• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Emosi Dasar Negatif Terhadap Perilaku Agresi Remaja Pada SMU Dharma Pancasila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Emosi Dasar Negatif Terhadap Perilaku Agresi Remaja Pada SMU Dharma Pancasila"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH EMOSI DASAR NEGATIF

TERHADAP PERILAKU AGRESI REMAJA

PADA SMU DHARMA PANCASILA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

VERA GUSMITA HUTAHAEAN

041301082

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan dan salah satu perilaku agresi remaja adalah tawuran. Data di Jakarta tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat, bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja (Tambunan, 2001).

(3)

Remaja dapat didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang diawali dengan masa puber, yaitu proses perubahan fisik yang ditandai dengan kematangan seksual, kognisi dan psikososial yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Papalia, 2004). Masa remaja dikenal dengan masa storm and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Masa remaja merupakan masa yang bergejolak dan sangat mudah untuk dipengaruhi atau diprovokasi baik dari segi yang positif maupun yang negatif, dimana remaja lebih mudah dipengaruhi dari segi yang negatif yaitu untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang lain ataupun dirinya sendiri, misalnya: memaki teman, merokok, minum minuman keras, mengeroyok teman, tawuran, kebut-kebutan. Remaja tersebut terkadang tidak ingin melakukannya tetapi karena didesak atau bahkan akan disepelekan oleh teman-teman sebayanya maka remaja tersebut akhirnya melakukan perilaku agresi.

(4)

Moore dan Fine (dalam Eli, 2000) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu-individu lain atau terhadap objek-objek. Perilaku agresi ini ditujukan untuk melukai dan menyakiti orang yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara verbal ataupun secara fisik terhadap orang lain atau terhadap objek-objek lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

Perilaku pada remaja lebih dekat atau dikonotasikan sebagai perilaku menyimpang, karena pada dasarnya, masyarakat sering menganggap remaja adalah masa yang paling sering berbuat tingkah laku yang menyimpang atau agresif, dan banyak dijumpai remaja yang melakukan tindakan agresi. Perilaku agresi remaja dewasa ini menunjukkan gejala yang semakin meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, sedangkan dahulu bersifat musiman. Hal ini biasanya terwujud perkelahian antar remaja yang dilakukan pada saat tertentu, misalnya pada awal semester atau akhir semester, tetapi sekarang ini perilaku agresi remaja tersebut seolah-olah tidak memandang waktu lagi, ada masalah sedikit langsung timbul perkelahian (Kartono, 1985).

(5)

Menurut Freud bahwa kecenderungan berperilaku agresi itu merupakan sifat bawaan berdiri sendiri dan juga merupakan tindakan instingtual manusia. Menurut teori psikoanalisa, energi agresi langsung dihasilkan oleh proses pertumbuhan tubuh, contohnya makanan yang dimakan menghantarkan energi baru. Agresi juga dikatakan sebagai desakan atau dorongan hati yang tersembunyi dan harus dilepaskan atau diekspresikan (Barbara, 2005).

Ada banyak hal yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari individu dalam berinteraksi dan berperilaku terhadap orang lain. Goleman (2002) mengatakan bahwa perilaku individu yang muncul sangat banyak diwarnai emosi. Emosi dasar individu mencakup emosi dasar positif dan emosi dasar negatif. Emosi dasar positif, yaitu perasaan-perasaan yang diinginkan dan membawa rasa nyaman, serta emosi negatif, yaitu perasaan yang tidak diinginkan dan menjadikan kondisi psikologis yang tidak nyaman. Remaja yang mudah emosi adalah remaja yang gampang terprovokasi oleh sesuatu hal yang menyulut pertengkaran atau bertindak kasar atau agresi (Ali, 2005).

Emosi dasar negatif adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang dirasakan kurang menyenangkan sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam berhubungan dengan orang lain. Emosi dasar negatif mencakup marah, jijik atau muak, malu, rasa bersalah, sedih, dan takut (Goleman, 2002).

(6)

emosinya cenderung “meledak”, tidak berusaha mengendalikan perasaannya dan remaja usia enam belas tahun mengatakan bahwa mereka “tidak punya keprihatinan”.

Tidak hanya dalam lingkungan kehidupan sehari-hari di rumah, bahkan di sekolah juga remaja selalu bertindak sesuka hati. Remaja selalu berusaha untuk bisa berkuasa diantara teman-teman lainnya untuk menunjukkan pada orang lain bahwa remaja punya kekuatan yang lebih dari yang lainnya. Perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja biasanya berhubungan dengan emosi dan seperti yang kita ketahui bahwa remaja adalah orang yang penuh dengan emosi. Biasanya dampak emosi terhadap perilaku dapat memperkuat semangat, melemahkan semangat, menghambat atau mengganggu konsentrasi belajar, terganggu penyesuaian sosial, seta emosi dapat mempengaruhi tingkah laku remaja dikemudian hari (Ali, 2005). Peneliti juga melihat dari hasil pengamatan langsung terhadap sekolah SMU DHARMA PANCASILA yang siswanya selalu berhadapan dengan guru karena perilaku yang sering cabut atau bolos sekolah, merusak sarana dan prasarana sekolah, datang terlambat, memaki teman sehingga menimbulkan pertengkaran, tidak taat pada peraturan sekolah dan bahkan tidak masuk kelas karena ingin melakukan sesuatu yang agresif seperti: kebut-kebutan di jalan raya atau bertengkar dengan siswa dari sekolah lain. Hal ini dilihat sebagai suatu emosi yang mudah terpancing.

(7)

diri sendiri tanpa mempertimbangkan resiko dan akibat yang akan diterimanya. Keadaan tersebut di atas didukung oleh pernyataan Hurlock (1999) yang mengatakan bahwa remaja merupakan orang yang penuh emosi sebab masa remaja merupakan periode peralihan menjadi dewasa dan keadaan emosi pada masa remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampak irasional.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja pada SMU DHARMA PANCASILA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut: ”Bagaimana pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja pada SMU DHARMA PANCASILA?”

C. Tujuan Penelitian

(8)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan dan Psikologi Remaja mengenai pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan pengetahuan bagi remaja tentang besarnya pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi pada remaja sehingga dapat lebih mengontrol emosi dasar negatifnya.

b. Memberikan informasi pada keluarga tentang pengaruh emosi dasar negatif, sehingga lebih dapat memberi perhatian pada remaja agar remaja dapat mengontrol perilaku yang mengarah pada perilaku agresi.

(9)

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan berisikan intisari dari: Bab I: Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori tentang perilaku agresi, emosi dasar negatif dan remaja, serta hipotesa penelitian.

Bab III: Metode Penelitian

Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, daya beda aitem, validitas dan reliabilitas, prosedur penelitian serta metode analisa data.

Bab IV: Analisa Data dan Pembahasan

Berisi tentang gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan deskripsi data penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

(10)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perilaku Agresi

1. Definisi Perilaku Agresi

Menurut Buss (dalam Morgan, 1989), perilaku agresi adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Menurut Atkinson (1999), perilaku agresi adalah perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak harta benda. Menurut Goble (1987) agresi adalah suatu reaksi terhadap frustrasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar dan bukan naluri.

(11)

Berdasarkan beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa perilaku agresi adalah suatu bentuk perilaku yang merupakan reaksi terhadap frustasi atau ketidakmampuan memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis dasar yang ditujukan untuk mencelakakan atau melukai makhluk hidup atau benda mati baik secara fisik atau verbal, baik secara langsung atau tidak langsung.

