PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN LIMA (5) TEKNIK
PENYARINGAN (FILTERING)
SKRIPSI
MUHAMMAD ARIFIN SIREGAR 051401072
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENYARINGAN (FILTERING)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan syarat mencapai gelar Sarjana Ilmu Komputer
MUHAMMAD ARIFIN SIREGAR 051401072
PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER DEPARTEMEN S1 ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK
PERBAIKAN CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN 5 TEKNIK PENYARINGAN (FILTERING)
Kategori : SKRIPSI
Nama : MUHAMMAD ARIFIN SIEGAR
Nomor Induk Mahasiswa : 051401072
Program Studi : SARJANA (S1) ILMU KOMPUTER
Departemen : ILMU KOMPUTER
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, Juli 2009
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
M. Andri B, ST, McompSc, MEM Syahriol Sitorus S.Si, MIT
NIP. 132 316 481 NIP. 132 299 349
Diketahui/Disetujui oleh
Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,
PERNYATAAN
PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK PERBAIKAN CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN LIMA (5) TEKNIK PENYARINGAN
(FILTERING)
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2009
PENGHARGAAN
Alhamdulillah, puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya serta segala sesuatunya dalam hidup, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer di Program Studi S1 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara. Shalawat beriring salam saya hadiahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Bapak Syahriol Sitorus, S.Si, MIT sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak M. Andri B, ST, McompSC, MEM sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran, dan masukan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas dan padat dan profesional telah diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini. Selanjutnya kepada para Dosen Penguji Bapak Syahril Effendi, S.Si,MIT dan Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc.MSc atas saran dan kritikan yang sangat berguna bagi saya. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer, Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis dan Bapak Syariol Sitorus, S.Si,MIT, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen Program Studi S1 Ilmu Komputer FMIPA USU, dan pegawai di FMIPA USU.
Untuk kedua orangtua dan keluarga saya yang telah memberikan dukungan, do’a dan motivasi yang menggugah. Skripsi ini terutama saya persembahkan untuk Papa (Timbul Rasoki Siregar), Mama (Nurhalilah Lubis) dan Bou’ Hj. Doharni Siregar tercinta yang membimbing saya sampai saat ini dan saat yang akan datang. Dan untuk kakak saya Mei Linda Y S, abang saya Rudi H Syahputra dan adik-adik saya yang masih tetap belajar dan belajar serta harus tetap semangat menjalani hidup dan kehidupan. Untuk teman-teman sekelas dan satu angkatan yang sedang berjuang tanpa patah semangat dan tiada pupus harapan. Terima kasih pula kepada semua pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas ide, saran, dan kerjasama yang baik.
ABSTRAK
Citra yang mengalami penurunan mutu, misalnya mengandung cacat atau derau (noise), warna yang terlalu kontras atau kabur, kasar dan sebagainya akan lebih sulit diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Oleh karena itu diperlukan suatu aplikasi pengolahan citra yang khusus untuk memperbaiki kualitas citra.
Dalam tulisan ini dirancang suatu aplikasi pengolahan citra yang berguna untuk melakukan perbaikan citra dengan cara mengurangi noise dan penghalusan citra. Dalam pengurangan noise ada dua metode yang digunakan yakni intensity filtering dan frequency filtering. Untuk menghaluskan citra digunakan tiga metode yakni mean filtering, median filtering dan modus filtering. Sesudah citra diproses dengan menerapkan metode filtering, untuk mempermudah pengamatan perubahan citra, dibuat histogram dari waran RGB, yakni warna pembentuk citra. Melalui histogram ini dapat dilihat dengan jelas perbedaan kuantitas setiap warna yang terjadi akibat filtering.
A DESIGN OF IMAGE REPARATION SOFTWARE USING FIVE METHODS OF FILTERING
ABSTRACT
An image with low quality containing for example, defects, noise, blurred color, unsmoothness and so on, is difficult to interprete because the information transmitted by the image will decrease. Therefore, a special image processing application is needed to improve the quality of the image.
In this thesis an application image processing that is useful to improve the image by decreasing it’s noise and smoothing it’s roughness has been designed. While decreasing the noise, there are two methods used i.e., intensity filtering and frequency filtering. To smoothen the images, there are three methods used, i.e. : mean filtering, median filtering and modus filtering. After the image is processed by this application in order to simplify, the observation, a histogram based on from RGB scale is make. Through this histogram, it is possible to see clearly the quantity of change of the resulting Color due to those filterings.
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Bab 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 2
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Metode Penelitian 3
1.7 Sistematika Penulisan 3
Bab 2 Landasan Teori 5
2.1 Pengenalan Citra 5
2.2 Format File Gambar 13
2.3 Pengertian Pengolahan Citra 17
Bab 3 Pembahasan 25
3.1 Metode-metode Perbaikan Kualitas Citra 25
3.2 Histogram 34
Bab 4 Perancangan dan Implementasi 36
4.1 Perancangan Antar Muka 36
4.2 Perancagan Proses 45
4.3 Algoritma Program 46
4.4 Implementasi 50
4.5 Penngujian Black-Box 69
Bab 5 Penutup 66
5.1 Kesimpulan 72
5.2 Saran 72
Daftar Pustaka 74
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kode Warna 7
Tabel 2.2 Intensitas Grayscale 8
Tabel 2.3 Bit per Pixel dan Aspect Ratio 12
Tabel 2.4 Struktur BITMAPFILEHEADER 14
Tabel 2.5 Struktur BITMAPINFOHEADER 15
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Elemen Sistem Pengolah Citra 9
Gambar 2.2 Diagram Sistem Penangkap Citra Digital 10
Gambar 2.3 Proses Digitasi atau Sampling 11
Gambar 2.4 Bidang Studi yang Berkaitan dengan Citra 18
Gambar 2.5 Bidang Studi Grafika Komputer 18
Gambar 2.6 Bidang Studi Pengolahan Citra 19
Gambar 2.7 Bidang Studi Pengenalan Pola 19
Gambar 2.8 Dasar-dasar Pengolah Citra 20
Gambar 2.9 Histogram Citra 23
Gambar 3.1 Noise pada High Pass Filtering 26
Gambar 3.2 Noise pada Low Pass Filtering 27
Gambar 3.3 Matriks Tetangga Noise (N) 27
Gambar 3.4 High Pass Frequency Filtering 29
Gambar 3.5 Low Pass Frequency Filtering 30
Gambar 3.6 Matriks Perhitungan Mean Filtering 30
Gambar 3.7 Matriks pada Penghalusan Noise 31
Gambar 3.8 Matriks Hasil Mean Filtering 32
Gambar 3.9 Matriks Median 32
Gambar 3.10 Matriks Hail Medain Filtering 33
Gambar 3.11 Matriks Hail Modus Filtering 34
Gambar 3.12 Komposisi Warna RGB 34
Gambar 4.1 Rancangan Form Splash 37
Gambar 4.2 Rancangan Form Utama 38
Gambar 4.3 Rancangan Menu Utama File 39
Gambar 4.4 Rancangan Sub Menu Open 40
Gambar 4.5 Rancangan Sub Menu Save As 40
Gambar 4.6 Rancangan Menu Utama View 41
Gambar 4.7 Rancangan Sub Menu Histogram 42
Gambar 4.8 Rancangan Utama Form Filtering 43
Gambar 4.9 Form Utama Help 43
Gambar 4.10 Rancangan Form Informasi 44
Gambar 4.11 Rancangan Form Pemakaian Penuntun 45
Gambar 4.12 Tampilan Form Splash 51
Gambar 4.13 Toolbar 53
Gambar 4.14 Form Utama 54
Gambar 4.15 Form Utama pada Histogram 54
Gambar 4.16 Citra yang akan di Analisis 55
Gambar 4.17 Citra Hasil Intensity Filtering 55
Gambar 4.18 Citra Hasil 2 kali Intensity Filtering 56
Gambar 4.19 Citra Hasil Frequency Filtering 56
Gambar 4.20 Citra Hasil 2 klai Frequency Filtering 57
Gambar 4.21 Citra Hasil Mean Filtering 57
Gambar 4.23 Citra Hasil Median Filtering 58
Gambar 4.24 Citra Hasil 2 kali Median Filtering 59
Gambar 4.25 Citra Hasil Modus Filtering 59
Gambar 4.26 Citra Hasil 2 kali Modus Filtering 60
Gambar 4.27 Citra yang telah di Filtering 60
Gambar 4.28 Tampilan Histogram Warna RGB Red (R) 63
Gambar 4.29 Tampilan Histogram Warna RGB Green (G) 64
Gambar 4.30 Tampilan Histogram Warna RGB Blue (B) 65
Gambar 4.31 Kotak Dialog Open 66
Gambar 4.32 Kotak Dialog Save As 67
Gambar 4.33 Form Informasi Penulis 68
Gambar 4.34 Form Penuntun Pemakaian 69
Gambar 4.35 Pesan Kesalahan 70
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini data atau informasi dapat disajikan dalam bentuk teks, citra
(gambar), suara (audio) atau gabungannya. Penyajian informasi dengan
menggabungkan ketiga data tersebut disebut dengan multimedia. Salah satu
komponen multimedia di atas adalah citra. Citra membutuhkan penanganan lebih
lanjut, bila terlihat kasar dan terdapat banyak titik yang mengganggu kualitasnya.
