DAMPAK PENAMBAHAN BEBAN TERHADAP
PERGERAKAN KATAK POHON JAWA
AKMAL FIRDAUS
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
Akmal Firdaus. E34062462. “Dampak Penambahan Beban Terhadap Pergerakan Katak Pohon Jawa”. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc.
Metode untuk mengumpulkan data pergerakan amfibi dilakukan dengan cara menambahkan beban pada tubuh amfibi, mungkin menyebabkan gangguan terhadap individu yang diteliti dan mungkin juga mengakibatkan bias terhadap hasil penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dampak pemberian beban sebesar 5% dari bobot tubuh terhadap frekuensi bergerak dan pergerakan vertikal R. margaritifer yang dilakukan di dalam rumah katak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Penentuan waktu aktif bergerak diperoleh dengan cara mengamati aktivitas bergerak katak setiap 1 jam selama 1 x 24 jam. Pengambilan data frekuensi pergerakan diperoleh dengan cara mengamati pergerakan 16 individu katak (6 jantan tanpa beban, 6 jantan dengan beban, 2 betina tanpa beban dan 2 betina dengan beban) menggunakan metode Partial-interval sampling dengan panjang interval pengamatan selama 1 menit tanpa ada jeda waktu antar interval. Pengamatan dilakukan pada pukul 17.30 – 18.30, 19.00 – 20.00, 20.30 – 21.30 dan 22.00 – 23.00 WIB menggunakan kategori gerak melompat, berjalan, bergerak tidak berpindah dan diam. Data pergerakan vertikal diperoleh dengan cara mengukur posisi ketinggian katak terhadap tanah setiap 30 menit. Data hasil pengamatan dianalisis menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Pearson chi-square.
Penambahan beban pada R. margaritifer menyebabkan pergerakan vertikal yang lebih rendah jika dibandingkan dengan yang menggunakan beban. Penambahan beban pada katak menyebabkan penurunan frekuensi berjalan dan peningkatan frekuensi bergerak tidak berpindah dibandingkan dengan katak yang tidak menggunakan beban Pada katak jantan diketahui bahwa penambahan beban menyebabkan katak menurunkan waktu diam, frekuensi aktivitas berjalan dan frekuensi bergerak tidak berpindah. Sedangkan pada katak betina diketahui bahwa penambahan beban menyebabkan peningkatan frekuensi berjalan.
Pergerakan katak erat kaitannya dengan usaha katak untuk mendapatkan makanan dan menghindari predator. Penurunan frekuensi bergerak akibat penambahan beban diduga disebabkan oleh adanya alokasi energi tambahan untuk mengangkat beban sehingga mengurangi alokasi energi untuk bergerak. Sedangkan peningkatan frekuensi bergerak pada beberapa katak diduga disebabkan oleh adanya rasa yang tidak nyaman yang disebabkan oleh penambahan beban.
SUMMARY
Akma
l Firdaus. E34062462. “Impact of Tag Attachment on Javanese Tree Frogto Its Movement”. Supervised by Dr. Ir. Mirza D. Kusrini, M.Si and Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc.The commonly used method to assess amphibian movement is by using tag attachment. However tag attachment could disrupt animal movements and results in study bias. The objective of this study was to asess the impact of tag attachment (5% of body weight) on frequency and vertical movement at frog house of Gunung Gede Pangrango National Park (GGPNP).
Active time of frog was determined through observation of frog’s movement activity hourly for 24 hours. Data on movement frequency was collected through observation of 16 frogs (6 males without tag, 6 males with tag, 2 females without tag and 2 females with tag) in the frog house. Frogs were observed using Partial-interval sampling method with interval length of observation at 1 minute and no lag time between intervals. Observations were performed at 17.30 to 18.30, 19.00 to 20.00, 20.30 to 21.30 and 22.00 to 23.00 by cataloguing movement (jumping, running, locomotion and resting). Vertical movement data were obtained through vertical position measurement of frogs from the ground every 30 minutes. Data from observations were analyzed using Kruskal-Wallis and Pearson chi-square test.
Tag attachment on R. margaritifer caused lower vertical movement when compared with non-tagged frog. In males, tag attachment caused the reduction of rest time, decreased of walking activity and decrease of non-moved movement activity. In females, tag attachment caused the increase of running frequency.
Frog movement was closely related to the frog’s effort to obtain foods and to avoid predator. The decrease of moving frequency caused by tag attachment, is presumedly caused by allocation of additional energy to lift the tag, thus reduced the energy allocation to other movements. However, increased moving frequency of several frogs might be due to the discomfort caused by tag attachment.
DAMPAK PENAMBAHAN BEBAN TERHADAP
PERGERAKAN KATAK POHON JAWA
AKMAL FIRDAUS
E34062462
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ‘‘Dampak Penambahan Beban Terhadap Pergerakan Katak Pohon Jawa’’ adalah benar-benar karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011
Akmal Firdaus NRP E34062462
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Dampak Penambahan Beban Terhadap Pergerakan Katak Pohon Jawa
Nama : Akmal Firdaus
NIM : E34062462
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Mengetahui,
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Ketua
Tanggal lulus :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si NIP. 19651114 199002 2 001
Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc NIP. 19610411 198703 2 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nagari Padang Laweh, Sumatera Barat pada tanggal 16 Agustus 1989. Pendidikan formal dimulai di SD N 09 Padang Lawas (1994 --- 2000), kemudian penulis melanjutkan ke SLTP N 1 Sungai Rumbai (2000 --- 2003). Pada tahun 2003 penulis pindah domisili ke Bogor dan menuntut ilmu di SMA Kornita IPB Bogor (2003 --- 2006). Selanjutnya penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (2006 --- 2011).
Penulis aktif dalam beberapa diskusi dan kegiatan serta menjadi anggota dari beberapa organisasi yaitu Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH Python), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI Komisariat Fakultas Kehutanan), Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM).
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini dan penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta walaupun kita tidak selamanya bisa bersama namun kita selalu dekat serta segenap keluarga besar di Padang Laweh dan di Bogor atas dukungan moril dan materilnya.
2. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi, guru sekaligus teman atas segala perhatian, kesabaran dan bimbingan yang sangat berarti bagi penulisan skripsi ini.
3. Dr. Lina Karlina Sari S.Hut, M.Sc.F sebagai dosen penguji siding komprehensif yang telah memberikan saran dan koreksi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Segenap staff Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah mengurus administrasi penulis selama kuliah.
5. Kepada Kepala Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango dan staf (Pak Ace`) yang telah memberikan kemudahan dalam perizinan pelaksanaan penelitian.
6. Afroh Mansyur, Arief Tajalli dan Febriyanto Kolanus yang telah membantu dalam pengambilan data.
7. Teman-teman dari C1 Lorong 5, IPMM, Asrama Sylvasari, Fakultas Kehutanan 43, DKSHE 43, HIMAKOVA IPB, KPH Python dan HMI Komisariat Fahutan
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat-Nya sehingga penulis menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini merupakan hasil penelitian yang berjudul ‘‘Dampak Penambahan Beban Terhadap
Pergerakan Katak Pohon Jawa’’ dibawah bimbingan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan metode penelitian pergerakan pada amfibi.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna dan tidak tertutup kemungkinan masih terdapat ketidaksesuaian baik dalam penyajian isi, maupun aturan penulisan dan tata bahasa yang digunakan.