2. Teori-teori Agresi

Teori tentang agresi terbagi dalam beberapa kelompok (dalam Sarwono, 2002) yaitu:

a. Teori Bawaan.

Teori Bawaan atau bakat ini terdiri atas teori Psikoanalisa dan teori Biologi.

1) Teori Naluri.

(12)

norma-norma yang ada dalam masyarakat dan Ego yang berhadapan dengan kenyataan.

2) Teori Biologi.

Teori biologi ini menjelaskan perilaku agresi, baik dari proses faal maupun teori genetika (illmu keturunan). Proses faal adalah proses tertentu yang terjadi otak dan susunan saraf pusat. Menurut tim American Psychological Association (1993), kenakalan remaja lebih banyak terdapat pada remaja pria, karena jumlah testosteron meningkat sejak usia 25 tahun. Produksi testosteron yang lebih besar ditemukan pada remaja dan dewasa yang nakal, terlibat kejahatan, peminum, dan penyalah guna obat dibanding pada remaja dan dewasa biasa.

b. Teori Lingkungan.

Inti dari teori lingkungan adalah perilaku agresi merupakan reaksi terhadap peristiwa atau stimulus yang terjadi di lingkungan.

1) Teori Frustrasi-Agresi Klasik, yaitu: agresi dipicu oleh frustrasi. Frustrasi artinya adalah hambatan terhadap pencapaian suatu tujuan. Berdasarkan teori tersebut, agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustrasi.

(13)

3) Teori Belajar Sosial, yaitu lebih memperhatikan faktor tarikan dari luar. Bandura menekankan kenyataan bahwa perilaku agresi, perbuatan yang berbahaya, perbuatan yang tidak pasti dapat dikatakan sebagai hasil bentuk dari pelajaran perilaku sosial. Bandura menerangkan agresi dapat dipelajari dan terbentuk pada individu-individu hanya dengan meniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh orang lain atau model yang diamatinya, walaupun hanya sepintas dan tanpa penguatan.

c. Teori Kognitif.

Teori kognitif ini memusatkan proses yang terjadi pada kesadaran dalam membuat penggolongan (kategorisasi), pemberian sifat-sifat (atribusi), penilaian, dan pembuatan keputusan.

3. Jenis-jenis Agresi

Myers (dalam Sarwono, 2002) membagi agresi dalam dua jenis, yaitu agresi rasa benci atau agresi marah (hostile aggression) dan agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression). Agresi rasa benci atau agresi marah (hostile aggression) adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi dimana perilaku agresi ini adalah tujuan agresi itu sendiri. Akibat dari agresi ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat.

(14)

pribadi. Agresi disini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain, misalnya: seorang preman yang memukuli pemilik toko untuk memungut uang paksa bagi organisasinya.

Menurut Atkinson (1999) ada beberapa jenis perilaku agresi yaitu:

a. Agresi instrumental, yaitu: agresi yang ditujukan untuk membuat penderitaan kepada korbannya dengan menggunakan alat-alat baik benda ataupun orang atau ide yang dapat menjadi alat untuk mewujudkan rasa agresinya, misalnya: orang melakukan penyerangan atau melukai orang lain dengan menggunakan suatu benda atau alat untuk melukai lawannya. b. Agresi verbal, yaitu: agresi yang dilakukan terhadap sumber agresi secara

verbal. Agresi verbal ini dapat berupa kata-kata kotor atau kata-kata yang dianggap mampu menyakiti atau menyakitkan, melukai, menyinggung perasaan atau membuat orang lain menderita.

c. Agresi fisik, yaitu: agresi yang dilakukan dengan fisik sebagai pelampiasan marah oleh individu yang mengalami agresi tersebut, misalnya: agresi yang pada perkelahian, respon menyerang muncul terhadap stimulus yang luas baik berupa objek hidup maupun objek yang mati.

(15)

ini hanya sebagai keinginan-keinginan (bersifat terpendam), misalnya: individu akan merasa terluka jika individu lain tidak menghargai dirinya secara langsung, seperti orang yang memegang kepala orang lain, orang yang dipegang kepalanya akan merasa tersinggung.

e. Agresi konseptual, yaitu: agresi yang juga bersifat penyaluran agresi yang disebabkan oleh ketidakberdayaan untuk melawan baik verbal maupun fisik. Individu yang marah menyalurkan agresinya secara konsep atau saran-saran yang membuat orang lain menjadi ikut menyalurkan agresi, misalnya: bentuk hasutan, ide-ide yang menyesatkan atau isu-isu yang membuat orang lain menjadi marah, terpukul, kecewa ataupun menderita. 4. Dimensi Perilaku Agresi

Buss (dalam Morgan, 1989) menyatakan bahwa perilaku agresi dapat digolongkan menjadi tiga dimensi, yaitu: fisik-verbal, aktif-pasif dan secara langsung-tidak langsung. Perbedaan dimensi fisik-verbal terletak pada perbedaan antara menyakiti fisik (tubuh) orang lain dan menyerang dengan kata-kata. Perbedaan dimensi aktif-pasif adalah pada perbedaan antara tindakan nyata dan kegagalan untuk bertindak, sedangkan agresi langsung berarti kontak face to face dengan orang yang diserang dan agresi tidak langsung terjadi tanpa kontak dengan orang yang diserang.

Kombinasi dari ketiga dimensi ini menghasilkan suatu framework untuk mengkategorikan berbagai bentuk perilaku agresi, yaitu:

(16)

Tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung.

b. Perilaku Agresi Fisik Aktif Tak Langsung

Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya.

c. Perilaku Agresi Fisik Pasif Langsung

Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung.

d. Perilaku Agresi Fisik Pasif Tak Langsung

Tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung.

e. Perilaku Agresi Verbal Aktif Langsung

Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain. f. Perilaku Agresi Verbal Aktif Tak Langsung

Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya.

(17)

Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara berhadapan langsung dengan individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung.

h. Perilaku Agresi Verbal Pasif Tak Langsung

Tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung

5. Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresi

Beberapa faktor penyebab perilaku agresi menurut Davidoff (1991), yaitu: a. Amarah

Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak dan saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan timbul pikiran yang kejam.

b. Faktor Biologis, bahwa ada tiga faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu:

1) Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi.

(18)

melakukan agresi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan dan kegembiraan.

3) Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progesterone menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan.

c. Kesenjangan generasi.

Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara remaja dengan orangtuanya, dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orangtua dan remaja diyakini sebagai penyebab timbulnya perilaku agresi pada remaja.

d. Lingkungan, bahwa ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresi yaitu :

1) Kemiskinan, bila seorang remaja dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan.

(19)

merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.

3) Suhu udara yang panas, tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari diterik panas matahari, tapi bila musim hujan relative tidak ada peristiwa tersebut. Aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap perilaku sosial berupa peningkatan perilaku agresi.

e. Peran belajar model kekerasan

Anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan juga “games”, ataupun mainan yang bertema kekerasan.

f. Frustrasi

Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai sehingga mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.

g. Proses pendisiplinan yang keliru

(20)

akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.

Menurut Kartono (1988) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi pada remaja meliputi :

a. Kondisi pribadi remaja yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar keagamaan.

b. Lingkungan rumah dan keluarga yang kurang memberikan kasih sayang dan perhatian orang tua sehingga remaja mencarinya dalam kelompok sebayanya, kurangnya komunikasi sesama anggota keluarga, status ekonomi keluarga yang rendah, ada penolakan dari ayah maupun ibu, serta keluarga yang kurang harmonis.

c. Lingkungan masyarakat yang kurang sehat, keterbelakangan pendidikan pada masyarakat, kurangnya pengawasan terhadap remaja serta pengaruh norma-norma baru yang ada diluar.