Gangguan yang terdapat pada citra disebut dengan derau atau noise.
Jika pada masa dahulu orang menggambar dengan kanvas kain, kertas dengan
cat warna sebagai media utama untuk menggambar, tetapi dengan perubahan zaman
dan kecanggihan teknologi sekarang maka komputer digunakan sebagai media utama
yang dipakai untuk menggambar. Penggunaan komputer sebagai media untuk
menggambar merupakan salah satu bidang disain grafis yang sangat digemari saat ini.
Ketika sebuah citra ditangkap oleh kamera, seringkali tidak dapat langsung
digunakan sebagaimana diinginkan kerena kualitasnya belum memenuhi standard
kebutuhan pengolahan. Misalnya saja citra disertai oleh variasi intensitas yang kurang
seragam akibat pencahayan yang tidak merata, atau lemah dalam hal kontras sehingga
objek sulit untuk dipisahkan dari latar belakangnya karena terlalu banyak noise
(gangguan dalam citra). Secara umum dapat dikatakan bahwa citra yang demikian
kualitasnya masih rendah, baik oleh kerena adanya noise, maupun oleh sebab lainnya.
Adakalanya citra yang diperoleh dengan cara melukis pada media komputer atau
diperoleh dari peralatan kamera digital lainnya terlihat kasar.
Citra dengan kualitas yang lebih baik memerlukan langkah-langkah perbaikan
atau kualitasnya perlu ditingkatkan untuk memfasilitasi pengolahan yang akan
dilakukan. Untuk meningkatkan kualitas citra dilakukan proses perbaikan citra (image
enhancement) sehingga tampilan citra lebih baik sesuai dengan kebutuhan. Salah satu
teknik perbaikan citra tersebut adalah teknik filtering yaitu menghilangkan noise pada
citra. Diantara teknik-teknik pengolahan awal untuk meningkatkan kualitas citra ini
tersebut terdiri dari: intensity filtering, frequency filtering, mean filtering, median
filtering dan modus filtering.
Berdasarkan hal tersebut, Tugas Akhir ini khusus membahas perbaikan kualitas
citra dengan judul: Perancangan Perangkat Lunak untuk Perbaikan Citra Digital
Dengan Menggunakan Lima (5) Teknik Penyaringan (Filtering)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan di dalam Tugas Akhir
ini yaitu bagaimana cara untuk melakukan perbaikan pada suatu citra dengan
menggunakan kelima teknik penyaringan tersebut sekaligus dapat mengamati
langsung perubahan yang terjadi pada citra.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah adalah sebagai berikut:
1. Proses perbaikan citra dilakukan dengan menggunakan metode intensity
filtering, frequency filtering, mean filtering, median filtering dan modus
filtering.
2. Perangkat lunak dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic
6.0. dan hanya dapat dijalankan dalam lingkungan Microsoft Windows.
3. Hanya mendukung format file gambar BMP, JPEG dan ICO.
4. Hasil output dari perancangan ini hanya dapat disimpan pada format gambar
BMP, JPEG dan ICO.
1.4 Tujuan Penelitian
Penulisan tugas akhir ini bertujuan untuk merancang perangkat lunak untuk
memperbaiki citra digital dan melakukan perbaikan kualitas citra dengan
menggunakan lima teknik penyaringan (filtering).
1.5 Manfaat Penelitian
1. Mempermudah mengolah citra dengan menggunakan beberapa teknik
penyaringan (filtering).
2. Mempermudah dalam mengamati dan membandingkan pengaruh teknik
penyaringan (filtering) pada suatu citra.
1.6 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini untuk memperbaiki
gangguan yang terjadi pada citra dan untuk membandingkan hasilnya, antara lain:
1. Studi Literatur
Mempelajari buku referensi yang berkaitan dengan pengolahan citra dan metode
filtering.
2. Perancangan Sistem
Merancang program yang diimplementasikan kedalam program komputer
seperti: antar muka (interface) mulai dari form, menu, dan sebagainya.
3. Implementasi Sistem/Coding
Mengimplementasikan kedalam bentuk program komputer. Program yang akan
dibangun menggunakan Visual Basic 6.0
4. Pengujian perangkat lunak dengan melakukan pengujian program.
1.7 Sistematika Penulisan
Susunan penulisan Tugas Akhir ini disajikan dalam beberapa bab, yaitu:
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, rumusan
masalah, batasan masalah, metode peneletian dan sistematika penulisan.
Bab 2 : Landasan Teori
Bab ini menjelaskan tentang teori citra, pengolahan citra serta teori yang
mendukung perancangan perangkat lunak untuk memperbaiki kualitas citra
digital dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0.
Bab 3 : Pembahasan
Bab ini menjelaskan tentang analisis dan metode yang digunakan untuk
memperbaiki kualitas citra dan mengamati kualitas suatu citra.
Bab ini menjelaskan tentang perancangan antar muka perangkat lunak,
algoritma program dan implementasinya, sehingga diperoleh suatu
perangkat lunak yang dapat digunakan untuk memperbaiki citra digital.
Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengenalan Citra
Secara harfiah citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra atau dua dimensi.
Citra juga dapat diartikan sebagai kumpulan titik-titik dengan intesitas warna tertentu
yang membentuk suatu kesatuan dan mempunyai pengertian artistik. Citra sebagai
salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai
salah satu bentuk informasi visual (Munir, R, 2004, hal: 2). Sebuah citra mempunyai
karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks yaitu, citra kaya dengan informasi
karena dapat menyampaikan informasi yang imajinatif (dapat dihayalkan).
Citra yang baik adalah citra yang dapat menampilkan gambar secara utuh,
seperti keindahan gambar dan kejelasan gambar tanpa mengurangi dan tanpa
mengubah informasi yang terkandung pada sebuah gambar atau citra.
Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun seringkali citra yang
diperoleh mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau
derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring) dan
sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasikan karena
informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra yang
mengalami gangguan mudah diinterpretasikan (baik oleh manusia maupun mesin)
maka citra perlu diolah atau dimanipulasi sehingga kualitasnya lebih baik.
Penampilan citra dapat dibagi jadi dua kelompok yaitu citra diam (still images)
dan citra bergerak (moving images). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak
bergerak. Citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara
berurutan (sequential) hingga memberikan kesan pada mata seolah-olah gambar
tersebut bergerak (Munir, R, 2004, hal: 2)
Citra merupakan suatu keluaran dari suatu sistem perekaman data yang bersifat
optik, analog ataupun digital. Perekaman data citra dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1. Citra Analog
Citra analog yaitu terdiri dari sinyal-sinyal elektromagnetik yang tidak dapat
dibedakan sehingga pada umumnya tidak dapat ditentukan ukurannya. Citra
bersifat optik yakni berupa foto (film foto konvensional) dan bersifat sinyal video
seperti gambar pada monitor televisi
2. Citra Digital
Citra digital terdiri dari sinyal-sinyal yang dapat dibedakan dan mempunyai fungsi
yang tidak kontinu yakni berupa titik-titik warna pembentuk citra. Hasil
perekaman citra digital dapat disimpan pada suatu media mngnetik.
Dalam tugas akhir ini, pembahasan lebih diorientasikan pada citra digital.
2.1.1 Pengertian Citra Digital
Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekam data dapat bersifat analog, berupa
sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi atau bersifat digital yang
dapat langsung disimpan pada suatu media magnetik. Citra ada dua macam yaitu citra
kontinu dan citra diskrit. Citra Kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima
sinyal analog, contohnya mata manusia, kamera analog. Citra diskrit dihasilkan dari
proses digitalisasi terhadap citra kontinu contohnya kamera digital, scanner (Munir,
R, 2004, hal 15).
Komputer digital bekerja dengan angka-angka presisi terhingga, dengan
demikian hanya citra dari kelas diskrit yang dapat diolah dengan komputer. Citra dari
kelas tersebut lebih dikenal sebagai citra digital. Citra digital dinyatakan dalam suatu
array dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat
keabuan (grayscale) dari warna masing-masing pixel. Pixel merupakan elemen
terkecil dari suatu citra, yakni berupa titik-titik warna yang membentuk citra.
