• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH ( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH ( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH

( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca)

Oleh NADIA YUNITA

Kasus penggelapan uang nasabah merupakan salah satu bentuk tindak pidana dimana seseorang dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain yang bukan haknya.. Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia termasuk Indonesia dan Provinsi Lampung, nasabah dari segala golongan pun menaruh uang di BPR Tripanca. Atas Dasar itu, tidak ada satupun curiga ketika BPR Tripanca menawarkan deposito di bawah tangan dengan bunga 18% berupa cek atas nama pemilik bank, tanpa jaminan resmi dari Bank Indonesia(BI). Akibat dampak krisis moneter melanda perbankan di Indonesia itulah, pemilik Tripanca Grup Sugiarto Wiharjo menghilang dari Lampung banyak ditemukan kenyataan lain. Salah satunya adalah bahwa jaminan kredit yang Tripanca Grup jaminan ke Deutche Bank Singapura adalah jaminan kredit yang telah ia jaminkan ke Bank Mega telah terjadi penipuan. Dari sisi perlindungan konsumen, yang perlu dijamin dalam hubungan konsumen (nasabah penyimpanan dana) dengan pihak bank, yaitu kepastian, keamanan dana yang disimpan di bank sebagai kompensasi kepercayaan konsumen yang diberikan kepada bank. Permasalahan dalam penulisan ini adalah Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah dan Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam mengambil putusan no.1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca. Sesuai dengan permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian pada skripsi ini adalah untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengambil putusan no. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca dan untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah.

Pendekatan masalah pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris dan jenis data yang digunakan berupa data primer dan sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan yaitu pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan dan literatur kemudian ada lagi Studi Lapangan yaitu usaha untuk mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula dilakukan dengan wawancara langsung terhadap seluruh responden. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdakwa pertanggungjawaban Sugirto wiharjo telah melakukan perbuatan melawan hukum yang melanggar Pasal 372 KUHP, telah memenuhi unsur pertanggungjawaban pidana, yaitu dalam

(2)

melakukan perbuatannya tersebut dalam keadaan jiwa yang normal, orang yang dengan sengaja melakukan juga menyadari pada saat melakukan perbuatannya tersebut. Pada kasus ini terdakwa sengaja dan menyadari perbuatan yang dilakukannya terhadap korban. Dalam diri terdakwa tidak ada alasan pemaaf atau pembenar yang dapat membebaskan terdakwa dari tuntutan pasal yang didakwakan tersebut. Untuk membuktikan kesalahan diperlukan dua alat bukti yang sah. Hal tersebut dapat memberikan keyakinan bgi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Untuk menambah keyakinannya hakim menggunakan alat bukti keterangan saksi dan terdakwa. Berdasarkan Pasal 372 KUHP tindakan terdakwa dapat dijatuhi hukuman 4 tahun penjara, tetapi hakim berpendapat bahwa cukup adil kiranya jika terdakwa dijatuhi hukuman bersyarat.

(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa era globalisasi pada saat ini sangatlah sulit bagi semua masyarakat untuk meningkatkan

mutu dan kwalitas baik yang berpenghasilan tetap maupun berpenghasilan tidak tetap. Keadaan

seperti ini yang menyebabkan semua orang berusaha dan bersaing untuk mendapatkan kwalitas

hidup yang makmur. Tetapi tidak semua orang bisa mendapatkan kwalitas hidup yang baik,

dalam hal ini seperti pendapatan (uang). Hal seperti inilah yang mendorong beberapa orang

untuk melakukan kecurangan atau penggelapan untuk mengambil keuntungan yang sangat besar

tanpa melihat resiko yang ditimbulkannya.

Uang sangatlah penting dimasa sekarang ini, dimana uang dapat menunjang roda perekonomian

masyarakat untuk hidup makmur. Pada awalnya uang kartal diterbitkan oleh pemerintah

Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya Undang-undang No.13 Tahun 1968 pasal 26

ayat 1 tentang mencetak uang, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah

kemudian menetapkan Bank Central, Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berhak

menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak

otroi(www.Google.com).

Pasal 50 Undang-undang Nomor.1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor.7

Tahun1992 tentang Perbankan. Pihak terafiliasi yang sengaja tidak melaksanakan

(4)

dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank diancam dengan pidana

penjara sekurang-kurangnya 3 tahun dan paling lama 8 tahun denda sekurang-kurangnya Rp 5

miliar dan paling banyak Rp 100 miliar dan dalam Tindak pidana penggelapan uang nasabah

diatur dalam ketentuan Pasal 372 (penggelapan) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu

yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam

kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama

empat tahun atau pidana denda sebayak sembilan ratus rupiah. (KUHP)

Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia termasuk Indonesia dan Provinsi Lampung,

nasabah dari segala golongan pun menaruh uang di BPR Tripanca. BPR Tripanca yang berlokasi

di Jl. 41, Ketapang, Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung ini, sempat dinobatkan sebagai

Bank Perkreditan Rakyat Ketiga Terbaik Di Seluruh Indonesia. Atas Dasar itu, tidak ada satupun

curiga ketika BPR Tripanca menawarkan deposito di bawah tangan dengan bunga 18% berupa

cek atas nama pemilik bank, tanpa jaminan resmi dari Bank Indonesia(BI). Mulai dari para

pengusaha kaya yang menanamkan puluhan miliar rupiah, hingga para pedagang kecil yang

walaupun sudah menanamkan seluruh hartanya disana jumlahnya tetap hanya beberapa juta

rupiah saja.

Di tengah krisis usaha yang tidak menentu, bunga deposito sebesar 18% sangatlah mendapatkan

sambutan. Begitu juga ketika para supplier PT. Cideng Makmur Pratama, anak perusahaan dari

Tripanca Grup yang bergerak di bidang hasil bumi, dibayar dengan cek BPR Tripanca yang

ditandatangani sendiri oleh pemilik bank, tidak terbesit kecurigaan sedikit pun ketika cek itu

(5)

Akibat dampak krisis moneter melanda perbankan di Indonesia, Pemilik Tripanca Grup Sugiarto

Wiharjo menghilang dari lampung. Ketika kasus ini diperiksa, banyak ditemukan kenyataan

lain. Salah satunya adalah bahwa jaminan kredit yang Tripanca Grup jaminan ke Deutche Bank

Singapura adalah jaminan kredit yang telah ia jaminkan ke Bank Mega telah terjadi penipuan.

Bagi Direktur Bank Tripanca Grup, karena perjanjian kredit ini ditandatangani olehnya, bukan

oleh Sugiarto Wiharjo yang berstatus Komisaris. Otomatis, bila masalah tak kunjung beres,

direktur yang harus bertanggungjawab.