(21)

B. Emosi Dasar Negatif

1. Definisi Emosi

Goleman (2002) mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu atau setiap kegiatan mental yang hebat atau meluap-luap. Emosi merupakan tanggapan rasa sayang, marah, benci yang dialami individu dan menyatakan bahwa ada emosi yang membawa rasa enak atau menyenangkan, ada juga emosi yang menimbulkan rasa kurang menyenangkan. Emosi berasal dari kata “emotus” atau “emovere” yang artinya sesuatu hal yang mendorong terhadap sesuatu yang lain, yang mempengaruhi keadaan reaksi psikologis dan fisiologis manusia seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan dan kecintaan (Depdikbud, 2001). Chaplin (1989) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang bergejolak dalam diri individu yang mempengaruhi keadaan reaksi psikologis dan fisiologis dan kecenderungan untuk bertindak manusia.

2. Pengelompokan Emosi

Goleman (2002), mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai berikut:

(22)

2) Kesedihan, didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak, putus asa, dan depresi.

3) Rasa takut, didalamnya meliputi cemas, takut, khawatir, waswas, perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, gugup, panik, dan fobia. 4) Rasa bersalah, di dalamnya meliputi perasaan menyesal, tertekan atau

perasaan tersiksa.

5) Kenikmatan, didalamnya meliputi bahagia, gembira, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang sekali, dan mania.

6) Cinta, didalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.

7) Terkejut, didalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.

8) Jijik atau muak, didalamnya meliputi hina, benci, mual, tidak suka, dan mau muntah.

(23)

joy, love dan surprise termasuk kedalam emosi positif dan selainnya adalah emosi dasar negatif.

3. Emosi Dasar Negatif

Goleman (2002) mengatakan emosi dasar negatif adalah perasaan individu yang dirasakan kurang menyenangkan (ketakutan, kekhawatiran, kecemasan, kebencian, kemarahan) yang berlebihan yang dapat membuat individu bertindak dengan sangat tidak rasional atau diluar kontrol. (Plutchick, 1987) mendefinisikan emosi dasar negatif adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang dirasakan kurang menyenangkan sehingga mempengaruhi sikap dan perilaku individu dalam berhubungan dengan orang lain.

Goleman (2002) membagi emosi dasar negatif atas: a. Marah

Yaitu reaksi emosional yang ditimbulkan oleh sejumlah situasi yang merangsang, termasuk ancaman, pengekangan diri, serangan, kekecewaan atau frustasi dan dicirikan oleh reaksi yang kuat pada sistem saraf.

Salah satu cara orang melampiaskan marah adalah dengan katarsis. Marah juga dapat diekspresikan dalam bentuk menyerang, melukai dan menghancurkan objek kemarahan.

(24)

kepala seperti berdenyut, muka terasa panas, peredaran darah cepat, dan sukar berbicara.

b. Jijik atau muak

Merupakan suatu sikap yang sangat menolak atau menentang, penuh sakit hati serta ada keinginan yang kuat untuk menimbulkan derita pada objek yang tidak disukai.

Ekspresi jijik/muak yaitu bibir atas memonyong ke samping sedang hidung mengerut sedikit, menutup cuping hidung atau meludahkan makanan, senyum menyeringai atau isolasi dari masyarakat.

Rasa jijik/muak memunculkan pola reaksi yang kaku, muntah, menghindari kontak dengan substansi yang menyebabkan rasa jijik/muak, sulit untuk menyenangi atau menghargai apa yang orang lain, secara individu atau normatif dalam budaya atau subbudaya lain, adalah menyenangkan atau berharga. Emosi jijik/muak menghalangi hubungan sosial, keinginan seksual dan kesenangan lain, dan dapat mendorong untuk menghindari sekumpulan situasi pengalaman-pengalaman yang tidak menjijikkan/memuakkan bagi orang lain.

c. Malu

(25)

baru dikenal, sulit mengatakan perasaan, tidak berani memprotes pandangan orang lain yang salah mengenai dirinya, enggan memperlihatkan kemampuannya, menunduk dan terlalu kaku.

d. Rasa bersalah

Merupakan perasaan emosional yang berasosiasi dengan realisasi bahwa seseorang telah melanggar peraturan sosial, moral atau etis dan susila.

Rasa bersalah diekspresikan lewat proyeksi atau isolasi diri, menderita dan tidak dapat menyesuaikan diri, menebus kesalahan di depan umum, menggunakan apa yang dirasakan, permintaan maaf, mengambil hati orang yang menyebabkan kita merasa bersalah atau bunuh diri.

e. Sedih

Merupakan suatu keadaan kemurungan, kesedihan, patah semangat yang ditandai dengan perasaan tidak pas, menurunnya kegiatan dan pesimisme menghadapi masa yang akan datang.

Ekspresi sedih adalah menangis, apatis, tidak semangat dalam hidup, sering bernafas panjang sebagai respon dari kesedihannya, depresi dan bunuh diri.

f. Takut

(26)

satu reaksi terhadap satu bahaya yang tengah dihadapi atau khawatir karena mengantisipasi satu bahaya.

Ekspresi rasa takut adalah menjerit, melarikan diri, menghindar, pucat dan keringat, sembunyi, buang air dan muntah, lemas dan gemetar, nafas memburu, denyut jantung meningkat, air liur mengering, bulu roma berdiri, otot-otot menegang dan bergetar.

4. Faktor-faktor Penyebab Emosi Dasar Negatif

Menurut Markam (2004), faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya emosi dasar negatif yaitu:

a. Antesenden stimuli atau antesenden situasional

Pengalaman emosi memiliki penyebab yang lebih tepat disebut antesenden. Emosi akan timbul apabila dijumpai suatu stimulus yang sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan harapan, misalnya: suatu keadaan atau stimuli yang dihadapi sesuai dengan harapan individu, maka emosi yang akan terjadi adalah emosi positif dan sebaliknya, apabila seseorang menghadapi stimuli yang bertentangan dengan apa yang diharapkan, maka yang terjadi adalah emosi negatif.

b. Kepedulian dan antesenden disposisi lainnya.

(27)

hubungan antar manusia, berita baik buruk, situasi ketidakadilan, situasi baru dan berbagai peristiwa yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan.

c. Regulasi atau pengaturan emosi

Manusia tidak hanya memiliki emosi, menjadi emosional akibat situasi yang mengubah kesiapan aksinya, tapi manusia juga mengatur dan menangani emosinya (handle). Manusia dapat mengambil jarak terhadap emosinya, dapat menghindar dari situasi agar tidak emosional dan dapat menyeleksi informasi agar stimulus yang dihadapinya tidak begitu menyakitkan. Regulasi adalah semua proses yang mempunyai fungsi mengubah proses lain pengalaman dan aksi yang ditimbulkan stimulus tertentu. Ada dua dualisme regulasi, yaitu sebagai kegiatan yang mengatur dan sebagai kegiatan yang diatur. Regulasi dapat mempengaruhi perilaku dan sifat pengalaman emosional.

Menurut Morgan (1996), emosi terjadi disebabkan dua hal yaitu:

a. Terhalangnya keinginan (frustrasi), misalnya dapat menyebabkan anger (marah).

b. Tercapainya motivasi, misalnya dapat mengakibatkan pleasure (senang).

