PUSAT REHABILITASI HIV/AIDS DI MEDAN
( ARSITEKTUR PERILAKU )
LAPORAN PERANCANGAN
TKA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR
SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010/2011
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknik Arsitektur
Oleh :
SHELLY
070406050
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A
PUSAT REHABILITASI HIV/AIDS DI MEDAN
( ARSITEKTUR PERILAKU )
LAPORAN PERANCANGAN
TKA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR
SEMESTER B TAHUN AJARAN 2010/2011
Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknik Arsitektur
Oleh :
SHELLY
070406050
DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A
PUSAT REHABILITASI HIV/AIDS DI MEDAN
( ARSITEKTUR PERILAKU )
Oleh :
SHELLY
070406050
Medan,
Disetujui Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Ketua Departemen Arsitektur
Ir.N.Vinky Rahman, MT. NIP.196 60622 199702 1001
Ir.Nelson M.Siahaan, Dipl.T.P., M.Arch NIP.195 81127 198701 1001
SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK AKHIR
( SHP2A )
Nama : Shelly
NIM : 070406050
Judul Proyek Akhir : Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan
Tema Proyek Akhir : Arsitektur Perilaku
Rekapitulasi Nilai :
Nilai A B+ B C+ C D E
Dengan ini mahasiswa bersangkutan dinyatakan :
No Status
Pembimbing II
Koordinator
DENGAN SIDANG
5 TIDAK LULUS
Medan , 22 Juni 2011
Ketua Departemen Arsitektur Koordinator TGA – 490
Ir.N.Vinky Rahman, MT. NIP.196 60622 199702 1001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini tersusun tepat pada waktunya. Laporan ini berisikan penjelasan mengenai proyek Tugas Akhir dari penulis yang berjudul “Pusat Rehabiliasi HIV/AIDS di Medan“. Pada tahapan ini terdapat latar belakang , deskripsi proyek , elaborasi tema , analisa dan konsep dari perancangan bangunan “Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan“ ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
Bapak Ir.Nelson M.Siahaan, Dipl.T.P., M.Arch selaku dosen pembimbing I atas kesabaran dan perhatiannya dalam proses asistensi, masukan-masukan, inspirasi, serta motivasi yang diberikan kepada penulis.
Ibu Andalucia, S.T., M.Sc. selaku dosen pembimbing II atas kesabaran dan perhatiannya dalam proses asistensi, masukan-masukan, serta motivasinya.
Ibu Beny O.Y.Marpaung, S.T., M.T., Ph.D atas kritikan dan masukannya.
Kedua orang tua saya atas dukungan dan motivasi tiada hentinya.
Teman-teman seangkatan 2007, terutama Catherine, Claudia, Jessica, serta
senior stambuk ’06, atas masukan-masukan dan motivasi kepada penulis.
Penulis percaya laporan yang disusun masih jauh dari sempurna. Namun dengan adanya laporan ini, semoga dapat memberikan informasi dan gambaran yang cukup jelas mengenai proyek dan tema yang dipilih. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini berguna bagi pihak yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 22 Juni 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ... 3
1.3. Perumusan Masalah ... 3
1.4. Pendekatan Masalah Perancangan ... 4
1.5. Sasaran / Lingkup Pelayanan ... 4
1.6. Asumsi-Asumsi ... 4
1.7. Kerangka Berpikir ... 5
1.8. Sistematika Penulisan Laporan ... 6
BAB II. DESKRIPSI PROYEK ... 7
2.1. Terminologi Judul ... 7
2.2. Tinjauan Umum ... 8
2.2.1. Definisi HIV/AIDS ... 8
2.2.2. Sejarah Munculnya HIV/ADIS ... 10
2.2.3. Stadium / Tahapan HIV/AIDS ... 11
2.2.4. Cara Penularan Virus HIV ... 14
2.2.5. Cara Pencegahan Penularan Virus HIV ... 15
2.2.6. Kelompok Resiko Tinggi Terkena HIV/AIDS ... 16
2.2.7. Cara Mengetahui Diri Terinfeksi Virus HIV... 16
2.2.8. Dampak HIV/AIDS ... 20
2.2.9. Penanganan dan Perawatan Terhadap HIV/AIDS ... 21
2.2.10. Persyaratan dan Kriteria Ruang ... 30
2.2.10.1. Persyaratan dan Kriteria Klinik VCT ... 30
2.2.10.2. Persyaratan dan Kriteria Laboratorium ... 33
2.2.10.4. Persyaratan dan Kriteria Unit Rawat Inap ... 34
2.2.10.5. Persyaratan dan Kriteria Instalasi Dapur Gizi ... 36
2.2.10.6. Persyaratan dan Kriteria Instalasi Laundry ... 36
2.2.10.7. Persyaratan dan Kriteria Instalasi Mekanikal dan Elektrikal... 36
2.2.11. Studi Banding Proyek Sejenis ... 37
2.2.11.1. The Camillian Social Centre, Rayong, Thailand... 37
2.2.11.2. Snehadaan Community Care Centre, Karnataka... 43
2.2.11.3. Perbandingan Studi Banding Terhadap Proyek Perancangan ... 48
2.3. Lokasi Usulan Proyek ... 49
2.3.1. Data Umum Lokasi Proyek ... 49
2.3.2. Kriteria Pemilihan Lokasi ... 50
2.3.3. Lokasi Site ... 53
2.3.4. Analisa Pemilihan Lokasi ... 57
2.4. Studi Kelayakan ... 58
2.4.1. Studi Kelayakan Proyek ... 58
2.4.2. Studi Kelayakan Lokasi ... 70
2.4.2.1. Berdasarkan Kecenderungan Perkembangan Bangunan Kesehatan... 70
2.4.2.2. Berdasarkan Tingkat Kepadatan... 73
2.5. Tinjauan Fungsi ... 74
2.5.1. Deskripsi Pengguna ... 74
2.5.2. Program Kegiatan ... 74
2.5.3. Struktur Organisasi ... 76
2.5.4. Kebutuhan Ruang ... 77
BAB III. ELABORASI TEMA ... 80
3.1. Pengertian ... 80
3.1.1. Pengertian Arsitektur ... 80
3.1.2. Pengertian Perilaku ... 81
3.1.3. Pengertian Asitektur Perilaku ... 82
3.3. Latar Belakang Pemilihan Tema ... 91
3.4. Interpretasi Tema Terhadap Proyek ... 92
3.5. Studi Banding Tema Sejenis ... 97
3.5.1. Duke Integrative Medicine, Durham ... 97
3.5.2. Toyama Children Centre ... 101
3.5.3. Kesimpulan Analisa Studi Banding Tema Sejenis ... 102
BAB IV. ANALISA ... 102
4.1. AnalisaTapak ... 105
4.1.1. Analisa Lokasi ... 105
4.1.2. Analisa Potensi Lahan ... 107
4.1.3. Analisa Tata Guna Lahan ... 108
4.1.4. Analisa Intensitas Pembangunan ... 109
4.1.5. Analisa Sirkulasi ... 110
4.1.5.1. Deskripsi Jalan di Sekitar Site ... 110
4.1.5.2. Pola Sirkulasi Site Eksisting ... 111
4.1.5.3. Pola Lalu Lintas Eksisting Site ... 112
4.1.6. Analisa Pencapaian ... 113
4.1.7. Analisa View ... 114
4.1.7.1. Analisa View Ke Luar Tapak ... 114
4.1.7.2. Analisa View Ke Dalam Tapak ... 115
4.1.8. Analisa Kebisingan ... 116
4.1.9. Analisa Matahari Dan Vegetasi ... 116
4.1.10.Analisa Angin ... 118
4.1.11.Analisa Utilitas ... 119
4.2. Analisa Kegiatan ... 120
4.3. Analisa Fungsional ... 120
4.3.1. Analisa Kapasitas Pusat Rehabilitasi ... 120
4.3.2. Analisa Kapasitas Tenaga Ahli ... 123
4.3.3. Analisa Kapasitas Pengunjung ... 124
4.4. Analisa Aktivitas Pengguna ... 124
4.5. Program Ruang ... 127
BAB VI. GAMBAR PERANCANGAN ... 155 DAFTAR PUSTAKA ... xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir ... 5
Gambar 2.1. Skematik virus HIV (Buku Pathologic basic of disease)... 8
Gambar 2.2. Mekanisme HIV masuk ke dalam sel (Buku Pathologic Basic of Disease)... 12
Gambar 2.3. Langkah-langkah prosedur tes HIV ... 19
Gambar 2.4. Model standard emas ... 19
Gambar 2.5. Reaksi shock pengidap HIV ketika baru mengetahui dirinya HIV positif ... 25
Gambar 2.6. Pemberian informasi terhadap para pengidap HIV/AIDS ... 26
Gambar 2.7. Terapi spiritual membantu meningkatkan keadaan psikis dan sosial ... 27
Gambar 2.8. Contoh denah pelayanan VCT ... 32
Gambar 2.9. Model unit rawat inap (Data Arsitek) ... 35
Gambar 2.10. Standar KM / WC pada unit rawat inap (Data Arsitek)... 36
Gambar 2.11. Anak-anak ODHA yatim piatu yang ditampung pada Camillian Social Centre ... 37
Gambar 2.12. Beberapa staf-staf medis dan relawan pada Unit Perawatan Paliatif ... 37
Gambar 2.13. Penerimaan dana dan relawan sangat dibutuhkan di tempat ini... 38
Gambar 2.14. Unit rawat inap untuk perawatan paliatif ... 39
Gambar 2.15. Fasilitas rekreasi yang ada pada Camillian Social Centre ... 39
Gambar 2.16. Hunian berupa asrama yang ada pada Camillian Social Centre .... 40
Gambar 2.17. Ruang bersama dan taman area bermain anak-anak di unit hunian ... 40
