• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Atas Klausul Eksenorasi Yang Terdapat Pada Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada BPR BUMIASIH NBP 15 Berastagi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Atas Klausul Eksenorasi Yang Terdapat Pada Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada BPR BUMIASIH NBP 15 Berastagi)"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Atmasamita, Romli, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, (Bogor: Kencana, 2003).

Bakrie, Aburizal, Good Corporate Governance: Sudut Pandang Pengusaha, Jurnal

Hukum Ekonomi, Vol. 1, No. 2, Oktober-Desember 2000

Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,

(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002).

Chairi, Zulfi, Tanggung Jawab Direksi Dalam Menerapkan Prinsip Good Corporate

Governance, (Medan, Universitas Sumatera Utara, 2005).

Daniri, Mas Achmad, Good Corporate Governance: Konsep dan penerapannya

dalam konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia, 2005).

Fuady, Munir, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1999).

_______, Perseroan Terbatas, Paradigma Baru, ((Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

(2)

_______, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung: CV. Utomo, 2005)

_______Doktrin-Doktrin Modem Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam

Hukum Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002).

Indradewa, Jusuf L., Aspek Hukum dan Hakikat Keuangan Negara dalam Kaitannya

dengan Pengelolaan BUMN, Seminar sehari: Reposisi Keuangan Negara: Pengelolaan Pertanggung Jawaban dan Pemerikasaan BUMN Menuju Good Governance, (Jakarta: Hotel Borobudur, 20 Februari 2003)

Moeljono, Djokosantoso, Good Corporate culture sebagai inti good corporate

governance (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005).

Muhmmad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1993).

Muis, Abdul, Hukum Persekutuan dan Perseroan, (Medan: Diterbitkan oleh Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006).

(3)

Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal: Good Corporate Governance,

Perlindungan Lingkungan hidup dan Insider Trading, (Medan: Program

Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara, 2005).

Pramono, Nindyo, Seminar Independensi Direksi da"n Komisaris Dalam Rangka

Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance Oleh Dunia Usaha,

(Jakarta: Medio, 2003)

Rido, R.AIi, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf (Bandung: PT. Alumni, 2004).

Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harahap, 1997)

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung:

Nuansa Aulia, 2006).

______, Hukum Perusahaan dalam Peraturan perundang-undangan, (Bandung:

Nuansa Aulia, 2006).

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia (UI-Press), 1986).

(4)

Subroto, Bambang SR, Corporate Governance or Good Corruption Governance?

Pemaparan Kisah Klasik Yang Inspiratif, (Jakarta: PT. Elex Media

Komputindo, 2005)

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Indonesia, 2005).

Sutojo, Siswanto dan F. Mon Aldridge, Good Corporate Governance, (Jakarta:

Daman Mulia Pustaka, 2005)

Suprayitno, G.

The Indonesian Institute for Corporate Governance, 2004)

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha

(5)

Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,

Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 740/KMK.00/1989

Tentang Peningkatan Efisiensi Dan Produktivitas BUMN.

Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002

Tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik

Negara.

C. Website

(6)

BAB III

PERUSAHAAN ANAK DAN PERUSAHAAN KELOMPOK

A. Pengertian Perusahaan Kelompok

Di Indonesia istilah perusahaan kelompok lebih dikenal dengan konglomerasi.

Kata konglomerasi berasal dari kalimat bahasa inggris yaitu conglomerate. Menurut

Black Law Dictionary pengertian conglomerate berarti "a corporation that owns

unrelated enterprises in wide variety of industry"55

Menurut Christianto Wibisono, yang dimaksud dengan perusahaan kelompok

ialah salah suatu bentuk usaha yang merupakan penggabungan atau pengelompokan

dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam berbagai kegiatan baik vertikal

maupun horisontal

. Dari pengertian tersebut bisa

disimpulkan bahwa konglomerasi atau perusahaan kelompok merupakan perusahaan

yang memiliki hubungan yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan dalam

beragam jenis industri. Di Indonesia selain dengan istilah konglomerasi, juga dikenal

dengan perusahaan kelompok, grup perusahaan, atau konsern, yang mana terjemahan

dari bahasa Belanda yaitu concern.

56

55

Abriged, 2000, Black's Law Dictionary 7th Edition, St. Paull Minnesotta, West Publishing Co, hal. 242

56

Sulistiawaty, Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak, Tesis Pasca Sarjana, UGM, 2008, hal. 43

. Emmy pangaribuan mendefinisikan perusahaan kelompok

sebagai suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis

(7)

kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan yaitu suatu perusahaan induk

sebagai pimpinan sentral57. Demikian juga pengertian perusahaan kelompok

didefinisikan oleh S.M Bartman sebagai suatu susunan dari perusahaan-perusahaan

yang secara yuridis berdiri sendiri dibawah suatu pimpinan sentral. Dari aspek

ekonomi perusahaan itu tersusun dalam suatu kesatuan58

Merupakan fakta yang tidak terbantahkan bahwa bila dilihat melalui

pendekatan dari segi ekonomi, maka perusahaan kelompok secara keseluruhan,

dimana di dalamnya terdapat perusahaan induk dan perusahaan anak dianggap

sebagai suatu kesatuan. Meski begitu, unsur kesatuan dari sudut ekonomi tidaklah

berarti menjadi suatu keharusan bahwa di dalam susunan perusahaan-perusahaan itu

masing-masing perusahaan ke luar harus bertindak sebagai kesatuan ekonomi. Karena

jika ditinjau dari segi pendekatan hukum, bahwa masing-masing perusahaan anak

maupun perusahaan induknya secara yuridis berkedudukan terpisah secara mandiri.

Oleh karena itu sangatlah penting dibedakan antara kesatuan ekonomi dalam

perusahaan induk dengan perusahaan anak dari perusahaan induk tersebut dengan

huhungan ekonomi antara perusahaan dengan cabang atau branch. Yang dimaksud

dengan perusahaan anak atau dalam bahasa Inggrisnya lazim disebut dengan .

Dari beragam pengertian mengenai perusahaan kelompok oleh para ahli hukum di

atas, maka unsur-unsur yang terdiri dari suatu perusahaan kelompok ialah :

1. Ada kesatuan dari sudut ekonomi.

57

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Perusahaan kelompok, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1996, hal 1

58

(8)

subsidiary ialah "company owned by holding company and unlike branch it is separately incorporated "59. Sedang yang dimaksud dengan cabang atau branch ialah "unit or part of a company. h is not separately incorporated60

Pengertian cabang timbul dari kegiatan perseroan yang tidak lagi terbatas

dalam kota dimana perseroan berkantor pusat, melainkan telah meluas ke daerah yang

di luar wilayah dari kedudukan kantor pusatnya tersebut. Dalam rangka mewakili

kepentingan perseroan di tempat yang jauh dari kantor pusat perseroan tersebut

berkedudukan cabang yang terdiri dari kantor dan adanya pimpinan kantor cabang .

61 .

Pendiri kantor cabang, biasanya dilangsungkan dengan akta Notaris yang berisikan

pernyataan dari Direksi telah didirikannya kantor cabang di wilayah tertentu dengan

sekaligus menunjuk pimpinannya dengan perincian dan batas-batas wewenangnya.

Pembuatan akta Notaris berkaitan dengan surat pemberian akta pemberian kuasa

biasa. Pemberian kuasa dari Direksi kepada orang yang telah ditunjuk mewakili

Direksi dengan kewenangan tertentu di wilayah yang disebutkan dan biasanya

memiliki jabatan sebagai kepala cabang62

59

Ray August, Internasional Businnes Law text Cases and Readings 3rd Edition, (NJ 07458, Prentice Hall Upper Saddle River, 1999), hal. 197

60

Ibid

61

Rudhy Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 84

62

Ibid, hal. 85

. Demikian secara yuridis cabang tersebut

tidak lebih sekedar sebagai bagian dan merupakan suatu kesatuan dari kantor

pusatnya. Cabang bukanlah suatu kesatuan badan yang mandiri. Sebagai bentuk

perbuatan pemberian kuasa, segala harta kekayaan cabang, segala keuntungan dan

(9)

pusat.63

Menurut Emmy Pangaribuan, pengertian pimpinan sentral atau "pimpinan

pusat" diartikan sebagai adanya kemungkinan pelaksanaan kewenangan atau hak

yang sifatnya menentukan yang menyangkut kehidupan lebih lanjut perusahaan dan

kebijakan-kebijakan dan perusahaan yang tersusun

Dari pengertian antara perusahaan anak dan cabang maka dapat disimpulkan

bahwa meski keduanya merupakan suatu kesatuan ekonomi, namun perusahaan anak

merupakan unit perusahaan yang terpisah dan mandiri secara yuridis dari perusahaan

induk, sedangkan cabang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu

perusahaan.