C. Remaja

1. Definisi Remaja

(28)

menjadi dewasa”. Istilah adolescence, seperti diungkapkan saat ini mempunyai arti yang lebih luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Masa remaja, secara psikologis, adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak (Hurlock, 1999).

Masa remaja secara umum dibagi menjadi dua bagian, yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari tiga belas tahun sampai enam belas tahun atau tujuh belas tahun dan akhir masa remaja bermula dari usia enam belas tahun atau tujuh belas tahun sampai delapan belas tahun, yaitu usia matang secara sosial (Hurlock, 1999).

World Health Organization (dalam Sarwono, 2004) mendefinisikan remaja sebagai fase ketika seorang anak mengalami hal-hal sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari sifat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Monks (dalam Haditono, 2002) membagi masa remaja atas beberapa fase yaitu:

a. Remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun)

(29)

c. Remaja akhir (usia 18 sampai dengan 21 tahun).

Papalia (2004) memberikan definisi remaja sebagai masa peralihan dari masa anak-anak kemasa dewasa yang diawali dengan masa puber, yaitu proses perubahan fisik yang ditandai dengan kematangan seksual, kognisi dan psikososial yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang berlangsung dari usia 12 tahun sampai dengan 21 tahun yang ditandai dengan perubahan fisik, kognisi, kepribadian serta sosial dalam diri individu.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Menurut Monks (dalam Haditono, 2002), pada setiap tahapan perkembangan terdapat karakterisitik yang berbeda dalam hal perkembangan emosi remaja, yaitu:

a. Remaja Awal (12-15 tahun)

(30)

b. Remaja Madya (15-18 tahun)

Pada masa ini, remaja seringkali menunjukkan adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang remaja ketahui, tidak jarang remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik dan buruk sehingga remaja seringkali ingin membentuk nilai-nilai mereka yang anggap benar, baik dan pantas untuk mereka. Berkurangnya pengendalian terhadap emosi menyebabkan remaja sulit mengontrol perilaku dalam kehidupan sehari-harinya.

c. Remaja Akhir (18-21 tahun)

Selama masa ini remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orangtua dan masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka. Interaksi dengan orangtua yang menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah memiliki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mampu mengambil pilihan dan keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meskipun belum bisa secara penuh. Remaja juga mulai memilih cara-cara hidup yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap diri remaja sendiri, orangtua dan masyarakat.

Hurlock (1999) menyatakan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut: a. Masa remaja sebagai periode yang penting.

(31)

perkembangan jiwa dan karakter dari remaja tersebut. Perubahan dan perkembangan tersebut menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan.

Terjadinya peralihan pola psikologis dan karakter, dari seorang anak-anak, tetapi belum sampai pada tahapan dewasa, maka dalam tahap ini sering terjadi kebingungan dari remaja akibat pencarian dan pematangan jati dirinya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan.

Masa perubahan yang terjadi bersamaan baik fisik, psikis dan perilaku dan perubahan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat. Pada saat fisiknya berkembang dengan baik dan pesat, maka perilaku dan psikisnya juga akan mengalami peningkatan, begitu juga sebaliknya.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.

Remaja adalah manusia biasa yang merupakan makhluk sosial, maka mereka akan berusaha untuk mencari identitas dirinya, apakah dalam kelompok, lingkungan atau mengidolakan seseorang.

e. Masa remaja adalah usia yang menimbulkan ketakutan.

(32)

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik.

Remaja memandang, melihat dan memutuskan segala sesuatu berlandaskan pada “kacamata” remaja saja. Remaja sangat sulit menerima informasi dari orang lain, kecuali berasal dari “kelompok”nya. Remaja cenderung memiliki kecerdasan emosi yang rendah, sikap empati remaja juga sangat kecil.

g. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meningkatkan image belasan tahun dan untuk memberi kesan mereka sudah hampir dewasa. Remaja akan berusaha menempatkan dirinya sebagai orang dewasa, dan remaja akan mengikuti perilaku keseharian orang dewasa.

3. Tugas-tugas Perkembangan pada Masa Remaja

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang penting akan menggambarkan seberapa jauh perubahan yang dilakukan dan masalah yang timbul dari perubahan itu sendiri. Hurlock (1999) menyatakan terdapat sepuluh tugas perkembangan yang harus dilalui seorang remaja, yaitu:

a. Mencapai hubungan baru dan lebih matang.

b. Mencapai peran jenis kelamin sebagai laki-laki atau perempuan.

c. Menerima keadaan jasmaninya dan menggunakan jasmaninya secara efektif.

(33)

e. Mencapai keyakinan akan kemandirian secara ekonomi pada masa mendatang.

f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu.

g. Menyiapkan diri untuk perkawinan dan berkeluarga.

h. Mengembangkan keterampilan dan konsep intelektual sebagai warga masyarakat.

i. Menginginkan dan melakukan tindakan-tindakan yang secara sosial bertanggung-jawab.

j. Memilih seperangkat sistem tata nilai dan tata krama yang menuntun perilakunya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan

masa remaja yaitu memilih seperangkat sistem tata nilai dan tata krama yang menuntun perilaku remaja, dimana pada masa tersebut remaja harus menyesuaikan diri dengan tugas perkembangan yang dilaluinya yaitu remaja harus memiliki tata krama yang sesuai norma atau aturan yang benar yang menjadikan remaja menjadi individu dengan perilaku tidak menyimpang karena pada masa remaja, emosinya masih labil sehingga dapat memicu munculnya perilaku agresi.

D. Pengaruh Emosi Dasar Negatif terhadap Perilaku Agresi Remaja

(34)

ceroboh, mendahulukan perasaan kemudian pikiran. Goleman mengemukakan bahwa emosi dasar individu terbagi atas dua yaitu emosi dasar positif dan emosi dasar negatif. Emosi dasar positif merupakan perasaan yang membawa kenyamanan atau kesenangan bagi individu sedangkan emosi dasar negatif merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang membawa ketidaknyamanan pada individu, seperti marah, jijik atau muak, malu, rasa bersalah, sedih, takut yang dapat memunculkan perilaku agresi.

Yusuf (2006) mengatakan bahwa emosi merupakan warna afektif atau warna dari perasaan yang menyertai setiap keadaan atau perilaku individu. Warna afektif adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami individu pada saat menghadapi suatu situasi tertentu, misalnya, gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci (tidak senang), dan sebagainya, misalnya melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari kegagalan ini adalah timbulnya rasa putus asa (frustrasi), menghambat atau menggangu konsentrasi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara, terganggu penyesuaian sosial bahkan dapat memicu munculnya perilaku agresi terhadap orang lain.

E. Hipotesa Penelitian

(35)
(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain. Peneliti dapat memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi melalui studi korelasional ini. Pembahasan dalam metode penelitian ini meliputi: identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, daya beda aitem, validitas dan reliabilitas serta metode analisa data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Masalah yang dipecahkan harus diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan dengan tepat, untuk menguji hipotesis penelitian. Identifikasi variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

(37)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Emosi Dasar Negatif

Emosi dasar negatif adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang dirasakan kurang menyenangkan sehingga mempengaruhi sikap dan tingkah laku individu dalam berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain. Emosi dasar negatif diukur dengan menggunakan skala emosi dasar negatif yang terdiri dari 42 aitem yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk emosi dasar negatif yang dikemukakan oleh Goleman (2002) yaitu:

a. Marah

b. Jijik atau muak c. Malu

d. Rasa bersalah e. Sedih

f. Takut

Skor yang diperoleh dari skala emosi dasar negatif merupakan skor yang menggambarkan emosi dasar negatif dari subjek. Skor total yang semakin tinggi, menunjukkan emosi dasar negatif remaja yang semakin tinggi, sebaliknya skor total yang semakin rendah, menunjukkan emosi dasar negatif remaja semakin rendah.