Gambar 2.18. Penghuni unit hunian melakukan olahraga berlari di dekat rumah... 40
Gambar 2.19. Fasilitas pendidikan di Camillian Social Centre ... 41
Gambar 2.20. Peta lokasi Camillian Social Centre ... 41
Gambar 2.22. Site plan Snehadaan Community Care Centre ... 43
Gambar 2.23. Unit rawat inap dengan kapasitas 50 tempat tidur ... 45
Gambar 2.24. Tempat bermain anak-anak ... 46
Gambar 2.25. Ruang pembelajaran ... 46
Gambar 2.26. Peta Sumatera, Sumatera Utara, Kota Medan, Kecamatan Medan Tuntungan ... 50
Gambar 2.27. Peta wilayah pengembangan pembangunan kota Medan ... 53
Gambar 2.28. Peta lokasi A ... 54
Gambar 2.29. Kondisi site lokasi A ... 54
Gambar 2.30. Kondisi site lokasi B ... 55
Gambar 2.31. Kondisi site lokasi C ... 56
Gambar 2.32. Grafik peningkatan jumlah kasus penderita HIV/AIDS tahun 1992-2011... 69
Gambar 2.33. Gambar pemetaan titik-titik rumah sakit ... 71
Gambar 2.34. Langkah-langkah tes HIV ... 75
Gambar 2.35. Struktur Organisasi Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan. (RSUP.H.Adam Malik, Januari 2011.)... 76
Gambar 3.1. Hubungan integratif manusia dengan lingkungannya (Gifford, 1987) ... 85
Gambar 3.2. Proses fundamental perilaku manusia (Marcella Laurens, Joyce; Arsitektur dan Perilaku Manusia, Penerbit Gramedia, 2004... 85
Gambar 3.3. Hubungan antara budaya, perilaku, sistem aktivitas, dan sistem setting (Setiawan, Haryadi B.; Arsitektur Lingkungan dan Perilaku, PPLH UGM, Jogjakarta, 1996) ... 85
Gambar 3.4. Tahapan reaksi psikologis penderita HIV/AIDS... 93
Gambar 3.5. Pola pikir dan perilaku dari penderita HIV/AIDS... 93
Gambar 3.6. Eksterior Bangunan... 101
Gambar 4.1. Peta lokasi proyek ... 105
Gambar 4.2. Batas-Batas Wilayah ... 106
Gambar 4.3. Analisa potensi lahan proyek ... 107
Gambar 4.4. Tata guna lahan eksisting ... 108
Gambar 4.6. Potongan A-A ... 109
Gambar 4.7. Potongan B-B ... 109
Gambar 4.8. Konsep tinggi bangunan pada site berupa 1-3 lantai ... 109
Gambar 4.9. Dekripsi jalan di sekitar site ... 110
Gambar 4.10. Alur sirkulasi di sekitar site ... 111
Gambar 4.11. Pola lalu lintas pada kawasan ... 112
Gambar 4.12. Simpang empat Jl.Jaming Ginting dengan Jl.Karya Jasa ... 112
Gambar 4.13. Analisa pencapaian ke site ... 113
Gambar 4.14. Analisa view ke luar tapak ... 114
Gambar 4.15. Konsep view ke luar tapak ... 114
Gambar 4.16. Analisa view ke dalam tapak ... 115
Gambar 4.17. Analisa kebisingan tapak ... 116
Gambar 4.18. Konsep tapak disesuaikan dengan kebisingan ... 116
Gambar 4.19. Analisa matahari pada tapak ... 116
Gambar 4.20. Analisa vegetasi ... 117
Gambar 4.21. Konsep tapak disesuaikan dengan analisa matahari dan vegetasi.. 118
Gambar 4.22. Analisa angin pada tapak ... 118
Gambar 4.23. Analisa utilitas pada tapak ... 119
Gambar 4.24. Kapasitas penampungan pada pusat rehabilitasi ... 123
Gambar 4.25. Diagram kegiatan pengunjung klinik VCT ... 124
Gambar 4.26. Diagram kegiatan pasien rawat jalan ... 124
Gambar 4.27. Diagram kegiatan pasien rawat inap ... 125
Gambar 4.28. Diagram kegiatan dokter ... 125
Gambar 4.29. Diagram kegiatan perawat ... 125
Gambar 4.30. Diagram kegiatan penghuni ... 126
Gambar 4.31. Diagram kegiatan pengunjung dan relawan ... 126
Gambar 4.32. Diagram kegiatan pengelola ... 126
Gambar 4.33. Diagram kegiatan servis ... 126
Gambar 5.1. Perspektif mata burung site ... 152
Gambar 5.2. Diagram sistem mekanikal elektrikal bangunan ... 153
Gambar 5.3. Diagram sistem air bersih ... 153
Gambar 5.5. Diagram sistem pembuangan sampah ... 154
Gambar 6.1. Site Plan ... 155
Gambar 6.2. Ground Plan ... 156
Gambar 6.3. Tampak Tenggara dan Tampak Barat Laut ... 157
Gambar 6.4. Tampak Timur Laut dan Tampak Barat Daya... 158
Gambar 6.5. Potongan A-A’ Site dan Potongan B-B’ Site... 159
Gambar 6.6. Denah dan Tampak massa A... 160
Gambar 6.7. Tampak dan Potongan massa A... 161
Gambar 6.8. Denah massa B... 162
Gambar 6.9. Tampak dan Potongan massa B... 163
Gambar 6.10. Denah Massa C... 164
Gambar 6.11. Tampak dan Potongan Massa C... 165
Gambar 6.12. Tampak, Potongan, Rencana Pondasi, Rencana Ring Balok, dan Rencana Atap massa D... 166
Gambar 6.13. Rencana Pondasi dan detail pondasi... 167
Gambar 6.14. Detail pondasi... 168
Gambar 6.15. Detail pondasi dan detail pondasi core... 169
Gambar 6.16. Rencana Pembalokan Massa A... 170
Gambar 6.17. Rencana Pembalokan Massa B... 171
Gambar 6.18. Rencana Pembalokan Massa C... 172
Gambar 6.19. Detail Balok dan detail kolom ... 173
Gambar 6.20. Rencana atap... 174
Gambar 6.21. Detail atap... 175
Gambar 6.22. Detail atap... 176
Gambar 6.23. Detail atap... 177
Gambar 6.24. Detail atap... 178
Gambar 6.25. Detail trafe potongan massa A... 179
Gambar 6.26. Detail komponen struktur... 180
Gambar 6.27. Rencana plafond massa A... 181
Gambar 6.28. Rencana plafond massa B... 182
Gambar 6.29. Rencana plafond massa C... 183
Gambar 6.31. Rencana elektrikal massa A... 185
Gambar 6.32. Rencana elektrikal massa B... 186
Gambar 6.33. Rencana elektrikal massa C... 187
Gambar 6.34. Rencana utilitas lantai dasar... 188
Gambar 6.35. Rencana utilitas massa A dan massa B... 189
Gambar 6.36. Rencana utilitas massa B dan massa C... 190
Gambar 6.37. Perspektif mata burung timur, selatan, dan tampak tenggara... 191
Gambar 6.38. Perspektif mata burung utara, barat, dan sketsa suasana eksterior 1... 192
Gambar 6.39. Perspektif suasana eksterior 2,3, dan view area sosialiasi pada massa B... 193
Gambar 6.40. Perspektif suasana area bermain anak-anak, area sosialisasi pada massa C, dan hall penerima... 194
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tahapan Reaksi Psikologis Penderita HIV/AIDS ... 20
Tabel 2.2. Perbandingan studi banding dengan proyek perancangan ... 49
Tabel 2.3. Kriteria Penilaian Lokasi ... 51
Tabel 2.4. Pembagian wilayah pengembangan pembangunan kota Medan ... 52
Tabel 2.5. Kriteria Penilaian Lokasi ... 57
Tabel 2.6. Statistik data berdasarkan tingkat usia tahun 2009 ... 63
Tabel 2.7. Statistik data berdasarkan faktor resiko tahun 2009 ... 64
Tabel 2.8. Statistik data berdasarkan jenis kelamin tahun 2009 ... 64
Tabel 2.9. Statistik data berdasarkan Kabupaten / Kota tahun 2009 ... 65
Tabel 2.10.Statistik data berdasarkan tingkat usia tahun 2010 ... 65
Tabel 2.11.Statistik data berdasarkan Kabupaten / Kota tahun 2010 ... 66
Tabel 2.12.Statistik data berdasarkan tingkat usia tahun 2011 ... 67
Tabel 2.13. Statistik data berdasarkan faktor resiko tahun 2011... 67
Tabel 2.14. Statistik data berdasarkan jenis kelamin tahun 2011 ... 68
Tabel 2.15. Statistik data berdasarkan Kabupaten / Kota tahun 2011 ... 69
Tabel 2.16. Kebutuhan Ruang ... 77
Tabel 3.1. Identifikasi warna pilihan menurut kategori umur ... 87
Tabel 3.2. Karakteristik Warna ... 88
Tabel 3.3. Intepretasi tema terhadap proyek ... 94
Tabel 3.4. Analisa terhadap elemen lain dalam Toyama Childre Centre ... 101
Tabel 3.5. Analisa terhadap elemen lain dalam Toyama Childre Centre ... 102
Tabel 3.6. Kesimpulan studi banding tema sejenis ... 102
Tabel 4.1. Gambar Kondisi Jalan di sekitar Site ... 110
Tabel 4.2. Analisa view ... 115
Tabel 4.3. Analisa kapasitas tenaga ahli ... 123
Tabel 5.1. Konsep Perancangan ... 152
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
HIV dan AIDS (Acquire Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah global, dimana kasus AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 pada pria homoseksual di United States. HIV/AIDS telah menjadi wabah penyakit di seluruh dunia dan menurut UNAIDS (United Nations Program on HIV/AIDS), virus HIV ini telah menginfeksi setidaknya 38,6 juta orang di seluruh dunia, serta telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981.
