• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian desain dan konstruksi cantrang pada kapal 20 GT untuk peningkatan performa operasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesesuaian desain dan konstruksi cantrang pada kapal 20 GT untuk peningkatan performa operasional"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

KESESUAIAN DESAIN DAN KONSTRUKSI CANTRANG

PADA KAPAL 20 GT UNTUK PENINGKATAN PERFORMA

OPERASIONAL

SUPARMAN SASMITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK

CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20 GT untuk Peningkatan Performa Operasional adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(4)

RINGKASAN

SUPARMAN SASMITA. C461090041. Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20 GT untuk Peningkatan Performa Operasional. Dibimbing oleh: Ari Purbayanto, Sulaeman Martasuganda dan Totok Hestirianoto.

Cantrang dikenal sebagai salah satu alat tangkap populer dikeluarkannya nelayan pantai utara Jawa (Pantura) sejak tahun 1960. Pasca dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang penggunaan pukat hela (trawl) telah berdampak bagi nelayan trawl. Cantrang merupakan alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua seam, tanpa dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Target ikan tangkapan cantrang yaitu ikan demersal, walaupun pada kenyataannya ikan hasil tangkapan sangat beragam.

Bentuk dan konstruksi cantrang sangat bervariasi dan beragam ukuran. Selain itu, ada pula nelayan yang berupaya merubah fungsi kapal purse seine menjadi kapal cantrang untuk menghindari kerugian usaha. ABK mempunyai peran dan tugas masing-masing. Prosedur kerja di atas dek kapal belum menjadi perhatian khusus bagi nelayan dan berdasarkan pengalaman. Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan pengkajian mengenai kesesuaian dimensi cantrang dan ukuran kapal pada kapal 20 GT, dengan mempertimbangkan tingkat kenyamanan kerja di dek kapal.

Tujuan umum penelitian adalah menentukan kesesuaian dimensi alat tangkap cantrang dan ruang dek kapal, agar lebih optimal sehingga memiliki efisiensi, dan efektivitas sesuai dengan keselamatan operasi penangkapan. Tujuan khusus penelitian, yaitu: (1) mengkaji desain dan konstruksi melalui penentuan bentuk cantrang serta melakukan komparasi bagian-bagian jaring yang digunakan pada kapal berukuran 20 GT dan (2) menganalisis tata letak alat tangkap, jaringan kerja dan tingkat pemanfaatan ruang di atas dek kapal, dengan memperhatikan kenyamanan kerja untuk efektivitas pada operasi penangkapan.

Data primer diambil dengan metode purposive sampling dari kapal cantrang berukuran 20 GT di Kabupaten Rembang dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Brondong. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Untuk mengetahui karakteristik desain dan konstruksi cantrang dihitung berdasarkan perhitungan pada Standar Nasional Indonesia bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang nomor SNI 01-7236-2006 (SNI 2006). Pada operasi penangkapan cantrang dibatasi oleh dek kapal yang terdapat penempatan alat tangkap, tali selambar dan peralatannya. Analisis alur dan waktu kerja serta risiko keselamatan dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan dan antisipasi penanggulangan kecelakaan.

(5)

Perbandingan antara panjang sayap atas dan total jaring menunjukkan sayap cantrang lebih pendek dan ukuran mulut jaring cenderung besar. Dengan mengamati secara membujur, bagian badan lebih pendek dari total panjang jaring, sehingga kantong jaring dapat lebih lebar dan panjang. Bagian sayap cantrang pada saat digunakan dapat membuka lebar dilihat dari perbandingan sayap atas dan lebar jaring.

Berdasarkan hasil pengukuran, cantrang Brondong memiliki dimensi (panjang x lebar) 51,56 x 37,72 m dan Rembang berukuran 43,52 x 49,35 m, serta masing-masing berbentuk dua seam. Keliling mulut jaring untuk (a) cantrang nelayan Brondong dan Rembang berturut-turut sebesar 55 m dan 46,56 m. Simulasi perlakuan pelampung (3,780 grf) dan pemberat (4 – 5 kg), menunjukkan penambahan pelampung memperbesar bukaan mulut jaring, sedangkan pemberian pemberat pada tali ris bawah mengakibatkan tali ris akan mencapai dasar perairan.

Estimasi tinggi bukaan mulut jaring cantrang dengan menggunakan model cantrang yang diukur dan diuji pada flume tank di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bagian badan jaring ke bagian kantong cenderung menyempit atau membentuk kerucut. Cantrang dibuat dengan beberapa bagian jaring dengan jumlah bagian sayap sebanyak 5 bidang jaring, bagian badan 13 bidang jaring dan bagian kantong yaitu 1 bidang jaring.

Hasil pengamatan pada flume tank dengan kecepatan arus 20, 30, dan 50 cm/dt dapat diketahui tinggi bukaan mulut jaring secara berurutan 34 cm, 24 cm dan 18 cm dengan prediksi tinggi jaring sebenarnya 10,2 m, 7,2 m dan 5,4 m. Data tersebut menunjukkan bahwa tinggi bukaan mulut jaring semakin rendah dengan bertambahnya kecepatan arus di flume tank. Jaring cantrang hasil pengukuran dimungkinkan dioperasikan pada perairan dengan kedalaman 2 kali tinggi bukaan mulut jaring atau lebih dari 12 m.

Hasil pengamatan pada operasi penangkapan cantrang diketahui terdapat 9 tahapan. Tahapan setting dimulai penurunan tali pelampung dan tali selambar (pemutaran tali) yang dilakukan di bagian kanan kapal, penurunan danleno dan sayap jaring. Tahapan hauling yaitu penarikan selambar, pengangkatan danleno dan sayap, pengangkatan badan, pengangkatan dan membuka kantong jaring, serta sortir penurunan pelampung hingga menaikkan bagian kantong jaring.

Area kerja di atas kapal sangat terbatas, dimana setiap aktivitas posisi ABK. Tingkat keparahan dan peluang kecelakaan tertinggi terdapat pada waktu aktivitas towing, khususnya pada penyiapan mesin gardan yang menyebabkan meninggal dunia. Tahapan hauling rata-rata tingkat keparahan dan peluang kecelakaan berada pada indeks risiko 4 dan 5. Tindakan pencegahan pada operasi penangkapan cantrang, antara lain peralatan tambahan dan alat bantu pada saat mengatur tali pada gardan, peraturan penggunaan alat dan teknis pada saat towing dan pengaturan tali selambar, penambahan ruang kerja pada saat hauling.

(6)
(7)

SUMMARY

SUPARMAN SASMITA. C461090041. Appropriateness of Design and Construction of Danish Seine Net on 20 GT Boat for Improvement of Its Operational Performance. Supervised by: Ari Purbayanto, Sulaeman Martasuganda and Totok Hestirianoto.

Danish seine net called in Indonesia language “cantrang” is a fishing gear shaped a pocket made with two seams of webbing, without any net mouth opening equipment. Since 1960, cantrang known as one of the popular fishing gear fishing in the north coast of Java. Post issued Presidential Decree No. 39 in 1980 which prohibits the use of trawl nets have an impact on fishing trawlers. Furthermore trawl fishermen replace with cantrang.