2. Perilaku Agresi

(38)

remaja diukur dengan menggunakan skala perilaku agresi yang terdiri dari 40 item yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan 3 dimensi perilaku agresi yang dikemukakan oleh Buss (1989), yaitu: fisik-verbal, aktif-pasif dan langsung-tidak langsung. Ketiga dimensi ini dijabarkan menjadi 8 bentuk perilaku agresi, yaitu: a. Perilaku agresi fisik aktif langsung

b. Perilaku agresi fisik aktif tidak langsung c. Perilaku agresi fisik pasif langsung d. Perilaku agresi fisik pasif tidak langsung e. Perilaku agresi verbal aktif langsung f. Perilaku agresi verbal aktif tidak langsung g. Perilaku agresi verbal pasif langsung h. Perilaku agresi verbal pasif tidak langsung.

Skor yang diperoleh dari skala perilaku agresi merupakan skor yang menggambarkan perilaku agresi dari subjek. Skor total yang semakin tinggi, menunjukkan perilaku agresi remaja yang semakin tinggi, sebaliknya skor total yang semakin rendah, menunjukkan perilaku agresi remaja semakin rendah.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel

1. Populasi

(39)

1. Remaja madya berusia 15-18 tahun

Pada masa ini, remaja memiliki emosi yang labil, dimana remaja membentuk nilai-nilai moral yang mereka anggap benar dan remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis serta adanya pengaruh teman sebaya yang lebih besar.

2. berstatus siswa SMU Dharma Pancasila kota Medan.

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama. Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel (Hadi, 2000). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik stratified random sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan pada suatu populasi yang terbagi atas beberapa strata atau subkelompok dan dari masing-masing subkelompok diambil sampel-sampel terpisah (Azwar, 2005). Sampel dalam penelitian ini adalah SMU Dharma Pancasila kota Medan dan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 180 orang dengan perincian:

(40)

D. Metode Pengumpulan Data

Prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala, yaitu suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Metode skala mempunyai kebaikan dan alasan-alasan penggunaan yaitu (Azwar, 2005):

a. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri sendiri subjek yang tidak disadari.

b. Skala digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal.

c. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari pernyataan skala.

1. Skala Emosi Dasar Negatif

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur emosi dasar negatif remaja adalah skala emosi dasar negatif yang dirancang oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk emosi dasar negatif yang dikemukakan oleh Goleman (2002), yaitu:

a. Marah, yaitu perasaan atau merasa diperlakukan kurang baik oleh orang lain yang menyebabkan kemurkaan berang dan gusar.

b. Jijik atau muak, yaitu rasa tidak suka terhadap orang lain sehingga menghalangi hubungan sosial serta menunjukkan ketidaksenangan atau menghindari objek atau situasi yang tidak menyenangkan.

(41)

d. Rasa bersalah, yaitu merasa tidak benar, merasa tidak patut karena melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, merasa keliru dalam memahami sesuatu, merasa tertekan karena telah berbuat yang tidak seharusnya.

e. Sedih, yaitu perasaan sangat susah, kasihan, tidak sanggup dalam mengahadapi masalah dan merasa galau dalam hati.

f. Takut, yaitu kegelisahan, merasa tidak berani berbuat, ngeri melihat sesuatu yang dirasa akan mendatangkan bencana bagi dirinya, kekhawatiran dan resah.

Penilaian skala emosi dasar negatif ini adalah berdasarkan format skala Likert. Setiap aspek diuraikan ke dalam butir pernyataan yang mengungkap emosi dasar negatif remaja. Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan dengan empat alternatif jawaban yang terdiri dari: Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), Sangat Sesuai (SS).

Subjek diminta untuk memilih alternatif jawaban pernyataan yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan cara memilih salah satu dari empat alternatif jawaban yang ada. Bobot nilai untuk setiap pernyataan bergerak dari 1 sampai 4 dimana pilihan Sangat Tidak Sesuai diberi nilai 1, Tidak Sesuai diberi nilai 2, Sesuai diberi nilai 3, Sangat Sesuai diberi nilai 4 (Azwar, 2005).

Blueprint skala emosi dasar negatif dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Blueprint Skala Emosi Dasar Negatif Saat Uji Coba

No Aspek No. Aitem Jumlah %

(42)

2 Jijik atau muak 2, 8, 14, 20, 26, 32, 38 7 16,67 3 Malu 3, 9, 15, 21, 27, 33, 39 7 16,67 4 Rasa Bersalah 4, 10, 16, 22, 28, 34, 40 7 16,67 5 Sedih 5, 11, 17, 23, 29, 35, 41 7 16,67 6 Takut 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42 7 16,67

Total 42 100

Skala emosi dasar negatif diujicobakan kepada 100 orang remaja, kemudian diperoleh Blueprint skala emosi dasar negatif setelah uji coba, yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Blueprint Skala Emosi Dasar Negatif Setelah Uji Coba

No Aspek No. Aitem Jumlah %

1 Marah 1, 7, 13, 19, 25, 31, 37 7 16,67

2 Jijik atau muak 2, 8, 14, 20, 26, 32, 38 7 16,67 3 Malu 3, 9, 15, 21, 27, 33, 39 7 16,67

4 Rasa Bersalah 4, 10, 16, 22, 28, 34, 40 7 16,67 5 Sedih 5, 11, 17, 23, 29, 35, 41 7 16,67 6 Takut 6, 12, 18, 24, 30, 36, 42 7 16,67

Total 42 100

Keterangan:

Bagian yang di bold : aitem yang tidak dapat dipakai untuk penelitian asli.

(43)

Tabel 3. Blueprint Skala Emosi Dasar Negatif untuk Penelitian Asli

No Aspek No. Aitem Jumlah %

1 Marah 1, 7, 16 3 15

2 Jijik atau muak 2, 8, 11, 13, 17 5 25

3 Malu 3, 9, 19 3 15

4 Rasa Bersalah 14 1 5

5 Sedih 4, 6, 20 3 15

6 Takut 5, 10, 12, 15, 18 5 25

Total 20 100

2. Skala Perilaku Agresi

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku agresi remaja adalah skala perilaku agresi yang dirancang oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi perilaku agresi yang dikemukakan oleh Buss (1989), yaitu:

a. Perilaku agresi fisik aktif langsung, yaitu melakukan tindakan yang menyakiti orang lain secara fisik, membalas tindakan orang lain yang menyakiti dirinya, seperti mendorong, memukul.

b. Perilaku agresi fisik aktif tidak langsung, yaitu mengalihkan kemarahan dengan merusak benda-benda, meminta orang lain untuk melakukan tindakan balasan secara fisik, seperti merusak harta korban, menyewa tukang pukul, meminta teman untuk menyakiti.