Bogor, Juli 2011
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi ... 4
2.2 Morfologi ... 4
2.3 Habitat dan Penyebaran ... 6
2.4 Relung ekologi ... 6
2.5 Pergerakan dan Penggunaan Mikrohabitat ... 7
2.6 Alat Penelitian Pergerakan Amfibi ... 8
2.7. Perilaku Amfibi ... 9
2.7.1 Perilaku bersuara ... 9
2.7.2 Perilaku kawin ... 10
2.7.3 Perilaku makan ... 10
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 12
3.2 Deskripsi Rumah Katak ... 13
3.3 Alat dan Bahan ... 14
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 14
3.4.1 Pengamatan penentuan waktu aktif bergerak ... 14
3.4.2 Penelitian pergerakan R. margaritifer di habitat semi alami ukuran 400 x 500 x 400 cm ... 15
3.4.4 Bentuk beban, waktu pengamatan dan teknis pengambilan
data ... 17
3.5 Analisis Data ... 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 22
4.1.1 Waktu aktif pergerakan R. margaritifer ... 23
4.1.2 Pergerakan pertikal R. margaritifer ... 24
4.1.3 Frekuensi pergerakan R. margaritifer ... 25
4.1.3.1 Pergerakan R. margaritifer jantan ... 26
4.1.3.2 Pergerakan R. margaritifer betina ... 28
4.1.3.3 Pergerakan R. margaritifer jantan dan betina ... 29
4.1.4 Pemanfaatan ruang pada rumah katak ... 29
4.2. Pembahasan ... 4.2.1 Waktu aktif bergerak R. margaritifer ... 32
4.2.2 Pengaruh penambahan beban terhadap pergerakan R. ... margaritifer ... 33
4.2.3 Permasalahan yang dihadapi selama pengamatan ... 40
4.2.4 Evaluasi desain kandang rumah katak di TNGGP ... 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran ... 47
DAFTAR PUSTAKA ... 48
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1 Perbandingan ukuran panjang tubuh R. margaritifer ... 5 2 Kelebihan dan kelemahan radiotransmitter (Phillot 2007) ... 8 3 Ukuran R. margaritifer yang digunakan dalam pengamatan waktu aktif .. 14 4 Data individu Rhacophorus margaritifer pada pengamatan rumah katak
ukuran 400 cm x 500 cm x 400 cm ... 16 5 Data individu R. margaritifer yang diamati pada rumah katak ukuran
140 cm x 160 cm x 270 cm ... 17 6 Hasil uji statistik pergerakan katak jantan dan betina ... 29 7 Hasil pengamatan waktu aktif bergerak R. margaritifer ... 53 8 Hasil perhitungan pergerakan vertikal antara katak jantan tanpa beban
dan betina tanpa beban berdasarkan uji Kruskal-Wallis ... 54 9 Hasil perhitungan pergerakan vertikal antara katak jantan tanpa beban
dan katak jantan dengan beban berdasarkan hasil tabulasi silang
(kategori ketinggian per 50 cm) ... 55 10 Hasil perhitungan pergerakan vertikal antara katak jantan tanpa beban
dan katak jantan dengan beban berdasarkan hasil tabulasi silang
(kategori ketinggian per 100 cm) ... 56 11 Hasil perhitungan pergerakan vertikal tanpa memperhatikan jenis
kelamin berdasarkan uji tabulasi silang (kategori ketinggian per 50 cm) .. 57 12 Hasil perhitungan pergerakan vertikal tanpa memperhatikan jenis
kelamin berdasarkan uji tabulasi silang (kategori ketinggian per 100 cm) 58 13 Hasil perhitungan perbandingan frekuensi pergerakan katak tanpa
memperhatikan jenis kelamin berdasarkan uji Pearson chi-square ... 59 14 Hasil perhitungan perbandingan frekuensi pergerakan katak
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 R. margaritifer jantan ... 4
2 R. margaritifer betina ... 4
3 Peta penyebaran Rhacophorus margaritifer ... 5
4 Peta lokasi TNGGP dan letak rumah katak ... 12
5 Rumah katak bagian pertama ... 13
6 Rumah katak bagiankedua ... 13
7 Bentu beban yang digunakan ... 18
8 Kumpulan flaging tape yang digunakan sebagai penanda posisi katak ... 20
9 Flaging tape yang dipasang di daun ... 20
10 Persentase katak aktif berpindah pada setiap jam pengamatan ... 22
11 Perbandingan pergerakan vertikal katak tanpa dan dengan beban jika jenis kelamin diperhatikan ... 24
12 Perbandingan pergerakan vertikal katak tanpa dan dengan beban jika jenis kelamin diabaikan ... 25
11 Pemanfaatan habitat katak jantan tanpa beban... 30
12 Pemanfaatan habitat katak jantan dengan beban ... 30
13 Pemanfaatan habitat katak betina tanpa beban... 30
14 Pemanfaatan habitat katak betina dengan beban ... 30
15 Suhu tubuh dan suhu substrat katak jantan tanpa beban selama penelitian 31 16 Suhu tubuh dan suhu substrat katak jantan dengan beban selama penelitian ... 31
17 Suhu tubuh katak betina selama penelitian ... 32
18 1 Salah satu katak yang berada di lantai ... 42
2 Katak yang telah diserang oleh semut ... 42
3 Katak jantan tanpa dengan beban yang telah mati ... 42
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 1 Hasil pengamatan waktu aktif bergerak R. margaritifer ... 53
2 Hasil perhitungan pergerakan vertikal antara katak jantan tanpa beban
dan betina tanpa beban berdasarkan Uji Kruskal Wallis ... 54 3 Hasil perhitungan pergerakan vertikal antara katak jantan tanpa beban
dan katak jantan dengan beban berdasarkan uji tabulasi silang ... 55 4 Hasil perhitungan pergerakan vertikal tanpa memperhatikan jenis
kelamin berdasarkan uji tabulasi silang ... 57 5 Hasil perhitungan perbandingan frekuensi pergerakan katak tanpa
memperhatikan jenis kelamin berdasarkan uji Pearson chi-square ... 59 6 Hasil perhitungan perbandingan frekuensi pergerakan katak
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data tentang pergerakan amfibi bermanfaat sebagai bahan pertimbangan
dalam pengelolaan amfibi di alam. Sebagai contoh, informasi dan data mengenai
pergerakan amfibi dari daerah berair ke daerah terestrial di sekitarnya akan
bermanfaat untuk menentukan luasan daerah inti dan penyangga yang dibutuhkan
untuk melindungi jenis tersebut (Semlitsch & Bodie 2003). Rowley dan Alford
(2007a) juga menyatakan bahwa informasi mengenai pergerakan dan spatial behavior dibutuhkan untuk memahami ekologi dari suatu spesies. Secara umum pengetahuan tentang pergerakan amfibi bermanfaat serta berimplikasi terhadap
manajemen dan konservasi jenis tersebut (Roznik et al. 2009, Wells 2007).
Penelitian tentang pergerakan amfibi telah banyak dilakukan (lihat Bull
2009, Hartel 2008, Roznik 2009, Vasconcelos & Calhoun 2004, Wahbe et al. 2004, Patrick et al. 2007, dan Timm et al. 2007), penelitian-penelitian tersebut umumnya dilakukan di kawasan Neartik, Neotropikal dan Australia sedangkan
untuk kawasan Oriental, khususnya Asia tropis seperti Indonesia, masih jarang
dilakukan. Sampai saat ini hanya ada tiga penelitian tentang pergerakan amfibi
yang tercatat dilakukan di Indonesia yaitu pergerakan dan mikrohabitat
Polypedates leucomystax (Sholihat 2007), pergerakan dan mikrohabitat Rhacophorus margaritifer (Muliya 2010) serta pergerakan Megophrys montana (Susanto 2011).
Katak pohon jawa (Rhacophorus margaritifer) merupakan katak pohon endemik Pulau Jawa (Iskandar 1998, Kurniati 2003, Frost 2011) dengan status
Least Concern (Iskandar et al. 2011). Telah ada beberapa studi yang dilakukan pada jenis ini, yaitu kesesuaian habitat (Lubis 2008), preferensi pakan (Rahman
2010), peluang hidup telur dan berudu (Aritonang 2011). Katak R. margaritifer merupakan satu dari dua jenis katak prioritas perlindungan di Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (TNGGP) selain L. cruentata. Penelitian pergerakan harian serta mikrohabitat jenis ini telah dilakukan oleh Muliya (2010)
tersebut adalah penambahan beban tidak memiliki dampak terhadap pergerakan
katak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penambahan beban pada satwa
memiliki dampak yang beragam mulai dari ringan hingga kronis (Mougey 2009).
Beberapa penelitian merekomendasikan bobot beban yang boleh ditambahkan
pada amfibi adalah sebesar 10% dari bobot badan (Alford et al. 1994), bahkan ada penelitian yang lebih konservatif merekomendasikan sebesar 5% dari bobot badan
(Kenward 2001).
Penelitian tentang dampak penambahan beban terhadap pergerakan amfibi
perlu dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan pergerakan antara katak
yang ditambahkan beban dengan yang tidak. Langkilde dan Alford (2002)
menemukan bahwa penggunaan harmonic radar finding pada jenis Litoria leisuri memberikan dampak yang signifikan terhadap jarak dan frekuensi pergerakan.
Penelitian dampak pergerakan pada jenis yang sama juga dilakukan oleh Rowley
dan Alford (2007a). Kedua penelitian tersebut dilakukan di dalam terarium kaca
berukuran 270 x 130 x 130 cm yang berisi cekungan air dan batu namun tidak
terdapat vegetasi di dalamnya.
