• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Urin Domba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Urin Domba"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH

(

Allium ascalonicum

L.

) DENGAN PEMBERIAN

VERMIKOMPOS DAN URIN DOMBA

SKRIPSI

Oleh:

MARIANA PUTRI 080301015 / BDP-AGRONOMI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BAWANG MERAH

(

Allium ascalonicum

L.

) DENGAN PEMBERIAN

VERMIKOMPOS DAN URIN DOMBA

SKRIPSI

Oleh:

MARIANA PUTRI 080301015 / BDP-AGRONOMI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapat Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan

Urin Domba. Nama : Mariana Putri NIM : 080301015

Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Ir. Rosita Sipayung, M Ir. Mariati, MSc. Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

MARIANA PUTRI: Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Urin Domba

dibimbing oleh ROSITA SIPAYUNG dan MARIATI SINURAYA.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian vermikompos dan urin domba terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian USU (±25 mdpl) pada April - Juni 2012 menggunakan rancangan acak faktorial 2 faktor yaitu vermikompos (0,15,30,45 g/tanaman) dan urin domba (0,200,400 cc/L air). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah daun per rumpun, bobot basah per sampel, bobot basah per plot, bobot kering per sampel, dan bobot kering per plot, jumlah siung per sampel. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara vermikompos dan urin domba berpengaruh nyata pada tinggi tanaman. Perlakuan vermikompos berpengaruh nyata pada jumlah anakan dan jumlah daun. Urin domba berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan, bobot basah umbi per sampel dan bobot kering umbi per plot.

(5)

ABSTRACT

MARIANA PUTRI: The Growth and Yield of Shallot (Allium ascalonicum L.)

according to Application of Vermicompost and Sheep Urine, guided by

ROSITA SIPAYUNG and MARIATI SINURAYA.

This research has been conducted to determinate the effect of vermicompost and sheep urine application on the growth and yield of the shallot. Research was conducted on Fakultas Pertanian USU’s Green House with a height of 25 m above sea level on April-June 2012. using randomized block design of two factors, the factors are vermicompost (0,15,30,45g/plant) and sheep urine ( 0,200,400 cc/ l water). The parameters observed were plant height, tillers number, leaf number, wet weight per sample,wet weight per plot, dry weight per sample, dry weight per plot and clove number. The result showed that interaction of vermicompost and sheep urine treatment significantly influenced the plant height. Vermicompost treatment significantly influenced the tiller number and leaf number. Sheep urine treatment significantly influenced the leaf number, wet weight per sample and dry weight per plot.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 22 Maret 1990, anak ke

tiga dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Ayahanda Sunarto dan Ibunda

Nurdewana Pohan.

Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Padangsidimpuan dan

pada tahun yang sama terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi

Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Prestasi (PMP).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai ketua divisi tanaman

hias Himadita Nursery (2010 – 2011), anggota divisi tanaman hias Himadita

Nursery (2010 – 2012), asisten di Laboratorium Anatomi Tumbuhan

(2010 – 2011), dan asisten di Laboratorium Morfologi dan Taksonomi Tanaman

(2010 – 2011).

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

PT. Langkat Nusantara Kepong (LNK) Tanjung Keliling, Langkat pada bulan

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, atas berkah dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Judul dari skripsi ini adalah ”Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah

(Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Urin Domba”,

yang merupakan salah satu syarat untuk meraih gelas sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu

Ir. Rosita Sipayung, MP. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu

Ir. Mariati Sinuraya, MSc. Selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan bimbingan dalam pembuatan skripsi ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Sunarto dan Ibunda

Nurdewana Pohan yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil,

seluruh keluarga, teman-teman Militan ’08, teman-teman anggota Himadita

Nursery (HN), adik-adik AET 2009 – 2011 dan pihak lainnya yang telah

memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.

Medan, Oktober 2012

(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat tumbuh ... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 8

Vermikompos ... 8

Urin Domba ... 10

BAHAN DAN METODA PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metoda Penelitian ... 12

PELAKSANAAN PENELITIAN Penyiapan Media ... 15

Persiapan Bibit ... 15

Penyiapan Urin Domba ... 15

Apliksi Vermikompos ... 15

Penanaman ... 16

Aplikasi Urin Domba ... 16

Pemeliharaan ... 16

Penyiraman ... 16

Penyulaman ... 16

Penyiangan ... 17

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 17

Panen ... 17

Pengeringan ... 17

Pengamatan Parameter ... 18

Tinggi tanaman (cm) ... 18

Jumlah anakan per rumpun (buah) ... 18

(9)

Bobot segar umbi per sampel (g) ... 18

Bobot basah umbi per plot ... 18

Bobot kering umbi per sampel (g) ... 19

Bobot kering umbi per plot ... 19

Jumlah siung per sampel (siung) ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Tinggi Tanaman (cm) ... 20

Jumlah Anakan per Rumpun (buah) ... 23

Jumlah Daun (helai) ... 24

Bobot Umbi Basah per Sampel (g) ... 26

Bobot Umbi Basah per Plot (g) ... 28

Bobot Umbi Kering per Sampel (g) ... 29

Bobot Umbi Kering per Plot (g) ... 30

Jumlah Siung per Sampel (siung) ... 31

Pembahasan ... 32

KESIMPULAN Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan tinggi tanaman bawang merah (cm) pada umur 2 – 3 MST dengan pemberian vermikompos dan urin kambing domba ... 21

2. Rataan tinggi tanaman bawang merah (cm) pada umur 4 – 7 MST pada perlakuan pemberian vermikompos dan urin kambing domba ... 22

3. Rataan jumlah anakan (anakan) bawang merah pada umur 2 – 7 MST pada perlakuan pemberian vermikompos ... 23

4. Rataan jumlah anakan (anakan) bawang merah pada umur 2 – 7 MST dengan pemberian urin kambing domba... 23

5. Rataan jumlah daun bawang merah (helai) pada umur 2 – 7 MST pada perlakuan pemberian vermikompos ... 25

6. Rataan jumlah daun (helai) bawang merah pada umur 2 – 7 MST dengan

pemberian urin domba... 25

7. Rataan bobot basah umbi bawang merah (g) per sampel dengan pemberian vermikompos dan urin domba ... 26

8. Rataan bobot basah umbi per plot (g) tanaman bawang merah terhadap perlakuan vermikompos dan urin domba ... 28

9. Rataan bobot kering umbi per sampel (g) tanaman bawang merah terhadap perlakuan vermikompos dan urin domba ... 29

10. Rataan bobot kering umbi per plot (g) pada pemberian vermikompos dan urin kambing domba ... 30

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada 2 – 7 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba ... 22

2. Kurva pertumbuhan jumlah anakan bawang merah pada 2 – 7 MST dengan pemberian vermikompos ... 24

3. Kurva pertumbuhan jumlah daun bawang merah pada 2 – 7 MST dengan

pemberian vermikompos dan urin domba ... 26

4. Hubungan pemberian vermikompos terhadap bobot umbi per sampel bawang merah ... 27

5. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot basah per sampel umbi bawang merah ... 27

6. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot basah per plot umbi bawang merah ... 28

7. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot kering per sampel umbi bawang merah ... 29

8. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot kering per plot umbi bawang merah ... 31

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi bawang merah varietas Bima ... 45

2. Bagan penelitian ... 46

3. Kebutuhan vermikompos ... 47

4. Jadwal kegiatan pelaksanaan penelitian ... 48

5. Analisa tanah ... 49

6. Analisa pupuk vermikompos... 50

7. Analisa pupuk cair urin kambing ... 51

8. Data tinggi tanaman 2 MST (cm) ... 52

9. Sidik ragam tinggi tanaman 2 MST ... 52

10. Data tinggi tanaman 3 MST (cm) ... 53

11. Sidik ragam tinggi tanaman 3 MST ... 53

12. Data tinggi tanaman 4 MST (cm) ... 54

13. Sidik ragam tinggi tanaman 4 MST ... 54

14. Data tinggi tanaman 5 MST (cm) ... 55

15. Sidik ragam tinggi tanaman 5 MST ... 55

16. Data tinggi tanaman 6 MST (cm) ... 56

17. Sidik ragam tinggi tanaman 6 MST ... 56

18. Data tinggi tanaman 7 MST (cm) ... 57

19. Sidik ragam tinggi tanaman 7 MST ... 57

20. Data jumlah anakan 2 MST (buah) ... 58

21. Sidik ragam jumlah anakan 2 MST ... 58

22. Data jumlah anakan 3 MST (buah) ... 59

(13)