Citra digital tidak selalu harus merupakan hasil langsung dari rekaman suatu
sistem digital, namun ada juga rekaman data bersifat kontinu seperti pada gambar
monitor televisi, foto sinar-X, dapat juga berasal dari yang telah mengalami suatu
konversi, sehingga citra tersebut selanjutnya dapat diproses melalui komputer.
2.1.2 Citra Warna
Citra warna adalah citra dengan sistem grafik yang memiliki satu set nilai tersusun (a
set of ordered values) yang menyatakan berbagai tingkat warna. Citra warna bukanlah
seperti citra grayscale. Dimana setiap set nilai tersusun mewakili satu ‘scale’ warna
Sistem yang dipakai untuk mewakili warna yaitu sistem RGB (Red, Green,
Blue). Sistem RGB adalah sistem penggabungan antara warna-warna primer (additive
primary colours) yaitu merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue) untuk memperoleh
warna tertentu. Misalnya warna putih diperoleh dari hasil gabungan warna merah =
255, hijau = 255, dan biru = 255. Dalam sistem RGB, warna putih cerah dinyatakan
dengan RGB (255, 255, 255). Range nilai dari setiap warna primer adalah 0 sampai
255. Sehingga kemungkinan warna yang dapat terbentuk dengan sistem RGB adalah
256 x 256 x 256 yakni kurang lebih 16.7 juta warna. Pada tabel 2.1 berikut
diperlihatkan beberapa kode warna hasil gabungan warna RGB.
Tabel 2.1 Kode Warna
Colour Red Green Blue
Black 0 0 0
Blue 0 0 255
Green 0 255 0
Cyan (Blue+Green) 0 255 255
Red 255 0 0
Magenta (Red+Blue) 255 0 255
Yellow (Red+Green) 255 255 0
White
(Red+Green+Blue)
255 255 255
Gray 128 128 128
2.1.2.1 Citra Monokrom
Citra monokrom adalah citra dengan suatu sistem grafik yang tidak memiliki
kemampuan warna selain warna hitam atau warna putih. Perbedaan hanya diperoleh
dengan menentukan tingkat intensitas grayscale. Nilai numerik yang digunakan
biasanya adalah range 0 – 1. Citra monokrom yang diwakili dengan beberapa nilai
2.2 terdapat empat tingkat intensitas yang dapat ditampilkan seperti yang terlihat di
bawah ini.
Tabel 2.2 Intensitas Grayscale
Kode Intensitas Nilai
Intensitas
Biner Tingkat Intensitas
yang ditampilkan
0 0 0 0 Black
0.33 1 0 1 Darkgray
0.67 2 1 0 Lightgray
1 3 1 1 White
(Munir, R, 2004, hal; 42)
Menyimpan tingkat intensitas dalam memori layar sama dengan menyimpan
kode warna. Titik dengan ukuran 3 bit bisa menampilkan 8 tingkat intensitas
sedangkan titik berukuran 1 bit hanya bisa menampilkan warna hitam (black) dan dan
putih (white) saja.
Pada Tabel 2.2 terdapat empat tingkat intensitas yang dapat ditampilkan. Nilai
intensitas mendekati 0.33 akan disimpan dengan nilai biner 0 1 dalam memori layer
dan menghasilkan titik dengan tingkat intensitas darkgray atau abu-abu
kehitam-hitaman. Sedangkan tingkat intensitas itu sendiri ditentukan oleh program aplikasi
kemudian diubah menjadi nilai biner yang sesuai.
2.1.3 Sistem Penangkap Citra Digital
Komputer digital hanya dapat memproses citra dalam bentuk digital. Pada cara yang
konvensional, pemasukan data citra digital dilakukan melalui papan ketik (keyboard)
atau terminal biasa. Data-data yang dimasukkan berupa harga-harga integer yang
menunjukkan nilai intesitas cahaya atau tingkat keabuan setiap elemen gambar. Citra
digital juga dapat diperoleh secara otomatis dari sistem penangkap citra digital
(digital image acquisition system) atau digitizer yang melakukan penjelajahan citra
dan membentuk suatu matriks dimana elemen-elemen menyatakan nilai intensitas
cahaya pada suatu himpunan disktrit dari titik-titik. Pada Gambar 2.1 adalah
pemrosesan citra ke dalam komputer serta penyimpanannya, seperti terlihat pada
Gambar 2.1 Elemen Sistem Pengolah Citra
Sistem penangkap citra digital terdiri dari tiga komponen dasar yaitu:
1. Sensor citra yaitu ruang bekerja sebagai pengukur intensitas cahaya
2. Perangkat penjelajah yang bertugas merekam hasil pengukur intensitas pada
seluruh bagian citra
3. Pengubah analog ke digital yang mengubah harga kontinu menjadi harga diskrit
sehingga dapat diproses dengan komputer
Diagram sistem penangkap citra itu sendiri dapat dilihat pada Gambar 2.2
berikut ini:
Sensor Analog to Digital Komputer
Digital
Penyimpan Bingkai Citra Monitor
Peraga Citra
Masukan Citra
Digital
Citra Kontinu
Subsistem Perekam
Subsistem Sampling
Subsistem Kuantisasi
Gambar 2.2 Diagram Sistem Penangkap Citra Digital
2.1.4 Konversi Citra Analog ke Citra Digital
Citra digital tidak selalu merupakah hasil langsung dari data rekaman suatu sistem
digital. Adakalanya hasil rekaman data tersebut bersifat kontinu, oleh karena itu untuk
mendapatkan suatu citra digital diperlukan suatu proses konversi, sehingga citra
tersebut dapat diproses dengan komputer.
Citra yang bersifat kontinu dapat diubah menjadi citra digital dengan cara
membuat kisi-kisi arah horizontal dan vertikal, sehingga diperoleh gambar dalam
bentuk array dua dimensi. Proses tersebut dikenal sebagai proses digitasi atau
sampling. Digitasi atau sampling adalah proses membagi gambar secara horizontal
dan vertikal menjadi bagian-bagian yang kecil (Munir, R, 2004, hal 19-21), seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.3. Bagian-bagian yang kecil atau elemen array ini
disebut dengan pixel. Pembagian suatu citra menjadi sejumlah pixel dengan ukuran
tertentu akan menentukan resolusi spasial yang diperoleh. Semakin kecil ukuran pixel
(makin banyak jumlah pixel) gambar maka resolusi gambar tersebut semakin tinggi
dan gambar tersebut pun semakin halus atau terang, karena informasi yang hilang
akibat pengelompokan tingkat keabuan atau warna ketika proses pembuatan kisi-kisi
akan semakin kecil.
Citra dengan tingkat keabuan
kontinu
Sampling
Gambar 2.3 Proses digitasi atau sampling.
Proses yang diperlukan selanjutnya yaitu proses kuantisasi. Dalam proses itu
tingkat keabuan setiap pixel dinyatakan dengan suatu bilangan bulat (integer).
Batas-batas harga integer atau besarnya daerah tingkat keabuan yang digunakan untuk
menyatakan suatu tingkat keabuan pixel akan menentukan resolusi kecerahan dari
gambar yang akan diperoleh. Jika digunakan 3 bit untuk menyimpan harga integer
tersebut, maka diperoleh 8 tingkat keabuan. Makin besar tingkat keabuan yang
digunakan maka makin baik pula gambar yang akan dihasilkan, karena kontinuitas
dari tingkat keabuan akan semakin tinggi sehingga mendekati citra aslinya.
2.1.5 Representasi Citra Digital
Data-data dalam sistem komputer perlu dikodekan dengan menggunakan suatu sistem
simbol diskrit. Sebuah citra digital dapat dianggap suatu matriks dimana baris dan
kolomnya menunjukkan sebuah titik pada citra dan nilai elemen matriks menunjukkan
tingkat keabuan (graylevel) pada titik tersebut. Elemen dari array digital tersebut
disebut picture elements (pixel). Pada umumnya, citra digital yang direpresentasikan
dengan a(x,y) merupakan sebuah fungsi dari banyak variabel yang mencakup
kedalaman/depth (z), warna/colour (λ), dan waktu/time(t).