Bank Indonesia (BI) tidak akan memberikan sanksi kepada Sugiarto Wiharjo , karena itu sudah

termasuk tindak pidana, maka yang berhak menjatuhkan sanksi adalah polisi. Sedangkan untuk

BPR-nya sendiri, BI tidak bisa sewenang-wenang memberikan sanksi, apakah BPR tersebut akan

terus beroprasi atau sebaliknya. Dalam hal ini, harus dibedakan mana yang merupakan tindak

pidana atau bukan. Melalaikan berapa jumlah aset yang tersisa di BPR itu dan berapa

kewajibannya. Kalau BPR nya masih bisa beroprasi dan mendapat investor baru, kenapa harus

dihentikan operasinya.

Kasus penggelapan uang nasabah yang tersangkanya bernama Sugiarto Wiharjo berdasarkan

putusan No.1505 / Pid.B / 2009/PN.TK dikenakan Pasal 372 KUHP Jo.Pasal 55 ayat (1) ke.1

Jo.Pasal 64 ayat (1) KUHP hanya dijatuhkan hukuman penjara selama 10 ( sepuluh ) Bulan

dengan masa percobaan 1 ( satu ) Tahun. Dimana tersangka Sugiarto Raharjo melakukan

penggelapan tidak hanya uang melainkan hasil bumi yang berupa lada.

Bermula ketika CV. Roda mandala Dwipa ( Direktur Utama Saksi Budiman ), melalui saksi

(6)

Agustus di PT.Tripanca Center Jl.Way Sekampung Bandar Lampung. Kemudian pada tanggal 29

Agustus sampai dengan 13 september 2008 CV. Roda mandala Dwipa mengirim lada ke gudang

PT.Cideng Makmur Pratama (PT. Tripanca Group). Atas dasar perintah terdakwa pada tanggal

22 sampai dengan 25 oktober 2008 dilakukan pengeluaran lada sebanyak 142,745 ton dari

gudang PT.Cideng Makmur Pratama untuk dititip kegudang Sharp dan atas perintah terdakwa

pada tanggal 25 sampai dengan 27 oktober 2008 dilakukan pengeluaran lada sebanyak 85,311

ton dari gudang PT.Cideng Makmur Pratama untuk dititip di Gudang Bumi Mas.

Bahwa kemudian PT.Tripanca Group membayar kepada CV. Roda mandala Dwipa melalui saksi

Abbas bin Kodri untuk lada sebanyak 2.300 Ton senilai Rp. 65.665.406.000,- tetapi yang

diterima CV. Roda mandala Dwipa hanya senilai Rp. 53.424.238.825,- dengan perincian :

a. Rp 47.662.448.825,- dalam bentuk bilyet giro Bnk Mandiri, Bilyet Giro Bank Mega

dan Bilyet Giro Bank BCA dan slip penarikan Bank tripanca.

b. Rp 5.761.790.000,- dalam bentuk cek multi organik.

Tersangka Sugirto Raharjo hanya menyerahkan lada kepada CV. Roda mandala Dwipa sebanyak

464,200 ton. Akibat dari perbuatan tersangka, CV. Roda mandala Dwipa mengalami kerugian

sebanyak 178,80 Ton atau senilai Rp. 3.576.000.000,- dengan asuransi harga lada Rp

20.000,-atau setidak-tidaknya CV. Roda mandala Dwipa mengalami kerugian sekitar jumlah tersebut.

Dilihat sisi perlindungan konsumen, yang perlu dijamin dalam hubungan konsumen (nasabah

penyimpanan dana) dengan pihak bank, yaitu kepastian, keamanan dana yang disimpan di bank

sebagai kompensasi kepercayaan konsumen yang diberikan kepada bank. Dalam rangka sistem

perlindungan (hukum) konsumen, dengan kontruksi yang dikedepankan Pasal 64 UUPK (Bab

(7)

bank untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan, dapat

digunakan sebagai instrument hukum administrasi Negara yang melindungi kepentingan

konsumen. Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan mendesak untuk dilakukan, yang satu

sisi (sisi konsumen) merupakan instrument perlindungan konsumen, sedangkan pada sisi lainnya

(sisi bank ).

Pasal 6 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), menentukan:

“ segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur

secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang ini”.

Berdasarkan Pasal 64 (Bab XIV Ketentuan Peralihan) ini, dapat dipahami secara emplisit bahwa

UUPK merupakan ketentuan khusus (Lex Specialis ) terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) tetap

berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dalam UUPK dan/atau tidak bertentangan dengan

UUPK. Melalui ketentuan peralihan ini, UUP tetap berlaku sepanjang UUPK tidak menentukan

lain.

Setiap pelanggaran peraturan hukum yang sudah ada, akan dikenakan sanksi yang berupa

hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar peraturan hukum yang

dilakukannya. Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus

menerus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang

harus sesuai dan tidak boleh bertentangandengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.

Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat itu

(8)

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul

Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan Uang Nasabah ( Studi Kasus

No.1505/pid.B/2009/PN.TK)”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan Penelitian

Menguraikan dan menganalisis lebih lanjut dalam bentuk pembahasan yang bertitik tolak dari

latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah (Studi Kasus

No.1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang Tentang Bank Tripanca)?

b. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam mengambil putusan

No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca terhadap pelaku penggelapan uang

nasabah ?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup substansi penelitian ini dibatasi pada hukum pidana umum khususnya tentang

pertanggungjawaban pidana pelaku dan pertimbangan hakim dalam mengambil putusan. Adapun

lokasi penelitian ini adalah Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.

(9)

Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah pada

studi kasus No.1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengambil putusan

(No.1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca) terhadap pelaku penggelapan uang

nasabah.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian di harapkan dapat berguna baik secara teoritis dan praktis sebagai berikut:

a. Secara Teoritis

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak

hukum dalam penerapan kebijakan hukum terhadap pelaku pidana penggelapan uang

nasabah.

2) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan Ilmu Hukum pidana

mengenai kejahatan penggelapan uang nasabah.

b. Secara Praktis

1) Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas untuk

mengetahui mengenai kejahatan penggelapan uang nasabah.

2) Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi aparat penegak hukum

khususnya hakim dalam mengambil putusan.

(10)

Menurut Abdulkadir Muhammad (2004:73) kerangka teorits merupakan susunan dari beberapa

anggapan, pendapat, cara, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis yang menjadi

landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan.

Perbuatan yang telah memenuhi rumusan delik/tindak pidana dalam undang-undang belum tentu

dapat dipidana , karena terlebih dahulu harus melihat kembali kepada orang/pelaku tindak pidana

tersebut. Orang yang dapat dituntut di muka pengadilan dan dijatuhi pidana haruslah melakukan

tindak pidana dengan kesalahan, kesalahan ini dapat dibedakan menjadi dua (2), yaitu:

a. Kemampuan bertanggungjawab

b. Sengaja (dolus) dan lalai (culpa/alpa)

(Tri Andarisman, 2007:103 )

Unsur pertama dari kesalahan adalah adanya kemampuan bertanggungjawab. Tidak mungkin

seseorang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana apabila ia tidak mampu

bertanggungjawab. Menurut Simon “ kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai

suatu keadaan spikis sedemikian yang membenarkan adanya penerapan sesuatu upaya

pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya”.

