ANALISIS PENGARUH SHARI’A GOVERNANCE STRUCTURE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2011-2015
Oleh :
RIKA HAYATI
NIM : 1111046100087
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ii
ANALISIS PENGARUH SHARI’A GOVERNANCE STRUCTURE TERHADAP PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA TAHUN 2011-2015
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Rika Hayati
NIM. 1111046100087
Dibawah Bimbingan
Pembimbing
Ir. Rr. Tini Anggraeni, ST, Msi
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Hari ini Jum’at, 16 Desember 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa:
1. Nama : Rika Hayati
2. NIM : 111046100087
3. Jurusan : Perbankan Syariah
4. Judul Skripsi : Analisis Pengungkapan Shari’a Governance Structure Terhadap Corporate Social Responsibility Pada Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2011-2015
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan serta kemampuan yang bersangkutan selama proses Ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Seluruh sumber yang saya gunakan selama penyusunan skripsi ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Univeristas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 14 November 2016M
v
ABSTRAK
Nama : Rika Hayati
Jurusan : Perbankan Syariah
Judul : Analisis Pengaruh Shari’a Governance Structure Terhadap Tingkat Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Tahun 2011-2015
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara Shari’a
Governance Structures dengan tingkat pengungkapan Corporete Social Responsibility pada perbankan syariah di Indonesia. Faktor-faktor terkait Shari’a
Governance Structures yang diuji dalam penelitian ini adalah mekanisme pengawasan dan struktur kepemilikan. Mekanisme pengawasan diwakili oleh keberadaan Dewan Pengawas Syariah yang diukur menggunakan Islamic Governance Score (IG-Score). Sementara struktur kepemilikan diukur menggunakan rasio dana pihak ketiga (invesment account holders) dan ukuran perusahaan. Selain itu penelitian ini juga menganalisis tingkat pengungkapan CSR Bank Umum Syariah di Indonesia berdasarkan indeks ISR. Hasil penelitian menunjukan bahwa invesment account holders (IAH) dan ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR. Namun, keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat pengungkapan CSR pada perbankan syariah di Indonesia.
Kata kunci:
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah,
taufiq, serta nikmatnya sehingga Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul : “ Analisis Pengaruh Shari’a
Governance Structure terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2011-2015”. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta umatnya
hingga akhir zaman.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa
tidak sedikit hambatan serta kesulitan yang penulis hadapi. Namun berkat
kesungguhan hati dan kerja keras serta dorongan dan bantuan dari
berbagai pihak baik secar langsung maupun tidak langsung, membuat
penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu,
dengan segala kerendahan hati, maka penulis berterima kasih kepada :
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM Hasan Ali, MA dan Abdurrauf, Lc, MA. selaku ketua Prodi
Muamalat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ir. Rr. Tini Anggraeni, ST, Msi selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan banyak
ilmu, dukungan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan baik. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat
dan keberkahan kepada beliau.
4. Segenap pimpinan dan staff perpustakaan utama dan perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan fasilitas dan referensi yang dibutuhkan selama
vii
5. Mamah dan Bapak ku tercinta yang selalu memberikan kasih sayang,
dukungan dan doa yang tak pernah putus serta tidak mengenal lelah
sampai saat ini.
6. Adik tersayng, Rantri Rahmawati, jangan pernah lelah mencari ilmu
dan menggapai cita-cita. Semoga kita menjadi anak shalelah dan bisa
memberikan kebanggan.
7. Teman-teman Perbankan Syariah seperjuangan, terima kasih telah
saling berbagi, mendukung, mengingatkan dan mendoakan. Semoga
silaturrahim kita semua tetap terjaga dan langgeng.
8. Teman, sahabat, kerabat dan semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan dorongan, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
sebaik-baiknya.
Akhirnya, kepada Allah jugalah penulis serahkan, semoga kebaikan
yang telah diberikan menjadi amal saleh dan pahala yang berlipat ganda
dari Allah SWT.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, semoga Allah
SWT. selalu memberikan jalan kebaikan dan keridhaan dalam setiap
langkah baik kita. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umunya. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.
Jakarta, 14 November 2016 M
Penulis
viii
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Rumusan Malasah ... 8
E. Tujuan dan Manfaat... 9
F. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
A. Landasan Teori ... 12
1. Corporate Social Responsibility (CSR) ... 12
2. Islamic Social reporting (ISR) ... 24
3. Shari’a Governance Score ... 36
B. Penelitian Terdahulu ... 44
C. Kerangka Konseptual ... 47
BAB III METODE PENELITIAN... 49
A. Ruang Lingkup Penelitian ... 49
ix
C. Metode Pengumpulan Data ... 50
1. Data sekunder ... 50
2. Studi Kepustakaan ... 51
D. Operasional Variabel ... 52
1. Variabel Bebas ... 52
2. Variabel Terikat ... 54
E. Metode Analisis ... 55
1. Uji stasioner Data ... 60
2. Analisis Model regresi Data Panel ... 62
3. Pengujian Signifikansi ... 69
4. Tahapan Analisa Data ... 72
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ... 73
A. Tingkat Pengungkapan CSR Bank Umum Syariah di Indonesia Berdasarkan Indeks ISR ... 73
1.Tema Pendanaan dan Investasi... 73
2. Tema Produk dan Jasa ... 75
3. Tema Karyawan ... 77
4. Tema Masyarakat ... 78
5. Tema Lingkungan... 80
6. Tema Tata Kelola Perusahaan ... 81
7. Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Kumulatif berdasarkan indeks ISR ... 83
B. Korelasi Shari’a Governance Structure Terhadap Pengungkapan CSR .... 86
1. Hasil Uji Stasioner Data ... 86
2. Pemilihan Model Regresi Data Panel ... 87
3. Hasil Estimasi Model ... 92
4. Pengujian Hipotesis dengan Analisa regresi Data Panel ... 98
5. Pembahasan dan Analisis ekonomi Hasil Penelitian ... 102
BAB V PENUTUP ... 107
A. Kesimpulan ... 107
B. Saran ... 109
DAFTAR PUSTAKA ... 111
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam ISR ... 26
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu... 46
Tabel 3.1 Rangkuman Variabel Bebas dan Proxy ... 53
Tabel 3.2 Perhitungan IG-SCORE ... 54
Tabel 3.3 Indeks ISR ... 56
Tabel 3.4 Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial bank Syariah... 60
Tabel 4.1 Tingkat Kinerja Sosial BUS Kumulatif Berdasarkan Indeks ISR ... 83
Tahun 2011-2015 ... 84
Tabel 4.2 Perbandingan Predikat Tingkat Pengungkapan Kinerja Sosial BUS Tahun 2011-2015 ... 85
Tabel4.3 Hasil Uji Stasioner ... 87
Tabel 4.4 Hasil Uji Common effect ... 88
Tabel 4.5 Hasil Uji Fixed effect ... 88
Tabel 4.6 Hasil Uji Chow... 90
Tabel 4.7 Hasil Uji Random effect ... 90
Tabel 4.8 Hausman... 91
Tabel 4.9 Regresi Tiap Bank ... 93
Tabel 4.10 Koefisien Determinasi ... 97
Tabel 4.11 Uji t ... 99
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan ... 15
Gambar 2.2 Tiga Dimensi Keberlanjutan ... 15
Gambar 2.3 Model Penelitian ... 47
Gambar 2.4 Model Penelitian ... 48
Gambar 3.1 Tahapan Analisa Data ... 72
Grafik 4.1 Rata-rata Nilai Indeks ISR Tema Pendanaan dan Investasi ... 74
Grafik 4.2 Rata-rata Nilai Indeks ISR Tema Produk dan Jasa ... 76
Grafik 4.3 Rata-rata Nilai Indeks ISR Tema Karyawan ... 77
Grafik 4.4 Rata-rata Nilai Indeks ISR Tema Masyarakat ... 79
Grafik 4.5 Rata-rata Nilai Indeks ISR Tema Lingkungan ... 80
Grafik 4.6 Rata-rata Nilai Indeks ISR TemaTata Kelola Perusahaan ... 82
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Stasioneritas ... 127
Lampiran 2 Skor Indeks ISR BMI dan BSM Tahun 2011-2015 ... 130
Lampiran 3 Skor Indeks ISR BMSI dan BRIS Tahun 2011-2015 ... 132
Lampiran 4 Skor Indeks ISR BSB dan BNIS Tahun 2011-2015 ... 133
Lampiran 5 Skor Indeks ISR BVS dan BCAS Tahun 2011-2015 ... 135
Lampiran 6 Skor Indeks ISR BJBS dan PBS Tahun 2011-2015 ... 137
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan jaman yang membawa kemajuan pesat dalam dunia
industri menyebabkan meningkatnya kemampuan perusahaan dalam
mengeksplorasi alam. Namun, tindakan perusahaan terkadang di luar batas dapat
membuat kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah terkait
tanggung jawab sosial perusahaan sangat diperlukan guna mengontrol setiap
perilaku serta tindakan perusahaan. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan wujud kepedulian sebuah perusahaan terhadap lingkungannya yang
diharapkan dapat menopang kemandirian sosial ke masyarakat luas.