Kesatuan ekonomi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak salah

satunya dapat tercipta melalui kepemilikan saham perusahaan induk dalam

perusahaan anak. Sehingga peran perusahaan induk terhadap perusahaan anak hanya

melalui kekuasaan pemegang saham yang dilakukan dalam mekanisme RUPS

perusahaan anak. Oleh karena itu sangat dimungkinkan perusahaan induk sebagai

'pemegang saham mayoritas dalam perusahaan anak dapat mencampuri kebijakan

perusahaan anak melalui pemilihan Direksi dan Komisaris.

64

Pimpinan sentral di dalam perusahaan kelompok dalam bahasa Inggris sering

juga disebut sebagai holding company. Dalam Black's Law Dictionary, yang

dimaksud dengan perusahaan kelompok atau holding company ialah "a company form

to control another company, usually confining its role to owning stock and supervising management". Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang

.

63

Ibid, hal. 86

64

(10)

dimaksud dengan holding company atau perusahaan induk adalah suatu perusahaan

yang bertujuan untuk memiliki saham dalam suatu perusahaan lain dan atau

mengawasi serta mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.

Menurut Munir Fuady, pembentukan perusahaan induk dapat terjadi melalui 3

prosedur, yaitu :

a. Prosedur Residu

Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai dengan masing-masing

sektor usaha. Perusahaan yang dipecah tersebut telah menjadi perusahaan yang

mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal yang berubah menjadi

perusahaan induk, yang memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan

perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.

b. Prosedur penuh

Prosedur penuh ini biasanya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak

terjadi pemecahan atau pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan

dengan kepemilikan yang sama atau bersama hubungan saling terpencar-pencar,

tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan induk. Dalam hal ini, yang menjadi

perusahaan induk bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada prosedur residu, tetapi

perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan induk ini dapat

berupa :

1) Dibentuk perusahaan baru

2) Diambil salah satu perusahaan dari perusahaan yang sudah ada tetapi masih

(11)

3) Di akuisisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi

dengan kepemilikan yang berlainan dan mempunyai keterkaitan satu sama

lain.

c. Prosedur Terprogram.

Adakalanya sudah sejak semula para pebisnis telah sadar akan pentingnya

perusahaan induk. Schingga sejak awal memulai usaha sudah terpikir untuk

membentuk suatu perusahaan induk. Karenanya, perusahaan yang pertama kali

didirikan dalam grupnya adalah perusahaan induk. Kemudian untuk setiap bisnis

yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan

induk sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai

partner bisnis. Demikianlah, maka jumlah perusahaan perusahaan baru sebagai anak

perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis

dari grup usaha yang bersangkutan 65

1) Ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis. .

Berbagai jenis hubungan hukum antara perusahaan induk dengan anak

perusahaannya dapat terlihat dari berbagai jenis atau klasifikasi perusahaan induk.

Menurut Munir Fuady, klasifikasi perusahaan induk dapat dibagi dalam dalam 2

kriteria, yaitu ditinjau dari keterlibatannya dalam berbisnis, dan ditinjau dalam hal

pengambilan keputusan. Klasifikasi kriteria dari perusahaan induk diterangkan lebih

lanjut sebagai berikut :

65

(12)

Apabila dipakai sebagai kriterianya berupa keterlibatan perusahaan induk dalam

berbisnis sendiri (tidak lewat anak perusahaannya) maka perusahaan induk dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a) Perusahaan induk semata-mata

Jenis perusahaan induk semata-mata ini secara de facto tidak melakukan

bisnis sendiri dalam praktek, terlepas dari bagaimana pengaturannya dalam

anggaran dasarnya. Sebab jarang ada anggaran dasar perusahaan yang

menyebutkan bahwa maksud dan tujuan perusahaan semata-mata menjadi

perusahaan induk. Akan tetapi disebutkan bahwa perusahaan induk tersebut

juga mempunyai maksud dan tujuan umumnya di berbagai bidang bisnis. Jadi

perusahaan induk semata-mata ini sebenarnya memang dimaksudkan hanya

untuk memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya itu.

b) Perusahaan induk beroperasi.

Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, perusahaan induk beroperasi

disamping bertugas memegang saham dan mengontrol anak perusahaan, juga

melakukan bisnis sendiri. Biasanya perusahaan induk beroperasi memang

sedari awal, sebelum menjadi perusahaan induk sudah terlebih dahulu aktif

berbisnis sendiri. Sebab, dikhawatirkan akan menjadi masalah jika dengan

perusahaan induk kemudian usaha bisnisnya yang terlebih dahulu

dilakukannya diberhentikan. Yakni di samping harus memenuhi prosedur

hukum tertentu . yang terkadang tidak mudah jika bisnisnya dihentikan atau

(13)

pihak mitra bisnis tersebut. Disamping kekhawatiran akan menurunnya

perkembangan bisnis jika bisnisnya dialihkan ke perusahaan lain.

2) Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan.

Apabila dilihat dari faktor sejauh mana perusahaan induk ikut terlibat dalam

pengambilan keputusan oleh anak perusahaan, maka perusahaan induk dapat dibagi

dalam kategori :

a) Perusahaan induk investasi

Dalam hal ini, tujuan dari perusahaan induk investasi memiliki saham pada

perusahaan anak semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu

mencampuri soal manajemen dari perusahaan anak. Karena itu,

kewenangan mengelola bisnis sepenuhnya atau sebagian besar berada pada

perusahaan anak. Biasanya dalam praktek eksistensi dari perusahaan induk

investasi disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut :

(1) Perusahaan induk tidak mempunyai kemauan atau kemampuan atau

pengalaman atau pengetahuan terhadap bisnis anak perusahaannya.

(2) Perusahaan induk hanya sebagai pemegang saham minoritas pada anak

perusahaan.

(3) Mitra usaha dalam perusahaan anak lebih mampu atau lebih

terkenal dalam bidang bisnisnya.

b) Perusahaan induk manajemen

Berbeda dengan perusahaan induk investasi. pada perusahaan induk

(14)

sebagai pemegang saham pasif semata-mata. Tetapi turut serta dan

mencampuri atau setidak-tidaknya memonitor terhadap pengambilan

keputusan bisnis dari perusahaan anak.66

Menurut Honee, Hubungan-hubungan perusahaan kelompok dapat diartikan

sebagai hubungan antara badan-badan hukum. misalnya badan hukum dengan bentuk

perseroan seperti P.T. Hubungan itu terjadi jika pimpinan kegiatan ekonomi dari dua

atau lebih perusahaan dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga terjadi antara

sesama perusahaan itu baik berjumlah banyak atau sedikit terdapat susunan yang erat

dalam aspek ekonomi, keuangan dan organisasi. Singkatnya dapat dikemukakan,

bahwa perusahaanperusahaan itu berada di bawah pimpinan sentral atau pengurusan

bersama. atau dapat juga dikatakan bahwa mereka dipimpin secara seragam . atau

bersama-sama

2. Ada jumlah jamak secara yuridis.

67

. Sedangkan menurut Slagter, perusahaan-perusahaan yang terkait di

dalam suatu perusahaan kelompok tidak dapat disimpulkan haruslah

perusahaan-perusahaan yang berbentuk badan hukum seperti P.T. Tidak tertutup kemungkinan

bahwa perusahaan anak yang tidak berbentuk badan hukumpun dapat bergabung di

dalam suatu perusahaan kelompok, misalnya perusahaan berbentuk Firma, C.V,

menjadi perusahaan anak-anak dan satu perusahaan berstatus badan hukum yang

berkedudukan sehagai perusahaan induk68

66

Munir Fuady, Hukum perusahaan..Op.cit, hal. 95-97

67

Emmy Pangaribuan, Op. cit, hal.3

68

Ibid

(15)

Jika dilihat dari batasan perusahaan kelompok, maka dapat dikemukakan

bahwa lingkup dari perusahaan kelompok, termasuk jumlah atau banyaknya

perusahaan yang terikat pada suatu konsern tidaklah hersifat konstitutif terhadap

pengertian perusahaan kelompok. Bahkan menurut Bartman perusahaan kecil yang

kemudian sahamnya dipegang oleh perusahaan besar, akan tetapi dengan perusahaan

kecil itu ditentukan sehagai pengurus, juga termasuk di dalam pengertian perusahaan

kelompok seperti halnya perusahaan multinasional dengan cabang-cabangnya di

seluruh dunia69

Perkembangan perusahaan-perusahaan yang berada dalam suatu kelompok

yang terikat satu sama lain dalam satu perusahaan kelompok terus berkembang dalam

dunia bisnis perusahaan, baik dalam skala nasional maupun internasional. Ray

August membagi perusahaan dalam skala internasional menjadi national

multinational enterprises dan international multinational enterprises. Keduanya lazim juga disebut perusahaan multinasional. Yang dimaksud dengan national multinational enterprises ialah perusahaan yang mempunyai satu parent company

yang berkedudukan di satu Negara yang beroperasi di Negara lain melalui perusahaan

anak dan cabang-cabang.. Sedangkan International multinational company

merupakan perusahaan yang mempunyai beberapa parent company yang

berkedudukan di beberapa Negara

. Yang dimaksud dengan parent company sendiri

ialah perusahaan yang bertindak sebagai kantor pusat (head office) hagi perusahaan

(16)

dibawahnya (subordinate organization or entities). Ray August membagi subordinate

organization menjadi :

a. Representative office.

