melawan hukum,
unsur memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain yang ada
padanya bukan karena kejahatan dan unsur dilakukan oleh orang yang memegang barang
itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang.
Pertanggungjawaban pidana yang diberikan hakim lebih ringan lagi dari hukuman penjara
yang seharusnya 4 tahun penjara, ringannya putusan yang diberikan hakim karena terdakwa
berterus terang atas perbuatannya tersebut.
Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, penulis
menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Diharapkan dalam penegakan hukum khususnya tindak pidana penggelapan, kepada hakim
agar lebih memperhatikan unsur lain yang menjadi pemicu tindak pidana tersebut dilakukan.
2. Agar penegakan hukum dalam hal penuntutan untuk lebih memperhatikan unsur tindak
pidana yang telah terpenuhi dalam pasal yang didakwakan, sehingga mendapatkan
penuntutan yang maksimal mungkin, dalam hal ini agar pertimbangan hakim dalam
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH
( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca) ( Skripsi )
Oleh Nadia Yunita
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……… 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………. 7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.………... 7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual……….. 8
3. Pengertian Pertanggungjawab……… 21
4. Kemampuan Bertanggungjawab ……… 25
B. Pengertian Pelaku Tindak Pidana……… 26
D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………. 35
E. Analisa Data………. 37 DAFTAR PUSTAKA
A. Karekteristik Responden ……….. 39 B. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan Uang
Nasabah (Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang
Tentang Bank Tripanca) ………. 41 C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Mengambil Keputusan
(Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang
Tentang Bank Tripanca) ……….. 53
DAFTAR PUSTAKA V. PENUTUP
ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH
( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca)
Oleh:
NADIA YUNITA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Pidana
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
Judul Skripsi : Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan
Uang Nasabah (Studi Kasus
No.1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang Tentang Bank Tripanca)
Nama Mahasiswa :Nadia Yunita No. Pokok Mahasiswa : 0612011038
Bagian : Hukum Pidana
Fakultas : Hukum
MENYETUJUI I. Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Sunarto DM,S.H,M.H Maya Shafira, S.H.,M.H. NIP. 195411121986031003 NIP. 197706012005012002
II. Ketua Bagian Hukum Pidana
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua :Prof.Dr.Sunarto DM, S.H.,M.H ...
Sekretaris/ Anggota : Maya Shafira, S.H.,M.H. ...
Penguji
Bukan Pembimbing : Tri Andrisman, S.H, M.H. ...
2. Dekan Fakultas Hukum
Dr.Heryandi, S.H.,M.H NIP. 196211091987031003
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT, untuk setiap nafas dan kehidupan ini karena karunia-Mu
berupa rizki dan kesehatan telah menghasilkan karya sederhana ini.
Dengan segala kerendahan hati kupersembahakan karya ini kepada
orang-orang yang menyayangiku dan kusayangi
semoga menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan.
Ayah dan Ibu Ku
Terima kasih yang tak terhingga untuk setiap tetes keringat dan air mata, kasih sayang dan
ketabahannya, untuk doa-doa dan keikhlasanya, dan kesabaran yang tak pernah habis.
Ayuk citra, kak heri dan adikku jodi yang menjadi semangatku untuk mencapai keberhasilan.
MOTTO
Lebih baik berdiam diri daripada bicara tanpa arti sedikit bicara namun
berarti
(
Nadia Yunita
)
Jadilah lilin yang terbakar habis untuk menerangi kegelapan
(Abd. Razak Syukur)
Ubahlah hidupmu dengan menyadari satu-satunya waktu yang kamu miliki
adalah sekarang
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotaagung pada tanggal 14 Juni 1989, sebagai
anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Brigpol
Abd.Rozak Syukur dan Nur Heni.
Penulis memulai jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Dharma Wanita 1992-1993, Sekolah Dasar (SD) di SD 3 Kuripan Kotaagung Tahun 1993-2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Kotaagung Tahun 2000-2003, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kotaagung tahun 2003-2006. Pada Tahun 2006 diterima menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) .
SANWACANA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat, hidayah dan kenikmatan-Nya
sehingga skripsi yang berjudul“Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan Uang Nasabah (Studi Kasus No.1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang Tentang Bank Tripanca)” dapat
diselesaikan dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari skripsi ini masih
banyak terdapat berbagai kekurangan. Untuk itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari berbagai
pihak guna perbaikan dan kesempurnaan karya ini.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan berbagai pihak. Untuk
itu, dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H., selaku selaku Pembimbing I, yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti
dalam penulisan skripsi ini;
3. Ibu Maya Shafira,, S.H., M.H., selaku selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam
penulisan skripsi ini;
4. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan waktu untuk
masukan, serta perbaikan-perbaikan dalam penulisan skripsi ini;
5. Bapak Ahmad Irzal Ferdiansyah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan
6. Bapak Surisno, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas pengarahan yang
telah diberikannya;
7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.
Kepada seluruh staff Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya Mbak Sri dan Mbak
Yanti atas segala informasi dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis;
8. Brigadir Abd.Rozak Syukur dan Nur Heni, yang telah membesarkan penulis dengan penuh
cinta dan kasih sayang serta selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil,
fidia,wulan,agung,dela,ayuk acit dan kak heri beserta andini,nadisa,kevin dan jodi yang
telah memberikan Do’a dan Motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Rico Willy Sumantri, terimakasih do’a dan semangat yang tak kenal siang dan malam you’re very special men, I’m verry happy with u
10. Bapak AKP.Mulyadi Djasuddin selaku kapolsek jabung Lampung Timur ,terima kasih atas
segala nasehat,dukungan,saran dan bantuannya dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
11. Mb Dewi, Retno, Maya, Reni dan Ani di Club sanggar Aerobic Sonia yang telah motivasi dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini akan dapat bermanfaat dan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada
penulis, semoga budi baik dari semua pihak akan mendapatkan balasan
Bandar Lampung, Febuari 2012