24. Data jumlah anakan 4 MST (buah) ... 60

25. Sidik ragam jumlah anakan 4 MST ... 60

26. Data jumlah anakan 5 MST (buah) ... 61

27. Sidik ragam jumlah anakan 5 MST ... 61

28. Data jumlah anakan 6 MST (buah) ... 62

29. Sidik ragam jumlah anakan 6 MST ... 62

30. Data jumlah anakan 7 MST (buah) ... 63

31. Sidik ragam jumlah anakan 7 MST ... 63

32. Data jumlah daun 2 MST (helai) ... 64

33. Sidik ragam jumlah daun 2 MST ... 64

34. Data jumlah daun 3 MST (helai) ... 65

35. Sidik ragam jumlah daun 3 MST ... 65

36. Data jumlah daun 4 MST (helai) ... 66

37. Sidik ragam jumlah daun 4 MST ... 66

38. Data jumlah daun 5 MST (helai) ... 67

39. Sidik ragam jumlah daun 5 MST ... 67

40. Data jumlah daun 6 MST (helai) ... 68

41. Sidik ragam jumlah daun 6 MST ... 68

42. Data jumlah daun 7 MST (helai) ... 69

43. Sidik ragam jumlah daun 7 MST ... 69

44. Data bobot umbi basah per sampel (gram) ... 70

45. Sidik ragam bobot umbi basah per sampel ... 70

46. Data bobot umbi basah per plot (gram) ... 71

(14)

48. Data bobot umbi kering per sampel (gram) ... 72

49. Sidik ragam bobot umbi kering per sampel ... 72

50. Data bobot umbi kering per plot (gram) ... 73

51. Sidik ragam bobot umbi kering per plot ... 73

52. Data jumlah siung per sampel ... 74

53. Sidik ragam jumlah siung per sampel ... 74

54. Rangkuman Uji Beda Rataan ... 75

55. Suhu Harian Rumah Kaca ( ºC ) ... 77

56. Foto Lahan Penelitian ... 79

57. Foto Plot Penelitian ... 80

58. Foto Umbi per Sampel ... 82

(15)

ABSTRAK

MARIANA PUTRI: Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) dengan Pemberian Vermikompos dan Urin Domba

dibimbing oleh ROSITA SIPAYUNG dan MARIATI SINURAYA.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian vermikompos dan urin domba terhadap pertumbuhan dan produksi bawang merah. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian USU (±25 mdpl) pada April - Juni 2012 menggunakan rancangan acak faktorial 2 faktor yaitu vermikompos (0,15,30,45 g/tanaman) dan urin domba (0,200,400 cc/L air). Parameter yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, jumlah daun per rumpun, bobot basah per sampel, bobot basah per plot, bobot kering per sampel, dan bobot kering per plot, jumlah siung per sampel. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara vermikompos dan urin domba berpengaruh nyata pada tinggi tanaman. Perlakuan vermikompos berpengaruh nyata pada jumlah anakan dan jumlah daun. Urin domba berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan, bobot basah umbi per sampel dan bobot kering umbi per plot.

(16)

ABSTRACT

MARIANA PUTRI: The Growth and Yield of Shallot (Allium ascalonicum L.)

according to Application of Vermicompost and Sheep Urine, guided by

ROSITA SIPAYUNG and MARIATI SINURAYA.

This research has been conducted to determinate the effect of vermicompost and sheep urine application on the growth and yield of the shallot. Research was conducted on Fakultas Pertanian USU’s Green House with a height of 25 m above sea level on April-June 2012. using randomized block design of two factors, the factors are vermicompost (0,15,30,45g/plant) and sheep urine ( 0,200,400 cc/ l water). The parameters observed were plant height, tillers number, leaf number, wet weight per sample,wet weight per plot, dry weight per sample, dry weight per plot and clove number. The result showed that interaction of vermicompost and sheep urine treatment significantly influenced the plant height. Vermicompost treatment significantly influenced the tiller number and leaf number. Sheep urine treatment significantly influenced the leaf number, wet weight per sample and dry weight per plot.

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai

arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari nilai ekonomi maupun dari

kandungan gizinya. Meskipun disadari bahwa bawang merah bukan merupakan

kebutuhan pokok, akan tetapi kebutuhannya hampir tidak dapat dihindari oleh

konsumen rumah tangga (Nur dan Thohari, 2005).

Produksi bawang merah provinsi Sumatera Utara pada tahun 2009

menurut Dinas Pertanian yang kutip dari BPS (2010) adalah 12.655 ton,

sedangkan kebutuhan bawang merah mencapai 66.420 ton. Dari data tersebut,

produksi bawang merah Sumatera Utara masih jauh di bawah kebutuhan. Untuk

memenuhi kebutuhan bawang merah, maka dilakukanlah impor dari luar negeri.

Rendahnya produksi tersebut salah satunya dikarenakan belum optimalnya sistem

kultur teknis dalam budidayanya (Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010).

Rendahya produksi bawang merah di Indonesia disebabkan oleh

penggunaan bibit yang kurang bermutu, media tanam yang kurang baik,

pengendalian hama dan penyakit yang kurang memadai. Di Indonesia juga belum

banyak tersedia varietas atau kultivar unggul yang cocok dengan lingkungan

setempat, serta belum menyebarnya paket teknologi budidaya hasil-hasil

penelitian para peneliti ke tingkat petani (Hervani, dkk., 2008).

Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis

yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya

kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan

(18)

petani menggunakan urea (hanya mengandung hara N) dalam dosis tinggi secara

terus menerus, sementara tanaman mengambil unsur hara tidak hanya N

(nitrogen) dalam jumlah yang banyak, maka akan terjadi pengurasan hara lainnya.

Unsur hara pokok yang dibutuhkan tanaman semuanya ada 16 unsur, sehingga

apabila tidak ditambahkan akan terjadi pengurasan hara lainnya (15 hara) dan

pada saatnya akan terjadi kemerosotan kesuburan karena terjadi kekurangan hara

lain (Atmojo, 2006).

Jenis pupuk organik lain yang dewasa ini menjadi perhatian dalam bidang

penelitian dan manfaatnya cukup tinggi adalah kotoran cacing tanah (bekas cacing

= kascing) atau vermikompos. Vermikompos mengandung lebih banyak

mikroorganisme, bahan organik, dan juga bahan anorganik dalam bentuk yang

tersedia bagi tanaman dibandingkan dengan tanah itu sendiri. Selain itu, kascing

mengandung enzim protease, amilase, lipase, selulase, dan chitinase, yang secara

terus menerus mempengaruhi perombakan bahan organik sekalipun telah

dikeluarkan dari tubuh cacing. Tri Mulat (2003) mengemukakan bahwa kascing

mengandung hormon perangsang tumbuhan seperti giberelin 2,75%, sitokinin

1,05% dan auksin 3,80%.

Produksi urin kambing-domba mencapai 0,6- 2,5 liter/hari dengan

kandungan nitrogen 0,51 – 0,71%. Variasi kandungan nitrogen tersebut

bergantung pada pakan yang dikonsumsi, tingkat kelarutan protein kasar pakan,

serta kemampuan ternak untuk memanfaatkan nitrogen asal pakan. Kotoran

kambing-domba yang tersusun dari feses, urin dan sisa pakan menganandung

nitrogen lebih tinggi dari pada yang berasal dari feses

(19)

ini dapat dijadikan pupuk organik cair pengganti pupuk anorganik kimia cair,

terlebih dapat mencegah pencemaran limbah akibat pembuangan urin ini.

Dengan penggunaan vermikompos dan urin domba sebagai pengganti

pupuk kimia diharapkan penggunaan pupuk kimia dikalangan petani ataupun

industri perkebunan dapat ditekan. Selain untuk mencegah atau mengurangi

degradasi lahan yang sangat merugikan belakangan ini juga dapat sebagai sumber

mata pencaharian baru bagi petani ataupun masyarakat lain karena proses

pembuatannya yg tidak terlalu sulit.

Hingga kini, masih sedikit penelitian yang menberikan data tentang

pengaruh pemberian kascing dan urin kambing terhadap pertumbuhan dan

produksi bawang merah. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk

melakukan penelitian guna mengetahui pertumbuhan dan produksi bawang

merah (Allium ascalonicum L.) terhadap aplikasi kompos kascing dan pemberian

urin domba.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi

bawang merah (Allium ascalonicum L.) terhadap aplikasi vermikompos dan

(20)

Hipotesis Penelitian

1. Vermikompos berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi

bawang merah.

2. Urin Domba berpengaruh nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi

bawang merah.

3. Adanya interaksi antara pemberian vermikompos dan urin domba untuk

meningkatkan pertumbuhan dan produksi bawang merah.

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Menurut van Steenis (2003) klasifikasi tanaman bawang merah adalah

sebagai berikut: Kingdom : Plantae; Divisi : Spermatophyta; Subdivisi :

Angiospermae; Kelas : Monocotyledonae; Ordo : Liliales (liliflorae); Famili :

Liliaceae; Genus : Allium; Spesies : Allium ascalonicum L.

Tanaman bawang merah memilki batang sejati atau disebut “discus” yang

bentuknya seperti cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya perakaran

dan mata tunas (titik tumbuh). Di bagian atas discus terbentuk batang semu

tersusun dari pelepah-pelepah daun. Batang semu yang berada di dalam tanah

akan berubah fungsinya menjadi umbi lapis (bulbus) (Rukmana, 1994).