Resolusi gambar dikatakan sebagai jumlah pixel yang terkandung di dalam
suatu citra. Pada resolusi rendah keterperincian dan kedalaman citra akan hilang sama
sekali dimana pixel-pixel individu jelas kelihatan, pada resolusi tinggi keterperincian
data lebih nyata dan tajam. Aspect Ratio adalah suatu bilangan yang dapat diperoleh
bila bilangan pixel mendatar dibagi dengan bilangan pixel tegak. Aspect Ratio perlu
sama agar citra tidak kelihatan distorted (menyimpang) dan alami. Resolusi citra,
Aspect Ratio dan jenis kualitas resolusinya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.3 Resolusi Citra dan Aspect Ratio
Resolusi Citra Aspect Ratio Kwalitas Resolusi
320 x 200 1,6 : 1 Low
1024 x 768 1,33 : 1 High
(Munir, R, 2004, hal: 40).
2.1.5.1 Tabel Warna
Tingkatan warna dapat dikatakan sebagai sebuah unsur terpenting dari suatu objek.
Tanpa tingkatan warna, objek-objek yang dibuat akan memiliki warna putih atau
warna hitam saja, tetapi dengan adanya tingkatan warna maka objek yang dibuat
tentunya terlihat lebih bagus dan menarik.
2.1.5.2 Warna dan Intensitas Gambar
Terdapat banyak macam warna dan tingkat intensitas gambar yang dapat dipakai,
namun tergantung pada kemampuan dari sistem grafik yang digunakan. Warna dapat
dikodekan dengan menggunakan sistem bilangan integer dengan rentang 0 hingga
255. Warna yang sudah dikodekan tersebut disebut dengan kode warna. Kode warna
tersebut dapat dirubah tingkat intensitasnya. Sistem Raster Scan memiliki banyak
pilihan warna, sedangkan sistem Random Scan biasanya hanya memberikan beberapa
pilihan warna saja.
2.2 Format File Gambar
Pada umumnya file gambar digunakan untuk menyimpan gambar yang ditampilkan di
layar ke dalam suatu media penyimpanan data. Untuk menyimpan sebuah file gambar
ini digunakan salah satu format file. Ada banyak format file gambar yang dapat
digunakan untuk menyimpan file gambar, diantaranya adalah BMP, JPEG, ICO.
2.2.1 Format File BMP (Bitmap)
Format file bitmap (BMP) merupakan sebuah format file citra standard untuk
komputer-komputer yang menjalankan sistem operasi. Microsoft Windows dan IBM
OS/2. Format file bitmap ini dikembangkan oleh pihak Microsoft untuk menyimpan
tersebut. Struktur dari file BMP terdiri dari BITMAPFILEHEADER berukuran 14
byte dan BITMAPINFOHEADER berukuran 64 byte (Munir, R, 2004, hal: 38-39).
Struktur BITMAPFILEHEADER mengandung informasi mengenai type, size,
dan layout dari suatu file yang mengandung Device Independent Bitmap (DIB).
Sedangkan struktur BITMAPINFOHEADER menyimpan informasi mengenai
dimensi dan format warna dari suatu Device Independent Bitmap (DIB). Jadi dapat
disimpulkan BITMAPFILEHEADER memberi informasi mengenai file dan
BITMAPINFOHEADER memberikan informasi mengenai gambar. Tabel warna yang
didefenisikan sebagai array dari struktur RGBQUAD dan sisanya adalah data
gambar. Format ini mendukung resolusi warna dari monokrom hingga true color
(16,7 juta warna). Tabel 2.4 di bawah ini memperlihatkan informasi mengenai
struktur file BMP untuk gambar 256 warna (tanpa kompresi). Dan Tabel 2.6. di
bawah ini memperlihatkan struktur informasi gambar.
Kolom “Mulai” menyatakan posisi awal byte elemen data di dalam file. Kolom
“Ukuran” menyatakan ukuran elemen data dalam satuan byte. Kolom “Nama”
menyatakan nama field atau pengenal elemen menurut dokumentasi Microsoft API.
Kolom “Keterangan” memberi penjelasan tentang elemen data yang dimaksud.
Tabel 2.4 Struktur BITMAPFILEHEADER
Mulai Ukuran
(byte)
Nama Keterangan
1 2 BmpType
Tipe file BMP
BA : Bitmap Array
BM : Bitmap
CI : Color Icon
CP : Color Pointer
IC : Icon
PT : Pointer
3 4 BmpSize Ukuran file BMP dalam byte
atau word
7 2 XhotSpot XhotSpot untuk kursor (pointer)
9 2 YhotSpot YhotSpot untuk kursor (pointer)
11 4 OffBits Posisi byte dimana data awal
(Munir, R, 2004, hal: 40)
Jumlah warna yang terdapat pada gambar ditentukan oleh BitCount. Kemungkinan
untuk nilai BitCount adalah:
1. 1 (hitam atau putih)
2. 4 (16 warna)
3. 8 (256 warna)
4. 24 (16,7 juta warna)
Tabel 2.5 Struktur BITMAPINFOHEADER
Mulai Ukuran
(byte)
Nama Keterangan
15 4 HdrSize Ukuran dari info header dalam
byte.
19 4 Width Lebar bitmap dalam pixel
23 4 Height Tinggi bitmap dalam pixel
27 2 Planes Jumlah plane (hampir selalu 1)
29 2 BitCount Jumlah bit per pixel
31 4 Compression Jenis kompresi
(0= tak terkompresi)
35 4 ImageSize Ukuran bitmap dalam byte
39 4 HorzRes Resolusi horizontal
(dalam pixel per meter)
43 4 VertRes Resolusi vertikal
(dalam pixel per meter)
47 4 CrlUsed Jumlah warna yang digunakan
51 4 CrlImportant Jumlah warna yang penting
57 2 Reserved Tidak dipakai
59 2 Recording Algoritma Perekaman
61 2 Rendering Algoritma halftoning
63 4 Size1 Nilai Ukuran 1
67 4 Size2 Nilai Ukuran 2
71 4 ClrEncoding Pengkodean Warna
75 4 Identifier Kode yang digunakan aplikasi
(Munir, R, 2004, hal: 41)
Elemen data BitCount sekaligus menentukan apakah pada file BMP memiliki
tabel warna atau tidak, termasuk susunan dari tabel warnanya. Untuk gambar 1 bit,
tabel warna berisi dua warna (biasanya putih dan hitam). Jika setiap bit dari gambar
bernilai 0 maka warna yang ditunjukkan adalah warna pertama di dalam tabel warna.
Jika setiap bit dari data gambar bernilai 1 maka warna yang ditunjukkan adalah warna
kedua yang terdapat dalam tabel warna.
Pada citra 4 bit, tabel warna berisikan 16 warna. Setiap byte yang terdapat
pada data gambar mewakili dua pixel. Byte-byte tersebut dibagi menjadi dua bagian
masing-masing 4 bit. Bit-bit tadi menunjukkan warna-warna yang terdapat pada Tabel
warna. Pada gambar 8 bit, setiap byte mewakili satu pixel. Untuk gambar 24 bit, 3
byte digunakan untuk mewakili satu pixel. Byte yang pertama mewakili unsur merah,
byte kedua mewakili unsur hijau dan byte ketiga mewakili unsur warna biru. Pada
gambar 24 bit, Tabel warna tidak dibutuhkan karena mengandung unsur warna merah,
hijau dan biru yang sebenarnya (Munir, R, 2004, hal: 38-42).
Tabel warna sendiri dibentuk dari struktur RGBQUARD yang disusun dalam
bentuk array, struktur dari RGBQUARD dapat dilihat dalam tabel 2.6 berikut ini.
Tabel 2.6 Struktur RGBQUARD
Mulai Ukuran
(byte)
Nama Keterangan
1 4 RGBBlue Intensitas warna biru
2 1 RGBGreen Intensitas warna hijau
3 1 RGBRed Intensitas warna merah
(Gonzales, C, R, 1992, hal: 226)
2.2.2 Format File JPEG (Joint Photographic Experts Group)
Format file JPEG adalah bentuk kompresi gambar high color bit-mapped dan juga
standar kompresi file yang dikembangkan oleh group Joint Photographic Experts
dengan menggunakan kombinasi DCT (Discrite Cosine Transform) dan pengkodean
Huffman untuk mengkompresi suatu file citra. Format ini cocok untuk diterapkan
pada image yang kompleks dengan jumlah warna yang banyak.
JPEG merupakan suatu algoritma komporesi yang bersifat “lossy”, dimana
kualitas citranya kurang bagus. Lossy Compression adalah metode memperkecil
ukuran file citra dengan cara membuang beberapa data, hal ini menyebabkan adanya
sedikit penurunan kualias citra.
JPEG merupakan teknik dan standard universal untuk kompresi dan
dekompresi citra tidak bergerak yang digunakan pada kamera digital dan sistem
pencitraan dengan menggunakan komputer.