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Katak TNGGP yang terletak di
Cibodas, Jawa Barat. Rumah katak merupakan sebuah kandang yang dibangun
sedemikian rupa hingga menyerupai habitat alami R. margaritifer di alam dengan ukuran 400 x 500 x 400 cm. Dengan keadaan tersebut diharapkan pergerakan
katak yang terjadi tidak berbeda dari pergerakan yang terjadi di alam. Walaupun
demikian masih terdapat beberapa kekurangan yang terdapat dalam desain rumah
katak tersebut. Hal ini terjadi karena tidak adanya contoh dan pengalaman dalam
membangun rumah katak sebelumnya. Sehingga penelitian ini juga diharapkan
memberikan manfaat berupa saran dan evaluasi terhadap konstruksi rumah katak
yang didasarkan pada prinsip kesejahteraan satwa (animal welfare).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mendapatkan informasi mengenai waktu aktif bergerak Katak pohon jawa
2. Menjelaskan dampak penambahan beban terhadap pergerakan vertikal
3. Menjelaskan dampak penambahan beban terhadap frekuensi pergerakan
Katak pohon jawa.
1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan pertimbangan untuk
melakukan penelitian lanjutan yang lebih komprehensif tentang dampak
pemberian beban terhadap pergerakan amfibi. Selain itu juga diharapkan bisa
menjadi bahan evaluasi desain kandang bangunan rumah katak yang didasarkan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Taksonomi
Rhacophorus margaritifer memiliki tiga nama sinonim, yaitu Hyla margaritifera, R. javanus dan R. barbouri (Iskandar 1998, Iskandar et al. 2011). Klasifikasi ilmiah R. margaritifer (Frost 2011) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibia
Bangsa : Anura
Sub bangsa : Acosmanura
Suku : Rhachoporidae
Sub suku : Rhacophorinae
Marga : Rhacophorus
Jenis : Rhacophorus margaritifer Schlegel 1837.
Di Indonesia suku Rhacophoridae terbagi ke dalam lima marga yaitu:
Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), Rhacophorus (20
jenis), dan Theloderma (2 jenis). R. margaritifer merupakan satu dari delapan jenis suku Rhacophoridae yang dapat ditemukan di pulau Jawa (Iskandar 1998).
2.2 Morfologi
Amfibi mudah dikenal dari tubuhnya, yaitu dari bentuknya yang seperti
seperti posisi jongkok dengan empat kaki untuk melompat, leher yang tidak
tampak jelas, dan tanpa ekor (Gambar 1 dan Gambar 2).
R. margaritifer termasuk katak pohon dan memiliki bentuk tubuh yang ramping. Iskandar (1998) menyebutkan bahwa kebanyakan jenis amfibi betina
memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan amfibi jantan. Fenomena
perbedaan ukuran karena perbedaan jenis kelamin tersebut disebut dengan sexual dimorphism. Hal ini juga terjadi pada R. margaritifer, ukuran SVL (snout vent length) atau panjang tubuh dari mulut sampai ke anus menunjukkan bahwa katak jantan memiliki panjang tubuh yang lebih kecil daripada katak betina (Tabel 1).
Tabel 1 Perbandingan ukuran panjang tubuh R. margaritifer Ukuran Panjang Tubuh
Sumber
Jantan Betina
<50 mm 50 – 60 mm Iskandar (1998)
36 – 45 mm 44 – 68 mm Kurniati (2003)
<46 mm 39 – 63 mm Kusrini dan Fitri 2006)
Kulit pada permukaan atas tubuh dan perut memeliki tekstur yang halus.
Kulit berwarna coklat tua, coklat kemerahan, coklat muda sampai kuning dengan
bercak-bercak tidak beraturan pada bagian atas tubuh sedangkan kulit bagian
perut berwarna putih (Kurniati 2003). Tubuh relatif gembung dan pada bagian
antara jari tangan berselaput kira-kira setengah atau dua pertiga dari panjang jari.
Tumit mempunyai sebuah lapisan kulit (flap) dan pada bagian bawah kaki terdapat beberapa bintil kecil yang kasar. R. margaritifer juga memiliki tonjolan kulit yang terdapat di sepanjang pinggir lengan dan dasar kaki sampai jari luar
(Iskandar 1998).
2.3 Habitat dan Penyebaran
Rhacophorus margaritifer menempati tipe habitat yang khas dan dipengaruhi oleh beberapa variabel yang mempengaruhi kehidupannya.
Berdasarkan penelitian Kusrini et al. (2005, 2007), hampir semua individu R. margaritifer di TNGP ditemukan berada pada daerah dengan jarak dari sumber air 0 - 10 meter, dan hanya sedikit sekali yang berada lebih dari 10 meter dari sungai.
Muliya (2010) menyatakan bahwa rata-rata pergerakan R. margaritifer secara horizontal dan vertikal dari badan air pada malam hari lebih jauh dari pada siang
hari adalah sama, sedangkan jarak terjauh yang ditempuh katak jantan pada
malam hari melebihi katak betina. Rata-rata suhu harian habitat yang ditempati
oleh jenis R. margaritifer berkisar antara 160C-170C (Lubis 2008). R. margaritifer dapat ditemukan di hutan hujan tropis dan di area yang terbuka (Kurniati 2003)
serta hutan primer pada ketinggian di atas 1000 meter di atas permukaan laut
(Frost 2011).
Rhacophorus margaritifer hanya ditemukan di Pulau Jawa (Iskandar1998), antara lain di dua daerah di Jawa Barat yaitu Taman Nasional Gunung
Halimun-Salak (TNGH) dan Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP) dan daerah lainnya
yaitu di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Gambar 3).
Gambar 3 Peta penyebaran R. margaritifer (Sumber: Iskandar et al. 2011). 2.4 Relung Ekologi
Relung atau niche merupakan peran atau status dari suatu spesies yang membedakannya dengan spesies lain dalam habitat. Odum (1965) menyatakan
bahwa masing- masing individu akan menempati posisi atau status tertentu
dilingkungannya yang juga merupakan perwujudan dari adaptasi struktural
individu tersebut, respons fisiologi dan perilaku spesifik yaitu perilaku asli dan
Luas relung suatu spesies bisa digambarkan dengan menghitung besarnya
sumberdaya yang dimanfaatkan oleh spesies tersebut. Rahman (2009) menyatakan
bahwa luas relung R. margaritifer berdasarkan indeks Levin`s yang telah distandardisasi menunjukkan bahwa luas relung yang digunakan oleh R. margaritifer adalah 0,642 yang artinya spesies ini menempati relung yang cukup luas.
Rahman (2009) menyatakan adanya perbedaan luas relung jantan dan
betina pada R. margaritifer. Adapun luas relung individu jantan dan betina adalah 0,167 dan 0,608, artinya relung betina lebih sempit dari pada relung jantan. Hal
ini terjadi karena individu jantan dan betina R. margaritifer memiliki sebaran yang berbeda dalam habitatnya. Sehingga mengakibatkan adanya perbedaan lebar
relung yang digunakan oleh masing-masing jenis kelamin.
2.5 Pergerakan dan Penggunaan Mikrohabitat
Dole (1965) menyatakan bahwa pergerakan harian amfibi disebabkan oleh
kebutuhan amfibi akan pakan, kawin, tempat berlindung, menghindari predator
dan memelihara kestabilan kondisi fisiologis seperti mempertahankan kelembaban
tubuh katak. Duellman dan Trueb (1986) menyatakan bahwa aspek terpenting dari
teritori amfibi adalah percumbuan (courtship) dan vokalisasi (vocalization) pada katak jantan dimusim kawin.
Muliya (2010) menyatakan bahwa R. margaritifer banyak menghabiskan waktunya di tumbuh-tumbuhan yang berada tidak jauh dari sumber air. Katak
jantan dan betina memiliki perilaku yang sama yaitu aktif pada malam hari dan
tidur pada siang hari. Pada siang hari R. margaritifer biasanya berada di daerah yang terlindung seperti di sela daun, batang yang terlindung dan bahkan ada yang
berlindung di dalam serasah.
Duellman dan Trueb (1986) menyatakan bahwa katak adalah satwa
ekoterm, yaitu memiliki suhu tubuh dekat dengan lingkungannya, terutama
substrat. Muliya (2010) menambahkan bahwa suhu tubuh R. margaritifer berubah-ubah tergantung pada suhu lingkungan. Wells (2007) menyatakan bahwa
amfibi melakukan pergerakan hanya jika diperlukan, karena pergerakan
memerlukan energi, berpotensi untuk terlihat oleh predator dan adanya peluang
2.6 Alat Penelitian Pergerakan Amfibi
Metode yang paling umum dilakukan dalam penelitian pergerakan amfibi
saat ini adalah menggunakan radiotracking atau radiotelemetry, karena kualitas data yang dihasilkan bagus. Penelitian yang menggunakan radio tracking dilakukan oleh banyak peneliti (Tatarian 2008, Huste et al. 2006, Roznik et al. 2009, Seebacher & Alford 1999, dan Homan et al. 2010), namun penggunaan radiotracking tersebut masih jarang dilakukan di Indonesia, hal ini disebabkan oleh mahalnya peralatan yang digunakan (Sholihat 2007).