Bawang merah merupakan terna rendah yang tumbuh tegak dan tinggi

dapat mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam

tertanam dalam tanah. Seperti juga bawang putih, tanaman ini termasuk tidak

tahan kekeringan (Wibowo, 2007).

Bentuk daun bawang seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50

– 70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai

hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek

(Rukmana, 1994).

Tangkai tandan bunga keluar dari tunas apikal yang merupakan tunas

utama (tunas inti). Tunas ini paling pertama muncul dari dasar umbi melalui

ujung-ujung umbi, seperti halnya daun biasa. Tangkai tandan bunga pada bagian

(22)

semakin mengecil. Selanjutnya pada bagian ujung membentuk kepala yang

meruncing seperti mata tombak. Bagian ini di bungkus oleh lapisan daun atau

seludang. Proses selanjutnya seludang akan membuka sehingga memnyerupai

payung. Dengan membukanya seludang maka akantampak kuncup-kuncup bunga

dengan tangkai kecil yang pendek. Tangkai tandan bunga mengandung 50 – 200

kuntum bunga. Pemanjangan tangkai tandan bunga akan berhenti setelah tepung

sari matang semuanya (Rahayu dan Berlian, 1999).

Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji

berjumlah 2-3 butir. Bentuk biji pipih, sewaktu masih muda berwarna bening atau

putih, tetapi setelah tua menjadi hitam. Biji-biji berwarna merah dapat

dipergunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif

(Rukmana, 1995).

Bakal buah terbentuk dari 3 daun buah (karpel) yang membentuk 3 buah

ruang. Setiap ruang mengandung 2 bakal biji (ovulum). Benang sari tersusun

membentuk 2 lingkaran, yakni lingkaran dalam dan luar. Masing-masing

lingkaran mengandung 3 helai benang sari. Pada umumnya tepung dari benang

sari lingkaran dalam lebih cepat dewasa (matang) dibanding yang berada di

lingkaran luar. Namun dalam 2-3 hari semua tepung sari sudah menjadi matang

(Rahayu dan Berlian, 1999).

Syarat Tumbuh

Iklim

Bawang merah dapat kita tanam dengan baik di daerah dataran rendah dan

dataran tinggi. Pertumbuhanya lebih baik di daerah dataran rendah sampai

(23)

rata-rata 30°C. Bawang merah termasuk tanaman sayuran yang tidak tahan

terhadap air hujan. Kita juga dapat menanam bawang merah dalam musim

penghujan asal saja pembuangan airnya baik dan pemberantasan penyakit di

lakukan secara teratur (Saufi, 2010).

Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai

ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Ketinggian tempatyang optimal untuk

pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0 – 450 m di atas

permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di

dataran tinggi, tetapi umur tanamannya menjadi lebih panjang 0,5 – 1 bulan dan

hasil umbinya lebih rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Bawang merah dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi,

yakni pada ketinggian antara 0 – 900 m di atas permukaan air laut. Namun

tanaman bawang merah sangat bagus dan memberikan hasil optimum, baik

kualitas maupun kuantitas, apabila ditanam di daerah dengan ketinggian sampai

dengan 250 m di atas permukaan laut. Bawang merah yang ditanam di ketinggian

800 – 900 m di atas permukaan laut hasilnya kurang baik. Selain umur panennya

lebih panjang, umbi yang dihasilkan pun kecil-kecil. Curah hujan yang sesuai

untuk pertumbuhan tanaman bawang merah adalah 300 – 2500 mm per tahun,

dengan intensitas sinar matahari penuh (Samadi dan Cahyono, 2005).

Yang paling baik, untuk budidaya bawang merah adalah daerah yang

beriklim kering yang cerah dengan suhu udara panas. Tempatnya yang terbuka,

tidak berkabut dan angin sepoi-sepoi. Daerah yang cukup mendapat sinar

matahari juga sangat diutamakan, dan lebih baik jika lama penyinaran matahari

(24)

menyebabkan pembentukan umbinya kurang baik dan berukuran kecil

(Wibowo, 1999).

Tanah

Tanaman bawang merah menginginkan tanah berstruktur remah, tekstur

sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup,

dan reaksi tidak masam. Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah

adalah tanah Alluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol

karena jenis tanah ini yang memiliki sifat cukup lembab dan air tidak menggenang

sehingga disukai oleh tanaman bawang merah (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Selain tanaman bawang merah yang menghendaki tanah gembur, subur

dengan drainase baik, sifat tanah berpasir juga dikehendaki tanaman bawang

merah untuk memperbaiki perkembangan umbinya. pH tanah yang sesuai sekitar

netral, yaitu 5,5 hingga 6,5 sedangkan temperaturnya cukup panas yaitu

25 – 32°C (Ashari, 1995).

Vermikompos

Vermikompos merupakan pupuk organik dari perombakan bahan-bahan

organik dengan bantuan mikroorganisme dan cacing. Vermikompos mengandung

berbagai unsur hara dan kaya akan zat pengatur tumbuh yang mendukung

pertumbuhan tanaman. Vermikompos mengandung zat pengatur tumbuh seperti

giberellin, sitokinin dan auxin, serta unsur hara N, P, K, Mg dan Ca dan

Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N nonsimbiotik yang akan

memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman. Vermikompos juga

mengandung berbagai unsur hara mikro yangdibutuhkan tanaman seperti Fe, Mn,

(25)

Vermikompos berasal dari kotoran cacing tanah seperti Lumbricus

rubellus, Lumbricus castaneus, Eisenia foetida, Dendrobaena veneta, Allobopora

rosea dan lain sebagainya. Cacing akan memakan habis seluruh kotoran dan

sampah organik lainnya yang tersedia (Khairuman dan Amri, 2009).

Menurut penelitian cacing Lumbricus rubellus mampu meningkatkan

kadar unsur hara pada kotoran sapi jauh melebihi hasil penguraian dengan bakteri.

Sebagai contoh hasil uji lab menunjukkan kadar N sebesar 1,79 % jauh

dibandingkan kompos yang hanya 0,09 %. Vermikompos juga mempunyai

kelebihan lain yaitu kandungan hormon dan antibiotik. Kedua kandungan ini

berasal dari tubuh cacing. Hormon dalam vermikompos sangat baik untuk

pertumbuhan tanaman sedangkan antibiotik berfungsi membunuh jamur dan

bakteri penyebab penyakit

Vermikompos tampak seperti tanah kering yang telah digiling dan secara

nyata meningkatkan kesuburan tanah. Menurut penelitian komposisi hara

vermikompos yang berasal dari sampah organik adalah 1,60% N-total; 14,97%

C-organik; 0,02% P-total; 2,46% Ca; 0,59 Mg; 4,49% karbohidrat; 0,08% lemak;

24,86% protein. Persentase unsur hara ini bergantung dari media dan jenis pakan

yang diberikan kepada cacing. Selain mengandung unsur hara tersebut, kascing

juga mengandung zat pengatur tumbuh seperti giberelin, sitokinin, auksin

masing-masing sebanyak 2,75; 1,05; 3,80 miliequivalen tiap gram bobot kering. Selain itu

ditemukan sejumlah mikroba yang bersifat menguntungkan bagi tanaman

(26)

Urin Domba

Pupuk kandang (pukan) cair merupakan pupuk berbentuk cair berasal dari

kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urin hewan atau kotoran

hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu. Umumnya urin

hewan telah banyak yang telah dimanfaatkan oleh petani adalah urin sapi , kerbau,

kuda, babi, dan kambing (Hartatik dan Widowati, 2011).

Rasio penggunaan urin ternak akan mempengaruhi kualitas unsur hara

yang terkandung dalam pupuk cair. Manfaat pupuk urin ternak adalah untuk

menambah kandungan bahan organik atau humus, memperbaiki sifat-sifat fisika

tanah terutama struktur daya serap air dan meningkatkan kesuburan tanah dengan

menambah unsur hara bagi tanaman sehingga melindungi tanah terhadap

kerusakan erosi (UPM Jawa Timur, 2011).

Produksi urin kambing-domba mencapai 0,6- 2,5 liter/hari dengan

kandungan nitrogen 0,51 – 0,71%. Variasi kandungan nitrogen tersebut

bergantung pada pakan yang dikonsumsi, tingkat kelarutan protein kasar pakan,

serta kemampuan ternak untuk memanfaatkan nitrogen asal pakan. Kotoran

kambing-domba yang tersusun dari feses, urin dan sisa pakan menganandung

nitrogen lebih tinggi dari pada yang berasal dari feses

(Pustaka Litbang Deptan, 2011).

