DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Atmasamita, Romli, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, (Bogor: Kencana, 2003).
Bakrie, Aburizal, Good Corporate Governance: Sudut Pandang Pengusaha, Jurnal
Hukum Ekonomi, Vol. 1, No. 2, Oktober-Desember 2000
Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002).
Chairi, Zulfi, Tanggung Jawab Direksi Dalam Menerapkan Prinsip Good Corporate
Governance, (Medan, Universitas Sumatera Utara, 2005).
Daniri, Mas Achmad, Good Corporate Governance: Konsep dan penerapannya
dalam konteks Indonesia, (Jakarta: Ray Indonesia, 2005).
Fuady, Munir, Hukum Bisnis Dalam Teori Dan Praktek, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1999).
_______, Perseroan Terbatas, Paradigma Baru, ((Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
_______, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung: CV. Utomo, 2005)
_______Doktrin-Doktrin Modem Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam
Hukum Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002).
Indradewa, Jusuf L., Aspek Hukum dan Hakikat Keuangan Negara dalam Kaitannya
dengan Pengelolaan BUMN, Seminar sehari: Reposisi Keuangan Negara: Pengelolaan Pertanggung Jawaban dan Pemerikasaan BUMN Menuju Good Governance, (Jakarta: Hotel Borobudur, 20 Februari 2003)
Moeljono, Djokosantoso, Good Corporate culture sebagai inti good corporate
governance (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2005).
Muhmmad, Abdulkadir, Hukum Perseroan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1993).
Muis, Abdul, Hukum Persekutuan dan Perseroan, (Medan: Diterbitkan oleh Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006).
Nasution, Bismar, Diktat Hukum Pasar Modal: Good Corporate Governance,
Perlindungan Lingkungan hidup dan Insider Trading, (Medan: Program
Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara, 2005).
Pramono, Nindyo, Seminar Independensi Direksi da"n Komisaris Dalam Rangka
Meningkatkan Penerapan Good Corporate Governance Oleh Dunia Usaha,
(Jakarta: Medio, 2003)
Rido, R.AIi, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,
Koperasi, Yayasan, Wakaf (Bandung: PT. Alumni, 2004).
Rusli, Hardijan, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harahap, 1997)
Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung:
Nuansa Aulia, 2006).
______, Hukum Perusahaan dalam Peraturan perundang-undangan, (Bandung:
Nuansa Aulia, 2006).
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press), 1986).
Subroto, Bambang SR, Corporate Governance or Good Corruption Governance?
Pemaparan Kisah Klasik Yang Inspiratif, (Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo, 2005)
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Indonesia, 2005).
Sutojo, Siswanto dan F. Mon Aldridge, Good Corporate Governance, (Jakarta:
Daman Mulia Pustaka, 2005)
Suprayitno, G.
The Indonesian Institute for Corporate Governance, 2004)
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha
Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,
Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 740/KMK.00/1989
Tentang Peningkatan Efisiensi Dan Produktivitas BUMN.
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
Tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik
Negara.
C. Website
BAB III
PERUSAHAAN ANAK DAN PERUSAHAAN KELOMPOK
A. Pengertian Perusahaan Kelompok
Di Indonesia istilah perusahaan kelompok lebih dikenal dengan konglomerasi.
Kata konglomerasi berasal dari kalimat bahasa inggris yaitu conglomerate. Menurut
Black Law Dictionary pengertian conglomerate berarti "a corporation that owns
unrelated enterprises in wide variety of industry"55
Menurut Christianto Wibisono, yang dimaksud dengan perusahaan kelompok
ialah salah suatu bentuk usaha yang merupakan penggabungan atau pengelompokan
dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam berbagai kegiatan baik vertikal
maupun horisontal
. Dari pengertian tersebut bisa
disimpulkan bahwa konglomerasi atau perusahaan kelompok merupakan perusahaan
yang memiliki hubungan yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan dalam
beragam jenis industri. Di Indonesia selain dengan istilah konglomerasi, juga dikenal
dengan perusahaan kelompok, grup perusahaan, atau konsern, yang mana terjemahan
dari bahasa Belanda yaitu concern.
56
55
Abriged, 2000, Black's Law Dictionary 7th Edition, St. Paull Minnesotta, West Publishing Co, hal. 242
56
Sulistiawaty, Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap Kreditur Perusahaan Anak, Tesis Pasca Sarjana, UGM, 2008, hal. 43
. Emmy pangaribuan mendefinisikan perusahaan kelompok
sebagai suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan yang secara yuridis
kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan yaitu suatu perusahaan induk
sebagai pimpinan sentral57. Demikian juga pengertian perusahaan kelompok
didefinisikan oleh S.M Bartman sebagai suatu susunan dari perusahaan-perusahaan
yang secara yuridis berdiri sendiri dibawah suatu pimpinan sentral. Dari aspek
ekonomi perusahaan itu tersusun dalam suatu kesatuan58
Merupakan fakta yang tidak terbantahkan bahwa bila dilihat melalui
pendekatan dari segi ekonomi, maka perusahaan kelompok secara keseluruhan,
dimana di dalamnya terdapat perusahaan induk dan perusahaan anak dianggap
sebagai suatu kesatuan. Meski begitu, unsur kesatuan dari sudut ekonomi tidaklah
berarti menjadi suatu keharusan bahwa di dalam susunan perusahaan-perusahaan itu
masing-masing perusahaan ke luar harus bertindak sebagai kesatuan ekonomi. Karena
jika ditinjau dari segi pendekatan hukum, bahwa masing-masing perusahaan anak
maupun perusahaan induknya secara yuridis berkedudukan terpisah secara mandiri.
Oleh karena itu sangatlah penting dibedakan antara kesatuan ekonomi dalam
perusahaan induk dengan perusahaan anak dari perusahaan induk tersebut dengan
huhungan ekonomi antara perusahaan dengan cabang atau branch. Yang dimaksud
dengan perusahaan anak atau dalam bahasa Inggrisnya lazim disebut dengan .
Dari beragam pengertian mengenai perusahaan kelompok oleh para ahli hukum di
atas, maka unsur-unsur yang terdiri dari suatu perusahaan kelompok ialah :
1. Ada kesatuan dari sudut ekonomi.
57
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Perusahaan kelompok, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1996, hal 1
58
subsidiary ialah "company owned by holding company and unlike branch it is separately incorporated "59. Sedang yang dimaksud dengan cabang atau branch ialah "unit or part of a company. h is not separately incorporated60
Pengertian cabang timbul dari kegiatan perseroan yang tidak lagi terbatas
dalam kota dimana perseroan berkantor pusat, melainkan telah meluas ke daerah yang
di luar wilayah dari kedudukan kantor pusatnya tersebut. Dalam rangka mewakili
kepentingan perseroan di tempat yang jauh dari kantor pusat perseroan tersebut
berkedudukan cabang yang terdiri dari kantor dan adanya pimpinan kantor cabang .
61 .
Pendiri kantor cabang, biasanya dilangsungkan dengan akta Notaris yang berisikan
pernyataan dari Direksi telah didirikannya kantor cabang di wilayah tertentu dengan
sekaligus menunjuk pimpinannya dengan perincian dan batas-batas wewenangnya.
Pembuatan akta Notaris berkaitan dengan surat pemberian akta pemberian kuasa
biasa. Pemberian kuasa dari Direksi kepada orang yang telah ditunjuk mewakili
Direksi dengan kewenangan tertentu di wilayah yang disebutkan dan biasanya
memiliki jabatan sebagai kepala cabang62
59
Ray August, Internasional Businnes Law text Cases and Readings 3rd Edition, (NJ 07458, Prentice Hall Upper Saddle River, 1999), hal. 197
60
Ibid
61
Rudhy Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, P.T Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 84
62
Ibid, hal. 85
. Demikian secara yuridis cabang tersebut
tidak lebih sekedar sebagai bagian dan merupakan suatu kesatuan dari kantor
pusatnya. Cabang bukanlah suatu kesatuan badan yang mandiri. Sebagai bentuk
perbuatan pemberian kuasa, segala harta kekayaan cabang, segala keuntungan dan
pusat.63
Menurut Emmy Pangaribuan, pengertian pimpinan sentral atau "pimpinan
pusat" diartikan sebagai adanya kemungkinan pelaksanaan kewenangan atau hak
yang sifatnya menentukan yang menyangkut kehidupan lebih lanjut perusahaan dan
kebijakan-kebijakan dan perusahaan yang tersusun
Dari pengertian antara perusahaan anak dan cabang maka dapat disimpulkan
bahwa meski keduanya merupakan suatu kesatuan ekonomi, namun perusahaan anak
merupakan unit perusahaan yang terpisah dan mandiri secara yuridis dari perusahaan
induk, sedangkan cabang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
perusahaan.