Kantor dimana pihak-pihak yang berkepentingan dapat memperoleh informasi

tentang parent company.

b. Agent.

Orang-perorangan atau perusahaan yang independent yang mempunyai wewenang

untuk bertindak atas nama parent company.

c. Branch.

Kantor cabang atau unit perusahaan. Secara hukum tidak terpisah dari parent

company.

d. Subsidiary.

Perusahaan yang dimiliki oleh holding company-nya parent company. Tidak

seperti branch atau cabang subsidiary merupakan badan hukum yang terpisah.

e. Holding Company.

Perusahaan yang dimiliki oleh parent company untuk mengawasi dan

mengkoordinasikan operasi perusahaan-perusahaan subsidiary.

f. Joint Venture.

Asosiasi dari orang atau perusahaan yang bekerjasama dalam kegiatan usaha71

Kelebihan bagi perusahaan multi nasional mempunyai subordinate

organization seperti representative office, agency, dan branch ialah parent company

.

71

(17)

masih tetap dapat mengontrol langsung operasinya. Namun karena masih berada

dalam kesatuan ekonomi dan secara yuridis tidak mandiri maka parent company akan

menanggung seluruh resiko investasi, serta pajak yang dikenakan untuk terhadap

perusahaan asing (agent atau branch) di Negara tuan rumah kerap dikenai pajak yang

lebih tinggi dibanding perusahaan lokal.

Oleh karena resiko itulah maka perusahaan multinasional lebih memilih

bentuk subordinate organization berupa badan hukum mandiri seperti holding

company, subsidiary, atau joint venture. Karena dengan memiliki badan hukum yang

mandiri, maka parent company akan terisolir dari tanggung jawab tidak terbatas, serta

karena subsidiary atau holding company dan joint venture merupakan perusahaan

lokal maka pajak yang dikenakan tidak berupa pajak khusus.

B. Jenis Perusahaan Kelompok.

Menurut jenis variasi usahanya, para sarjana membagi perusahaan kelompok

ke dalam dua kategori, yaitu perusahaan kelompok vertikal dan perusahaan kelompok

horisontal. Emmy Pangaribuan mendefinisikan jenis perusahaan kelompok sebagai

berikut :

1. Perusahaan kelompok vertikal.

Dalam perusahaan kelompok seperti ini, sifat vertikal ada apabila

perusahaan yang terkait di dalam susunan itu merupakan mata rantai dari

perusahaan-perusahaan yang melakukan suatu proses produksi Hanya mata rantainya saja yang

berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang

(18)

bidang ekspor impor. Jadi suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis produksi dari

hulu ke hilir. Semua perusahaan yang terkait tersebut merupakan suatu kesatuan

dalam perusahaan kelompok.72

Dalam perusahaan kelompok horisontal, perusahaan-perusahaan yang terkait

di dalam perusahaan kelompok itu ialah perusahaan-perusahaan yang masing-masing

bergerak dalam bidang-bidang usaha yang beragam. Jenis usaha yang ditangani

dalam perusahaan kelompok horisontal perusahaan yang terkait tidak hanya

menangani satu jenis produksi, melainkan beberapa jenis industri, misalnya industri,

perbankan, pertanian dan juga asuransi. Dalam perusahaan kelompok horisontal

terdapat diversifikasi usaha yang disebut oleh Van Schilfgaarde dengan konglomerat,

dan istilah konglomerat sekarang ini dikenal juga di Indonesia 2. Perusahaan kelompok horisontal

73

Selain jenis perusahaan kelompok vertikal dan horisontal, menurut

Munir Fuady dikenal juga jenis perusahaan kelo mpok kombinasi. Yang

dimaksud dengan perusahaan kelompok kombinasi ialah di mana jika dilihat dari

jenis usaha perusahaan anaknya terkait dalam suatu mata rantai produksi (hulu

ke hilir) dengan perusahaan induk, dan ada juga anak perusahaan yang bidang

bisnisnya lepas satu sama lain yang tidak terkait dengan perusahaan induk. Sehingga

dalam perusahaan kelompok tersebut terdapat perusahaan kelompok antara

perusahaan kelompok vertikal dengan perusahaan kelompok horisontal. .

74

72

Emmy Pangaribuan, Op.cit, hal. 2

73

Munir Fuady, Hukum Perusahaan, Op.cit, hal. 90

74

(19)

C. Pembentukan Perusahaan Kelompok

Menurut Nick Hulls dalam buku Emmy Pangaribuan, pembentukan perusahaan

kelompok dapat terbagi melalui 4 (empat) bentuk kerjasama, yaitu :

1. Fusi

Fusi adalah bentuk dari kerjasama diantara perusahaan. Pengertian fusi ditujukan

kepada penggabungan perusahaan-perusahaan, sehingga dari aspek ekonomi

merupakan suatu kesatuan. Menurut Raymaker, perusahaan yang berfusi ke dalam

perusahaan lain jarang menjadi lebur dan diikuti dengan likuidasi dari badan

hukumnya. Menurut Mohr, Perusahaan yang berfusi masih dapat beroperasi aktif dan

secara organisatoris disesuaikan ke dalam keseluruhan kesatuan ekonomi dari

perusahaan yang menerima penggabungan perusahaan itu. Hal itu dapat terjadi pada

fusi atau akuisisi perseroan yang mengambil alih menjadi holding dari perseroan yang

diambil alih dan yang terakhir ini menjadi perusahaan anak75

Fusi horisontal merupakan Penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang

masing-masing kegiatan bisnis (produksinya) berbeda satu sama lain sehingga yang

satu dengan yang lainnya merupakan kelanjutan dari masing-masing produk.

. Dari segi ekonomi,

Van Schilfgaarde membagi fusi menjadi dua, yaitu :

a. Fusi Horisontal

76

75

Ibid

76

(20)

Fusi horisontal terjadi apabila dua perusahaan bekerja lama untuk sebagian besar

mempunyai pasar pembelian dan perusahaan yang sama77

Fusi vertikal terjadi apabila terjadi kerjasama antara satu perusahaan dengan

perusahaan lain, yang mengolah lebih lanjut dari perusahaan asal atau yang pertama.

Misalnya kerja sama antara pabrik tebu dengan pabrik gula. Motif utama dari fusi

dalam hal ini salah memberikan jaminan akan pengolahan lebih lanjut bahan Baku

yang ada, selain itu adanya keinginan memperluas dasar modal dan harts kekayaan,

sehingga dengan bagian-bagian usaha yang berbeda-beda perusahaan yang

melakukan fusi diperkirakan akan dapat memperoleh keuntungan yang lebih luas

lagi.

