• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Struktur dengan peta Gempa Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Struktur dengan peta Gempa Tahu"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan suatu wilayah yang rawan dengan bencana alam seperti gempa bumi. Ini dibuktikan dengan tiga lempeng tektonik besar dunia dan sembilan lempeng tektonik kecil lainnya saling bertemu di wilayah Indonesia, serta membentuk jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik yang kompleks. Sampai saat ini belum ada pengetahuan manusia yang dapat mengetahui kapan dan dimana bencana gempa bumi itu akan muncul. Namun demikan, pengetahuan manusia hanya dapat memberikan penaksiran-penaksiran melalui dengan persentase kejadian-kejadian gempa bumi yang terjadi pada sebelumnya.

Permasalahan gempa bumi dalam bidang konstruksi sangat menekankan pembangunan yang tahan akan beban gempa tersebut. Dengan merujuk pada suatu filosofi konstruksi bangunan tahan gempa yakni apabila gempa kecil bangunan tidak mengalami kerusakan apapun, dan jika gempa sedang komponen non struktur boleh mengalami kerusakan, tetapi komponen strukturnya tidak boleh mengalami kerusakan dan apabila gempa kuat, komponen non struktur maupun komponen strukturnya boleh mengalami kerusakan namun masih sempat memberi kesempatan pada penghuninya untuk menyelamatkan diri.

Dalam mengantisipasi bahaya gempa, pemerintah Indonesia telah mempunyai standar perencanaan bangunan tahan gempa yakni SNI-03-1726-2002, namun setelah peraturan ini keluar telah tercatat bencana gempa yang begitu besar dan banyak memakan korban, seperti di Gempa Aceh tahun 2004 (Mw = 9,2), Gempa Nias tahun 2005 (Mw = 8,7), Gempa Yogya tahun 2006 (Mw = 6,3), dan gempa Padang tahun 2009 (Mw = 7,6).

(2)

2 Morowali yang berlokasi di Bungku Tengah, dan sekarang kantor tersebut tidak difungsikan akibat kerusakan diberbagai bagian kantor tersebut.

Melihat hal itu pemerintah Indonesia merevisi kembali peratutan SNI-03-1726 tahun 2002 menjadi SNI-03-1726 tahun 2010. Dengan melihat perubahan tersebut, penulis merasa bahwa perlu adanya evaluasi struktur dengan peraturan baru tersebut sesuai peta gempa tahun 2010. Dalam hal ini penulis memilih kantor DPRD Morowali sebagai objek evaluasi struktur yang kondisinya telah rusak akibat gempa pada tanggal 16 April tahun 2012.

Maka dengan ini penulis mengangkat suatu judul dalam bentuk karya tulis ilmiah yang dirumuskan dalam Tugas Akhir yakni “Evaluasi Struktur Kantor DPRD Morowali Berdasarkan Peta Gempa Tahun 2010”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang bisa dikemukakan adalah :

1. Bagaimana hasil evaluasi struktur gedung Kantor DPRD Morowali berdasarkan peta gempa tahun 2010?

(3)

3 C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi keandalan struktur bangunan sesuai dengan peta gempa tahun 2010. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui hasil evaluasi sruktur gedung Kantor DPRD Morowali. 2. Untuk mengetahui perlakuan/perbaikan yang dapat diberikan terhadap sturktur

gedung Kantor DPRD Morowali agar terfungsikan kembali. D. Lingkup Penelitian

Dalam penelitian untuk mengarahkan hasil penelitian pada rumusan masalah, maka perlu dilakukan suatu batasan masalah. Adapun batasan masalah yang dimaksud adalah :

1. Keandalan bangunan gedung yang akan diteliti adalah hanya keandalan struktur saja, tidak termasuk keandalan arsitektur, utilitas, aksesbilitas serta tata bangunan dan lingkungan.

2. Metode-metode yang dibahas berdasarkan studi literature.

3. Metode evaluasi yang dilakukan berdasarkan metode evaluasi Takim Andriono dan Gideon Kusuma.

4. Analisi Struktur dengan menggunakan Program aplikasi SAP 2000 dan Beton2000

5. Tinjauan evaluasi pada struktur atas gedung.

(4)

4 E. Metode Penulisan

(5)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode – metode Evaluasi

1. Metode evaluasi menurut Direktorat Jendral Cipta Karya PU (Pekerjaan Umum)

Metode ini dilakukan secara visual yang menilai suatu gedung dari segi Arsitektur, Struktur Rangka Beton dan Dinding Pasangan, Utilitas dan Proteksi Kebakaran, Aksebilitas, Tata Bangunan dan Lingkungan. Penilaian ini dilakukan dengan memberikan berupa nilai yaitu untuk ANDAL 95%-100%, KURANG ANDAL 75% - < 95%, dan TIDAK ANDAL < 75% terhadap form penilaian yang telah ada.

2. Pemeriksaan keandalan struktur menurut Council of American Engineering Calculation

Form dari metode pemeriksaan ini secara umum terdiri atas penilaian: a. Bagian Umum,

b. Sistem Struktur, c. Beban-beban, d. Fondasi,

e. Desain Struktur Beton, f. Desain Pasangan, g. Desain Struktur Baja, h. Sistem Sambungan, dan i. Sistem Struktur Kayu.

Penjelasan : a. Bagian Umum,

(6)

6 pebhan beban lateral, model program komputer, berdasarkan standar yang berlaku.

b. Sistem Struktur, berisi tentang ada atau tidaknya : pemilihan sistem struktur yang ekonomis, penggunaan elemen yang relatif seragam, dimensi minimum ketahanan terhadap kebakaran, ruang minimum untuk gedung, kemungkinan pengembangan di masa depan.

c. Beban-beban, melibatkan ahli mekanika tanah, pengaruh tanah timbunan, penurunan fondasi, jarak antar fondasi yang lazim serta pengaruh beban horisontal serta tekanan tanah aktif dan pasif.

e. Desain Struktur Beton,

Berisi tentang ada atau tidaknya : sistem pengaku pada kolom, pengecekan retak dan defleksi, pengaruh rangkak dan susut beton, detail penulangan khusus, beban puntir pada balok tepi, syarat tulangan antara, syarat rasio tulangan minimum, dan tebal selimut beton.

f. Desain Pasangan,

Berisi tentang ada atau tidaknya : rasio tinggi dan tebal pasangan batu kali, syarat defleksi/lendutan pasangan batu kali, pemeriksaan terhadap syarat standar yang berlaku, dan syarat pada sambungan pasangan batu kali.

g. Desain Struktur Baja,

(7)

7 pertimbangan terhadap beban puntir, perhitungan dimensi las, tipe dan mutu baut, penjangkaran/angkur baut terhadap beban angkat.

h. Sistem Sambungan,berisi tentang ada atau tidaknya : sistem sambungan yang digunakan, syarat-syarat sambungan, pertimbangan beban-beban yang bekerja pada sambungan.

i. Sistem Struktur Kayu.

Berisi tentang ada atau tidaknya : syarat kelangsingan dan pengaku, kriterian ketahanan terhadap kebakaran, detail alat sambung paku, sistem balok laminasi, spesifkasi plywood, ketahanan rangka pengaku dan arah sambungan terhadap beban.

3. Metode perbandingan kapasitas dan kebutuhan usulan Brundson dan Priestley

Evaluasi dengan metode ini bertujuan untuk mengetahui kegagalan lentur atau kegagalan geser dengan mencari perbandingan kapasitas/kebutuhan pada batang. Ada pun langkah – langkah dari metode ini adalah :

a. Analisa beban statik ekivalen untuk mendapatkan gaya geser tiap tingkat. b. Perhitungan gravitasi untuk masing – masing elemen bangunan

(balok/kolom) dan perhitungan besarnya gaya aksial yang diterima oleh tiap – tiap kolom dengan menggunakan tribulary area.

c. Analisa elastis portal untuk mendapatkan besarnya gaya – gaya dalam pada kolom dan balok dengan beban langkah a dan b.

d. Menentukan nilai - nilai kapasitas penampang yaitu : 1) Kapasitas lentur balok akibat gempa

2) Kapasitas geser balok akibat gempa 3) Kapasitas lentur kolom

4) Kapasitas geser kolom

(8)

8 kapasitas/kebutuhan menunjukkan persentase kapasitas terjadinya leleh terhadap batas elastis beban lateral.

f. Perbandingan antara kapasitas/kebutuhan daktail (ductil C/D ratio). Pengecekan ini diperlukan bila perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur elastis kedua ujung batang lebih kecil dari perbandingan kapasitas/kebutuhan geser.

Caranya adalah mengalikan perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur elastis dengan faktor daktilitas yang diperoleh dari kriteria keruntuhan geser dimana akan didapatkan perbandingan kapasitas/kebutuhan lentur daktail.

Evaluasi dengan metode ini memberikan hasil yang sederhana karena hanya untuk mendapatkan kegagalan struktur akibat geser atau kegagalan struktur dari perbandingan kapasitas kebutuhan, sedangkan kegagalan struktur dapat saja dari faktor yang lain. Hasil dari metode ini hanya dapat memperoleh data kegagalan manakah yang duluan terjadi, apakah kegagalan geser atau kegagalan lentur.