Jika kita melihat beberapa negara lain di dunia, Indonesia terbilang masih
baru dalam penerapan undang – undang yang mengatur tanggung jawab sosial
perusahaan (CSR). Dijabarkan dalam Undang – Undang Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2007, mewajibkan perseroan yang bergerak di bidang atau
terkait dengan bidang sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan, serta melaporkan pelaksanaan tanggung jawab sosial
tersebut pada Laporan Tahunan.
Di Indonesia, pelaksanaan program CSR sudah terdapat beberapa regulasi
yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaanya. Beberapa regulasi dan
aturan yang dapat dijadikan sebagai acuan pelaksanaan CSR, antara lain adalah:
2 Hidup, UU No.22/2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No.40/2007 Tentang
Perseroan Terbatas, UU No.25/2007 Tentang Penanaman Modal, UU No. 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, dan Peraturan Mentri BUMN no 5
Tahun 2007 Tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Selain sebagai bentuk kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang
berlaku, terdapat beberapa alasan lain yang mendorong perusahaan untuk
melaksanakan CSR. Penelitian yang dilakukan Purwitasari (2011) menjelaskan
bahwa pengungkapan CSR dapat membantu perusahaan dalam memperbaiki
peforma keuangan, menaikkan citra merek, serta menambah daya tarik terhadap
perusahaan sebagai tempat kerja yang baik, yang hingga pada akhirnya akan
mempengaruhi posisi nilai tawar perusahaan di pasaran.
Pada awalnya, praktik pelaksanaan serta pelaporan CSR di Indonesia
didominasi oleh perusahaan – perusahaan yang go publik dan bergerak dalam
sektor pertambangan atau manufaktur, hingga kemudian diikuti oleh perusahaan
sektor perbankan (Fitria dan Hartanti, 2010). Dari sisi perbankan pun dibagi
menjadi dua kategori yaitu perbankan konvensional dan syariah. Secara garis
besar perbedaan antara dua jenis perbankan tersebut terletak pada sistem
operasional kegiatannya. Pada perbankan konvensional tidak memperhatikan
faktor halal – haram, riba, gharar, maysir, serta berorientasi pada pencarian
keuntungan materi semata. Sedangkan pada perbankan syariah sangat
memperhatikan faktor halal – haram, pemerataan kesejahteraan sosial, hingga
3 Konsep CSR juga terdapat dalam ajaran Islam. Lembaga yang menjalankan
bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada filosofi dasar
Al Qur‘an dan Sunah, sehingga menjadikan dasar bagi pelakunya dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Oleh karena nya ikatan hubungan
antara institusi dengan lingkungannya dalam konsep syariah akan lebih kuat
ketimbang dalam konsep konvensional. Hal ini didasarkan pada lembaga bisnis
syariah didasarkan pada dasar-dasar relijius.
Sejauh ini pengungkapan atau pelaporan CSR yang dilakukan oleh
perusahaan termasuk juga perbankan dan lembaga – lembaga keuangan syariah
mayoritas masih mengacu kepada Global Reporting Initiatiative Index (Indeks
GRI). Jika melihat prinsip atau pedoman GRI yang bersifat konvensional, maka
kurang tepat bila digunakan sebagai tolok ukur pengungkapan CSR pada
perbankan syariah. Yusuf (2010) menjelaskan bahwa konsep CSR yang
berkembang di barat kemungkinan besar dipengaruhi oleh nilai – nilai etika,
budaya, dan keyakinan masyarakat barat, khususnya Eropa dan Amerika.
Haniffa (2002) berpendapat bahwa pelaporan tanggung jawab sosial pada
perusahaan-perusahaan islam seharusnya juga mengungkapkan aspek spiritual
sebagai fokus utama. Terkait dengan hal tersebut, Haniffa memandang bahwa
perlu adanya kerangka khusus untuk pelaporan pertanggungjawaban sosial yang
sesuai dengan prinsip Islam. Haniffa (2002) mengembangkan suatu indeks
pelaporan yang disebut sebagai Islamic Social Reporting. Penelitian untuk mengembangkan indeks pelaporan tanggung jawab sosial yang sesuai bagi
4 mengenai Indeks islamic Social Reporting (ISR), Othman, Thani, dan Ghani (2009) juga mengembangkan indeks ISR Haniffa (2002) yang semula terdiri dari
5 tema pengungkapan menjadi 6 tema. Keenam tema tersebut adalah tema
investasi dan keuangan, tata kelola organisasi, produk dan jasa, tenaga kerja,
sosial, dan lingkungan.
Terkait konsep nilai dalam ISR, Haniffa (2002) menjelaskan bahwa Islam
ingin menyelaraskan antara kegiatan ekonomi dan juga spiritual dalam
menjalankan bisnis. Syariah Islam memiliki tiga dimensi yang saling
berhubungan, yaitu mencari ridho Allah SWT sebagai tujuan utama dalam
membangun keadilan sosial – ekonomi, memberikan manfaat bagi masyarakat,
dan mencapai kesejahteraan hidup bersama. Sehingga, dalam menciptakan
pelaporan tanggung jawab sosial yang sesuai dengan prinsip syariah Islam harus
berdasarkan ketiga dimensi tersebut.
Corporate Social Responsibility (CSR) juga memiliki kaitan erat dengan
good corporate governance. Tata kelola perusahaan, terutama dalam paradigma
Islam merupakan hal yang sangat penting karena memiliki kecenderungan sebagai
pendorong kejujuran, integritas, keterbukaan, akuntabilitas dan tanggung jawab
diantara seluruh stakeholders dalam sebuah organisasi. Disamping itu, shari’a
governance merupaka hal yang sangat esensial pada institusi keuangan Islam
dalam membangun dan memelihara kepercayaan pemegang saham serta
stakeholder lainnya bahwa seluruh transaksi, praktek dan kegiatan yang
5 Farook et al. (2011) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor penentu pengungkapan CSR di bank-bank Islam memilih proxy keberadaan dewan
pengawas syariah sebagai atribut pengujian yang mewakili struktur shari’a
governance. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (DPS) berfungsi untuk
meyakinkan investor bahwa bank-bank Islam patuh pada hukum-hukum dan
prinsip-prinsip syariah.