There are various design and construction of the Danish seine net with a different measurement. The fisherman used various capacity of the cantrang boat. Regulation of government had permits fisherman using not more than 30 GT. Therefore, it needs on assessment of suitability of the gear related to the net dimension and boat size with respect to the level of working comfort onboard.

The general objective of this study is to determine appropriateness of Danish seine net dimension and onboard area for more optimum used regarding safety of fishing operation. The specific objectives are:

(1) To predict height of mouth opening of the Danish seine net through laboratory test of the model scaled net on the flume tank;

(2) To assess the design and construction through determining the shape of Danish seine net and to compare the net components used on 20 GT boat; (3) To analysis the net layout, work – network and utilizing level of area onboard

by considering working comfort for fishing operation effectiveness.

In this study, primary data collected used a purposive sampling method for the danish seine boat of 20 GT based in Rembang Regency and Archipelagic Fishing Port (PPN) of Brondong. The data analyses used were a flume tank laboratory test analysis, comparison analysis, net work analysis and work safety assessment.

(8)

could touch of ground. Danish seine net has technical characteristic of 60% matched with the national standard value (SNI 01-72312006). The net used by the fishers has more net panels (11-13 panels) that made the body on net was longer.

The result shows that the height of net mouth opening on the flume tank current speed of 20, 30 and 50 cm/s was 34, 24 and 18 cm, respectively these values indicated the height of net mouth opening decreased by the increase of the water current in the flume tank. The shape mouth of net was a circle an oval shape and body of net its like cone.

The on board working area is very limited, where as every activity position of crews has accident probability. The cantrang operation was stared from setting such as throwing of float, circling of warp rope, release the net and taking the float. Some accident probabilities were related to pacing activity of crews during fishing operation of danish seine net. The result of Formal Safety Analysis (FSA), there was some activities had dangerous level. The highest probability accident during hauling activity, especially on preparation of auxiliary machinery (gardan) that cause dead.

(9)
(10)

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(11)
(12)

KESESUAIAN DESAIN DAN KONSTRUKSI CANTRANG

PADA KAPAL 20 GT UNTUK PENINGKATAN PERFORMA

OPERASIONAL

SUPARMAN SASMITA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Fedi A Sondita, M.Sc Dr. Ir. Diniah, M.Si

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, M,Sc

(14)

Judul : Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang Pada Kapal 20 GT Untuk Peningkatan Performa Operasional

Nama : Suparman Sasmita

Nomor Pokok : C 461090041

Mayor : Teknologi Perikanan Tangkap

Disetujui oleh Komisi Pembimbing:

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc. Ketua

Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.

Anggota Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Teknologi Perikanan Tangkap

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc. Dr. Ir. Dahrul Syah,M.Sc.Agr.

(15)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Alloh Subhanahu Wataala, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi Doktor pada Program Studi Teknologi Perikanan Tangkap Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi berjudul “ Kesesuaian Desain dan Konstruksi Cantrang pada Kapal 20 GT Untuk Peningkatan Performa Operasional” ini disusun untuk mengkaji perikanan cantrang di pantai utara Jawa, serta keprihatinan terhadap konflik yang terjadi di kalangan nelayan.

Disertasi ini menguraikan tentang desain dan konstruksi cantrang, teknis operasi penangkapan dan alur kerjanya. Terkait dengan hal tersebut, di dalamnya diungkap jaringan kerja dan keselamatan kerja nelayan cantrang. Disertasi ini juga mengidentifikasi peluang kecelakaan kerja yang umum terjadi pada nelayan cantrang. Harapan dari disertasi ini adalah memberikan informasi sebagai bagian penyelesaian konflik dari perspektif teknis alat tangkap cantrang.

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan kesempurnaan disertasi ini. Semoga hasil penelitian yang dituangkan dalam disertasi ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2013

(16)

DAFTAR ISTILAH

ABK : singkatan dari anak buah kapal

Badan jaring : bagian cantrang terletak di antara bagian sayap dan kantong

BHP : break horse power atau daya motor penggerak kapal. Cantrang : alat penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari

jaring dengan dua seam, yang tanpa dilengkapi papan rentang (otter board) sebagai pembuka mulut jaring. CCRF : Code of conduct for responsible fisheries atau Tata

laksana untuk perikanan yang bertanggung jawab. Danleno : kelengkapan cantrang terbuat dari besi yang

membentuk segitiga sebagai alat perentang sayap jaring dan dipasang tegak pada ujung depan bagian sayap. Hanging ratio : nilai ratio perbandingan panjang tali terpasang dengan

panjang jaring terenggang.

Hauling : kegiatan pengangkatan jaring setelah selesai penarikan tali selambar.

HP : daya mesin penggerak kapal dikenal juga dengan horse power

Kantong : bagian cantrang yang terletak diujung belakang atau akhir.

Keliling mulut : bagian badan pukat yang terbesar dan terletak diujung depan dari bagian badan jaring cantrang.

Kisi : lembar-lembar jaring yang dihubungkan hingga membentuk sayap, badan dan kantong cantrang

Knot : satuan kecepatan kapal setara dengan mil per jam Panel (Seam) : lembaran susunan jaring yang dapat dibedakan dalam

(17)

Panjang total jaring : hasil penjumlahan dari panjang bagian sayap, badan dan kantong jaring cantrang.

PE : polyethilen bahan jaring dan atau tali terbuat dari serat sintetik

PA : polyamide bahan jaring dan atau tali terbuat dari serat alami

Rpm : putaran per menit (rotation per minute)

Sayap : bagian jaring terpanjang dan terletak diujung depan dari cantrang.

Setting : kegiatan penurunan jaring yang diawali dengan penurunan pelampung, tali selambar dan jaring.

Square : jaring dengan bentuk empat persegi yang dipasang pada bagian atas mulut jaring untuk mencegah ikan meloloskan diri.

Towing : kegiatan penarikan tali selambar yang terhubung dengan jaring cantrang.

Responsible fishing : kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan selain itu juga menyediakan konsumen dengan kualitas ikan yang baik dan memenuhi standar kualitas makanan yang sesuai dengan standar keselamatan makanan. Sustainable fisheries : kegiatan perikanan yang berkelanjutan merupakan

kegiatan perikanan yang tidak menyebabkan perubahan dalam biologi atau produktivitas ekonomi, keanekaragaman hayati struktur ekosistem untuk generasi yang akan datang.

Tali ris : tali yang berfungsi untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap cantrang di bagian atas dan bawah.