4. Metode Static Force-Based usulan Park

Langkah – langkah pada evaluasi metode ini cukup lengkap dan komprehensif karena memasukkan banyak faktor yang menyebabkan kegagalan sturktur, antara lain penambahan kekuatan material akibat usia, reduksi kekakuan akibat retak, reduksi kekuatan geser beton karena kurvatur daktilitas yang disebabkan pembebanan berulang – ulang, meknisme portal, daktilitas struktur dan elemen.

Adapun langkah – langkah evaluasi ini adalah :

a. Menentukan kekuatan aktual material beton dan tulangan baja.

b. Memperkirakan kekuatan lentur dan geser pada bagian kritis balok, kolom, dan pertemuan balok-kolom dengan asumsi tidak terjadi penuruanan pada daerah post elastic selama terjadinya cyclic lateral loading.

(9)

9 d. Memperkirakan koefsien gempa (C).

e. Memperkirakan waktu getar alami dari struktur dalam keadaan elastik, (T). f. Memperkirakan faktor daktilitas struktur dengan menggunakan spektrum

percepatan inelastik gempa yang merupakan fungsi Cd dan T.

g. Memperkirakan apakah sendi plastis memiliki daktilitas yang cukup terhadap daktilitas struktur yang dituntut.

h. Memperkirakan penurunan geser pada elemen sturktur dan beam colunm joint selama cyclic deformation untuk didasarkan pada faktor kurvatur daktilias u/y yang tersedia dalam sendi plastis.

i. Memperkirakan simpangan antar tingkat apakah dapat ditoleransi atau tidak.

Kekurangan metode ini dalam menentukan nilai Cd dilakukan dengan cara trial and eror, disamping itu metode ini pengecekan daktilitas penampangnya dilakukan selama penampang tidak mengalami kegagalan lentur atau geser.

5. Metode evaluasi alternatif yang diusulkan oleh Takim andriono, Gideon Hadi Kusuma, Bambang Wiyanto, dan Effendy Tanojo.

Metode evaluasi ini cukup lengkap dan komprehensip karena memperhitungkan peningkatan kekuatan material, simpangan antar tingkat, dan jenis mekanisme yang terjadi. Dalam metode ini juga dilakukan pengecekan daktilitas, tetapi setelah dilakukan pengecekan apakah penampang telah mengalami kegagalan lentur atau geser bila mendapat beban gempa sesuai dengan beban gempa yang baru. Bila ternyata penampang telah mengalami kegagalan lentur atau geser terlebih dahulu, maka perlu diadakan perbaikan – perbaikan atau perkuatan – perkuatan yang diperlukan sebelum melakukan pengecekan daktilitas penampang.

Dalam metode ini taraf pembebanan gempa tidak menggunakan trial and eror,

melainkan menggunakan koefisien dasar gempa yang sesuai peraturan berlaku. Adapu langkah – langkah dari metode ini adalah sebagai berikut :

(10)

10 b. fc’ (Kuat tekan beton) dan fy (Tegangan leleh) dengan Tes Laboratorium. c. Analisa Beban Statik Ekivalen

d. Analisa Struktur Elastis Portal e. Analisa Penampang

f. Pengecekan simpangan

g. Ratio Capasitas dan Demand C/D lentur dan C/D geser. h. Menentukan Rasio Kekuatan Lentur (Sr)

i. Perbaikan

j. Menentukan Gaya Gempa Lateral (Vy) k. Data Fisik Gedung Setelah Perbaikan l. Waktu Getar Alami

m.Pengecekan sendi plastis memiliki daktilitas yang cukup (u/y Tersedia) n. Faktor kurvatur daktilias (u/y) Dituntut

Dalam penelitian ini, Metode Evaluasi yang dilakukan oleh Takim Andriono, Gideon Hadi Kusuma, Bambang Wiyanto, dan Effendy Tanojo dijadikan sebagai landasan teori untuk melakukan evaluasi terhadap Kantor DPRD Morowali.

B. Hasil Penelitian Evaluasi Struktur & Kegempaan di Indonesia Sebelumnya

1. Hasil evaluasi struktur dengan Council of America, Direktorat Jendral PU, Takim Andriono & Gideon Kusuma.

(11)

11 Tabel 1. Perbandingan 3 Metode Evaluasi

Metode Kelebihan Kekurangan

Metode 3. Formatnya sudah sudah menjadi satu

kesatuan dengan komponen keandalan lainnya (Arsitektur, utilitas, aksesbilitas, tata bangunan dan lingkungan)

4. Mudah dilaksanakan 5. Waktu pelaksanaan singkat 6. Alat pemeriksaan mudah 7. Hasil akhir cepat diketahui

1.Bersifat pengamatan

2. Ada solusi langkah pegembalian keandalan jika hasil pemeriksaan tidak andal

3. Hasil yang diperoleh lebih akurat

1.Komponen struktur yang

2. Semua komponen diperiksa secara teliti 3. Mudah dilaksanakan

(12)

12 2. Kajian struktur bangunan di Kota Medan terhadap gaya gempa di masa

yang akan datang oleh Johanes Tarigan .

Dalam tulisan pidato pengukuhan sebagai guru besar tetap dalam bidang Analisa Struktur Fakultas Teknik Univ. Sumtera Utara dari Prof. Dr. Ing. Johanes Tarigan, membandingkan hasil analisis struktur dengan menggunakan 3 beban gempa yang berbeda yakni (SKBI 2.3.53-1987, SNI 1726-2002 dan Peta Gempa 2007). Hasil analisis nya dapat dilihat pada diagram di bawah ini :

Jika dibandingkan ketiga hasil baik SKBI-2.3.53.1987, SNI 1726 tahun 2002 dan Peta Indonesia 2007, hasilnya untuk Zona/Wilayah gempa Medan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Perpindahan Lantai Atas terhadap SKBI 1987, SNI 1726 2002 dan Peta Gempa 2007

Perpindahan Lantai Atas SKBI 1987 SNI 1726 2002 Peta Gempa 2007

1,5 cm 6 cm 9 cm

(13)

13 atas, displacement berdasarkan peta tahun 2007 lebih besar 6 kali lipat dari peta gempa tahun 1987. Jika dibandingkan dengan peta gempa tahun 2002 displacement

yang terjadi 1,5 kali lipat.

C. Perkembangan Peraturan Gempa di Indonesia 1. Peraturan muatan Indonesia 1970, NI-18

Kebutuhan pengetahuan perencanaan bangunan terhadap gempa sangat dirasakan pada waktu Indonesia akan membangun gedung tinggi pertama, yaitu Gedung Wisma Nusantara (30 lantai) di Jakarta. Sebagai hasil studi Teddy Boen dan Wiratman terbitlah Peraturan Muatan Indonesia, PMI 1970 [7], peraturan pertama yang mengatur tentang beban yang harus diperhitungkan akibat gempa. Peraturan mengenai beban gempa terdapat dalam bab V. Peta gempa yang terdapat dalam PMI 1970 hanya membagi wilayah Indonesia menjadi tiga daerah gempa (Gambar 3).

Percepatan gempa pada lantai gedung, ai, diatur dengan rumus 1.

ai = kih kd kt (1)

dimana, kih adalah koefisien gempa pada ketinggian i, kd adalah koefisien daerah yang tergantung di daerah mana struktur dibangun, dan kt adalah koefisien tanah yang tergantung kepada jenis tanah (keras, sedang, lunak, amat lunak) dan jenis konstruksi (baja, beton bertulang, kayu, pasangan)

(14)

14 Untuk bangunan dengan tinggi 10 m, koefisien gempa kih ditentukan sebesar 0.1x percepatan grafitasi, sedangkan untuk bangunan lebih tinggi dari 10 m diatur seperti terlihat dalam Gambar 2.

Gambar 2: Koefisien gempa PMI 1970

Perencanaan dilakukan dengan cara elastik. Karena kombinasi beban gempa dengan beban mati dan beban hidup yang direduksi dianggap sebagai beban sementara, maka tegangan yang diijinkan dapat dinaikkan.

2. Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung, 1983 Peraturan ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Selandia Baru dan dengan sendirinya berkiblat kepada peraturan Selandia Baru. Peraturan ini sudah mengikuti pola peraturan gempa moderen yang menggunakan respons spektra percepatan untuk menentukan percepatan gempa yang harus diperhitungkan dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Dalam peraturan ini untuk pertama kali dikenalkan konsep perencanaan yang mengandalkan pemencaran energi melalui terjadinya sendi plastis. Banyak hal baru yang diperkenalkan dalam peraturan ini, seperti: (1) konsep daktilitas struktur; (2) konsep keruntuhan yang aman, yaitu mekanisme goyang dengan pembentukan sendi plastis

(15)

15 dalam balok (beam side sway mechanism), yang mensyaratkan kolom yang lebih kuat dari balok (strong column weak beam); dan (3) konsep perencanaan kapasitas (Capacity design). Diperkenalkan pula tiga cara analisa yaitu; (1) Analisa beban statik ekivalen; (2) Analisa ragam spektrum respons; dan (3) Analisa respons riwayat waktu.

Peta gempa diubah menjadi enam daerah gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 3, sedangkan respons spektra percepatan yang digunakan ditiap daerah ditunjukkan dalam Gambar 4.

Gambar 3. Peta Gempa menurut PPTGIUG

Gaya geser dasar horizontal total (V), yang harus digunakan dalam perencanaan terhadap gempa, ditentukan dengan menggunakan Rumus 4.