Phillot et al. (2007) yang melakukan penelitian tentang metode penandaan pada penelitian amfibi menyebutkan kelebihan dan kelemahan dari penggunaan
radiotransmitter secara eksternal maupun internal. Adapun kelebihan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut (Tabel 2):
Tabel 2 Kelebihan dan kelemahan radiotransmitter (Phillot 2007).
Alat Kelebihan Kekurangan
Internal
radiotransmitter
Tidak melukai Mengahalangi aktivitas perilaku Memudahkan peneliti
untuk menemukan lokasi
Menyebabkan lesi pada kulit
Bisa digunakan pada katak berukuran sedang hingga besar
Menghabiskan waktu
Mahal Alat bisa hilang
Memudahkan peneliti
untuk menemukan lokasi anaestesi dan waktu pemulihan
Alat bisa berpindah Alat bisa hilang
Rowley dan Alford (2007a) menyatakan radiotelemetry merupakan alat yang banyak digunakan pada saat ini, namun terdapat dua kelemahan utama dari
radiotelemetry yaitu ukuran dan bobot dari radiotransmitter yang besar dan daya tahan baterai yang tidak tahan lama. Ukuran dan bobot transmitter yang besar mengakibatkan alat ini tidak bisa digunakan pada jenis-jenis yang ukuran
tubuhnya kecil. Sedangkan daya tahan baterai yang tidak tahan lama
menyebabkan data yang dapat diambil tidak banyak.
& Grayson 2008), atau spooltrack (Dole 1965, Tozetti & Toledo 2005, Sholihat 2007, Muliya 2010). Sholihat (2007) menyatakan bahwa metode penggunaan cat
sulit untuk dipraktekkan karena kondisi hutan yang basah menyebabkan jejak cat
cepat hilang. Sedangkan kelemahan penggunaan metode spooltrack adalah pendeknya waktu pengamatan, selain itu sulit untuk dipraktekkan pada katak yang
ukurannya kecil karena bobot spooltrack yang besar (Wells 2007).
2.7 Perilaku Amfibi 2.7.1 Perilaku bersuara
Menurut Duellman dan Trueb (1986), suara yang dikeluarkan oleh Anura
terbagi atas:
a. Advertisement call: umumnya diketahui sebagai panggilan untuk kawin. Suara ini dikeluarkan oleh individu jantan dan memiliki dua fungsi, yaitu
(1) untuk menarik perhatian betina dan (2) untuk menyatakan
keberadaannya terhadap individu jantan lain baik yang sejenis ataupun
berbeda jenis. Ada tiga macam tipe advertisement call yaitu:
i. Courtship call: suara yang dihasilkan oleh jantan untuk menarik perhatian betina.
ii. Teritorial call: suara yang dihasilkan oleh jantan penetap sebagai suatu respon terhadap advertisement call jantan lainnya pada intensitas yang diambang batas.
iii. Encounter call: suara yang ditimbulkan akibat interaksi yang dekat antar individu jantan untuk menarik perhatian betina.
b. Reciprocation call: suara yang dihasilkan oleh betina sebagai tanggapan terhadap suara (advertisement call) yang dikeluarkan oleh jantan.
c. Release call: suara yang dikeluarkan sebagai tanggapan untuk menolak atau melakukan amplexus yang dikeluarkan lawan jenis.
2.7.2 Perilaku Kawin
Umumnya katak melakukan perkawinan eksternal, yaitu fertilisasi
berlangsung secara eksternal. Perkawinan itu disebut sebagai amplexus yaitu
ketika katak jantan berada di atas tubuh katak betina (Duellman & Trueb, 1986).
Menurut Duellman dan Trueb (1986), ada beberapa tipe amplexus yang umum terjadi pada anura adalah:
a. Inguinal: kaki depan katak jantan memeluk bagian pinggang dari katak betina. Pada posisi ini kloaka dari pasangan tidak berdekatan.
b. Axillary: kaki depan katak jantan memeluk bagian samping kaki depan katak betina. Posisi kloaka pasangan berdekatan.
c. Cephalic: kaki depak jantan memeluk bagian kerongkongan katak betina. d. Straddle: katak jantan menunggangi katak betina tanpa memeluk katak
betina.
e. Glued: katak jantan berdiri di belakang katak betina dan mendekatkan kedua kloaka masing-masing.
f. Independent: terjadi pada beberapa jenis Dendrobatidae dimana kedua katak saling membelakangi dan menempelkan kloaka secara bersamaan.
2.7.3 Perilaku Makan
Setiap jenis katak memiliki cara yang berbeda dalam berburu mangsa
tergantung pada jenisnya. Katak dengan perawakan yang gemuk dan bermulut
lebar biasanya mencari mangsa dengan hanya diam dan menunggu mangsa dan
biasanya memanfaatkan mangsa berukuran besar dalam jumlah yang sedikit,
sedangkan katak yang berperawakan ramping dan bermulut runcing biasanya aktif
dalam berburu mangsa dan biasanya berburu mangsa berukuran kecil namun
jumlah banyak (Duellman & Trueb 1986).
Hofrichter (1999) menyatakan bahwa sebagian besar katak bersifat
oportunistik dan pada umumnya sebagian besar katak dewasa merupakan
karnivora dan cenderung memakan mangsa yang lebih besar. Sifat oportunistik
merupakan tidak adanya pemilihan jenis pakan, karena katak akan memangsa
serangga apapun yang bergerak di hadapannya. Rahman (2009) menyebutkan
bahwa satwa yang oportunis selalu memanfaatkan sumberdaya yang ada
yang sama tapi habitatnya berberda akan menghasilkan pakan yang berbeda pula.
Umumnya katak hanya memakan jenis serangga yang bergerak dan beberapa
katak memangsa jenis serangga yang pergerakannya lambat (Duellman & Trueb
1994).
R. margaritifer merupakan satwa yang nokturnal. Dalam melakukan aktivitasnya R. margaritifer tidak pernah berada dilantai hutan, sehingga jenis ini memanfaatkan jenis serangga yang aktif dimalam hari dan beraktivitas secara
arboreal (Rahman, 2009). Lebih lanjut Duellman dan Trueb (1986) menyatakan
bahwa katak pohon mencari mangsa dengan cara duduk dan menunggu hingga
mangsa yang cocok datang dan mendekat hingga jarak yang dapat dicapai oleh
Lokasi Rumah Katak TNGGP
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Rumah Katak Pusat Pendidikan dan Konservasi
Amfibi (PPKA), yang berada di kawasan TNGGP (Gambar 4). Rumah katak
merupakan sebuah kandang yang dirancang menyerupai habitat alami amfibi.
Letak rumah katak sekitar 300 m dari habitat alami R. margaritifer terdekat. Pengambilan data lapangan dilakukan antara tanggal 28 September dan 27
Desember 2010. Pengambilan data lapangan terdiri atas:
a. Pengamatan untuk mengetahui waktu aktif katak yang dilakukan pada
tanggal 11 Oktober 2010,
b. pengamatan perilaku bergerak katak jantan tanpa beban yang dilakukan
pada 11 Desember 2010 dan 25 Desember 2010,
c. pengamatan perilaku bergerak katak jantan dengan menggunakan beban
yang dilakukan pada 27 Desember 2010,
d. pengamatan perilaku bergerak jenis kelamin betina tanpa menggunakan
beban yang dilakukan pada 27 Desember 2010, dan
e. pengamatan perilaku bergerak betina dengan menggunakan beban yang
dilakukan pada 28 September 2010.
3.2 Deskripsi Rumah Katak
Bangunan rumah katak didirikan oleh Balai TN Gunung Gede Pangrangro
pada bulan Maret 2009. Bangunan ini secara fisik terkesan terbuka karena
sebagian besar bagian dinding dan seluruh atapnya hanya terdiri dari rangka besi
yang ditutupi oleh kawat kecil dengan lubang berbentuk persegi yang panjang
sisinya kurang dari 1 cm. Bagian bawah rumah katak setinggi 50 cm berupa bata.
Rumah katak terdiri dari dua bagian yang ukuran dan kondisinya berbeda. Bagian
pertama memiliki ukuran 400 cm x 500 cm x 400 cm yang merupakan ruangan
utama dalam rumah katak yang difungsikan sebagai tempat pemeliharaan R. margaritifer (Gambar 5). Bagian ini didesain sedemikian rupa hingga menyerupai habitat alami di alam, di dalamnya terdapat air mengalir dan lampu penarik
serangga serta ditanami vegetasi. Beberapa vegetasi tersebut merupakan vegetasi
yang berasal dari alam seperti kecubung (Datura metel) dan pacar tere (Impatiens platypetala) dan vegetasi lainnya merupakan tanaman hias. Secara deskriptif bagian pertama sangat mirip dengan habitat alami R. margaritifer di alam. Bagian kedua memiliki ukuran 140 cm x 160 cm x 170 cm, bagian ini merupakan
ruangan perantara pintu dengan ruangan pertama, sehingga di dalamnya tidak
terdapat aliran air dan vegetasi (Gambar 6). Secara deskriptif bagian kedua tidak
sesuai dengan habitat alami R. margaritifer, sehingga pada saat penelitian dilakukan perlakuan tambahandengan memasukkan ranting kayu yang telah mati
dan beberapa vegetasi hidup yang bisa dimanfaatkan oleh katak untuk
beraktivitas. Penelitian tentang waktu aktif dan pengamatan pergerakan katak
betina dilakukan di rumah katak bagian pertama. Pengamatan pergerakan katak
jantan dilakukan di rumah katak bagian kedua.