Lebih lanjut dikatakan oleh Simon, seseorang mampu bertanggungjawab, jika jiwanya sehat,

yakni :

a. Ia mampu untuk mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan

hukum.

(11)

Van Hamel sebagaimana dikutip oleh P.A.F.Lamintang (1997:108) menyatakan bahwa

pertanggungjawaban yaitu suatu keadaan normal dan kematangan spikis yang membawa 3 (tiga)

macam kemampuan untuk:

a. Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri.

b. Memahami bahwa perbuatannya itu tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat.

c. Menetapkan kemampuan terhadap perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan

bahwa pertanggungjawaban (teorekensvatbaarhee) mengandung pengertian kemampuan

atau kecakapan.

Pandangan bahwa ada hubungan langsung antara keadaan ekonomi menyebabkan seseorang

melakukan tindak kejahatan. Selain keadaan ekonomi, penyebab di luar diri pelaku berupa tinkat

gaji dan upah.

Penegakan hukum pidana merupakan salah satu pengadilan terhadap kejahatan yang untuk

diberantas. Disamping hal-hal tersebut yang mempengaruhi hakim dalam memberikan putusan

adalah unsur pembuktian dikarenakan unsure vital yang dijadikan bahan pertimbangan hakim

dalam menentukan berat atau ringannya pemidanaan.

Menurut Oemar Seno Adji (1984:12), menyatakan bahwa “ sebagai hakim dalam memberikan

putusan kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor

agama,budaya,pendidikan,nilai dan norma.Sehingga dapat di mungkinkan adanya perbedaan

dalam kasus yang sama dan pada dasarnya hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya perbedaan

cara pandang sehingga mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memberikan putusan.

Pertanggungjawaban pidana atas seseorang pelaku perlu mendapat perhatian karena didasarkan

(12)

batin dari seseorang ketika melakukan suatu tindakan pidana. Untuk mengetahui suasana batin

tersebut dilihat dari kesalahan pelaku berupa kesengajaan atau kelalaian yang memenuhi unsur

dari kesalahan yaitu adanya kemampuan bertanggungjawab pada pelaku, ini berarti keadaan jiwa

pelaku harus normal, adanya hubungan batin pelaku dengan perbuatannya yang berupa kesalahn

atau kealpaan, tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak adanya alasan pemaaf.

Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu:

“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana terhadap seseorang, kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukan”.

Putusan pengadilan didalamnya harus dinyatakan terlebih dahulu kesalahan terdakwa dengan

kenyataannya berdasarkan pembuktian atas setiap unsur tindak pidana dari pasal yang

didakwakan kepadanya. Untuk membuktikan kesalahan terdakwa diperlukan dua alat bukti yang

sah. Hal tersebut dapat memberikan keyakinan bagi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang

bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Alat bukti

yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 KUHP adalah:

1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa

Keyakinan hakim dalam selain alat bukti yang sah, menunjukkan bahwa sistem pembuktian yang

dianut KUHAP adalah sistem pembuktian atau negatif wettelijk stelsel. Negatif wettelijk stelsel ataustelsel yang menganut paham bahwa selain harus tercukupinya alat bkuti yang sah menurut Undang-undang, harus juga didasarkan pada adanya keyakinan hakim. Namun untuk

(13)

Undang-undang (dalam hal ini hakim hanya terbatas menggunakan alat bukti yang sesuai dengan

ketentuan KUHAP ).

( R.O Siahaan, 2009:225 )

2. Konseptual

Menurut Abdulkadir Muhammad (2004:78) kerangka konseptual adalah susunan dari beberapa

konsep sebagai satu kebulatan yang utuh sehingga berbentuk suatu wawasan untuk dijadikan

landasan, acuan dan pedoman dalam penelitian atau penulisan. Sumber konsep adalah

undang-undang, buku/karya tulis, laporan penelitian, ensiklopedia, kamus dan fakta/peristiwa.

a. Pertanggungjawaban Pidana

Menurut P.A.F. Lamintang (1997:108) pertanggungjawaban yaitu suatu keadaan normal

dan kematangan spikis yang membawa 3(tiga) macam kemampuan untuk (1)

Memahami arti dan akibat perbuatannya sendiri; (2) Memahami bahwa perbuatannya itu

tidak dibenarkan atau dilarang oleh masyarakat; (3) Menetapkan kemampuan terhadap

perbuatan-perbuatan itu sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanggungjawaban

mengandung pengertian kemampuan atau kecakapan pelaku.

b. Pelaku Tindak Pidana

Menurut R.Soesilo (1976:62) pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana, terdiri dari:

1. Orang yang melakukan/pleger, adalah seseorang yang sendirian telah berbuat

mewujudkan segala elemen dari peristiwa pidana.

2. Orang yang menyuruh lakukan/doen plegen, adalah sedikitnya ada 2(dua) orang yang

menyuruh (doen plegen) dan yang disuruh menjadi pleger, jadi bukan orang itu sendiri

(14)

3. Orang yang turut melakukan/mede pleger, adalah turut melakukan dalam arti kata

bersama-sama melakukan, sedikitnya harus ada dua (2) orang, yaitu orang yang

melakukan/pleger dan orang yang turut melakukan/mede pleger peristiwa pidana itu.

4. Orang yang dengan pemberian, salah memakai kekuasaan, memakai kekerasan dengan

sengaja membujuk melakukan perbuatan itu, adalah orang yang harus sengaja

membujuk orang lain dengan menggunakan hadiah/pemberian ataupun kekuasaan.

5. Orang yang dengan sengaja membantu melakukan kejahatan atau tidak

pidana/medeplichting.

c. Tindak Pidana

Menurut Moeljatno (1993:53) tindak pidana adala perbuatan yang dilarang oleh suatu

aturan hukum larangan disertai ancaman (sanksi) dan menurut wujudnya atau sifatya

perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, perbuatan-perbuatan ini juga merugikan

masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata

dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.

d. Penggelapan

menurut buku II Bab XXIV KUHP tentang penggelapan, Penggelapan adalah barang siapa

dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau

sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena

kejahatan diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana

denda sebayak sembilan ratus rupiah.

(15)

Uang didefinisikan dalam ekonomi tradisioanal sebagai setiap alat ukur yang dapat

diterima secara umum. Alat tukar ini dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh

setiap orang dimasyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. (Adami Chazawi,

2005: 90).

ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum

diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta

kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. (Yusuf Shofie,2008:68).

f. Nasabah

Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, baik itu untuk keperluannya sendiri

maupun sebagai perantara bagi keperluan pihak lain .