(44)

d. Perilaku agresi fisik pasif tidak langsung, yaitu menghindari orang yang tidak disukai, melakukan tindakan untuk menolak sesuatu, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh.

e. Perilaku agresi verbal aktif langsung, yaitu melakukan tindakan yang menyakiti orang lain secara verbal atau membalas tindakan orang lain secara verbal, seperti membentak, memaki.

f. Perilaku agresi verbal aktif tidak langsung, yaitu melakukan tindakan untuk mempengaruhi orang lain atau untuk menjelek-jelekkan orang lain, seperti menyebarkan fitnah, mengadu domba.

g. Perilaku agresi verbal pasif langsung, yaitu melakukan tindakan balasan dengan berdiam diri, tidak menanggapi tindakan orang lain, seperti menolak berbicara, bungkam.

h. Perilaku agresi verbal pasif tidak langsung, yaitu menyimpan rasa sakit hati pada orang lain, melakukan tindakan yang menyakiti orang lain dengan tidak menunjukkan dukungan, seperti tidak menggunakan hak suara.

(45)

nilai 1, Tidak Sesuai diberi nilai 2, Sesuai diberi nilai 3, Sangat Sesuai diberi nilai 4 (Azwar, 2005). Blueprint skala Perilaku Agresi dapat dilihat pada tabel 4 berikut:

Tabel 4. Blueprint Skala Perilaku Agresi Saat Uji Coba

No Dimensi No. Aitem Jumlah %

Skala perilaku agresi diujicobakan kepada 100 orang remaja, kemudian diperoleh Blueprint skala perilaku agresi setelah ujicoba, yang dapat dilihat pada tabel 5 berikut:

Tabel 5. Blueprint Skala Perilaku Agresi Setelah Uji Coba

(46)

Keterangan:

Bagian yang di bold: aitem yang tidak dapat dipakai untuk penelitian asli

Blueprint skala perilaku agresi kemudian diganti setelah membuang 9 aitem yang tidak dapat digunakan untuk skala asli penelitian, maka diperolehlah Blueprint skala perilaku agresi untuk penelitian asli, yang dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

Tabel 6. Blueprint skala Perilaku Agresi untuk Penelitian Asli

No Dimensi No. Aitem Jumlah %

1 Agresi fisik aktif langsung 10, 18, 26 3 9,68 2 Agresi fisik aktif tidak langsung 11, 19 2 6,45 3 Agresi fisik pasif langsung 1, 6, 12, 20, 27 5 16,13 4 Agresi fisik pasif tidak langsung 2, 13, 21, 28 4 12,9 5 Agresi verbal aktif langsung 3, 7, 14, 22, 29 5 16,13 6 Agresi verbal aktif tidak langsung 4, 8, 15, 23 4 12,9 7 Agresi verbal pasif langsung 16, 24, 30 3 9,68 8 Agresi verbal pasif tidak langsung 5, 9, 17, 25, 31 5 16,13

Total 31 100

E. Daya Beda Aitem, Validitas dan Reliabilitas

Alat ukur penelitian tersebut sebelum digunakan untuk memperoleh data-data penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba agar diperoleh alat ukur yang memiliki daya beda aitem tinggi, valid dan reliabel.

1. Daya Beda Aitem

(47)

Daya beda aitem pada penelitian ini dilihat dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan komputer dari program SPSS 15.0 for windows. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem. Setiap butir aitem dalam skala dikorelasikan dengan skor total skala. Aitem yang lulus seleksi adalah aitem

yang memiliki nilai r  0,3 (Azwar, 2005). 2. Validitas

Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur. Validitas suatu alat ukur tidak begitu saja melekat pada tes itu sendiri, tetapi tergantung pada penggunaannya dan subjeknya. Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi (content validity), yaitu berkaitan dengan apakah aitem mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur. Validitas isi merupakan hal utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar (profesional judgement) (Azwar, 2005). Peneliti meminta pertimbangan profesional, yang dalam hal ini adalah dosen pembimbing peneliti dan pihak-pihak lain yang berkompeten dalam memberikan pertimbangan, sebelum menentukan aitem-aitem mana yang dapat dijadikan alat ukur yang sesuai dengan blueprint yang ada.

3. Reliabilitas

(48)

sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2005).

Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yaitu single trial administration yang artinya menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan sekali saja pada sekelompok subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar , 2005).

Formula statistika yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah alpha Cronbach dengan bantuan komputerisasi dari program SPSS 15.0 for Windows. Uji reliabilitas aitem dilakukan pada alat ukur dalam penelitian ini yaitu skala perilaku agresi dan skala emosi dasar negatif dengan prosedur pengujian

menggunakan koefisien korelasi r  0,3.

F. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Persiapan alat ukur

(49)

aitem-aitem yang berjumlah 40 aitem-aitem pada skala perilaku agresi dan 42 aitem-aitem pada skala emosi dasar negatif.

b. Perizinan

Peneliti melakukan perizinan untuk melakukan penelitian ini, yang dimulai dari Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, yang dalam hal ini atas nama koordinator pendidikan Program Studi Psikologi, mengajukan surat permohonan kepada Kepala POLTABES kota Medan untuk pengambilan data.

Peneliti kemudian mengajukan surat permohonan kepada Kepala Sekolah SMU Dharma Pancasila kota Medan untuk melakukan penelitian.

c. Uji coba alat ukur

Skala perilaku agresi dan skala emosi dasar negatif terlebih dahulu diujicobakan kepada sejumlah remaja sebelum dijadikan sebagai alat ukur yang sebenarnya. Remaja yang diberikan skala uji coba adalah remaja yang berdomisili di kota Medan, tetapi tidak sekolah di SMU yang telah ditetapkan sebagai tempat pelaksanaan skala penelitian yang asli. Data-data hasil uji coba tersebut kemudian diolah untuk menentukan aitem-aitem mana yang dapat dijadikan sebagai aitem dalam penelitian yang sebenarnya.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

(50)

untuk pengambilan data dimana pihak sekolah harus menentukan kelas-kelas mana yang tidak memiliki jadwal pelajaran pada waktu yang bersamaan.

3. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini seluruhnya menggunakan bantuan komputerisasi program SPSS 15.0 for windows.

G. Metode Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa statistik dengan bantuan komputerisasi program SPSS 15.0 for Windows. Alasan yang mendasari dipakainya analisa statistik ini seperti dikemukakan oleh Hadi (2000) adalah dikarenakan :

a. Statistik bekerja dengan angka b. Statistik bekerja objektif, dan c. Bersifat universal

Metode analisa data yang akan digunakan untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan statistik uji analisa regresi sederhana dengan bantuan program SPSS 15.0 for windows. Peneliti menggunakan analisa statistik uji analisa regresi karena dalam penelitian ini peneliti ingin melihat sumbangan efektif (SE) emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi. Teknik analisa data yang digunakan meliputi:

a. Uji Normalitas

(51)

tergantung (Perilaku Agresi) telah menyebar secara normal. Hal ini perlu dilakukan karena kalau populasi yang dari sampel diambil tidak bersifat normal maka tes statistik yang bergantung pada asumsi normalitas itu menjadi cacat sehingga kesimpulan menjadi tidak berlaku (Kerlinger, 1995)

Pengukuran normalitas menggunakan one-sampel Kolmogorov Smirnov. Berdasarkan analisa tersebut, maka diketahui variabel emosi dasar negatif dan perilaku agresi mengikuti sebaran normal.

b. Uji Linieritas

Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui apakah data variabel bebas (Emosi Dasar Negatif) berkorelasi secara linier terhadap data variabel tergantung (Perilaku Agresi). Uji linieritas pada penelitian ini dilakukan melalui uji regresi linier dengan menggunakan teknik scatter plot dengan bantuan seri program statistik SPSS 15.0 for windows dan uji F untuk linieritas.

c. Analisa Regresi

(52)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan mnguraikan analisa data dan interpretasi hasil sesuai dengan data

yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran umum subjek penelitian dan hasil penelitian.