. Misalnya dua perusahaan

yang berada di bidang pembuatan mobil.

b. Fusi Vertikal

78

Dalam menambah cakupan usaha terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan

yaitu trust, holding company, sindikat dan Kartel. Trust adalah suatu bentuk

organisasi perusahaan yang didirikan untuk menghindari kerugian masing-masing

anggota dan memperbesar keuntungan perusahaan. Trust dibentuk dengan

menggabungkan beberapa perusahaan (merger) menjadi satu dan masing-masing

perusahaan yang bergabung telah melebur diri (fusi), sehingga gabungan dari

perusahaan-perusahaan itu menjadi sebuah perusahaan besar.79

77

Munir Fuady, Op.cit, hal. 12

78

Ibid, hal. 13

Lebih lanjut fusi sebagai kerjasama antar perusahaan dibedakan lagi menjadi 3 yaitu :

79

(21)

1) Fusi Perusahaan

Fusi perusahaan terjadi apabila antara dua perusahaan salah satu mengambil

alih perusahaan lain. Contohnya perusahaan A berfusi pada perusahaan B, Dalam hal

ini salah satu perusahaan yang berfusi membeli perusahaan lainnya dengan

pembayaran tunai atau dengan saham-saham yang perusahaan tersebut keluarkan dan

perusahaanyang diambil alih memperoleh saham dari perusahaan yang mengambil

alih. Fusi perusahaan juga bisa terjadi, jika dua perusahaan dimasukan ke dalam

perusahaan baru yang didirikan sebagai penggantinya dan perusahaan ini menerbitkan

saham kepada perusahaan yang berfusi. Istilah ini juga dikenal dengan konsolidasi80

Namun Van Schilfgaarde juga melihat adanya keuntungan dari fusi

perusahaan ini, yaitu apabila perusahaan yang mengambil alih rnengenai aktiva dan

pasiva dapat lebiha selektif berpikir dan bertindak. Hanya saja, jika perbuatan seleksi

itu dilakukan oleh perusahaan yang mengambilalih atas beberapa aktiva saja, maka di

situ tidak dapat lagi dikatakan terjadi fusi perusahaan

.

81

Van Schilfgaarde menyatakan bahwa fusi saham dapat terjadi apabila

perusahaan A mengambil alih saham-saham dari perusahaan B dengan pembayaran

tunai, atau dengan penycrahan saham-saham di dalam perusahaan A. Dalam hal ini

aktiva dan pasiva B tetap berada pada tempatnya, yaitu pada perusahaan B, akan

tetapi sebagai penggantinya saham-saham dari perusahaan B beralih menjadi aktiva

(22)

A dan perusahaan B, melainkan antara perusahaan A dan pemegang saham B sebagai

walau dalam hal ini suara dari pengurus atau Direksi perusahaan B untuk

terlaksananya fusi saham tersebut sangatlah berarti82

Kemungkinan lain terjadinya fusi saham menurut S.M Gartman, dapat terjadi

apabila perusahaan A tidak mengambil alih saham-saham perusahaan B melainkan

kcdua pihak secara bersama-sama mendirikan suatu perusahaan baru C menjadi

perusahaan induk, dan selanjutnya perusahaan ini mengambil alih saham dari

perusahaan A .dan perusahaan B terhadap penerbitan saham dari C atau terhadap

pembayaran kontan. Dalam praktek sering terjadi bahwa perusahaan induk tersebut

mengambil alih saham di dalam perusahaan-perusahaan pendiri kebanyakan terhadap

penawaran saham di dalam induk itu sendiri

.

Dan sudut penglihatan hukum kebendaaan, bentuk fusi saham sederhana

daripada fusi perusahaan. Seluruh hak dan kewajiban dari perusahaan B berada atas

nama dari B. Dalam hal ini dapat juga terjadi bahwa perusahaan B itu masih juga

berfungsi sebagai perusahaan anak pada suatu perusahaan kelompok. Apabila masih

dikehendaki bahwa hak dan kewajiban itu pada akhirnya juga dapat dialihkan atas

nama perusahaan A, maka hal itu dapat terjadi secara berangsur-angsur. Dengan

demikian dapat dicegah timbulnya kesalahan-kesalahan dan kesulitan-kesulitan

secara organisasi.

83

Meski dari sudut pandang hukum kebendaan fusi saham dipandang lebih

(23)

fusi saham ini, karena dalam fusi saham ini kedudukan dari pemegang saham

minoritas dapat menjadi lebih berbahaya. Karena apabila perusahaan A ingin

memperoleh hak suaranya di dalam perusahaan B, maka pada prinsipnya perusahaan

A memerlukan lebih dari 50% saham-saham perusahaan B. Bila perusahaan A telah

membeli saham lebih dari 50% dari saham di perusahaan B, maka posisi dari para

pemegang saham yang tersisa di perusahaan B menjadi tidak menguntungkan. Karena

perusahaan A sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan B cenderung

menganggap perusahaan B tersebut sebagai bagian dart perusahaan kelompok

(sebagai perusahaan anak) A. Hal ini dapat menimbulkan sikap tidak memperhatikan

kepentingan khusus dari pemegang saham minoritas di perusahaan B yang

tnenyebabkan nilai sahamnya menurun dan tidak dapat dijual.

3) Fusi Yuridis.

Yang dimaksud dengan fusi yuridis ialah perbuatan dari dua atau lebih

perusahaan yang melaksanakan peleburan secara yuridis perusahaan-perusahaan

tersebut. Menurut Van Schilfgaarde dalam hal peleburan-peleburan tcrsebut, ada

sebutan perusahaan-perusahaan yang memperoleh atau menerima (verkijgende) dan

perusahaan yang lenyap (vedwijnende vennootschap). Perusahaan yang memperoleh

dan menerima selalu hanya satu dan perusahaan inilah bersama-sama dengan satu

atau lebih perusahaan yang lenyap melaksanakan perbuatan fusi. Kemungkinan

lainnya terjadi fusi yuridis juga dapat terjadi apabila perusahaan yang memperoleh

didirikan sehagai hagian dari perbuatan fusi. Dalam keadaan yang terakhir ini,

perbuatan fusi itu dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan yang lenyap.

(24)

Joint Venture diartikan sebagai bentuk Kerjasama, sementara Giveaway

sendiri diartikan sebagai hadiah atau bisa juga dikatakan memberi atau membagikan

secara gratis.84

Raaijrnakers memandang bahwa pengertian joint venture dapat dilihat dari

bentuk kerjasama yang parsial antara perusahaan-perusahaan yang. secara yuridis dan

ekonomis masing-masing berdiri sendiri". Menurut Emmy Pangaribuan, dalam

kerjasama joint venture hanya sebagian hanya sebagian tertentu dari kegiatan

ekonomi perusahaan masing-masing mitra yang dibawa kedalam suatu perusahaan

bersama. Persamaaannya dengan fusi ialah adanya penggabungan kegiatan-kegiatan

perusahaan bersamasama. Akan tetapi berbeda dengan fusi karena di dalam hubungan

kerjasama joint venture hanya sebagian dari kegiatan perusahaan joint venture hanya

sebagian dan kegiatan perusahaan dan masing-masing mitra yang yang bekerjasama

digabung. Sedangkan menurut Van Schilfgaarde, dalam fusi organisasi yang berdiri

sendiri ditarik bersama-sama di bawah satu pimpinan, sehingga dari segi ekonomi

membentuk suatu kesatuan

Joint Venture merupakan salah satu bentuk kerjasama di dalam dunia usaha.

Menurut Smith, pengertian dari joint venture adalah ditujukan untuk bentuk

kerjasama yang berbeda-beda di antara dua perusahaan. Yaitu kerjasama yang

berdasarkan suatu kontrak, dan kerjasama sehagai mitra atau kerjasama atas antara

pemegang saham dalam perusahaan dengan pertanggungjawaban terbatas.

(25)

Dasar terjadinya joint venture ialah adanya kehendak untuk bekerjasama di

antara perusahaan. Untuk mewujudkan kerjasama yang baik di antara perusahaan

yang akan melakukan joint venture maka diperlukan suatu kesepahaman agar joint

venture tersebut berjalan dengan baik. Menurut Emmy Pangaribuan, sangat ideal jika

dalam melakukan joint venture diperlukan suatu kesepakatan terlebih dahulu, dan

selanjutnya pendirian atau terjadinya bentuk joint venture tersebut diadakan dengan

suatu perjanjian secara tegas86

Bentuk kerjasama yang lain ialah akuisisi yang dalam hukum positif di

Indonesia dikenal dengan nama pengambilalihan. Menurut Pasal 1 Peraturan

Pemerintah No. 27 Tahun 1998, yang dimaksud dengan pengambilalihan ialah suatu . Hal tersebut sangat diperlukan karena disamping

masing-masing perusahaan yang menjadi mitra masih tetap melanjutkan aktifitasnya

sendiri, mereka juga harus melaksanakan aktifitas dari kerjasamanya di dalam joint

venture. Oleh karena itu dalam melakukan joint venture para pihak harus membuat

perjanjian yang menjadi dasar kesepakatan joint venture tersebut.