HIV/AIDS merupakan penyakit menular dengan angka kematian yang tinggi. Pandemi HIV/AIDS merupakan ancaman bagi kemanusiaan dan penyebarannya dapat menjangkiti seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali mulai dari bayi sampai dewasa, laki-laki maupun perempuan.
Di Indonesia, masalah penyakit HIV/AIDS ini juga sudah menjadi hal yang sangat mengkhawatirkan, dikarenakan tingkat penyebarannya yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Perkembangan epidemi HIV di Indonesia merupakan salah satu yang tercepat di Asia. Saat ini Indonesia termasuk dalam 5 besar negara dengan jumlah infeksi virus HIV terbesar di Asia bersama India, Thailand, Nepal, dan Myanmar. DKI Jakarta, Papua, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, serta Maluku, merupakan provinsi-provinsi yang melaporkan kasus AIDS terbanyak (KPAN,2007).
Adapun jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS di Sumatera Utara sampai bulan Januari tahun 2011, sudah ada sebanyak 2.616 kasus, diantaranya 1.081 orang berstatus HIV positif dan 1.535 orang sudah berstatus AIDS.
hanya mendapatkan perawatan berdasarkan rumah sakit rujukan yang ada di Sumatera Utara. Sementara itu, stigma dan diskriminasi terhadap penyandang HIV/AIDS juga masih ada di masyarakat. Stigmatisasi dan diskriminasi terjadi karena pemahaman masyarakat tentang HIV/AIDS ini masih kurang. Padahal faktor resiko terbesar orang terinfeksi HIV juga dikarenakan kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai HIV/AIDS.
Oleh karena itu sangat diperlukan adanya peningkatan akses pelayanan berupa penyediaan suatu tempat yang mampu mewadahi fungsi pengobatan dan perawatan kepada para pengidap HIV/AIDS ini. Selain itu, juga diperlukan suatu tempat yang berfungsi sebagai tempat untuk mengsosialisasikan tentang HIV/AIDS (cara penularan, cara pencegahan, dan sebagainya) kepada masyarakat luas.
Selain itu, salah satu konsekuensi dari epidemi ganda HIV/AIDS adalah meningkatnya jumlah bayi dan anak yang terinfeksi HIV. Melihat statistik data pada Januari 2011, tercatat ada sebanyak 91 anak-anak dengan range usia <1 - 19 tahun (usia sekolah) yang sudah mengidap HIV/AIDS. Kebanyakan anak-anak penderita ini adalah anak yatim ataupun anak piatu. Namun belum ada kebijakan pemerintah yang mengatur tentang perawatan dan penampungan anak ODHA ini sehingga anak-anak ini cenderung terlantarkan dan tidak mendapat pendidikan semana mestinya.
Oleh karena itu, dibutuhkan juga suatu tempat yang mampu menampung dan merawat, serta membina anak-anak pengidap HIV/AIDS ini. Dengan demikian, mereka dapat memiliki suatu tempat bernanung yang layak, mendapatkan perawatan yang layak, serta mendapat pembinaan atau pendidikan yang layak.
diskriminasi. Dengan demikian sumber daya manusia sebagai pilar pembangunan dapat ditingkatkan, karena rata-rata penderita HIV/AIDS adalah kelompok usia produktif ( usia 20-29 tahun ).
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari proyek “Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di
Medan” ini adalah :
1. Maksud dan Tujuan Medis:
a. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi pengidap HIV/AIDS.
b. Memberikan fasilitas perawatan dan pengobatan secara lengkap serta pendukungnya (pengobatan medis dan terapi psikis).
c. Mengakomodasi fasilitas konseling dan tes HIV sukarela untuk mendeteksi dini infeksi virus HIV bagi masyarakat.
2. Maksud dan Tujuan Informatif dan Suportif:
a. Memberikan informasi dan sosialisasi mengenai HIV dan AIDS secara lengkap dan akurat kepada semua kalangan masyarakat.
b. Memberikan semangat hidup (moral support), motivasi, kepercayaan diri, dan keberanian bagi penderita HIV/AIDS yang depresi maupun keluarganya untuk menghadapi hidup dengan baik.
3. Maksud dan Tujuan Arsitektural:
a. Memberikan fasilitas hunian yang nyaman dan aman bagi para ODHA yang membutuhkannya, serta menciptakan suasana kekeluargaan yang ramah bagi penderita sehingga mereka merasa diterima dan nyaman layaknya berada di rumah kedua bagi mereka.
b. Menciptakan suatu bangunan yang tidak termaginalkan dari lingkungannya, dimana para penghuni bangunan bisa tetap bersosialisasi dengan lingkungan sekitar (tidak terkucilkan).
1.3. Perumusan Masalah
Bagaimana membuat desain yang dapat menciptakan suasana yang ramah dan kekeluargaan bagi pengguna bangunan.
Bagaimana membuat desain yang tidak menakutkan sebagai usaha untuk mengurangi / melepaskan diri dari image negatif pada masyarakat.
Bagaimana memahami dan menerapkan tema yang digunakan dan
mewujudkannya dalam bangunan melalui tahapan perancangan.
1.4. Pendekatan Masalah Perancangan
Pendekatan-pendekatan masalah yang dilakukan pada proyek “Pusat
Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan” ini adalah :
Studi pustaka yang berkaitan langsung dengan judul dan tema yang diangkat untuk mendapatkan infromasi dan bahan berupa literatur yang sesuai dengan materi laporan yang berguna untuk memperkuat fakta secara ilmiah.
Studi perilaku dan hal yang diinginkan oleh ODHA.
Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan melihat keadaan yang sudah ada, sumber dapat berupa buku, majalah, internet, dan sebagainya.
Studi lapangan mengenai kondisi sekitar lahan studi dan lingkungan fisik yang berhubungan dengan kasus proyek.
Wawancara dengan instansi terkait dan orang-orang yang dianggap ahli dan mengetahui tentang kasus proyek dan permasalahan HIV/AIDS meliputi informasi dan lain-lain.
1.5. Sasaran / Lingkup Pelayanan
Sasaran utama dari kasus proyek ini adalah para penderita HIV/AIDS dan kelompok resiko, serta masyarakat luas. Lingkup pelayanan khususnya untuk daerah Sumatera Utara, namun tidak menutup kemungkinan untuk penderita HIV/AIDS dan pengunjung yang ingin mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS dari luar daerah.
1.6. Asumsi-Asumsi
Diasumsikan bahwa kondisi lahan dalam keadaan kosong / layak bangun.
Diasumsikan sumber dana yang diperoleh dari bantuan donatur lembaga luar negeri yang peduli HIV/AIDS.