Kesatuan ekonomi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak salah
satunya dapat tercipta melalui kepemilikan saham perusahaan induk dalam
perusahaan anak. Sehingga peran perusahaan induk terhadap perusahaan anak hanya
melalui kekuasaan pemegang saham yang dilakukan dalam mekanisme RUPS
perusahaan anak. Oleh karena itu sangat dimungkinkan perusahaan induk sebagai
'pemegang saham mayoritas dalam perusahaan anak dapat mencampuri kebijakan
perusahaan anak melalui pemilihan Direksi dan Komisaris.
64
Pimpinan sentral di dalam perusahaan kelompok dalam bahasa Inggris sering
juga disebut sebagai holding company. Dalam Black's Law Dictionary, yang
dimaksud dengan perusahaan kelompok atau holding company ialah "a company form
to control another company, usually confining its role to owning stock and supervising management". Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang
.
63
Ibid, hal. 86
64
dimaksud dengan holding company atau perusahaan induk adalah suatu perusahaan
yang bertujuan untuk memiliki saham dalam suatu perusahaan lain dan atau
mengawasi serta mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.
Menurut Munir Fuady, pembentukan perusahaan induk dapat terjadi melalui 3
prosedur, yaitu :
a. Prosedur Residu
Dalam hal ini, perusahaan asal dipecah-pecah sesuai dengan masing-masing
sektor usaha. Perusahaan yang dipecah tersebut telah menjadi perusahaan yang
mandiri, sementara sisanya (residu) dari perusahaan asal yang berubah menjadi
perusahaan induk, yang memegang saham pada perusahaan pecahan tersebut dan
perusahaan-perusahaan lainnya jika ada.
b. Prosedur penuh
Prosedur penuh ini biasanya dilakukan jika sebelumnya tidak terlalu banyak
terjadi pemecahan atau pemandirian perusahaan, tetapi masing-masing perusahaan
dengan kepemilikan yang sama atau bersama hubungan saling terpencar-pencar,
tanpa terkonsentrasi dalam suatu perusahaan induk. Dalam hal ini, yang menjadi
perusahaan induk bukan sisa dari perusahaan asal seperti pada prosedur residu, tetapi
perusahaan penuh dan mandiri. Perusahaan mandiri calon perusahaan induk ini dapat
berupa :
1) Dibentuk perusahaan baru
2) Diambil salah satu perusahaan dari perusahaan yang sudah ada tetapi masih
3) Di akuisisi perusahaan yang lain yang sudah terlebih dahulu ada, tetapi
dengan kepemilikan yang berlainan dan mempunyai keterkaitan satu sama
lain.
c. Prosedur Terprogram.
Adakalanya sudah sejak semula para pebisnis telah sadar akan pentingnya
perusahaan induk. Schingga sejak awal memulai usaha sudah terpikir untuk
membentuk suatu perusahaan induk. Karenanya, perusahaan yang pertama kali
didirikan dalam grupnya adalah perusahaan induk. Kemudian untuk setiap bisnis
yang dilakukan, akan dibentuk atau diakuisisi perusahaan lain, dimana perusahaan
induk sebagai pemegang saham biasanya bersama-sama dengan pihak lain sebagai
partner bisnis. Demikianlah, maka jumlah perusahaan perusahaan baru sebagai anak
perusahaan dapat terus berkembang jumlahnya seirama dengan perkembangan bisnis
dari grup usaha yang bersangkutan 65
1) Ditinjau dari segi keterlibatan perusahaan induk dalam berbisnis. .
Berbagai jenis hubungan hukum antara perusahaan induk dengan anak
perusahaannya dapat terlihat dari berbagai jenis atau klasifikasi perusahaan induk.
Menurut Munir Fuady, klasifikasi perusahaan induk dapat dibagi dalam dalam 2
kriteria, yaitu ditinjau dari keterlibatannya dalam berbisnis, dan ditinjau dalam hal
pengambilan keputusan. Klasifikasi kriteria dari perusahaan induk diterangkan lebih
lanjut sebagai berikut :
65
Apabila dipakai sebagai kriterianya berupa keterlibatan perusahaan induk dalam
berbisnis sendiri (tidak lewat anak perusahaannya) maka perusahaan induk dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a) Perusahaan induk semata-mata
Jenis perusahaan induk semata-mata ini secara de facto tidak melakukan
bisnis sendiri dalam praktek, terlepas dari bagaimana pengaturannya dalam
anggaran dasarnya. Sebab jarang ada anggaran dasar perusahaan yang
menyebutkan bahwa maksud dan tujuan perusahaan semata-mata menjadi
perusahaan induk. Akan tetapi disebutkan bahwa perusahaan induk tersebut
juga mempunyai maksud dan tujuan umumnya di berbagai bidang bisnis. Jadi
perusahaan induk semata-mata ini sebenarnya memang dimaksudkan hanya
untuk memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya itu.
b) Perusahaan induk beroperasi.
Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, perusahaan induk beroperasi
disamping bertugas memegang saham dan mengontrol anak perusahaan, juga
melakukan bisnis sendiri. Biasanya perusahaan induk beroperasi memang
sedari awal, sebelum menjadi perusahaan induk sudah terlebih dahulu aktif
berbisnis sendiri. Sebab, dikhawatirkan akan menjadi masalah jika dengan
perusahaan induk kemudian usaha bisnisnya yang terlebih dahulu
dilakukannya diberhentikan. Yakni di samping harus memenuhi prosedur
hukum tertentu . yang terkadang tidak mudah jika bisnisnya dihentikan atau
pihak mitra bisnis tersebut. Disamping kekhawatiran akan menurunnya
perkembangan bisnis jika bisnisnya dialihkan ke perusahaan lain.
2) Ditinjau dari keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Apabila dilihat dari faktor sejauh mana perusahaan induk ikut terlibat dalam
pengambilan keputusan oleh anak perusahaan, maka perusahaan induk dapat dibagi
dalam kategori :
a) Perusahaan induk investasi
Dalam hal ini, tujuan dari perusahaan induk investasi memiliki saham pada
perusahaan anak semata-mata hanya untuk investasi, tanpa perlu
mencampuri soal manajemen dari perusahaan anak. Karena itu,
kewenangan mengelola bisnis sepenuhnya atau sebagian besar berada pada
perusahaan anak. Biasanya dalam praktek eksistensi dari perusahaan induk
investasi disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut :
(1) Perusahaan induk tidak mempunyai kemauan atau kemampuan atau
pengalaman atau pengetahuan terhadap bisnis anak perusahaannya.
(2) Perusahaan induk hanya sebagai pemegang saham minoritas pada anak
perusahaan.
(3) Mitra usaha dalam perusahaan anak lebih mampu atau lebih
terkenal dalam bidang bisnisnya.
b) Perusahaan induk manajemen
Berbeda dengan perusahaan induk investasi. pada perusahaan induk
sebagai pemegang saham pasif semata-mata. Tetapi turut serta dan
mencampuri atau setidak-tidaknya memonitor terhadap pengambilan
keputusan bisnis dari perusahaan anak.66
Menurut Honee, Hubungan-hubungan perusahaan kelompok dapat diartikan
sebagai hubungan antara badan-badan hukum. misalnya badan hukum dengan bentuk
perseroan seperti P.T. Hubungan itu terjadi jika pimpinan kegiatan ekonomi dari dua
atau lebih perusahaan dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga terjadi antara
sesama perusahaan itu baik berjumlah banyak atau sedikit terdapat susunan yang erat