( www.wikipediaindonesia .com ).

e. Sistematika Penulisan

Dalam upaya memudahkan maksud dari penelitian ini serta dapat dipahami, maka penulis

membaginya ke dalam V (lima) Bab secara berurutan dan saling berhubungan sebagai berikut:

1. PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang dari penulisan Analisis Pertanggugjawaban Pidana Pelaku

Penggelapan Uang Nasabah ( Studi Kasus No.1505/Pid.B/2009/PN.TK Tentang Bank

Tripanca), permasalahan dan ruang lingkup, penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian,

kerangka konseptualitas serta sistematika penulisan.

(16)

Berisikan tinjauan pustaka mengenai pengertian-pengertian pidana dan tindak pidana,

pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian penggelapan, pengertian uang dan

pengertian nasabah.

3. METODE PENELITIAN

Berisikan tata cara atau langkah-langkah atau yang digunakan dalam rangka melakukan

penelitian yaitu melalui pendekatan masalah, sumber dan jenis data, produser pengumpulan

dan pengolahan data serta analisa data.

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan permasalahan yang diangkat

mengenai pertanggungjawaban pidana pelaku penggelapan uang nasabah, dan

pertimbangan hakim dalam mengambil putusan.

5. PENUTUP

Bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan yang merupakan jawaban permasalahan

berdasarkan dari hasil penelitian dan saran penulisan berkaitan dengan masalah yang akan

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana

Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai

arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

yang cukup luas. Istilah hukuman atau pidana tidak hanya sering digunakan dalam hukum tetapi

juga dalam bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan

istilah yang bersifat umum, maka perlu adanya pembatasan pengertian atau makna sentral yang

dapat menunjuk ciri-ciri atau sifat khas dari pidana.

Dimaksud dengan pidana adalah sebagai berikut:

Pidana adalah penderitaan dan siksaan yang dibebankan kepada seseorang yang melakukan

perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk itu, atau penderitaan yang dengan

sengaja dibebankan kepada orang yang telah dinyatakan bersalah karena telah melanggar dan

melakukan kejahatan berdasarkan peraturan dan hukum-hukum yang mengaturnya (Bambang

Poernomo, 1993:2)

Pada dasarnya pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:

1. pidana itu hakikatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau

akibat-akibat lain yang tidak menyenagkan.

2. Pidana itu memberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan

(18)

3. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut

undang-undang (Muladi dan Barda Arif,1984:4).

Pidana diadakan untuk mencegah terjadinya tindak kesalahan, penyimpangan dan pelanggaran

serta sebagai sarana untuk memberika sanksi atas tindakan-tindakan yang menurut ketentuan

telah menyimpang dari apa yang telah ditetapkan. Namun demikian penjatuhan pidana tidak

semata-mata untuk memuaskan tuntutan absolut (pembalasan) dari keadilan, tetapi pembalasan

itu sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Tujuan pemidanaan antara lain

adalah:

a. Secara umum adalah untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelanggarakan tata

kehidupan dalam masyarakat.

b. Secara khusus adalah untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak

memperkosanya dengan sanksi pidana yang bersifat lebih tajam dibandingkan dengan

sanksi pidana yang terdapat dalam cabang hukum lain

(Heni Siswanto, 2003:11).

1. Kesalahan

Kesalahan sebagai suatu perbuatan yang menimbulkan adanya akibat hukum tidak semata-mata

karena suatu kesengajaan, tetapi kesalahan dapat pula terjadi akibat adanya kelalaian, sehingga

akan menyebabkan seseorang harus dipertanggungjawabkannya secara hukum, sebagaimana

peraturan dan perundang--undangan yang mengaturnya

(19)

Kesengajaan tidak didefinisikan didalam KUHP. Petunjuk untuk dapat mengatakan arti

kesengajaan dapat diambil dari M.v.T (Memorie Van Toelicthing) yang mengartikan

kesengajaan sebagai menghendakin perbuatan itu dan juga mengetahui atau menyadari tentang

apa yang dilakukannya (Sudarto.1990:12).

Perbuatan pidana terkandung kehendak pengetahuan, dan dalam ilmu pengetahuan Hukum

Pidana kehendak dan pengetahuan itu dibagi dua teori sebagai berikut:

1) Teori Kehendak (wilstheorie)

Inti kesengajaan adalah untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan

undang-undang. Sengaja berarti bahwa akibat dari suatu perbuatan dikehendaki dan ini apabila

akibat itu sungguh-sungguh dimaksudkan oleh perbuatan yang dilakukan itu.

2) Teori Pengetahuan atau Membayangkan (voostellings teheorie)

Sengaja disini berarti membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya. Orang tidak

bisa menghendaki akibat, melainkan hanya dapat membayangkan saja. Teori ini menitik

beratkan pada apa yang diketahui atau dibayangkan oleh si pembuat ialah apa yang akan

terjadi pada waktu ia berbuat (Sudarto, 1990:103).

b. kelalaian

Menurut M.v.T, kealfaan adalah keadaan sedemikian membahayakan keamanan orang atau

barang atau mendatangkan kerugian terhadap seseorang yang sedemikian besarnya dan tidak

dapat diperbaiki lagi, sehingga undang-undang juga bertindak terhadap kurangnya hati-hatian

(Sudarto, 1990:124).

Beberapa ahli menyebutkan syarat untuk adanya kelalaian, sebagai berikut :

(20)

a). tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan dalam hukum.

b) tidak mengadakan penghati-hatian sebagaimana diharuskan oleh hukum

2) Simons mengatakan pada umumnya kelalaian (culpa) mempunyai dua unsur:

a) tidak ada penghati-hati, disamping

b) dapat diduga akibatnya

( Sudarto, 1990:125).

Kealfaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari kesengajaan, akan tetapi bukannya

kesengajaan yang ringan. Kealfaan seseorang ditentukan secara normatif dan tidak secara fisik,

sehingga tidak mungkin diketahui seseorang dengan sungguh-sungguh jika tidak ada faktor

penyebab utama seseorang melakukan kesalahan.

2. Pengertian Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah

dilakukan. Ruslan Saleh (1983:75) mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang

dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidanan

atau tindak pidana. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa

yang harus dipertanggungjawabkan. Hal tersebut berarti harus diperhatikan terlebih dahulu siapa

yang dinyatakan sebagai pembuat suatu tindak pidana. Sebaliknya apakah pertanggungjawaban

itu diminta atau tidak, ini merupakan persoalan yang kedua, yang tentunya pada kebijaksanaan

pihak yang berkepentingan untuk memutuskan apakah itu merasa perlu atau tidak perlu menurut

pertanggungjawaban tesebut.

Masalah pertanggungjawaban ini menyangkut subyek tindak pidana yang pada umumnya sudah

(21)

kenyataannya untuk memastikannya siapa yang bersalah dalam suatu perkara harus sesuai

dengan proses yang ada pada sistem peradilan pidana yang ditetapkan. Dengan demikian

pertanggungjawaban pidana itu selalu ada, meskipun belum pasti dituntut oleh pihak yang

berkepentingan. Jika pelaksanaan peranan yang telah berjalan itu ternyata tidak tercapai tujuan

atau persyaratan yang diinginkan. Demikian pula halnya dengan masalah terjadinya perbuatan

pidana atau delik, suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau

tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan tindakannya oleh

undang-undang yang telah dinyatakan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Berdasarkan batasan diatas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban

adalah keadaan yang dibebankan kepada seseorang untuk menerima atau menanggung

akibat-akibat atau efek yang ditimbulkan dari suatu tindakan perbuatan yang dilakukannya.