Struktur kepemilikan juga menetukan tingkat pengawasan dan tentu saja
tingkat pengungkapan. Karim (1990) seperti dikutip oleh Farook et al. (2011) mengklasifikasikan tiga jenis utama dari pemegang saham bank-bank Islam:
manajemen, investor Islam dan investor ekonomi. Dari ketiga kategori tersebut,
segmen yang paling tertarik terhadap pelaksanaan kepatuhan bank akan
hukum-hukum dan prinsip-prinsip Islam adalah investor Islam. Semakin besar tingkat
pengawasan oleh investor Islam, semakin besar kepatuhan Bank Islam terhadap
melaksanakan hukum dan prinsip Islam. Oleh karena itu sejauh mana
pengungkapan CSR dapat dikatakan bergantung pada tingkat pengawasan oleh
kelompok investor Islam.
Pada penelitian Farook dan Lanis (2005) tentang faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility pada 47 Bank Syariah yang ada di 14 negara di dunia. Kondisi Sosial Politik dan
Corporate Governance merupakan dua faktor yang diangkat dalam penelitian ini.
Faktor Kondisi Sosial Politik terdiri dari tingkat kebebasan politik masyarakat
serta proporsi masyarakat muslim, sedangkan faktor Corporate Governance
6 saham IAH (Investment Account Holders Right). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang cukup besar dari faktor Kondisi Sosial Politik dan
Corporte Governance terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility.
Sedangkan hasil penelitian Kusumastuti (2006) yang melanjutkan
penelitian Farook dan Lanis (2005), memperoleh hasil bahwa hanya ada satu sub
variabel Corporate Governance, yaitu Islamic Governance, yang berpengaruh
signifikan terhadap tingkat Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Penelitian ini menggunakan studi kasus pada salah satu Bank Umum Syariah di
Indonesia, yaitu PT Bank Muamalat Indonesia. Kusumastusti menambahkan
indikator manajemen risiko dalam sub variabel Islamic Governance sebagaimana disyaratkan dalam Code of Best Practice for Corporate Governance in Islamic
Financial Institution. Berdasarkan fakta mengenai lemahnya implementasi
Corporate Governance dan pentingnya pengungkapan Corporate Social Responsibility. Terkait dengan peran sosial Bank Syariah serta berdasarkan
penelitian-penelitian terdahulu maka penulis mencoba untuk meneliti pengaruh
Shari’a Governance Structure terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social
Responsibility pada Bank Syariah di Indonesia serta dibahas mengenai pengungkapan CSR berdasarkan indeks ISR untuk melihat kesesuaian yang
berbasis syariah.
B. Identifikasi Masalah
1. Apa dasar rujukan pelaporan kinerja sosial atau Corporate Social
7 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan CSR?
3. Apa saja faktor-faktor terkait shari’ah governance structure?
4. Apa saja komponen – komponen indeks ISR?
5. Apakah Indeks ISR merupakan standar baku dalam pengungkapan CSR
pada industri syariah?
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dari penelitian ini terfokus pada rumusan masalah yang
diajukan, maka penelitian ini dibatasi oleh beberapa hal, yakni:
1. Penelitian ini hanya membahas tentang pengaruh shari’a governance
structure terhadap pengungkapan CSR pada industri perbankan syariah di Indonesia dengan mengacu pada model Islamic Social Reporting Index
(indeks ISR).
2. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah shari’a
governance structure yang diproksikan dengan IAH (Invesment Account Holder), IG Score (Index Governance Score) dan SIZE (ukuran perusahaan). Variabel terikat yang digunakan adalah pengungkapan CSR yang diukur
dengan ISR.
3. Data yang digunakan adalah laporan tahunan (annual report) dari perbankan
syariah tahun 2011 sampai 2015.
8 5. Bank syariah yang digunakan sebagai sampel adalah Bank syariah yang telah
menerbitkan laporan keuangan pada periode tahun 2011-2015.
6. Metode penelitian yang digunakan adalah content analysis, yang bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pengungkapan CSR bank
umum syariah dari perspektif Islam, serta bagaimana korelasi antar
faktor-faktor terkait Shari’ah Governance Structure terhadap pengungkapan CSR
berdasarkan indeks ISR dan untuk menganalisis korelasi antar faktor-faktor
terkait Shari’ah Corporate Governance terhadap pengungkapan CSR pada
perbankan syariah di Indonesia dilakukan analisis model regresi data panel.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah yang
akan diteliti adalah :
1. Bagaimana tingkat pengungkapan CSR Bank Umum Syariah di Indonesia
berdasarkan indeks ISR ?
2. Bagaimana pengaruh variabel shari’a governance structure (Islamic Governance Score, Invesment Account Holder, dan ukuran perusahaann)
secara simultan terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Bank Umum Syariah di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh variabel sharia governance structure (Islamic Governance Score, Invesment Account Holder, dan ukuran perusahaann) secara parsial terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social
9 4. Variabel mana yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Bank Umum Syariah
di Indonesia?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis tingkat pengungkapan CSR Bank Umum Syariah di
Indonesia berdasarkan indeks ISR tahun 2011-2015
b. Menganalisis pengaruh variabel sharia governance structure (Islamic Governance Score, Invesment Account Holder, dan ukuran perusahaann) secara simultan terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social
Responsibility pada Bank Umum Syariah di Indonesia tahun 2011-2015 c. Menganalisis pengaruh variabel sharia governance structure (Islamic
Governance Score, Invesment Account Holder, dan ukuran perusahaann)
secara parsial terhadap tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Bank Umum Syariah di Indonesia tahun 2011-2015
d. Menentukan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap tingkat
pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Bank Umum
Syariah di Indonesia tahun 2011-2015
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi perkembangan kajian Ekonomi Islam (Kegunaan Teoritis) Hasil
10 isu kinerja sosial (Corporate Social Responsibility) di perusahaan
khususnya pada perbankan syariah
b. Manfaat bagi dunia praktik (Kegunaan Praktis) Penelitian ini diharapkan
memberikan kontribusi kepada para pelaku bisnis, khususnya perbankan
syariah dalam menjalankan praktik pengungkapan CSR-nya.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yaitu:
BAB I Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang permasalahan, rumusan permasalahan, ruang
lingkup penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab
ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai isi keseluruhan dari
tulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi telaah pustaka yang menjelaskan landasan teori yang digunakan
dalam penelitian ini, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis yang
diuji pada penelitian ini.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian, pemilihan sampel yang akan
diteliti, pengumpulan data dan teknik analisis.
11 Bab ini menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian serta analisis data dan
pembahasan.
BAB V : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan dari
penelitian dan saran yang dapat dijadikan pertimbangan untuk
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan Teori
1. Corporate Social Responsibility
a. Definisi Corporate Social Responsibility
Definisi CSR menurut WBCSD dalam Watts dan Holme (1999)
adalah ―corporate social responsibility is the continuing commitment by
business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large‖.1 Definisi baku
tentang CSR bersumber dari dialog internasional ―WBCSD Stakeholder
Dialogue on CSR‖ pada 6-8 September 1998 di Netherlands. WBCSD
(World Business Council for Sustainable Development) memaparkan bahwa tidak ada definisi yang baku secara umum mengenai CSR.
Pengertian CSR bisa berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor lokal
yang ada yaitu faktor budaya, agama, hukum, dan keadaan pemerintahan.
