L!
ilK
;1-00 \
00\01:7
ANALISA PENGARUH FASE BULAN TERHADAP
POLA PENYEBARAN DAN AKTIVITAS LOBSTER
(Panlllirlls sp.)
PADA BULAN JULI - AGUSTUS
DI PERAlRAN SELATAN KABUPATEN KEBUMEN
\Oleh;
YULIANIPRASETYANTI
C06496030
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu SyUl"at IIntuk Memperoleh
Gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan lImu Kelalltan
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGaR
Judul Penelitian
SKRIPSI
Analisa Pengaruh Fase Bulan terhadap Pola Penyebaran dan
Aktivitas Lobster
(Panulirus sp.)
pada Bulan Juli - Agustus
di Perairan Selatan Kabupaten Kebumen.
Nama Mahasiswa
: Yuliani Prasetyanti
Nomor Pokok
: C06496030
Program Studi
: I1mu dan Teknologi Kelautan
Disetujui:
I.
KOMISI PEMBIMBING
、セZ[ZZッZZゥィョZZh。ャオ。ョ
MSc.
Ketua
Dr. Ir. Jo
0Purwanto, DEA
Anggota
II.
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN IPB
Dr. Ir. Richardus Kaswadji, MSc.
Ketua Program Studi
Analisa Peugarllh Fase Bulan terhadap Pola Penyebaran dan Aktivitas Lobster
(Panulirus sp.) pada Bulan Juli-Agustus di Perairan Selatan Kabupaten Kebumen. Oleh : Yuliani Prasetyanti (C06496030). Dibimbing oleh : Dr. Ir. John Haluan, M. Se dan Dr. Ir. Juko PUlwanto, DEA
RINGKASAN
Lobster (spiny lobster) merupakan salah satu komoditas perikanan perairan
karang yang memiliki nilai ekonomis penting, narnun usaha penangkapannya belum optimal. Hal ini diperkirakan karena kurangnya informasi tentang potensi lobster di suatu perairan (Moosa dan Aswandy, 1984). Karena itu hasil tangkapan lobster diduga masih dapat ditingkatkan dengan cara melakukan penelitian yang lebih intensif
Hemkind (1980) dalarn Cobb and Phillips (1980) menyebutkan bahwa faktor cahaya sangat mempengaruhi kehidupan lobster. Hal ini disebabkan oleh sifat noktumal
lobster itu sendiri sehingga aktivitas lobster dimulai sebelum matahari terbenarn,
semakin meningkat dan pada akhimya aktivitas tersebut akan menurun menjelang
matahari terbit. Selain itu, Able (1980) menyatakan bahwa sebagian besar !lewan air
memanfaatkan bulan sebagai aeuan untuk melakukan aktivitas ruaya secara vertikal atau horisontal maupun aktivitas yang lain.
Oleh sebab itu penelitian yang dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui
pengaruh fase bulan terhadap pola penyebaran lobster seeara horisontal di perairan selatan Kabupaten Kebumen, membandingkan komposisi dan ukuran lobster yang tertangkap pada tiap-tiap fase bulan, mengetabui pola aktivitas lobster sebagai akibat pengaruh perbedaan fase bulan di perairan selatan Kabupaten Kebumen.
Penelitian dilakukan mulai tanggal 18 Juli 2000 sarnpai dengan 17 Agustus 2000, dengan lokasi di perairan selatan Kabupaten Kebumen Propinsi Jawa Tengah. Daerah penelitian meliputi tiga stasiun yang memiliki karakteristik pantai yang berbeda-oeda.
Pengumpulan data meliputi data primer dan sekunder. Pengarnbilan data primer dilakukan seeara langsung melalui pengarnatan ke lapangan selama 24 hari (6 hari setiap
fase bulan) dan wawaneara dengan nelayan setempat. Data primer meliputi jumlah
lobster yang tertangkap, jenis spesies, panjang total, berat dan jenis kelamin lobster pada
kedalaman yang berbeda-beda (0-5 m, 6-10 m, 11-15 m, 16-20 m dan> 20 m), serta
beberapa pararn.,ter lain yang mendukung yaitu suhu, salinitas, substrat dan intensitas cahaya. Pengambilan data jumlah dan kondisi lobster dilakukan pada waktu pagi hari
⦅セセセセセ⦅MLウBL・BLエ・BLャ。ィGWMMBオ[LョBゥエZ[LーB・BLョ[Z。ョZLNァォ。r。ョ エイアュャャQjエlョ⦅・lエ。ョー。⦅ーゥォ。エャャャl、ゥイ・ョ、。イョMウ・ュ。ャ。イョMー。、。Mォ・、。ャ。イョ。ョセセセMセセセᆳ
yang berbeda. Data intensitas cahaya bulan diarnbil pada saat bulan tepat berada di atas kepala. Sedangkan pengarnbilan data suhu dan salinitas dilakukan pada pagi hari antara
jarn 5.30-6.00 WlB. Pengolahan data dilakukan dengan analisa trend atau model
matematik eksploratif di tiap stasiun serta seeara keseluruhan.