Suatu perbuatan melawan hukum atau melangar hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan

hukuman, disamping itu perbuatan melawan hukum harus ada seorang pembuat yang

bertanggungjawab atas perbuatannya. Pembuat tindak pidana harus ada unsur kesalahan.

Pertanggungjawaban pidana harus terlebih dahulu memiliki unsur yang sebelumnya harus

dipenuhi:

1) suatu perbuatan yang melawan hukum (unsur melawan hukum)

2) seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas

perbuatannya (unsur kesalahan)

Asas legalitas hukum pidana Indonesia menyatakan bahwa seseorang baru dapat dikatakan

melakukan perbuatan pidana apabila perbuatannya tersebut telah sesuai dengan rumusan dalam

(22)

karena masih harus dibuktikan kesalahannya apakah dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya

tersebut. Dengan demikian seseorang dijatuhi pidana harus terlebih dahulu memenuhi

unsur-unsur pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana.

Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggungjawab

seseorang terhadap kesalahan akibat melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang dilarang

oleh undang-undang dan tidak dibenarkan oleh masyarakat atau tidak patut menurut pandangan

masyarakat. Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur peristiwa pidana atau perbuatan

pidana (delik) antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Sehingga demikian perbuatan

pidana dan kesalahan merupakan faktor yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk

melakukan pertanggungjawaban dalam hukum pidana.

Menurut Sudarto (1990:91) untuk kesalahan seseorang sehingga dapat tidaknya ia dipidana harus

memenuhi unsur-unsur:

1. adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat.

2. hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatan berupa kesengajaan atau kelalaian.

3. tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau pemaaf.

Menurut Ruslan Saleh (1981:82) dalam pengertian perbuatan pidana tidak termasuk hal

pertanggungjawaban. Perbuatan pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan. Apakah

orang yang melakukan pernuatan itu kemudian dapat dipidana adalah tergantung pada soal

apakah ia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Apabila orang yang

melakukan perbuatan itu memang melakukan kesalahan, maka ia dapat dipidana. Kenyataan

tersebut menunjuk bahwa orang yang melakukan tindak pidana akan dilakukan atau dikenakan

(23)

Menurut Ridwan Halim (1984:58) bahwa seseorang bertanggungjawab secara sendiri atau

bersama orang lain, karena kesengajaan atau kelalaian secara aktif atau pasif dilakukan dalam

wujud perbuatan melawan hukum, baik dalam tahap pelaksanaan maupun dalam tahap

percobaan.

Apabila perbuatan memenuhi unsur-unsur pidana, maka kepada yang bersangkutan dapat

diminta pertanggungjawaban pidana secara yuridis.

Melihat pengertian-pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan

pertanggungjawaban pidana adalah suatu penderitaan atau siksaan yang harus diterima dan

dipikul seseorang akibat dari tindak kejahatan, kesalahan dan pelanggaran yang dilakukannya,

sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan dan hukum

pidana yang mengaturnya.

3. Kemampuan Bertanggungjawab

Seseorang dapat dikenakan tindak pidana bilamana orang tersebut dinyatakan mampu untuk

mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya. Berkaitan dengan hal itu Moeljatno

(1983:164) menyatakan bahwa untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus mempunyai:

a. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan-perbuatan yang baik dan perbuatan

yang buruk yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum. Kemampuan dimaksud

lebih menitik beratkan pada faktor akal (intelektual faktor) yaitu dapat membedakan antara

yang diperbolehkan dan yang tidak.

b. Kemampuan untuk menentukan kehendak menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya

(24)

faktor)yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keisyafan atas nama yang

diperbolehknnya dan mana yang tidak.

Lebih lanjut Moeljatno menyatakan, sebagai konsekwensiya maka seseorang yang tidak mampu

untuk menentukan kehendaknya menurut keisyafan tentang baik dan buruknya perbuatan yang

dilakukan, orang tersebut dianggap tidak mempunyai kesalahan dan kalau melakukan perbuatan

pidana, orang yang demikian itu tidak dapat dipertanggungjawabkan (Moeljatno,1983:165).

Sudarto (1990:94) secara negatif menyebutkan mengenai pengertian kemampuan

bertanggungjawab sebagai berikut:

1) dalam hal ini ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa

yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang.

2) Dalam hal ini dalam suatu keadaan itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat

menentukan akibat perbuatannya.

Persoalan pertanggungjawaban pidana adalah patut dan adil seseorang dijatuhi pidana karena

perbuatan atau kesalahan yang telah diperbuatnya, jika memang ada aturannya dalam sistem

hukum tertentu dan sistem hukum itu berlaku atas perbuatan tersebut. Didalam perbuatan tindak

pidana itu pula tidak akan ada satu perlindunganpun terhadap individu dari pihak penguasa atas

kesalahan yang dilakukannya.

(25)

Tindak pidana adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau individu yang menyebabkan

terjadinya suatu tindak kiminal yang menyebabkan orang tersebut dinyatakan bertentangan

dengan nilai-nilai masyarakat, norma hukum dan perundang-undangan yang berlaku (Kartini

Kartono, 2001:27).

Tindak pidana merupakan pengertian dasar hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu

pengertian yuridis, lain halnya dengan isrilah perbuatan jahat atau kejahatan. Istilah tindak

pidana dipakai sebagai pengganti “strfbaar fet”. Perbuatan yag dianggap sebagai tindak pidana

telah diatur dalam pasal 55 KUHP, dimana didalamnya telah digambarkannya siapa yang

dianggap sebagai pelaku dalam tindak pidana, yaitu:

Ayat (1) dipidana sebagai pelaku pidana:

1.mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan

perbuatan.

2.mereka yang telah memberi atau menjajikan sesuatu dengan menyalahgunakan

kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan ancaman atau penyesatan atau dengan

memberi kesempatan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.

Ayat (2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang

diperhitunkan, beserta akibat-akibatnya.

Secara yuridis formal, tindak pidana kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar

undang-undang pidana. Oleh karena itu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus

dihindari, dan barang siapa melanggarnya akan dikenakan pidana. Jadi larangan-larangan dan

kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati setiap warga Negara wajib dicantumkan dalam

(26)

Setiap kejahatan yang dilakukan seseorang akan menimbulkan suatu akibat yakni pelanggaran

terhadap ketetapan hukum dan peraturan pemerintah. Akibat dari tindak pelanggaran tersebut

maka pelaku kiminal akan diberikan sanksi hukum atau akibat berupa pidana atau pemidanaan.