2.2.3 Format File ICO
Format file ICO adalah suatu format file grafis windows yang digunakan pada sebuah
icon. Icon juga merupakan jenis dari sebuah bitmap. Ukuran pixel maksimum icon
adalah 32 pixel, akan tetapi pada lingkungan sistem operasi Windows 95 hanya
ditentukan icon dengan ukuran 16 pixel × 16 pixel.
2.3 Pengertian Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra yang secara khusus menggunakan komputer
sehingga diperoleh citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra juga dapat
diartikan sebagai suatu pemrosesan suatu gambar sehingga menghasilkan suatu
gambar lain yang lebih sesuai dengan keinginan kita (Munir, R, 2004, hal: 3).
Umumnya operasi pengolahan citra diterapkan bila:
1. Diperlukan peningkatan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa
aspek informasi yang terkandung dalam citra.
3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.
Di dalam bidang komputer ada 3 bidang studi yang berkaitan dengan data citra,
namun tujuan ketiganya berbeda yaitu:
1. Grafika Komput er (Computer Graphic)
2. Pengolahan Citra (Image Processing)
3. Pengenalan Data (Pattern Recognition/Image Interpretation).
Bidang studi yang berkaitan dengan citra dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah
ini:
Gambar 2.4 Bidang Studi yang berkaitan dengan Citra
Grafika komputer bertujuan menghasilkan citra dengan prinsip-prinsip
geometri seperti garis, lingkaran dan sebagainya. Prinsip geometri tersebut
memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-elemen gambar. Contoh data
deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna
dan sebagainya (Munir, R, 2004, hal: 4). Hubungan bidang studi Grafika Komputer
dengan citra dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bidang Studi Grafika Komputer
Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau komputer. Teknik-teknik pengolahan citra
mentransformasikan suatu citra menjadi citra yang lain. Jadi masukannya berupa citra
Grafika Komputer
Deskripsi
Citra Citra
Deskripsi
Pengenalan Data Pengolahan
Citra
Data Deskriptif
Grafika
dan keluarannya juga citra, namun citra keluarannya memiliki kualitas yang lebih baik
dari pada citra masukan sesuai dengan kebutuhan. Termasuk juga pentransferan dan
transparansi pada suatu citra (Munir, R, 2004, hal: 5) Hubungan bidang studi
Pengolahan Citra dengan citra dapat dilihat pada Gambar 2.6 di bawah ini.
Gambar 2.6 Bidang Studi Pengolahan Citra
Pengenalan pola bertujuan mengelompokkan data numerik dan simbolik citra
secara otomatis oleh komputer. Tujuan pengelompokan ini adalah untuk mengenali
siatu objek di dalam citra. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan
didefenisikan, memproses citra tersebut dan memberikan keluaran berupa deskripsi
objek di dalam citra (Munir, R, 2004, hal: 6). Hubungan bidang studi Pengenalan
Pola dengan citra dapat dilihat pada Gambar 2.7 di bawah ini.
Gambar 2.7 Bidang Studi Pengenalan Pola
Penerapan pengolahan citra ditujukan untuk berbagai keperluan, antara lain:
a. Dalam ilmu geografi, ahli geografi menggunakan teknik ini untuk mempelajari
pola-pola polusi udara, pemetaan penggunaan/penutup lahan, pemetaan dan
monitoring lahan pertanian, manajemen sumber daya pantai dan kelautan,
eksplorasi minyak bumi, manajemen sumber daya hutan, perencanaan bidang
telekomunikasi, oceanografi fisik, pemetaan deteksi laut-laut es, pemetaan geologi
dan topologi.
b. Dalam ilmu fisika dan bidang yang berkaitan dengannya, teknik komputer secara
rutin meningkatkan citra dari eksperimen pada bidang seperti plasma berenergi
tinggi dan mikroskop elektron.
c. Dalam dunia komunikasi, data citra yang biasanya di dapat dari satelit baik satelit
cuaca yang memfoto planet-planet pada umumnya hampir tidak dapat dilihat. Hal
Citra Pengolahan
Citra Citra
Citra Pengenalan
ini disebabkan karena pada saat foto tersebut dikirim ke stasiun bumi melalui
gelombang, terjadi banyak gangguan selama dalam perjalanan. Gangguan ini
disebabkan oleh gelombang-gelombang lain seperti gelombang radio, televisi dan
lain-lain yang bercampur dengan gelombang data tersebut. Pemrosesan dilakukan
terhadap foto yang diterima di stasiun bumi dengan cara menghilangkan atau
mengurangi gangguan/noise tersebut, sehingga gambar tersebut dapat dilihat
dengan jelas.
d. Dalam ilmu kedokteran, pengolahan citra digunakan untuk memperjelas hasil foto
sinar-X organ tubuh manusia. Gambar yang didapat dari sinar-X umumnya kabur
sehingga sulit bagi para dokter untuk menganalisis kelainan-kelainan yang
terdapat pada organ tubuh. Dengan pemrosesan citra, gambar tersebut dapat
diperjelas.
e. Dalam dunia game, pemrosesan citra digunakan untuk menciptakan efek-efek
seperti bayangan di atas permukaan air, efek ledakan, api, tampilan yang kabur
karena terkena kabut, angin, transportasi, pencahayaan dan lain sebagainya.
[image:30.595.142.451.386.628.2]Pada Gambar 2.8 berikut ini adalah dasar-dasar pengolahan citra:
Gambar 2.8 Dasar-dasar Pengolahan Citra
2.3.1. Restorasi Citra (Image Restoration)
Restorasi citra adalah suatu jenis image processsing yang dilakukan untuk
perbaikan/pemugaran terhadap gambar yang buruk sehingga menghasilkan suatu Citra
Di i l Citra
Output
Citra Transformasi
Enchancemen t
Restoration
Segmentation
Classification Pengolahan
gambar yang baru atau gambar seperti aslinya. Operasi ini bertujuan untuk
menghilangkan/meminimumkan cacat pada citra (Gonzales C, Rafael, 1992, hal:
253).
Proses-proses yang termasuk pada proses perbaikan citra, antara lain:
1. Pengubahan kecerahan gambar (image brightness)
2. Peregangan kontras (contrast stretching)
3. Pengubahan histogram citra
4. Pelembutan citra (image smooting)
5. Penajaman tepi (sharpening edge)
6. Pewarnaan semu (pseudocolouring)
7. Pengubahan geometrik (Munir, R, 2004, hal: 103).
Untuk menganalisa perbaikan citra, terdapat beberapa metode atau teknik yang
dapat digunakan, antara lain:
1. Non Linier, yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu
a. Mean Filtering adalah filter yang digunakan untuk menghaluskan gambar yang
terlalu kasar.
b. Median Filtering, adalah filter yang digunakan untuk memperhalus gambar
tetapi tidak sehalus mean filtering dan gambar yang dihasilkan terlihat tidak
rapi.
c. Modus Filtering adalah filter spatial filtering yang tidak menggunakan mask.
2. Linier, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Brightness Filtering yaitu filter yang digunakan untuk memperjelas gambar
yang terlalu gelap, sehingga terang.
b. Darkness Filtering yaitu filter yang digunakan untuk mengurangi intensitas
gambar yang terlalu terang.
3. Noise Reduction, yang dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Intensity Filtering yaitu membersihkan noise dengan mendeteksi intensitas
dari setiap titik di layar.
b. Frequency Filtering yaitu membersihkan noise dengan menganalisa jumlah
noise yang ada pada gambar.
Di dalam perbaikan/pemugaran citra ada beberapa masalah di dalam
Penganalisaan citra yaitu:
2. Mengembalikan warna pada citra yang pudar ke warna yang semula
3. Membuat citra yang kabur atau samar menjadi citra yang cerah.
4. Memperbaiki bagian citra yang rusak
5. Menghaluskan bagian citra yang terlihat kasar
6. Membuat histogram dari citra.
2.3.2 Operasi-operasi Perbaikan Citra
Adapun operasi-operasi pemugaran citra atau perbaikan citra yang disediakan oleh
perangkat lunak yang dirancang dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Penghilangan Derau (Noise)
Noise adalah gangguan-gangguan/bintik-bintik pada gambar yang terjadi pada saat
gambar tersebut dikirim dari satu komputer ke komputer lainnya. Reduksi noise
itu sendiri terbagi menjadi dua yaitu Intensity Filtering dan Frequency Filtering.
b. Memperhalus gambar (Mean Filtering)
Mean Filtering adalah filter yang digunakan untuk menghaluskan gambar yang
terlalu kasar. Jika filter ini dilakukan pada gambar yang sudah halus, maka hasil
gambar tersebut akan semakin kabur. Mean filtering ini biasa disebut smoothing
filter.
c. Efek Sulaman (Median Filtering)
Median filtering adalah filter yang digunakan untuk memperhalus gambar tetapi
tidak sehalus mean filtering. Gambar yang dihasilkan terlihat tidak rapi, karena
tidak dilakukannya proses rata-rata tetapi dilakukan proses mencari nilai tengah
dari titik-titik yang direkam dalam matriks neighbour.
d. Efek cat minyak (Modus Filtering)
Modus Filtering adalah termasuk jenis filter spatial filtering yang tidak
menggunakan mask. Tujuan utama dari filter ini adalah membuat gambar menjadi
berbintil-bintil seperti dicat dengan cat minyak.