Satu kata kunci penting dari definisi tersebut adalah komitmen. CSR
merupakan komitmen perusahaan sebagai pelaku bisnis untuk dapat
berperilaku etis dan turut berkontribusi dalam membangun perekonomian
negara. Secara garis besar, hal-hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam
rangka membangun perekonomian negara adalah menciptakan lapangan
1
13 kerja, meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, serta
peduli terhadap masyarakat sekitar dan masyarakat pada umumnya.2
Konsep CSR mengarah kepada tanggung jawab bisnis secara etis
kepada para pihak yang berkepentingan. CSR adalah komitmen suatu
organisasi dalam melakukan bisnis berkelanjutan secara ekonomi, sosial,
dan lingkungan sekaligus menyelaraskan berbagai kepentingan para pihak
(Siwar dan Hossain, 2009).3 Dalam penelitiannya, Garriga dan Mele
(2004) mengklasifikasikan empat teori mengenai CSR, antara lain:
1. Teori Instrumen (Instrumental Theories)
Dalam teori ini, perusahaan diasumsikan sebagai instrumen yang
menciptakan kemakmuran dan itulah tanggung jawab sosialnya. Aspek
ekonomi yang dipertimbangkan dalam teori ini hanya interaksi antara
bisnis dengan masyarakat. Oleh karena itu, segala bentuk kegiatan sosial
hanya akan diterima jika, dan hanya jika, konsisten dengan kegiatan
menciptakan kemakmuran tersebut.
2. Teori Politik (Political Theories)
Teori ini menekankan pada kekuatan sosial dari sebuah perusahaan,
terutama dalam hal hubungannya dengan masyarakat dan tanggung
jawabnya terhadap arena politik terkait dengan kekuatan sosial tersebut.
Hal ini mengakibatkan perusahaan harus turut berpartisipasi dalam
kegiatan sosial tertentu.
2
Raditya, Nurul Amilia, Op. Cit., hlm. 13.
3
Siwar, C., & Hossain, M. T. (2009). An analysis of Islamic CSR concept and the opinions of Malaysian managers. Management of Environmental Quality: An International Journal, 20 , 290-298.
14 3. Teori Integratif (Integrative Theories)
Teori ini menganggap bahwa suatu bisnis harus dapat mengintegrasikan
segala tuntutan sosial. Teori ini menyatakan bahwa keberlangsungan dan
pertumbuhan suatu bisnis tergantung pada masyarakat dan bahkan untuk
keberadaan bisnis itu sendiri.
4. Teori Etika (Ethical Theories)
Teori ini memahami bahwa hubungan antara bisnis dan masyarakat
tertanam dalam nilai-nilai etika. Hal ini menghasilkan suatu visi CSR dari
sudut pandang etika, akibatnya perusahaan harus memiliki tanggung jawab
sosial sebagai bentuk dari tuntutan etika yang di atas segalanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keempat teori tersebut
merupakan konsep dasar dari perkembangan teori CSR. Teori CSR yang
berkembang saat ini dapat dikatakan memiliki fokus utama terhadap empat
aspek, yakni mencapai tujuan yang menghasilkan profit jangka panjang,
menggunakan kekuatan bisnis sebagai jalur untuk melaksanakan tanggung
jawab, mengintegrasikan tuntutan atau kebutuhan sosial, dan memberikan
kontribusi terhadap masyarakat sebagai bentuk dari perilaku etis
perusahaan terhadap masyarakat.4
15
Gambar 2.1 Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Sumber: Watts dan Holme (1999)
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan terdiri dari
tiga pilar utama, yaitu tanggung jawab keuangan perusahaan, tanggung jawab
lingkungan perusahaan, dan tanggung jawab sosial perusahaan (Watts dan Holme,
1999). Menurut Steurer, pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan
yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan kemampuan
generasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan dan aspirasi mereka.5
Gambar 2.2 Tiga Dimensi Keberlanjutan
Sumber: Dyllick dan Hockerts (2002)
Pembangunan berkelanjutan mencakup tiga dimensi utama, yakni
ekonomi, ekologi, dan sosial. Integrasi di antara ketiga dimensi tersebut sebagai
tripple-bottom-line. Hubungan di antara ketiga dimensi tersebut ditunjukkan
5
Steurer, R., Langer, M. E., Konrad, A., & Martinuzzi, A. (2005). Corporations, Stakeholders and Sustainable Development I: A Theoretical Exploration of Business-Society Relations. Journal of Business Ethics, 61 , 263-281.
Corporate Financial Responsibility
Corporate Environmental Responsibility
Corporate Social Responsibility Corporate Responsibility
(Sustainable Development)
Economic Sustainability
16 dalam Gambar 2.2 di atas. Dalam pemikiran yang sempit, keberlanjutan ekonomi
dianggap hanya dapat memberikan keberhasilan jangka pendek. Oleh karena itu,
dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial harus dipenuhi secara simultan untuk
mencapai keberlanjutan jangka panjang karena ketiga dimensi tersebut saling
berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.6
b. Motif dan Manfaat Pelaksanaan Corporate Social Responsibility
Menurut Saidi dan Abidin ada tiga tahap atau paradigma yang
berbeda yang mendorong perusahaan melakukan CSR.7
1) Tahap pertama adalah corporate charity, yakni dorongan amal berdasarkan motivasi keagamaan.
2) Tahap yang kedua adalah corporate philantrophy, yakni dorongan
kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika universal
untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial.
3) Tahap ketiga adalah corporate citizenship, yaitu motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan sosial berdasarkan prinsip keterlibatan
sosial.
Pelaksanaan CSR akan berdampak positif bagi perusahaan
tersebut. Menurut Susanto (2007:26-33) CSR memiliki beberapa manfaat
bagi perusahaan sebagai berikut : 8
6
Dyllick, T., & Hockerts, K. (2002). Beyond the Business Case for Corporate Sustainability.
Business Strategy and the Environment, 11 , 130-141.
7
Suharto, E. (2007). Corporate Social Responsibility: What is and Benefit for Corporate., dari http://www.policy.hu/suharto
8
17 1) CSR akan mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak
pantas yang diterima oleh perusahaan. perusahaan yang konsisten
melaksanakan CSR akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas
yang merasakan manfaat dari aktivitas yang dijalankan.
2) CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan
meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian
pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan
melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan
memaafkan. Keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan
merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi baik,
yang secara konsisten melakukan upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan
sekitarnya.
3) CSR akan memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan
dengan para stakeholdernya.
4) CSR akan meningkatkan penjualan produk. Dalam riset Roper Search Worldwide mengungkapkan bahwa konsumen akan lebih menyukai
produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten
menjalankan CSR.
Dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga motif yang
mendorong perusahaan melaksanakan CSR. Ketiga motif tersebut
setidaknya akan dipengaruhi oleh jenis perusahaan yang dijalankan. Bagi
18 yang paling berpengaruh adalah motif keagamaan. Pelaksanaan CSR juga
akan membawa dampak positif bagi keberlanjutan sebuah perusahaan, hal
ini juga akan meminimalisir dampak negatif dari hadirnya perusahaan bagi
masyarakat dan lingkungan.