1.7. Kerangka Berpikir
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir. Latar Belakang
Masalah HIV/AIDS merupakan masalah global dan penyebaran epidemi HIV yang semakin meningkat
Statistik data pengidap HIV/AIDS yang semakin meningkat dari tahun ke tahun sehingga perlu adanya pusat perawatan (rehabilitasi) khusus untuk para pengidap HIV/AIDS karena di Sumatera Utara belum ada pusat rehabillitasi khusus untuk para pengidap HIV/AIDS
Sosialisasi dan penginformasian HIV/AIDS untuk masyarakat luas untuk menekan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap para ODHA
Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan medis untuk perawatan dan pengobatan terhadap pengidap HIV/AIDS dan pengecekan HIV dini
Maksud dan tujuan informatif dan suportif untuk pemberian informasi dan sosialisasi HIV/AIDS terhadap masyarakat luas, serta pemberian semangat hidup terhadap para ODHA yang depresi
Maksud dan tujuan arsitektural untuk perancangan bangunan yang layak, nyaman, serta tidak terkucilkan dari masyarakat luas
Perumusan Masalah
Bagaimana merancang suatu bangunan yang nyaman dan tidak terkucilkan dari masyarakat
Bagaimana membuat desain yang dapat mengurangi tekanan mental, melepaskan stress, dan kejenuhan yang rawan menimpa para ODHA dan petugas kesehatan
Bagaimana memahami dan menerapkan tema yang digunakan dan mewujudkannya dalam bangunan melalui tahapan perancangan
Judul dan Tema Proyek
Judul Perancangan : “Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan”
Tema Perancangan : Arsitektur Perilaku
Analisa
Analisa kondisi tapak
Analisa fungsional
Analisa kelayakan
Prinsip tema dalam desain
Konsep Perancangan Konsep dasar
Konsep perancangan tapak
Konsep perancangan bangunan
Konsep struktur bangunan
Konsep utilitas bangunan
Pra Perancangan
Pendekatan teori arsitektur
Pendekatan teori tema yang digunakan
1.8. Sistematika Penulisan Laporan
Secara garis besar, urutan pembahasan dalam penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, berisi kajian tentang latar belakang pembangunan Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan, maksud dan tujuan, perumusan masalah, metode pendekatan masalah perancangan, dan sasaran / lingkup pelayanan.
Bab II Tinjauan Umum, berisi tentang studi-studi pustaka dan teori mengenai HIV/AIDS beserta studi banding.
Bab III Deskripsi Proyek, berisi tentang pembahasan mengenai terminologi judul, pemilihan lokasi, deskripsi kondisi eksisting, luas lahan, tinjauan pengguna, kegiatan penguna dan kebutuhan ruang.
Bab IV Elaborasi Tema, menjelaskan tentang pengertian tema yang diambil, interpretasi tema, keterkaitan tema dengan judul dan studi banding arsitektur dengan tema sejenis.
Bab IV Analisa Perancangan, menjelaskan tentang analisa kondisi tapak dan lingkungan, analisa fungsional, analisa dan penerapan tema, serta kesimpulan.
Bab V Konsep Perancangan, menjelaskan konsep penerapan hasil analisis komprehensif yang digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah.
Bab VI Gambar Perancangan, menjelaskan tentang gambar hasil perancangan berupa foto maket maupun gambar kerja.
BAB II
DESKRIPSI PROYEK
2.1. Terminologi Judul
Judul dari proyek adalah “Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan” yang merupakan suatu tempat yang mengintegrasikan fungsi perawatan, pengobatan, pengecekan HIV dini, penampungan dan pembinaan anak-anak ODHA yatim piatu, serta sosialisasi HIV/AIDS kepada masyarakat luas. Dalam judul “Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan” mengandung beberapa pengertian yaitu :
Medan adalah nama ibukota propinsi Sumatera Utara, kota dimana tempat proyek ini akan dibangun.
Pusat berarti :
- Titik yang terletak di bagian; Pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan
segala macam kegiatan. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1995.)
- Tempat yang utama untuk melakukan kegiatan, aktivitas, urusan, ataupun hal yang sesuai tujuan. (W.J.S.Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai Pustaka 1976. Hal.788.)
Rehabilitasi berarti kegiatan perawatan dan pengobatan terhadap penyandang HIV/AIDS sehingga keadaan fisik serta psikis mereka dapat ditingkatkan.
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya.
Jadi pengertian dari judul “Pusat Rehabilitasi HIV/AIDS di Medan” adalah :
“Suatu tempat atau wadah yang berfungsi sebagai pusat perawatan dan pengobatan bagi penyandang HIV/AIDS, pengecekan HIV dini, penampungan anak-anak ODHA yatim piatu, serta tempat untuk mensosialisasikan dan menginformasikan HIV/AIDS kepada masyarakat luas yang terletak di kota Medan.”
2.2. Tinjauan Umum 2.2.1.Definisi HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan macrophages–komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Virus HIV membutuhkan sel-sel kekebalan tubuh kita untuk berkembang biak. Secara alamiah sel kekebalan kita akan dimanfaatkan, bisa diibaratkan seperti mesin fotocopy. Namun virus ini akan merusak mesin fotocopynya setelah mendapatkan hasil copy virus baru dalam jumlah yang cukup banyak. Sehingga lama-kelamaan sel kekebalan tubuh kita habis, dan jumlah virus HIV menjadi sangat banyak.
Gambar 2.1. Skematik virus HIV (Buku Pathologic basic of disease).
banyak sekali infeksi yang beredar, entah itu berada dalam udara, makanan ataupun minuman. Namun kita tidak setiap saat menjadi sakit, karena CD4 masih bisa berfungsi dengan baik untuk melawan infeksi ini. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen di sekitar kita tadi akan dengan mudah masuk ke tubuh kita dan menimbulkan penyakit pada tubuh manusia. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misalnya pada orang yang terinfeksi virus HIV), nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol).
Infeksi dari virus HIV ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya dalam memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi, yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan. Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan defisiensi
kekebalan yang parah dikenal sebagai “infeksi oportunistik”, karena infeksi-infeksi tersebut memanfaatkan sistem kekebalan tubuh yang melemah.
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi virus HIV merupakan penyebab AIDS. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS. Dalam bahasa Indonesia dapat dialihkatakan sebagai Sindrom Cacat Kekebalan Tubuh Dapatan (Pusdiknakes dengan The Ford Foundation, AIDS & Penanggulangannya, Hal 18).
Acquired : Didapat, bukan penyakit keturunan
Immune : Sistem kekebalan tubuh
Deficiency : Kekurangan
Kerusakan progresif pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) sangat rentan dan mudah terjangkiti bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya, lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal. Oleh karena penyakit yang menyerang sangat bervariasi, AIDS kurang tepat jika disebut penyakit. Definisi yang benar adalah sindrom atau kumpulan gejala penyakit.
2.2.2.Sejarah Munculnya HIV/AIDS
Penyakit AIDS pertama kali tersiar pada tahun 1979. Penyakit ini ditemukan pada sekelompok homoseksual di New York dan San Franscisco. Pada awalnya istilah AIDS diterapkan pada enam kasus pertama yang ditemukan di Los Angeles tanggal 5 Juli 1981. Kasus infeksi HIV pertama kali di dunia terjadi pada tahun 1959. Ketika itu, seorang lelaki berkulit hitam yang tinggal di Leopoldville (kini Kinsasha) di Kongo menyerahkan sampel darahnya kepada tim dokter dari Amerika Serikat yang tengah melakukan studi tentang masalah genetik. Usai penelitian, sampel darah itu ternyata tidak dibuang, melainkan disimpan dalam pendingin dan terlupakan. Baru pada tahun 1986, sampel darah itu ikut diperiksa bersama 1.212 sampel darah lain oleh seorang dokter di AS bersama para peneliti. Hasilnya, sampel darah itu positif HIV.
Ada dugaan habitat asal HIV berada di benua Afrika. Dugaan ini berdasarkan informasi tentang asal mula berjangkitnya virus HIV, yaitu di kalangan pria homoseksual di Afrika.
Di Indonesia, AIDS merebak dari turis Belanda bernama Edward Hop (pria homo), yang meninggal di RSU Sanglah yang merupakan RSU terbesar di Bali pada tanggal 15 April 1987. Sebelum itu, pada bulan April 1986, di RSCM Jakarta, ditemukan seorang wanita yang terinfeksi HIV melalui transfusi darah. Ia meninggal setelah 8 jam tidak sadarkan diri. Kejadian ini menunjukkan bahwa ada orang lain yang telah terjangkit virus HIV, yaitu si pendonor.
ini. Kecenderungan peningkatan HIV/AIDS di negara berkembang juga semakin pesat.
Hasil pendataan di Sumatera Utara menunjukkan peningkatan jumlah kasus HIV/AIDS dari tahun 1992, dari pertama kali kasus AIDS ditemukan hingga saat ini. Lima provinsi di Indonesia dengan prevalensi tertinggi adalah Papua, Riau, Jawa Barat, Jakarta, Sumatera Utara, dan Bali. Dari kasus yang ada sebagian besar terdapat pada laki-laki yaitu sebesar 79,1% dan pada perempuan yaitu sebesar 20,9% dengan interval umur 15-49 tahun.