Tali selambar : tali yang berfungsi sebagai penarik cantrang ke atas kapal.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xv

1. PENDAHULUAN ix

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 4

Manfaat ... 4

Ruang Lingkup ... 4

Kerangka Pikir ... 6

2. METODOLOGI 9 Waktu dan Tempat Penelitian ... 9

Alat dan Bahan Penelitian ... 9

Metode Pengumpulan Data ... 9

Kerangka Penelitian ... 10

Analisis Data ... 12

3. KARAKTERISTIK DESAIN DAN KONSTRUKSI ALAT TANGKAP CANTRANG UKURAN KAPAL 20 GT 13

Pendahuluan ... 13

Tujuan ... 16

Manfaat ... 16

Metodologi ... 16

Hasil dan Pembahasan... 24

Kesimpulan ... 38

4. UJI PERFORMA CANTRANG MENGGUNAKAN MODEL PADA FLUME TANK 40 Pendahuluan ... 40

Tujuan ... 43

Manfaat ... 43

Metodologi ... 43

Hasil dan Pembahasan... 46

(20)

5. PEMANFAATAN RUANG ATAS DEK KAPAL DAN ALUR KERJA PENGOPERASIAN MELALUI PENDEKATAN ANALISIS

JARINGAN DAN KESELAMATAN KERJA 62

Pendahuluan ... 62

Tujuan ... 63

Manfaat ... 63

Metodologi ... 63

Hasil dan Pembahasan ... 73

Kesimpulan ... 90

6 PEMBAHASAN UMUM 91

7 KESIMPULAN DAN SARAN 94

Kesimpulan ... 94

Saran ... 95

(21)

DAFTARTABEL

1 Besaran koversi kecepatan dengan kecepatan tarik ... 14

2 Jumlah kisi-kisi pada jaring cantrang ... 19

3 Material dan ukuran mata jaring cantrang ... 20

4 Material dan ukuran tali temali pada jaring cantrang ... 20

5 Perbandingan antara diameter benang dengan ukuran mata jaring ... 20

6 Nilai hanging ratio pada jaring cantrang ... 21

7 Panjang tali temali pada jaring cantrang ... 21

8 Kisi-kisi pada bagian jaring ... 24

9 Batasan bentuk jaring kearah memanjang ... 26

10 Batasan bentuk jaring kearah melintang ... 26

11 Material dan ukuran mata jaring ... 27

12 Material dan ukuran tali ... 27

13 Perbandingan dt/mo berdasarkan karakteristik baku ... 27

14 Perbandingan standar baku hanging ratio (E) dengan sampel ... 28

15 Hasil simulasi panjang tali selambar yang membentuk sudut 70°

kemiringan dalam air ... 28

16 Hasil simulasi penggunaan perbedaan jarak antar tali selambar pada panjang tali selambar yang sama ... 29

17 Tahanan jaring cantrang pada kecepatan berbeda ... 29

18 Simulasi penghitungan perlakuan penambahan pemberat ... 30

19 Estimasi penghitungan daya apung pada perlakuan pelampung ... 30

20 Estimasi bukaan mulut jaring cantrang (satuan m)... 31

21 Perancangan konstruksi model cantrang ... 50

22 Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 317 Rpm (0,2 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 56 23 Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 580 Rpm (0,3 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 57 24 Nilai tinggi bukaan mulut jaring pada uji laboratorium dengan kecepatan 799 Rpm (0,5 m/dt) dan perhitungan Prado (1990) (satuan m) 59 25 Narasumber utama ... 64

26 Sumber dan jenis data. ... 65

(22)

28 Indeks frekuensi kejadian ... 72

29 Indeks risiko ... 72

30 Ukuran kapal hasil pengukuran berdasarkan lokasi survei ... 73

31 Waktu setiap aktivitas operasi penangkapan... 82

32 Perincian waktu dan kelonggaran dalam proses penangkapan cantrang .. 83

33 Tingkat keparahan dan frekuensi keselamatan kerja pada operasi

penangkapan cantrang pada setiap aktivitas ... 86

34 Tindakan pencegahan untuk keselamatan kerja pada operasi

(23)

DAFTARGAMBAR

1 Kerangka pikir ... 8

2 Lokasi Penelitian ... 9

3 Kerangka Penelitian ... 11

4 Bagian-bagian jaring cantrang (BSN 2006) ... 18

5 Daerah operasi cantrang selama penelitian... 31

6 Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Maret 2012 (BMKG 2012)... 32

7 Arah dan kekuatan arus permukaan bulan April 2012 (BMKG 2012) ... 33

8 Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Mei 2012 (BMKG 2012) ... 33

9 Arah dan kekuatan arus permukaan bulan Juni 2012 (BMKG 2012) ... 34

10 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 1 (Tanjung Bendoh)... 35

11 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 2 (Utara Perairan Rembang) ... 36

12 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 3 (Utara Perairan Rembang) ... 36

13 Arah dan kekuatan angin dari nilai rerata tahunan di perairan Teluk Rembang pada tahun 1992 – 2009 (NOAA 2013) ... 37

14 Pola penurunan tali selambar dan jaring pada lokasi 4 (Utara Perairan Rembang) ... 38

15 Tangki pengujian (flume tank) ... 44

16 Desain alat tangkap cantrang ... 47

17 Model jaring cantrang ... 48

18 Sketsa desain konstruksi model cantrang nelayan ... 49

19 Grafik arus pada putaran 317 rpm ... 52

20 Grafik arus pada putaran 538 rpm ... 53

21 Grafik arus pada putaran 799,9 rpm ... 54

22 Tinggi bukaan mulut jaring model pada putaran 317 rpm (kisaran nilai

rerata standard deviasi) ... 55

23 Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt

berdasarkan hasil laboratorium ... 56

24 Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 538 rpm (kisaran

(24)

25 Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,3 m/dt berdasarkan hasil laboratorium ... 58

26 Pengamatan tinggi bukaan mulut jaring pada putaran 799 rpm (kisaran

nilai rerata standard deviasi) ... 58

27 Estimasi bentuk bukaan mulut jaring pada kecepatan 0,2 m/dt

berdasarkan hasil laboratorium ... 59

28 Perubahann tinggi bukaan mulut jaring pada kecepatan berbeda ... 60

29 Skema alur kerja ... 67

30 Lingkaran aktivitas (event) ... 69

31 Tahapan dalam penelitian ... 73

32 Tahapan kerja di atas dek kapal selama operasi penangkapan cantrang ... 76

33 Model Alur kerja operasi penangkapan cantrang... 76

34 Pembagian tata letak ruang di atas dek kapal... 79

35 Posisi nelayan di atas dek kapal saat setting cantrang ... 80

36 Posisi nelayan di atas dek kapal saat penarikan tali selambar (hauling) cantrang ... 80

37 Posisi nelayan di atas dek kapal saat pengangkatan jaring (hauling) ... 81

(25)

DAFTARLAMPIRAN

1 Data spesifikasi unit penangkapan cantrang hasil survei ...101

2 Data hasil pengukuran waktu operasi penangkapan cantrang ...102

3 Kapal nelayan untuk mengoperasikan cantrang ...107

4 Aktivitas operasi penangkapan ...108

(26)
(27)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cantrang dikenal sebagai salah satu alat tangkap populer dikalangan nelayan pantai utara Jawa (Pantura) sejak tahun 1960. Setelah penerbitan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 yang melarang penggunaan pukat hela (trawl), selanjutnya banyak nelayan trawl berupaya mencari alat tangkap alternatif untuk memperoleh ikan tangkapan yang banyak dan efisien. Pada tahun 1982, pemerintah membatasi daerah operasi alat tangkap trawl diwilayah Timur Indonesia berdasarkan Kepres 85 tahun 1982. Salah satu alat tangkap yang menjadi pengganti trawl adalah cantrang. Alat tangkap ini, berkembang pesat di beberapa daerah dan dioperasikan pada daerah penangkapan yang sama dengan alat tangkap lainnya.