Setelah melaksanakan CSR, maka perusahaan juga dituntut untuk
mengungkapakan informasi CSR yang telah dilaksanakan. Berikut ini
akan dibahas teori tentang pengungkapan CSR.
c. Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Islam
CSR dalam perspektif Islam menurut AAOIFI yaitu segala
kegiatan yang dilakukan institusi finansial Islam untuk memenuhi
kepentingan religius, ekonomi, hukum, etika dan discretionary responsibilities sebagai lembaga finansial intermediari baik itu bagi
individu maupun bagi institusi. Tanggung jawab religius mengacu kepada
kewajiban menyeluruh bagi institusi finansial Islam untuk mematuhi
hukum Islam pada seluruh kegiatannya. Tanggung jawab ekonomi
mengacu kepada kewajiban bank syariah untuk mematuhi kelayakan
ekonomi secara efisien dan menguntungkan. Kewajiban hukum mengacu
kepada institusi finansial Islamuntuk mematuhi hukum dan peraturan di
negara tempat beroperasinya institusi tersebut. Tanggung jawab etika yang
dimaksud dalam AAOIFI yaitu menghormati masyarakat, norma agama,
19 pemegang saham bahwa institusi finansial Islam akan melaksanakan
peran sosialnya dalam mengimplementasikan cita-cita Islam.
Islam adalah agama yang mengedepankan pentingnya nilai-nilai
sosial di masyarakat ketimbang hanya sekedar menghadapkan wajah kita
ke barat dan ke timur dalam shalat. Tanpa mengesampingkan akan
pentingnya shalat dalam Islam, Al Quran mengintegrasikan makna dan
tujuan shalat dengan nilai-nilai sosial. Di samping memberikan nilai
keimanan berupa iman kepada Allah SWT, Kitab-Nya, dan Hari Kiamat,
Al Quran menegaskan bahwa keimanan tersebut tidak sempurna jika tidak
disertai dengan amalan-amalan sosial berupa kepedulian dan pelayanan
kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan musafir serta menjamin
kesejahteraan mereka yang membutuhkan, seperti pada QS. Al Baqarah
ayat 177 berikut.
Allah berfirman :
“bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
20
memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang-orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Baqarah:177)
Dalam konteks ini, maka CSR dalam perspektif Islam adalah
praktik bisnis yang memiliki tanggung jawab etis secara islami.
Perusahaan memasukan norma- norma agama islam yang ditandai dengan
adanya komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial di dalam
operasinya. CSR dalam perspektif Islam menurut AAOIFI yaitu segala
kegiatan yang dilakukan institusi finansial Islam untuk memenuhi
kepentingan religius, ekonomi, hukum, etika, dan discretionary
responsibilities sebagai lembaga fianansial intermediari baik bagi individu
maupun institusi.9 Dengan demikian, praktik bisnis dalam kerangka CSR
Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam bentuknya. Meskipun
tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta profitnya, namun
cara-cara untuk memperoleh dan pendayagunaannya dibatasi oleh aturan
halal dan haram oleh syariah (Suharto,2010).
9
21 Menurut Suharto (2010) dalam Islam, CSR yang dilakukan harus
bertujuan untuk menciptakan kebajikan bukan melalui aktivitas-aktivitas
yang mengandung unsur riba, melainkan dengan praktik yang
diperintahkan Allah berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf. CSR juga
harus mengedepankan nilai kedermawanan dan ketulusan hati. Perbuatan
ini lebih Allah cintai dari ibadah-ibadah mahdhah. Rasulullah SAW
bersabda, “Memenuhi keperluan seorang mukmin lebih Allah cintai dari
pada melakukan dua puluh kali haji dan pada setiap hajinya menginfakan ratusan ribu dirham dan dinar”. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga
bersabda, “Jika seorang muslim berjalan memenuhi keperluan sesama muslim, itu lebih baik baginya daripada melakukan tujuh puluh kali thawaf di Baitullah.”
Selain itu, pelaksanaan CSR dalam Islam juga merupakan salah
satu upaya mendorong produktivitas masyarakat yang kemudian guna
menjaga keseimbangan distribusi kekayaan di masyarakat. Islam
mewajibkan sirkulasi kekayaan terjadi pada semua anggota masyarakat
dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang
22
“....supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu...” (QS. Al hasyr: 7).
Islam juga memerintahkan praktik CSR pada lingkungan.
Prinsip-prinsip mendasar yang membentuk filosofi kebajikan lingkungan yang
dilakukan secara holistik oleh Nabi Muhamad SAW adalah keyakinan
akan adanya saling ketergantungan di antara makhluk ciptaan Allah.
Karena Allah SWT menciptakan alam semesta ini secara terukur, baik
kuantitatif maupun kualitatif (lihat QS. Al Qamar: 49) dan dalam kondisi
yang seimbang (QS. Al Hadid:7). Sifat saling ketergantungan antara
makhluk hidup adalah sebuah fitrah dari Allah SWT. Dari prinsip ini maka
konsekuensinya adalah jika manusia merusak atau mengabaikan salah satu
bagian dari ciptaan Allah SWT, maka alam secara keseluruhan akan
mengalami penderitaan yang pada akhirnya juga akan merugikan manusia
(Sharing,2010).10 Allah SWT berfirman:
“telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar.” (QS. Ar Rum:41)
Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa Islam telah mengatur
dengan begitu jelas tentang prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam
10
23 CSR, padahal isu CSR baru dimulai pada abad ke-20. Bahkan dalam
berbagai code of conduct yang dibuat oleh beberapa lembaga, Islam telah
memberikan penjelasan terlebih dahulu. Misalnya, dalam draft ISO 26000,
Global Reporting Initiatives (GRI), UN Global Compact, International Finance Corporation (IFC), dan lainnya telah menegaskan berbagai
instrumen indikator bagi pelaksanaan komitmen CSR perusahaan demi
pemenuhan target pembangunan berkelanjutan—seperti isu lingkungan
hidup, hak asasi manusia, praktik ketenagakerjaan, perlindungan
konsumen, tata kelola perusahaan, praktik operasional yang adil, dan
pengembangan masyarakat. Dan bila ditilik lebih lanjut, sebenarnya
prinsip-prinsip tersebut merupakan representasi berbagai komitmen yang
dapat bersinergi dengan pengamalan prinsip kehidupan Islami11.
Dalam bangunan ekonomi Islam, aktivitas sosial juga menjadi
salah satu elemen yang memiliki peran yang sangat signifikan dalam
mekanisme perekonomian. Sektor sosial dalam sebuah sistem
perekonomia dapat diklasifikasikan kedalam sektor sukarela (voluntary sector) atau lebih dikenal dengan sektor ketiga. Sektor ini menjadi
pelengkap dari dua sektor utama yaitu sektor publik dan sektor swasta.12
CSR merupakan Komitmen dan aktifitas yang dilakukan oleh
perusahaan sebagai wujud tanggung jawab terhadap lingkungan dan
masyarakat. Persoalan bagi para pelaku usaha adalah stategi dan konsep
11
Sampurna, M. E. (2007). Sinergi CSR dalam Perspektif Islam. Dipetik 11 15, 2012, dari www.csrindonesia.com/data/articles/20080310083332-a.pdf
12
Sakti, A. (2007). Analisis Teoritis Ekonomi Islam Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern.
24 penerapan CSR di lingkungan dan masyarakat agar tepat sasaran dan
sesuai dengan corporate bunisnees value. Untuk itu, riset, komunikasi,
sustainable empowerment, sincerity dan stretegi lainnya sangat diperlukan.
Agar proses keberlangsungan dakwah Islam dan tujuan menjadi rahmatan
lil aa‘lamiin dapat tercapai. Islam mengajarkan tanggung jawab agar
mampu mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan
kemanusiaan. Tanggung jawab ini mencakup tanggung jawab kepada
Allah, kepada sesama dan lingkungannya.
2. Islamic Social Reporting (ISR)
a. ISR Bagian dari Kerangka Syariah
Sebelum membahas Islamic Social Reporting (selanjutnya ISR),
akan dibahas tentang kerangka syariah (the sharia framework) terlebih dahulu. Kerangka syariah pertama kali digagas oleh Haniffa dan Hudaib
(2000), lalu dikembangkan oleh Haniffa (2002) menjadi landasan dasar
atas terbentuknya ISR yang komprehensif. Kerangka syariah ini akan
menghasilkan aspek-aspek material, moral, dan spiritual dalam pelaporan
ISR perusahaan (Raditya,2012).