2.2.3.Stadium / Tahapan HIV/AIDS
Infeksi akut dari virus HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya menjadi AIDS. Istilah AIDS dipergunakan untuk tahap-tahap infeksi HIV yang lebih lanjut.
Adapun siklus hidup HIV antara lain :
Virus bebas beredar dalam aliran darah.
HIV mengikatkan diri pada sel.
HIV menembus sel dan mengosongkan isinya dalam sel.
Kode genetik HIV (RNA) dipakai oleh enzim reverse transcriptase untuk membentuk DNA HIV.
DNA HIV dipadukan dengan DNA sel oleh enzim integrase. Dengan pemaduan ini, sel tersebut menjadi terinfeksi HIV.
Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA HIV diaktifkan, dan membuat bahan baku untuk virus baru.
Kumpulan bahan untuk membuat virus baru dikelompokkan.
Virus yang belum matang mendesak ke luar sel yang terinfeksi dengan proses yang disebut budding (tonjolan).
Jutaan virus yang belum matang dilepas dari sel yang terinfeksi.
Gambar 2.2. Mekanisme HIV masuk ke dalam sel (Buku Pathologic Basic of Disease).
Adapun gejala orang yang terinfeksi HIV menjadi AIDS bisa dilihat dari 2 gejala antara lain :
1. Gejala Mayor :
- Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
- Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
- Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
- Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
- Demensia / HIV ensefalopati
2. Gejala Minor :
- Batuk menetap lebih dari 1 bulan
- Dermatitis Generalisata
- Adanya Herpes Zostermultisegmental dan Herpes Zoster berulang
- Kandidias Orofaringeal
- Herpes simpleks kronis progresif
- Limfadenopati Generalisata
- Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
- Retinitis virus Sitomegalo
1. Tahap 1 : Periode Jendela (Window Period)
HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap HIV dalam darah
Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
Bisa saja timbul gejala ringan seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri)
Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu-6 bulan
2. Tahap 2 : HIV positif (tanpa gejala / Asimtomatik) rata-rata selama 5-10 tahun
Pada fase ini virus HIV sudah berkembang biak dalam tubuh namun tubuh penderita tetap sehat dan belum menampakkan gejala sakit
Tes HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena sudah terbentuk antibody terhadap HIV
Sudah dapat menularkan ke orang lain
Bisa saja timbul gejala ringan seperti flu (biasanya 2-3 hari dan sembuh sendiri)
3. Tahap 3 : HIV positif (muncul gejala)
Sistem kekebalan tubuh semakin menurun
Mulai muncul gejala infeksi oportunistik. Gejala-gejala yang berkaitan antara lain : keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare terus-menerus, pembesaran kelenjar getah bening secara menetap dan merata, flu yang tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah dan cepat lelah, serta berat badan terus berkurang.
Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya tahan tubuhnya
Belum disebut dengan AIDS
4. Tahap 4 : Stadium AIDS
Sudah masuk pada fase AIDS
Timbul penyakit tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik, yaitu : TBC, infeksi paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru dan kesulitan untuk bernafas, kanker kulit (berupa koreng di seluruh badan), sariawan, infeksi usus yang menyebabkan diare kronis, dan infeksi otak yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala
Lama virus HIV berkembang menjadi AIDS dapat bervariasi pada setiap individu. Dengan gaya hidup sehat, jarak waktu antara infeksi virus HIV berkembang menjadi stadium AIDS dapat berkisar antara 10-15 tahun, terkadang bahkan bisa lebih lama. Terapi antiretroviral dapat memperlambat perkembangan AIDS dengan menurunkan jumlah virus (viral load) dalam tubuh yang terinfeksi.
2.2.4.Cara Penularan Virus HIV Virus HIV terdapat pada :
Darah
Air mani / sperma
Cairan vagina
Cairan otak
Cairan plasenta
Cairan sumsum tulang
Air susu ibu
Air ludah, namun tidak aktif karena jumlahnya sedikit
Namun virus HIV terbukti hanya bisa menular melalui darah, air mani, dan cairan serviks / vagina saja. Cara penularan virus HIV dapat terjadi melalui :
a) Hubungan seksual tanpa perlindungan (kondom) dengan pasangan yang sudah terinfeksi virus HIV, baik melaui vagina (genital), dubur (anal), maupun mulut (oral).
b) Penerimaan darah atau produk darah melalui transfusi darah.
d) Penerimaan organ atau jaringan tubuh.
e) Ibu hamil kepada anak yang di kandungnya, melalui ;
Antenatal : yaitu saat bayi masih berada di dalam rahim melalui plasenta.
Intranatal : yaitu saat proses persalinan, bayi terpapar darah ibu atau cairan vagina.
Postnatal : yaitu setelah proses persalinan, melalui proses menyusui.
Virus HIV tidak tertular melalui :
a) Bersentuhan dengan pakaian, perabot, penggunaan toilet atau air mandi bergantian, dan tempat yang habis dipakai oleh pengidap HIV/AIDS.
b) Pengidap HIV/AIDS bersin atau batuk di dekat kita.
c) Air mata, air ludah, air mata, muntahan, kotoran manusia dan air kencing, walaupun jumlah virus yang sangat kecil terdapat di cairan ini. HIV tidak ditemukan di keringat.
d) Gigitan nyamuk atau gigitan serangga lainnya karena serangga tidak membawa darah dari satu orang ke orang lain ketika mereka menggigit manusia.
e) Piring makan dan gelas minuman yang bekas dipakai pengidap HIV/AIDS. f) HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh dan tidak menyebar dengan
bersalaman, mengobrol, memeluk, mencium pipi.
g) Hidup serumah dengan ODHA (asal tidak melakukan hubungan seksual). h) Berenang di kolam renang yang sama.
2.2.5.Cara Pencegahan Penularan Virus HIV
Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan langkah-langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan rumusan ABCDE yaitu:
A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual pra-nikah beresiko tinggi.
B= Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti pasangan seksual.
D= Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum tidak steril atau digunakan secara bergantian.
E= Education and Equipement, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan HIV/AIDS, serta pelayanan kesehatan dengan peralatan steril.
Upaya pencengahan lainnya yaitu:
Penyediaan darah dan produk darah yang aman.
Kewaspadaan universal bagi dokter dan pekerja medis.
Komunikasi publik mengenai HIV/AIDS.
Komunikasi publik bisa dilakukan dengan cara penggunaan media cetak (koran, majalah), media elektronik (tayangan di televisi, siaran di radio, internet), dan komunikasi secara langsung (seminar).
2.2.6.Kelompok Resiko Tinggi Terkena HIV/AIDS
HIV/AIDS dapat menyerang siapa saja dan tidak memandang suku, agama, pekerjaan, tingkat sosial, dan sebagainya. Adapun kelompok-kelompok resiko tertinggi terkena HIV/AIDS antara lain :
Waria, pekerja seks, dan pelangannya.
Penerima transfusi darah dan produk darah.
Pengguna narkoba suntik dan pasangan seksualnya.
Petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik bekas pengidap HIV/AIDS.
Petugas kesehatan yang tidak menggunakan Kewaspadaan Universal secara baik dalam melaksanakan pekerjaannya.
Kelompok ini merupakan sasaran yang membutuhkan konseling secara sukarela dan penyuluhan kepada mereka agar mereka tidak menularkan virus yang ada / mungkin ada di dalam darahnya kepada orang lain.
2.2.7.Cara Mengetahui Diri Terinfeksi Virus HIV
Test). Klinik VCT berfungsi sebagai klinik untuk pengecekan darah untuk mengetahui status HIV dini dan konseling terhadap mereka yang baru mengetahui status HIV-nya. Tes HIV berfungsi untuk mengetahui adanya antibody terhadap HIV atau mengetes adanya antigen (sel asing) HIV dalam darah.
Berdasarkan KEPMENKES RI/NO.1507/MENKES/SK/X/2005 tentang
pedoman pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS secara sukarela, disebutkan bahwa prinsip pelayanan konseling dan testing HIV/AIDS sukarela (VCT) antara lain: a) Sukarela dalam melaksanakan testing HIV
Pemeriksaan HIV hanya dilaksanakan atas dasar kerelaan klien, tanpa paksaan, dan tanpa tekanan. Keputusan untuk dilakukan testing terletak di tangan klien. Kecuali testing HIV pada donor darah di unit transfusi dan transplantasi jaringan, organ tubuh dan sel. Testing dalam VCT bersifat sukarela sehingga tidak direkomendasikan untuk testing wajib pada pasangan yang akan menikah, pekerja seksual, IDU, rekrutmen pegawai / tenaga kerja Indonesia, dan asuransi kesehatan.
b) Saling mempercayai dan terjaminnya konfidensialitas
Layanan harus bersifat profesional, menghargai hak dan martabat semua klien. Semua informasi yang disampaikan klien harus dijaga kerahasiaannya oleh konselor dan petugas kesehatan, tidak diperkenankan didiskusikan di luar konteks kunjungan klien. Semua informasi tertulis harus disimpan dalam tempat yang tidak dapat dijangkau oleh mereka yang tidak berhak. Untuk penanganan kasus klien selanjutnya seijin klien, informasi kasus dari diri klien dapat diketahui.
c) Mempertahankan hubungan relasi konselor-klien yang efektif
Konselor mendukung klien untuk kembali mengambil hasil testing dan mengikuti pertemuan konseling pasca testing untuk mengurangi perilaku berisiko. Dalam VCT dibicarakan juga respon dan perasaan klien dalam menerima hasil testing dan tahapan penerimaan hasil testing positif.
d) Testing merupakan salah satu komponen dari VCT
diikuti oleh konseling pasca testing oleh konselor yang sama atau konselor lainnya yang disetujui oleh klien.