Dari hasil penelitian, dalam urin kambing terdapat nitrogen 36% dan urea

47%, artinya 2,5 liter urin kambing setara dengan 2 kg pupuk urea. Urin binatang

ternak juga banyak mengandung senyawa antara lain adalah air, natrium, klorin,

kalium, fosfat, sulfat, ammonia, dan kretinin. Untuk natrium hingga ammonia

(27)

mengendap maupun yang larut dalam air

(28)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian + 25 meter diatas permukaan laut,

mulai bulan April 2012 sampai Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit bawang merah

varietas Bima Brebes (Sumber: Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang,

Jawa Barat) sebagai objek pengamatan, vermikompos (Sumber: pabrik

vermikompos program IPTEKDA XI LIPI dan FP USU Perbaungan, Sumatera

Utara) dan urin domba (Sumber: Lahan praktek program studi Peternakan FP

USU) sebagai pupuk tanaman dan air untuk menyiram tanaman.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul untuk mengolah

media tanam, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur tinggi

tanaman, termometer untuk mengukur suhu ruangan rumah kaca, timbangan

untuk menimbang produksi tanaman, pacak sampel untuk tanda dari tanaman

yang merupakan sampel, dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan

2 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Vermikompos (K) yang terdiri atas 4 taraf, yaitu :

(29)

Faktor II : Pemberian Urin domba yang terdiri dari 3 taraf, yaitu :

U0 = 0 cc/Liter air U1 = 200 cc/Liter air U2 = 400 cc/Liter air

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 12 kombinasi, yaitu :

V0U0 V1U0 V2U0 V3U0 V0U1 V1U1 V2U1 V3U1 V0U2 V1U2 V2U2 V3U2 Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan

Jumlah plot : 36 plot

Ukuran plot : 120 cm x 100 cm

Jarak antar plot : 30 cm

Jarak antar blok : 50 cm

Jumlah tanaman/plot : 15 tanaman

Jumlah tanaman seluruhnya : 540 tanaman

Jumlah sampel/plot : 5 tanaman

Jumlah sampel seluruhnya : 180 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

model linear aditif sebagai berikut :

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

i = 1,2,3 j = 1,2,3,4 k = 1,2,3

Dimana:

(30)

µ : Nilai tengah

ρi : Efek dari blok ke-i

αj : Efek perlakuan Vermikompos pada taraf ke-j

βk : Efek pemberian Urin domba pada taraf ke-k

(αβ)jk : Interaksi antara Vermikompos taraf ke-j dan pemberian urin domba taraf ke-k

εijk : Galat dari blok ke-i, Vermikompos ke-j dan pemberian Urin domba ke-k

Perlakuan yang berpengaruh nyata diuji beda rata-ratanya dengan analisis Jarak

(31)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakuan dalam pelaksanaan penelitian ini

adalah penyiapan media tanam, penanaman, aplikasi perlakuan, pemeliharaan,

panen, penyimpanan dan pengamatan parameter.

Persiapan Media

Media tanam yang digunakan adalah tanah entisol yang bukan bekas lahan

pertanian yang ber-pH 4,95. Tanah dimasukkan dalam polibek dengan ukuran 18

cm x 20 cm (5 kg), yang telah dibersihkan dari kotoran sebanyak 5 kg.

Persiapan bibit

Untuk bibit yang akan dipakai, pilih bibit dengan beratnya relatif sama

yaitu 6 gram/siung, kemudian kulit yang paling luar yang telah mengering

dibersihkan. Demikian juga sisa – sisa akar yang masih ada.

Penyiapan Urin Domba

Urin domba yang digunakan berasal dari domba yang berasal dari

kandang yang sama, dengan asumsi bahwa makanan domba tersebut berasal dari

jenis rumput yang sama pula, sehingga kandungan unsur yang di dalamnya juga

relatif sama. Setelah itu, urin domba diencerkan dengan air, dengan kepekatan

sesuai dengan dosis yang diinginkan, yaitu, 0, 200, dan 400 cc/ l air, kemudian

difermentasikan selama 1 bulan.

Aplikasi Vermikompos

Aplikasi vermikompos dilakukan pada saat pembuatan lubang tanam,

yaitu vermikompos diaplikasikan sesuai dosis anjuran, yaitu, 0, 15, 30 dan 45 g.

Vermikompos di aduk merata di sekitar lubang tanam sampai kedalaman lebih

(32)

Penanaman

Penanaman dilakukan di dalam polibek dengan cara memasukkan umbi

bibit ke lubang tanam yang telah dibuat di media tanam dalam polibek. Sebelum

ditanam, umbi atau bibit dipotong seperempat bagian lalu dikeringanginkan.

Umbi atau bibit ditanam dengan cara membenamkan setengah bagian umbi ke

dalam tanah.

Aplikasi Urin Domba

Aplikasi urin domba dilakukan dengan cara melakukan kalibrasi sesuai

dosis anjuran penyemprotan dengan konsentrasi 0, 200, dan 400 cc/liter air

dilakukan mulai 2 MST sampai pada akhir masa vegetatif yaitu 7 MST dengan

interval 1 minggu, disemprot merata diseluruh permukaan daun tanaman.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyiraman, penyulaman, penyiangan

dan pengendalian hama dan penyakit.

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi atau sore hari. Penyiraman

dilakukan dengan menggunakan gembor dan diusahakan agar tanahnya tidak

terlalu basah. Pada waktu pembentukan umbi, penyiraman ditingkatkan intensitas,

karena tanaman membutuhkan banyak air untuk membantu pembentukan umbi.

b. Penyulaman

Penyulaman dilakukan mulai awal pertumbuhan sampai umur 7 hari

setelah tanam (HST) dengan mengganti umbi busuk atau mati dengan umbi yang

(33)

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma sekaligus

menggemburkan tanah. Tumbuhan pengganggu perlu dikendalikan agar tidak

menjadi saingan bagi tanaman utama dalam hal penyerapan unsur hara serta untuk

mencegah serangan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan secara manual

dengan mencabut gulma agar perakaran tanaman tidak terganggu.

d. Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian penyakit dilakukan dengan fungisida Fungstop, dengan

konsentrasi 7 g/l. Frekuensi penyemprotan dilakukan 1 minggu sekali dan apabila

terserang penyakit dilakukan 2 kali seminggu . Hama dicegah dengan insektisida

Blue-V dengan konsentrasi 7 g/l. Interval penyemprotan dilakukan 1 minggu

sekali. Penyemprotan harus merata sampai belakang sisi daun.

Panen

Panen dilakukan pada 60 HST, pada saat tanah kering agar terhindar dari

penyakit. Beberapa tanda tanaman siap dipanen antara lain adalah 60 - 70% leher

daun lemas, daun menguning, umbi padat tersembul sebagian di atas tanah, dan

warna kulit mengkilap. Umbi dicabut beserta batangnya, lalu akar dan tanahnya

dibersihkan.

Pengeringan

Cara mengeringkan adalah dengan mengeringanginkan bawang di dalam

ruangan tanpa terkena sinar matahari . Yaitu mengikat beberapa rumpun bawang

merah menjadi satu. Ikatan-ikatan bawang merah dijajarkan diatas tikar plastik

dengan umbi berada dibawah dan daun diatas. Pengeringan dilakukan sampai

(34)

Pengamatan Parameter

a. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher umbi sampai ke ujung daun tertinggi.

Tinggi tanaman dihitung mulai 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan

dengan interval 1 minggu sekali.

b. Jumlah Anakan per Rumpun (anakan)

Dihitung jumlah anakan yang terbentuk dalam satu rumpun, dilakukan

pada umur 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu

sekali.

c. Jumlah Daun per Rumpun (helai)

Jumlah daun per rumpun dihitung dengan cara menghitung jumlah seluruh

daun yang muncul pada anakan untuk setiap rumpunnya. Dimulai dari umur

tanaman 2 MST sampai 7 MST, yang dilakukan dengan interval 1 minggu

sekali.

d. Bobot Basah Umbi per Sampel (g)

Bobot basah umbi per sample ditimbang setelah dipanen. Dengan syarat umbi

bersih dari tanah dan kotoran.

e. Bobot Basah Umbi per Plot (g)

Bobot basah umbi per plot ditimbang setelah panen. Dengan syarat umbi

bersih dari tanah dan kotoran.

f. Bobot Kering Umbi per Sampel (g)

Bobot kering umbi per sampel ditimbang setelah dikeringkan dengan cara

(35)

g. Bobot Kering Umbi per Plot (g)

Bobot kering umbi per plot ditimbang setelah dikeringkan dengan cara

dijemur di sinar matahari, sampai susut bobot mencapai 20%.

h. Jumlah Siung per Sampel (siung)

Jumlah siung dihitung setelah tanaman dipanen. Jumlah siung dihitung pada

setiap tanaman sampel.