Cantrang (BSN 2006) merupakan pukat tarik yang pengoperasiannya menggunakan satu kapal, yang dioperasikan dengan tali selambar di dasar perairan dengan melingkari gerombolan (schooling) ikan demersal, penarikan dan pengangkatan jaring (hauling) dari atas kapal. Pukat tarik cantrang termasuk dalam klasifikasi pukat (seine net) dengan perahu (boat seine), sesuai dengan International Standard Statistical Classification of Fishing Gears FAO, menggunakan singkatan SDN dan berkode ISSCFG 02.2.1.

Berdasarkan metode penangkapan, alat tangkap cantrang termasuk seine netting, dimana terdapat tali warp panjang yang melingkari perairan dengan jaring menyerupai trawl pada pertengahan perairan. Kedua tali warp ditarik hingga menyatu pada saat proses hauling, sehingga ikan berada di dalam kantong jaring dan mengangkatnya keatas kapal (Sainsbury 1971).

Brandt (2005) menjelaskan bahwa seine net adalah alat tangkap yang terdiri dari jaring sayap sebagai dinding penghadang dan kantong (bunt) pada bagian tengah atau samping, untuk mengumpulkan ikan. Pada setiap sayap jaring diikatkan tali (warp) untuk menarik jaring. Konstruksi jaring (seine net) terdiri dari sayap yang panjang, memiliki kantung kecil dan atau tidak berkantung, dioperasikan dengan menurunkan salah satu sayap, luas area penangkapan ditentukan oleh panjang sayap dan tali selambar, dioperasikan pada kedalaman lebih dari 50 meter pada danau dan 400 m pada perairan laut, penarikan jaring tetap pada samping bagian kapal.

(28)

tidak menghela. Berdasarkan klasifikasi statistik perikanan tangkap Indonesia, cantrang termasuk kedalam kelompok pukat kantong (DKP 2010).

Pada pengoperasian alat tangkap akan berkaitan dengan reaksi tingkah laku ikan terhadap alat tangkap. Setiap bagian cantrang mempunyai hubungan dengan upaya mengontrol ikan agar tergirig masuk kebagian kantong jaring. Nikonorov (1975) menerangkan membagi zona pengaruh alat tangkap pada saat dioperasikan diantaranya zona tergiring (zone of influence) dan zona aksi (zona of action). Nelayan melakukan modifikasi pada bagian sayap, badan dan kantong dengan maksud untuk mempengaruhi serta mencegah ikan dari area tangkapan yang dilingkari tali selambar cantrang.

Bagian-bagian cantrang yang terdiri dari sayap, badan dan kantong dalam konstruksinya memiliki ukuran yang sangat bervariasi seperti ukuran benang, mata jaring, dan jumlah mata jaring, dan beberapa bagian dengan material lainnya. Pada umumnya dimensi cantrang disesuaikan dengan ukuran kapal yang dimiliki nelayan, semakin besar ukuran kapal maka dimungkinkan semakin besar pula ukuran cantrang yang digunakan alat tangkap yang lebih panjang dan luasan sapuan dasar lebih besar dan kolom air yang menjadikan alat tangkap ini lebih tinggi. Untuk meningkatkan kemampuan jaring, nelayan menambah besar bukaan mulut jaring. Nelayan menganggap dengan memperbesar bukaan mulut jaring dapat menangkap ikan pada kolom air yang lebih tinggi, sehingga peluang ikan tergiring semakin besar dan menghindari semakin kecil.

Target utama ikan tangkapan cantrang adalah ikan demersal, walaupun pada kenyataannya ikan hasil tangkapan sangat beragam. Keragaman ikan dipengaruhi oleh daerah perairan dan musim penangkapan. Beberapa aktivitas perikanan komersial memiliki target penangkapan pada satu atau beberapa jenis ikan, seperti halnya pada perikanan trawl di Arafura (Purbayanto dan Riyanto 2005). Salah satu sumberdaya ikan demersal yang menjadi sasaran alat tangkap cantrang adalah ikan kuniran (Saputra et al. 2009).

Nelayan akan berupaya menambah hasil tangkapan untuk mengejar keuntungan dengan adanya fluktuasi hasil tangkapan pada dewasa ini. Untuk menghindari kerugian usaha, nelayan berupaya mendapatkan hasil tangkapan yang baik dengan melakukan modifikasi pada cantrang. Modifikasi dilakukan pada bentuk alat tangkap, teknik operasi penangkapan dan mencari daerah penangkapan ikan baru.

Selain itu, nelayan berupaya menggunakan kapal yang biasanya mengoperasikan alat tangkap lain menjadi kapal cantrang untuk menghindari kerugian usaha. Salah satunya dengan penggunaan kapal pukat cincin (purse seine) dengan merubah beberapa bagian dek kapal. Kapal tersebut memiliki ukuran lebih dari 20 gross tonage (GT), sehingga nelayan memperbesar ukuran alat tangkap yang digunakan.

(29)

peraturan operasi penangkapan, misalnya secara tidak langsung teknik operasi cantrang akan berubah dengan menggunakan alat bantu, sehingga bukan menjadi cantrang.

Area ruang kerja selain operasi penangkapan ikan sangat terbatas, yaitu dek kapal, dimana terdapat penempatan alat tangkap, alat bantu penangkapan dan aktivitas lainnya. Jaring dan tali slambar adalah dua komponen alat tangkap yang memerlukan ruang secara signifikan. Penempatan alat tangkap seperti jaring dan tali selambar di atas kapal memenuhi ruang gerak di dek. Alat tangkap yang akan dioperasikan, diletakkan pada bagian tertentu pada dek kapal.

Penempatan atau tata letak alat tangkap serta alat bantu penangkapan di atas dek kapal disesuaikan dengan alur aktivitas ABK pada saat operasi penangkapan ikan. Untuk mencapai kondisi yang optimal, penempatan alat tangkap tidak membatasi pergerakan ABK. Hal ini memberikan dampak pada lamanya waktu yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap agar lebih efektif, sehingga tingkat keberhasilan menangkap ikan menjadi lebih tinggi. Faktor waktu menjadi indikator produktivitas kerja di atas kapal, khususnya pencapaian efektivitas operasi penangkapan.

Jumlah ABK pada kapal cantrang disesuaikan dengan ukuran alat (tali selambar dan jaring) yang digunakan. Setiap perubahan jumlah ABK akan cenderung berdampak pada prosedur kerja, dan efektivitas operasi penangkapan. ABK mempunyai peran dan tugas masing-masing, bahkan seringkali bergantian dalam pelaksanaannya. Prosedur kerja di atas dek kapal belum menjadi perhatian khusus bagi nelayan. Nelayan menentukan prosedur kerja berdasarkan pengalaman serta biaya operasional. Aktivitas anak buah kapal (ABK) di atas kapal selama operasi penangkapan berlangsung haruslah berhati-hati, agar tidak mengalami kecelakaan yang tidak diinginkan.

Cara operasi penangkapan cantrang dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya ukuran alat tangkap, ukuran kapal, serta jumlah ABK selama operasi penangkapan. beberapa hal tersebut, saling terkait serta dapat mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan. Adanya prosedur kerja dan penempatan peralatan dan atau rangkaian alat tangkap di atas kapal akan membuat kenyamanan kerja dan peningkatan keberhasilan operasi penangkapan.