dalam aspek ekonomi, keuangan dan organisasi. Singkatnya dapat dikemukakan,
bahwa perusahaanperusahaan itu berada di bawah pimpinan sentral atau pengurusan
bersama. atau dapat juga dikatakan bahwa mereka dipimpin secara seragam . atau
bersama-sama
2. Ada jumlah jamak secara yuridis.
67
. Sedangkan menurut Slagter, perusahaan-perusahaan yang terkait di
dalam suatu perusahaan kelompok tidak dapat disimpulkan haruslah
perusahaan-perusahaan yang berbentuk badan hukum seperti P.T. Tidak tertutup kemungkinan
bahwa perusahaan anak yang tidak berbentuk badan hukumpun dapat bergabung di
dalam suatu perusahaan kelompok, misalnya perusahaan berbentuk Firma, C.V,
menjadi perusahaan anak-anak dan satu perusahaan berstatus badan hukum yang
berkedudukan sehagai perusahaan induk68
66
Munir Fuady, Hukum perusahaan..Op.cit, hal. 95-97
67
Emmy Pangaribuan, Op. cit, hal.3
68
Ibid
Jika dilihat dari batasan perusahaan kelompok, maka dapat dikemukakan
bahwa lingkup dari perusahaan kelompok, termasuk jumlah atau banyaknya
perusahaan yang terikat pada suatu konsern tidaklah hersifat konstitutif terhadap
pengertian perusahaan kelompok. Bahkan menurut Bartman perusahaan kecil yang
kemudian sahamnya dipegang oleh perusahaan besar, akan tetapi dengan perusahaan
kecil itu ditentukan sehagai pengurus, juga termasuk di dalam pengertian perusahaan
kelompok seperti halnya perusahaan multinasional dengan cabang-cabangnya di
seluruh dunia69
Perkembangan perusahaan-perusahaan yang berada dalam suatu kelompok
yang terikat satu sama lain dalam satu perusahaan kelompok terus berkembang dalam
dunia bisnis perusahaan, baik dalam skala nasional maupun internasional. Ray
August membagi perusahaan dalam skala internasional menjadi national
multinational enterprises dan international multinational enterprises. Keduanya lazim juga disebut perusahaan multinasional. Yang dimaksud dengan national multinational enterprises ialah perusahaan yang mempunyai satu parent company
yang berkedudukan di satu Negara yang beroperasi di Negara lain melalui perusahaan
anak dan cabang-cabang.. Sedangkan International multinational company
merupakan perusahaan yang mempunyai beberapa parent company yang
berkedudukan di beberapa Negara
. Yang dimaksud dengan parent company sendiri
ialah perusahaan yang bertindak sebagai kantor pusat (head office) hagi perusahaan
dibawahnya (subordinate organization or entities). Ray August membagi subordinate
organization menjadi :
a. Representative office.
Kantor dimana pihak-pihak yang berkepentingan dapat memperoleh informasi
tentang parent company.
b. Agent.
Orang-perorangan atau perusahaan yang independent yang mempunyai wewenang
untuk bertindak atas nama parent company.
c. Branch.
Kantor cabang atau unit perusahaan. Secara hukum tidak terpisah dari parent
company.
d. Subsidiary.
Perusahaan yang dimiliki oleh holding company-nya parent company. Tidak
seperti branch atau cabang subsidiary merupakan badan hukum yang terpisah.
e. Holding Company.
Perusahaan yang dimiliki oleh parent company untuk mengawasi dan
mengkoordinasikan operasi perusahaan-perusahaan subsidiary.
f. Joint Venture.
Asosiasi dari orang atau perusahaan yang bekerjasama dalam kegiatan usaha71
Kelebihan bagi perusahaan multi nasional mempunyai subordinate
organization seperti representative office, agency, dan branch ialah parent company
.
71
masih tetap dapat mengontrol langsung operasinya. Namun karena masih berada
dalam kesatuan ekonomi dan secara yuridis tidak mandiri maka parent company akan
menanggung seluruh resiko investasi, serta pajak yang dikenakan untuk terhadap
perusahaan asing (agent atau branch) di Negara tuan rumah kerap dikenai pajak yang
lebih tinggi dibanding perusahaan lokal.
Oleh karena resiko itulah maka perusahaan multinasional lebih memilih
bentuk subordinate organization berupa badan hukum mandiri seperti holding
company, subsidiary, atau joint venture. Karena dengan memiliki badan hukum yang
mandiri, maka parent company akan terisolir dari tanggung jawab tidak terbatas, serta
karena subsidiary atau holding company dan joint venture merupakan perusahaan
lokal maka pajak yang dikenakan tidak berupa pajak khusus.
B. Jenis Perusahaan Kelompok.
Menurut jenis variasi usahanya, para sarjana membagi perusahaan kelompok
ke dalam dua kategori, yaitu perusahaan kelompok vertikal dan perusahaan kelompok
horisontal. Emmy Pangaribuan mendefinisikan jenis perusahaan kelompok sebagai
berikut :
1. Perusahaan kelompok vertikal.
Dalam perusahaan kelompok seperti ini, sifat vertikal ada apabila
perusahaan yang terkait di dalam susunan itu merupakan mata rantai dari
perusahaan-perusahaan yang melakukan suatu proses produksi Hanya mata rantainya saja yang
berbeda. Misalnya ada anak perusahaan yang menyediakan bahan baku, ada yang
bidang ekspor impor. Jadi suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis produksi dari
hulu ke hilir. Semua perusahaan yang terkait tersebut merupakan suatu kesatuan
dalam perusahaan kelompok.72
Dalam perusahaan kelompok horisontal, perusahaan-perusahaan yang terkait
di dalam perusahaan kelompok itu ialah perusahaan-perusahaan yang masing-masing
bergerak dalam bidang-bidang usaha yang beragam. Jenis usaha yang ditangani
dalam perusahaan kelompok horisontal perusahaan yang terkait tidak hanya
menangani satu jenis produksi, melainkan beberapa jenis industri, misalnya industri,
perbankan, pertanian dan juga asuransi. Dalam perusahaan kelompok horisontal
terdapat diversifikasi usaha yang disebut oleh Van Schilfgaarde dengan konglomerat,
dan istilah konglomerat sekarang ini dikenal juga di Indonesia 2. Perusahaan kelompok horisontal
73
Selain jenis perusahaan kelompok vertikal dan horisontal, menurut
Munir Fuady dikenal juga jenis perusahaan kelo mpok kombinasi. Yang
dimaksud dengan perusahaan kelompok kombinasi ialah di mana jika dilihat dari
jenis usaha perusahaan anaknya terkait dalam suatu mata rantai produksi (hulu
ke hilir) dengan perusahaan induk, dan ada juga anak perusahaan yang bidang
bisnisnya lepas satu sama lain yang tidak terkait dengan perusahaan induk. Sehingga
dalam perusahaan kelompok tersebut terdapat perusahaan kelompok antara
perusahaan kelompok vertikal dengan perusahaan kelompok horisontal. .
74
72
Emmy Pangaribuan, Op.cit, hal. 2
73
Munir Fuady, Hukum Perusahaan, Op.cit, hal. 90
74
C. Pembentukan Perusahaan Kelompok
Menurut Nick Hulls dalam buku Emmy Pangaribuan, pembentukan perusahaan
kelompok dapat terbagi melalui 4 (empat) bentuk kerjasama, yaitu :
1. Fusi
Fusi adalah bentuk dari kerjasama diantara perusahaan. Pengertian fusi ditujukan
kepada penggabungan perusahaan-perusahaan, sehingga dari aspek ekonomi
merupakan suatu kesatuan. Menurut Raymaker, perusahaan yang berfusi ke dalam
perusahaan lain jarang menjadi lebur dan diikuti dengan likuidasi dari badan
hukumnya. Menurut Mohr, Perusahaan yang berfusi masih dapat beroperasi aktif dan
secara organisatoris disesuaikan ke dalam keseluruhan kesatuan ekonomi dari
perusahaan yang menerima penggabungan perusahaan itu. Hal itu dapat terjadi pada
fusi atau akuisisi perseroan yang mengambil alih menjadi holding dari perseroan yang
diambil alih dan yang terakhir ini menjadi perusahaan anak75
Fusi horisontal merupakan Penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang
masing-masing kegiatan bisnis (produksinya) berbeda satu sama lain sehingga yang
satu dengan yang lainnya merupakan kelanjutan dari masing-masing produk.
. Dari segi ekonomi,
Van Schilfgaarde membagi fusi menjadi dua, yaitu :
a. Fusi Horisontal
76
75
Ibid
76
Fusi horisontal terjadi apabila dua perusahaan bekerja lama untuk sebagian besar
mempunyai pasar pembelian dan perusahaan yang sama77
Fusi vertikal terjadi apabila terjadi kerjasama antara satu perusahaan dengan
perusahaan lain, yang mengolah lebih lanjut dari perusahaan asal atau yang pertama.
Misalnya kerja sama antara pabrik tebu dengan pabrik gula. Motif utama dari fusi
dalam hal ini salah memberikan jaminan akan pengolahan lebih lanjut bahan Baku
yang ada, selain itu adanya keinginan memperluas dasar modal dan harts kekayaan,
sehingga dengan bagian-bagian usaha yang berbeda-beda perusahaan yang
melakukan fusi diperkirakan akan dapat memperoleh keuntungan yang lebih luas
lagi.