Dari data hasil penelitian yang dilakukan di perairan selatan Kabupaten Kebumen, didapat bahwa kisaran suhu dan salinitas pada daerah pengarnatan masih dalarn kisaran nonnal, dengan suhu sekitar 25 - 28°C dan salinitas optimum sarna
dengan salinitas hewan laut lainnya, yaitu 33-350/00 .
Kondisi pada fase bulan kwartal II dan bulan kwartal I, suhu dan salinitas cenderung stabi!. Sedangkan pada fase bulan gelap, suhu cenderung menurun hingga 25
°C dan salinitas stabil hingga menaik sampai 35
%0.
Secara matematis, model yangdidapat pada fase bulan gelap merupakan model homogen, dimana kondisi permukaan
laut konstan, tidak ada stress. Sedangkan pada fase bulan pumama, suhu cenderung
meningkat hingga 27°C dengan salinitas berkisar antara 33
%0 -
35 '100. ModelIntensit"s eahaya bulan pada permukaan air laut di fase bulan kwartal I dan kwartal 2 berkisar 0 - I lux. Sedangkan pada fase bulan gelap intensitas eahaya bulan sebesar 0 lux, dlUl di fase bulan purnama bervariasi dari I - 4 lux.
Pada stasiun I, memiliki kecenderungan jumlah tangkapan per unit penangkapan
lobster optimum di setiap fase bulan pada kedalaman I I - 15 meter. Hal ini
menunjukkan ada aktivitas lobster di kedalaman tersebut. Kemungkinan besar pada
kedalaman tersebut terdapat makanan yang berlimpah bagi lobster, sehingga banyak
lobster yang tertangkap. Sedangkan pada kedalaman 16 - > 20 m lobster tidak
ditemukan.
Di stasiun 2 menunjukkan bahwa terjadi pergerakan lobster yang diakibatkan oleh pengaruh fase bulan, dimana pada fase bulan gelap lobster berada pada kedalaman
yang dangkal、セュ pada fase bulan purnama, lobster bergerak menuju perairan yang lebih
dalam. Kondisi ini· ditunjang oleh keadaan oseanografis yang mendukung di stasiun 2. Pola penyebaran lobster di stasiun 3 memiliki keeenderungan yang berbeda
dibandingkan dengan dua stasiun lainnya. Pada fase bulan kwartal II memiliki
keeenderungan yang sama dengan fase bulan kwartal I, dimana jumlah lobster optimum terjadi di kedalaman 6 - 10 meter. Sedangkan fase bulan gelap memiliki kecenderungan sama dengan fase bulan purnama, dimana optimum terjadi di kedalaman 0 - 5 meter, meskipun secara kuantitatif pada fase bulan gelap jauh lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi karakteristik pantai stasiun 3 kurang disukai oleh lobster karena merupakan tanjung dekat dengan muara sungai, dengan perairan yang keruh dan tidak berombak besar
Seeara keseluruhan, antara stasiun I, 2 dan 3 menunjukkan bahwa kondisi perairan stasiun 2 merupakan kondisi perairan yang disukai lobster. Hal ini ditunjukkan oleh model matematis yang ada pada stasiun 2 di setiap fase bulan lebih bervariasi dibandingkan dengan kedua stasiun lainnya, sehingga stasiun 2 lebih menampung berbagai kondisi pergerakan lobster.
Hubungan regresi pertumbuhan relatif lobsterPanulints homarllsjantan adalah
W
=
2.347E-4 L 3.0', dan betina adalah W=
5.548E-4 L2.7'. Dari persamaantersebut, dapat dilihat bahwa pada panjang total yang sama, antara jantan dan betina akan lebih berat lobster jantan. Hal ini disebahkan karena lobster betina memerlukan energi lebih banyak untuk reproduksi, sehingga beratnya lebih keeil dibandingkan dengan lobster jantan.