Setiap alat tangkap berkantong memiliki perbedaan bentuk, sehingga perlu ditentukan apakah suatu alat tangkap dapat dinamakan cantrang. Penentuan suatu alat tangkap dinamakan cantrang dapat dilakukan pengamatan dan pengkajian dari desain dan konstruksi alat, dan cara pengoperasiannya. Setiap bagian pada jaring yang membentuk cantrang memiliki ukuran jaring, benang dan materialnya. Demikian pula halnya dengan teknik pengoperasian cantrang, yang berbeda dengan jaring berkantong lainnya. Cantrang umumnya dioperasikan pada kedalaman tertentu dengan dasar perairan lumpur berpasir.

(30)

Tujuan

Tujuan umum penelitian adalah menentukan kesesuaian dimensi cantrang dan ruang dek kapal, agar operasi penangkapan menjadi optimal serta efisien dan efektif dengan memperhatikan keselamatan nelayan.

Tujuan khusus penelitian, yaitu:

1) Mengkaji desain dan konstruksi dengan menentukan bentuk cantrang serta melakukan komparasi bagian-bagian jaring yang digunakan pada kapal berukuran 20 GT.

2) Mengkaji tinggi bukaan mulut cantrang melalui uji cantrang skala model pada laboratorium flume tank untuk analisis performa jaring di laut.

3) Menganalisis tata letak alat tangkap, jaringan kerja dan tingkat pemanfaatan ruang di atas dek kapal yang mengoperasikan cantrang, dengan memperhatikan kenyamanan kerja untuk efektivitas pada operasi penangkapan.

Manfaat

Manfaat penelitian yang dilakukan, antara lain:

1) Manfaat bagi pemerintah, dapat menjadi bahan penyusunan dalam penentuan standardisasi alat tangkap, penentuan acuan kesesuaian antara desain dan konstruksi berdasarkan ukuran dalam upaya pengelolaan perikanan.

2) Manfaat bagi masyarakat, memberikan kontribusi pemikiran secara ilmiah bagi masyarakat untuk perancangan alat tangkap yang sesuai dengan ukuran kapal.

3) Manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan yakni dapat menjadi referensi bagi pengkajian alat tangkap khususnya, dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja.

4) Sebagai bahan evaluasi standar nasional tentang cantrang yang telah ditetapkan.

Ruang Lingkup

(31)

Penggunaan alat tangkap yang berukuran besar akan membutuhkan area penempatan yang lebih luas di atas dek kapal. Penempatan unit alat tangkap (cantrang dan tali selambar) seringkali menutup sebagian besar dek kapal. Kapal ukuran kecil dapat mengoperasikan ukuran cantrang yang kecil. Umumnya nelayan berupaya memperbesar ukuran alat tangkap, tanpa memperhatikan ruang kerja di atas dek kapal, sehingga produktivitas kerja menjadi rendah.

Kondisi tersebut di atas menimbulkan sejumlah pertanyaan terkait pengoperasian cantrang, diantaranya:

1) Apakah cantrang yang digunakan mempunyai desain dan konstruksi alat tangkap sesuai dengan rancangan cantrang atau telah mengalami modifikasi menjadi alat lain? Rancangan cantrang yang sebenarnya tidak dioperasikan dengan cara dihela.

2) Ketersediaan luas area kerja pada dek kapal yang berkaitan dengan sistem kerja di atas kapal serta penggunaan alat bantu dan penempatan alat tangkap yang digunakan, sehingga memenuhi persyaratan kenyamanan kerja.

3) Apakah terdapat kesesuaian antara ukuran kapal dan dimensi alat tangkap yang sehingga akan memberikan kenyamanan kerja bagi nelayan.

Cantrang yang digunakan nelayan di pantai Utara Jawa memiliki dimensi ukuran beragam. Beberapa kemungkinan penyebab keberagaman tersebut antara lain ukuran kapal yang digunakan, daerah operasi penangkapan pada perairan yang dalam, ukuran cantrang dan peralatan yang dimiliki nelayan.

Daerah penangkapan ikan nelayan cantrang, menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor Per.02/MEN/2011, mengatur daerah operasi penangkapan cantrang, yaitu pada jalur II dan III atau lebih dari 3 mil dari pantai, serta menggunakan kapal kurang dari 30 GT. Penelitian ini difokuskan pada alat tangkap cantrang dengan spesifikasi desain dan konstruksi alat tangkapnya. Cantrang yang diteliti adalah ukuran dan dimensi cantrang pada kapal dengan panjang 12 meter, dan atau berukuran antara 20 GT.

Data pengamatan dikumpulkan dari nelayan yang berbasis di pantai utara Jawa yang mengoperasikan alat tangkap cantrang. Lokasi pengambilan data merupakan daerah dengan jumlah pengguna alat tangkap cantrang yang dominan, sehingga diharapkan dapat merepresentasikan kondisi perikanan cantrang.

Penelitian ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut:

1) Alat tangkap cantrang yang diteliti dioperasikan menggunakan kapal berukuran 20 GT,

2) Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang (SNI 01-7236-2006) menjadi acuan, dan tidak dioperasikan dengan penghelaan, sehingga berbeda dengan mengoperasikan alat lainnya.

(32)

Kerangka Pikir

Alat tangkap cantrang yang telah dikenal nelayan Indonesia, banyak berkembang di pantai utara Jawa (Subani dan Barus 1989), mempunyai penamaan yang berbeda-beda di setiap daerah. Ada beberapa alasan penamaan, antara lain: berdasarkan hasil tangkapan terdapat udang dogol dinamakan dogol/arad, berdasarkan operasi penangkapan seperti payang dinamakan payangan, cantrang dinamakan cantrangan dan banyak lagi.

Ditinjau dari fungsinya, cantrang bertujuan untuk menangkap ikan demersal atau kolom perairan diatas permukaan dasar. Alat tangkap cantrang pada umumnya dioperasikan secara tradisional untuk penangkapan ikan-ikan yang hidupnya dekat dasar perairan yang dangkal (Mulyono 1986). Desain cantrang didalam operasinya berusaha memfilter kolom perairan pada area pengaruh (zone of influence) dan berupaya mengontrol tingkah laku ikan sehingga terkonsentrasi pada area aksi atau zone of action (Nikonorov 1975).

Operasi penangkapan ikan dengan cantrang pada saat ini cenderung mendekati daerah pantai dengan tujuan memaksimalkan hasil tangkapan. Pada beberapa daerah yang terancam dengan beroperasinya cantrang diperairannya. Indikasi yang timbul adanya kecenderungan cantrang dioperasikan seperti alat tangkap trawl yaitu melakukan penghelaan dan menangkap udang atau seluruh ikan dasar. Salah satu modifikasi yang dilakukan nelayan adalah cara operasi cantrang pada saat hauling dengan penghelaan. Disamping itu, modifikasi cantrang telah banyak dilakukan pada desain dan konstruksi, agar jumlah hasil tangkapan bertambah dan dapat mengembalikan modal usaha. Ada pula perbahan ukuran mata jaring yang semakin kecil, panjang tali selambar atar (head rope) dan sayap, penambahan dimensi yang semakin besar, serta teknik pengoperasian pada daerah operasi penangkapan yang dangkal sangat sering dilakukan oleh nelayan.