V = C I K Wt (4)

(16)

16 Peraturan ini mendasarkan respons spektra yang digunakan kepada gempa dengan periode ulang 200 tahun (kemungkinan terjadi 10 % dalam jangka waktu kira-kira 20 tahun), setelah dibagi dengan daktilitas struktur sebesar 4. Penjelasan ini hanya dapat dibaca dalam seri laporan yang disampaikan oleh Beca Carter Hollings and Farner [9] yang tidak tersedia untuk umum.

Peraturan ini kemudian berubah nama menjadi Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, SKBI-1.3.53.1987, UDC: 699.841 [10], lalu menjadi Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung, SNI 03-1726-1989 [11] tanpa ada perubahan isi.

(17)

17 3. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung, SNI 03-

1726-2002

Peraturan ini memperbaruhi peta gempa menjadi seperti terlihat di Gambar 5, tetapi tetap menggunakan enam daerah gempa. Respons spektra yang digunakan (Gambar 6) adalah respons spektra gempa yang kemungkinan terjadinya 10 % dalam kurun waktu 50 tahun, yaitu gempa dengan periode ulang 500 tahun (disebut gempa rencana), bukan respons spektra yang telah direduksi seperti digunakan dalam PPTGIUG dan peraturan sebelumnya [8,10,11]. Sebagai konsekuensi Rumus gaya geser dasar nominal (V) juga berubah menjadi Rumus 5

V = (C1I/R) Wt (5)

Dimana C1adalah koefisien respons percepatan pada waktu getar alami fundamental T1 yang didapatkan dari respons spektra gempa rencana (Gambar 6) sesuai dengan daerah gempa tempat bangunan didirikan. I adalah faktor keutamaan yang besarnya antara 1 dan 1.6, sedangkan Wt adalah berat total bangunan. R adalah koefisien reduksi yang merupakan perkalian antara faktor kuat lebih beban f1 dengan daktilitas struktur seperti ditunjukan dalam Rumus 6

R = f1 (6)

(18)
(19)
(20)

20 4. Pengenalan peta gempa tahun 2010

Indonesia termasuk dalam wilayah yang sangat rawan bencana gempa bumi seperti halnya Jepang dan California karena posisi geografisnya menempati zona tektonik yang sangat aktif. Tingginya aktivitas kegempaan ini terlihat dari hasil rekaman dan catatan sejarah dalam rentang waktu 1900-2009 terdapat lebih dari 50.000 kejadian gempa dengan magnituda M ≥ 5.0 dan setelah dihilangkan gempa

ikutannya terdapat lebih dari 14.000 gempa utama (main shocks).

Pada gambar 1 di bawah ini memeprlihatkan titik-titik atau tempat

(episentrum) terjadinya gempa selama kurun waktu 1 abad lebih yakni mulai tahun 1900 sampai tahun 2009. Dengan kedalaman gempa (hiposentrum) mulai dari 1 m – 300 m. Tahun 2002 pemerintah telah mengeluarkan peta wilayah gempa yang kemudian diterbitkannya suatu Standar Nasional Indonsia (SNI) mengenai Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Bangunan Gedung yakni SNI-03-1726-2002, namun setelah diterbitkannya peraturan ini telah terjadi gempa yang lebih besar magnitude perkiraan sebelumnya khususnya 4 kejaidan gempa besar yakni di Aceh, Nias, Yoyga dan Padang. Pertanyaan yang kemudian timbul, apakah peta gempa ini masih relevan atau mendesak untuk diperbaiki.

(21)

21 Dengan begitu melihat 7 kejadian gempa yang terjadi yang melebihi magnitude gempa perkiraan tahun 2002 (Gempa Aceh, Nias, Yogya dan Padang) maka pada tanggal 30 November 2009 pemerintah membentuk suatu Tim yang dikordinir oleh Departement Pekerjaan Umum dan dibantu oleh beberapa instansi pemerintah, universitas dan asosiasi profesi untuk segera merevisi SNI-03-1726-2002.

Berikut gambar peta gempa tahun 2002 dan peta gempa yang telah direvisi tahun 2010 di bawah ini :

Gambar 8. Peta Hazard Gempa Indonesia di Batuan Dasar pada Tahun 2002 (Sumber : SNI-03-1726-2002)

Gambar 9. Peta Hazard Gempa Indonesia di Batuan Dasar pada Kondisi Spektrum T = 0.1 detik untuk 10% PE 50 Tahun (Sumber: Buku Ringkasan Hasil Studi Tim Revisi Gempa Tahun 2010)

(22)

22 5. Petunjuk penggunaan peta gempa tahun 2010

a) Klasifikasi lokasi

Untuk menentukan percepatan maksimum dan respon spectra di permukaan tanah, terlebih dahulu perlu dilakukan klasifikasi lokasi. Klasifikasi lokasi harus ditentukan untuk lapisan setebal 30 m sesuai dengan definisi dalam Tabel 3 yang didasarkan atas korelasi hasil penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium.

Tabel 3. Klasifikasi lokasi didasarkan atas korelasi penyelidikan tanah lapangan dan laboratorium (SNI-2002, UBC-97, IBC-2009, ASCE 7-10,)

Klasifikasi Site V s (m/dt) N S u Atau setiap profil lapisan tanah dengan ketebalan lebih dari 3 m dengan karateristik sebagai berikut :

1. Indeks plastisitas, PI > 20,

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik seperti:

- Rentan dan berpotensi gagal terhadap beban gempa seperti likuifaksi, tanah lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

Keterangan: N/A = tidak dapat dipakai

(Sumber : Buku Panduan Pengguanaan Peta Gempa Tahun 2010)

(23)

23

ti = tebal lapisan tanah ke-i antara kedalaman 0 sampai 30 m.

Vsi = kecepatan rambat gelombang geser pada lapisan tanah ke-i dalam satuan m/detik.

Ni = nilai hasil Uji Penetrasi Standar (SPT) lapisan tanah ke-i. Sui = kuat geser undrained (tak terdrainase) lapisan tanah ke-i.

m = jumlah lapisan tanah yang ada antara kedalaman 0 sampai 3 m. ∑ =30 meter.

b) Penentuan percepatan puncak di permukaan tanah

Besarnya percepatan puncak di permukaan tanah diperoleh dengan mengalikan faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) dengan nilai PGA yang diperoleh dari gambar 6 dan gambar 7. Besarnya FPGA tergantung dari klasifikasi lokasi

yang didasarkan pada Tabel 3 dan nilainya ditentukan sesuai Tabel 4. Tabel 4. Faktor amplifikasi untuk PGA (FPGA) (ASCE 7-10)

Klasifikasi Site

(24)

24 Keterangan:

SPGA =Nilai PGA di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 (Gambar 3, Gambar 6, atau Gambar 9).

SS =Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon spesifik.

Percepatan puncak di permukaan tanah dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:

c) Penentuan respon spektra di permukaan tanah

Respon spektra adalah nilai yang menggambarkan respon maksimum dari sistem berderajat-kebebasan-tunggal (SDOF) pada berbagai frekuensi alami (periode alami) teredam akibat suatu goyangan tanah. Untuk kebutuhan praktis, maka respon spectra percepatan dibuat dalam bentuk respon spectra yang sudah disederhanakan.

(25)

25 Keterangan :

Ss = Nilai spektra percepatan untuk periode pendek 0.2 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 (Gambar 7 atau Gambar 10).

S1 = Nilai spektra percepatan untuk periode 1.0 detik di batuan dasar (SB) mengacu pada Peta Gempa Indonesia 2010 (Gambar 8 atau Gambar 11).

Fa = Koefisien perioda pendek Fv = Koefisien perioda 1.0 detik

Tabel 5 dan Tabel 6 memberikan nilai-nilai Fa dan Fv untuk berbagai klasifikasi lokasi.

Tabel 5. Koefisien periode pendek, Fa Klasifikasi Site

(Sumber : Buku Panduan Penggunaan Peta Gempa Tahun 2010) Tabel 6. Koefisien periode 1.0 detik, Fv

Klasifikasi Site

(26)

26

SS = Lokasi yang memerlukan investigasi geoteknik dan analisis respon lokasispesifik.

Selanjutnya,untuk mendapatkan parameter respon spectra desain,spektra percepatan desain untuk perioda pendek dan perioda 1.0 detik dapat diperoleh gempa 2500 tahun menggunakan nilai µ sebesar 2/3 tahun.

SDS

SD1

T0 TS 1

Periode (detik)

(27)

27 dimana:

1. Untuk periode lebih kecil dari T0, respon spektra percepatan, Sa didapatkan dari persamaan berikut :

Sa = ... (7)

2. Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0, dan lebih kecil atau sama dengan TS, respon spektra percepatan, Sa adalah sama dengan SDS.

3. Untuk periode lebih besar dari TS, respon spektra percepatan, Sa didapatkan dari persamaan berikut :

Sa = ... (8) Keterangan :

T0 = 0.2 Ts ; Ts =

D. Metode Analisa Beban Gempa

Analisis beban gempa untuk gedung dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai berikut:

1. Analisis dinamik (dynamic analysis) yang dapat dilakukan dengan cara analisis respon riwayat waktu (time history analysis) untuk struktur elastik maupun struktur inelastik dan analisis ragam spektrum (response spectrum analysis) yang hanya dapat digunakan pada struktur elastik.