Pada fa,e bulan kwartal II, lobster jantan meneapai optimum pada kedalaman
6-MMMMMMャqセュ・エ・イLウ・、。ョァォ。ョセャッ「ウエ・イM「・エゥョ。ャj。、。セォ・、。ャ。ュ。ョMョᄋᄋ]MiMU merer.Sec1angkan pada f a s = e
-bulan gelap dan -bulan kwartal I kondisinya berbalik. Namun pada fase -bulan purnama keduanya, baik lobster jantan maupun betina optimum pada kedalaman 16 - 20 meter. Dengan data yang demikian, diperkirakan bahwa pada bulan purnama, lobster dewasa melakukan pemijahan di kedalaman 16- 20 meter.
Dari nilai optimum dari tiap-tiap fase bulan dapat menunjukkan adanya pola
pergerakan reproduksi yang berbeda antara lobster Panulirlls sp. jantan dan betina,
hingga pada bulan purnama keduanya bertemu pada titik yang sama. Lobster jantan
bergerak semakin ke arah perairan yang lebih dalam hingga meneapai kedalaman 16-20 meter pada fase bulan purnama untuk memijah. Sedangkan lobster betina bergerak ke arah yang lebih dalam dahulu untuk meneari makan dahulu sebelum melakukan moulting dan memijah di perairan dalam.
Lobster yang tertangkap pada bulan Juli-Agustus di perairan selatan Kebumen
memiliki sebaran panjang total yang berbeda-beda tiap fase bulannya. Lobster yang
berukuran 8.5 - 15.5 hampir selalu ada di setiap kedalaman. Hal ini menunjukkan adanya polapergerakanpuenilus maupunjollvenileyang bergerak dari perairan dalam menuju ke arah pantai.
di fase bulan gelap, lobster dengan ukuran tersebut ditemukan dalam jumlah yang besar di tiga kedalaman pertama. Sedangkan pada fase bulan pumama lobster yang berukuran
15.5 - 20.5 berada pada kedalaman 11 - 20 meter. Ukuran 15.5 - 20.5 em telah
dikategorikan sebagai lobster dewasa.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi fisik dan kimia perairan selatan Kabupaten Kebumen masih dalam batas ideal bagi kehidupan lobster, sehingga lobster dapat beraktivitas, meneari makan, memijah dan bertelur dan hidup di
daerah tersebut. Kondisi oseanografi terbaik untuk kehidupan lobster adalah pantai
berkarang, perairan yang jemih dan berombak. Kondisi tersebut terpenuhi di stasiun 2, yaitu daerah Karang Dhuwur.
Salah satu tekanan yang berpengaruh terhadap aktivitas dan pola penyebaran lobster adalah intensitas cahaya bulan. Pada saat intensitas eahaya bulan keeil, terutama pada fase bulan gelap, lobster dewasa dapat bergerak bebas dan beraktivitas sampai pada kedalaman dangkal. Sedangkan jika intensitas eahaya bulan tinggi, yaitu pada fase bulan purnama lobster dewasa bergerak ke arah yang lebih dalam atau membenamkan diri ke dalam substrat, sedangkan puerulus maupun juvenil lebih senang mendekati eahaya, menuju ke arah yang lebih dangkal.
Dari penelitian yang telah dilakukan di perairan selatan Kabupaten Kebumen pada bulan Juli - Agustus, perairan ideal untuk pertumbuhan dan aktivitas lobster adalah
pada kedalaman 0 - 20 meter. Sedangkan pada fase bulan purnama kedalaman ideal
untuk menghindari eahaya bulan adalah sekitar 16 - 20 meter, dimana kondisi dasar perairan remang dengan eahaya yang masuk sangat sedikit, sehingga lobster dapat melakukan aktivitas dengan leluasa.
Selain itu, data penelitian di perairan selatan Kabupaten Kebumen pada bulan Juli - Agustus, lobster melakukan pemijahan pada waktu bulan purnama, pada saat lobster
betina melakukan moulting di kedalaman sekitar 16-20 meter. Hal ini didukung oleh
kondisi fisika dan kimia perairan dimana pada musim timur terjadi up welling yang
menghasilkan kondisi ideal untuk lobster melakukan pemijahan.