. Misalnya dua perusahaan
yang berada di bidang pembuatan mobil.
b. Fusi Vertikal
78
Dalam menambah cakupan usaha terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan
yaitu trust, holding company, sindikat dan Kartel. Trust adalah suatu bentuk
organisasi perusahaan yang didirikan untuk menghindari kerugian masing-masing
anggota dan memperbesar keuntungan perusahaan. Trust dibentuk dengan
menggabungkan beberapa perusahaan (merger) menjadi satu dan masing-masing
perusahaan yang bergabung telah melebur diri (fusi), sehingga gabungan dari
perusahaan-perusahaan itu menjadi sebuah perusahaan besar.79
77
Munir Fuady, Op.cit, hal. 12
78
Ibid, hal. 13
Lebih lanjut fusi sebagai kerjasama antar perusahaan dibedakan lagi menjadi 3 yaitu :
79
1) Fusi Perusahaan
Fusi perusahaan terjadi apabila antara dua perusahaan salah satu mengambil
alih perusahaan lain. Contohnya perusahaan A berfusi pada perusahaan B, Dalam hal
ini salah satu perusahaan yang berfusi membeli perusahaan lainnya dengan
pembayaran tunai atau dengan saham-saham yang perusahaan tersebut keluarkan dan
perusahaanyang diambil alih memperoleh saham dari perusahaan yang mengambil
alih. Fusi perusahaan juga bisa terjadi, jika dua perusahaan dimasukan ke dalam
perusahaan baru yang didirikan sebagai penggantinya dan perusahaan ini menerbitkan
saham kepada perusahaan yang berfusi. Istilah ini juga dikenal dengan konsolidasi80
Namun Van Schilfgaarde juga melihat adanya keuntungan dari fusi
perusahaan ini, yaitu apabila perusahaan yang mengambil alih rnengenai aktiva dan
pasiva dapat lebiha selektif berpikir dan bertindak. Hanya saja, jika perbuatan seleksi
itu dilakukan oleh perusahaan yang mengambilalih atas beberapa aktiva saja, maka di
situ tidak dapat lagi dikatakan terjadi fusi perusahaan
.
81
Van Schilfgaarde menyatakan bahwa fusi saham dapat terjadi apabila
perusahaan A mengambil alih saham-saham dari perusahaan B dengan pembayaran
tunai, atau dengan penycrahan saham-saham di dalam perusahaan A. Dalam hal ini
aktiva dan pasiva B tetap berada pada tempatnya, yaitu pada perusahaan B, akan
tetapi sebagai penggantinya saham-saham dari perusahaan B beralih menjadi aktiva
A dan perusahaan B, melainkan antara perusahaan A dan pemegang saham B sebagai
walau dalam hal ini suara dari pengurus atau Direksi perusahaan B untuk
terlaksananya fusi saham tersebut sangatlah berarti82
Kemungkinan lain terjadinya fusi saham menurut S.M Gartman, dapat terjadi
apabila perusahaan A tidak mengambil alih saham-saham perusahaan B melainkan
kcdua pihak secara bersama-sama mendirikan suatu perusahaan baru C menjadi
perusahaan induk, dan selanjutnya perusahaan ini mengambil alih saham dari
perusahaan A .dan perusahaan B terhadap penerbitan saham dari C atau terhadap
pembayaran kontan. Dalam praktek sering terjadi bahwa perusahaan induk tersebut
mengambil alih saham di dalam perusahaan-perusahaan pendiri kebanyakan terhadap
penawaran saham di dalam induk itu sendiri
.
Dan sudut penglihatan hukum kebendaaan, bentuk fusi saham sederhana
daripada fusi perusahaan. Seluruh hak dan kewajiban dari perusahaan B berada atas
nama dari B. Dalam hal ini dapat juga terjadi bahwa perusahaan B itu masih juga
berfungsi sebagai perusahaan anak pada suatu perusahaan kelompok. Apabila masih
dikehendaki bahwa hak dan kewajiban itu pada akhirnya juga dapat dialihkan atas
nama perusahaan A, maka hal itu dapat terjadi secara berangsur-angsur. Dengan
demikian dapat dicegah timbulnya kesalahan-kesalahan dan kesulitan-kesulitan
secara organisasi.
83
Meski dari sudut pandang hukum kebendaan fusi saham dipandang lebih
fusi saham ini, karena dalam fusi saham ini kedudukan dari pemegang saham
minoritas dapat menjadi lebih berbahaya. Karena apabila perusahaan A ingin
memperoleh hak suaranya di dalam perusahaan B, maka pada prinsipnya perusahaan
A memerlukan lebih dari 50% saham-saham perusahaan B. Bila perusahaan A telah
membeli saham lebih dari 50% dari saham di perusahaan B, maka posisi dari para
pemegang saham yang tersisa di perusahaan B menjadi tidak menguntungkan. Karena
perusahaan A sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan B cenderung
menganggap perusahaan B tersebut sebagai bagian dart perusahaan kelompok
(sebagai perusahaan anak) A. Hal ini dapat menimbulkan sikap tidak memperhatikan
kepentingan khusus dari pemegang saham minoritas di perusahaan B yang
tnenyebabkan nilai sahamnya menurun dan tidak dapat dijual.
3) Fusi Yuridis.
Yang dimaksud dengan fusi yuridis ialah perbuatan dari dua atau lebih
perusahaan yang melaksanakan peleburan secara yuridis perusahaan-perusahaan
tersebut. Menurut Van Schilfgaarde dalam hal peleburan-peleburan tcrsebut, ada
sebutan perusahaan-perusahaan yang memperoleh atau menerima (verkijgende) dan
perusahaan yang lenyap (vedwijnende vennootschap). Perusahaan yang memperoleh
dan menerima selalu hanya satu dan perusahaan inilah bersama-sama dengan satu
atau lebih perusahaan yang lenyap melaksanakan perbuatan fusi. Kemungkinan
lainnya terjadi fusi yuridis juga dapat terjadi apabila perusahaan yang memperoleh
didirikan sehagai hagian dari perbuatan fusi. Dalam keadaan yang terakhir ini,
perbuatan fusi itu dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan yang lenyap.
Joint Venture diartikan sebagai bentuk Kerjasama, sementara Giveaway
sendiri diartikan sebagai hadiah atau bisa juga dikatakan memberi atau membagikan
secara gratis.84
Raaijrnakers memandang bahwa pengertian joint venture dapat dilihat dari
bentuk kerjasama yang parsial antara perusahaan-perusahaan yang. secara yuridis dan
ekonomis masing-masing berdiri sendiri". Menurut Emmy Pangaribuan, dalam
kerjasama joint venture hanya sebagian hanya sebagian tertentu dari kegiatan
ekonomi perusahaan masing-masing mitra yang dibawa kedalam suatu perusahaan
bersama. Persamaaannya dengan fusi ialah adanya penggabungan kegiatan-kegiatan
perusahaan bersamasama. Akan tetapi berbeda dengan fusi karena di dalam hubungan
kerjasama joint venture hanya sebagian dari kegiatan perusahaan joint venture hanya
sebagian dan kegiatan perusahaan dan masing-masing mitra yang yang bekerjasama
digabung. Sedangkan menurut Van Schilfgaarde, dalam fusi organisasi yang berdiri
sendiri ditarik bersama-sama di bawah satu pimpinan, sehingga dari segi ekonomi
membentuk suatu kesatuan
Joint Venture merupakan salah satu bentuk kerjasama di dalam dunia usaha.
Menurut Smith, pengertian dari joint venture adalah ditujukan untuk bentuk
kerjasama yang berbeda-beda di antara dua perusahaan. Yaitu kerjasama yang
berdasarkan suatu kontrak, dan kerjasama sehagai mitra atau kerjasama atas antara
pemegang saham dalam perusahaan dengan pertanggungjawaban terbatas.
Dasar terjadinya joint venture ialah adanya kehendak untuk bekerjasama di
antara perusahaan. Untuk mewujudkan kerjasama yang baik di antara perusahaan
yang akan melakukan joint venture maka diperlukan suatu kesepahaman agar joint
venture tersebut berjalan dengan baik. Menurut Emmy Pangaribuan, sangat ideal jika
dalam melakukan joint venture diperlukan suatu kesepakatan terlebih dahulu, dan
selanjutnya pendirian atau terjadinya bentuk joint venture tersebut diadakan dengan
suatu perjanjian secara tegas86
Bentuk kerjasama yang lain ialah akuisisi yang dalam hukum positif di
Indonesia dikenal dengan nama pengambilalihan. Menurut Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1998, yang dimaksud dengan pengambilalihan ialah suatu . Hal tersebut sangat diperlukan karena disamping
masing-masing perusahaan yang menjadi mitra masih tetap melanjutkan aktifitasnya
sendiri, mereka juga harus melaksanakan aktifitas dari kerjasamanya di dalam joint
venture. Oleh karena itu dalam melakukan joint venture para pihak harus membuat
perjanjian yang menjadi dasar kesepakatan joint venture tersebut.