2. Analisis beban statik ekivalen (load static equivalent analysis) merupakan analisis dari suatu gedung dengan menggunakan asumsi gaya lateral statik ekivalen. Metode ini hanya dapat digunakan pada struktur elastik saja.

(28)

28 E. Jenis Kerusakan Pada Beton & Jenis Material Untuk Perbaikannya

1. Jenis kerusakan pada beton

Retak (cracks) adalah pecah pada beton dalam garis-garis yang relatif panjang dan sempit, retak ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya : evaporasi air dalam campuran beton terjadi dengan cepat akibat cuaca yang panas, kering atau berangin. Retak akibat keadaan ini disebut plastic cracking, bleeding yang berlebihan pada beton, biasanya akibat proses curing yang tidak sempurna. Retakan bersifat dangkal dan saling berhubungan pada seluruh permukaan pada plat, retak jenis ini disebut crazing. Pergerakan struktur, sambungan yang tidak baik pada pertemuan kolom dengan balok atau plat, atau tanah yang tidak stabil. Retakan bersifat dalam atau lebar, retak jenis ini disebut random cracks reaksi antara alkali dan agregat, retakan yang terbentuk sekitar 10 tahun atau lebih setelah pengecoran dan selanjutnya menjadi lebih dalam dan lebar,retakan saling berhubungan satu sama lain.

Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton. Void pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya :Pemadatan yang dilakukan dengan vibrator kurang baik, karena jarak antar bekisting dengan tulangan atau jarak antar tulangan terlalu sempit sehingga bagian mortar tidak dapat mengisi rongga antara agregat kasar dengan baik. Void yang terjadi berupa lubang-lubang tidak teratur yang disebut honey combing. Bocor pada bekisting yang menyebabkan air atau pasta semen keluar, akan lebih parah jika campuran banyak mengandung air, atau banyak pasta semen atau gradasi agregat yang kurang baik. Keadaan ini disebut

sand streaking

Scalling/spalling/erosion adalah kelupasan dangkal pada permukaan, yang dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab, diantaranya: Eksposisi yang berulang-ulang terhadap pembekuan dan pencairan sehingga permukaan terkelupas, keadaan ini disebut scalling melekatnya material pada permukaan bekisting sehingga permukaan beton terlepas dalam kepingan atau bongkah kecil, keadaan ini disebut spalling.

(29)

29 Terdapatnya material organic dalam campuran, kontaminasi yang reaktf atau korosi pada tulangan dapat menimbulkan rongga pada beton yang disebut sebagai

popouts, juga dapat disebabkan ekspansi agregat yang pourous segera setelah pengecoran sampai setahun lebih tergantung permeabilitas beton dan ketidakstabilan volume agregat yang digunakan. Disintegrasi beton pada titik-titik dimana terdapat aliran air turbulen akibat pecahnya gelembung-gelembung pada air, erosi seperti ini sering disebut water cavitation. Erosi oleh air dimana abrasi oleh benda-benda padat yang tersuspensi dalam air terhadap permukaan beton mengakibatkan disintegrasi beton sepanjang alur aliran air.

Gambar 11. Retak akibat reaksi alkali-agregat dan Scalling

Gambar. 12 Voids-Honey combing

(30)

30 menurunnya daya dukung komponen struktur terhadap beban yang bekerja, meningkatnya deformasi, bahkan runtuhnya struktur. Kegagalan lekatan bisa diakibatkan korosi pada tulangan, kebakaran, tipisnya selimut beton, jarak tulangan yang rapat serta diameter tulangan yang

2. Jenis-jenis material untuk perbaikan

Pada masa ini tersedia sejumlah besar pilihan material yang dapat digunakan untuk melakukan perbaikan pada struktur beton, diantaranya yang utama adalah: a. Material-material yang Cementitious

Material ini berkisar dari mortar dan grout serta beton yang konvensional sampai kepada material dengan sifat-sifat yang diperbaiki sesuai kebutuhan dengan menggunakan admixtures. Penggunaan admixtures antara lain dapat menghasilkan sifat-sifat kohesif, pencapaian kekuatan secara cepat, kelecakan yang lebih tinggi, daya tahan terhadap tercucinya semen dan pengurangan bleeding serta susut.

Material perbaikan yang termasuk dalam jenis ini antara lain:

1) Beton, mortar atau grout, beton terutama digunakan untuk penggantian total penampang atau untuk memperbaiki rongga-rongga yang dalam sampai melalui tulangan beton. Sedangkan mortar dapat digunakan untuk perbaikan rongga-rongga sampai sekecil 4 cm. Grout memiliki keuntungan karena bersifat encer dan dapat dipompa sampai kebagian yang tidak terlihat sekalipun, namun grout memiliki kandungan air yang tinggi dan konsekuensinya mengalami penyusutan lebih besar besar dibanding mortar atau beton.

(31)

31 3) Beton, mortar atau grout yang dimodifikasi dengan menambahkan polimer, polimer ditambahkan sebagai matrik memiliki beberapa keuntungan bagi pekerjaan perbaikan, keuntungan-keuntungan ini meliputi: kekuatan yang tinggi pada umur dini, kemampuan untuk dicor pada temperature dibawah titik beku memiliki kekuatan lekat yang baik, durabilitas yang tinggi walaupun bila harus digunakan pada kondisi yang akan merusak beton biasa. Sebagai polimer biasanya digunakan epoxy, polyurethane, unsaturated polyester, methyl methacrylate dan lain-lain. Beton, mortar atau grout yang harus memiliki sifat tertentu untuk suatu tipe perbaikan dapat dibuat menggunakan semen khusus misalnya semen dengan kandungan alumina yang tinggi akan me galami

setting dalam 2 s.d 4 jam dan dapat mencapai kuat tekan sebesar 22 Mpa dalam 6 jam. Beton, mortar atau grout yang dibuat dengan bahan ini memiliki daya tahan terhadap perusakan asam, sulfat, alkali, air laut dan minyak. Semen Portland tipe III yang dipakai dengan accelerator akan menghasilkan bahan yang sesuai untuk pekerjaan perbaikan yang cepat. Selain itu semen

magnesium phosphate baik untuk pekerjaan penambalan.

4) Dry Pack, istilah ini biasanya digunakan untuk mortar dengan bahan dasar semen

5) Portland dengan kandungan air yang cukup rendah sehingga tidak mengalami

slump.Sebenarnya setiap material yang dapat digunakan dengan konsistensi sedemikian rupa sehingga tidak mengalami slump (no-slump consistency) dapat disebut dry pack,

6) Beton serat, beton serat memiliki kekuatan tarik, kekuatan lentur, daya tahan terhadap impak dan daya tahan terhadap abrasi yang lebih baik daripada beton biasa. Serat yang digunakan dapat berupa metal, plastic, gelas atau serat natural.

7) Shotcrete, atau yang juga biasa disebut sprayed concrete atau sprayed mortar

terdiri dari bahan-bahan pembentuk yang sama seperti beton yaitu semen, agregat dan air. Perbedaan Shotcrete dengan beton biasa adalah bahwa

(32)

32 semennya lebih tinggi, selain itu water-cement rasio dari Shotcrete lebih rendah- sekitar 0,4.

b. Material yang berbahan dasar resin Epoxy

Material ini umumnya dibuat atas dasar epoxy resin dan meliputi resin untuk

Bila retak yang diperbaiki mengalami pergerakan yang berarti, pilihan untuk material yang digunakan sering jatuh pada material ini. Dua tipe elastomeric sealant

yang biasa dipakai : hot-applied, yang biasanya merupakan campuran material yang bituminous dengan karet yang kompatibel, cold applied yang dapat didasarkan atas berbagai material dan biasanya harus dicampur di lapangan.

d. Silicones

Biasanya digunakan sebagai material perbaikan untuk masalah uap air melalui dinding. Ada dua cara pembuatannya yaitu dengan melarutkan bahan silicone padat pada suatu pelarut atau membuat garam alkali dari asam siliconic dan melarutkannya dalam air. Larutan material ini disemprotkan ke dinding dengan kecepatan 3m2/ltr dan ketika pelarutnya menguap, silicon resin tertinggal di dalam struktur pori dinding.

e. Bentonite

Merupakan bubuk batuan yang diambil dari debu vulkanik yang mengandung mineral tanah liat dengan persentase tinggi terutama sodium bentonite. Material ini dapat mengabsorpsi air dalam kuantitas banyak dan mengembang sampai 30 kali volumenya semula dan membentuk massa yang menyerupai jelly yang efektif berfungsi sebagai penghalang air.

f. Bituminous Coating

Yang berbahan dasar aspal atau coal ter sering digunakan sebagai waterproofing

(33)

33 F. Metode-metode perkuatan (retrofitting) beton bertulang balok dan kolom

Setelah dilakukan evaluasi terhadap gedung pasca gempa dengan menggunakan peta gempa tahun 2010 dan hasilnya telah diketahui bahwa struktur gedung eksisting atau struktur gedung yang ada sekarang masih kurang aman dalam memberikan safety bagi pengguna gedung pasca gempa.