Lobster Panulints sp. memiliki pola pergerakan sebagai akibat tingkah laku
reproduksinya. Pola pergerakan tersebut berbeda antara lobster jantan dan betina.
Lobster betina bergerak dahulu ke perairan dangkal untuk meneari makan sebelum melakukan moulting dan memijah.
Melalui penelitian ini, disarankan untuk melakukan penangkapan pada waktu fase bulan gelap di kedalaman dangkal sehingga meneapai hasil yang optimum dengan
MMMMMMセMャヲウ。ョ。ケ。ヲイァセャ・「ャョ・ヲゥウゥ・ョL seffildiI1arapkan untuk tiilaIC meliiktiKan usilha penangkapan
pada bulan purnama di perairan dalam (sekitar 16-20 meter) demi kelestarian dan kelangsungan hidup lobster, karena pada saat dan tempat tersebut lobster melakukan pemijahan. Selain hal tersebut, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
fase bulan terhadap pola penyebaran dan aktivitas lobsterPanulints sp. pada tempat dan
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur hanya kepada Allah Yang Kuasa, atas segala kasih
anugerah dan kekuatan yang diberikan selama penyusunan hingga terselesaikannya
skripsi yang beIjudul
ANALISA PENGARUH FASE BULAN TERHADAP POLA
PENYEBARAN DAN AKTIVITAS LOBSTER
(Panulirus sp.)
PADA BULAN
JULI-AGUSTUS DI PERAIRAN SELATAN KABUPATEN KEBUMEN.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogar, yang disusun oleh penulis setelah melakukan kegiatan penelitian di pantai
selatan Kabupaten Kebumen mulai bulan J uli sampai dengan Agustus 2000.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih
banyak terdapat kekurangan. Namun harapan penulis, semoga sumbangan yang kecil
ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2001
£ia met/gucap/(szu teri11la /(szsifi /inJaJa :
,/
CJ3apa/t ([)r.
11.Jofl1l J{a[uau, :MSc. aau CJ3apa/t ([)r.
11.Jo/(sJ PurwaTlto,
!.D'E}I.sefa{u
/(pmisi pemm11lm11{j yaug tefafi mem6im6i11{j,
mengarafi/(szu aan
me11l6eri/(szu
se11laugat
seja{
pet/uUs
mefa/(]t/(szu
pe1ZBfitiau
lii11{j{fa
tersefesai{auuya s/tripsi iui.
,/
CJ3apa/t([)r.
11.fMuEy01loS. CJ3as/(szro, :MSc. aau CJ3apa{Ir.
セ'Wiaoao sefa/tu aose1l
pe11{juji uutu{sarau aau masu{amrya.
,/
cjS。ー。セI6u, fM6a{ ([)auar aau ([)i{ (})e1Iuy,atas /tasili, perflatia1l, semaugat aan
aorangau yaug sefa[u ai6eri{a1L
,/
CJ3apa{
It:'Tri Projo sefa{u 7Vpafa (})i1laS Peri/(sJ1laU 'l\fl6upatetl 'Kj6u11letl yang
tefafi mem6eri/(szu jasifitas masu/(szn mufai aari persiapau pemfitiau sampai
peuefitiall 6era{liir.
,/
CJ3apa{ Q)arsollo, CJ3apa{ Supannin aau CJ3apa{ Vsman sefa/tu 7Vpafa WI
J'lrgopeui, WI 'l\flra11{j (})liuwur aau q>:pI Pasir atas jasifitas ya11{j di6eri/(szn
sefama penu[zs 11Iefa{uR,gu peuefitian.
,/
CJ3apa/t'I'ursi11O aan f.§[uarga ya11{j tefali mem6eri{au tumpangall fefama penu[is
mefa/tu!(szu peuefitian.
,/
:M.afi6u famiEy
;
SliiTlta, 'l\fl{ !J?flyna, fM6a/t 'Y'anti (11la{asili 6uat printenrya)
:M.6a{ (})essy, :Novi, 'Emi, 'Tessa, J{esty, (})o([ar aan 'Wiai atas f.§6ersamaan aan
y'
'Te11ldn-teman sepefayanan
:
J{ant!y, Oot, 'li/(g, 'liur, I6etfi, .JIsty, M6al( 'Wi1ll{a,
(]3ony, Mefati, Crzanes, 'R,pfana, .JInc£i, IJ(gnt!y, LiMa, Menti aan 7(P.JI-nis fainnya
atas spirit aan aul(ungan aoanya.