Adapun prosedur pemeriksaan darah untuk HIV meliputi beberapa tahapan yaitu:
a. Pre test konseling
- Identifikasi resiko perilaku seksual (pengukuran tingkat resiko perilaku).
- Pengetahuan tentang HIV dan manfaat testing.
- Penjelasan arti hasil tes dan prosedurnya (positif / negatif).
- Diskusi tentang kemungkinan hasil yang keluar.
- Kapasitas menghadapi hasil / dampak hasil.
- Rencana pengurangan resiko pribadi.
- Pemahaman tentang pentingnya test ulang.
- Memberi waktu untuk mempertimbangkan.
- Pengambilan keputusan setelah diberi informasi.
- Memfasilitasi dan penandatanganan Informed Consent. b. Tes darah Elisa
- Hasil tes Elisa (-) kembali melakukan konseling untuk penataan perilaku seks yang lebih aman (safer sex). Pemeriksaan diulang kembali dalam waktu 3-6 bulan berikutnya.
- Hasil tes Elisa (+), konfirmasikan dengan Tes Western Blot. c. Tes Western Blot
- Hasil tes Western Blot (+), laporkan ke dinas kesehatan (dalam keadaan tanpa nama). Lakukan pasca konseling dan pendampingan (menghindari emosi putus asa dan keinginan untuk bunuh diri).
- Hasil Western Blot (-) sama dengan hasil tes Elisa (-). d. Pasca Test Konseling
- Dokter dan konselor mengetahui hasil untuk membantu diagnosa dan dukungan lebih lanjut.
- Hasil diberikan dalam amplop tertutup, disampaikan dengan jelas dan sederhana.
- Tekankan kerahasiaan.
- Cek pemahaman hasil test dan diskusi makna hasil test.
- Dampak pribadi, keluarga, sosial terhadap ODHA, kepada siapa dan bagaimana memberitahu.
- Rencana pribadi penurunan resiko dan rencanakan tindak lanjut perawatan.
Gambar 2.3. Langkah-langkah prosedur tes HIV.
Gambar 2.4. Model standard emas. Sukarela dengan membuat pernyataan
tertulis (informed Consent) Mendaftar Konseling
Pre-Test Tes darah
Menunggu hasil tes Konseling pasca
2.2.8.Dampak HIV/AIDS
Banyak dampak yang muncul akibat dari HIV/AIDS ini antara lain : a. Dampak Fisik
- Sistem kekebalan menurun sehingga mudah terkena infeksi oportunistik penyakit lain.
- Muncul gejala-gejala mayor dan minor.
b. Dampak Psikologis
Penderita HIV/AIDS cenderung memiliki keadaan psikologi yang naik turun. Adapun tahapan reaksi psikologis penderita HIV/AIDS antara lain (Stewart, 1997):
Reaksi Proses Psikologis Hal-hal yang biasa dijumpai 1. Shock (kaget,
goncangan batin)
Merasa bersalah, marah, dan tidak berdaya.
Rasa takut, hilang akal, frustasi, rasa sedih, acting out (bertindak di luar hal-hal yang normal seperti bunuh diri).
2. Mengucilkan diri Merasa cacat, tidak berguna, dan menutup diri.
Khawatir menginfeksi orang lain, murung.
3. Membuka status Ingin tahu reaksi orang lain, pengalihan stress, ingin dicintai.
Penolakan, stress, dan konfrontasi.
4. Mencari orang lain yang HIV positif
Berbagi rasa, pengenalan, kepercayaan, penguatan, dan dukungan sosial.
Ketergantungan, campur tangan, tidak percaya pada pemegang rahasia dirinya.
5. Status khusus Perubahan keterasingan menjadi manfaat khusus, perbedaan menjadi hal yang istimewa, dibutuhkan oleh yang lainnya.
Ketergantungan, dikotomi kita dan mereka (semua orang dilihat sebagai terinfeksi HIV dan direspons seperti itu), over identification.
6. Perilaku mementingkan orang lain
Komitmen dan kesatuan kelompok, kepuasan memberi dan berbagi, perasaan sebagai kelompok.
Pemadaman, reaksi, dan kompensasi yang berlebihan.
7. Penerimaan Integrasi status positif HIV dengan identitas diri, keseimbangan antara
kepentingan orang lain dengan diri sendiri, bisa menyebutkan kondisi seseorang.
Apatis dan sulit berubah.
c. Dampak Sosial
Dari segi dampak sosial, mereka sering kali terkucilkan dari masyarakat. Hal ini karena pemahamam yang kurang sempurna dari masyarakat mengenai HIV/AIDS ini sehingga muncul stigma dan diskriminasi terhadap mereka.
d. Dampak Ekonomi
HIV/AIDS dapat mempengaruhi perekonomian dari penderita HIV/AIDS, karena perawatan kesehatan memerlukan biaya yang tinggi sehingga tidak jarang berdampak pada kemiskinan.
Dampak epidemi HIV/AIDS juga sangat tampak pada anak-anak penyandang HIV/AIDS. Adapun dampak terhadap anak-anak penyandang HIV/AIDS antara lain :
Anak-anak kehilangan masa kecilnya dan tidak seharusnya melihat orang tua atau orang yang disayanginya menderita dan meninggal.
Anak-anak mengalami stigma dan diskriminasi dari masyarakat dan dari teman-teman mereka.
Anak-anak tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dan pengobatan yang diperlukan dan memadai.
Anak-anak tidak mendapatkan gizi yang cukup.
Anak-anak kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.
Anak-anak sering mengalami dampak psikologi yaitu sering merasa gelisah.
2.2.9.Penanganan dan Perawatan Terhadap HIV/AIDS
A. Penanganan dan Perawatan Terhadap HIV/AIDS Secara Medis
Memperhatikan perjalanan penyakit HIV dan AIDS, jenis perawatan dan pengobatan yang perlu disediakan untuk ODHA, yang disepakati secara internasional oleh WHO, terdiri dari:
b. Perawatan akut meliputi diagnosisi, pengobatan serta pencegahan berbagai macam infeksi HIV, misalnya radang paru, TB, infeksi saluran pencernaan, infeksi otak, kemunduran fungsi otak, IMS (Infeksi Menular Seksual), dan lain-lain.
c. Perawatan paliatif, merupakan perawatan dan pengobatan gejala dan keluhan yang timbul pada fase akut, kronis, dan menjelang ajal, terdiri dari antara lain mengatasi nyeri, penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan, gangguan buang air, gangguan psikologis, gangguan tidur, masalah kulit, luka akibat terlalu lama berbaring, demam, batuk, perawatan dan dukungan menjelang ajal, dan lain-lain.
Adapun hal-hal yang bisa digunakan untuk penanganan dan perawatan pengidap HIV/AIDS antara lain:
a. Terapi ARV (antiretroviral)
Terapi ARV berarti mengobati infeksi HIV dengan beberapa obat. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS. Karena HIV adalah retrovirus, obat ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus, namun hanya memperlambat pertumbuhan virus.
Obat-obat ini bekerja dengan memperlambat replikasi sel-sel, yang berarti memperlambat penyebaran virus dalam tubuh dengan mengganggu proses replikasi dengan berbagai cara.
Adapun cara kerja dari obat ARV ini antara lain :
Penghambat Nucleoside Reverse Transcriptase (NRTI)
HIV memerlukan enzim yang disebut reverse transcriptase untuk mereplikasi diri. Jenis obat-obatan ini memperlambat kerja reverse transcriptase dengan cara mencegah proses pengembang-biakkan materi genetik virus tersebut.
Jenis obat-obatan ini juga mengacaukan replikasi HIV dengan mengikat enzim reverse transcriptase itu sendiri. Hal ini mencegah agar enzim ini tidak bekerja dan menghentikan produksi partikel virus baru dalam sel-sel yang terinfeksi.
Penghambat Protease (PI)
Protease merupakan enzim pencernaan yang diperlukan dalam replikasi HIV untuk membentuk partikel-partikel virus baru. Protease memecah belah protein dan enzim dalam sel-sel yang terinfeksi, yang kemudian dapat menginfeksi sel yang lain. Penghambat protease mencegah pemecah-belahan protein dan karenanya memperlambat produksi partikel virus baru.