3.3 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan
menjadi alat dan bahan pengamatan pergerakan, komponen beban dan alat ukur.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengamatan pergerakan adalah senter,
batere, alat ukur waktu (jam tangan), kamera digital, neraca pegas, jangka sorong
dan alat tulis. Alat dan bahan yang digunakan sebagai komponen beban adalah
kancing baju berukuran kecil, kancing baju berukuran besar, pita perekat paralon,
gunting, cutter. Sedangkan alat ukur yang digunakan selama penelitian adalah
Non-contact Infrared Thermometer merek Raytek, Termometer Dry Wet, pita meter ukuran 1,5 m dan meteran ukuran 3 m.
3.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Pengamatan penentuan waktu katak aktif bergerak
Pengamatan untuk mengetahui waktu aktif katak bergerak dilakukan
terhadap 6 individu R. margaritifer yang terdiri dari 4 individu jantan dengan SVL (Snout vent length) 4,45±0,13 cm dan bobot badan 3,81±0,42 gram; serta 2
individu betina dengan SVL 6,53±0,28 cm dan bobot badan (18,12±2,65 gram).
Pengamatan dilakukan setiap satu jam selama 1 x 24 jam. Pengamat berjalan di
dalam rumah katak pada jalan yang telah ada dengan mencari katak kesegala arah,
pengamatan dilakukan sebanyak dua kali dengan pada jalur yang sama. Waktu
yang digunakan dalam pengamatan waktu aktif adalah selama 5 menit pada setiap
jam. Adapun data tentang katak yang diamati untuk penelitian waktu aktif dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Ukuran R. margaritifer yang digunakan dalam pengamatan waktu aktif
No Jenis Snout Vent
Setiap perjumpaan dengan katak dicatat keadaan aktif dan
perpindahannya (jika ada). Katak aktif didefinisikan sebagai katak dengan posisi
penemuan katak dari posisi tertentu yang tercatat pada jam pengamatan
sebelumnya.
3.4.2 Penelitian pergerakan R. margaritifer di habitat semi alami ukuran 400 cm x 500 cm x 400 cm.
Pada penelitian ini dilakukan dua kali pengamatan yaitu pengamatan
terhadap katak yang dijadikan kontrol dan pengamatan terhadap katak yang diberi
perlakuan dengan menambahkan beban dipunggung dengan bobot beban ±5%
dari bobot badan katak. Pengamatan pada katak betina dilakukan rumah katak
dengan ukuran 400 cm x 500 cm x 400 cm. Pengamatan perilaku bergerak katak
yang tidak menggunakan beban (kontrol) dilakukan secara serentak pada tanggal
28 September 2010, sedangkan pengamatan perilaku bergerak katak dengan beban
±5% dari bobot badan dilakukan secara serentak pada tanggal 27 Desember 2010.
Penelitian dimulai dengan menangkap katak betina dewasa di alam sehari
sebelum pengamatan di dalam rumah katak. Penangkapan dilakukan di sekitar
Curug Cibeurum TNGGP. Katak yang ditangkap dibawa ke camp, lalu di ukur SVL dan bobot badannya kemudian dilepaskan langsung pada malam yang sama
ke dalam rumah katak. Pada malam hari berikutnya katak ditangkap kembali
untuk dipasangkan tanda (tagging) dan beban. Jumlah katak yang diamati tanpa beban dan dengan beban masing-masing adalah 2 individu. Katak kontrol
memiliki bobot badan (18,25 gram dan 19,25 gram) serta SVL (66,24 mm dan
64,28 mm), sedangkan katak dengan beban ±5% memiliki bobot badan (15,25
garam dan 13 gram) SVL (66,50 mm dan 62,94 mm).
Beban yang digunakan dalam penelitian berupa kancing baju yang
dibedakan warnanya untuk menandakan individu. Katak tanpa beban diberitanda
berupa pita PVC yang diikatkan pada kaki belakang katak. Karena hanya ada dua
individu maka pita tersebut diikatkan pada kaki belakang bagian kanan (individu
1) dan kaki belakang bagian kiri (individu 2). Peneliti tidak bisa menggunakan
pola pewarnaan kulit sebagai penanda individu pada katak kontrol karena warna
pada katak tidak tetap (Duellman & Trueb, 1986) sehingga tidak bisa dijadikan
sebagai penanda inividu. Bobot pita PVC yang digunakan lebih kecil dari 0,008
bobot pita PVC tersebut sangat kecil maka diasumsikan tidak memberikan
dampak terhadap pergerakan katak.
Adapun data katak yang digunakan pada pengamatan yang dilakukan di
ruangan kedua dengan ukuran 400 cm x 500 cm x 400 cm adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Data individu Rhacophorus margaritifer betina pada pengamatan rumah katak ukuran 400 cm x 500 cm x 400 cm
Keterangan: *) Tanda berupa pita PVC **) Tanda berupa kancing baju
3.4.3 Penelitian pergerakan R. margaritifer di habitat semi alami ukuran 140 cmx 160 cm x 270 cm.
Di rumah katak berukuran 140 x 160 x 270 cm hanya dilakukan
pengamatan pergerakan katak jantan. Sama seperti pada katak betina, katak jantan
terlebih dahulu ditangkap di alam, yaitu di belakang Kantor Resort Cibodas
TNGGP. Sebanyak 12 individu katak jantan dewasa yang digunakan dalam
penelitian dengan rincian 6 individu diamati pergerakan sebagai kontrol dengan
bobot badan (3,62±0,58 gram) SVL (44,38±1,51 mm) dan 6 individu diamati
pergerakan menggunakan beban ±5% dari bobot badan dengan bobot badan
(4,5±0,63 gram) SVL (45,92±1,21 mm). Jumlah katak jantan yang diamati lebih
banyak dari pada jumlah katak betina disebabkan karena kemudahan untuk
menemukan katak jantan di alam.
Pada katak umumnya berlaku sexual dimorphisme (Duellman & Treub 1986), jadi bobot badan dan SVL katak jantan lebih kecil daripada katak betina.
Pada katak jantan yang diberi beban, beban yang digunakan adalah kancing baju
dengan ukuran bobot dan dimensi kancing lebih kecil. Sama halnya dengan pada
katak betina, warna kancing juga dijadikan sebagai penanda individu pada katak
jantan. Sedangkan pada katak kontrol, tanda yang digunakan adalah pita PVC
maka ada 1 individu katak yang tidak diberi tanda dan 1 individu yang taggingnya
diikatkan pada bagian punggung. Bobot pita PVC yang digunakan < 0,006 gram,
jika dibandingkan dengan bobot badan rata-rata katak yang diamati maka bobot
pita PVC tersebut < 0,16% dari bobot.
Adapun data katak yang digunakan pada pengamatan yang dilakukan di
ruangan kedua dengan ukuran 140 cm x 160 cm x 270 cm adalah sebagai berikut:
Tabel 5 Data individu R. margaritifer jantan yang diamati pada rumah katak ukuran 140 cm x 160 cm x 270 cm
Tanda Tanggal dan lama pengamatan
1 RMJ01 3,5 44,22
Kaki belakang
kanan* 25/12/2010, 4 jam
2 RMJ02 3,5 44,58 Kaki belakang kiri* 25/12/2010, 4 jam 3 RMJ03 4,5 47,22 Kaki depan kanan* 25/12/2010, 4 jam
11 RMJ11 4,75 44,72 Orange hitam** 27/12/2010, 4 jam
12 RMJ12 5,5 47,16 Kuning** 27/12/2010, 4 jam
Keterangan: *) Tanda berupa pita PVC
**) Tanda berupa kancing baju
3.4.4 Bentuk beban, waktu pengamatan dan teknis pengambilan data.
Pada penelitian ini digunakan kancing sebagai beban, karena bentuknya
yang pipih membulat diharapkan tidak menyebabkan gangguan terhadap
pergerakan katak. Bentuk pipih dan bulat diharapkan membuat peluang beban
tersebut tersangkut lebih kecil. Kancing yang digunakan terdiri dari dua ukuran
yaitu kancing ukuran kecil (bobot berkisar dari 0,170 gram sampai dengan 0,200
gram) untuk katak jantan dan kancing ukuran besar (bobot berkisar dari 0,350
Adapun bentuk beban yang digunakan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
1. Tali berupa pita PVC digunakan untuk
mengikatkan beban ketubuh katak.