y'
.JIc£i/(;ac£il(l(u, c]]riya, Pariaa, C])iana aan C]]o{far yang 11lenjac£i tU11lpafian
curfiatl(u, atas aoa aan se11langatnya.
y'
Mas ;J{ari, 6uat support aanllaSefiatnya sefa11ld al(u jac£i 11Iafiasiswa.
y'
C]]fiani aan (]3ra11l, yang tefafi il(ut repot aafa11l pengofafian aatal(u.
y'
(]3afe.c011l6u'at /(g11lputeraan monitorpinja11ldnnya.
y'
Om .JInare, M6al( O/iJa, 'Y'ogi, Mas .JIB, aan teman-te11lan Ja/(grta atas
pen{jertian aan se11langat yang c£i6eril(a1l.
y'
Si :NoyCs, Si'Toeli,), It-It, 'Topan, Catur, Pego, .JIafii 6uat /i,§6ersa11laannya.
y'
M6afi... 'Yanti, Mas £ucR,y, PaR...C]]anu, M6afi...C]]e£eli serta 'Kj{uarga (]3esarJurusan
I6nu aan 'lidalo{agi 'Kjfautan IPJ3.
y'
'Tria;
Q.q
giant, V{fa, Clianara, cliifi...fet, yang ifi...ut 6eganaang aan 6anyafi...
MMMMMMMMMMM[ャイオョョV。ャャエオ[セ・・ャゥゥLヲャァオウLセGスサ・イゥLNjiイZイュケLMャゥヲキイ。uゥj
11lasut(an-11lasuR...annya; .JIcha,
Saifu{, (]3ang C]]annill, (]3P 6uat se11lua 6antuannya; Sari, .JIti', 'Yuyun, £i{is,
Mane,
GャゥャセL'R,pni (.Sang Maaeratar) aan IT1(-ers
'33fainnya untufi... /i,§fi...uatan
persarza6atan aan /i,§R,g11lpa/(gn.
y'
Se6,ruli warga 7\flrang C]]liuwur, .JIrgopeni aan Pasir.
v
DAFTARISI
Halaman
RNGKASAN
.
KATA PENGANl'AR
IVDAFTARISI
VDAFTAR TABEL
VIIDAFTAR GAMBAR
VlllDAFTAR LAMPmAN
IXI.
PENDAHUI,UAN
1.1. Latar Belakang
1
1.2. Tujuan Penelitian
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lobster
4
2.1.1. Biologi Lobster
4
2.1.2. Reproduksi dan Daur Hidup Lobster
5
2.1.3. Jenis Kelamin Lobster
7
2.1.4. Tingkah Laku Lobster
8
2.2. Jenis dan Kelimpahan Lobster
9
2.3. Alat Tangkap Lobster
12
2.4. Musim Penangkapan Lobster
13
2.5. Pemanfaatan Lobster
13
2.6. Fase Bulan
(Moon's Cycle)
14
m.
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
セ ⦅セャェL セ3.2. Alat dan Bahan
15
3.3. Penentuan Stasiun
15
3.4. Metode Pengumpulan Data
16
3.5. Analisa Data
16
3.5.1. Pengaruh Fase Bulan terhadap Pola Penyebaran Lobster.
16
3.5.2. Pola Pertumbuhan Lobster
Panulirus homarus
17
3.5.3. Perbandingan KelanJin Lobster
(sex ratio)
18
3.5.4. Distribusi Panjang Lobster
Panulirus homarus
18
IV.
KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Letak Geografis
19
4.2. Karakteristik Pantai
20
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Lingkungan Fisika dan Kimia Perairan
22
4.1.1. Suhu dan Salinitas Air Laut
22
4.1.2. Intensitas Cahaya Bulan
24
4.2. Pengaruh Fase Bulan terhadap Penyebaran Lobster
24
4.3. Pola Penyebaran Lobster Berdasarkan Kedalaman Dasar Perairan
Per Stasiun
26
4.3.1. Pada Stasiun Pengamatan I
26
4.3.2. Pada Stasiun Pengamatan 2
28
4.3.3. Pada Stasiun Pengamatan 3
30
4.4. Pola Pertumbuhan Relatif
Panulirus homarus
33
4.5. Perbandingan Kelamin Lobster
(sex ratio)
34
4.6. Distribusi Panjang Total
Panulirus homarus
37
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
41
DAFTARPUSTAKA
44