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan tinggi tanaman pada umur 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 MST

dicantumkan pada Lampiran 8, 10, 12, 14, 18 dan 20, sedangkan sidik ragam

masing-masing pengamatan dicantumkan pada Lampiran 11, 13, 15, 17, 19 dan

20. Berdasarkan sidik ragam tersebut terlihat bahwa pada umur 4, 5, 6, dan 7 MST

terdapat pengaruh yang nyata pada interaksi vermikompos dan urin domba,

sedangkan perlakuan pemberian vermikompos dan urin domba tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pada 2 – 7 MST. Data

rataan tinggi tanaman pada 2 – 3 MST pada pemberian vermikompos dapat dilihat

[image:36.595.108.515.462.633.2]

pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) bawang merah pada umur 2 – 3 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

2 MST 3 MST Vermikompos

V0 (0 g) 24.62 30.25

V1 (15 g) 24.30 30.34

V2 (30 g) 25.41 31.21

V3 (45 g) 26.01 31.46

Urin Domba

U0 (0 ml/L) 24.91 30.79

U1 (200 ml/L) 24.99 30.52 U2 (400 ml/L) 25.35 31.14

Rataan 25.09 30.82

Sedangkan data perkembangan tinggi tanaman pada pada umur 4 – 7 MST

dengan pemberian vermikompos dan urin domba secara ringkas ditampilkan pada

(37)
[image:37.595.107.528.125.323.2]

Tabel 2. Rataan tinggi tanaman bawang merah (cm) pada umur 4 – 7 MST pada perlakuan pemberian vermikompos dan urin domba.

Perlakuan 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST V0U0 30.85 d 31.29 abc 29.75 cd 31.04 d V0U1 33.46 abcd 32.60 abc 32.07 abcd 34.16 ab V0U2 32.00 abcd 30.62 bc 30.78 abcd 32.21 bcd V1U0 31.24 bcd 31.25 abc 29.83 bcd 32.01 bcd V1U1 33.85 a 32.05 abc 31.42 abcd 33.89 ab V1U2 31.15 cd 30.39 c 29.50 d 31.19 cd V2U0 33.03 abcd 32.51 abc 32.27 abc 33.79 abc V2U1 31.39 bcd 30.69 abc 30.03 bcd 31.62 bcd V2U2 33.68 abc 33.00 ab 32.85 ab 33.87 abc V3U0 33.83 ab 34.54 a 33.25 a 34.68 a V3U1 32.27 abcd 31.74 abc 29.95 bcd 32.31 abcd V3U2 32.87 abcd 31.99 abc 30.75 bcd 32.23 bcd Rataan 32.47 31.89 31.05 32.75 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yg berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf uji 5 %.

Kurva pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada 2 – 7 MST

dengan pemberian vermikompos dan urin domba dapat dilihat pada gambar 1

berikut.

Gambar 1. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada 2 – 7 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba

0 5 10 15 20 25 30 35

0 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

[image:37.595.145.488.458.666.2]
(38)

Jumlah Anakan per Rumpun (buah)

Data pengamatan jumlah anakan pada umur 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 MST

dilampirkan pada Lampiran 20, 22, 24, 26, 28 dan 30, sedangkan sidik ragamnya

dilampirkan pada Lampiran 21, 23, 25, 27, 29 dan 31. Berdasarkan analisis sidik

ragam tersebut menunjukkan bahwa perlakuan vermikompos berpengaruh nyata

pada 2 MST sampai 7 MST, sedangkan perlakuan urin domba dan interaksi tidak

berpengaruh nyata. Data rataan jumlah anakan bawang merah pada 2 – 7 MST

[image:38.595.108.507.347.448.2]

pada perlakuan vermikompos dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Rataan jumlah anakan (anakan) bawang merah pada umur 2 - 7 MST dengan pemberian vermikompos.

Vermikompos Rataan Jumlah Anakan

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST V0 (0 g) 3.07 c 3.58 b 3.78 c 3.87 c 3.89 c 4.00 c V1 (15 g) 3.44 bc 4.02 ab 4.11 bc 4.51 bc 4.40 bc 4.56 bc V2 (30 g) 3.71 ab 4.07 ab 4.44 ab 4.62 b 4.91 ab 4.93 ab V3 (45 g) 4.00 a 4.67 a 4.87 a 5.31 a 5.36 a 5.49 a

Rataan 3.56 4.08 4.30 4.58 4.64 4.74 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yg tidak sama pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf uji 5 %.

Pada Tabel 3 tersebut terlihat bahwa rataan jumlah anakan tertinggi

terdapat pada perlakuan V3 (4,00; 4,67; 4,87; 5,31; 5,36; 5,49) pada 2 – 7 MST dan terendah pada perlakuan V0 (3,07; 3,58; 3,78; 3,87; 3,89; 4,00) pada 2 – 7 MST.

Data rataan jumlah anakan bawang merah pada 2 – 7 MST pada perlakuan

(39)
[image:39.595.105.517.126.214.2]

Tabel 4. Rataan jumlah anakan (anakan) bawang merah pada umur 2 - 7 MST dengan pemberian urin domba.

Urin Domba Rataan Jumlah Anakan

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST U0 (0 ml/L) 3.35 3.90 4.13 4.38 4.60 4.67 U1 (200 ml/L) 3.73 4.18 4.37 4.57 4.55 4.63 U2 (400 ml/L) 3.58 4.17 4.40 4.78 4.77 4.93 Rataan 3.56 4.08 4.30 4.58 4.64 4.74

Pada Tabel 4 tersebut terlihat bahwa rataan jumlah anakan tertinggi

terdapat pada perlakuan U1 (3,73; 4,18) pada 2 - 3 MST dan perlakuan U2 (4,40; 4,78; 4,77; 4,93) pada 4 – 7 MST. Sedangkan jumlah anakan terendah terdapat

pada perlakuan U0 (3,35; 3,90; 4,13; 4,38; 4,60; 4,67) pada 2 – 7 MST.

Kurva pertumbuhan jumlah anakan bawang merah pada 2 – 7 MST

dengan pemberian vermikompos dan urin domba dapat dilihat pada Gambar 2

berikut.

Gambar 2. Kurva pertumbuhan jumlah anakan bawang merah pada 2 – 7 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6

0 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

[image:39.595.161.503.423.606.2]
(40)

Jumlah Daun (helai)

Data pengamatan jumlah daun pada umur 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 MST

dicantumkan dalam Lampiran 32, 34, 36, 38, 40 dan 42 sedangkan sidik ragam

masing-masing pengamatan ditampilkan pada Lampiran 33, 35, 37, 39, 41 dan 43.

Berdasarkan sidik ragam tersebut, terlihat bahwa terdapat pengaruh nyata pada

perlakuan vermikompos pada 2, 3, 4 dan 5 MST, sedangkan pada 4 MST terlihat

pengaruh nyata pada perlakuan urin domba dan tidak ditemukan interaksi yang

nyata antara dua perlakuan tersebut. Data rataan jumlah daun bawang merah pada

[image:40.595.109.515.373.475.2]

2 – 7 MST pada pemberian vermikompos dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Rataan jumlah daun bawang merah (helai) pada umur 2 – 7 MST pada perlakuan pemberian vermikompos.

Vermikompos Rataan Jumlah Daun

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST V0 (0 g) 9.69 b 12.49 b 15.00 b 17.76 b 20.04 22.89 V1 (15 g) 10.91 ab 14.44 ab 17.04 ab 19.51 b 22.93 26.07 V2 (30 g) 11.22 ab 15.00 a 16.89 ab 20.00 ab 23.09 26.09 V3 (45 g) 11.96 a 15.98 a 18.69 a 22.58 a 23.69 26.73 Rataan 10.94 14.48 16.91 19.96 22.44 25.44 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yg berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf uji 5 %.

Dari Tabel 5 tersebut dapat dilihat bahwa rataan jumlah daun tertinggi

terdapat pada perlakuan V3 (11,96; 15,98; 18,69; 22,58; 23,69; 26,73) pada 2 – 7 MST dan terendah terdapat pada perlakuan V0 (9,69; 12,49; 15,00; 17,76; 20,04; 22.89) pada 2 – 7 MST.

Data rataan jumlah daun pada 2 – 7 MST pada pemberian urin domba

(41)

Tabel 6. Rataan jumlah daun (helai) bawang merah pada umur 2 – 7 MST dengan pemberian urin domba.

Urin Domba Rataan Jumlah Daun

2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST U0 (0 ml/L) 10.40 13.65 15.83 b 18.60 21.47 24.37 U1 (200 ml/L) 10.90 14.90 16.82 ab 20.03 22.13 25.25 U2 (400 ml/L) 11.53 16.53 18.07 a 21.25 23.72 26.72 Rataan 10.94 14.48 16.91 19.96 22.44 25.44 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yg berbeda pada kolom yang sama

menunjukkan berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf uji 5 %.

Tabel 6. Menunjukkan bahwa rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada

perlakuan U2 (11,53; 16,53; 18,07; 21,25; 23,72; 26,72) pada 2 – 7 MST dan terendah terdapat pada perlakuan U0 (10,40; 13,65; 15,83; 18,60; 21,47; 24,37) pada 2 – 7 MST.