Pemeilihan pita PVC dikarenakan karena
bentuknya yang elastik dan lembut.
Diharapkan pita PVC tersebut tidak
menyebabkan luka pada katak.
2. Kancing yang pipih dan membulat diharapkan tidak memberikan pengaruh
tambahan terhadap pergerakan katak. Bentuk pipih dan bulat tersebut
meminimalkan peluang beban tersangkut pada saat katak bergerak.
Pengamatan hanya dilakukan pada waktu-waktu katak aktif bergerak yaitu
pada pukul 17.30 hingga 23.00 setiap harinya berdasarkan pengamatan
pendahuluan dan hasil penelitian Muliya (2010). Waktu pengamatan dibagi
kedalam 4 waktupengamatan, dengan aturan 1 jam pengamatan dan setengah jam
istirahat. Sehingga pengamatan hanya dilakukan padapada 17.30 hingga 18.30,
19.00 hingga 20.00, 20.30 hingga 21.30 dan 22.00 hingga 23.00 sehingga total
waktu katak diamati adalah selama 4 jam.
Metode pengambilan data yang digunakan adalah metode Partial-interval sampling (Altman 1973, Ari & Suen 1982, Powell 1977) yang merupakan bagian dari metode One-zero sampling (Ary & Suen 1982). Partial-interval sampling merupakan metode pencatatan data yang hanya terdiri dari angka 0 dan 1. Angka
0 diberikan jika tidak ada aktivitas pergerakan katak dalam interval pengamatan,
angka 1 diberikan jika ada aktivitas pergerakan selama atau hanya sebagian saja
dari interval pengamatan (Ari & Suen 1982, 1984). Interval merupakan
pembagian waktu pengamatan yang telah ditetapkan sebelumnya, pada penelitian
ini interval pengamatan yang digunakan adalah selama 1 menit.
Secara teknis, satu orang pengamat mengamati dua individu katak dalam
waktu yang bersamaan. Jadi pada pengamatan pergerakan katak jantan dilakukan
oleh 2 orang pengamat dan pada katak betina dilakukan oleh 3 orang pengamat.
Pada rumah katak ukuran 140 x 160 x 270 cm, cara ini tidak susah untuk
Gambar 7 Bentuk beban yang digunakan
dipraktekkan karena ruang gerak katak terbatas sehingga pergerakan katak yang
teramati sangat mendekati 100%. Selain itu dalam ruangan tersebut juga tidak
terdapat vegetasi yang lebat.
Untuk pengamatan pada pukul 17.30 s.d. 18.30, pengamat telah ada
dilokasi 15 menit sebelum pengamatan untuk mencari dan menemukan katak
yang akan diamati. Sedangkan pengamatan pada waktu berikutnya waktu untuk
mencari hanya 5 menit, lebih pendeknya waktu ini karena posisi katak
sebelumnya telah diketahui. Agar tidak mengganggu pergerakan katak, maka
posisi pengamat selalu diposisikan di belakang katak yang diamati. Pengamat
tidak mengarahkan cahaya senter secara langsung kebagian mata katak, cahaya
yang digunakan pun cahaya merah (red mode) pada headlamp karena menghasilkan cahaya yang tidak terlalu terang dan silau. Selain itu, pengamat juga tidak mengganggu katak dan substrat disekitarnya dengan cara tidak
menyentuk vegetasi yang ada.
Data pergerakan katak yang diperoleh dikelompokkan ke dalam beberapa
perilaku yaitu berjalan, melompat, bergerak tidak berpindah, pergerakan anggota
tubuh dan diam atau tidak bergerak. Adapun definisi perilaku bergerak tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Berjalan didefinisikan sebagai katak melakukan perpindahan posisi ke
segala arah dengan jarak minimal sama dengan SVL atau lebih dari dua
kali melangkahkan kaki dengan berjalan tanpa adanya lompatan dalam
satu waktu.
2) Melompat didefinisikan sebagai katak melakukan perpindahan posisi
kesegala arah dengan melompat dalam satu waktu.
3) Bergerak tidak berpindah didefinisikan sebagai katak melakukan
pergerakan kesegala arah yang menyebabkan perubahan orientasi dan/atau
menyebabkan katak tersebut berpindah posisi namun tidak memlebihi
SVL atau dua langkah dalam satu waktu.
4) Diam didefinisikan sebagai katak tidak melakukan pergerakan apapun atau
diam.
Pengambilan data pergerakan vertikal dilakukan dengan cara memasang
pengamatan selesai (Gambar 8 dan Gambar 9). Katak merupakan hewan berdarah
dingin yang suhu tubuhnya sangat tergantung pada suhu lingkungan (Duellman &
Treub 1986) oleh karena itu data suhu dan kelembaban perlu untuk diambil. Data
suhu yang diambil adalah suhu tubuh katak, suhu substrat, suhu pada thermometer
Dry Wet untuk menentukan kelembaban. Data-data tersebut diambil setiap 30 menit yaitu diawal, ditengah dan diakhir waktu pengamatan. Total untuk satu
individu diukur jarak vertikal atau ketinggian dan suhunya sebanyak 12 kali
dalam satu malam pengamatan.
Gambar 8 Kumpulan flaging tape yang Gambar 9 Flaging tape yang digunakan sebagai penanda dipasang pada daun posisi katak
3.5 Analisis Data
1 Penentuan waktu aktif bergerak R. margaritifer
Dalam pengamatan waktu aktif, data dianalisis menggunakan formula sebagai
berikut:
Persentase katak yang diamati (%)
Persentase katak aktif keseluruhan (%)
Persentase katak aktif diamati (%)
2. Pergerakan R. margaritifer
Analisis data dilakukan dengan statistik non parametrik karena data tidak
menyebar secara normal. Untuk melihat perbedaan jarak vertikal antara katak
jantan dan betina yang menggunakan beban maupun tidak, dilakukan uji
Kruskal-wallis. Karena data jarak vertikal pada katak betina dengan beban tidak ada, maka
perbandingan antara katak betina dengan dan tanpa beban tidak bisa dilakukan,
sehingga uji Pearson chi-square yang dilakukan selanjutnya tanpa memperhatikan
jenis kelamin. UJi Pearson chi-square dilakukan untuk melihat dampak
penambahan beban terhadap katak yang diamati. Untuk melihat perbedaan yang
lebih detail dilakukan formula tabulasi silang (crosstab) dengan kategori per 50 cm dan 100 cm. Adapun hipotesis yang digunakan dalam pengujian data
pergerakan vertikal adalah sebagai berikut:
H0 = Pemberian beban mengakibatkan perbedaan nyata terhadap pergerakan vertikal R. margaritifer
H1, Tolak H0 = Pemberian beban tidak memberikan perbedaan nyata terhadap pergerakan vertikal R. margaritifer
Dilakukan Pearson uji chi-square untuk melihat apakah ada perbedaan
frekuensi pergerakan antara katak tanpa beban dan dengan beban dengan
memperhatikan jenis kelamin atau pun tidak memperhatikan jenis kelamin. Pada
bagian crosstab kategori yang digunakan adalah kategori gerak yaitu melompat, berjalan, bergerak tidak berpindah, diam dan melepaskan alat. kategori waktu
yang digunakan adalah waktu pengamatan yaitu 17.30 hingga 18.30, 19.00 hingga
20.00, 20.30 hingga 21.30 dan 22.00 hingga 23.00. Adapun hipotesis yang
digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut:
H0 = Pemberian beban mengakibatkan perbedaan nyata terhadap frekuensi pergerakan R. margaritifer
H1, Tolak H0 = Pemberian beban tidak memberikan perbedaan nyata terhadap frekuensi pergerakan R. margaritifer
Apabila nilai p value yang didapatkan lebih besar dari nilai alfa (0,05) maka terima H0, artinya tidak ada korelasi atau dampak pemberian beban terhadap
pergerakan katak. Tapi apabila nilai p value lebih kecil dari nilai alfa (0,05) maka tolak H0 dan terima H1 artinya pemberian beban berkorelasi atau berdampak
(%)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Waktu aktif pergerakan R. margaritifer
Rhacophorus margaritifer termasuk satwa yang aktif pada malam hari (nokturnal) seperti amfibi lain pada umumnya. Pada setiap pengamatan siang (pukul 06.00 hingga 17.00), jumlah katak yang dapat diamati adalah 4 individu
(66,67 % dari jumlah katak yang ada di dalam rumah katak). Pada siang hari
umumnya semua katak yang teramati sedang tidak aktif atau tidur, kecuali pada
pukul 10.00, 11.00 dan 13.00. Pada pukul 10.00 dan 11.00 ditemukan
masing-masing 1 individu katak yang sedang aktif, sedangkan pada pukul 13.00
ditemukan 2 individu katak yang sedang aktif. Katak yang ditemukan aktif pada
siang hari mengalami perpindahan posisi dari posisi awal (Gambar 10).