Dalam hal kaitannya dengan joint venture dan pembentukan perusahaan
kelompok, jika bentuk dari pelaksanaaan dari joint venture tersebut ialah membentuk
perusahaan baru, maka salah Satu mitra dalam joint venture yang dalam perusahaan
yang terbentuk tersebut menjadi mayoritas pemegang saham terhadap mitra lainnya
maka perusahaan tersebut akan menjadi perusahaan anak dari mitra yang memiliki
saham mayoritas.
3. Akuisisi.
86
perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan untuk
mengambil alih, baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang yang
dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dengan
terjadinya akuisisi, maka perusahaan yang mengambil alih akan memiliki saham pada
perusahaan lain, dan jika kepemilikan sahamnya menjadi mayoritas dalam
perusahaan yang diambil alih maka perusahaan itu akan menjadi induk dari
perusahaan yang diambil alih dengan memiliki hak untuk mengontrol dan memilih
pengurus lewat mekanisme RUPS.
Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi
biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan penampilan finansial perusahaan yang
praktis membesar dan meningkat, serta kondisi dan posisi keuangan yang mengalami
perubahan. Hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan. Informasi
akuntansi yang berbeda akan menghasilkan posisi keuangan yang berbeda dalam
pelaporan keuangannya karena perbedaan dalam perlakuan akuntansinya.87
Setiap perusahaan di dalam perusahaan kelompok harus dipandang sebagai
pemegang hak dan kewajiban mandiri. Asas ini berlaku juga dalam hubungan
antara perusahaan kelompok terhadap pihak ketiga terhadap siapa perusahaan itu
bertanggung jawab berdasarkan kewajibannya. Pada dasarnya
perusahaan-perusahaan dalam kelompok tidak ada urusannya dengan hak dan kewajiban
D. Hubungan Perusahaan Kelompok Dengan Pihak Ketiga.
keluar dari perusahaan satu sama lain. Mereka tidak dapat dipertanggung
jawabkan terhadap pihak ketiga dan juga tidak memperoleh hak dari mereka
berdasarkan hubungan hukum antara salah satu perusahaan di dalam konsern atau
kelompok dengan pihak luar atau pihak ke tiga88
Kedudukan pihak ketiga yang berhubungan dengan yang berhubungan dengan
suatu perusahaan kelompok, seperti kreditur, pemegang saham minoritas, dan
pekerja, dapat dengan mudah dipengaruhi oleh fakta keterikatan debitur (bagi . Pertanyaan yang sering muncul
dalam perusahaan kelompok ialah apabila ada klaim dari pihak luar karena
kegiatan usaha yang muncul dari perusahaan anak, siapakah yang bertanggung
jawab secara hukum. Apakah perusahaan anak, perusahaan induk, ataukah
keduanya. Dalam ilmu hukum khususnya ilmu hukum perseroan dikenal "doktrin
keterbatasan tanggung jawab" dari suatu badan hukum. Maksudnya ialah, secara
prinsipil setiap perbuatan yang dilakukan oleh badan hukum, maka hanya badan
hukum sendiri yang bertanggung jawab. Para pemegang saham tidak bertanggung
jawab, kecuali sebatas nilai saham yang dimasukannya. Demikian juga berlaku ke
dalam perusahaan-perusahaan yang tergahung di dalam perusahaan kelompok.
Akan tetapi kita tidak dapat menyangkal adanya fakta bahwa nilai hukum dari
prinsip di atas dapat disimpangi oleh suatu kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan
di dalam perusahaan kelompok bukan merupakan suatu kesatuan yang merdeka atau
bebas dalam arti ekonomi melainkan merupakan bagian dari kesatuan keseluruhan
ekonomi yang mencakup semua kelompok dalam perusahaan kelompok.
88
kreditur), majikan mereka (bagi pekerja), dan perusahaan mereka (bagi pemegang
saham khususnya minoritas) dengan perusahaan lain, seluruhnya menjadi mata rantai
dari susunan suatu perusahaan kelompok. Emmy Pangaribuan membagi pihak ketiga
dalam perusahaan kelompok menjadi tiga kategori89
1. Kreditur.
:
2. Pemegang saham minoritas.
3. Buruh atau karyawan atau pekerja.
89
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS PERUSAHAAN ANAK DALAM PERUSAHAAN KELOMPOK
DENGAN INDUK PERUSAHAAN BUMN
A. Perlindungan Atas Kepentingan Saham Minoritas
Menurut Mohr, kasus-kasus yang dapat merugikan pemegang saham
minoritas dalam perusahaan anak ialah dapat terjadi melalui transaksi antar
perusahaan kelompok dengan penetapan harga pembelian yang ditetapkan terlalu
tinggi atau harga jual yang ditetapkan terlalu rendah. Di dalam hubungan-hubungan.
perusahaan kelompok bukan mustahil bahwa kegiatan yang mendatangkan
keuntungan dari perusahaan anak diambil dan diberikan kepada anak perusahaan
yang lain atau sumber-sumber keuangan dari perusahaan anak dipakai untuk
menopang perusahaan anak yang lain yang berada dalm kegiatan yang tidak
menguntungkan.
Menurut Pasal 61 Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007
berbunyi sebagai berikut :
1. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke
pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap
tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi,
dan/atau Dewan Komisaris.
2. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan ke pengadilan negeri
Dalam hal keputusan perseroan merugikan pemegang saham, ada
kemungkinan hal itu merugikan perseroan secara keseluruhan, tetapi ada juga yang
mungkin hanya merugikan kepentingan pemegang saham tertentu saja. Dalam
perusahaan kelompok hal ini dimungkinkan dimana perusahaan induk sebagai
pemegang saham mayoritas perusahaan anak tidak dirugikan oleh keputusan
perseroan, namun pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak tersebut
dirugikan. Bila terjadi demikian maka pemegang saham minoritas dapat menggugat
perseroan atas kepentingan pribadi pemegang saham minoritas tersebut.
Pemegang saham juga berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya
dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan
Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa:
a. perubahan anggaran dasar;
b. pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih
dari 50 % (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan.90
Pihak tertentu yang sebenarnya dalam struktur kedudukannya kuat secara
yuridis, misalnya para pemegang saham tetapi karena ikatan financial yang lemah
antara yang bersangkutan dengan perusahaan, misalnya karena sahamnya minoritas,
maka konsekuensinya posisi yang bersangkutan juga akhirnya menjadi lemah. Dalam
hal ini kembali sektor hukum dimintakan perannya untuk menjaga keadilan dan
90
sebandingan hukum dengan memberi perlindungan kepada pemegang saham
minoritas sampai batas tertentu.
Sistem pengaturan Undang-Undang No. 4 Tahun 1971, yang mengubah
ketentuan Pasal 54 KUHD, memberlakukan prinsip one share one vote, suatu prinsip
yang menetapkan pihak pemegang saham minoritas sebagai pihak yang rawan
eksploitasi. Hanya dalam hal-hal tertentu saja, yakni dalam hal-hal yang termasuk ke
dalam dangerous area, diberikan perhatian khusus oleh hukum untuk melindungi
pihak pemegang saham minoritas. Perlindungan pemegang saham minoritas dalam
hal ini dilakukan dengan memperkenalkan prinsip special vote, yang
operasionalisasinya minimal dilakukan dengan dua cara sebagai berikut:
(1) Prinsip Silent Majority
Dalam hal ini pemegang saham mayoritas diwajibkan abstain dalam voting.
Salah satu sistem dari prinsip silent majority adalah sistem pemilihan berlapis, yang
diperkenalkan oleh Keputusan Ketuan Bapepam No. Kep-01/PM/1993, tanggal 29
Januari 1993, yang telah diganti dengan Peraturan Bapepam No.04/PM/1994, tanggal
7 Januari 1994. Prinsip pemilihan berlapis ini di operasionalisasikan dengan cara
pelaksanaan dua kali voting. Pada voting pertama hanya pemegang saham tidak
berbenturan kepentingan pemegang saham minoritas yang boleh melakukan voting,
sementara pemegang saham yang berbenturan kepentingan/pemegang saham
minoritas menerima usulan yang bersangkutan, yaitu usulan untuk melakukan
transaksi yang berbenturan kepentingan. Contoh dari transaksi yang berbenturan
(2) Prinsip Super Majority
Dalam hal ini voting dilakukan dalam RUPS mensyaratkan lebih dari sekedar
simple majority (51%) untuk dapat memenangkan voting. Keputusan dari rapat tidak
dapat diambil jika suara yang setuju kurang dari jumlah presentase tersebut. Dalam
praktek, anggaran dasar Perseroan Terbatas yang standar pada umumnya
memberlakukan prinsip super majority dalam hal-hal tertentu yang mungkin menjadi
krusial bagi seluruh pemegang saham, termasuk minoritas.
Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 memberlakukan
prinsip super majority, baik terhadap hal-hal yang ditentukan sendiri dalam anggaran
dasar perseroan, ataupun terhadap kegiatan-kegiatan yang ditentukan sendiri oleh
Undang-undang, misalnya jika perseroan melakukan perubahan anggaran dasar,
merger, akuisisi, konsolidasi, kepailitan, likuidasi atau pembelian kembali saham.
Ada juga para pihak yang tersangkut dengan perusahaan tetapi mempunyai
kedudukan yang lemah secara lokalisasi. Maksudnya, pihak tersebut berada jauh dari
perusahaan atau bahkan orang luar perusahaan itu sendiri, tetapi mempunyai
hubungan dengan perusahaan. Hubungan tersebut dapat berupa:
1) Hubungan kontraktual, yaitu antara kreditur dengan perusahaan yang
bersangkutan;
2) Hubungan non kontraktual, misalnya dengan si tersaing secara tidak fair. Jadi
kreditur merupakan salah satu dangerous party yang harus selalu diwaspadai
jika suatu perusahaan melakukan merger atau akuisisi.
Akan lebih aman bagi bagi kreditur dari suatu perusahaan publik, mengingat
terhadap transaksi-transaksi spesial seperti merger dan akuisisi. Krusialnya
kedudukan pihak kreditur, karena dengan merger dan akuisisi antara lain dapat terjadi
dua hal sebagai berikut:
(1) Peralihan Aset
Jika terjadi peralihan aset perusahaan yang melakukan merger, yang dalam hal
mempunyai kedudukan sebagai debitur, maka hutangnya kepada kreditur dapat
menjadi hutang tanpa dukungan aset yang merupakan jaminan pelunasan hutang.
(2) Non Eksistensi Legal Entity
Jika eksistensi dari debitur justru bubar setelah melakukan merger, lalu siapa
yang harus bertanggung jawab terhadap hutang-hutangnya kepada kreditur? Dalam
hal peralihan aset karena merger dan akuisisi, upaya hukum bagi kreditur hanya
terhadap special case saja. Upaya hukum tersebut dapat berupa:
(a) Actio Paulina
Jika debitur melakukan pengalihan aset untuk mengelak pembayaran
hutang-hutangnya, maka jika terpenuhi syarat-syarat tertentu seperti tersebut dalam Pasal
1341 KUHPerdata, pengalihan aset tersebut dapat dibatalkan lewat konstruksi hukum
yang popular dengan sebutan actio paulina, karena dengan merger ada aset
perusahaan yang beralih. Sedangkan dengan transaksi akuisisi, saham yang dialihkan
tersebut merupakan asetnya pihak pemegang saham, karena itu actio paulina dapat
diberlakukan
(b) Negative Convenant
Jika ada negative covenant dalam perjanjian kredit yang melarang atau harus
debitur, hanya menyebabkan debitur default terhadap perjanjian kredit yang
bersangkutan. Jadi tidak sampai batalnya transaksi pengalihan aset, yang
kemungkinan telah sah dilakukan oleh debitur dengan pihak ketiga.
Apabila ada pihak pemegang saham yang tidak setuju dengan merger, padahal
RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk merger, padahal
RUPS dengan suara mayoritas tertentu telah memutuskan untuk merger, maka kepada
pihak yang kalah suara ini oleh hukum diberikan suatu hak khusus yang disebut
appraisal rights.
Yang dimaksud dengan appraisal rights adalah hak dari pemegang saham
minoritas yang tidak setuju dengan merger atau tindakan korporat lainnya, untuk
menjual saham yang dipegangnya itu kepada perusahaan yang bersangkutan, mana
pihak perusahaan yang mengisukan saham tersebut wajib membeli kembali
saham-sahamnya itu dengan harga yang pantas.
Pelaksanaan appraisal rights ini merupakan salah satu keistimewaan yang
dibeikan oleh hukum kepada transaksi merger ini. Keistimewaan yang lain adalah
penerapan prinsip yang disebut dengan super majority. Prinsip super majority berarti
bahwa untuk dapat menyetujui merger, yang diperlukan bukan hanya simple majority
(lebih dari 50%) pemegang saham yang seharusnya menyetujui, tetapi lebih dari itu,
Undang-Undang Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007 menyebutkan angka ¾
atau lebih pemegang saham yang menyetujuinya (Pasal 89 Undang-Undang
Perseroan Terbatas nomor 40 tahun 2007). Undang-Undang Perseroan Terbatas
mengakui prinsip appraisal rigahts ini melalui Pasal 102 juncto Pasal 125
Terbatas tersebut appraisal rights ini diberikan terhadap tindakan-tindakan korporat
sebagai berikut:
a. Perubahan anggaran dasar
b. Pejualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan
perseroan;
c. Merger, akuisisi dan konsolidasi Perseroan.
Apabila dikaji dalam sejarah hukum yang universal terhadap lahirnya
appraisal rights ini, sebenarnya lahirnya hak tersebut karena adanya kebutuhan yang
dilatarbelakangi oleh hukum perseroan abad 19. Hukum perseroan secara universal
pada abad 19 tersebut menyatakan bahwa terhadap tindakan korporat penting dalam
suatu perseroan, seperti merger dan lain-lain, diperlukan persetujuan dari seluruh
pemegang saham.Karena itu, agar terdapat 100% suara setuju sehingga merger dapat
dilaksanakan, diberlakukanlah apa yang sekarang disebut dengan appraisal rights.
Akan tetapi sekarang ini ketentuan persetujuan 100% dari pemegang saham
umumnya tidak lagi berlaku. Di Indonesia, berdasarkan Pasal 76 Undang-Undang
Perseroan Terbatas, maka suatu merger harus disetujui oleh RUPS dimana dalam
RUPS tersebut harus dihadiri paling sedikit ¾ bagian dari seluruh saham yang
mempunyai hak suara, dengan persetujuan paling sedikit ¾ dari suara yang hadir.
Sungguhpun dewasa ini hampir tidak ada lagi sistem hukum yang mengharuskan
persetujuan 100% pemegang saham untuk suatu tindakan korporat penting termasuk
merger, akan tetapi pranata hukum (appraisal rights) tetap diperlukan dalam rangka
melindungi hak pemegang saham minoritas. Dengan demikian, pranata hukum
menjadi pelaksana mitos perlindungan pemegang saham minoritas. Perlindungan
pemegang saham minoritas ini diperlukan mengingat apabila mereka tidak setuju
dengan merger, maka merger tetap dilaksanakan, dan pemegang saham minoritas
tersebut dipaksakan untuk menerima merger tersebut. Karena itu, hukum memandang
bahwa kepada mereka diperlukan perhatian dan perlakuan khusus. Perlakuan khusus
tersebut diwujudkan lewat apa yang disebut dengan appraisal rights.
B. Peran Perusahaan Induk Persero Terhadap Perusahaan Anak.
Persero sebagai perusahaan induk perannya tidaklah lebih dari pemegang
saham mayoritas saja. Dan sebagai pemegang saham mayoritas maka Persero sebagai
perusahaan induk berhak untuk :
1. Memilih Direksi dan Komisaris sesuai kehendak dari perusahaan induk
melalui mekanisme RUPS.
2. Turut serta membuat kebijakan umum dari perusahaan anak dengan
memberikan persetujuan RKAP (Rancangan Kerja dan Anggaran Perusahaan)
yang dibuat oleh Direksi perusahaan anak melalui RUPS.
3. Melakukan pembinaan terhadap perusahaan anak. Pembinaan ini dilakukan
dalam bentuk konsultasi dari pengurus perusahaan induk kepada perusahaan
anak, sampai dengan training atau pelatihan kerja bersama antar karyawan
dalam perusahaan kelompok.91
91
Perusahaan anak Persero maka tanggung jawab dari perusahaan anak kepada
perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas ialah :
1. Melaksanakan day to day operation perusahaan dengan profesional transparan
dan bertanggung jawab.
2. Melaksanakan kebijaksanaan umum yang telah dibuat perusahaan induk
sebagai pemegang saham dalam RUPS.