ISR pertama kali digagas oleh Ross Haniffa pada tahun 2002 dalam
tulisannya yang berjudul “Social Reporting Disclosure: An Islamic Perspective”. ISR lebih lanjut dikembangkan secara lebih ekstensif oleh
Rohana Othman, Azlan Md Thani, dan Erlane K Ghani pada tahun 2009 di
25 selanjutnya. Menurut Haniffa (2002) terdapat banyak keterbatasan dalam
pelaporan sosial konvensional, sehingga ia mengemukakan kerangka
konseptual ISR yang berdasarkan ketentuan syariah. ISR tidak hanya
membantu pengambilan keputusan bagi pihak muslim melainkan juga
untuk membantu perusahaan dalam melakukan pemenuhan kewajiban
terhadap Allah dan masyarakat. 13
ISR adalah standar pelaporan kinerja sosial perusahaan-perusahaan
yang berbasis syariah. Indeks ini lahir dikembangkan dengan dasar dari
standar pelaporan berdasarkan AAOIFI yang kemudian dikembangkan
oleh masing-masing peneliti berikutnya. Secara khusus indeks ini adalah
perluasan dari standar pelaporan kinerja sosial yang meliputi harapan
masyarakat tidak hanya mengenai peran perusahaan dalam perekonomian,
tetapi juga peran perusahaan dalam perspektif spiritual. Selain itu indeks
ini juga menekankan pada keadilan sosial terkait mengenai lingkungan,
hak minoritas, dan karyawan (Fitria dan Hartati, 2010). 14
Tujuan ISR:
1) Sebagai bentuk akuntablitas kepada Allah SWT dan masyarakat
2) Meningkatkan transparansi kegiatan bisnis dengan menyajikan
informasi yang relevan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual
investor muslim atau kepatuhan syariah dalam pengambilan
keputusan.
13
Gustani., dalam Haniffa, R. (2002, July). Social Reporting Disclosure: An Islamic Perspective.
Indonesia Management & Accounting Research , 3, hal. 128-146.
14
26
Tabel 2.1 Bentuk Akuntabilitas dan Transparansi dalam ISR Bentuk Akuntabilitas: Bentuk Transparansi:
1. Menyediakan prduk yang halal dan baik
1. Memberikan informasi mengenai semua kegiatan halal dan haram dilakukan
2. Memenuhi hak-hak Allah dan masyarakat
2. Memberikan informasi yang relevan mengenai pembiayaan dan kebijakan investas
5. Menjadi karyawan dan masyarakat
5. Memberikan informasi yang relevan mengenai penggunaan sumber daya dan perlindungan lingkungan
6. Memastikan kegiatan usaha yang berkelanjutan secara ekologis 7. Menjadikan pekerjaan sebagai
bentuk ibadah
Sumber : Gustani, Op. Cit., hlm. 22
b. Indeks ISR
Indeks ISR adalah item-item pengungkapan yang digunakan
sebagai indikator dalam pelaporan kinerja sosial institusi bisnis syariah.
Haniffa (2002) membuat lima tema pengungkapan Indeks ISR, yaitu Tema
Pendanaan dan Investasi, Tema Produk dan Jasa, Tema Karyawa, Tema
Masyarakat, dan Tema Lingkungan Hidup. Kemudian dikembangkan oleh
Othman et al (2009) dengan menambahkan satu tema pengungkapan yaitu
tema Tata Kelola Perusahaan.
Setiap tema pengungkapan memiliki sub-tema sebagai indikator
27 memiliki perbedaan dalam hal jumlah sub-tema yang digunakan,
tergantung objek penelitian yang digunakan.
1) Tema Pendanaan dan Investasi (Finance & Investment Theme) 15
Konsep dasar pada tema ini adalah tauhid, halal & haram, dan
wajib. Beberapa informasi yang diungkapkan pada tema ini menurut
Haniffa (2002) adalah praktik operasional yang mengandung riba, gharar,
dan aktivitas pengelolaan zakat. Sakti (2007) menjelaskan bahwa secara
literatur riba adalah tambahan, artinya setiap tambahan atas suatu
pinjaman baik yang terjadi dalam transaksi utang-piutang maupun
perdagangan adalah riba. Kegiatan yang mengandung riba dilarang dalam
Islam, sebagaimana ditegaskan Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah
ayat 278-279. Salah satu bentuk riba di dunia perbankan adalah pendapatan dan beban bunga.
Kegiatan yang mengandung gharar pun merupakan yang terlarang dalam Islam. Gharar adalah situasi dimana terjadi incomplete information
karena adanya uncertainty to both parties. Praktik gharar dapat terjadi
dalam empat hal, yaitu kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.
Contoh transaksi modern yang mengandung riba adalah transaksi lease
and purchace, karena adanya ketidak jelasan antara transaksi sewa atau beli yang berlaku (Karim, 2004). Bentuk lain dari gharar adalah future on delivery trading atau margin trading, jual-beli valuta asing bukan transaksi
15
28 komersial (arbitage baik spot maupun forward, melakukan penjualan melebihi jumlah yang dimiliki atau dibeli (short selling), melakukan
transaksi pure swap, capital lease, future, warrant, option, dan transaksi derivatif lainnya (Arifin,2009).
Aspek lain yang harus diungkapkan oleh entitas syariah adalah
praktik pembayaran dan pengelolaan zakat. Entitas syariah berkewajiban
untuk mengeluarkan zakat dari laba yang diperoleh, dalam fikh
kontemporer di kenal dengan istilah zakat perusahaan. Berdasarkan
AAOIFI, perhitungan zakat bagi entitas syariah dapat menggunakan dua
metode. Metode pertama, dasar perhitungan zakat perusahaan dengan
menggunakan metode net worth (kekayaan bersih). Artinya seluruh kekayaan perusahaan, termasuk modal dan keuntungan harus dihitung
sebagai sumber yang harus dizakatkan. Metode kedua, dasar perhitungan
zakat adalah keuntungan dalam setahun (Hakim,2011). Selain itu bagi
bank syariah berkewajiban untuk melaporkan laporan sumber dan
penggunaan dana zakat selama periode dalam laporan keuangan. Bahkan
jika bank syariah belum melakukan fungsi zakat secara penuh, bank
syariah tetap menyajikan laporan zakat (PSAK 101, 2011).
Pengungkapan selanjutnya yang merupakan penambahan dari
Othman et al (2009) adalah kebijakan atas keterlambatan pembayaran
piutang dan kebangkrutan klien, neraca dengan nilai saat ini (Current Value Balance Sheet ), dan laporan nilai tambah (Value added statement).
29 kebangkrutan klien Untuk meminimalisir resiko pembiayaan, Bank
Indonesia mengharuskan bank untuk mencadangkan penghapusan bagi
aktiva-aktiva produktif yang mungkin bermasalah, praktik ini disebut
pencadangan penghapusan piutang tak tertagih (PPAP). Dalam fatwa DSN
MUI ditetapkan bahwa pencadangan harus diambil dari dana
(modal/keuntungan) bank. Sedang menurut AAOIFI, pencadangan
disisihkan dari keuntungan yang diperoleh bank sebelum dibagikan ke
nasabah. Ketentuan PPAP bagi bank syariah juga telah diatur dalam PBI
No.5 Tahun 2003.