Gambar 10 Persentase katak aktif berpindah pada setiap jam pengamatan
Pada pengamatan malam hari dari pukul 18.00 hingga 05.00, jumlah katak
yang diamati bervariasi dari 3 hingga 6 individu (50 % hingga 100 % katak yang
ada). Semua katak yang diamati tersebut dalam keadaan sedang aktif pada setiap
kali pengamatan. Pada pengamatan pukul 18.00 hingga 23.00, semua katak yang
diamati telah melakukan pergerakan karena posisinya telah berubah dari posisi 1
perpindahan. Jumlah individu katak yang berpindah sebanyak 3 hingga 4 individu
(50 % hingga 100 % dari jumlah katak total). Pada pukul 06.00 hanya 1 katak
yang masih aktif dan berpindah. Dari hasil pengamatan ini diketahui bahwa R. margaritifer aktif bergerak dari pukul 19.00 hingga pukul 23.00.
4.1.2 Pergerakan vertikal R. margaritifer
Katak jantan yang tidak menggunakan beban relatif beraktivitas di bagian
atas dari rumah katak. Umumnya katak jantan tanpa beban berada pada ketinggian
di atas 100 cm dari tanah, hanya 2 individu yang diketahui pernah mencapai
ketinggian 30 cm dan 79 cm yang tercatat masing-masing 1 dan 3 kali waktu
pencatatan. Ketinggian maksimal yang dicapai oleh katak jantan tanpa beban
bervariasi antar individu yang termasuk dalam rentang 160 cm sampai dengan
bagian atap yaitu 300 cm. Katak bergerak secara vertikal keatas dan kebawah
secara tidak teratur. Ada 1 individu katak jantan tanpa beban yang hanya
beraktivitas diketinggian diatas 250 cm dari lantai.
Perbedaan yang signifikan (p ≈ 0.00) ditunjukkan oleh pergerakan vertikal katak jantan yang menggunakan beban, lebih dari 50% dari waktu pengamatan
katak aktif di bagian lantai (ketinggian 0 cm). Katak jantan dengan beban mulai
teramati berada di lantai hutan pada pencatatan pukul 18.30, pada pencatatan
berikutnya jumlah katak jantan dengan beban yang berada di lantai terus
bertambah, katak terakhir yang turun ke lantai diketahui pada pukul 21:00.
Umumnya ketinggian maksimum yang dicapai katak adalah ketinggian posisi
awal pengamatan, hanya 1 individu yang ketinggian maksimumnya melebihi
posisi awalnya. Adapun ketinggian maksimum tersebut bervariasi dari 143 cm
sampai dengan 282 cm dari lantai.
Pergerakan vertikal katak betina tanpa beban lebih luas dibandingkan
dengan pergerakan katak jantan tanpa beban dan dengan beban. Diketahui bahwa
pergerakan vertikal katak betina tanpa beban terendah dan tertinggi
masing-masing 0 cm dan 377 cm. Katak betina tanpa beban juga lebih aktif bergerak
secara vertikal dibandingkan dengan katak jantan. Pengukuran pergerakan vertikal
pada katak betina dengan beban tidak dilakukan. Sehingga hasilnya tidak bisa
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis diketahui bahwa ada perbedaan yang
signifikan antara pergerakan vertikal katak jantan tanpa beban dengan katak
betina tanpa beban (T = 10,381 dan p < 0,05). Katak betina tanpa beban
cenderung berada lebih rendah daripada katak jantan tanpa beban. Perbedaan
signifikan juga diketahui pada katak jantan tanpa beban dengan katak jantan
dengan beban (p < 0,05) dimana katak jantan tanpa beban cenderung lebih banyak
di atas daripada katak jantan dengan beban. Sedangkan pada katak betina tidak
bisa dilakukan analisis karena tidak adanya data pengukuran. Apabila jenis
kelamin diabaikan, maka hasil analisis pergerakan vertikal antara katak tanpa
beban dan katak dengan beban juga menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Hasil uji yang sama juga didapatkan jika dilakukan pengkategorian ketinggian
yang lebih detai per 50 cm dan per 100 cm. Adapun hasil pengamatan pergerakan
vertikal R. margaritifer disajikan dalam boxplot dibawah ini:
Gambar 11 Perbandingan pergerakan vertikal katak tanpa dan dengan beban jika
jenis kelamin diperhatikan
Jenis kelamin:
Ketin
gg
ian
p
er
g
erakan vertikal
(cm
Jika jenis kelamin diabaikan maka hasil pergerakan vertikal katak
disajikan dalam boxplot dibawah ini:
Gambar 12 Perbandingan pergerakan vertikal katak tanpa dan dengan beban jika
jenis kelamin diabaikan
4.1.3 Frekuensi pergerakan R. margaritifer
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas awal keaktifan katak pada
malam hari dimulai dengan pergerakan meregangkan organ tubuh. Katak
menggerakkan semua kaki dan kepala beberapa kali secara bergantian maupun
bersamaan. Pergerakan itu terjadi pada semua katak yang diteliti. Adapun
penjelasan yang lebih detail tentang pergerakan katak dijelaskan pada bagian
dibawah ini:
Ketin
gg
ian
p
er
g
erakan vertikal
(cm
4.1.3.1 Pergerakan R. margaritifer jantan
Katak jantan tanpa beban telah mulai bergerak dari waktu pengamatan
pukul 17.30 hingga 18.30. Awalnya katak lebih banyak bergerak kecil dan
berputar posisi namun pergerakan tersebut belum menyebabkan perpindahan.
Pada pengamatan berikutnya frekuensi pada semua kategori pergerakan katak
terus meningkat hingga mencapai puncaknya pada pengamatan pukul 22.00
hingga 23.00. Meningkatnya frekuensi gerak katak otomatis akan menurunkan
waktu katak untuk diam.
Sama halnya dengan katak jantan tanpa beban, katak jantan dengan beban
telah mulai aktif bergerak dari pukul 17.30 hingga 18.00 dengan beberapa
pergerakan kecil yang tidak menyebabkan katak berpindah posisi. Pada
pengamatan pukul 19.00 hingga 20.00 frekuensi pergerakan katak mencapai
puncaknya. Frekuensi pergerakan katak menurun secara drastis pada pengamatan
pukul 20.30 hingga 21.30, namun kembali meningkat pada pengamatan waktu
berikutnya. Berbeda dengan yang ditemukan pada katak betina tanpa beban, pada
katak jantan tidak ditemui adanya upaya untuk melepaskan beban.
Pada pengamatan pukul 17.30 hingga 18.30, diketahui bahwa semua katak
jantan tanpa beban tidak mengalami perpindahan posisi (diam). Sebanyak tiga
individu katak tidak melakukan aktivitas (diam) dan tiga individu lainnya hanya
melakukan gerakan tidak berpindah. Sedangkan pada katak jantan dengan beban
diketahui bahwa sebanyak tiga individu juga tidak melakukan gerakan apapun
namun tiga individu lainnya telah mengalami perpindahan posisi walaupun
jaraknya belum jauh dari posisi semula. Secara umum katak jantan tanpa beban
lebih banyak mengalokasikan waktu untuk diam dari pada katak jantan dengan
beban. Artinya katak jantan yang telah dipasangi beban lebih aktif bergerak dari
pada katak jantan tanpa beban. Berdasarkan uji statitik diketahui bahwa ada
perbedaan signifikan antara waktu diam katak jantan tanpa beban dengan katak
jantan tanpa beban dengan nilai p sebesar 0,012 (p < 0,05).
Pergerakan melompat belum dilakukan oleh katak jantan tanpa beban pada
awal aktivitas hariannya, sedangkan pada katak jantan dengan beban diketahui
ada 1 individu yang telah melakukan aktivitas melompat namun frekuensinya
19.00 hingga 20.00 baik pada katak jantan tanpa beban maupun katak jantan
dengan beban. Pergerakan melompat termasuk pergerakan yang jarang dilakukan
oleh katak jantan tanpa beban, frekuensi melompat maksimal yang dilakukan
hanya sebanyak 4 kali sedangkan frekuensi minimal yang dilakukan sebanyak 2
kali. Pada katak jantan dengan beban pergerakan melompat merupakan
pergerakan yang dominan, dari hasil pengamatan diketahui bahwa frekuensi
melompat maksimal yang dilakukan dalah sebanyak 63 kali dan frekuensi
melompat minimal sebanyak 19 kali. Namun berdasarkan analisis statistik yang
dilakukan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi melompat
katak jantan tanpa beban dan dengan beban, nilai p yang dihasilkan sebesar 0,280
(p > 0,05).