Maka upaya yang dapat dilakukan adalah tindakan perkuatan untuk mencapai kebutuhan dalam hal stabilitas element struktur sesuai dengan pembebanan peta gempa tahun 2010. Banyak metode-metode teknik perkuatan kembali struktur gedung pasca gempa yang telah diterapkan di Indonesia. Untuk kasus yang terjadi pada gedung kantor DPRD Morowali lebih tepatnya dilakukan

strengthening, karena perkuatan yang dilakukan untuk memenuhi beban gempa yang baru yakni beban gempa yang sesuai terhadap peta gempa tahun 2010.

Perbaikan yang dilakukan khsusunya untuk bagian non struktur yakni dindiing yang retak, dapat dilakukan dengan menghancurkan kembali dinding yang retak kemudian menambahkan tulangan angker setiap jarak 40 cm. Tulagan angker dapat menambah kekakuan dinding dengan elemen struktur kolom agar ketika terjadi gempa, defleksi atau pergoyangan dinding akan sama dengan pergoyangan kolom.

Berikut matode-metode perkuatan untuk element sruktur yang dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk dapat dilakukan terhadap gedung kantor DPRD Morowali pasca gempa antara lain sebagai berikut.

1. Penyelubungan (jacketing) dengan bahan baja, baja spiral, beton atau komposit.

a) Metode penyelubungan menggunakan baja (steel jacketing)

(34)

34 Penyelubungan dapat dilakukan pada daerah sendi plastis saja apabila hanya diperlukan perbaikan untuk memperkuat kinerja lenturnya. Akan tetapi apabila dibutuhkan perbaikan untuk kinerja gesernya maka disarankan memasang baja selubung setinggi kolom. Pemasangan baja selubung sepanjang kolom dilakukan dengan memberi jarak kurang tebih 50 mm antara tepi pipa plat baja dan elemen lain (plat, balok atau fondasi). Pemberian jatak ini untuk menghindari kemungkinan baja selubung menerima gaya tekan akibat tertumpu pada elemen tersebut ketika pada struktur terjadi simpangan arah lateral (drift) yang cukup besar.

Mekanisme perbaikan metode ini untuk meningkatkan daktilitas dan kekuatan dihasilkan dari pengaruh pengekangan yang diberikan baja selubung. Dilatasi arah lateral beton ditahan oleh baja selubung, sehingga beton berada dalam keadaan tekan dan baja selubung mengalami tegangan tarik. Hal ini menyebabkan kuat tekan beton meningkat akibatnya daktilitas dan kuat lentur beton meningkat. Untuk kekuatan gesernya, selubung baja dapat diidealisasikan sebagai tulangan geser dengan spasi dan diameter ekivalen dengan tebal baja selubung.

( a ) ( b )

Gambar 68. Metode penyelubungan baja (steel jacketing) untuk (a) Kolom bundar dan (b) Kolom persegi

b) Penyelubungan beton

(35)

35 longitudinal dan tranversal yang diperlukan disesuaikan dengan gaya-gaya yang terjadi pada struktur yang diakibatkan gempa dengan kala ulang gempa yang telah disesuaikan.

Penelitian yang dilkukanO’ Jirsa et.al (1λλ5) meneliti metode ini untuk meningkatkan respon pada struktur yang tidak direncakan sesuai perencanaan bangunan tahan gempa yang sekarang dipakai.

Gambar 69. Penyelubungan beton oleh O’ Jirsa et.al

c) Penyelubungan menggunakan bahan komposit

Selain penyelubungan dengan selubung baja dan beton, pada metode penyelubungan dapat pula digunakan bahan komposit. Bahan ini dapat berupa fiber glass, serat karbon, serat kevlar, ataupun bahan lain yang biasanya dalam pelaksanaan dilekatkan dengan epoxy. Pada umumya bahan komposit ini memiliki kekuatan yang tinggi lebih tinggi dari bahan yang kita kenal selama ini (baja dan beton) namun bahan-bahan ini memiliki harga yang begitu mahal.

Namun dibalik harga yang mahal terdapat keuntungan dari bahan komposit ini yaitu sebagai berikut:

1) Biaya perawatn murah, hal ini kaena komposit tahan terhadap proses oksidasi dan proses kimia lain yang merugikan.

2) Beratnya ringan, perbandingan berat jenis antara bahan komposit dan baja adalah 1:5. Hal ini berpengaruh terhadap prosedur perhitungan struktur, sebab besarnya gaya gempa sangat dipengaruhi oleh besarnya massa struktur.

(36)

36

( a ) ( b )

Gambar 70. Perbaikan dengan menggunakan sabuk pengikat (straps) terbuat dari bahan komposit (a) secara individual (b) secara menerus

Langkah pelaksanaan perbaikan dengan menggunakan sabuk pengikat (straps) yaitu sebagai berikut :

1) Struktur yang akan diperbaiki dibersihkan dari pecahan beton, dan ditambal menggunakan beton segar sampai tercapai bentuk dan ukuran semula. Penambalan harus dialkukan sebaik mungkin sehingga celah-celah selimut beton rompal terisi semua.

2) Karet pemisah dipasang pada bagian yang akan diperbaiki pada setiap jarak tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk membuat celah antara struktur asli dan sabuk yang akan dipasang. Selanjutnya sabuk FRP diselubungkan pada struktur asli dalam beberapa lapis. Tiap lapisnya dilekatkan satu sama lain menggunakan epoksi. Demikian seterusnya sampai tercapai lapisan dan ketebalan yang diinginkan.

3) Langkah terakhir, celah antara struktur asli dan sabuk FRB diisi dengan epoksi dengan cara injeksi bertekanan. Agar epoksi tidak mengalir ketempat yang lain, maka ujung atas dan bawah dihambat dengan pemasangan klem.

(37)

37 dilas. Sengkang ini dipasang dengan spasi yang direncanakan, akhirnya dilakukan grouting pada keseluruhan kolom tersebut.

3. Penulangan luar berupa plat baja

Pada teknik ini plat baja dimaksudkan sebagai pengganti tulangan yang telah rusak akibat gempa. Teknik ini cocok digunakan untuk perbaikan retak pada beton. Akibat retak, lekatan antara tulangan dan beton berkurang. Teknik ini telah banyak digunakan dalam perbaikan plat lantai dan balok.

Konsep dasar teknik ini adalah memberikan penulangan tambahan luar dengan cara menempelkan plat baja dengan tebal tertentu pada bagian-bagian struktur beton yang mengalami kerusakan. Retak pada beton biasanya terjadi pada daerah yang mengalami tarik disebabkan sifat beton dimana kekuatan tariknya rendah. Plat baja biasnya diletakkan dibagian struktur beton yang mengalami tark. Peletakan antara permukaan beton dan plat baja mem[ergunakan bahan-bahan adhesive seperti epoksi.

Gambar 71. Teknik penambatan tulangan luar berupa plat

Prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut :

a. Seluruh permukaan beton dibersihkan dari pecahan beton menggunakan sikat kawat, untuk mendapatkan permukaan beton yang kasar sehingga

meningkatkan lekatan antara beton dan epoksi.

(38)

38 c. Lapisan epoksi setebal 3 mm dilapiskan pada beton dan plat baja, selanjutnya

plat baja diletekkan pada struktur beton, dan baut-baut dipasang secara tepat pada lubangnya.

d. Sebelum epoksi tepat akan mengeras, baut-baut dikencangjan dengan torsi sesuai yang direncanakan. Pengencangan baut tepat ketika epoksi akan mengeras dimaksudkan utnutk mendapatkan lekatan yang sempurna antara plat baja dan permukaan beton.

4. Injeksi epoksi

Penggunaan epoksi dalam metode perbaikan struktur harus mengetahui karakteristik epoksi tersebut khususnya dalam hal kekentalan dan tingkat kebasahan (wetability). Kekentalan berhubungan erat dengan kemampuan epoksi untuk penetrasi sampai pada retak yang halus. Semakin kental epoksi maka kemampuannya semakin menurun. Tingkat kebasahan berhubungan erat dengan kemudahan dalam hal penyemprotan permukaan struktur. Berdasarkan cara pemasukan epoksi ke dalam celah-celah retak maka dapat dibagi menjadi dua macam.

a. Teknik injeksi bertekanan Prosedurnya sebagai berikut:

1) Membersihkan celah-celah retak dan permukaan struktur yang akan diperbaiki dai serpihan dan pecahan beton. Pembersihan dapat digunakan dengan menggunakan sikat ataupun tekanan udara.

2) Isolassi plastik diletekkan pada beberapa bagian dari retak. Isolasi tersebut nantinya berfungsi sebagai lubang masukan (inlet port) pada proses penginjeksian. Apabila digunakan pipa sebagai inlet ports, maka pada setiap retak dibuat luabang sesuai diameter pipa.

(39)

39 4) Setelah lapisan epoksi peutup telah kering, isolasi plastik dicabut dan dimulai proses penginjeksian. Penginjeksian dilakukan melalui lubang masukan yang terjadi akibat adanya isolasi plastik. Penginjeksian dimulai dari lubang masukan pada level terendah dari setiap retak. Apabila epoksi yang diinjeksikan mulai muncul pada lubang masukan ynag lebih tinggi berarti retak telah terisi epoksi apabila menggunakan pipa sebagai lubang masukan, maka penginjeksian dilakukan melalui pipa, dengan tekanan 350 kPa.

b. Teknik pengisian secara vakum

Teknik pengisian secara vakum sangta efektif digunakan untuk struktur yang mengalami retak di banyak tempat. Prosedur perbaikan dengan teknik ini yaitu sebagai berikut :

1) Seluruh daerah yang akan diperbaiki terlebih dahulu diselimuti dengansejenis jala terbuat dari plastik (plastic mesh). Tujuannya untuk memeastikan epoksi dapat mengalir pada daerah tersebut.