Dalam hal kaitannya dengan joint venture dan pembentukan perusahaan

kelompok, jika bentuk dari pelaksanaaan dari joint venture tersebut ialah membentuk

perusahaan baru, maka salah Satu mitra dalam joint venture yang dalam perusahaan

yang terbentuk tersebut menjadi mayoritas pemegang saham terhadap mitra lainnya

maka perusahaan tersebut akan menjadi perusahaan anak dari mitra yang memiliki

saham mayoritas.

3. Akuisisi.

86

(26)

perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan untuk

mengambil alih, baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang yang

dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dengan

terjadinya akuisisi, maka perusahaan yang mengambil alih akan memiliki saham pada

perusahaan lain, dan jika kepemilikan sahamnya menjadi mayoritas dalam

perusahaan yang diambil alih maka perusahaan itu akan menjadi induk dari

perusahaan yang diambil alih dengan memiliki hak untuk mengontrol dan memilih

pengurus lewat mekanisme RUPS.

Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi

biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan penampilan finansial perusahaan yang

praktis membesar dan meningkat, serta kondisi dan posisi keuangan yang mengalami

perubahan. Hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan. Informasi

akuntansi yang berbeda akan menghasilkan posisi keuangan yang berbeda dalam

pelaporan keuangannya karena perbedaan dalam perlakuan akuntansinya.87

Setiap perusahaan di dalam perusahaan kelompok harus dipandang sebagai

pemegang hak dan kewajiban mandiri. Asas ini berlaku juga dalam hubungan

antara perusahaan kelompok terhadap pihak ketiga terhadap siapa perusahaan itu

bertanggung jawab berdasarkan kewajibannya. Pada dasarnya

perusahaan-perusahaan dalam kelompok tidak ada urusannya dengan hak dan kewajiban

D. Hubungan Perusahaan Kelompok Dengan Pihak Ketiga.

(27)

keluar dari perusahaan satu sama lain. Mereka tidak dapat dipertanggung

jawabkan terhadap pihak ketiga dan juga tidak memperoleh hak dari mereka

berdasarkan hubungan hukum antara salah satu perusahaan di dalam konsern atau

kelompok dengan pihak luar atau pihak ke tiga88

Kedudukan pihak ketiga yang berhubungan dengan yang berhubungan dengan

suatu perusahaan kelompok, seperti kreditur, pemegang saham minoritas, dan

pekerja, dapat dengan mudah dipengaruhi oleh fakta keterikatan debitur (bagi . Pertanyaan yang sering muncul

dalam perusahaan kelompok ialah apabila ada klaim dari pihak luar karena

kegiatan usaha yang muncul dari perusahaan anak, siapakah yang bertanggung

jawab secara hukum. Apakah perusahaan anak, perusahaan induk, ataukah

keduanya. Dalam ilmu hukum khususnya ilmu hukum perseroan dikenal "doktrin

keterbatasan tanggung jawab" dari suatu badan hukum. Maksudnya ialah, secara

prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum, maka hanya badan

hukum sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang saham tidak bertanggung

jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimasukannya. Demikian juga berlaku ke

dalam perusahaan-perusahaan yang tergahung di dalam perusahaan kelompok.

Akan tetapi kita tidak dapat menyangkal adanya fakta bahwa nilai hukum dari

prinsip di atas dapat disimpangi oleh suatu kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan

di dalam perusahaan kelompok bukan merupakan suatu kesatuan yang merdeka atau

bebas dalam arti ekonomi melainkan merupakan bagian dari kesatuan keseluruhan

ekonomi yang mencakup semua kelompok dalam perusahaan kelompok.

88

(28)

kreditur), majikan mereka (bagi pekerja), dan perusahaan mereka (bagi pemegang

saham khususnya minoritas) dengan perusahaan lain, seluruhnya menjadi mata rantai

dari susunan suatu perusahaan kelompok. Emmy Pangaribuan membagi pihak ketiga

dalam perusahaan kelompok menjadi tiga kategori89

1. Kreditur.

:

2. Pemegang saham minoritas.

3. Buruh atau karyawan atau pekerja.

89

(29)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERUSAHAAN ANAK DALAM PERUSAHAAN KELOMPOK

DENGAN INDUK PERUSAHAAN BUMN

A. Perlindungan Atas Kepentingan Saham Minoritas

Menurut Mohr, kasus-kasus yang dapat merugikan pemegang saham

minoritas dalam perusahaan anak ialah dapat terjadi melalui transaksi antar

perusahaan kelompok dengan penetapan harga pembelian yang ditetapkan terlalu

tinggi atau harga jual yang ditetapkan terlalu rendah. Di dalam hubungan-hubungan.

perusahaan kelompok bukan mustahil bahwa kegiatan yang mendatangkan

keuntungan dari perusahaan anak diambil dan diberikan kepada anak perusahaan

yang lain atau sumber-sumber keuangan dari perusahaan anak dipakai untuk

menopang perusahaan anak yang lain yang berada dalm kegiatan yang tidak

menguntungkan.

Menurut Pasal 61 Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007

berbunyi sebagai berikut :

1. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke

pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap

tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi,

dan/atau Dewan Komisaris.

2. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri

(30)

Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang saham, ada

kemungkinan hal itu merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi ada juga yang

mungkin hanya merugikan kepentingan pemegang saham tertentu saja. Dalam

perusahaan kelompok hal ini dimungkinkan dimana perusahaan induk sebagai

pemegang saham mayoritas perusahaan anak tidak dirugikan oleh keputusan

perseroan, namun pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak tersebut

dirugikan. Bila terjadi demikian maka pemegang saham minoritas dapat menggugat

perseroan atas kepentingan pribadi pemegang saham minoritas tersebut.

Pemegang saham juga berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya

dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan

Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa:

a. perubahan anggaran dasar;

b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih

dari 50 % (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau

c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.90

Pihak tertentu yang sebenarnya dalam struktur kedudukannya kuat secara

yuridis, misalnya para pemegang saham tetapi karena ikatan financial yang lemah

antara yang bersangkutan dengan perusahaan, misalnya karena sahamnya minoritas,

maka konsekuensinya posisi yang bersangkutan juga akhirnya menjadi lemah. Dalam

hal ini kembali sektor hukum dimintakan perannya untuk menjaga keadilan dan

90

(31)

sebandingan hukum dengan memberi perlindungan kepada pemegang saham

minoritas sampai batas tertentu.

Sistem pengaturan Undang-Undang No. 4 Tahun 1971, yang mengubah

ketentuan Pasal 54 KUHD, memberlakukan prinsip one share one vote, suatu prinsip

yang menetapkan pihak pemegang saham minoritas sebagai pihak yang rawan

eksploitasi. Hanya dalam hal-hal tertentu saja, yakni dalam hal-hal yang termasuk ke

dalam dangerous area, diberikan perhatian khusus oleh hukum untuk melindungi

pihak pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas dalam

hal ini dilakukan dengan memperkenalkan prinsip special vote, yang

operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:

(1) Prinsip Silent Majority

Dalam hal ini pemegang saham mayoritas diwajibkan abstain dalam voting.

Salah satu sistem dari prinsip silent majority adalah sistem pemilihan berlapis, yang

diperkenalkan oleh Keputusan Ketuan Bapepam No. Kep-01/PM/1993, tanggal 29

Januari 1993, yang telah diganti dengan Peraturan Bapepam No.04/PM/1994, tanggal

7 Januari 1994. Prinsip pemilihan berlapis ini di operasionalisasikan dengan cara

pelaksanaan dua kali voting. Pada voting pertama hanya pemegang saham tidak

berbenturan kepentingan pemegang saham minoritas yang boleh melakukan voting,

sementara pemegang saham yang berbenturan kepentingan/pemegang saham

minoritas menerima usulan yang bersangkutan, yaitu usulan untuk melakukan

transaksi yang berbenturan kepentingan. Contoh dari transaksi yang berbenturan

(32)

(2) Prinsip Super Majority

Dalam hal ini voting dilakukan dalam RUPS mensyaratkan lebih dari sekedar

simple majority (51%) untuk dapat memenangkan voting. Keputusan dari rapat tidak

dapat diambil jika suara yang setuju kurang dari jumlah presentase tersebut. Dalam

praktek, anggaran dasar Perseroan Terbatas yang standar pada umumnya

memberlakukan prinsip super majority dalam hal-hal tertentu yang mungkin menjadi

krusial bagi seluruh pemegang saham, termasuk minoritas.

Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 memberlakukan

prinsip super majority, baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri dalam anggaran

dasar perseroan, ataupun terhadap kegiatan-kegiatan yang ditentukan sendiri oleh

Undang-undang, misalnya jika perseroan melakukan perubahan anggaran dasar,

merger, akuisisi, konsolidasi, kepailitan, likuidasi atau pembelian kembali saham.