Agar pengobatan ARV dapat efektif untuk waktu yang lama, jenis obat-obatan ARV yang berbeda perlu dikombinasikan. Bila hanya satu obat digunakan sendirian, diketahui bahwa dalam beberapa waktu, perubahan dalam virus menjadikannya mampu mengembangkan resistensi terhadap obat tersebut. Obat tersebut akhirnya menjadi tidak efektif lagi dan virus mulai bereproduksi kembali dalam jumlah yang sama seperti sebelum dilakukan pengobatan. Bila dua atau lebih obat-obatan digunakan bersamaan, tingkat perkembangan resistensi dapat dikurangi secara substansial. Biasanya, kombinasi tersebut terdiri atas dua obat yang bekerja menghambat reverse transcriptase enzyme dan satu obat penghambat protease. Obat-obatan anti retroviral hendaknya hanya diminum di bawah pengawasan medis.
Sebanyak 12 obat-obatan ARV telah diikutsertakan dalam Daftar Obat-obatan Esensial WHO (WHO Essential Medicines List). Diikutsertakannya ARV dalam Daftar Obat-obatan Esensial WHO akan mendorong pemerintah di negara-negara dengan epidemi HIV/AIDS tinggi untuk lebih memperluas pendistribusian obat-obatan esensial tersebut kepada mereka yang memerlukannya.
b. PMTCT (Prevention of Mother To Child Transmission)
intervensi apapun, sekitar 15% - 30% ibu dengan infeksi HIV akan menularkan infeksi selama masa kehamilan dan proses persalinan. Pemberian air susu ibu meningkatkan risiko penularan sekitar 10-15%. Risiko ini tergantung pada faktor- faktor klinis dan bisa saja bervariasi tergantung dari pola dan lamanya masa menyusui.
Penularan dari Ibu ke Anak dapat dikurangi dengan cara berikut: Pengobatan
Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan konseling makanan bayi, dan penggunaan metode pemberian makanan yang lebih aman, pengobatan ini dapat mengurangi risiko infeksi anak hingga setengahnya. Regimen ARV khususnya didasarkan pada nevirapine atau zidovudine. Nevirapine diberikan dalam satu dosis kepada ibu saat proses persalinan, dan dalam satu dosis kepada anak dalam waktu 72 jam setelah kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan risiko penularan ketika diberikan kepada ibu dalam enam bulan terakhir masa kehamilan, dan melalui infus selama proses persalinan, dan kepada sang bayi selama enam minggu setelah kelahiran. Bahkan bila zidovudine diberikan di saat akhir kehamilan, atau sekitar saat masa persalinan, risiko penularan dapat dikurangi menjadi separuhnya. Secara umum, efektivitas regimen obat-obatan akan sirna bila bayi terus terpapar pada HIV melalui pemberian air susu ibu. Operasi Caesar
Proses persalinan melalui vagina dianggap lebih meningkatkan risiko penularan dari ibu ke anak, sementara operasi caesar telah menunjukkan kemungkinan terjadinya penurunan risiko. Kendatipun demikian, perlu dipertimbangkan juga faktor risiko yang dihadapi sang ibu.
Menghindari pemberian ASI
B. Penanganan dan Perawatan Terhadap HIV/AIDS Dengan Terapi Alternatif
Selain penanganan dan perawatan diatas, ada beberapa terapi alternatif yang bisa digunakan sebagai terapi penunjang terhadap pengidap HIV/AIDS. Terapi alternatif ini bisa digunakan bersamaan dengan penanganan medis selama kita secara teliti mempelajari dampaknya terhadap satu sama lain dalam tubuh kita. Beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dengan terapi alternatif antara lain :
Mengurangi stress dan meningkatkan kesehatan jiwa
Mengurangi rasa sakit
Mencegah munculnya dan mengobati infeksi oportunistik
Menggantikan obat-obatan medis jika dirasa tidak berfungsi baik atau efek sampingnya terlalu berat
Mengatasi efek samping obat-obatan medis
Menambah tenaga dan meningkatkan mutu hidup
Meningkatkan sistem kekebalan tubuh
Adapun jenis-jenis terapi alternatif yang ada antara lain : a) Terapi Informasi
Terapi informasi bukan sekadar pengetahuan. Saat seseorang yang baru
dites HIV dan hasilnya ternyata positif, orang tersebut akan merasa shock
(terkejut), setelah itu banyak pertanyaan yang akan muncul, seperti : apa itu
AIDS, apa bedanya dengan HIV, bagaimana kelanjutannya, bagaimana
penularannya, apa pengobatannya, gejalanya apa yang muncul, dan sebagainya.
Konseling pasca test yang paling sempurna pun tidak mungkin dapat menjawab
semua pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, pantaslah jika orang tersebut akan
merasa muram, tidak bisa membayangkan masa depan, dan depresi.
Gambar 2.5. Reaksi shock pengidap HIV ketika baru mengetahui dirinya HIV
Dalam hal ini, informasi lah yang akan mengobati ketidakpahaman dan
depresi dari orang tersebut, serta memulihkan dan menyelamatkan jiwa mereka.
Dan seperti halnya berbagai macam terapi, terapi informasi adalah sebuah
proses yang akan berlangsung secara terus-menerus.
Para pengidap HIV ini sering sekali merasa takut, dimana rasa ketakutan
ini dapat mempengaruhi kesehatan mereka. Pertolongan pertama untuk
mengobati ketakutan adalah dengan informasi yang jelas dan tepat. Bila mereka
mulai memahami apa artinya menjadi HIV positif, mereka dapat mulai
menerima penyakit ini, mengerti bahwa HIV bukanlah vonis mati, dan mulai
merencanakan tanggapan. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang
mengerti tentang HIV/AIDS ini lebih bisa bertahan lebih lama daripada mereka
yang hanya mengerti sekedar saja.
Gambar 2.6. Pemberian informasi terhadap para pengidap HIV/AIDS.
Salah satu cara untuk mendapatkan informasi mengenai HIV/AIDS adalah dengan bergabung dengan kelompok dukungan, dimana di kelompok ini, para sesama penderita HIV/AIDS bisa saling berbagi pengalaman, pengetahuan, informasi yang penting dan berguna yang bisa saling membantu satu sama lainnya. Informasi juga bisa didapatkan melalui media buku, majalah, dan seminar.
b) Terapi Spiritual
dan sosial seseorang. Pendekatan ini menempatkan kembali pengobatan spiritual sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan psikis penderita.
Sebagian besar informasi menunjukkan bahwa ketaatan pada agama dapat
merupakan faktor positif dalam menghadapi penderitaan akibat HIV/AIDS.
Hasil positif yang ditunjukkan oleh pengaruh agama adalah berkurangnya
depresi, peningkatan mutu hidup, mengurangi ketakutan menghadapi kematian,
sampai peningkatan daya tahan hidup.
Gambar 2.7. Terapi spiritual membantu meningkatkan keadaan psikis da n sosial.
c) Terapi Alam
Potensi alam yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan antara lain :
Udara segar
Udara yang bersih dan segar membuat perasaan dan pikiran menjadi tenang,
segar, dan berenergi mempercepat penyembuhan. Oksigen dapat dimanfaatkan
seoptimal untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Cara untuk mendapatkan
sebanyak mungkin oksigen:
- Jalan-jalan pagi dengan langkah agak cepat
- Menghirup udara sepanjang dan sedalam mungkin sebelum tidur malam dan
sesudah bangun pagi, masing-masing sepuluh kali
- Menanam berbagai macam tumbuhan
- Olah pernafasan dengan perlahan
- Olah pernafasan dengan mengeluarkan suara
- Olah tubuh tanpa atau dengan penahan suara Air bersih
Air bersih dibutuhkan oleh tubuh manusia karena tubuh manusia terdiri dari 50
pelumas jaringan tubuh, pelindung, pendingin, dan pembersih limbah tubuh. Air bersih dapat menurunkan resiko dehidrasi, terutama setelah ODHA berolahraga.
Sinar matahari
Sinar matahari menghangatkan tubuh, menenangkan saraf, melemaskan pembuluh darah, mematikan kuman, dan memulihkan tenaga. Berjemur sewaktu udara masih segar sekitar pukul tujuh pagi sangat diperlukan untuk kesehatan dengan waktu 5-30 menit. Sinar matahari sebagai terapi untuk :
- Memperbaiki fungsi jantung
- Menurunkan tekanan jantung dan tekanan darah
- Menurunkan kadar kolestrol dan gula dalam darah
- Menambah kemampuan darah mengangkut oksigen
- Meningkatkan tenaga, daya tahan otot, dan kepadatan otot
- Menambah daya tahan tubuh dan kulit terhadap infeksi
Tumbuh-tumbuhan
Manfaat tumbuhan adalah untuk penghijauan dan peneduh, menyediakan oksigen, peredam suara, pembersih udara dan tanah, memperindah pemandangan, serta menentramkan jiwa dan lingkungan.