2) Daerah tersebut kemudian dilapisi menggunakan pholythelene setebal 0,03 mm untuk mendapatkan daerah vakum. Selang karet yang dihubungkan dengan kompreseor vakum dipasang pada bagian astas daerah yang diperbaiki. Sepasang selang karet dihubungkan dengan tabung epoksi dan dilengkapi kran dipasang di bagian bawah.

(40)

40 Gambar 72. Prosedur perbaikan dengan teknik pengisian secara vakum

5. Metode perkuatan dengan menggunakan Fiber Reinforc

6. ed Polymer

Gambar 73. Perkuatan dengan menggunakan FRP

Metode ini dilakukan pada balok yang mempunyai satbilitas yang kurang untuk memikul beban yang ada. Adapun prosedur pelaksanaan ini sebagai berikut :

a. Siapkan permukaan yang akan diberikan perkuatan dengan membuat permukan tersebut halus dengan digerinda.

(41)

41 c. Setelah itu lekatkan FRP sebaiknya dengan menggunakan kape agar

melekatnya merata dan kaku BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Evaluasi yang dilakukan

Metode evalusi yang akan dilakukan pada Kantor DPRD Morowali berlandaskan teori metode Takim Andriano dan rekan – rekannya, yang pada awalnya di awali dengan pengumpulan data, mengansumsi atau menganalisis nilai kuat tekan beton (fc’) dan nilai tegangan leleh besi (fy), analisis penampang untuk mengetahui nilai Mr, ØPn , ØVn, baik kolom maupun balok.

Setelah nilai dari analisis penampang diperoleh maka selanjutnya dilakukan analisis struktur gedung kantor DPRD Morowali dengan memberikan 2 nilai beban gempa yang berbeda yakni beban gempa tahun 2002 dan nilai beban gempa tahun 2010. Setelah itu hasil Analisis yang dilakukan dengan memasukkan beban gempa yang berbeda disinkronisasikan dengan hasil analisis penampang yang pada akhirnya diketahuinya kapsitas (C) dan kebutuhan (D) penampang.

Hal ini untuk dapat memberikan gambaran terhadap perbaikan yang mungkin dapat dilakukan terhadap gedung kantor DPRD Morowali baik dengan memungkinkannya secara teknis dilakukan atau sesuai dengan ketersediaannya bahan di lingkungan tersebut.

Secara mendetail langkah – langkah tersebut di atas akan dijelaskan pada sub bab berikut ini.

B. Langkah – langkah Metode yang dilakukan 1. Pengumpulan data

(42)

42 penulangan, data tanah lokasi atau sekitar DPRD Morowali serta kondisi fisik dari gedung pada saat ini.

2. Bagan Alir Penelitian

MULAI

PERSIAPAN

Konstruksi Gedung sekarang dengan design SNI-03-1726-2002

Retrofitting Demolishing

SELESAI EVALUASI

Analisa Penampang Analisa Struktur

Beban Gempa tahun 2002

(43)

43 Gambar 13. Bagan Alir Penelitian

3. Menentukan nilai kuat tekan beton (fc’) dan nilai tegangan leleh besi (fy) Dalam menentukan nilai fc’ dan fy dapat dilakukan dengan mengansumsi nilai tersebut secara proporsional maksudnya mengambil nilai tersebut sesuai nilai yang sering dipakai dalam perencanaan gedung. Alternatif yang lain adalah dengan menghitung sendiri nilai fc’ dan fy tersebut, untuk mencari nilai fc’ dapat dilakukan dengan uji Hamer Test dan untuk mencari nilai fy dapat dilakukan dengan Uji Tarik.

4. Menganalisis penampang

Analisis penampang dilakukan untuk mengetahui kapasitas (C) elemen struktur yang ada. Dalam analisis penampang, penampang yang dianalisis yakni salah satu atau beberapa penampang element struktur kolom dan balok yang mewakili keseluruhannya. Analisis penampang dilakukan dengan menggunakan program Beton 2000 atau dapat dilakukan dengan cara manual menggunakan rumus – rumus persamaan baku struktur beton bertulang 1.

... (9) ... (10) ... (11)

(44)

44 Tabel 7. Momen Inersia terfaktor

Modulus Elastis Ec

Momen Inersia

Balok 0,35 Ig

Kolom 0,70 Ig

Dinding : tidak retak 0,70 Ig

: retak 0,35 Ig

Pelat datar dan lantai dasar 0,25 Ig

Luas 1,0 Ig

(Sumber : SNI – 03-2487-2002)

5. Analisa struktur berdasarkan peta gempa tahun 2010

Analisa struktur dilakukan untuk memperoleh kebutuhan (D) tiap – tiap elemen struktur, dengan menghitung kembali struktur dengan memasukkan beban gempa sesuai peta gempa tahun 2010. Hasil dari analisis ini memperlihatkan stabilitas struktur setelah diberikan kombinasi beban dengan beban gempa sesuai peta gempa tahun 2010.

6. Pengecekan kapasitas dan kebutuhan (C & D)

(45)

45 kebutuhan (D). Yang mana kapasitas (C) penampang yang ada telah mengalami reduksi akibat gempa yang terjadi terhadap struktur, dan kebutuhan (D) penampang adalah nilai analisa struktur dengan menggunakan beban gempa tahun 2010 yang akan dicaapai.

7. Perbaikan (Retrofitting) dan Meruntuhkan (Demolishing)

Tahap yang terakhir adalah perbaikan, acuan dalam melakukan perbaikan adalah selisih antara kapasitas (C) dan Kebutuhan (D) yang harus ditambahkan ke kapasitas (C) sekarang guna mencapai kebutuhan yang ada terhadap struktur dengan analisis beban gempa 2010.

Mencari alternatif perbaikan yang dapat dilakukan terhadap elemen struktur baik secara teknis dan ketersediaan bahan di wilayah tersebut. Adapun bentuk – bentuk perbaikan yang diperoleh dari berbagai sumber adalah sebagai berikut :

a. Dinding yang retak

(a) (b)

Gambar 14. Dinding retak (a) dan Metode Injeksi (b)

Keretakan dibedakan retak struktur dan non-struktur. Retak struktur umumnya terjadi pada elemen struktur beton bertulang, sedang retak non-struktur terjadi dinding bata atau dinding non-beton lainnya.Untuk retak non-struktur, dapat digunakan metode injeksi dengan material pasta semen yang dicampur dengan

(46)

46 polymer mortar atau polyurethane sealant. Sedang pada retak struktur, digunakan metode injeksi dengan material epoxy yang mempunyai viskositas yang rendah, sehingga dapat mengisi dan sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang terpisah.

Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan.

b. Perbaikan Kolom yang Rusak

Gambar 15. Perbaikan kolom yang telah rusak

(47)

47 1) Retak rambut pada beton (kurang dari 0.2 mm) atau retak tidak terlihat

mengindikasikan kerusakan yang tidak berarti.

2) Umumnya, retak pada komponen beton dengan lebar sampai dengan 2 mm

tidak dianggap sebagai sesuatu yang berbahaya (dan mengindikasikan

kerusakan yang ringan).

3) Retak pada komponen beton dengan lebar sampai dengan 5 mm

Mengindikasikan kerusakan yang sedang.

4) Retak dalam komponen beton dengan lebar lebih besar dari 5 mm

mengindikasikan kerusakan yang berat (dengan pengurangan kekuatan yang

berarti).

5) Tertekuknya tulangan pada komponen beton mengindikasikan terjadinya

kerusakan yang berat, dengan tidak memperhatikan lebar retak beton.

Umumnya, teknik untuk memperkuat kolom / balok beton adalah sebagai berikut:

1) Menambah jumlah tulangan dan sengkang di luar kolom / balok Beton,

kemudian ditutup kembali dengan coran beton.

2) Menyelimuti kolom / balok beton dengan tulangan yang sudah difabrikasi

(welded wire fabric) dan kemudian tutup dengan mortar.

3) Menyelubungi kolom beton dengan profil baja persegi atau pipa, dan

kemudian grouting celah-celah antara beton dan baja.

4) Memasang bandage dari pelat baja yang dilas ke profil baja siku yang

Dipasang di setiap sudut kolom, dan kemudian grouting celah yang ada.

Untuk menambah kekuatan geser kolom tanpa meningkatkan kapasitas lentur

kolom, buat celah di ujung atas dan di ujung bawah kolom yang akan diperkuat

sehingga penambahan perkuatan dengan teknik-teknik tersebut di atas tidak perlu

dijangkar masuk ke balok sekitarnya. Untuk kolom yang mengalami retak sedang,

bagian yang rusak dibobok dan dibersihkan, setelah itu dicor kembali. sebelum

dibobok kolom harus disangga terlebih dahulu.

untuk kolom yang rusak berat, yaitu kolom yang berkurang kekuatannya

berdasarkan pengamatan dan perhitungan, bagian yang rusak dibobok dan setelah itu

(48)

48 salah satu dari teknik-teknik untuk memperkuat kolom seperti tersebut di atas.

sebelum dibobok, balok dan pelat sekeliling kolom harus disangga.

c. Perbaikan Kolom yang Rusak pada bagian atas

Gambar 16. Kolom yang rusak pada bagian atas

cara perbaikan:

1) Balok di antara kolom yang diperbaiki disangga dengan perancah selama

perbaikan.