Ada juga para pihak yang tersangkut dengan perusahaan tetapi mempunyai

kedudukan yang lemah secara lokalisasi. Maksudnya, pihak tersebut berada jauh dari

perusahaan atau bahkan orang luar perusahaan itu sendiri, tetapi mempunyai

hubungan dengan perusahaan. Hubungan tersebut dapat berupa:

1) Hubungan kontraktual, yaitu antara kreditur dengan perusahaan yang

bersangkutan;

2) Hubungan non kontraktual, misalnya dengan si tersaing secara tidak fair. Jadi

kreditur merupakan salah satu dangerous party yang harus selalu diwaspadai

jika suatu perusahaan melakukan merger atau akuisisi.

Akan lebih aman bagi bagi kreditur dari suatu perusahaan publik, mengingat

(33)

terhadap transaksi-transaksi spesial seperti merger dan akuisisi. Krusialnya

kedudukan pihak kreditur, karena dengan merger dan akuisisi antara lain dapat terjadi

dua hal sebagai berikut:

(1) Peralihan Aset

Jika terjadi peralihan aset perusahaan yang melakukan merger, yang dalam hal

mempunyai kedudukan sebagai debitur, maka hutangnya kepada kreditur dapat

menjadi hutang tanpa dukungan aset yang merupakan jaminan pelunasan hutang.

(2) Non Eksistensi Legal Entity

Jika eksistensi dari debitur justru bubar setelah melakukan merger, lalu siapa

yang harus bertanggung jawab terhadap hutang-hutangnya kepada kreditur? Dalam

hal peralihan aset karena merger dan akuisisi, upaya hukum bagi kreditur hanya

terhadap special case saja. Upaya hukum tersebut dapat berupa:

(a) Actio Paulina

Jika debitur melakukan pengalihan aset untuk mengelak pembayaran

hutang-hutangnya, maka jika terpenuhi syarat-syarat tertentu seperti tersebut dalam Pasal

1341 KUHPerdata, pengalihan aset tersebut dapat dibatalkan lewat konstruksi hukum

yang popular dengan sebutan actio paulina, karena dengan merger ada aset

perusahaan yang beralih. Sedangkan dengan transaksi akuisisi, saham yang dialihkan

tersebut merupakan asetnya pihak pemegang saham, karena itu actio paulina dapat

diberlakukan

(b) Negative Convenant

Jika ada negative covenant dalam perjanjian kredit yang melarang atau harus

(34)

debitur, hanya menyebabkan debitur default terhadap perjanjian kredit yang

bersangkutan. Jadi tidak sampai batalnya transaksi pengalihan aset, yang

kemungkinan telah sah dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga.

Apabila ada pihak pemegang saham yang tidak setuju dengan merger, padahal

RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk merger, padahal

RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk merger, maka kepada

pihak yang kalah suara ini oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut

appraisal rights.

Yang dimaksud dengan appraisal rights adalah hak dari pemegang saham

minoritas yang tidak setuju dengan merger atau tindakan korporat lainnya, untuk

menjual saham yang dipegangnya itu kepada perusahaan yang bersangkutan, mana

pihak perusahaan yang mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali

saham-sahamnya itu dengan harga yang pantas.

Pelaksanaan appraisal rights ini merupakan salah satu keistimewaan yang

dibeikan oleh hukum kepada transaksi merger ini. Keistimewaan yang lain adalah

penerapan prinsip yang disebut dengan super majority. Prinsip super majority berarti

bahwa untuk dapat menyetujui merger, yang diperlukan bukan hanya simple majority

(lebih dari 50%) pemegang saham yang seharusnya menyetujui, tetapi lebih dari itu,

Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 menyebutkan angka ¾

atau lebih pemegang saham yang menyetujuinya (Pasal 89 Undang-Undang

Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007). Undang-Undang Perseroan Terbatas

mengakui prinsip appraisal rigahts ini melalui Pasal 102 juncto Pasal 125

(35)

Terbatas tersebut appraisal rights ini diberikan terhadap tindakan-tindakan korporat

sebagai berikut:

a. Perubahan anggaran dasar

b. Pejualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan

perseroan;

c. Merger, akuisisi dan konsolidasi Perseroan.

Apabila dikaji dalam sejarah hukum yang universal terhadap lahirnya

appraisal rights ini, sebenarnya lahirnya hak tersebut karena adanya kebutuhan yang

dilatarbelakangi oleh hukum perseroan abad 19. Hukum perseroan secara universal

pada abad 19 tersebut menyatakan bahwa terhadap tindakan korporat penting dalam

suatu perseroan, seperti merger dan lain-lain, diperlukan persetujuan dari seluruh

pemegang saham.Karena itu, agar terdapat 100% suara setuju sehingga merger dapat

dilaksanakan, diberlakukanlah apa yang sekarang disebut dengan appraisal rights.

Akan tetapi sekarang ini ketentuan persetujuan 100% dari pemegang saham

umumnya tidak lagi berlaku. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang

Perseroan Terbatas, maka suatu merger harus disetujui oleh RUPS dimana dalam

RUPS tersebut harus dihadiri paling sedikit ¾ bagian dari seluruh saham yang

mempunyai hak suara, dengan persetujuan paling sedikit ¾ dari suara yang hadir.

Sungguhpun dewasa ini hampir tidak ada lagi sistem hukum yang mengharuskan

persetujuan 100% pemegang saham untuk suatu tindakan korporat penting termasuk

merger, akan tetapi pranata hukum (appraisal rights) tetap diperlukan dalam rangka

melindungi hak pemegang saham minoritas. Dengan demikian, pranata hukum

(36)

menjadi pelaksana mitos perlindungan pemegang saham minoritas. Perlindungan

pemegang saham minoritas ini diperlukan mengingat apabila mereka tidak setuju

dengan merger, maka merger tetap dilaksanakan, dan pemegang saham minoritas

tersebut dipaksakan untuk menerima merger tersebut. Karena itu, hukum memandang

bahwa kepada mereka diperlukan perhatian dan perlakuan khusus. Perlakuan khusus

tersebut diwujudkan lewat apa yang disebut dengan appraisal rights.

B. Peran Perusahaan Induk Persero Terhadap Perusahaan Anak.

Persero sebagai perusahaan induk perannya tidaklah lebih dari pemegang

saham mayoritas saja. Dan sebagai pemegang saham mayoritas maka Persero sebagai

perusahaan induk berhak untuk :

1. Memilih Direksi dan Komisaris sesuai kehendak dari perusahaan induk

melalui mekanisme RUPS.

2. Turut serta membuat kebijakan umum dari perusahaan anak dengan

memberikan persetujuan RKAP (Rancangan Kerja dan Anggaran Perusahaan)

yang dibuat oleh Direksi perusahaan anak melalui RUPS.

3. Melakukan pembinaan terhadap perusahaan anak. Pembinaan ini dilakukan

dalam bentuk konsultasi dari pengurus perusahaan induk kepada perusahaan

anak, sampai dengan training atau pelatihan kerja bersama antar karyawan

dalam perusahaan kelompok.91

91

(37)

Perusahaan anak Persero maka tanggung jawab dari perusahaan anak kepada

perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas ialah :

1. Melaksanakan day to day operation perusahaan dengan profesional transparan

dan bertanggung jawab.

2. Melaksanakan kebijaksanaan umum yang telah dibuat perusahaan induk

sebagai pemegang saham dalam RUPS.

3. Memenuhi target-target usaha yang dijalankan perusahaan anak agar

keuntungan maksimal perusahaan induk dapat tercapai.92

Dari peran perusahaan induk terhadap perusahaan anak, maka dapat

disimpulkan bahwa peranan kekuasaan perusahaan induk terhadap perusahaan anak

berasal dari kekuasaan perusahaan induk yang didapatkan melalui kepemilikan saham

mayoritas dengan hak suara dalam perusahaan anak. Adanya peran dari perusahaan

induk terhadap perusahaan anak, terutama dalam menentukan jalannya perusahaan

anak bisa dilakukan karena adanya kepemilikan saham mayoritas oleh perusahaan

induk sehingga dapat mengendalikan jalannya kepengurusan dari perusahaan anak,

yang dilakukan di dalam mekanisme RUPS.