Kurva pertumbuhan jumlah daun bawang merah pada 2 – 7 MST dengan

pemberian vermikompos dan urin domba dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

Gambar 3. Kurva pertumbuhan jumlah daun bawang merah pada 2 – 7 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba

0 5 10 15 20 25 30

0 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST

Jum

la

h D

a

un

[image:41.595.148.476.433.621.2]
(42)

Bobot Umbi Basah per Sampel (g)

Data bobot umbi basah per sampel bawang merah dilampirkan pada

Lampiran. 44, sedangkan sidik ragamnya pada Lampiran 45. Dari sidik ragam

tersebut terlihat bahwa perlakuan urin domba berpengaruh nyata terhadap

parameter bobot umbi basah per sampel, sedangkan perlakuan vermikompos dan

interaksi antara dua perlakuan tidak berpengaruh nyata. Rataan bobot basah umbi

[image:42.595.117.507.319.420.2]

per sampel bawang merah disajikan pada Tabel 7. berikut.

Tabel 7. Rataan bobot basah umbi bawang merah (g) per sampel dengan pemberian vermikompos dan urin domba .

Vermikompos Urin Rataan

U0 (0 ml/L) U1 (200 ml/L) U2 (400 ml/L)

V0 (0 g) 5.35 5.49 4.53 5.12 V1 (15 g) 5.55 5.00 4.47 5.01 V2 (30 g) 6.77 5.07 5.03 5.63 V3 (45 g) 7.49 5.75 5.19 6.14 Rataan 6.29 a 5.33 ab 4.81 b 5.12 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yg berbeda pada baris yang sama menunjukkan

berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf uji 5 %.

Tabel 7 menunjukkan bahwa bobot umbi basah per sampel tertinggi

terdapat pada perlakuan V3 (6,14 g) dan U0 (6,29 g) sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V1 (5,01 g) dan U2 (4,81 g).

Hubungan antara bobot basah umbi per sampel dengan vermikompos

(43)
[image:43.595.139.488.83.290.2]

Gambar 4. Hubungan pemberian vermikompos terhadap bobot umbi per sampel bawang merah

Hubungan antara bobot basah umbi per sampel dengan urin domba dapat

dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot basah per sampel umbi bawang merah

Bobot Umbi Basah per Plot (g)

Data bobot umbi basah per plot tanaman bawang merah secara lengkap

dapat dilihat pada Lampiran. 46, sedangkan sidik ragamnya pada Lampiran. 47.

Dari sidik ragam tersebut, terlihat bahwa perlakuan vermikompos, urin domba dan ŷ= 4.922 + 0.024x

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

B ob ot U mb i (g )

Dosis Vermikompos (g)

ŷ= 6.216 -0.003x

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00

0 100 200 300 400 500

B ob ot U mb i (g )

[image:43.595.155.474.386.569.2]
(44)

plot tanaman bawang merah. Rataan bobot basah per plot umbi bawang merah

[image:44.595.153.465.437.613.2]

disajikan pada Tabel 8 berikut.

Table 8. Rataan bobot basah umbi per plot (g) tanaman bawang merah terhadap perlakuan vermikompos dan urin domba.

Vermikompos Urin Rataan

U0 (0 ml/L) U1 (200 ml/L) U2 (400 ml/L)

V0 (0 g) 60.67 48.67 48.67 52.67 V1 (15 g) 43.33 41.33 40.67 41.78 V2 (30 g) 52.67 52.00 43.67 49.44 V3 (45 g) 76.33 60.67 41.67 59.56 Rataan 58.25 50.67 43.67 50.86

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rataan bobot basah umbi per plot

tertinggi terdapat pada perlakuan V3 (59,56 g) dan U0 (58,25 g) sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V1 (41,78 g) dan U2 (43,67 g).

Hubungan antara bobot umbi basah per plot bawang merah dengan urin

domba dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot basah per plot umbi bawang merah

Bobot Umbi Kering per Sampel (g)

Data bobot umbi kering per sampel tanaman bawang merah secara lengkap

dapat dilihat pada Lampiran 48, sedangkan sidik ragamya pada Lampiran 49. Dari

sidik ragam tersebut terlihat bahwa perlakuan vermikompos, urin domba dan ŷ= 58.15 - 0.036x

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

0 100 200 300 400 500

B ob ot u mb i p e r p lot ( g )

(45)

interaksi antara dua perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap bobot

kering umbi per sampel tanaman bawang merah. Rataan bobot kering per sampel

[image:45.595.108.516.197.295.2]

umbi bawang merah disajikan pada Tabel 9 berikut.

Table 9. Rataan bobot kering umbi per sampel (g) tanaman bawang merah terhadap perlakuan vermikompos dan urin domba.

Vermikompos Urin Rataan

U0 (0 ml/L) U1 (200 ml/L) U2 (400 ml/L)

V0 (0 g) 4.47 5.47 4.27 4.73 V1 (15 g) 5.33 4.07 4.53 4.64 V2 (30 g) 6.73 4.80 4.53 5.36 V3 (45 g) 6.47 5.27 5.13 5.62 Rataan 5.75 4.90 4.62 5.09

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan bobot kering umbi per sampel

tertinggi terdapat pada perlakuan V3 (5,62 g) dan U0 (5,75 g) sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V1 (4,64 g) dan U2 (4,62 g).

Hubungan antara bobot umbi kering per sampel bawang merah dengan

urin domba dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot kering per sampel umbi bawang merah

ŷ= 5.655 - 0.002x

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5

0 100 200 300 400 500

B o b o t K er in g Um b i p er Sa m p el (g )

[image:45.595.164.483.455.628.2]
(46)

Bobot Umbi Kering per Plot (g)

Data bobot umbi kering per plot tanaman bawang merah secara lengkap

dapat di lihat pada Lampiran 50, sedangkan sidik ragamnya pada Lampiran 51.

Pemberian urin kambing domba berpengaruh nyata terhadap bobot kering umbi

per plot, sedangkan perlakuan pemberian pupuk vermikompos dan interaksi antara

perlakuan vermikompos dan urin domba tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Secara ringkas ditampilkan pada Tabel 10 berikut ini.

Tabel 10. Rataan bobot kering umbi per plot (g) pada pemberian vermikompos dan urin domba.

Vermikompos Urin Rataan

U0 (0 ml/L) U1 (200 ml/L) U2 (400 ml/L)

V0 (0 g) 48.67 39.67 32.00 40.11 V1 (15 g) 33.67 25.67 30.67 30.00 V2 (30 g) 44.67 35.67 35.67 38.67 V3 (45 g) 58.33 36.33 39.00 44.56 Rataan 46.33 a 34.33 b 34.33 b 38.33 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yg berbeda pada baris yang sama menunjukkan

berbeda nyata menurut uji jarak berganda Duncan pada taraf uji 5 %.

Tabel 10 menunjukkan bahwa rataan bobot kering umbi per plot tertinggi

terdapat pada perlakuan V3 (44,56 g) dan U0 (46.33 g) sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V1 (30.00 g) dan U1 dan U2 (34.33 g).

Hubungan antara bobot kering umbi per plot dengan pupuk cair urin

[image:46.595.123.502.319.419.2]
(47)

Gambar 8. Hubungan pemberian urin domba terhadap bobot kering per plot umbi bawang merah

Jumlah Siung per Sampel (Siung)

Data jumlah siung per sampel ditampilkan pada Lampiran 52, dan sidik

ragamnya pada Lampiran 53. Dari sidik ragam tersebut dapat dilihat bahwa

perlakuan vermikompos hanya memberikan pengaruh yang nyata secara linier,

sedangkan perlakuan urin domba dan interaksi antara perlakuan vermikompos dan

urin domba tidak memberikan pengaruh yang nyata. Ringkasan data pengamatan

[image:47.595.155.472.92.269.2]

jumlah siung per sampel dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan jumlah siung (siung) bawang merah terhadap pemberian vermikompos dan urin domba.

Vermikompos Urin Rataan

U0 (0 ml/L) U1 (200 ml/L) U2 (400 ml/L)

V0 (0 g) 3.67 4.20 4.73 4.20 V1 (15 g) 4.40 5.14 4.42 4.65 V2 (30 g) 4.91 5.09 4.68 4.89 V3 (45 g) 5.44 5.04 5.39 5.29 Rataan 4.60 4.87 4.81 4.76

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan jumlah siung per sampel tertinggi

terdapat pada perlakuan V3 (5,29 siung) dan U1 (4,87 siung) sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V0 (4,20 siung) dan U0 (4,60 siung).