2) Balok yang miring disangga dengan dongkrak / jack untuk mengembalikan level

yang miring. (gambar i) catatan: jika sulit dijack, besi kolom boleh dipotong

dahulu.

3) Bobok kolom yang hancur / miring.

4) Potong tulangan yang bengkok. (gambar ii)

5) Atur dongkrak / jack hingga level yang diinginkan.

6) Bobok bagian bawah balok yang berbatasan dengan kolom bagian atas untuk

penjangkaran tulangan kolom. (gambar ii)

7) Setelah level yang diinginkan tercapai, dongkrak / jack dilepas & diganti dengan

balok kayu. (gambar iii)

8) Sambung tulangan utama kolom lama dengan tulangan baru. Panjang

penyambungan tulangan kolom lama dengan tulangan kolom yang baru adalah

minimum 40d. (gambar iii) pasang sengkang kolom lama, tambahkan sengkang

(49)

49 9) Pasang bekisting dari multiplek 9 mm. buat corong di bagian atas kolom.

(gambar iv)

10) Kalau ruang gerak untuk pengecoran terlalu sempit, maka sebaiknya pelat

dilubangi & pengecoran dilakukan melalui lubang pelat.

11) Cor kolom setelah bekisting terpasang.

12) Setelah 24 jam, bekisting dilepas & bagian beton yang menonjol akibat corong dibuang.

(50)

50 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun garis besar metode evaluasi yang akan dilakukan dimulai dengan menganalisis kapasitas penampang eksisting kolom dan balok, dilanjutkan dengan menganalisis struktur gedung dengan mengunakan beban gempa berdasarkan peta gempa tahun 2002 dan 2010. Dari hasil tersebut maka diketahui suatu nilai kapsitas (C) dan kebutuhan (D) yang akan dijadikan sebagai patokan untuk mengevaluasi struktur tersebut.

Adapun langkah-langkah metode evaluasi dijabarkan di bawah ini sebagai berikut:

A. Evaluasi Struktur

1) Evaluasi Struktur Kuda-kuda

(51)

51 Gambar 18. Denah Atap

Data umum struktur kuda-kuda sebagai berikut: 1. Kuda-Kuda Type 1 (KK1)

Panjang Bentang : 18 m

Bahan Gording : Bajan kanal kait 125.50.20.3,2 Bahan Kuda-kuda : Baja IWF 250.125.6.9

Bahan Penutup atap : Genteng metal Bahan kaso : Baja ringan C75-075 Bahan reng : Baja Ringan Omega U33

Kuda-kuda ini juga telah terbebani oleh rangka atap disamping kiri dan kanan, lebih jelasnya di tampilkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 19. Sketsa Kuda-kuda type 1

Beban Mati :

Berat jenis baja : 7850 Kg/m3 Jumlah gording, n : 25 titik Panjang kaki kuda-kuda : 12,551 m

(52)

52 Luas penampang gording

Kanal kait : 0,0007807 m2(Buku Teknik Sipil, hal.285)

Panjang gording : 4,5 m Berat per titik gording : 1458/n-1 : 1458/25-1 : 60,75 Kg. Berat Kaso dan reng, P4

Bj. : 7400 Kg/m3

(53)

53 μ 4,75 ≈ 5 buah

Jumlah reng : J.gording/jarak antar reng + 1 : 1,05/0,4 + 1

μ 2,625 ≈ 3 buah

Panjang kaso : (Panjang kaki kuda2+0,75 m) x 2 x jumlah kaso : (12,551+0,75) x 2 x 5

: 133,01 m

Berat kaso per titik : Panjang kaso x Bj x Luas penampang/n-1 : 133,01 x 0,000116 x 7400/25-1

: 4,7696 Kg

Panjang reng : Jumlah reng x P.gording : 3 x 4,5 m

: 13,5 m

Berat per titik reng : Panjang reng x Luas penampang x Bj : 13,5 x 0,0000469 x 7400

Berat total : Berat per meter x panjang batang x jumlah batang : 3,925 x 6 x 60

(54)

54 Jumlah kuda-kuda tempat penggantung baja siku adalah 5 kuda-kuda.

Beban baja siku per

kuda-kuda : Berat total/jumlah kuda-kuda : 1413/5

: 282,6 Kg

Beban per titik : Beban baja siku per 1 kuda-kuda/n-1 : 282,6/25-1

: 11,775 Kg

Untuk kuda-kuda 1 dan 2 menerima setengah beban baja siku, di karenakan tempat menggantung baja siku antara kuda-kuda 1 dan 2. Maka :

Total Beban : 282,6 Kg + (282,2 Kg/2) : 423,9 Kg

Beban Per titik : Total beban / n-1 : 423,9 Kg/25-1 : 17,6625 Kg

(55)

55

: 27,57823 +1/2(17,62425) + 1/2(60,75) + 1/2(9,454938) + 1/2(17,6625)

Koefisien angin laut : 40 Kg/m2 Koefisien angin tekan μ (0,02α – 0,4)

: (0,02 x 45 – 0,4) : 0,5

(56)

56 Kombinasi Beban yang digunakan adalah :

1,4D

1,2D + 1,6L

1,2D + 0,5L + 0,8W 1,2D + 0,5L + 0,5H

Analisis Kuda-kuda dilakukan dengan bantuan Aplikasi SAP2000. Menginput Material Kuda-kuda

Gambar 20. Input material kuda-kuda type 1

Menginput beban pada joint dan frame pada rangka kuda-kuda

(57)

57 Hasil dari analisis

Gambar 22. Hasil chek strukur kuda kuda-kuda type 1

Reaksi pada tumpuan yaitu 6406,6 Kg atau 64,066 kN

2. Kuda-kuda type 2 (No.1)

(58)

58 Data umum:

Panjang Bentang : 21 m

Bahan Gording : Bajan kanal kait 125.50.20.3,2 Bahan Kuda-kuda : Baja IWF 250.125.6.9

Bahan Penutup atap : Genteng metal

Bahan kaso : Baja ringan C75-075

Bahan reng : Baja Ringan Omega U33

Pembebanan Beban Mati :

Berat jenis baja : 7850 Kg/m3 Jumlah gording, n : 25 titik Panjang kaki kuda-kuda : 12,551 m

Berat gording, P1

Luas penampang gording

Kanal kait : 0,0007807 m2(Buku Teknik Sipil, hal.285)

(59)

59 : 1134 Kg

Berat per titik gording : 1134/31-1 : 972/31-1 : 32,4 Kg.

Berat Kaso dan reng, P4

Bj. : 7400 Kg/m3

Jumlah kaso : P.gording/jarak antar kaso + 1 : 3/1,2 +1

μ 3,5 ≈ 4 buah

Jumlah reng : J.gording/jarak antar reng + 1 : 1,05/0,4 + 1

μ 2,625 ≈ 3 buah

Panjang kaso : (Panjang kaki kuda2+0,75 m) x 2 x jumlah kaso : (12,551+0,75) x 2 x 4

: 106,408 m

Berat kaso per titik : Panjang kaso x Bj x Luas penampang/n-1 : 106,408 x 0,000116 x 7400/31-2

: 10,6636 Kg

Panjang reng : Jumlah reng x P.gording : 3 x 3 m

: 9 m

Berat per titik reng : Panjang reng x Luas penampang x Bj : 9 x 0,0000469 x 7400

(60)

60

Jadi P4 : Berat Kaso + berat reng

: 10,6636 + 3,1235 : 13,7872 Kg.

Beban pada titik buhul puncak

Pa :2P1 + P2 + P3 + P4

: 2 x 18,385 + 11,750 + 32,4 + 13,787 : 94,707 Kg

Pb : P1 + P2 + P3 + P4

: 18,385 + 11,750 + 32,4 + 13,787 : 76,322 Kg

Pc : P1+1/2P2+1/2P3+1/2P4

: 18,38549 + 1/2(11,7495) + ½(32,4) + ½(13,7872) : 47,354 Kg

Beban Hidup : 100 Kg

Input beban

(61)

61 Hasil Analisis

Gambar 25. Hasil analisi kuda-kuda type 2 no. 1

Reaksi tumpuan yaitu 5062,83 Kg (50,6383 kN).

(62)

62 Gambar 26. Hasil chek struktur kuda-kuda type 2 no. 1

Dengan melakukan cara yang sama disetiap kuda-kuda maka, hasil rekasi dan chek keandalan struktur dari setiap kuda-kuda di tabelkan di bawah ini.