Pengungkapan lainya adalah Neraca menggunakan nilai saat ini
(current value balance sheet/CVBS) dan laporan nilai tambah (value added statement/VAS). Menurut Nurhayati dan Wasilah (2009) metode CVBS
digunakan untuk mengatasi kelemahan dari metode historical cost yang kurang cocok dengan perhitungan zakat yang mengharuskan perhitungan
kekayaan dengan nilai sekarang. Sedang VAS menurut Harahap (2008)
adalah berfungsi untuk memberikan informasi tentang nilai tambah yang
diperoleh perusahaan dalam periode tertentu dan kepada pihak mana nilai
tambah itu disalurkan. Dua sub-tema ini tidak digunakan dalam penelitian
ini, karena belum diterapkan di Indonesia. Menurut Haniffa dan Hudaib
(2007) aspek lain yang perlu diungkapkan pada tema ini adalah jenis
investasi yang dilakukan oleh bank syariah dan proyek pembiayaan yang
30
2) Tema Produk dan Jasa (Products and Services Theme) 16
Menurut Othman et al (2009) beberapa aspek yang perlu
diungkapkan pada tema ini adalah status kehalalan produk yang digunakan
dan pelayanan atas keluhan konsumen. Dalam konteks perbankan syariah,
maka status kehalalan produk dan jasa baru yang digunakan adalah
melalui opini yang disampaikan oleh DPS untuk setiap produk dan jasa
baru.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank syariah.
Anggota DPS harus terdiri dari para pakar di bidang syariah muamalah
dan pengetahuan umum bidang perbankan. Tugas utama DPS adalah
mengawasi kegiatan usaha bank agar tidak menyimpang dari ketentuan
dan prinsip syariah yang telah difatwakan oleh DSN. DPS juga memiliki
fungsi sebagai mediator antara bank dan DSN dalam pengkomunikasian
dalam pengembangan produk baru bank syariah. oleh karena itu, setiap
produk baru bank syariah harus mendapat persetujuan dari DPS
(Wiroso,2009). Hal ini penting bagi pemangku kepentingan Muslim untuk
mengetahui apakah produk bank syariah terhindar dari hal-hal yang
dilarang syariat.
Selain itu pelayanan atas keluhan nasabah harus juga menjadi
prioritas bank syariah dalam rangka menjaga kepercayaan nasabah. Saat
ini hampir seluruh bisnis mengedepankan aspek pelayanan bagi konsumen
16
31 atau nasabah mereka. Karena pelayanan yang baik akan berdampak pada
tingkat loyalitas nasabah.
Hal lain yang harus diungkapkan oleh bank syariah menurut
Haniffa dan Hudaib (2007) adalah glossary atau definisi setiap produk
serta akad yang melandasi produk tersebut. Hal ini mengingat akad-akad
di bank syariah menggunakan istilah-istilah yang masih asing bagi
masyarakat, sehingga perlu informasi terkait definisi akad-akad tersebut
agar mudah dipahami oleh pengguna informasi.
3) Tema Karyawan (Employees Theme) 17
Dalam ISR, segala sesuatu yang berkaitan dengan karyawan
barasal dari konsep etika amanah dan keadilan. Menurut Haniffa (2002)
dan Othman dan Thani (2010) memaparkan bahwa masyarakat Muslim
ingin mengetahui apakah karyawan-karyawan perusahaan diperlakukan
secara adil dan wajar melalui informasi-informasi yang diungkapkan.
Beberapa informasi yang berkaitan dengan karyawan menurut Haniffa
(2002) dan Othman et al (2009) diantaranya jam kerja, hari libur,
tunjangan untuk karyawan, dan pendidikan dan pelatihan karyawan.
Beberapa aspek lainya yang ditambahkan oleh Othman et al (2009)
adalah kebijakan remunerasi untuk karyawan, kesamaan peluang karir bagi
seluruh karyawan baik pria maupun wanita, kesehatan dan keselamatan
kerja karyawan, keterlibatan karyawan dalam beberapa kebijakan
17
32 perusahaan, karyawan dari kelompok khusus seperti cacat fisik atau
korban narkoba, tempat ibadah yang memadai, serta waktu atau kegiatan
keagamaan untuk karyawan. Selain itu, Haniffa dan Hudaib (2007) juga
menambahkan beberapa aspek pengungkapan berupa kesejahteraan
karyawan dan jumlah karyawan yang dipekerjakan.
4) Tema Masyarakat (Community Involvement Theme) 18
Konsep dasar yang mendasari tema ini adalah ummah, amanah,
dan ‗adl. Konsep tersebut menekankan pada pentingnya saling berbagi
dan saling meringankan beban masyarakat. Islam menekankan kepada
umatnya untuk saling tolong-menolong antar sesama. Bentuk saling
berbagi dan tolong-menolong bagi bank syariah dapat dilakukan dengan
sedekah, wakaf, dan qard. Jumlah dan pihak yang menerima bantuan harus diungkapkan dalam laporan tahuanan bank syariah. Hal ini
merupakan salah satu fungsi bank syariah yang diamanahkan oleh Syariat
dan Undang-Undang.
Beberapa aspek pengungkapan tema masyarakat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sedekah, wakaf, dan pinjaman kebajikan
(Haniffa,2002). Sedang beberapa aspek lainya yang dikembangkan oleh
Othman et al (2009) diantaranya adalah sukarelawan dari kalangan
karyawan, pemberian beasiswa pendidikan, pemberdayaan kerja para
lulusan sekolah atau mahasiswa berupa magang, pengembangan generasi
18
33 muda, peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat miskin, kepedulian
terhadap anak-anak, kegiatan amal atau sosial, dan dukunga terhadap
kegiatan-kegiatan kesehatan, hiburan, olahraga, budaya, pendidikan dan
agama.
5) Tema Lingkungan Hidup (Environment Theme) 19
Konsep yang mendasari tema ini adalah mizan, i‟ tidal, khilafah,
dan akhirah. Konsep-konsep tersebut menekankan pada prinsip keseimbangan, kesederhanaan, dan tanggung jawab dalam menjaga
lingkungan. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa
menjaga, memelihara, dan melestasikan bumi. Allah menyediakan bumi
dan seluruh isinya termasuk lingkungan adalah untuk manusia kelola tanpa
harus merusaknya. Namun watak dasar manusia yang rakus telah merusak
lingkungan ini.
Hal ini telah Allah isyaratkan dalam firmannya:
“telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S Ar Ruum: 41)
19
34 Informasi yang diungkapkan dalam tema lingkungan diantaranya
adalah konservasi lingkungan hidup, tidak membuat polusi lingkungan
hidup, pendidikan mengenai lingkungan hidup, penghargaan di bidang
lingkungan hidup, dan sistem manajemen lingkungan (Haniffa, 2002;
Othman et al, 2009; Haniffa dan Hudaib, 2007).
6) Tema Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance Theme) 20
Konsep yang mendasari tema ini adalah konsep khilafah. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
“ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S Al Baqarah:30).
Tema tata kelola perusahaan dalam ISR merupakan penambahan
dari Othman et al (2009) dimana tema ini tidak bisa dipisahkan dari
perusahaan guna memastikan pengawasan pada aspek syaraiah
20
35 perusahaan. Secara formal corporate governance dapat didefinisikan sebagai sistem hak, proses, dan kontrol secara keseluruhan yang
ditetapkan secara internal dan eksternal atas manajemen sebuah entitas
bisnis dengan tujuan untuk melindungi kepentingan-kepentingan
stakeholder. Menurut Muhammad (2005) Corporate governance bagi
perbankan syariah memiliki cakupan yang lebih luas, karena memiliki
kewajiban untuk mentaati seperangkat peraturan yang khas yaitu hukum
syariat dan harapan kaum muslim.