Ukuran kapal cantrang yang digunakan nelayan sangat bervariasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2011, alat tangkap cantrang dioperasikan menggunakan kapal berukuran kurang dari 30 GT, dan pada perairan lebih dari 4 mil. Pada kenyataannya banyak nelayan menggunakan kapal berukuran lebih dari ukuran yang diatur pemerintah. Aturan tersebut menjadi acuan, dimana ukuran kapal yang digunakan sebagai pembatas bagi nelayan untuk menentukan ukuran alat tangkap yang dapat dipergunakan. Nelayan berusaha memperbesar ukuran alat bertujuan untuk memaksimalkan ikan hasil tangkapan dan keuntungan semakin besar.

Cantrang yang berukuran besar akan mempunyai area penangkapan semakin luas dan kedalaman perairan semakin dalam. Teknik operasi penangkapan pada cantrang yang berukuran besar akan membutuhkan peralatan yang bertambah besar, sehingga dimungkinkan penyimpangan operasi penangkapan dapat terjadi.

(33)

dapat mengakibatkan konflik di antara nelayan. Untuk mengantisipasi dan menghindari terjadinya keresahan di antara nelayan, dan memberi peluang berusaha bagi nelayan skala kecil maka perlu adanya ketentuan yang mengatur penggunaan cantrang khususnya jalur penangkapan.

Food Agriculture Organization (FAO 1995), mengeluarkan tata laksana yang dikenal dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), didalamnya mengatur pelaksanaan perikanan bertanggung jawab yang menjelaskan prinsip-prinsip dan standar perilaku internasional dengan tujuan untuk konservasi, pengelolaan dan pengembangan sumberdaya akuatik yang efektif berkenaan dengan ekosistem dan biodiversitas. CCRF menghimbau adanya penggunaan alat tangkap dan praktek penangkapan yang selektif dan ramah lingkungan, serta memperhatikan tingkat keselamatan nelayan.

Menurut Chauvin et al. (2007), kegiatan penangkapan ikan di laut mempunyai risiko kerja yang sangat tinggi. Penelitian dilakukan untuk mengamati aktivitas nelayan selama operasi penangkaan yang berhubungan dengan kondisi keselamatan kerja pada setiap desain kapal.

Pemanfaatan ruang kerja pada kapal ikan, dapat mempengaruhi produktivitas kerja nelayan. Pembagian ruang kerja dibutuhkan untuk memudahkan arus lintas pekerja dan luasan area kerja yang nyaman dan meningkatkan keselamatan kerja di atas kapal. Beberapa lembaga internasional seperti International Maritime Organization (IMO), International Labour Organization (ILO), dan Food and Agriculture Organization (FAO) telah membuat aturan yang berkaitan dengan keselamatan pada kapal penangkapan ikan (Ben-Yami 2000; FAO 1995 2000 2005). Berdasarkan panduan keselamatan nelayan dan kapal ikan, penataan lokasi penempatan alat tangkap dan perlengkannya diupayakan lebih rendah di atas kapal untuk menghindari kesulitan luas pandang nakhoda. Lokasi menempatan alat tangkap dipersiapkan untuk dapat melakukan operasi penangkapan dan lokasi pengangkatan (hauling) hasil tangkapan harus berada pada tempat yang baik.

(34)
[image:34.595.60.481.86.607.2]

Gambar 1 Kerangka pikir Kebaruan (novelty)

Nilai kebaruan dari penelitian ini yaitu karakter cantrang nelayan yang mempunyai desain dan konstruksi sesuai nilai standar dengan tinggi dan bentuk bukaan mulut jaring optimal ketika penarikan tali selambar, serta mengantisipasi peluang kecelakaan dalam rangka mengoptimalkan operasi penangkapan ikan pada kapal 20 GT.

- Keragaan Penataan Peralatan,

- Alur dan Waktu Kerja pada Operasi Penangkapan

- Keselamatan Kerja (peluang kecelakaan)

Dimensi Cantrang Untuk Kapal 20 GT Aspek legal:

Kepres RI No 38/1980 Permen KP No. 02/2011

Unit Penangkapan Ikan (Cantrang)

Code of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF)

Alat Tangkap Cantrang

Kapal

Ukuran Bagian-bagian Cantrang

Dimensi Alat Tangkap

Dimensi & Ukuran Kapal

Tata Letak Peralatan dan Area Kerja (dek) Kapal

SNI 01-7236-2006 Desain dan Konstruksi Alat

Tangkap

(35)

2. METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Desember 2011 sampai dengan Juni 2012. Pengambilan data meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan data primer dilakukan pada dua lokasi, yaitu Kabupaten Rembang di sentra nelayan Tanjungsari, dan Kabupaten Lamongan Jawa Timur, di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong.

Gambar 2 Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: data sheet, alat tulis, dan program komputer (MS Word, dan MS Excel) serta beberapa alat ukur berupa penggaris (30 cm), roll meter (50 m), jangka sorong, Global Positioning System (GPS), stopwatch dan kamera digital.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data sampel dilakukan dengan dasar beberapa pertimbangan yang menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil. Data primer terdiri dari alat tangkap cantrang pada kapal berukuran 20 GT.

Nelayan yang menjadi sampel merupakan nelayan yang menggunakan alat tangkap cantrang dengan kapal berukuran 20 GT. Ukuran kapal 20 GT yang menjadi populasi merupakan kapal yang diukur (panjang x lebar x dalam) dilapangan dan masih beroperasi, sehingga tidak berdasarkan surat-surat atau keterangan nelayan. Jumlah nelayan cantrang kapal 20 GT berjumlah 36 unit di Pelabuahan Perikanan Pantai Tanjungsari, Kabupaten Rembang dan 17 unit di

U Peta

Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian Keterangan:

(36)

Brondong Kabupaten Lamongan. Berdasarkan data tersebut pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

1) Pengumpulan data primer dengan cara survei dan ditentukan pengambilan sampel dengan qouta sampling, yaitu 10% dari jumlah populasi sampel nelayan yang menggunakan cantrang pada ukuran 20 GT di lokasi penelitian; 2) Pengumpulan data sekunder, antara lain sebaran dan jumlah kapal penangkap

ikan di lokasi penelitian berupa laporan data statistik perikanan tangkap tingkat Kabupaten.

Data primer diperoleh secara langsung di lapangan/pelabuhan dengan bertemu langsung dengan pemiliki setiap kapal dan mengukur alat tangkap dan kapalnya. Jenis data dan informasi yang dikumpulkan antara lain:

1) Data teknis kapal perikanan : a. Nama kapal.

b. Jumlah kapal. c. Jenis dan tipe kapal. d. Dimensi/ukuran kapal.

e. Jenis alat penangkapan ikan yang digunakan.

f. Mesin kapal dan alat bantu (jenis/merk/daya/BBM). g. Peralatan keselamatan.

h. Peralatan komunikasi. i. Peralatan navigasi. 2) Data teknis alat tangkap :

a. Ukuran alat total. b. Bagian-bagian panel.

c. Jenis dan tipe bahan setiap bagian. d. Komponen tali temali.

e. Jenis dan tipe bahan tali.

f. Sumber pembelian bahan dan material. 3) Wawancara

a. Tugas ABK (nakhoda, juru mesin, juru alat, juru masak dan lainnya). b. Kenyamanan.

c. Persepsi.

d. Tingkat pengetahuan. e. Info kecelakaan.