2.3.3 Histogram
Histogram adalah suatu diagram atau kurva yang menyatakan jumlah kemunculan
mempunyai derajat keabuan 256 yaitu (0-255), maka histogram menyatakan jumlah
kemunculan setiap nilai 0-255.
Histogram juga dapat menunjukkan banyak hal tentang kecerahan (brightness)
dan kontras (contrast) dari sebuah gambar. Karena itu, histogram dapat digunakan
sebagai alat bantu yang sangat berguna dalam pekerjaan pengolahan citra baik secara
kualitatif dan kuantitatif. Suatu citra gelap bila karena pada histogram terdapat banyak
nilai intensitas yang dekat dengan 0 (hitam), begitu juga dengan histogram citra
terang yaitu terdapat banyak nilai intensitas yang dekat 255 (putih) sedangkan
histogram citra yang normal brightness dan high contrast adalah citra yang bagus
karena histogramnya tersebar merata di seluruh daerah derajat keabuan (Munir R,
2004, hal 95-99). Contoh histogram yang gelap, terang, normal brightness dan high
contrast, seperti pada gambar berikut:
[image:33.595.102.481.314.560.2]a. b. c. d.
Gambar 2.9 Histogram Citra; (a). Citra gelap (b). Citra terang, (c). Citra
normal brightness, (d). Citra normal brightness dan high
contrast.
2.4 Bahasa Pemrograman Visual Basic 6.0
Program adalah susunan perintah atau instruksi yang dimengerti oleh komputer untuk
melakukan tugas-tugas tertentu. Bahasa pemrograman merupakan bahasa yang
digunakan untuk mendefinisikan perintah atau instruksi yang diperlukan dalam
pembuatan program.
Perancangan perangkat lunak untuk memperbaiki citra digital yang dibahas
dalam tugas akhir ini, menggunakan Bahasa Pemrograman Visual Basic 6.0 yang
dikeluarkan oleh perusahaan Microsoft Corp. Visual Basic 6.0 merupakan salah satu
bahasa pemrograman berorientasi objek (Object Oriented Programming- OOP).
(Graphical User Interface) yang dijalankan dalam lingkungan sistem operasi
Windows (Yuswanto, 2002, hal:1).
Visual Basic 6.0 dapat memanfaatkan seluruh fasilitas ataupun kemudahan
dan kecanggihan yang dimiliki oleh sistem operasi Windows. Sehingga program
aplikasi yang dibuat dengan menggunakan Visual Basic 6.0 dapat menampilkan
komponen dengan cara kerja yang sama seperti aplikasi umumnya di lingkungan
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.2 Pengenalan Citra
Secara harfiah citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra atau dua dimensi.
Citra juga dapat diartikan sebagai kumpulan titik-titik dengan intesitas warna tertentu
yang membentuk suatu kesatuan dan mempunyai pengertian artistik. Citra sebagai
salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai
salah satu bentuk informasi visual (Munir, R, 2004, hal: 2). Sebuah citra mempunyai
karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks yaitu, citra kaya dengan informasi
karena dapat menyampaikan informasi yang imajinatif (dapat dihayalkan).
Citra yang baik adalah citra yang dapat menampilkan gambar secara utuh,
seperti keindahan gambar dan kejelasan gambar tanpa mengurangi dan tanpa
mengubah informasi yang terkandung pada sebuah gambar atau citra.
Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun seringkali citra yang
diperoleh mengalami penurunan mutu (degradasi), misalnya mengandung cacat atau
derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring) dan
sebagainya. Tentu saja citra semacam ini menjadi lebih sulit diinterpretasikan karena
informasi yang disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra yang
mengalami gangguan mudah diinterpretasikan (baik oleh manusia maupun mesin)
maka citra perlu diolah atau dimanipulasi sehingga kualitasnya lebih baik.
Penampilan citra dapat dibagi jadi dua kelompok yaitu citra diam (still images)
dan citra bergerak (moving images). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak
bergerak. Citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara
berurutan (sequential) hingga memberikan kesan pada mata seolah-olah gambar
tersebut bergerak (Munir, R, 2004, hal: 2)
Citra merupakan suatu keluaran dari suatu sistem perekaman data yang bersifat
optik, analog ataupun digital. Perekaman data citra dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Citra analog yaitu terdiri dari sinyal-sinyal elektromagnetik yang tidak dapat
dibedakan sehingga pada umumnya tidak dapat ditentukan ukurannya. Citra
analog mempunyai fungsi yang kontinu. Hasil perekaman citra analog dapat
bersifat optik yakni berupa foto (film foto konvensional) dan bersifat sinyal video
seperti gambar pada monitor televisi
4. Citra Digital
Citra digital terdiri dari sinyal-sinyal yang dapat dibedakan dan mempunyai fungsi
yang tidak kontinu yakni berupa titik-titik warna pembentuk citra. Hasil
perekaman citra digital dapat disimpan pada suatu media mngnetik.
Dalam tugas akhir ini, pembahasan lebih diorientasikan pada citra digital.
2.2.1 Pengertian Citra Digital
Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekam data dapat bersifat analog, berupa
sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi atau bersifat digital yang
dapat langsung disimpan pada suatu media magnetik. Citra ada dua macam yaitu citra
kontinu dan citra diskrit. Citra Kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima
sinyal analog, contohnya mata manusia, kamera analog. Citra diskrit dihasilkan dari
proses digitalisasi terhadap citra kontinu contohnya kamera digital, scanner (Munir,
R, 2004, hal 15).
Komputer digital bekerja dengan angka-angka presisi terhingga, dengan
demikian hanya citra dari kelas diskrit yang dapat diolah dengan komputer. Citra dari
kelas tersebut lebih dikenal sebagai citra digital. Citra digital dinyatakan dalam suatu
array dua dimensi atau suatu matriks yang elemen-elemennya menyatakan tingkat
keabuan (grayscale) dari warna masing-masing pixel. Pixel merupakan elemen
terkecil dari suatu citra, yakni berupa titik-titik warna yang membentuk citra.
Citra digital tidak selalu harus merupakan hasil langsung dari rekaman suatu
sistem digital, namun ada juga rekaman data bersifat kontinu seperti pada gambar
monitor televisi, foto sinar-X, dapat juga berasal dari yang telah mengalami suatu
konversi, sehingga citra tersebut selanjutnya dapat diproses melalui komputer.
Citra warna adalah citra dengan sistem grafik yang memiliki satu set nilai tersusun (a
set of ordered values) yang menyatakan berbagai tingkat warna. Citra warna bukanlah
seperti citra grayscale. Dimana setiap set nilai tersusun mewakili satu ‘scale’ warna
atau ‘hue’.
Sistem yang dipakai untuk mewakili warna yaitu sistem RGB (Red, Green,
Blue). Sistem RGB adalah sistem penggabungan antara warna-warna primer (additive
primary colours) yaitu merah (Red), hijau (Green) dan biru (Blue) untuk memperoleh
warna tertentu. Misalnya warna putih diperoleh dari hasil gabungan warna merah =
255, hijau = 255, dan biru = 255. Dalam sistem RGB, warna putih cerah dinyatakan
dengan RGB (255, 255, 255). Range nilai dari setiap warna primer adalah 0 sampai
255. Sehingga kemungkinan warna yang dapat terbentuk dengan sistem RGB adalah
256 x 256 x 256 yakni kurang lebih 16.7 juta warna. Pada tabel 2.1 berikut
[image:37.595.111.463.343.623.2]diperlihatkan beberapa kode warna hasil gabungan warna RGB.
Tabel 2.1 Kode Warna
Colour Red Green Blue
Black 0 0 0
Blue 0 0 255
Green 0 255 0
Cyan (Blue+Green) 0 255 255
Red 255 0 0
Magenta (Red+Blue) 255 0 255
Yellow (Red+Green) 255 255 0
White
(Red+Green+Blue)
255 255 255
Gray 128 128 128
2.1.2.2 Citra Monokrom
Citra monokrom adalah citra dengan suatu sistem grafik yang tidak memiliki
dengan menentukan tingkat intensitas grayscale. Nilai numerik yang digunakan
biasanya adalah range 0 – 1. Citra monokrom yang diwakili dengan beberapa nilai
kekuatan cahaya bernilai dari hitam sampai put ih sebagai grayscale image. Pada tabel
2.2 terdapat empat tingkat intensitas yang dapat ditampilkan seperti yang terlihat di
[image:38.595.108.471.199.373.2]bawah ini.