ŷ = 44.33 - 0.03x

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 45,00 50,00

0 100 200 300 400 500

B o b o t K er in g Um b i p er P lo t (g )

(48)

Hubungan antara jumlah siung bawang merah dengan vermikompos dapat

[image:48.595.161.498.145.336.2]

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 9. Hubungan pemberian vermikompos terhadap jumlah siung per sampel bawang merah

Pembahasan

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah dengan Pemberian Vermikompos

Dari hasil penelitian ini di dapat rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat

pada perlakuan V3 (26,70; 32,91; 33,83; 34,54; 33,25; 34,68) pada 2 MST hingga 7 MST, sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V0 (23,45; 29,50; 30,85; 30,62; 29,50; 31,04) pada 2, 3, 4, 5 dan 7 serta perlakuan V1 (29,50) pada 6 MST. Pada parameter ini vermikompos tidak berpengaruh nyata, namun ada

kecendrungan dengan penambahan dosis vermikompos maka tinggi tanaman akan

bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa pupuk vermikompos dapat meningkatkan

pertumbuhan vegetatif yaitu tinggi tanaman. Bahan organik dalam vermikompos

dapat memperbaiki struktur tanah sehingga dapat meningkatkan daya serap air

pada tanah. Kandungan mikroba dalam vermikompos juga berperan dalam ŷ= 4.231 + 0.023x

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00

0 10 20 30 40 50

Jum

la

h S

iung

(

si

ung

)

(49)

memperbaiki struktur dan tekstur tanah yang dapat meningkatkan daya serapan

hara oleh akar ke dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fahrudin (2009)

yang menyatakan bahwa vermikompos merupakan pupuk organik dari

perombakan bahan-bahan organik dengan menggunakan bantuan mikroorganisme

dan cacing.

Rataan jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan V3 (4,00; 4,67; 4,87; 5,31; 5,36; 5,49) pada 2 – 7 MST dan terendah pada perlakuan V0 (3,07; 3,58; 3,78; 3,87; 3,89; 4,00) pada 2 – 7 MST. Pada parameter ini perlakuan

vermikompos berpengaruh nyata pada umur 2 – 7 MST. Hal ini menunjukkan

bahwa vermikompos berperan dalam meningkatkan jumlah anakan. Ini

disebabkan kandungan unsur hara nitrogen, kalium, fosfor serta unsur hara makro

dan miko lainnya yang cukup tinggi pada kotoran cacing yang ada pada

vermikompos dan lebih tinggi dibandingkan dengan kompos biasa. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Khairuman dan Amri (2010) yang menyatakan bahwa kotoran

cacing tanah yang ada pada vermikompos kaya akan unsur hara. seperti unsur N

(1,90 %), P (61,42 ppm), dan K (10,31 me/100 g) dibandingkan dengan kompos

biasa yang kandungan unsur N (1,19%), P dan K (7,26 me/100 g)-nya lebih

rendah. Unsur-unsur tersebut sangat berperan dalam pembentukan tubuh

tumbuhan.

Rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan V3 (11,96; 15,98; 18,69; 22,58; 23,69; 26,73) pada 2 – 7 MST dan terendah terdapat pada perlakuan

V0 (9,69; 12,49; 15,00; 17,76; 20,04; 22.89) pada 2 – 7 MST pada 2 MST sampai 7 MST. Pada parameter ini perlakuan vermikompos berpengaruh nyata pada 2 – 5

(50)

akan semakin meningkatkan pertumbuhan vegetatif yaitu jumlah daun. Hal ini

disebabkan karena selain vermikompos yang mengandung unsur hara yang cukup

tinggi, vermikompos juga mengandung zat pengatur tumbuh yang meningkatkan

pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu pembentukan daun. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Nurmawati dan Suhardianto (2000) yang menyatakan bahwa selain

mengandung unsur hara tersebut, kascing juga mengandung zat pengatur tumbuh

seperti giberelin, sitokinin, auksin masing-masing sebanyak 2,75; 1,05; 3,80

miliequivalen tiap gram bobot kering. Selain itu ditemukan sejumlah mikroba

yang bersifat menguntungkan bagi tanaman.

Rataan bobot umbi basah per sampel tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 6,41 g dan terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 5.01 g. Pada parameter ini perlakuan vermikompos secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap

penambahan bobot basah umbi per sampel bawang merah. Hal ini disebabkan

karena jumlah unsur K yang berperan dalam pembentukan umbi pada media

tanam tanah sudah cukup tinggi (0,68 me/100 g) sedangkan kandungan unsur K

pada vermikompos cukup rendah (K2O = 0,14%) sehingga dengan penambahan dosis vermikompos pada tanaman tidak berpengaruh nyata pada peningkatan

bobot umbi basah per sampel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Damanik dkk.

(2011) yang menyatakan bahwa kalium sangat dibutuhkan untuk pembentukan

pati dan translokasi hasil-hasil fotosintesis seperti gula. Pada tanaman padi-padian

unsur ini berperan dalam pembentukan bulir dan pada tanaman umbi-umbian

untuk pembentukan umbi termasuk tanaman bawang merah yang memiliki umbi

(51)

Rataan bobot umbi basah per plot tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 59,56 g dan terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 41,78 g. Pada parameter ini pemberian vermikompos tidak berpengaruh nyata dalam

peningkatan bobot basah umbi per plot. Hal ini disebakan selain kandungan unsur

K dalam vermikompos cukup rendah juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan

rumah kaca yang cukup tinggi (Lampiran 54) yang kurang sesuai dengan syarat

tumbuh tanaman bawang merah ini. Menurut Saufi (2003) suhu optimum pada

pertumbuhan bawang merah adalah rata-rata 30ºC, sedangkan suhu rata-rata pada

rumah kaca tempat penelitian berlangsung adalah 33ºC dan suhu tertinggi rumah

kaca mencapai 39ºC.

Rataan bobot kering umbi per sampel tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 5,62 g dan terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 4,64 g. Pada parameter ini perlakuan vermikompos tidak berpengaruh nyata terhadap penambahan bobot

kering umbi per sampel. Hal ini selain disebabkan oleh kandungan unsur K yang

cukup rendah pada vermikompos dan suhu rumah kaca yang cukup tinggi juga

dipengaruhi oleh penyakit yang menyerang tanaman bawang merah.

Rataan bobot kering umbi per plot tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 44,56 g sedangkan terendah terdapat pada perlakuan V1 yaitu 30,00 g. Pada parameter ini perlakuan vermikompos tidak berpengaruh nyata terhadap

penambahan bobot kering umbi per plot bawang merah. Hal ini diduga

disebabkan oleh faktor pemberian urin domba lebih mempengaruhi pada

parameter bobot umbi kering bawang per plot. Namun hasil tersebut juga di

pengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara dalam

(52)

(2006) anatara lain adalah total pasokan hara, kelembapan tanah dan aerasi, suhu

tanah, dan sifat fisik maupun kimia tanah. Keseluruhan faktor ini berlaku umum

untuk setiap unsur hara.

Rataan jumlah siung per sampel tertinggi terdapat pada perlakuan V3 yaitu 5,29 siung dan terendah terdapat pada perlakuan V0 yaitu 4,20 siung. Pada parameter ini perlakuan vermikompos tidak berpengaruh nyata namun terdapat

kecendrungan dengan penambahan dosis vermikompos berpengaruh pada

penambahan jumlah siung pada bawang merah. Hal ini disebabkan jumlah siung

pada tanaman bawang merah di pengaruhi oleh jumlah anakan bawang merah,

semakin tinggi jumlah anakan maka jumlah siung pun semakin banyak dan

sebaliknya. Jumlah anakan dipengaruhi oleh unsur Nitrogen sebagai penyusun

utama tubuh tanaman dan unsur tersebut banyak terdapat pada pupuk

vermikompos. Sesuai dengan hasil uji analisis laboratoriun Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Sumatera Utara yang menyatakan bahwa kandungan N pada

pupuk vermikompos yaitu 1,37% dan ini termasuk kategori tinggi dibandingkan

dengan kompos biasa.

Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah dengan Pemberian Urin Domba

Dari hasil penelitian ini didapatkan rataan tinggi tanaman tertinggi

terdapat pada perlakuan U2 (26,70; 32,91; 33,83) pada 2, 3, 4 MST dan U0 (34,54; 33,25; 34,68) pada 5, 6, 7 MST sedangkan terendah terdapat pada perlakuan U0 (23,45; 29,50; 30,85; 31,04) pada 2, 3, 4 dan 7 MST, dan perlakuan U2 (30,62; 29,50) pada 5 dan 6 MST. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa terdapat

kecendrungan terjadi penambahan tinggi tanaman seiring dengan penambahan

(53)

kandungan N dalam urin domba dapat memicu pertumbuhan vegetatif bawang

merah. Namun terjadi kecendrungan penurunan tinggi tanaman pada 5 MST pada

saat bawang memasuki masa pembentukan umbi.

Rataan jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan U1 (3,73; 4,18) pada 2 - 3 MST dan perlakuan U2 (4,40; 4,78; 4,77; 4,93) pada 4 – 7 MST. Sedangkan jumlah anakan terendah terdapat pada perlakuan U0 (3,35; 3,90; 4,13; 4,38; 4,60; 4,67) pada 2 – 7 MST. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa

pemberian urin domba tidak berpengaruh nyata pada parameter jumlah anakan.

Hasil ini di pengaruhi oleh lingkungan pertanaman bawang dimana disebutkan

oleh Damanik dkk (2011) bahwa efisiensi pemupukan dipengaruhi oleh sifat dan

ciri tanah, jenis atau macam pupuk dan sifat-sifatnya, waktu pemupukan, pola

pertanaman, dosis pupuk, waktu pemupukan, metode atau cara pemupukan.