Informasi yang diungkapkan dalam tema tata kelola perusahaan
adalah status kepatuhan terhadap syariah, rincian nama dan profil direksi,
DPS dan komisaris, laporan kinerja komisrais, DPS, dan direksi, kebijakan
remunerasi komisaris, DPS, dan direksi, laporan pendapatan dan
penggunaan dana non halal, laporan perkara hukum, struktur kepemilikan
saham, kebijakan anti korupsi, dan anti terorisme. Dalam implementasinya
di Indonesia prinsip GCG di dunia perbankan telah diatur dalam PBI No. 8
Tahun 2006 mengenai Implementasi Tata Kelola Perusahaan oleh Bank
Komersial termasuk bank berbasis syariah.
Penjelasan Indeks ISR diatas merupakan penyesuaian dengan tema
penelitan ini, yaitu Bank Syariah. Implementasi Indeks ISR pada bank
syariah memiliki perbedaan dengan implementasi pada industri syariah
lainnya, karena karakteristik industri yang berbeda. Pengembangan Indeks
36 akan dijelaskan beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
penerapan CSR pada bank syariah dan implementasi Indeks ISR.
3. Shari’ah Governance Structure
Tata Kelola perusahaan, terutama dalam paradigma Islam
merupakan hal yang sangat penting karena memiliki kecenderungan
sebagai pendorong kejujuran, integritas, keterbukaan, akuntabilitas dan
tanggung jawab diantara seluruh stakeholders dalam sebuah organisasi.
Disamping itu, shari’ah governance merupakan hal yang sangat esensial
pada institusi keuangan Islam dalam membangun dan memelihara
kepercayaan pemegang saham serta stakeholder lainnya bahwa seluruh transaksi, praktek dan kegiatan yang dijalankan perusahaan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.
Farook et al. (2011) dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor penentu pengungkapan CSR di bank-bank Islammemilih proxy keberadaan
Shari’ah Supervisor Board (SSB) atau dewan pengawas syariah sebagai
atribut pengujian yang mewakili struktur shari’ah governance. Menurut
pendapatnya, sejumlah bank Islam membentuk lembaga khusus
pengawasan untuk membatasi perbedaan kepentingan antara investor
Islam dengan pengelolaan bank syariah. Dewan pengawas Syariah (DPS)
berfungsi untuk meyakinkan investor bahwa bank-bank Islam patuh pada
hukum danprinsip-prinsip syariah. Permintaan akan adanya DPS muncul
akibat kebutuhan yang dirasakan untuk memastikan inovasi-inovasi yang
37 prinsip-prinsip ortodoksi Islam. Namun hal ini tidak menjadikan sebuah
bank Islam melaporkan kepatuhan terhadap doktrin syariah (AAOIFI,
2003). Standar AAOIFI secara eksplisit menyatakan bahwa pengawsan
syariah adalah dimaksudkan untuk menyelidiki sampai sejauh mana
institusi keuangan menganut aturan dan prinsip-prinsip syariah dalam
semua kegiatannya (Bakar, 2002). Karim (2005) menekankan bahwa
dalam kebanyakan kasus, otoritas SSB adalah setara dengan auditor
eksternal.
Idealnya masyarakat mengharapkan SSB dapat mewakili hukum
dan prinsip-prinsip Islam lebih dari manajemen (Farook et al. 2011). Jika SSB digunakan untuk memastikan kepatuhan bank Islam terhadap prinsip
syariah dapat disimpulkan bahwa hal tersebut memiliki peran dalam
kegiatan CSR sekaligus pengungkapannya. Namun, sejauh mana
keberadaan SSB mempengaruhi pengungkapan CSR tergantung pada
fungsi SSB dalam melakukan pengawasan dari sudut pandang investor.
Bakar (β00β) menyatakan bahwa ―kepatuhan syariah merupakan
inti dari sebuah bank Islamdan bisnis perbankannya‖. Tingkat kepatuhan
syariah oleh bank Islam akan bergantung pada tingkat pengawasan
ditempat dalam membatasi perbedaan kepentingan antara para pelaku yang
secara khusus tertarik kepada kepatuhan syariah yang dilkaukan bank dan
agen yang merupakan manajemen bank (Farook et al.2011). Karim (1990) seperti dikutip oleh Farook et al. (2011) mengklasifikan tiga jenis utama
38 investor ekonomi. Dari ketiga kategori tersebut, segmen yang paling
tertarik terhadap pelaksanaan kepatuhan bank akan hukum-hukum dan
prinsip-prinsip Islam adalah investor Islam. Semakin besar tingkat
pengawasan oleh investor Islam, semakin besar kepatuhan Bank Islam
terhadap melaksanakan hukum dan prinsip Islam. Oleh karena itu sejauh
mana pengungkapan CSR dapat dikatakan bergantung pada tingkat
pengawasan oleh kelompok investor Islam. Dua faktor penentu utama dari
tingkat pengawasan yang didentifikasikan dalam literatur: mekanisme
pengawasan dan struktur kepemilikan.
a. Mekanisme Pengawasan
1) Keberadaan Dewan Pengawas Syariah (Shari’a Supervisory Board)
Dewan pengawas syariah atau Shari’a Supervisory Board
(selanjutnya disebut SSB) berperan dalam hal memberikan keyakinan
kepada investor maupun stakeholder bahwa bank Islam dalam
menjalankan kegiatannya telah patuh pada hukum-hukum dan
prinsip-prinsip syariah seperti yang tercantum dalam Al-quran dan hadits. Sifat
kepatuhan terhadap hukum dan prinsip Islam ini tidak hanya dilihat
dari kepatuhan dalam menerbitkan laporan syariah saja, namun juga
lebih banyak terlibat dalam kegiatan CSR, termasuk pengungkapan
CSR (Farook, et al. 2011)fungsi SBB seperti yang dinyatakan oleh AAOIFI juga menyangkut hal tersebut diatas. Oleh karena itu
diharapkan keberadaan SBB disebuah bank Islam dapat mendorong
39 Meskipun keberadaan SBB dapat meningkatkan pengawasan yang
lebih tinggi sehingga pengungkapan CSR akan menjadi lebih luas,
sejauh mana SSB akan mempengaruhi pengungkapan CSR juga
bergantung pada karakteristik mekanisme tata kelola masing-masing
perusahaan (Haniffa dan Cooke, 2002; Ho dan Wong, 2001; Farook et al 2011). Oleh karena itu, banyak faktor yang berhubungan dengan karakterikstik SSB dalam melakukan fungsinya dan kemudian
berpengaruh terhadap tingkat pengungkapan CSR oleh bank-bank
syariah.
2) Jumlah Anggota Dewan
Peningkatan jumlah anggota SSB mungkin mempengaruhi
peningkatan level pengungkapan CSR seiring dengan meningkatkan
kapasitas pengawasan. Berkaitan dengan jumlah minimum anggota
SSB, standar AAOIFI menyatakan paling sedikit tiga anggota. Ini
merupakan persyaratan umum bagi bank-bank syariah. Semakin besar
jumlah anggota dalam sebuah SSB,semakin tinggi tingkat
pengawasannya maka menyiratkan semakin tinggi pula tingkat
kepatuhan bank terhadap hukum dan prinsip syariah. SSB akan mapu
mengalokasikkan fungsinya dalam kelompok yang memiliki anggota
yang lebih banyak, yang memungkinkan SSB untuk meninjau lebih
banyak aspek dari kegiatan bank sehingga dapat memastikan tingkat
kepatuhan yang lebih tinggi. Salah satu aspek kepatuhan ini adalah