Pidana adalah penderitan yang senagaj dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan

yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk itu. Pidana dapat berbentuk punishment

(perampasan kemerdekaan) atau treatment (tindakan). Pidana merupakan pembalasan

(pengimbalan) terhadap kesalahan si pembuat. Tindakan adalah untuk perlindungan masyarakat

dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat. Perbuatan suatu badan hukum yang

menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan hidup merupakan salah satu tindak pidana.

Terhadap badan hukum yang melakukan perbuatan tersebut akan diberi sanksi yang berupa

hukum pidana sesuai dengan jenis tindakan/perbuatan serta akibat yang ditimbulkan atas

tindakan yang telah dilakukan, baik secara sedar maupun tidak sadar, secara terencana maupun

yang terkaji seketika akibat suatu kealfaan, kellaian dan kesalahan.

C. Pengertian Penggelapan

Penggelapan adalah menguntungkan diri sendir mengambil sebagian atau seluruhnya milik orang

lain bukan hasil kejahatan.

Penggelapan dalam bentuk pokok diatur pada pasal 372 KUHP, yang terjemahanya dalam

bahasa Indonesia adalah : “ Barang siapa yang dengan sengaja menguasai secara melawan

hukum suatu benda yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, yang ada di dalam

kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancaman karena penggelapan dengan hukuman penjara

(27)

Dapat kita uraikan delik tersebut ke dalam unsur-unsurnya, yaitu unsur objektif dan unsur

subjektif.

Unsur-usur objektif :

1. menguasai untuk dirinya sendiri (zich toeeigenen)

2. suatu benda

3. yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain

4. yang ada di dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

5. secara melawan hukum (wederrechtelijk)

dan satu unsur subjektif yaitu “ dengan sengaja “ (opzettelijk).

D. Dasar Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Dasar penjatuhan pidana yang digunakan oleh hakim di indonesia adalah berdasarkan

Undang-undang dan keyakinan hakim.Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP yaitu:

“ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana terhadap seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu

tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwa yang bersalah melakukan”.

Putusan pengadilan didalamnya harus dinyatakan terlebih dahulu kesalahan terdakwa dengan

kenyataannya berdasarkan pembuktian atas setiap unsur tindak pidana dari pasal yang

didakwakan kepadanya. Untuk membuktikan kesalahan terdakwa diperlukan dua alat bukti yang

sah. Hal tersebut dapat memberikan keyakinan bagi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang

bersalah telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Alat bukti

yang sah menurut Pasal 184 ayat 1 KUHP adalah:

(28)

2. Keterangan ahli 3. Surat

4. Petunjuk

5. Keterangan terdakwa.

Keyakinan hakim dalam selain alat bukti yang sah, menunjukkan bahwa sistem pembuktian yang

dianut KUHAP adalah sistem pembuktian atau negatif wettelijk stelsel. Negatif wettelijk stelsel ataustelsel yang menganut paham bahwa selain harus tercukupinya alat bkuti yang sah menurut Undang-undang, harus juga didasarkan pada adanya keyakinan hakim. Namun untuk

menumbuhkan keyakinan hakim, hakim terikat pada alat bukti yang sah yang ditentukan

Undang-undang (dalam hal ini hakim hanya terbatas menggunakan alat bukti yang sesuai dengan

ketentuan KUHAP ).

( R.O Siahaan, 2009:225 )

Menurut Oemar Seno Adji (1984:12), menyatakan bahwa “ sebagai hakim dalam memberikan

putusan kemungkinan di pengaruhi oleh beberapa hal seperti faktor

agama,budaya,pendidikan,nilai dan norma.Sehingga dapat di mungkinkan adanya perbedaan

dalam kasus yang sama dan pada dasarnya hal tersebut lebih disebabkan oleh adanya perbedaan

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Muladi dan Barda, Nawawi,Arif , 1984. Teori-teori dan kebijakan pidana.Diktat Fakultas Hukum Undip, Semarang.

Purnomo Bambang, 1993.Azaz-azaz Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Reksodiporo, B.Mardjono, 1989.Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Hukum Tindak Pidana Korporasi, FH.Undip,Semarang.

Saleh, Ruslan, 1987.Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta. Siahaan, RO.2009.Hukum Acara Pidana. RAOPress. Jakarta.

Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto Fakultas Hukum, Undip, semarang.

Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan,2000, Rancangan Undang-undang Republik Indonesia Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta.

(30)

III. METODE PENELITIAN

Upaya untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini dibutuhkan suatu metode

ilmiah yang merupakan cara dapat digunakan dalam melaksanakan suatu penelitian guna

memperoleh data yang obyektif dan akurat, dalam mengolah dan menyimpulkan serta

memecahkan suatu masalah.

Beberapa langkah yang dipergunakan dalam rangka kegiatan penelitian yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

A. Pendekatan Masalah

Guna membahas permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, maka dilakukan melalui dua

pendekatan yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris guna untuk

mendapatkan suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah kaidah-kaidah,

norma-norma, aturan-aturan yang berhubungan dengan masalah yang akan

diteliti.Pendekatan tersebut dimaksud untuk mengumpulkan berbagai macam peraturan

perundang-undangan, teori-teori dan literatur-literatur yang erat hubungannya dengan

masalah yang akan diteliti.

(31)

Pendekatan yuridis empiris yaitu dengan meneliti dan mengumpulkan data primer yang

diperoleh secara langsung melalui penelitian terhadap objek penelitian dengan cara

wawancara dengan responden atau nara sumber yang berhubungan dengan permasalahan

yang dibahas dalam penelitian ini.

B. Sumber dan Jenis Data

Guna mendapatkan data yang terkait dengan permasalahan yang diteliti, maka sumber dan jenis

data yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian

ini melalui studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah

literatur-literatur atau bahan-bahan yang ada.

Data sekunder terdiri dari 3 (tiga) bahan hukum, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum bersifat mengikat. Untuk penulisan skripsi ini,

bahan hukum primer yang digunakan adalah:

1) Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP)

3) Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia

4) Undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

5) Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang

(32)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan putusan hakim dan

penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku literatur dan karya ilmiah

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, antara lain Kamus Bahasa

Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, Kamus Hukum, Surat Keputusan yang berkaitan

dengan pelaksanaan peraturan pemerintah maupun majalah dan surat kabar/media cetak.

2. Data Primer

Data primer sebagai data penunjang yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara

langsung pada objek penelitian yang dilakukan dengan wawancara di Kejaksaan Negeri

Bandar Lampung dan Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.