Rataan jumlah daun tertinggi terdapat pada perlakuan U2 (12,93; 19,40; 22,80; 24,93; 28,00) pada 2, 4, 5, 6, 7 MST dan perlakuan U1 (16,53) pada 3 MST. Sedangkan terendah terdapat pada perlakuan U0 (9,20; 13,27; 16,07; 18,93; 21,40) pada 2, 4, 5, 6, 7 MST dan perlakuan U1 (11,40) pada 3 MST. Hal ini menunjukkan kandungan unsur nitrogen pada urin domba yang meningkatkan

jumlah daun. Unsur nitrogen pada urin domba berperan dalam penggunaan

karbohidrat dan sintesis asam amino untuk pembentukan klorofil. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Lakitan (2008) yang menyatakan bahwa nitrogen dalam

jaringan tanaman merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial

bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino. Nitrogen merupakan unsur penyusun

protein dan enzim, selain itu juga terkandung dalam klorofil, hormone sitokinin,

(54)

Rataan bobot umbi basah per sampel tertinggi terdapat pada perlakuan U0 yaitu 6,29 g dan terendah terdapat pada perlakuan U2 yaitu 4,81 g. Pada perlakuan ini pemberian urin domba berpengaruh nyata terhadap penurunan bobot umbi

basah per sampel. Hal ini disebabkan oleh kandungan N yang tinggi pada urin

domba yang meningkatkan pertumbuhan vegetatif, namun kandungan unsur

lainnya seperti unsur P (0,03% P2O5) dan K (0,48% K2O) pada urin domba ini sangat rendah sehingga kebutuhan unsur hara untuk pembentukan umbi

mengalami kekurangan. Hal ini dijelaskan oleh Damanik dkk. (2011) yang

menyatakan bahwa kalium sangat dibutuhkan untuk pembentukan pati dan

translokasi hasil-hasil fotosintesis seperti gula. Pada tanaman padi-padian unsur

ini berperan dalam pembentukan umbi dan pada tanaman umbi-umbian untuk

pembentukan umbi. Sedangkan fosfor berperan dalam pembentukan lemak dan

albumin, pembentukan buah, bunga dan biji (fase generatif) serta merangsang

perkembangan akar.

Rataan bobot umbi basah per plot tertinggi terdapat pada perlakuan U0 yaitu 58,25 g dan terendah terdapat pada perlakuan U2 yaitu 43,67 g. Pada parameter ini terdapat kecendrungan penurunan bobot umbi basah per plot seiring

dengan penambahan dosis urin domba. Hal ini disebabkan kandungan hara pada

urin domba tidak dapat mencukupi kebutuhan bawang merah dalam pembentukan

umbi selain itu tidak ada penambahan pupuk anorganik lainnya sedangkan

kandungan hara dalam tanah juga tergolong rendah.

(55)

terjadi pengurangan bobot kering umbi per sampel bawang merah. Hal ini di duga

karena adanya pengaruh lingkungan yaitu suhu rumah kaca yang cukup panas

demikian juga sifat dari pupuk cair urin domba yang bersifat panas sehingga

mempengaruhi proses respirasi bawang merah yang semakin banyak

menggunakan zat karbohidrat yang berasal dari umbi sehingga bobot umbi

berkurang dan terpakai untuk proses transpirasi. Hal ini dijelaskan dalam oleh

Damanik dkk (2011) yaitu pupuk yang berasal dari kotoran kambing atau domba

mengandung kadar N yang tinggi dan rendah air sehingga tergolong pupuk yang

cepat menguap dan termasuk pupuk panas.

Rataan bobot kering umbi per plot tertinggi terdapat pada perlakuan U0

yaitu 46,33 g sedangkan terendah terdapat pada perlakuan U1 dan U2 yaitu 34,33 g. Pada parameter ini terdapat kecendrungan dengan penambahan dosis urin

domba maka bobot umbi kering per plot akan semakin berkurang. Hal ini juga

diduga disebabkan oleh pengaruh suhu lingkungan rumah kaca yang cukup panas

melebihi suhu yang memenuhi syarat tumbuh bawang merah serta sifat dari pupuk

cair urin domba yang merupakan pupuk yang mengandung banyak unsur N

sehingga cepat menguap atau bersifat pupuk panas.

Rataan jumlah siung per sampel tertinggi terdapat pada perlakuan U1 yaitu 4,87 siung dan terendah terdapat pada perlakuan U0 yaitu 4,60 siung. Pada parameter jumlah siung ini perlakuan urin domba tidak berpengaruh nyata. Hal ini

diduga bahwa jumlah siung pada bawang merah dipengaruhi oleh faktor genetic

(56)

Interaksi Pemberian Vermikompos dan Urin Domba dengan Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah

Interaksi pemberian kompos kascing dan urin domba berpengaruh nyata

untuk parameter tinggi tanaman pada umur 4 MST hingga 7 MST (Lampiran 13,

15, 17, 19). Sedangkan pada parameter lainnya interaksi antara vermikompos dan

urin domba tidak memberikan pengaruh nyata.

Pada parameter tinggi tanaman interaksi berpengaruh nyata, hal ini

menunjukkan bahwa kandungan hara dan sifat vermikompos yang bagus untuk

memperbaiki sifat kimia dan fisika tanah saling melengkapi dengan kandungan

hara dan hormon yang ada pada urin domba sehingga berpengaruh nyata pada

penambahan tinggi tanaman bawang. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Nurmawati dan Suhardianto (2000) yang menyebutkan bahwa vermikompos

selain mengandung unsur hara, juga mengandung zat pengatur tumbuh seperti

giberelin, sitokinin, auksin masing-masing sebanyak 2,75; 1,05; 3,80

miliequivalen tiap gram bobot kering. Selain itu ditemukan sejumlah mikroba

yang bersifat menguntungkan bagi tanaman. Menurut

insyiaashra89.student.umm.ac.id (2011) dari hasil penelitian dalam urin kambing

terdapat nitrogen 36% dan urea 47%, artinya 2,5 liter urin kambing setara dengan

2 kg pupuk urea. Urin binatang ternak juga banyak mengandung senyawa antara

lain adalah air, natrium, klorin, kalium, fosfat, sulfat, ammonia, dan kretinin.

Pada parameter jumlah anakan, jumlah daun dan jumlah siung di duga

pemberian kascing lebih berpengaruh dari pada pemberian urin domba. Karena

diduga vermikompos yang diaplikasikan pada lubang tanam jumlah unsur haranya

lebih tersedia dibandingkan dengan urin domba yang diaplikasikan ke daun. Hal

(57)

ruangannya yang cukup tinggi sehingga pupuk lebih cepat menguap dan

ketersediannya berkurang (suhu harian rumah kaca pada Lampiran 54).

Pada parameter produksi seperti bobot basah umbi per sampel, bobot

basah umbi per plot, bobot kering umbi per sampel dan bobot kering umbi per

plot interaksi tidak nyata. Hal ini diduga karena suhu ruangan rumah kaca yg

terlalu tinggi sehingga transpirasi dan respirasi pada tanaman bawang juga

berlangsung cepat yang mengakibatkan jumlah produksi yang cukup kecil karena

habis terpakai dalam proses t

Gambar

Tabel 1. Rataan tinggi tanaman (cm) bawang merah pada umur 2 – 3 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba
Gambar 1. Kurva pertumbuhan tinggi tanaman bawang merah pada 2 – 7 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba
Tabel 3. Rataan jumlah anakan (anakan) bawang merah pada umur 2 - 7 MST dengan pemberian vermikompos
Gambar 2. Kurva pertumbuhan jumlah anakan bawang merah pada 2 – 7 MST dengan pemberian vermikompos dan urin domba
+7

Referensi

Dokumen terkait

Persentase perawat yang memiliki motivasi baik pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Titis (2014) yang menemukan bahwa sebagian besar

Faktor bakteri kontaminan dapat disingkirkan jika dilakukan pemeriksaan kultur darah pada waktu yang bersamaan dengan dua lokasi yang berbeda.. Pengaruh riwayat pemberian

Abstrak — Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi pH pelarut HCl pada sintesis barium M-heksaferrit dengan doping Zn (BaFe 11,4 Zn 0,6 O 19 ) menggunakan metode

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam memerhatikan faktor kebijakan deviden dan kepemilikan institusional dari perusahaan itu sendiri

Promotion Mix adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling , dan alat promosi yang lain, yang

Menurut Wilbraham (1992), eceng gondok dapat digunakan sebagai adsorben material berbahaya pada lingkungan. Kandungan selulosa ini sangat berpotensi untuk digunakan

Dari pembahasan tentang sistem pendidikan Islam masa Daulah Abbasiyah di Baghdad di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut bahwasanya perkembangan dan kemajuan

Hasil tabel 13 menunjukkan bahwa R Square sebesar 0,074 yang artinya bahwa variabel independen (komisaris independen, reputasi KAP, persistensi laba,