Kerangka Penelitian

(37)
[image:37.595.111.507.91.633.2]

Gambar 3 Kerangka Penelitian

Untuk mengamati kondisi cantrang di dalam air, maka setelah mendapatkan data dari salah satu alat dibuatkan model. Kemudian model diuji performa pada flume tank dan diamati perilaku model tersebut. Hasil pengamatan dari model di flume tank, dijadikan acuan untuk performa cantrang yang digunakan nelayan.

Pengamatan selanjutnya dilakukan selama operasi penangkapan cantrang berlangsung. Pengambilan data setiap tahapan operasi penangkapan dikumpulkan seperti waktu, lokasi, alur kerja nelayan, pemanfaatan ruang kerja di atas dek dan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

Cantrang

Jaring Cantrang Kapal

Ukuran & Dimensi Cantrang

Dimensi & Ukuran Kapal

Tata Letak Peralatan dan Area Kerja (dek) Kapal Desain dan

Konstruksi cantrang

Analisis Komparasi (SNI

01-7236-2006)

Penataan dan Alur Kerja, Operasi Penangkapan

Analisis Jaringan Kerja

Analisis Keselamatan

Kerja

Rancangan Penataan Alat dan Alur Kerja, Operasi Penangkapan Uji performa

model/prototipe cantrang

(38)

Analisis Data

Karakteristik desain dan konstruksi alat tangkap cantrang ukuran kapal 20 GT

Karakteristik desain dan konstruksi cantrang yang dimiliki nelayan diidentifikasi dengan melakukan pengukuran dan pengamatan pada bagian-bagian cantrang. Pengumpulan data dilakukan di setiap lokasi penelitian pada kapal nelayan yang berukuran 20 GT. Analisis deskriptif komparatif digunakan untuk membandingkan data hasil pengukuran cantrang nelayan dengan Standar Nasional Indonesia SNI 01-7236-2006.

Uji performa jaring cantrang menggunakan model pada flume tank

Perilaku alat khususnya tinggi bukaan mulut jaring, pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan model jaring cantrang pada flume tank. Perancangan model menyesuaikan dengan ukuran bidang pengamatan pada flume tank. Pengambilan data dilakukan pada tiga kecepatan berbeda untuk mengamati tinggi bukaan mulut jaring dan prediksi bentuk bukaan mulut jaring. Perberbedaan kecepatan tersebut dapat diestimasi tinggi bukaan mulut jaring pada saat operasi penangkapan, sehingga dapat diprediksi kedalaman yang memungkinkan, agar nelayan dapat mengoptimalkan penggunaan cantrang.

Pemanfaatan ruang atas dek kapal dan alur kerja serta kemungkinan kecelakaan kerja pengoperasian

Kapal yang digunakan nelayan selama operasi penangkapan pada kapal berukuran 20 GT. Pengamatan difokuskan untuk mengetahui pengaruh penempatan alat tangkap pada dek kapal selama operasi penangkapan berlangsung.

(39)

3. KARAKTERISTIK DESAIN DAN KONSTRUKSI ALAT TANGKAP CANTRANG UKURAN KAPAL 20 GT

Pendahuluan

Setiap alat tangkap ikan memiliki desain dan konstruksi, yang sama atau mirip dan adapula yang berbeda. Alat tangkap yang memiliki fungsi yang sama, namun memiliki desain dan konstruksi berbeda. Adapun ukurannya sangat bervariasi yang tergantung pada kemampuan nelayan dalam mengoperasikannya.

Ukuran alat tangkap cantrang sangat bervariasi dimulai dari ukuran kecil dengan perahu 10 GT hingga ukuran besar yang dioperasikan dengan kapal berukuran lebih dari 30 GT. Umumnya alat tangkap ini dioperasikan di sekitar pesisir pantai, terutama alat yang mempunyai ukuran kecil sedangkan yang memiliki bentuk yang lebih besar lebih jauh dari pantai. Kondisi sebenarnya dilapangan banyak alat cantrang dapat dijumpai dibeberapa daerah, akan tetapi memiliki bentuk yang berbeda dari sebenarnya dan hal ini berlaku sebaliknya. Menurut Soewito dalam Nurfitasari (2005), beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, cantrang disebut sebagai dogol, payang atau potol, yaitu sejenis pukat tarik yang digunakan untuk menangkap ikan dasar (demersal) dengan jalan melingkarkan pukat pada perairan yang diduga banyak ikannya, kemudian menariknya.

Pada awalnya, usaha penangkapan cantrang dilakukan menggunakan perahu berukuran panjang (p) antara 6 - 7 m, lebar (l) antara 1,5 - 2 m, dalam (d) antara 0,5 - 1 m, panjang jaring dari ujung kantong sampai ujung kaki/sayap sekitar 8 - 12 m. Pada saat ini untuk mengoperasikan cantrang digunakan kapal berukuran panjang 18 m, lebar 7 m, dan dalam 2,75 m dengan kekuatan mesin 200 PS. Menurut Sudirman dan Achmar (2004), operasi penangkapan dengan jaring cantrang di Pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur dahulu masih menggunakan perahu layar jenis kememting, jakung, compreng, ataupun cantrangan. Perahu tersebut berukuran panjang 8 - 9 m dan lebar 1,5 m dengan jumlah nelayan sebanyak 3 orang, dimana 2 orang bekerja untuk menarik dan menurunkan jaring dan 1 orang sebagai juru mudi.

Cantrang merupakan alat tangkap ikan yang memiliki sayap, badan dan kantong, serta termasuk pada keompok alat tangkap berkantong (KKP 2009). Ukuran cantrang yang dioperasikan tergantung kapal yang digunakan dan daerah operasi penangkapannya. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi antara lain ukuran kapal, kemampuan mesin dan teknis operasi penangkapan. Ikan demersal merupakan ikan target tangkapan nelayan cantrang, antara lain Pepetek (Leiognathus sp.), Kurisi (Nimipterus hexodon) dan Biji Nangka (Upenus moluccensis) (Riyanto et al. 2011; Sudirman et al. 2008).

(40)

secara akurat melalui gambar dan grafik. Pada trawl dengan ukuran yang sama dapat mempunyai bukaan mulut yang berbeda, sehingga demikian pula pada ukuran trawl yang berbeda. Penentuan prototipe bentuk yang efektif dilakukan dengan metode membandingkan setiap bagian alat tangkap trawl. Pembandingan dilakukan antara dimensi struktur relatif dengan dimensi absolut berdasarkan Fridman (1986), dimana dimensi struktur relatif berdasarkan rasio.