C.Penentuan Populasi dan Sampel

Menurut Ronny Hanitijo (1990:44) populasi adalah seluruh objek atau seluruh individu atau

seluruh gejala kejadian atau unit yang akan diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi

terdiri dari 3 (tiga) kalangan, yaitu : Jaksa pada Kejaksaan Negeri Lampung, Hakim pada

Pengadilan Negeri IA Tanjungkarang dan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Dalam penentuan sample, penulis menggunakan metode purposive sampling. Menurut Irawan

Soerhatono (1999:89) metode purposive sampling adalah sutu metode pengambilan sample yang

(33)

pertimbangan penelitian yang telah ditetapkan. Maka dalam penelitian ini sample yang diambil

sebayak 3 (tiga) orang. Dengan rincian sebagai berikut:

1. Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung

: 1 orang

2. Hakim pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang : 2 Orang

3. Dosen FH Bagian Pidana Universitas Lampung : 2 Orang +

Jumlah : 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk melengkapi data guna pengujian hasil penelitian ini, digunakan prosedur pengumpulan

data yang terdiri dari:

a. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengadakan studi pustaka (Library

Research). Studi pustaka dimaksudkan untuk memperoleh arah pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah literatur-literatur

yang menunjang, peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan bacaan ilmiah lainnya

yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

b. Data Primer

WawancaraYaitu pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara (interview) secara

langsung dengan alat Bantu daftar yang bersifat terbuka. Dimana wawancara tersebut

(34)

terlebih dahulu responden/narasumber yang akan diwawancarai sesuai dengan objek

penelitian yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian. Wawancara tersebut

dilakukan dengan Jaksa pada Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, Hakim pada Pengadilan

Negeri Kelas IA Tanjungkarang dan Dosen FH.Bagian Pidana Unila.

2. Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul, selanjutnya adalah pengolahan data, yaitu pengolahan data merapikan

dan menganalisa data tersebut, kegiatan ini meliputi kegiatan seleksi data dengan cara

memeriksa data yang diperoleh melalui kelengkapannya. Klasifikasi atau pengelompokkan data

secara sistematis. Kegiata pengolahan data dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Editing data, yaitu memeriksa atau meneliti data yang keliru, menambah serta melengkapi

data yang kurang lengkap.

2. Klasifikasi data, yaitu penggolongan atau pengelompokan data menurut pokok bahasan

yang telah ditentukan.

3. sistematisasi data, yaitu penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis hingga

memudahkan interpretasi data.

E. Analisis Data

Proses analisa data merupakan usaha untuk menentukan jawaban atas pertanyaan mengenai

perihal di dalam rumusan masalah serta hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian

pendahuluan. Dalam proses analisa data ini. Rangkaian yang telah tersusun secara sistematis

menurut klasifikasinya kemudian diuraikan dan dianalisa secara analisis kualitatif, yakni dengan

(35)

disusun serta diuraikan dalam bentuk kalimat per kalimat . kemudian dari hasil analisa data

tersebut diinterprestasikan ke dalam bentuk kesimpulan yang bersifat induktif yang berupa

(36)

DAFTAR PUSTAKA

HanitijoRonny.1990.Metode Penelitian Ilu-ilmu Sosial,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir . 2004 .Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti, Bandung Soehartono, Irawan.1999.Metode Penelitian Sosial.Alumni,Bandung.

Soekanto, Soerjono.1986.Pengantar Penelitian Hukum. UI Press,Jakarta.

(37)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian-uraian terhadap seluruh pembahasan pada materi skripsi ini telah terjawablah

masalah utama dalam skripsi ini yaitu pemberian pertanggungjawaban pidana yang dapat

dijadikan pedoman dan pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana, sehingga

didapatkan suatu pemberian pidana yang rasional dan adil.

1. Pertanggungjawaban pidana adalah sangat berhubungan dengan kesalahan yang berarti

perbuatan yang dilakukan pelaku bersifat melawan hukum, kesalahan mengandung unsur

kemampuan bertanggungjawab dan hubungan batin pelaku antara perbuatannya berupa

kesengajaan serta tidak ada alasan pemaaf. Seseorang dapat mempertanggungjawabkan

pidananya adalah adanya unsur kesalahan yang melanggar hukum, dalam penelitian ini

terdakwa telah terbukti melakukan pidana penggelapan uang nasabah, unsur-unsur yang

ada dalam Pasal 372 KUHP telah terpenuhi, unsur dalam Pasal 372 KUHP adalah barang

siapa, dalam hal ini adalah terdakwa Sugiarto Wiharjo sebagai manusia dalam keadaan jiwa

yang normal yang dipandang mampu mempertanggungjawabkan perbuatan yang

dilakukannya tersebut, unsur dengan sengaja dan melawan hukum,memiliki barang yang

seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain yang ada padanya bukan karena kejahatan,

dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau

jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, unsur telah terpenuhi. Terdakwa Sugiarto

Wiharjo dalam melakukan perbuatannya tersebut dalam keadaan jiwa yang normal, untuk

itu hakim menganggap terdakwa mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut,

(38)

sengaja melakukan tindak pidana berarti sengaja menghendaki perbuatannya tersebut

dilakukan juga menyadari pada saat melakukan perbuatan tersebut.

2. Pertimbangan hakim dalam memutuskan putusan pengadilan diambil berdasarkan

musyawarah hakim yang disertai dengan pendapat yang menjadi dasar untuk mengadili.

Untuk membuktikan kesalahan diperlukan dua alat bukti yang sah. Hal tersebut dapat

memberikan keyakinan bagi hakim, bahwa terdakwa adalah orang yang bersalah telah

melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan penuntut umum. Dalam menjatuhkan

putusan pidananya hakim menggunakan sekurang-kurangnya dua alat bukti, yaitu

keterangan saksi dan keterangan terdakwa, menurut ketentuan Pasal 372 KUHP tindakan

terdakwa dapat dijatuhkan 4 tahun penjara, hakim menjatuhkan hukuman bersyarat, lebih

ringan dari tuntutan maksimun, karena semua unsur yang ada pada Pasal 372 KUHP telah

terpenuhi. Unsur-unsur pada Pasal 372 KUHP yaitu unsur barang siapa dalam hal ini

terdakwa sugiarto Wiharjo sebagai seorang manusia normal yang dapat

dipertnggungjawabkan perbuatannya, unsur dengan sengaja dan dengan melawan hukum,

unsur memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain yang ada

padanya bukan karena kejahatan dan unsur dilakukan oleh orang yang memegang barang

itu berhubungan dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang.

Pertanggungjawaban pidana yang diberikan hakim lebih ringan lagi dari hukuman penjara

yang seharusnya 4 tahun penjara, ringannya putusan yang diberikan hakim karena terdakwa

berterus terang atas perbuatannya tersebut.

(39)

Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, penulis

menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Diharapkan dalam penegakan hukum khususnya tindak pidana penggelapan, kepada hakim

agar lebih memperhatikan unsur lain yang menjadi pemicu tindak pidana tersebut dilakukan.