Tabel 2.2 Intensitas Grayscale
Kode Intensitas Nilai
Intensitas
Biner Tingkat Intensitas
yang ditampilkan
0 0 0 0 Black
0.33 1 0 1 Darkgray
0.67 2 1 0 Lightgray
1 3 1 1 White
(Munir, R, 2004, hal; 42)
Menyimpan tingkat intensitas dalam memori layar sama dengan menyimpan
kode warna. Titik dengan ukuran 3 bit bisa menampilkan 8 tingkat intensitas
sedangkan titik berukuran 1 bit hanya bisa menampilkan warna hitam (black) dan dan
putih (white) saja.
Pada Tabel 2.2 terdapat empat tingkat intensitas yang dapat ditampilkan. Nilai
intensitas mendekati 0.33 akan disimpan dengan nilai biner 0 1 dalam memori layer
dan menghasilkan titik dengan tingkat intensitas darkgray atau abu-abu
kehitam-hitaman. Sedangkan tingkat intensitas itu sendiri ditentukan oleh program aplikasi
kemudian diubah menjadi nilai biner yang sesuai.
2.2.3 Sistem Penangkap Citra Digital
Komputer digital hanya dapat memproses citra dalam bentuk digital. Pada cara yang
konvensional, pemasukan data citra digital dilakukan melalui papan ketik (keyboard)
atau terminal biasa. Data-data yang dimasukkan berupa harga-harga integer yang
menunjukkan nilai intesitas cahaya atau tingkat keabuan setiap elemen gambar. Citra
digital juga dapat diperoleh secara otomatis dari sistem penangkap citra digital
(digital image acquisition system) atau digitizer yang melakukan penjelajahan citra
cahaya pada suatu himpunan disktrit dari titik-titik. Pada Gambar 2.1 adalah
[image:39.595.92.508.142.804.2]pemrosesan citra ke dalam komputer serta penyimpanannya, seperti terlihat pada
Gambar 2.1 di bawah ini:
Gambar 2.1 Elemen Sistem Pengolah Citra
Sistem penangkap citra digital terdiri dari tiga komponen dasar yaitu:
4. Sensor citra yaitu ruang bekerja sebagai pengukur intensitas cahaya
5. Perangkat penjelajah yang bertugas merekam hasil pengukur intensitas pada
seluruh bagian citra
6. Pengubah analog ke digital yang mengubah harga kontinu menjadi harga diskrit
sehingga dapat diproses dengan komputer
Diagram sistem penangkap citra itu sendiri dapat dilihat pada Gambar 2.2
berikut ini:
Sensor Analog to Digital Komputer
Digital
Penyimpan Bingkai Citra Monitor
Peraga Citra
Masukan Citra
Digital
Citra Kontinu
Subsistem Perekam
Subsistem Sampling
Subsistem Kuantisasi
[image:39.595.106.480.180.303.2]Gambar 2.2 Diagram Sistem Penangkap Citra Digital
2.2.4 Konversi Citra Analog ke Citra Digital
Citra digital tidak selalu merupakah hasil langsung dari data rekaman suatu sistem
digital. Adakalanya hasil rekaman data tersebut bersifat kontinu, oleh karena itu untuk
mendapatkan suatu citra digital diperlukan suatu proses konversi, sehingga citra
tersebut dapat diproses dengan komputer.
Citra yang bersifat kontinu dapat diubah menjadi citra digital dengan cara
membuat kisi-kisi arah horizontal dan vertikal, sehingga diperoleh gambar dalam
bentuk array dua dimensi. Proses tersebut dikenal sebagai proses digitasi atau
sampling. Digitasi atau sampling adalah proses membagi gambar secara horizontal
dan vertikal menjadi bagian-bagian yang kecil (Munir, R, 2004, hal 19-21), seperti
diperlihatkan pada Gambar 2.3. Bagian-bagian yang kecil atau elemen array ini
disebut dengan pixel. Pembagian suatu citra menjadi sejumlah pixel dengan ukuran
tertentu akan menentukan resolusi spasial yang diperoleh. Semakin kecil ukuran pixel
(makin banyak jumlah pixel) gambar maka resolusi gambar tersebut semakin tinggi
dan gambar tersebut pun semakin halus atau terang, karena informasi yang hilang
akibat pengelompokan tingkat keabuan atau warna ketika proses pembuatan kisi-kisi
akan semakin kecil.
Citra dengan tingkat keabuan
Sampling
Gambar 2.3 Proses digitasi atau sampling.
Proses yang diperlukan selanjutnya yaitu proses kuantisasi. Dalam proses itu
tingkat keabuan setiap pixel dinyatakan dengan suatu bilangan bulat (integer).
Batas-batas harga integer atau besarnya daerah tingkat keabuan yang digunakan untuk
menyatakan suatu tingkat keabuan pixel akan menentukan resolusi kecerahan dari
gambar yang akan diperoleh. Jika digunakan 3 bit untuk menyimpan harga integer
tersebut, maka diperoleh 8 tingkat keabuan. Makin besar tingkat keabuan yang
digunakan maka makin baik pula gambar yang akan dihasilkan, karena kontinuitas
dari tingkat keabuan akan semakin tinggi sehingga mendekati citra aslinya.
2.2.5 Representasi Citra Digital
Data-data dalam sistem komputer perlu dikodekan dengan menggunakan suatu sistem
simbol diskrit. Sebuah citra digital dapat dianggap suatu matriks dimana baris dan
kolomnya menunjukkan sebuah titik pada citra dan nilai elemen matriks menunjukkan
tingkat keabuan (graylevel) pada titik tersebut. Elemen dari array digital tersebut
disebut picture elements (pixel). Pada umumnya, citra digital yang direpresentasikan
dengan a(x,y) merupakan sebuah fungsi dari banyak variabel yang mencakup
kedalaman/depth (z), warna/colour (λ), dan waktu/time(t).
Resolusi gambar dikatakan sebagai jumlah pixel yang terkandung di dalam
suatu citra. Pada resolusi rendah keterperincian dan kedalaman citra akan hilang sama
sekali dimana pixel-pixel individu jelas kelihatan, pada resolusi tinggi keterperincian
data lebih nyata dan tajam. Aspect Ratio adalah suatu bilangan yang dapat diperoleh
bila bilangan pixel mendatar dibagi dengan bilangan pixel tegak. Aspect Ratio perlu
sama agar citra tidak kelihatan distorted (menyimpang) dan alami. Resolusi citra,
Aspect Ratio dan jenis kualitas resolusinya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini:
Tabel 2.3 Resolusi Citra dan Aspect Ratio
Resolusi Citra Aspect Ratio Kwalitas Resolusi
320 x 200 1,6 : 1 Low
1024 x 768 1,33 : 1 High
(Munir, R, 2004, hal: 40).
2.1.5.1 Tabel Warna
Tingkatan warna dapat dikatakan sebagai sebuah unsur terpenting dari suatu objek.
Tanpa tingkatan warna, objek-objek yang dibuat akan memiliki warna putih atau
warna hitam saja, tetapi dengan adanya tingkatan warna maka objek yang dibuat
tentunya terlihat lebih bagus dan menarik.
2.2.5.2 Warna dan Intensitas Gambar
Terdapat banyak macam warna dan tingkat intensitas gambar yang dapat dipakai,
namun tergantung pada kemampuan dari sistem grafik yang digunakan. Warna dapat
dikodekan dengan menggunakan sistem bilangan integer dengan rentang 0 hingga
255. Warna yang sudah dikodekan tersebut disebut dengan kode warna. Kode warna
tersebut dapat dirubah tingkat intensitasnya. Sistem Raster Scan memiliki banyak
pilihan warna, sedangkan sistem Random Scan biasanya hanya memberikan beberapa
pilihan warna saja.
2.3 Format File Gambar
Pada umumnya file gambar digunakan untuk menyimpan gambar yang ditampilkan di
layar ke dalam suatu media penyimpanan data. Untuk menyimpan sebuah file gambar
ini digunakan salah satu format file. Ada banyak format file gambar yang dapat
digunakan untuk menyimpan file gambar, diantaranya adalah BMP, JPEG, ICO.