3. Memenuhi target-target usaha yang dijalankan perusahaan anak agar
keuntungan maksimal perusahaan induk dapat tercapai.92
Dari peran perusahaan induk terhadap perusahaan anak, maka dapat
disimpulkan bahwa peranan kekuasaan perusahaan induk terhadap perusahaan anak
berasal dari kekuasaan perusahaan induk yang didapatkan melalui kepemilikan saham
mayoritas dengan hak suara dalam perusahaan anak. Adanya peran dari perusahaan
induk terhadap perusahaan anak, terutama dalam menentukan jalannya perusahaan
anak bisa dilakukan karena adanya kepemilikan saham mayoritas oleh perusahaan
induk sehingga dapat mengendalikan jalannya kepengurusan dari perusahaan anak,
yang dilakukan di dalam mekanisme RUPS.
Perusahaan kelompok dengan induk perusahaan Persero, campur tangan
perusahaan induk terhadap perusahaan anak bahkan lebih besar lagi, melebihi
kekuasaan perusahaan induk sebagai pemegang saham yang menjalankan perannya
melalui mekanisme RUPS. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Keputusan Menteri BUMN
KEP- I 17/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance
92
Pada BUMN, perusahaan induk mempunyai kemampuan untuk mengendalikan suara
dalam rapat Direksi dan Komisaris perusahaan anak. Hal ini berarti peran perusahaan
induk dijalankan bukan hanya melalui mekanisme RUPS, melainkan juga melalui
rapat Direksi dan Komisaris yang mana jalannya perusahaan secara day to day
operation ikut ditentukan oleh perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas.
Campur tangan perusahaan induk ke dalam rapat Direksi akan dapat merugikan
perusahaan anak, karena Direksi sebagai organ yang mengurus kegiatan perseroan
sehari-hari menjadi tidak bebas dalam melaksanakan tugasnya. Selain itu ketentuan
dalam Pasal 1 huruf e Keputusan Menteri BUMN KEP-117/M-MBU/2002 Tentang
Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN, dapat menimbulkan
pertentangan dengan Pasal 8 Keputusan Menteri BUMN KEP-117/M-MBU/2002
Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN yang
menyatakan "pemegang saham/pemilik modal tidak diperkenankan mencampuri
kegiatan operasional perusahaan yang menjadi tanggung jawab Direksi sesuai dengan
ketentuan Anggaran Dasar". Maksud dari ketentuan Pasal 8 ini ialah dalam rangka
menegakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yaitu prinsip akuntabil.itas.
Apabila perusahaan induk ikut berperan ke dalam perusahaan anak sampai dapat
menentukan hasil dari rapat Direksi dan rapat Komisaris maka prinsip akuntabilitas
yaitu adanya kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ, tidak
akan berjalan secara efektif, karena akan terjadi tumpang tindih antara tugas dari
Direksi dengan pemegang saham. Selain itu campur tangan perusahaan induk ke
dalam rapat Direksi perusahaan anak melanggar prinsip kemandirian sebagaimana
Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada BUMN, yaitu suatu
keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan
dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Apabila
perusahaan induk dapat turut campur dan mengendalikan mayoritas suara dalam rapat
Direksi dan Komisaris dari perusahaan anak berarti perusahaan induk telah,
memberikan tekanan kepada Direksi atau Komisaris perusahaan anak yang
menyebabkan tidak terciptanya prinsip korporasi yang sehat.
Tidak semua dari perusahaan induk Persero turut campur ke dalam rapat
Dewan Direksi. Hal ini tergantung dari jenis dan tujuan dari perusahaan kelompok
tersebut. Dalam P.T. Adhi karya (Persero) misalnya sebagai perusahaan induk yang
bertujuan melakukan fokus usaha, tidak pernah ikut campur ke dalam rapat Direksi
ataupun Komisaris. Karena sedari awal P.T. Adhi Karya (Persero) sebagaimana telah
diungkapkan pada tulisan sebelumnya benar-benar hanya ingin fokus ke dalam usaha
utamanya yaitu konstruksi, sehingga dalam pengambilan keputusan pada perusahaan
anak, P.T. Adhi karya (Persero) hanya menjalankan kekuasannya sebagai pemegang
saham dalam RUPS. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa peran perusahaan
induk terhadap perusahaan anak tergantung dari perusahaan induk itu sendiri, apakah
hanya sebatas sebagai pemegang saham dalam perusahaan anak ataukah ikut campur
ke dalam sistem manajemen dan kepengurusan dari perusahaan anak.93
93
C. Praktek Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Perusahaan Anak Dalam Perusahaan Kelompok Dengan Induk Perusahaan BUMN (Persero).
Antara pemegang saham minoritas dan perusahaan induk sebagai
pemegang saham mayoritas pada perusahaan anak tidak memiliki perjanjia n
antar pemegang saham yang mengatur ketentuan tata Cara mengcluarkan
suara dalam RUPS, ataupun pemenuhan kuorum dalam melaksanakan RUPS
di luar Anggaran Dasar (shareholder agreement atau voting agreement). Hal
ini dikarenakan pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak yang
notabene adalah pihak karyawan, sudah merasa cukup terlindungi
hak-haknya sebagai pemegang saham. Namun meskipun demikian pihak
karyawan yang mana diwakili oleh Koperasi atau badan hukum lainnya
seperti yayasan sebagai pemegang saham tidak memiliki kekuatan untuk
mengambil keputusan, karena tidak memiliki wakil dalam Direksii ataupun
Komisaris. Oleh karena itu pihak karyawan hanyalah sebagai pelaksana
dalam perusahaan, dan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Menurut penulis, sebaiknya dibuat suatu petjanjian antara pemegang saham
mayoritas yaitu perusahaan induk dan pemegang saham minoritas yaitu
perusahaan anak agar pihak karyawan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan
atau setidak-tidaknya clapat mengawasi proses jalannya pengambilan keputusan.94
94
Ibid
2. Perlindungan pemegang saham minoritas berdasarkan Good Corporate
Governance.
a. Perlindungan pemegang saham berdasarkan Keputusan Menteri BUMN KEP-I
I7/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance.
Dalam rangka penyehatan BUMN dibutuhkan suatu langkah strategis dalam
kepengurusan Perseroan yang menguntungkan bagi seluruh stakeholders Persero
seperti Direksi, Komisaris, kreditur, masyarakat, Pemerintah, karyawan, pemegang
saham, termasuk pemegang saham minoritas. OIeh karena itulah pelaksanaan Good
Corporate Governance (selanjutnya disebut dengan G.C.G.). Penerapan G.C.G. bagi
para stakeholders khususnya pemegang saham minoritas dalam perusahaan anak
dirasakan sudah sangat mendesak.
Menanggapi kepentingan yang sangat mendesak tersebut maka Pemerintah
melalui Kementerian Negara BUMN mengeluarkan sebuah peraturan untuk
menetapkan pelaksanaan G.C.G. yaitu Keputusan Menteri BUMN
KEP-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek G.C.G. Pada BUMN, dimana dari hasil
wawancara yang didapatkan olch penulis peraturan ini menjadi suatu code of conduct
Pertanggungjawaban, kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi
hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
Dalam Keputusan Menteri BUMN KEP-117/M-MBUI/2002 Tentang
Penerapan Praktik G.C.G, pengaturan mengenai hak-hak pemegang saham diatur di
dalam Pasal 5, yang mana pemegang saham harus dilindungi agar dapat
melaksanakan hak-haknya berdasarkan Anggaran Dasar dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, penjabaran dari hak-hak tersebut adalah :
a. hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam RUPS, dimana berlaku
ketentuan satu saham dalam satu hak suara
b. hak untuk memperoleh informasi material mengenai BUMN secara tepat
waktu.
c. Hak untuk mendapatkan pembagian keuntungan sebanding dengan nilai saham
yang dimiliki oleh pemegang saham
Pemegang saham juga berhak untuk mendapatkan informasi akurat mengenai
perusahaan kecuali informasi yang tidak dapat diberikan dimana Direksi memiliki
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk tidak memberikan informasi
tersebut.
b. Praktek pelaksanaan G.C.G. di dalam perusahaan anak dalam rangka perlindungan
Dari hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis dalam penelitian,
pelaksanaan G.C.G. untuk melindungi kepentingan Para stakeholders khususnya
pemegang saham minoritas dalam perusahaan balk di perusahaan induk maupun
.perusahaan anak dilaksanakan dalam dua ruang lingkup, yaitu pelaksanaan G.C.G.
ke dalam perusahaan dan pelaksanaan G.C.G. keluar perusahaan.
1) Pelaksanaan G.C.G. ke dalam perusahaan.