Tabel 8. Reaksi Tumpuan tiap Type Kuda-kuda

(63)

63 2) Redesain struktur rangka atap

Dari hasil evaluasi struktur rangka atap di atas maka tampak jelas struktur yang kurang aman dengan melihat hasil Display chek struktur tersebut. Maka dari itu, akan dilakukan kembali upaya – upaya perkuatan yang dilakukan agar struktur tersebut stabil. Struktur kuda – kuda yang harus mendapat perkuatan adalah KK1, KK2, dan KK4. Adapun tahap – tahap perkuatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a) Penggantian material penutup atap yang awalnya dengan menggunakan genteng metal yang beratnya 3,73 Kg/m2 dengan genteng metal yang beratnya 2,43 Kg/m2.

b) Mengganti profil gording ( C 125.50.20.3,2) dengan berat 6,13 kg/m Dicoba menggunakan Profil ( C 100.50.20.2,6)

(64)

64 Tegangan leleh (fy) : 275 MPa

Pembebanan pada atap

Berat penutup atap : 2,73 kg/m2 Berat angin tekan : 21 kg/m Beban angin hisap : 16,8 kg/m

Beban hidup : 100 kg

Beban plafond : 18 kg/m2 Beban baja siku : 17,6625 kg Berat kaso baja ringan : 0,8606 kg/m Berat reng baja ringan : 0,34706 kg/m

Beban Mati

Berat gording = 4,55 kg/m

Berat plafond = 18,9 kg/m

Berat kaso&reng = 1,20768 kg/m

Berat penutup atap = 2,5515 kg/m

Total (q) = 27,209 kg/m

Gambar 27. Sketsa gambar arah gaya pada gording

qx = q x sin α

(65)
(66)

66

Arah sumbu kuat (arah x) Beban merata :

Beban mati + beban angin

(67)

67 Beban baja siku + Beban hidup

Q = 12,4893 + 70,711

Arah sumbu lemah (arah Y) Beban merata :

Beban baja siku + Beban hidup

P = 12,4893 + 70,711

Total lendutan = 32,355 mm > L/300 .... Tidak Terpenuhi

Maka digunakan trekstang atau sagrod pada arah y dengan posisi setengah panjang gording Ly = 3 m

Diperoleh hasil lendutan untuk beban merata sebesar 2,021 mm dan beban terpusat 0,278 mm maka total lendutan arah y adalah 2,299 mm < L/300 (Terpenuhi).

(68)

68 c) Redesain KK1

Gambar 28. Sketsa Kuda-kuda type 1

Data beban:

Panjang gording = 4,5 m

Beban gording = 20,475 kg

Berat genteng metal = 11,482 kg Berat plafon+penggantung = 60,75 kg Berat kaso+reng = 9,455 kg Berat baja siku = 11,775 kg Beban titik buhul

Pa = 2 x 20,475 + 11,482+ 60,75 + 9,455 + 11,775

= 134,412 kg. Titik buhul tengah

Pb = 20,475 + 11,482 + 60,75 + 9,455 + 11,775

= 113,937 kg Titik buhul tepi

Pc = 20,475 + ½(11,482) + ½(60,75) + ½(9,455) +

(69)

69

Beban hidup = 100 kg

Beban hujan = 18,9 kg

Beban angin tekan = 21 kg Beban angin hisap = 16,8 kg

Kombinasi pembebanan 1,4D

1,2D + 1,6L

1,2D + 0,5L + 0,8W 1,2D + 0,5L + 0,5Hujan

Analasis menggunakan bantuan aplikasi SAP2000 Input beban

(70)

70 Gambar 29. Input beban pada kuda-kuda type 1

Hasil design

Gambar 30. Hasil chek kuda-kuda type 1

(71)

71 d) Redesign KK2

Gambar 31. Sketsa Kuda-kuda type 2

Data beban:

Panjang gording = 4,5 m

Beban gording = 20,475 kg

Berat genteng metal = 11,482 kg Berat plafon+penggantung = 70,875 kg Berat kaso+reng = 20,792 kg Beban titik buhul

Pa = 2 x 20,475 + 11,482+ 70,875 + 20,792

(72)

72 Titik buhul tengah

Pb = 20,475 + 11,482 + 70,875 + 20,792

= 123,624 kg Titik buhul tepi

Pc = 20,475 + ½(11,482) + ½(70,875) + ½(20,792)

= 72,049 kg.

Beban hidup = 100 kg

Beban hujan = 16 kg

Beban angin tekan = 8,4 kg Beban angin hisap = 16,8 kg

Kombinasi pembebanan 1,4D

1,2D + 1,6L

1,2D + 0,5L + 0,8W 1,2D + 0,5L + 0,5Hujan

(73)

73 Gambar 32. Input beban pada kuda-kuda type 2

Hasil analisis

Gambar 33. Hasil chek kuda-kuda type 2

Diperoleh struktur yang stabil, adapun data profil yang digunakan sebagai berikut: Batang vertikal pada tumpuan : IWF 350.350.12.19

Batang vertikal dan Horizontal

Kuda-kuda dalam : IWF 200.150.6.9

Kaki kuda-kuda dalam : IWF 350.350.12.19

(74)

74 3) Evaluasi pada struktur kolom dan balok

A. Pembebanan pada plat lantai

Gambar 34. Denah Balok 1) Beban Hidup

Berdassarkan SNI 03-1726-1989 yaitu :

Beban hidup fungsi gedung untuk perkantoran adalah tiap 1 m adalah 250 Kg/m

2) Beban Mati Plat lantai

Berat Spesi (2 cm) : 0,02 x 2100 x 1 = 42 kg/m Berat Kramik (1 cm) : 0,01 x 2400 x 1 = 24 kg/m

Berat plafond +Penggantung : = 18 kg/m

Beban M/E : = 25 kg/m +

= 109 kg/m 3) Beban Mati Plat Balkon

Berat Spesi (2 cm) : 0,02 x 2100 x 1 = 42 kg/m

Berat plafond +Penggantung : = 18 kg/m

Beban M/E : = 25 kg/m +

(75)

75 4) Pembebanan Pada Balok

Berat dinding batu bata : 250 kg/m2 Tinggi dinding lantai 3 : 4 m Tinggi dinding lantai 2 : 5 m

Berat dinding lantai 3 : (4-0,5) x 250 = 875 kg/m Berat dinding lantai 2 : (5-0,5) x 250 = 1125 kg/m

Berat dinding Partisi

Berat dinding partisi 20% dari berat dinding batu bata =250 x 20% = 50 kg/m2 Berat dinding partisi lantai 2 : (5-0,5) x 50 = 225 kg/m

Pembebanan Pada Plat Lantai

(76)

76 Pembebanan Pada Balok

Gambar 36. Pembebanan pada balok

Input Beban Rangka Atap sebagai beban titik pada kolom

(77)

77 B. Menghitung kapasitas kolom

Untuk Lantai 1.

1. Analisis Penampang Kolom K1 elev. +0.00 - +4.00

Gambar 38. Sketsa Penampang kolom K1

Dimensi : (450 x 450) mm2 Jumlah Tul. : 20 Ø16

Sengkang : Ø10 – 175 Selimut Beton : 20 mm

Luas Penampang (Ag) = 202500 mm2

Luas Tulangan (Ast) = 4019,2 mm2

Faktor reduksi kekuatan ϕ = 0,65 Faktor reduksi eksentrisitas kecil = 0,80

Kuat tekan beton (fc’) = 20,75 MPa. Tegangan Leleh Baja (fy) = 400 MPa

Φ Pn.max = 0,80 ( ϕ( 0,85 x fc’ x (Ag – Ast) + fy x Ast))

(78)

78 Untuk Lantai 2.

2. Analisis Penampang Kolom K3 elev. +4.00 - +9.00

Gambar 39. Sketsa Penampang kolom K3

Dimensi : (400 x 400) mm2 Jumlah Tul. : 12 Ø16

Sengkang : Ø10 – 200 Selimut Beton : 20 mm

Luas Penampang (Ag) = 160000 mm2

Luas Tulangan (Ast) = 2411,52 mm2

Faktor reduksi kekuatan ϕ = 0,65 Faktor reduksi eksentrisitas kecil = 0,80

Kuat tekan beton (fc’) = 20,75 MPa. Tegangan Leleh Baja (fy) = 400 MPa

Φ Pn.max = 0,80 ( ϕ( 0,85 x fc’ x (Ag – Ast) + fy x Ast))

(79)

79 Untuk Lantai 3.

3. Analisis Penampang Kolom K5 elev. +9.00 - +13.00

Gambar 40. Sketsa Penampang kolom K5

Dimensi : (300 x 300) mm2 Jumlah Tul. : 8 Ø16

Sengkang : Ø10 – 200 Selimut Beton : 20 mm

Luas Penampang (Ag) = 90000 mm2

Luas Tulangan (Ast) = 1607,68 mm2

Faktor reduksi kekuatan ϕ = 0,65 Faktor reduksi eksentrisitas kecil = 0,80

Kuat tekan beton (fc’) = 20,75 MPa. Tegangan Leleh Baja (fy) = 400 MPa

Φ Pn.max = 0,80 ( ϕ( 0,85 x fc’ x (Ag – Ast) + fy x Ast))

= 0,80 (0,65(0,85 x 20,75 x(90000 – 1607,68) + 400 x 1607,68)) = 1145,088 kN.

Gambar

Gambar 69. Penyelubungan beton oleh O’ Jirsa et.al
Gambar 70. Perbaikan dengan menggunakan sabuk pengikat (straps) terbuat dari
Gambar 72. Prosedur perbaikan dengan teknik pengisian secara vakum
Tabel 7. Momen Inersia terfaktor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis pushover untuk bangunan 4-, 8- dan 12-lantai dan time history untuk bangunan 4- dan 8- lantai, terlihat bahwa persyaratan strong column weak beam telah