2.2.1 Format File BMP (Bitmap)
Format file bitmap (BMP) merupakan sebuah format file citra standard untuk
komputer-komputer yang menjalankan sistem operasi. Microsoft Windows dan IBM
OS/2. Format file bitmap ini dikembangkan oleh pihak Microsoft untuk menyimpan
tersebut. Struktur dari file BMP terdiri dari BITMAPFILEHEADER berukuran 14
byte dan BITMAPINFOHEADER berukuran 64 byte (Munir, R, 2004, hal: 38-39).
Struktur BITMAPFILEHEADER mengandung informasi mengenai type, size,
dan layout dari suatu file yang mengandung Device Independent Bitmap (DIB).
Sedangkan struktur BITMAPINFOHEADER menyimpan informasi mengenai
dimensi dan format warna dari suatu Device Independent Bitmap (DIB). Jadi dapat
disimpulkan BITMAPFILEHEADER memberi informasi mengenai file dan
BITMAPINFOHEADER memberikan informasi mengenai gambar. Tabel warna yang
didefenisikan sebagai array dari struktur RGBQUAD dan sisanya adalah data
gambar. Format ini mendukung resolusi warna dari monokrom hingga true color
(16,7 juta warna). Tabel 2.4 di bawah ini memperlihatkan informasi mengenai
struktur file BMP untuk gambar 256 warna (tanpa kompresi). Dan Tabel 2.6. di
bawah ini memperlihatkan struktur informasi gambar.
Kolom “Mulai” menyatakan posisi awal byte elemen data di dalam file. Kolom
“Ukuran” menyatakan ukuran elemen data dalam satuan byte. Kolom “Nama”
menyatakan nama field atau pengenal elemen menurut dokumentasi Microsoft API.
[image:43.595.121.476.436.758.2]Kolom “Keterangan” memberi penjelasan tentang elemen data yang dimaksud.
Tabel 2.4 Struktur BITMAPFILEHEADER
Mulai Ukuran
(byte)
Nama Keterangan
1 2 BmpType
Tipe file BMP
BA : Bitmap Array
BM : Bitmap
CI : Color Icon
CP : Color Pointer
IC : Icon
PT : Pointer
3 4 BmpSize Ukuran file BMP dalam byte
atau word
7 2 XhotSpot XhotSpot untuk kursor (pointer)
9 2 YhotSpot YhotSpot untuk kursor (pointer)
11 4 OffBits Posisi byte dimana data awal
(Munir, R, 2004, hal: 40)
Jumlah warna yang terdapat pada gambar ditentukan oleh BitCount. Kemungkinan
untuk nilai BitCount adalah:
5. 1 (hitam atau putih)
6. 4 (16 warna)
7. 8 (256 warna)
[image:44.595.118.477.283.756.2]8. 24 (16,7 juta warna)
Tabel 2.5 Struktur BITMAPINFOHEADER
Mulai Ukuran
(byte)
Nama Keterangan
15 4 HdrSize Ukuran dari info header dalam
byte.
19 4 Width Lebar bitmap dalam pixel
23 4 Height Tinggi bitmap dalam pixel
27 2 Planes Jumlah plane (hampir selalu 1)
29 2 BitCount Jumlah bit per pixel
31 4 Compression Jenis kompresi
(0= tak terkompresi)
35 4 ImageSize Ukuran bitmap dalam byte
39 4 HorzRes Resolusi horizontal
(dalam pixel per meter)
43 4 VertRes Resolusi vertikal
(dalam pixel per meter)
47 4 CrlUsed Jumlah warna yang digunakan
51 4 CrlImportant Jumlah warna yang penting
57 2 Reserved Tidak dipakai
59 2 Recording Algoritma Perekaman
61 2 Rendering Algoritma halftoning
63 4 Size1 Nilai Ukuran 1
67 4 Size2 Nilai Ukuran 2
71 4 ClrEncoding Pengkodean Warna
75 4 Identifier Kode yang digunakan aplikasi
(Munir, R, 2004, hal: 41)
Elemen data BitCount sekaligus menentukan apakah pada file BMP memiliki
tabel warna atau tidak, termasuk susunan dari tabel warnanya. Untuk gambar 1 bit,
tabel warna berisi dua warna (biasanya putih dan hitam). Jika setiap bit dari gambar
bernilai 0 maka warna yang ditunjukkan adalah warna pertama di dalam tabel warna.
Jika setiap bit dari data gambar bernilai 1 maka warna yang ditunjukkan adalah warna
kedua yang terdapat dalam tabel warna.
Pada citra 4 bit, tabel warna berisikan 16 warna. Setiap byte yang terdapat
pada data gambar mewakili dua pixel. Byte-byte tersebut dibagi menjadi dua bagian
masing-masing 4 bit. Bit-bit tadi menunjukkan warna-warna yang terdapat pada Tabel
warna. Pada gambar 8 bit, setiap byte mewakili satu pixel. Untuk gambar 24 bit, 3
byte digunakan untuk mewakili satu pixel. Byte yang pertama mewakili unsur merah,
byte kedua mewakili unsur hijau dan byte ketiga mewakili unsur warna biru. Pada
gambar 24 bit, Tabel warna tidak dibutuhkan karena mengandung unsur warna merah,
hijau dan biru yang sebenarnya (Munir, R, 2004, hal: 38-42).
Tabel warna sendiri dibentuk dari struktur RGBQUARD yang disusun dalam
bentuk array, struktur dari RGBQUARD dapat dilihat dalam tabel 2.6 berikut ini.
Tabel 2.6 Struktur RGBQUARD
Mulai Ukuran
(byte)
Nama Keterangan
1 4 RGBBlue Intensitas warna biru
2 1 RGBGreen Intensitas warna hijau
3 1 RGBRed Intensitas warna merah
(Gonzales, C, R, 1992, hal: 226)
2.3.2 Format File JPEG (Joint Photographic Experts Group)
Format file JPEG adalah bentuk kompresi gambar high color bit-mapped dan juga
standar kompresi file yang dikembangkan oleh group Joint Photographic Experts
dengan menggunakan kombinasi DCT (Discrite Cosine Transform) dan pengkodean
Huffman untuk mengkompresi suatu file citra. Format ini cocok untuk diterapkan
pada image yang kompleks dengan jumlah warna yang banyak.
JPEG merupakan suatu algoritma komporesi yang bersifat “lossy”, dimana
kualitas citranya kurang bagus. Lossy Compression adalah metode memperkecil
ukuran file citra dengan cara membuang beberapa data, hal ini menyebabkan adanya
sedikit penurunan kualias citra.
JPEG merupakan teknik dan standard universal untuk kompresi dan
dekompresi citra tidak bergerak yang digunakan pada kamera digital dan sistem
pencitraan dengan menggunakan komputer.
2.3.3 Format File ICO
Format file ICO adalah suatu format file grafis windows yang digunakan pada sebuah
icon. Icon juga merupakan jenis dari sebuah bitmap. Ukuran pixel maksimum icon
adalah 32 pixel, akan tetapi pada lingkungan sistem operasi Windows 95 hanya
ditentukan icon dengan ukuran 16 pixel × 16 pixel.
2.4 Pengertian Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah pemrosesan citra yang secara khusus menggunakan komputer
sehingga diperoleh citra yang kualitasnya lebih baik. Pengolahan citra juga dapat
diartikan sebagai suatu pemrosesan suatu gambar sehingga menghasilkan suatu
gambar lain yang lebih sesuai dengan keinginan kita (Munir, R, 2004, hal: 3).
Umumnya operasi pengolahan citra diterapkan bila:
4. Diperlukan peningkatan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa
aspek informasi yang terkandung dalam citra.
6. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.
Di dalam bidang komputer ada 3 bidang studi yang berkaitan dengan data citra,
namun tujuan ketiganya berbeda yaitu:
4. Grafika Komput er (Computer Graphic)
5. Pengolahan Citra (Image Processing)
6. Pengenalan Data (Pattern Recognition/Image Interpretation).
Bidang studi yang berkaitan dengan citra dapat dilihat pada Gambar 2.4 di bawah
ini:
Gambar 2.4 Bidang Studi yang berkaitan dengan Citra
Grafika komputer bertujuan menghasilkan citra dengan prinsip-prinsip
geometri seperti garis, lingkaran dan sebagainya. Prinsip geometri tersebut
memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-elemen gambar. Contoh data
deskriptif adalah koordinat titik, panjang garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna
dan sebagainya (Munir, R, 2004, hal: 4). Hubungan bidang studi Grafika Komputer
dengan citra dapat dilihat seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bidang Studi Grafika Komputer
Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh manusia atau komputer. Teknik-teknik pengolahan citra
mentransformasikan suatu citra menjadi citra yang lain. Jadi masukannya berupa citra
Grafika Komputer
Deskripsi
Citra Citra
Deskripsi
Pengenalan Data Pengolahan
Citra
Data Deskriptif
Grafika