Makanan Bergizi
Mengkomsumsi makanan dengan gizi seimbang dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
d) Terapi Fisik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa olahraga dengan tingkat sedang
ternyata bisa meningkatkan sistem kekebalan tubuh menjadi lebih tinggi.
Olahraga bagi ODHA juga bisa meningkatkan tenaga, melawan kelelahan dan
depresi, meningkatkan nafsu makan, membantu menahan dan penurunan CD4,
serta membuat ODHA lebih sehat dan melawan berbagai dampak HIV dan efek
samping dari obat-obatan yang dipakai ODHA. ODHA bisa memilih jenis
olahraga yang tidak terlalu berat dan melelahkan seperti jalan kaki atau lari-lari
kecil, bersepeda, berenang, atau bahkan olahraga untuk melancarkan pernafasan
e) Terapi Musik
Dengan menggunakan musik, keadaan fisik dan psikis seseorang dapat dipengaruhi. Seseorang dapat merasa nyaman ketika ia mendengarkan musik. Jika ia merasa tenang, maka metabolisme tubuhnya berfungsi maksimal, sehingga ia merasa lebih bugar, sistem pertahanan tubuhnya akan bekerja lebih sempurna, dan kemampuan kreatifnya akan berkembang lebih baik. Cara memanfaatkan musik ada dua cara, yaitu secara aktif memainkan alat musik dan secara pasif mendengarkan musik. Cara aktif dilakukan dalam upaya menggiatkan kegiatan energi psikofisik, sehingga kegiatan fisik dan mental
diarahkan ke keadaan seimbang. Hal ini serupa dengan melakukan senam
kebugaran. Cara pasif dilakukan dalam upaya menerima sumbangan tenaga
psikofisik, dan melalui proses pencernaan tenaga psikofisik membawa keadaan
tubuh dan mental ke dalam keadaan seimbang. Hal ini serupa dengan makan
makanan yang bergizi. Musik yang memiliki irama dan tekanan nada yang
beraturan dapat mempengaruhi irama psikofisik seseorang secara teratur, begitu
pula sebaliknya.
f) Kelompok Dukungan
HIV/AIDS memunculkan berbagai masalah pribadi dan pertanyaan yang sulit terjawab. Prasangka buruk dan diskriminasi dari orang lain dapat menimbulkan tekanan. Karena berbagai alasan itu, banyak ODHA yang
merasakan keinginan untuk mengenal orang lain yang juga HIV positif. Ada
keinginan untuk berbagi pengalaman, mengurangi rasa terkucil, dan mencari
dukungan emosional.
Banyak orang HIV positif di seluruh dunia yang kemudian membentuk
dan mengelola kelompok sendiri. Banyak istilah untuk kelompok itu, yaitu:
support group, peer support group, self-help group, kelompok dukungan
sebaya. Kelompok dukungan bisa mengikut-sertakan keluarga dan pasangan dari
orang HIV positif, atau dibentuk sendiri secara terpisah.
Berikut manfaat dari kelompok dukungan antara lain :
Membantu ODHA agar tidak merasa sendirian, karena ternyata ada juga orang yang sesama ODHA.
Membantu sesama ODHA melihat bahwa hidup dengan HIV itu mungkin. Membantu menumbuhkan rasa percaya diri dan mengenali kekuatan pribadi. Meningkatkan sikap penerimaan dan pengertian, karena dalam kelompok
dukungan kita bertemu dengan orang dari berbagai latar belakang.
Menjadi tempat untuk bertukar informasi, ide, dan sumber daya. Misalnya mengenai layanan kesehatan yang ada bagi orang HIV positif atau tentang
obat-obatan terbaru.
Dengan bersatu, dapat menyuarakan masalah yang dihadapi orang HIV positif. Suara yang kuat dapat mendorong terjadinya perubahan dalam upaya
penanggulangan HIV/AIDS agar menjadi lebih baik.
2.2.10.Persyaratan dan Kriteria Ruang
2.2.10.1.Persyaratan dan Kriteria Klinik VCT
Sesuai dengan KEPMENKES No. 1507 Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV-AIDS Secara Sukarela, persyaratan dari klinik VCT yaitu antara lain:
Lokasi layanan Klinik VCT hendaknya perlu petunjuk atau tanda yang jelas hingga mudah diakses dan mudah diketahui oleh klien VCT.
Nama klinik cukup mudah dimengerti sesuai dengan etika dan budaya setempat.
Layanan VCT dapat diimplementasikan dalam berbagai setting, dan sangat bergantung pada kondisi dan situasi daerah setempat, kebutuhan masyarakat dan profil klien, seperti individual atau pasangan, perempuan atau laki-laki, dewasa atau anak muda.
Sesuai dengan KEPMENKES No. 1507 Tentang Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing HIV-AIDS Secara Sukarela, persyaratan sarana, prasarana dan sumber daya manusia antara lain :
Papan nama / petunjuk
Papan nama petunjuk lokasi dipasang secara jelas sehingga memudahkan akses klien ke klinik VCT, demikian juga di depan ruang klinik VCT dipasang papan bertuliskan pelayanan VCT.
Ruang Tunggu
Ruang tunggu yang nyaman hendaknya di depan ruang konseling atau di samping tempat pengambilan sampel darah.
Ruang konseling
Ruang konseling harus nyaman, terjaga kerahasiaannya, dan terpisah dari ruang tunggu dan ruang pengambilan darah. Hindari klien keluar dari ruang konseling bertemu dengan klien/pengunjung lain, artinya ada satu pintu untuk keluar bagi klien yang letaknya sedemikian rupa sehingga klien yang selesai konseling dan klien berikutnya yang akan konseling tidak saling bertemu. Ruang konseling hendaknya cukup luas untuk 2 atau 3 orang, dengan penerangan yang cukup untuk membaca dan menulis, ventilasi lancar, dan suhu yang nyaman untuk kebanyakan orang.
Ruang Pengambilan Darah
Lokasi ruang pengambilan darah harus dekat dengan ruang konseling, jadi dapat terpisah dari ruang laboratorium.
Ruang Petugas Kesehatan dan Petugas Non Kesehatan
Yang perlu diperhatikan dalam pelayanan Konseling dan Testing HIV/AIDS Sukarela adalah :
- Memiliki akses dengan unit rawat jalan.
- Letak ruang konseling, tempat pengambilan darah, dan staf medik hendaknya berada di tempat yang saling berdekatan.
- Pemeriksaan darah dilakukan di laboratorium yang tidak jauh dari tempat
Gambar 2.8. Contoh denah pelayanan VCT.
B. Prasarana
Aliran listrik
Dibutuhkan aliran listrik untuk penerangan yang cukup baik untuk membaca dan menulis, serta untuk alat pendingin ruangan.
Air
Diperlukan air yang mengalir untuk menjaga kebersihan ruangan dan mencuci tangan serta membersihkan alat-alat.
Sambungan telepon
Diperlukan sambungan telepon, terutama untuk berkomunikasi dengan layanan lain yang terkait.
C. Sumber Daya Manusia
Kepala klinik VCT.
Petugas manajemen kasus.
Seorang petugas laboratorium dan atau seorang petugas pengambil darah yang berlatarbelakang perawat.
Dua orang konselor VCT terlatih sesuai dengan standard WHO atau lebih sesuai dengan kebutuhan.
Petugas administrasi untuk date entry.
Petugas jasa kantor atau pekarya kantor.
Tenaga lain sesuai kebutuhan, misalnya relawan.
2.2.10.2.Persyaratan dan Kriteria Laboratorium
Letak laboratorium boleh berada di klinik VCT sendiri atau terpisah dari klinik VCT.
Persyaratan khusus ruang laboratorium antara lain :
- Mengingat lingkungan dan tingkat sterilitas yang diperlukan, maka pasien terbatas pada ruang pendaftaran, ruang tunggu, pengambilan sampel darah, dan ruang pengambilan hasil tes.
- Staff dan pelayanan unit laboratorium masuk dari pintu terpisah dari pasien.
- Koridor petugas staff dan laboratorium pemeriksaan terpisah dari koridor
pasien.
- Ruang pemeriksaan / penelitian mempunyai tingkat sterilitas 1.
- Setiap ruangan laboratorium memiliki wastafel dan tempat cuci alat. Fasilitas di dalam pelayanan laboratorium meliputi :
- Blood sampling dan bank darah.
- Administrasi penerimaan sampel.
- Gudang bahan kimia.
- Fasilitas pembuangan limbah.
2.2.10.3.Persyaratan dan Kriteria Instalasi Farmasi
Untuk melayani kegiatan di unit farmasi, perlu dilengkapi fasilitas yaitu :
Ruang untuk meracik resep.
Ruang loket untuk penyaluran (loket penerimaan resep, loket pemberian obat dan pembayaran).
Gudang obat.