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di SMU Dharma Pancasila Kota

Medan. Subjek penelitian adalah remaja yang memenuhi karakteristik populasi penelitian serta yang berada di kelas berikut: X, XIdan XII.

Ada 180 remaja yang memenuhi kriteria populasi. Berikut gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan usia.

1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian maka diperoleh gambaran

penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 7.

Tabel. 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Pria 63 35

Wanita 117 65

Total 180 100

(53)

2. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Berdasarkan usia subjek penelitian maka diperoleh gambaran penyebaran subjek penelitian seperti yang tertera pada tabel 8.

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia

Usia Jumlah (N) Persentase (%)

15 tahun 15 8,33

16 tahun 45 25

17 tahun 102 56,67

18 tahun 18 10

Total 180 100

Berdasarkan data pada tabel 8, jumlah subjek yang berusia 15 tahun sebanyak 15 orang (8,33 %), subjek yang berusia 16 tahun sebanyak 45 orang (25 %), subjek yang berusia 17 tahun sebanyak 102 orang (56,67 %), subjek yang berusia 18 tahun sebanyak 18 orang (10 %).

B. Hasil Penelitian

1. Uji Asumsi

Jumlah skala yang disebarkan kepada subjek penelitian adalah 180 skala

(54)

a. Uji Normalitas Sebaran

1.Suatu variabel dikatakan mengikuti sebaran normal dengan ketentuan p>0,01. Berdasarkan uji normalitas variabel emosi dasar negatif diperoleh sebaran normal Z=1,183 dengan p>0,01 (p=0,122), dengan demikian dapat dikatakan variabel emosi dasar negatif mengikuti sebaran normal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 9.

2.Berdasarkan uji normalitas variabel perilaku agresi diperoleh sebaran normal Z=1,397 dengan p>0,01 (p=0, 04), dengan demikian dapat dikatakan variabel perilaku agresi mengikuti sebaran normal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Uji Sebaran Normal Variabel Dengan Tes Kolmogorov-Smirnov

No. Variabel Kolmogorov-Smirnov Z

Signifikansi p

Keterangan

1 Emosi Dasar Negatif 1,183 0,122 Terdistribusi normal

2 Perilaku Agresi 1,397 0,04 Terdistribusi

normal

b. Uji Liniearitas Hubungan

Hasil uji liniearitas antara variabel emosi dasar negatif dengan perilaku agresi

(55)

Gambar 1. Liniearitas Hubungan Emosi Dasar Negatif dengan Perilaku Agresi

Penelitian ini menggunakan taraf signifikansi 99%, yang artinya hipotesis dapat diterima apabila p<0,01. Berdasarkan hasil analisa regresi diperoleh nilai

β=0,778 dengan signifikansi nol, diperoleh persamaan regresi seperti: perilaku

agresi=0,778 emosi dasar negatif, yang berarti setiap penambahan satu skor emosi dasar negatif maka diprediksikan perilaku agresi akan naik sebesar 0,778.

(56)

perilaku agresi secara linier positif, selebihnya 39,4 % perilaku agresi dipengaruhi oleh variabel lain yang dalam penelitian ini tidak diteliti.

3.Deskripsi Data Penelitian

Berdasarkan deskripsi data penelitian dapat dilakukan pengelompokan yang mengacu pada kriteria kategorisasi. Azwar (2005) menyatakan bahwa kategorisasi ini didasarkan pada asumsi bahwa skor subjek penelitian terdistribusi normal. Kriterianya terbagi atas tiga kategori, yaitu: rendah, sedang dan tinggi.

Pengkategorisasian tiga jenjang ini merupakan pengkategorisasian minimal yang digunakan peneliti. Resiko kesalahan yang cukup besar bagi skor-skor yang terletak di sekitar mean kelompok akan dihadapi apabila hanya dilakukan pengkategorisasian dalam dua jenjang (misalnya tinggi dan rendah). Pengkategorisasian tiga jenjang ini digunakan untuk menghindari resiko kesalahan yang cukup besar dan untuk keefisienan. Kriteria kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan norma kategorisasi sebagai berikut (Azwar, 2005):

X < (µ - 1,0σ) rendah (µ - 1,0σ) ≤ X < (µ + 1,0σ) sedang (µ + 1,0σ) ≤ X tinggi

(57)

a.Variabel Emosi Dasar Negatif

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap emosi dasar negatif adalah sebanyak 20 aitem dengan format skala Likert dalam empat alternatif pilihan jawaban. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik disajikan dalam tabel 10 berikut:

Tabel 10. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Emosi Dasar Negatif

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD

Emosi Dasar Negatif

63 80 72,43 3,141 20 80 30 10

Berdasarkan tabel 10 diperoleh mean empirik skala emosi dasar negatif adalah µe=72,43 dengan standard deviasi empirik=3,141 dan mean hipotetiknya adalah µh=30 dengan standard deviasi hipotetik=10. Hasil perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik menunjukkan mean empirik lebih besar dari pada mean hipotetik (µe>µh), yang berarti secara umum emosi dasar negatif subjek penelitian lebih tinggi menurut standar skala yang dibuat oleh peneliti.

Seluruh (100%) emosi dasar negatif subjek penelitian terletak pada kategorisasi tinggi dalam pengkategorisasian skor emosi dasar negatif berdasarkan mean hipotetik, yang dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Kategorisasi Emosi Dasar Negatif Berdasarkan Mean Hipotetik Kriteria Kriteria

Jenjang

Kategori Frekuensi Persentase

(58)

Berdasarkan tabel 11 diketahui bahwa subjek penelitian yang tergolong ke

dalam kategori rendah ada 0%, subjek penelitian yang tergolong ke dalam kategori sedang ada 0%, dan subjek penelitian yang tergolong ke dalam kategori tinggi ada 100%.

Tabel 12. Kategorisasi Emosi Dasar Negatif Berdasarkan Mean Empirik

Kriteria Kriteria Jenjang Kategori Frekuensi Persentase

(%) kategori rendah ada 16,67%, subjek penelitian yang tergolong ke dalam kategorisasi sedang ada 63,33%, dan subjek penelitian yang tergolong ke dalam kategorisasi tinggi ada 20%.

b.Variabel Perilaku Agresi

Jumlah aitem yang digunakan untuk mengungkap perilaku agresi adalah sebanyak 31 aitem dengan format skala Likert dalam empat alternatif pilihan jawaban. Hasil perhitungan mean empirik dan mean hipotetik disajikan dalam tabel 13 berikut:

Tabel 13. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Perilaku Agresi

Variabel Skor Empirik Skor Hipotetik

Min Maks Mean SD Min Maks Mean SD Perilaku

Agresi

(59)

Berdasarkan tabel 13 diperoleh mean empirik skala perilaku agresi adalah µe=66,2 dengan standard deviasi empirik=4,002 dan mean hipotetiknya adalah µh=46,5 dengan standard deviasi hipotetik=15,5. Hasil perbandingan antara mean empirik dan mean hipotetik menunjukkan mean empirik lebih besar dari pada mean hipotetik (µe>µh), yang berarti secara umum perilaku agresi subjek penelitian lebih tinggi menurut standar skala yang dibuat oleh peneliti.

Sebagian besar (96,7%) perilaku agresi subjek penelitian terletak pada kategorisasi tinggi dalam pengkategorisasian skor perilaku agresi berdasarkan mean hipotetik, yang dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Kategorisasi Perilaku Agresi Berdasarkan Mean Hipotetik Kriteria Kriteria

Jenjang

Kategori Frekuensi Persentase

(%)

Berdasarkan tabel 14 diketahui bahwa subjek penelitian yang tergolong ke

dalam kategori rendah ada 0%, subjek penelitian yang tergolong ke dalam kategori sedang ada 3,3%, dan subjek penelitian yang tergolong ke dalam kategori tinggi ada 96,7 %.