2. Agar penegakan hukum dalam hal penuntutan untuk lebih memperhatikan unsur tindak

pidana yang telah terpenuhi dalam pasal yang didakwakan, sehingga mendapatkan

penuntutan yang maksimal mungkin, dalam hal ini agar pertimbangan hakim dalam

(40)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH

( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca) ( Skripsi )

Oleh Nadia Yunita

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(41)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……… 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………. 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.………... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual……….. 8

3. Pengertian Pertanggungjawab……… 21

4. Kemampuan Bertanggungjawab ……… 25

B. Pengertian Pelaku Tindak Pidana……… 26

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………. 35

E. Analisa Data………. 37 DAFTAR PUSTAKA

(42)

A. Karekteristik Responden ……….. 39 B. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan Uang

Nasabah (Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang

Tentang Bank Tripanca) ………. 41 C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Mengambil Keputusan

(Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang

Tentang Bank Tripanca) ……….. 53

DAFTAR PUSTAKA V. PENUTUP

(43)

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENGGELAPAN UANG NASABAH

( Studi Kasus No. 1505/pid.B/2009/PN.TK tentang Bank Tripanca)

Oleh:

NADIA YUNITA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(44)

Judul Skripsi : Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan

Uang Nasabah (Studi Kasus

No.1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang Tentang Bank Tripanca)

Nama Mahasiswa :Nadia Yunita No. Pokok Mahasiswa : 0612011038

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI I. Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Sunarto DM,S.H,M.H Maya Shafira, S.H.,M.H. NIP. 195411121986031003 NIP. 197706012005012002

II. Ketua Bagian Hukum Pidana

(45)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Prof.Dr.Sunarto DM, S.H.,M.H ...

Sekretaris/ Anggota : Maya Shafira, S.H.,M.H. ...

Penguji

Bukan Pembimbing : Tri Andrisman, S.H, M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr.Heryandi, S.H.,M.H NIP. 196211091987031003

(46)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT, untuk setiap nafas dan kehidupan ini karena karunia-Mu

berupa rizki dan kesehatan telah menghasilkan karya sederhana ini.

Dengan segala kerendahan hati kupersembahakan karya ini kepada

orang-orang yang menyayangiku dan kusayangi

semoga menjadi sesuatu yang bisa dibanggakan.

Ayah dan Ibu Ku

Terima kasih yang tak terhingga untuk setiap tetes keringat dan air mata, kasih sayang dan

ketabahannya, untuk doa-doa dan keikhlasanya, dan kesabaran yang tak pernah habis.

Ayuk citra, kak heri dan adikku jodi yang menjadi semangatku untuk mencapai keberhasilan.

(47)

MOTTO

Lebih baik berdiam diri daripada bicara tanpa arti sedikit bicara namun

berarti

(

Nadia Yunita

)

Jadilah lilin yang terbakar habis untuk menerangi kegelapan

(Abd. Razak Syukur)

Ubahlah hidupmu dengan menyadari satu-satunya waktu yang kamu miliki

adalah sekarang

(48)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotaagung pada tanggal 14 Juni 1989, sebagai

anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Brigpol

Abd.Rozak Syukur dan Nur Heni.

Penulis memulai jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) Dharma Wanita 1992-1993, Sekolah Dasar (SD) di SD 3 Kuripan Kotaagung Tahun 1993-2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri 1 Kotaagung Tahun 2000-2003, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Kotaagung tahun 2003-2006. Pada Tahun 2006 diterima menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) .

(49)

SANWACANA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat, hidayah dan kenikmatan-Nya

sehingga skripsi yang berjudul“Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Penggelapan Uang Nasabah (Studi Kasus No.1505/pid.B/2009/PN.Tanjungkarang Tentang Bank Tripanca)” dapat

diselesaikan dengan baik. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari skripsi ini masih

banyak terdapat berbagai kekurangan. Untuk itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari berbagai

pihak guna perbaikan dan kesempurnaan karya ini.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan berbagai pihak. Untuk

itu, dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H.,M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Sunarto DM, S.H., M.H., selaku selaku Pembimbing I, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti

dalam penulisan skripsi ini;

3. Ibu Maya Shafira,, S.H., M.H., selaku selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan

waktunya untuk memberikan saran, bimbingan dan bantuan yang sangat berarti dalam

penulisan skripsi ini;

4. Bapak Tri Andrisman, S.H.,M.H., selaku Pembahas I yang telah memberikan waktu untuk

masukan, serta perbaikan-perbaikan dalam penulisan skripsi ini;

5. Bapak Ahmad Irzal Ferdiansyah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan

(50)

6. Bapak Surisno, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik atas pengarahan yang

telah diberikannya;

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.

Kepada seluruh staff Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya Mbak Sri dan Mbak

Yanti atas segala informasi dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis;

8. Brigadir Abd.Rozak Syukur dan Nur Heni, yang telah membesarkan penulis dengan penuh

cinta dan kasih sayang serta selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil,

fidia,wulan,agung,dela,ayuk acit dan kak heri beserta andini,nadisa,kevin dan jodi yang

telah memberikan Do’a dan Motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Rico Willy Sumantri, terimakasih do’a dan semangat yang tak kenal siang dan malam you’re very special men, I’m verry happy with u

10. Bapak AKP.Mulyadi Djasuddin selaku kapolsek jabung Lampung Timur ,terima kasih atas

segala nasehat,dukungan,saran dan bantuannya dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

11. Mb Dewi, Retno, Maya, Reni dan Ani di Club sanggar Aerobic Sonia yang telah motivasi dan dukungannya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini akan dapat bermanfaat dan atas segala bantuan yang telah diberikan kepada

penulis, semoga budi baik dari semua pihak akan mendapatkan balasan

(51)

Bandar Lampung, Febuari 2012

Referensi

Dokumen terkait

menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Pengelolaan Produk Tabungan Simpanan Sukarela (Sirela) Pada KSPPS Bina Muamalat Walisongo Papandayan Semarang” dengan baik

Hasil validasi Lembar observasi aktivitas mahasiswa adalah perlunya indikator yang spesifik sehingga aktivitas yang dinilai jelas dan lembaran observasi dapat digunakan dengan

Ukuran dalam, lebar dan tempat galian untuk pemasangan pipa dan peralatannya, serta bangunan yang termasuk di dalam pekerjaan ini harus dibuat sesuai gambar rencana.. Patokan

Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Tahun 2019 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Berau disusun berpedoman pada Rencana Pembangunan

Hasil pengujian dengan sistem pemadaman berbasis kabut air akan lebih efektif jika dilakukan dekat dengan sumber api dan posisi semprotan dari atas api apabila momentum yang

Penelitian tentang penyakit karang masih sedikit dilakukan di perairan Indonesia, beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan diantaranya tentang keberadaan penyakit

Metode pendekatan yang dipakai pada pelaksanaan program ini adalah dengan melakukan sosialisasi penerapan teknologi penggunaan rumput laut sebagai biofilter alami ini pada

Penelitian yang dilakukan oleh Zhaodi Zhang, dkk., pada hewan coba yang mengalami nyeri tulang kanker menunjukkan bahwa terapi elektroakupunktur pada titik ST36 dapat