Pergerakan melompat belum dilakukan oleh semua katak jantan tanpa
beban pada waktu awal pengamatan (17.30 hingga 18.30), pada waktu yang sama
2 individu katak jantan dengan beban telah melakukan aktivitas berjalan. Pada
katak jantan tanpa beban pergerakan berjalan merupakan pergerakan yang
dominan, pergerakan mulai sering dilakukan pada waktu pengamatan 19.00
hingga 20.00. Pada katak jantan dengan beban, pergerakan berjalan jarang
dilakukan bahkan diketahui ada 1 individu yang tidak pernah melakukan gerakan
berjalan selama waktu pengamatan. Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa
pemberian beban berpengaruh terhadap frekuensi pergerakan berjalan pada katak
jantan dengan nilai p yang mendekati 0 (p < 0,05).
Pergerakan bergerak tidak berpindah telah dilakukan oleh katak jantan
tanpa beban dengan intensitas yang lebih tinggi dari pada katak jantan dengan
beban pada pengamatan pukul 17.30 hingga 18.30. Diketahui bahwa pada katak
jantan tanpa beban, kategori gerak yang dominan pada waktu awal aktifnya adalah
bergerak tidak berpindah, pergerakan melompat dan berjalan baru dilakukan
setelah aktif beberapa lama. Sedangkan pada katak jantan dengan beban
pergerakan melompat dan berjalan telah mulai dilakukan dari awal waktu aktif.
Berdasarkan analisis statistik, pemberian beban berpengaruh terhadap kategori
4.1.3.2 Pergerakan R. margaritifer betina
Katak betina tanpa beban mulai beraktivitas dengan gerakan kecil dan
memutar posisi sebelum melakukan gerakan melompat dan berjalan. Pada
pengamatan selanjutnya frekuensi pergerakan terus meningkat hingga mencapai
puncaknya pada waktu pengamatan pukul 20.30 hingga 21.30. Kemudian semua
kategori gerak mengalami penurunan frekuensi.
Pola peningkatan frekuensi pada katak betina dengan beban memiliki
kemiripan dengan pola peningkatan frekuensi pada katak jantan dengan beban.
Frekuensi mengalami peningkatan pada waktu pengamatan pukul 19.00 hingga
20.00, lalu kembali turun pada pengamatan pukul 20.30 hingga 21.30. Pada
pengamatan terakhir frekuensi pergerakan mengalami peningkatan yang drastis
hingga mencapai puncaknya yaitu pada waktu pengamatan pukul 22.00 hingga
23.00. Pada katak betina ditemukan adanya upaya untuk melepaskan beban
dengan cara katak mendorong beban ke belakang menggunakan kedua kaki
belakang secara bergantian maupun bersamaan. Pada katak jantan tanpa beban
tidak ditemukan adanya upaya untuk melepaskan beban.
Pergerakan yang dominan pada katak betina tanpa beban adalah
pergerakan berjalan, hasil ini sama dengan pada katak jantan tanpa beban. Ada 1
individu katak betina tanpa beban yang mulai melakakukan aktivitas pergerakan
pada pengamatan pukul 20.30 hingga 21.30. Sedangkan pergerakan dominan pada
katak betina dengan beban adalah pergerakan berjalan juga, hal ini berbeda
dengan katak jantan dengan beban.
Katak betina tanpa beban lebih banyak mengalokasikan waktu untuk diam
dibandingkan dengan katak betina dengan beban namun perbedaannya tidak
nyata, berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p yang lebih besar dari 0,05
artinya pemberian beban tidak mempengaruhi waktu diam. Uji statistik
menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata antara katak betina tanpa dan dengan
beban yaitu pada kategori gerak berjalan dengan nilai p yang kecil dari 0,05.
Sedangkan pada kategori gerak melompat dan bergerak tidak berpindah tidak
didapatkan hasil yang signifikan dengan nilai p masing-masing sebesar 0,975 dan
4.1.3.3 Pergerakan R. margaritifer jantan dan betina
Selain melakukan uji Pearson chi-square dengan membedakan jenis
kelamin katak, juga dilakukan uji untuk melihat perbedaan katak menggunakan
beban dengan tanpa beban tanpa memperhatikan jenis kelamin. Selain itu, juga
dilakukan uji pengaruh pemberian beban terhadap frekuensi pergerakan katak
dengan mengabaikan kategori gerak yang dilakukan. Dari hasil ini terlihat bahwa
terdapat perbedaan nyata antara katak dengan beban dengan tanpa beban dalam
kategori berjalan dan melompat. Katak yang menggunakan beban lebih sedikit
berjalan dan lebih banyak melakukan aktivitas melompat dibandingkan dengan
katak yang tidak menggunakan beban. Adapun hasil dari uji statistik tersebut
disajikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 6 .Hasil uji statistik pergerakan katak jantan dan betina
No. Kategori gerak Nilai p Keterangan
1 Diam 0,061 Tidak berbeda nyata
2 Berjalan ≈ 0,00 Berbeda nyata
3 Melompat ≈ 0,00 Berbeda nyata
4 Bergerak tidak berpindah 0,066 Tidak berbeda nyata
5 Tidak memperhatikan kategori
gerak ≈ 0,00 Berbeda nyata
4.1.4 Pemanfaatan ruang pada rumah katak
Rumah katak ukuran 140 cm x 160 cm x 270 cm awalnya tidak didesain
sebagai tempat katak, sehingga pada saat penelitian dilakukan pengayaan
didalamnya. Pengayaan yang dilakukan berupa memasukkan ranting dan vegetasi
hidup ke dalam rumah katak sebagai substrat bagi katak. Secara umum penulis
hanya membedakan substrat kedalam tiga kategori yaitu kawat atau dinding
bangunan, vegetasi berupa ranting dan lantai bangunan berupa tanah. Sedangkan
rumah katak ukuran 400 cm x 500 cm x 400 cm merupakan ruangan utama yang
berfungsi sebagai tempat bagi katak sehingga didalamnya terdapat vegetasi,
sumber air dan lampu yang berfungsi sebagai penarik serangga yang merupakan
pakan bagi katak. Secara umum penulis membedakan subsrat didalam rumah
katak kedalam empat kategori yaitu vegetasi berupa daun dan ranting, kawat atau
dinding bangunan rumah katak dan lantai rumah katak berupa air dan tanah.
Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa katak jantan dengan dan tanpa
Gambar 14) . Katak jantan tanpa beban hanya menggunakan ranting dan kawat
sedangkan katak jantan yang menggunakan beban juga menggunakan tanah atau
lantai bangunan. Katak jantan tanpa beban lebih banyak menghabiskan waktunya
di atas ranting atau menempel pada kawat sedangkan katak jantan menggunakan
beban banyak menghabiskan waktu di lantai atau tanah.
Gambar 13 Pemanfaatan habitat katak Gambar 14 Pemanfaatan habitat katak jantan tanpa beban. jantan dengan beban.
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa katak betina dengan dan tanpa
beban memiliki perbedaan jumlah substrat yang digunakan. Katak betina tanpa
beban menggunakan kategori subsrat lebih banyak yaitu daun, ranting, kawat dan
lantai bangunan berupa air. Sedangkan pada katak betina yang menggunakan
beban tidak menggunakan lantai bangunan (Gambar 15 dan Gambar 16).
Suhu juga merupakan faktor yang mempengaruhi habitat dan pergerakan
R. margaritifer. Sehingga data suhu tubuh dan lingkungan pada saat penelitian perlu untuk dicatat, adapun data suhu tubuh dan lingkungan pada katak jantan
tanpa menggunakan beban adalah sebagai berikut (suhu dalam °C):
Keterangan:
Data suhu tubuh dan lingkungan dari katak jantan yang menggunakan beban adalah sebagai berikut (suhu dalam °C):
Keterangan:
Data suhu lingkungan katak betina dengan dan tanpa beban adalah sebagai
berikut (suhu dalam °C):
Keterangan:
Gambar 19 Suhu tubuh katak betina selama penelitian.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Waktu aktif bergerak R. margaritifer
Seperti amfibi pada umumnya R. margaritifer merupakan satwa yang aktif dimalam hari (nocturnal), hal ini umum pada amfibi (Duelmann & Treub 1986, Wells 2007). Pada siang hari hanya 4 dari 6 individu katak yang ditemukan, 2
individu lain di duga bersembunyi di balik daun atau ranting sehingga tidak
terlihat oleh pengamat. Hal ini serupa dengan pengamatan Muliya (2010) yang
menemukan katak pada siang hari pada tempat yang terlindung seperti di balik