Perusahaan kelompok dengan induk perusahaan Persero, campur tangan

perusahaan induk terhadap perusahaan anak bahkan lebih besar lagi, melebihi

kekuasaan perusahaan induk sebagai pemegang saham yang menjalankan perannya

melalui mekanisme RUPS. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Keputusan Menteri BUMN

KEP- I 17/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance

92

(38)

Pada BUMN, perusahaan induk mempunyai kemampuan untuk mengendalikan suara

dalam rapat Direksi dan Komisaris perusahaan anak. Hal ini berarti peran perusahaan

induk dijalankan bukan hanya melalui mekanisme RUPS, melainkan juga melalui

rapat Direksi dan Komisaris yang mana jalannya perusahaan secara day to day

operation ikut ditentukan oleh perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas.

Campur tangan perusahaan induk ke dalam rapat Direksi akan dapat merugikan

perusahaan anak, karena Direksi sebagai organ yang mengurus kegiatan perseroan

sehari-hari menjadi tidak bebas dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu ketentuan

dalam Pasal 1 huruf e Keputusan Menteri BUMN KEP-117/M-MBU/2002 Tentang

Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN, dapat menimbulkan

pertentangan dengan Pasal 8 Keputusan Menteri BUMN KEP-117/M-MBU/2002

Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN yang

menyatakan "pemegang saham/pemilik modal tidak diperkenankan mencampuri

kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab Direksi sesuai dengan

ketentuan Anggaran Dasar". Maksud dari ketentuan Pasal 8 ini ialah dalam rangka

menegakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu prinsip akuntabil.itas.

Apabila perusahaan induk ikut berperan ke dalam perusahaan anak sampai dapat

menentukan hasil dari rapat Direksi dan rapat Komisaris maka prinsip akuntabilitas

yaitu adanya kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ, tidak

akan berjalan secara efektif, karena akan terjadi tumpang tindih antara tugas dari

Direksi dengan pemegang saham. Selain itu campur tangan perusahaan induk ke

dalam rapat Direksi perusahaan anak melanggar prinsip kemandirian sebagaimana

(39)

Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN, yaitu suatu

keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan

dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Apabila

perusahaan induk dapat turut campur dan mengendalikan mayoritas suara dalam rapat

Direksi dan Komisaris dari perusahaan anak berarti perusahaan induk telah,

memberikan tekanan kepada Direksi atau Komisaris perusahaan anak yang

menyebabkan tidak terciptanya prinsip korporasi yang sehat.

Tidak semua dari perusahaan induk Persero turut campur ke dalam rapat

Dewan Direksi. Hal ini tergantung dari jenis dan tujuan dari perusahaan kelompok

tersebut. Dalam P.T. Adhi karya (Persero) misalnya sebagai perusahaan induk yang

bertujuan melakukan fokus usaha, tidak pernah ikut campur ke dalam rapat Direksi

ataupun Komisaris. Karena sedari awal P.T. Adhi Karya (Persero) sebagaimana telah

diungkapkan pada tulisan sebelumnya benar-benar hanya ingin fokus ke dalam usaha

utamanya yaitu konstruksi, sehingga dalam pengambilan keputusan pada perusahaan

anak, P.T. Adhi karya (Persero) hanya menjalankan kekuasannya sebagai pemegang

saham dalam RUPS. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa peran perusahaan

induk terhadap perusahaan anak tergantung dari perusahaan induk itu sendiri, apakah

hanya sebatas sebagai pemegang saham dalam perusahaan anak ataukah ikut campur

ke dalam sistem manajemen dan kepengurusan dari perusahaan anak.93

93

(40)

C. Praktek Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Perusahaan Anak Dalam Perusahaan Kelompok Dengan Induk Perusahaan BUMN (Persero).

Antara pemegang saham minoritas dan perusahaan induk sebagai

pemegang saham mayoritas pada perusahaan anak tidak memiliki perjanjia n

antar pemegang saham yang mengatur ketentuan tata Cara mengcluarkan

suara dalam RUPS, ataupun pemenuhan kuorum dalam melaksanakan RUPS

di luar Anggaran Dasar (shareholder agreement atau voting agreement). Hal

ini dikarenakan pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak yang

notabene adalah pihak karyawan, sudah merasa cukup terlindungi

hak-haknya sebagai pemegang saham. Namun meskipun demikian pihak

karyawan yang mana diwakili oleh Koperasi atau badan hukum lainnya

seperti yayasan sebagai pemegang saham tidak memiliki kekuatan untuk

mengambil keputusan, karena tidak memiliki wakil dalam Direksii ataupun

Komisaris. Oleh karena itu pihak karyawan hanyalah sebagai pelaksana

dalam perusahaan, dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Menurut penulis, sebaiknya dibuat suatu petjanjian antara pemegang saham

mayoritas yaitu perusahaan induk dan pemegang saham minoritas yaitu

(41)

perusahaan anak agar pihak karyawan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan

atau setidak-tidaknya clapat mengawasi proses jalannya pengambilan keputusan.94

94

Ibid

2. Perlindungan pemegang saham minoritas berdasarkan Good Corporate

Governance.

a. Perlindungan pemegang saham berdasarkan Keputusan Menteri BUMN KEP-I

I7/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance.

Dalam rangka penyehatan BUMN dibutuhkan suatu langkah strategis dalam

kepengurusan Perseroan yang menguntungkan bagi seluruh stakeholders Persero

seperti Direksi, Komisaris, kreditur, masyarakat, Pemerintah, karyawan, pemegang

saham, termasuk pemegang saham minoritas. OIeh karena itulah pelaksanaan Good

Corporate Governance (selanjutnya disebut dengan G.C.G.). Penerapan G.C.G. bagi

para stakeholders khususnya pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak

dirasakan sudah sangat mendesak.

Menanggapi kepentingan yang sangat mendesak tersebut maka Pemerintah

melalui Kementerian Negara BUMN mengeluarkan sebuah peraturan untuk

menetapkan pelaksanaan G.C.G. yaitu Keputusan Menteri BUMN

KEP-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek G.C.G. Pada BUMN, dimana dari hasil

wawancara yang didapatkan olch penulis peraturan ini menjadi suatu code of conduct

(42)

Pertanggungjawaban, kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang

sehat.

Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi

hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam Keputusan Menteri BUMN KEP-117/M-MBUI/2002 Tentang

Penerapan Praktik G.C.G, pengaturan mengenai hak-hak pemegang saham diatur di

dalam Pasal 5, yang mana pemegang saham harus dilindungi agar dapat

melaksanakan hak-haknya berdasarkan Anggaran Dasar dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, penjabaran dari hak-hak tersebut adalah :

a. hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS, dimana berlaku

ketentuan satu saham dalam satu hak suara

b. hak untuk memperoleh informasi material mengenai BUMN secara tepat

waktu.

c. Hak untuk mendapatkan pembagian keuntungan sebanding dengan nilai saham

yang dimiliki oleh pemegang saham

Pemegang saham juga berhak untuk mendapatkan informasi akurat mengenai

perusahaan kecuali informasi yang tidak dapat diberikan dimana Direksi memiliki

alasan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk tidak memberikan informasi

tersebut.

b. Praktek pelaksanaan G.C.G. di dalam perusahaan anak dalam rangka perlindungan

(43)

Dari hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis dalam penelitian,

pelaksanaan G.C.G. untuk melindungi kepentingan Para stakeholders khususnya

pemegang saham minoritas dalam perusahaan balk di perusahaan induk maupun

.perusahaan anak dilaksanakan dalam dua ruang lingkup, yaitu pelaksanaan G.C.G.

ke dalam perusahaan dan pelaksanaan G.C.G. keluar perusahaan.

1) Pelaksanaan G.C.G. ke dalam perusahaan.

Pelaksanaan G.C.G. ke dalam ialah pelaksanaan G.C.G yang berkaitan dengan

stakeholders dari dalam perusahaan itu sendiri. Stakeholders yang dimaksud ialah

Direksi, Komisaris, pemegang saham dan Karyawan. Dalam hal pelaksanaan G.C.G.

di dalam perusahaan khususnya untuk melindungi kepentingan pemegang saham

minoritas dalam perusahaan anak, maka dibentuklah organ-organ yang mendukung

pelaksanaan G.C.G. dalam perusahaan anak, yaitu :

a) Sekertaris perusahaan.