Tabel 15. Kategorisasi Perilaku Agresi Berdasarkan Mean Empirik

Kriteria Kriteria Jenjang Kategori Frekuensi Persentase

(60)

68,33%, dan subjek penelitian yang tergolong ke dalam kategori tinggi ada 16,67%.

C.Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mengetahui pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja. Hipotesis penelitian ini adalah ada pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja. Hasil utama penelitian ini memperlihatkan bahwa hipotesis penelitian diterima, yaitu ada pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja, dimana dengan tingginya emosi dasar negatif, maka akan mempengaruhi bertambahnya perilaku agresi remaja. Hasil penelitian ini memperkuat apa yang telah dikemukakan oleh Yusuf (2006), bahwa perasaan-perasaan yang dialami individu pada saat menghadapi suatu situasi tertentu, memunculkan emosi misalnya gembira, sedih, putus asa, dan sebagainya, menyebabkan remaja memunculkan suatu perilaku tertentu, bila terjadi ketegangan emosi atau emosi dasar negatif maka dapat menimbulkan perilaku gugup, terganggunya penyesuaian sosial bahkan memicu munculnya perilaku agresi terhadap orang lain.

(61)

agresi remaja. Faktor lain tersebut menurut Davidoff (1991) dan Kartono (1988) yang tidak dikontrol dalam penelitian ini adalah kondisi pribadi remaja, faktor biologis, kesenjangan generasi, kemiskinan, lingkungan sekolah, masyarakat, kemiskinan dan anonimitas. Dengan demikian ada begitu banyak faktor yang turut mempengaruhi perilaku agresi remaja.

(62)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan, diskusi dan saran-saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian. Bagian pertama bab ini akan menjabarkan tentang hasil penelitian, yang akan dilanjutkan dengan pembahasan hasil penelitian yang didapat dari sudut teori maupun penelitian yang ada. Bagian terakhir bab ini akan mengemukakan saran-saran yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan tema serupa.

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data dan interpretasi data penelitian dapat ditarik kesimpulan mengenai hasil penelitian bahwa:

1. Ada pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja pada karakteristik yang telah ditetapkan.

2. Sumbangan efektif yang diberikan emosi dasar negatif terhadap perilaku remaja adalah 60,6 %.

(63)

4. Berdasarkan deskripsi data penelitian perilaku agresi, diperoleh mean empirik skala adalah 66,2 dan mean hipotetiknya adalah 46,5, maka dari perbandingan mean empirik dan hipotetik terlihat bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik, yang berarti secara umum perilaku agresi subjek penelitian lebih tinggi menurut standard skala yang dibuat peneliti. 5. Berdasarkan deskripsi data penelitian emosi dasar negatif, diperoleh

bahwa jumlah subjek penelitian terbanyak berada pada kategori tinggi, yaitu sebanyak 100 %.

6. Berdasarkan deskripsi data penelitian perilaku agresi, diperoleh bahwa jumlah subjek penelitian terbanyak berada pada kategori tinggi, yaitu sebanyak 96,7 %.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan perilaku agresi ataupun emosi dasar negatif.

1.Saran Metodologis

(64)

remaja dengan mengkaji faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi perilaku agresi remaja, seperti: kondisi pribadi remaja, faktor biologis, lingkungan rumah/keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan sekolah, kesenjangan generasi, kemiskinan dan anonimitas. Selain itu juga menambah jumlah sampel dan lebih memperluas tempat penelitian.

b. Mengacu pada sumbangan efektif emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja yang cukup besar, yaitu 60,6 %, maka disarankan pada peneliti berikutnya yang berminat untuk meneliti tentang pengaruh emosi dasar negatif terhadap perilaku agresi remaja, agar lebih mengkaji sumbangan efektif dari tiap-tiap bentuk emosi dasar negatif dalam mempengaruhi perilaku agresi remaja.

2.Saran Praktis

a. Mengingat ternyata emosi dasar negatif memberi pengaruh cukup besar terhadap perilaku agresi remaja, diharapkan agar para remaja dapat belajar bereaksi terhadap perilaku agresi yang muncul dengan cara mengalihkan perilaku agresi ke arah yang positif, misalnya merubah respon agresi dengan cara melakukan hal-hal yang berguna sehingga tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Menguasai diri dalam memberikan respon terhadap suatu stimulus yang muncul sehingga mengantisipasi munculnya perilaku agresi

(65)
(66)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, H.A. (1999). Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Albin, S.R. (2005). Emosi Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengerahkannya. Yogyakarta: Kanisius.

Ali, M. (2005). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Atkinson, R. L., R.C.Atkinson, E.R.Hilgard (1999). Pengantar Psikologi. Edisi Ke-8. Jilid Kedua. Jakarta: Erlangga.

Azwar, S. (2005). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Barbara, K. (2005). Perilaku AgresifBuku Panduan Psikologi Sosial. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Baron R.A., & Byrne, D. (2000). Social Psychology (9th ed.). Massachussets : A Pearson Education Company.

Berkowitz, L. (1985). Agresi I: Sebab dan Akibatnya. Jakarta: Pusaka Binaman Pressindo.

Davidoff, L.L. (1991). Psikologi Suatu Pengantar (edisi ke-2). Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Depdikbud. (2000). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Effendi, E. S. dan Praja, J. S. (1993). Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa. Goble, G. F. (1987). Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow.

Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Goleman, D. (2002). Emotional Intelligence. Terjemahan T. Hermaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Gunarsa, D. S. (1996). Pengantar Psikologi. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Hadi, S. dan Pamardiningsih, Y. (2000). Manual Seri Program Statistik (SPS).

(67)

Haditono, Siti Rahayu. (2002). Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Penerbit: Gadjah Mada University Press.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Kartono, K. (1985). Bimbingan Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta:

Penebit Rajawali Press.

Koeswara, E. (1988). Agresi Manusia. Bandung: Penerbit Eresco.

Lazarus, S. R. (1991). Emotion and Adaptation. New York: Oxpord Univercity Press.

Morgan, C. T. (1989). Introduction to Psychology. 3rd Edition. United Stated of America: Mc Graw Hill Companies.

Papalia, Diane E & Sally Wendkos Olds. (2004). Human Development, Ninth Edition. Boston: Mc. Graw-Hill Companies, Inc.

Plutchick, R & Kelleman, H. (1987). Emotion Theory. America.

Sarwono, S. W. (2002). Psikologi Sosial : individu 4 Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Sarwono, S.W. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Schindler, A. J. (1992). Bagaimana Menikmati Hidup 365 Hari dalam Setahun.

Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. (2002). Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV.Alfabeta.

Sunarto dan Hartono, A. (1999). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Tambunan, R. (2001). Perkelahian Pelajar. [on-line]. Sumber http://www.e-psikologi.com/REMAJA/100602.htm.

Gambar

Tabel 2. Blueprint Skala Emosi Dasar Negatif Setelah Uji Coba
Tabel 3. Blueprint Skala Emosi Dasar Negatif untuk Penelitian Asli
Tabel 4. Blueprint Skala Perilaku Agresi Saat Uji Coba
Tabel 6. Blueprint skala Perilaku Agresi untuk Penelitian Asli
+7

Referensi

Dokumen terkait