Pelaksanaan G.C.G. ke dalam ialah pelaksanaan G.C.G yang berkaitan dengan
stakeholders dari dalam perusahaan itu sendiri. Stakeholders yang dimaksud ialah
Direksi, Komisaris, pemegang saham dan Karyawan. Dalam hal pelaksanaan G.C.G.
di dalam perusahaan khususnya untuk melindungi kepentingan pemegang saham
minoritas dalam perusahaan anak, maka dibentuklah organ-organ yang mendukung
pelaksanaan G.C.G. dalam perusahaan anak, yaitu :
a) Sekertaris perusahaan.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi dari para pemegang saham maka
dibuatlah suatu organ yang berada di bawah Presiden Direktur serta dipilih oleh
Dewan Direksi. Fungsi dari Sekertaris perusahaan ialah sebagai penghubung antara
pengurus terutama direksi dengan para pemegang saham. Dari hasil wawancara yang
dilakkukan oleh penulis, sekertaris perusahaan juga hertugas untuk menatausahakan
dan menyimpan dokumen perusahaan, serta memberikan informasi tentang
perusahaan secara herkala Direksi dan Komisaris bila diminta. Peranan sekretaris
perusahaan sangat penting dalam penerapan prinsip C.C.C. terutama transparansi dan
minoritas bila ingin mendapatkan informasi mengenai perusahaan, dapat memintanya
melalui organ sekertaris perusahaan.
b) Internal Audit
Internal audit atau dikenal juga dengan sebutan Sistem Pengendalian Internal
(SPI), berfungsi untuk menilai kelayakan pertanggungjawaban manajemen. Secara
reguler, pengurus mengeluarkan laporan keuangan. Sebelum laporan keuangan ini
dikeluarkan kepada pihak terkait, terutama pemegang saham, maka laporan keuangan
ini akan diuji terlebih dahulu oleh internal audit ini. Internal audit ini akan
memberikan penilaian apakah laporan tersebut telah memuat informasi secara layak
yang sesuai dengan standar keuangan yang ada atau tidak. Hal ini dihutuhkan guna
memenuhi prinsip transparansi, dan pertanggungjawaban.
Selain memeriksa laporan keuangan secara reguler, internal audit juga
memeriksa mengenai kegiatan perusahaan secara day to day operation, apakah ada
penyimpangan dalam kcgiatannya atau tidak, hal ini diperlukan untuk memperjelas
fungsi dan kewenangan diantara kepengurusan dalam perusahaan. Keberadaan
internal audit ini sangat penting dalam penegakan prinsip akuntabilitas karena akan
memperjelas kewenangan organ-organ dalam perusahaan sehingga pengelolaan akan
terlaksana secara efektif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, karyawan dalam perusahaan
anak juga berkedudukan sebagai pemilik saham minoritas dalam perusahaan anak.
Kepemilikan saham oleh karyawan dimaksudkan untuk menimbulkan rasa "sense of
belonging" bagi karyawan sendiri terhadap perusahaan tersebut, sehingga
produktivitas keria. OIeh karena itulah peran dari karyawan bagi perusahaan
sangatlah penting karena selain berkedudukan sebagai pekerja, karyawan juga
berkedudukan sebagai maupun perusahaan anak masing-masing menggunakan jasa
akuntan publik yang independen dalani menganalisa laporan keuangan
masing-masing perusahaan. Dengan begitu pihak stakeholders di luar perusahaan dapat
mengetahui mengenai kondisi perusahaan secara wajar (fairness).
b)Pelaksanaan tender terbuka.
Perusahaan induk yang niengadakan suatu proyek, yang mana membutuhkan
jasa dare perusahaan anak karena usaha dari perusahaan anak terkait dengan proyek
tersebut, ternyata tidak serta merta mengajak perusahaan anak ke dalam proyek
tersebut. Perusahaan induk ternyata tetap mengadakan tender secara terbuka yang
mana selain diikuti oleh perusahaan anak juga diikuti oleh pihak lain. Dalam tender
tersebut perusahaan anak tetap diharuskan bersaing dengan perusahaan lain. Hal ini
untuk mewujudkan ,fairness bagi masyarakat, serta kemandirian bagi perusahaan
anak untuk berusaha sendiri tanpa tekanan dari pihak lain.
c. Hambatan pelaksanaan G.C.G. dalam perusahaan perusahaan BU MN (Persero).
Dari hasil wawancara yang didapatkan oleh penulis, maka
hambatan-hambatan yang ditemukan dalani pelaksanaan G.C.G. adalah sosialisasi dari G.C.G.
tersebut sendiri. Untuk melakukan tindakan korporasi G.C.G. pada dasarnya adalah
dilakukannya pembenahan system manajemen terlebih dahulu termasuk menyiapkan
sumber daya manusianya, oleh karena itu dibutuhkan waktu dalam penerapan
manajemen berbasis G.C.G dan penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.
Dari uraian yang telah ditulis, maka penulis dapat menarik, kesimpulan sebagai
berikut ini :
1. Status dan kedudukan hukum perusahaan anak dari Persero tidaklah sama
dengan induknya yang berrstatus BUMN (Persero) melainkan berstatus P.T.
biasa. Hal ini dikarenakan karena kepemilikan modal yang dimiliki oleh anak
perusahaan tidak berasal dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara secara
langsung melainkan dari aset kekayaan milik Persero sebagai perusahaan induk
yang disertakan ke dalam perusahaan anak. Oleh karena itu perusahaan anak
tidak memenuhi kriteria sebagai BUMN sebagaimana yang diatur di dalam
Pasal 1 Undang-undang No 19 tahun 2003 Tentang BUMN.
2. Perlindungan hukum pemegang saham minoritas perusahaan kelompok dengan
induk perusahaan berdasarkan Undang-undang dapat dilihat dari aspek
Ketentuan perlindungan pemegang saham yang terdapat di dalam Anggaran
Dasar perusahaan anak merupakan penegasan ulang yang terdapat di dalam
Undang-undang Tentang Perseroan Terbatas. Bentuk-bentuk perlindungan
pemegang saham yang diatur di dalam Anggaran Dasar adalah pengaturan
berupa hak untuk membeli saham terlebih dahulu, hak untuk bersuara, jumlah
minimal pemegang saham untuk meminta diadakannya RUPS luar biasa, dari
ketentuan jumlah kuorum dalam RUPS agar suara dari pemegang saham
pemegang saham minoritas ialah pembentukan organ-organ pendukung dalam
perusahaan seperti sekretaris perusahaan dan internal audit yang berfungsi
sebagai penghubung bagi pemegang saham dengan pengurus dari perusahaan,
dalam hal penilaian dari kepengurusan perusahaan, serta melalui
pemberdayaan karyawan, karena kedudukan karyawan selain sebagai pekerja,
mereka juga berkedudukan sebagai pemegang saham minoritas dalam
perusahaan anak Persero.
B. Saran.
Dari hasil penulisan hukum ini, dapat memberikan saran sebagai berikut :
a. Dibuatnya suatu peraturan khusus mengenai perusahaan kelompok baik bagi
pihak swasta maupun BUMN, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban dari
perusahaan induk dan perusahaan anak. Dengan adanya kejelasan mengenai hak
dan kewajiban tersebut, maka pihak ketiga baik pemegang saham minoritas,
karyawan, maupun kreditur akan terlindungi hak-haknya, hal ini juga dapat
mencegah bentuknya praktek monopoli di bidang usaha.
b. Perlunya sosialisasi mengenai G.C.G. agar timbul komitmen yang kuat bagi
para pengurus dan pemegang saham, baik di perusahaan induk maupun
perusahaan anak, untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
good corporate governance, yaitu transparansi, kemandirian, akuntabilitas,
kewajaran (fairness), dan pertanggungjawaban, agar dapat menguntungkan
BAB II
PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN USAHA MILIK NEGARA
A. Pengertian Perseroan Terbatas
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.14
“Berbeda dengan maatschap, perseroan firma, dan perseroan komanditer, PT
adalah suatu badan hukum. Artinya, PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum
seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau utang”.
15
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), definisi mengenai
perseroan terbatas ini tidak dijumpai dalam pasal-pasalnya. Namun demikian,
menurut Sutantyo dan Sumantono, dari Pasal 36, 40, 42 dan Pasal 45 KUHD dapat
disimpulkan bahwa suatu Perseroan Terbatas mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut :16
14
lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-undang no. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
15
M. Udin Silalahi, Badan Hukum Organisasi Perusahaan, (Jakarta: Badan Penerbit IBLAM, 2006), hal. 7.
16