Untuk memenuhi kebutuhan informasi dari para pemegang saham maka

dibuatlah suatu organ yang berada di bawah Presiden Direktur serta dipilih oleh

Dewan Direksi. Fungsi dari Sekertaris perusahaan ialah sebagai penghubung antara

pengurus terutama direksi dengan para pemegang saham. Dari hasil wawancara yang

dilakkukan oleh penulis, sekertaris perusahaan juga hertugas untuk menatausahakan

dan menyimpan dokumen perusahaan, serta memberikan informasi tentang

perusahaan secara herkala Direksi dan Komisaris bila diminta. Peranan sekretaris

perusahaan sangat penting dalam penerapan prinsip C.C.C. terutama transparansi dan

(44)

minoritas bila ingin mendapatkan informasi mengenai perusahaan, dapat memintanya

melalui organ sekertaris perusahaan.

b) Internal Audit

Internal audit atau dikenal juga dengan sebutan Sistem Pengendalian Internal

(SPI), berfungsi untuk menilai kelayakan pertanggungjawaban manajemen. Secara

reguler, pengurus mengeluarkan laporan keuangan. Sebelum laporan keuangan ini

dikeluarkan kepada pihak terkait, terutama pemegang saham, maka laporan keuangan

ini akan diuji terlebih dahulu oleh internal audit ini. Internal audit ini akan

memberikan penilaian apakah laporan tersebut telah memuat informasi secara layak

yang sesuai dengan standar keuangan yang ada atau tidak. Hal ini dihutuhkan guna

memenuhi prinsip transparansi, dan pertanggungjawaban.

Selain memeriksa laporan keuangan secara reguler, internal audit juga

memeriksa mengenai kegiatan perusahaan secara day to day operation, apakah ada

penyimpangan dalam kcgiatannya atau tidak, hal ini diperlukan untuk memperjelas

fungsi dan kewenangan diantara kepengurusan dalam perusahaan. Keberadaan

internal audit ini sangat penting dalam penegakan prinsip akuntabilitas karena akan

memperjelas kewenangan organ-organ dalam perusahaan sehingga pengelolaan akan

terlaksana secara efektif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, karyawan dalam perusahaan

anak juga berkedudukan sebagai pemilik saham minoritas dalam perusahaan anak.

Kepemilikan saham oleh karyawan dimaksudkan untuk menimbulkan rasa "sense of

belonging" bagi karyawan sendiri terhadap perusahaan tersebut, sehingga

(45)

produktivitas keria. OIeh karena itulah peran dari karyawan bagi perusahaan

sangatlah penting karena selain berkedudukan sebagai pekerja, karyawan juga

berkedudukan sebagai maupun perusahaan anak masing-masing menggunakan jasa

akuntan publik yang independen dalani menganalisa laporan keuangan

masing-masing perusahaan. Dengan begitu pihak stakeholders di luar perusahaan dapat

mengetahui mengenai kondisi perusahaan secara wajar (fairness).

b)Pelaksanaan tender terbuka.

Perusahaan induk yang niengadakan suatu proyek, yang mana membutuhkan

jasa dare perusahaan anak karena usaha dari perusahaan anak terkait dengan proyek

tersebut, ternyata tidak serta merta mengajak perusahaan anak ke dalam proyek

tersebut. Perusahaan induk ternyata tetap mengadakan tender secara terbuka yang

mana selain diikuti oleh perusahaan anak juga diikuti oleh pihak lain. Dalam tender

tersebut perusahaan anak tetap diharuskan bersaing dengan perusahaan lain. Hal ini

untuk mewujudkan ,fairness bagi masyarakat, serta kemandirian bagi perusahaan

anak untuk berusaha sendiri tanpa tekanan dari pihak lain.

c. Hambatan pelaksanaan G.C.G. dalam perusahaan perusahaan BU MN (Persero).

Dari hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis, maka

hambatan-hambatan yang ditemukan dalani pelaksanaan G.C.G. adalah sosialisasi dari G.C.G.

tersebut sendiri. Untuk melakukan tindakan korporasi G.C.G. pada dasarnya adalah

dilakukannya pembenahan system manajemen terlebih dahulu termasuk menyiapkan

sumber daya manusianya, oleh karena itu dibutuhkan waktu dalam penerapan

manajemen berbasis G.C.G dan penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.

Dari uraian yang telah ditulis, maka penulis dapat menarik, kesimpulan sebagai

berikut ini :

1. Status dan kedudukan hukum perusahaan anak dari Persero tidaklah sama

dengan induknya yang berrstatus BUMN (Persero) melainkan berstatus P.T.

biasa. Hal ini dikarenakan karena kepemilikan modal yang dimiliki oleh anak

perusahaan tidak berasal dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara secara

langsung melainkan dari aset kekayaan milik Persero sebagai perusahaan induk

yang disertakan ke dalam perusahaan anak. Oleh karena itu perusahaan anak

tidak memenuhi kriteria sebagai BUMN sebagaimana yang diatur di dalam

Pasal 1 Undang-undang No 19 tahun 2003 Tentang BUMN.

2. Perlindungan hukum pemegang saham minoritas perusahaan kelompok dengan

induk perusahaan berdasarkan Undang-undang dapat dilihat dari aspek

Ketentuan perlindungan pemegang saham yang terdapat di dalam Anggaran

Dasar perusahaan anak merupakan penegasan ulang yang terdapat di dalam

Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas. Bentuk-bentuk perlindungan

pemegang saham yang diatur di dalam Anggaran Dasar adalah pengaturan

berupa hak untuk membeli saham terlebih dahulu, hak untuk bersuara, jumlah

minimal pemegang saham untuk meminta diadakannya RUPS luar biasa, dari

ketentuan jumlah kuorum dalam RUPS agar suara dari pemegang saham

(47)

pemegang saham minoritas ialah pembentukan organ-organ pendukung dalam

perusahaan seperti sekretaris perusahaan dan internal audit yang berfungsi

sebagai penghubung bagi pemegang saham dengan pengurus dari perusahaan,

dalam hal penilaian dari kepengurusan perusahaan, serta melalui

pemberdayaan karyawan, karena kedudukan karyawan selain sebagai pekerja,

mereka juga berkedudukan sebagai pemegang saham minoritas dalam

perusahaan anak Persero.

B. Saran.

Dari hasil penulisan hukum ini, dapat memberikan saran sebagai berikut :

a. Dibuatnya suatu peraturan khusus mengenai perusahaan kelompok baik bagi

pihak swasta maupun BUMN, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban dari

perusahaan induk dan perusahaan anak. Dengan adanya kejelasan mengenai hak

dan kewajiban tersebut, maka pihak ketiga baik pemegang saham minoritas,

karyawan, maupun kreditur akan terlindungi hak-haknya, hal ini juga dapat

mencegah bentuknya praktek monopoli di bidang usaha.

b. Perlunya sosialisasi mengenai G.C.G. agar timbul komitmen yang kuat bagi

para pengurus dan pemegang saham, baik di perusahaan induk maupun

perusahaan anak, untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam

good corporate governance, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas,

kewajaran (fairness), dan pertanggungjawaban, agar dapat menguntungkan

(48)

BAB II

PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN USAHA MILIK NEGARA

A. Pengertian Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.14

“Berbeda dengan maatschap, perseroan firma, dan perseroan komanditer, PT

adalah suatu badan hukum. Artinya, PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum

seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang”.

15

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), definisi mengenai

perseroan terbatas ini tidak dijumpai dalam pasal-pasalnya. Namun demikian,

menurut Sutantyo dan Sumantono, dari Pasal 36, 40, 42 dan Pasal 45 KUHD dapat

disimpulkan bahwa suatu Perseroan Terbatas mempunyai unsur-unsur sebagai

berikut :16

14

lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-undang no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

15

M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, (Jakarta: Badan Penerbit IBLAM, 2006), hal. 7.

16

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan skripsi ini adalah bagaimana proses pemberian kredit kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan, bagaimana perlindungan hukum kepada nasabah pada Bank BNI 46 Medan

Tahun 1992, status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada Bank Perkreditan

Bank Jateng Cabang Utama Semarang dan untuk mengetahui yang menjadi hambatan perlindungan hukum terhadap bank dalam perjanjian kredit pada PT6. Bank Jateng Cabang

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana upaya perlindungan Hukum bagi nasabah (debitur) sebagai konsumen pengguna jasa bank dan bagaimana

Bentuk Perlindungan Hukum yang diperoleh pihak kreditur ketika debitur wanprestasi dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan menurut Undang-Undang

Dalam UU Perlindungan anak tersebut, juga diatur persoalan anak yang sedang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas, anak dari korban eksploitasi ekonomi dan seksual,

Dan apabila terjadi kecelakaan dan menimbulkan luka – luka ataupun hingga meninggal, akibat hukum bagi perusahaan angkutan umum diatur Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2009