N/L, A/L, B/L, C/L, D/L dengan :

A : Panjang jaring sayap bawah (meter) B : Panjang jaring belly (meter)

C : Panjang jaring codend (meter) D : Lebar jaring setelah square (meter) L : Panjang tali ris atas (meter)

N : Panjang jaring keseluruhan (meter)

Kecepatan tarik dari alat tangkap cantrang merupakan kecepatan yang memungkinkan kapal berupaya menarik alat tangkap dengan simbol V2,45. Nilai dari kecepatan tarik dapat dilihat melalui Tabel 1:

Tabel 1 Besaran koversi kecepatan dengan kecepatan tarik Kecepatan tarik

V2,45

knot meter / detik

0,50 0,25 0,033

1,00 0,50 0,183

1,50 0,75 0,494

2,00 1,00 1,000

Keterangan : V = Kecepatan

Pada konstruksi alat tangkap ikan terdiri dari bagian-bagian yang membentuk alat tersebut. Setiap bagian akan mempunyai bentuk tertentu dengan bahan yang ditentukan oleh nelayan. Bagian-bagian pada jaring cantrang sebagian besar disusun dengan jaring dan tali temali. Jaring cantrang mempunyai bagian-bagian berbeda, dimana setiap bagian memiliki ukuran benang, ukuran mata, jumlah mata jaring, serta ukuran dan panjang tali. Tali selambar sebagai tali penarik jaring mempunyai ukuran dan panjang yang disesuaikan dengan kebutuhan dan target tangkapannya. Perbedaan yang ada di bagian-bagian tersebut menjadi pembeda karakteristik dari sebuah alat tangkap.

Nelayan membuat alat tangkap bertujuan untuk menangkap target tangkapan tertentu dengan hasil tangkapan dalam jumlah banyak. Alat tangkap dibentuk menyesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi perairan, serta melakukan modifikasi berdasarkan pengalamannya. salah satu alat tangkap yang banyak digunakan nelayan pantai utara Jawa, yaitu cantrang.

(41)

utara Jawa, dapat ditemukan jaring cantrang yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda–beda. Disamping itu, perbedaan cantrang nelayan, diperlihatkan pula pada jenis bahan, ukuran benang serta mata jaring. Perbedaan yang ada, umumnya berdasarkan pengalaman dan kebiasaan selama lama.

Cantrang yang termasuk pukat tarik memiliki kantong, dioperasikan dengan tali selambar yang pengoperasiannya di dasar perairan dengan cara melingkari gerombolan ikan, penarikan dan pengangkatan pukat (hauling) dari atas kapal tanpa alat pembuka mulut jaring. Standar bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang pada SNI 01-7236-2006, menetapkan batasan ukuran dan sketsa dari bentuk baku konstruksi cantrang, serta metode pengoperasiannya.

Kondisi saat ini terdapat nelayan menggunakan cantrang berukuran sama yang dioperasikan dengan kapal berukuran berbeda, dan cenderung lebih besar. Pada sisi lainnya, dimungkinkan terdapat ukuran cantrang yang berbeda dioperasikan pada kapal yang sama. Adapula nelayan yang merubah fungsi kapal purse seine untuk dapat mengoperasikan jaring cantrang, sehingga nelayan akan berupaya merubah bentuk dan konstruksi jaring menjadi lebih besar.

Kapal berukuran besar digunakan nelayan untuk dapat mengoperasikan jaring cantrang pada perairan yang lebih jauh. Umumnya ukuran kapal yang banyak digunakan nelayan yaitu kurang dari (<) 30 GT atau ukuran kapal yang diperbolehkan mneggunakan jaring cantrang. Namun kenyataannya terdapat kapal berukuran besar dioperasikan pada daerah yang tidak diperbolehkan.

Untuk operasi penangkapan dengan jarak jauh dan waktu yang lama nelayan biasanya menggunakan kapal berukuran besar. Kapal yang berukuran besar akan memiliki alat tangkap yang besar atau jumlahnya banyak. Sehubungan ukuran alat yang cukup besar, maka daerah penangkapan ikan untuk alat tersebut berbeda dengan nelayan dengan alat tangkap kecil.

Pengoperasian cantrang dilakukan pada daerah pasir atau lumpur pasir, dimana pengaruh arah arus dan kekuatan arus mempengaruhi terbukanya mulut jaring. Akan tetapi berapa kekuatan kecepatan aliran arus yang harus dipenuhi, agar mulut jaring dapat mengembang dengan optimal dan hal ini masih menjadi pertanyaan.

Kecepatan dan arah arus perlu diperhatikan dan membutuhkan peralatan yang memadai dalam mengamatinya. Perubahan pada arah dan kecepatan yang dialami nelayan, seringkali membuat nelayan mengalami kegagalan dalam operasi penangkapan. Cantrang dioperasikan melawan arus, sehingga nelayan memiliki pola penurunan jaring agar mendapatkan posisi yang baik untuk menurunkan jaring. Penurunan jaring yang keliru menyebabkan jaring akan terpuntal dan operasi penangkapan menjadi gagal. Perubahan arus banyak terjadi ketika musim pancaroba dan pada kedalaman perairan yang berbeda di Laut Jawa.

(42)

Tujuan

Penelitian ini mempunyai tujuan:

1) Menentukan desain dan konstruksi cantrang pada kapal kurang dari 20 GT, yang dioperasikan oleh nelayan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Lamongan Jawa Timur.

2) Melakukan perbandingan dimensi setiap bagian bentuk konstruksi cantrang nelayan dengan nilai standar bentuk baku cantrang.

3) Mengetahui performa jaring yang digunakan nelayan saat operasi penangkapan cantrang.

Manfaat

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:

1) Data dan informasi karakter alat tangkap cantrang yang dioperasikan nelayan Pantura, khususnya di lokasi penelitian.

2) Bahan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam mengambil kebijakan dan penentuan pengaturan pengoperasian alat tangkap.

Metodologi

Waktu dan lokasi

Lokasi pengamatan yaitu Pelabuhan Perikanan Pantai Tanjungsari, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah dan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan Jawa Timur.

Kajian dilakukan dengan mengumpulkan data-data primer hasil pengukuran lapangan pada bulan Pebruari hingga Juni tahun 2012. Data sekunder berupa hasil pengamatan data alat tangkap pada Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan tahun 2009.

Bahan dan alat

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: 1) Alat ukur panjang (meteran, penggaris, jangka sorong/stigmat), 2) Alat ukur berat (timbangan digital),

3) Kamera digital, 4) Flume tank,

5) Global Positioning system (GPS), 6) Stopwatch,

7) Echo sounder, 8) Flowmeter,

(43)

Pengambilan data

Pengumpulan data dilakukan dengan mengukur alat tangkap cantrang sebanyak 4 (empat) unit yang beroperasi di pantai utara Jawa. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling, yaitu purposif (purposive sampling) menggunakan teknik judgment sampling dari populasi nelayan yang memiliki kriteria sebagai pengguna cantrang. Sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki informasi yang diperlukan dalam penelitian. Pengukuran dilakukan pada setiap bagian dari alat tangkap cantrang, seperti tali ris, sayap, badan dan kantong. Sentra perikanan cantrang ditentukan berdasarkan informasi instansi setempat. Selanjutnya pada populasi tersebut dikelompokkan ukuran kapal yang berukuran 20 GT atau sesuai dengan kriteria panjang kapalnya. Dengan selesainya pemilihan tersebut, dilakukan pengukuran cantrang dan luasan dek pada kapal. Pengumpulan data jaring dilakukan dengan mengumpulkan dokumen (perekaman dan foto) selama pengamatan berlangsung.

Analisis data

Berdasarkan SNI 01-7236-2006 (BSN 2006), cantrang memiliki karakteristik yang dilihat dari ratio dari perbandingan bagian-bagian jaring sesuai dengan teori Fridman (1986). Gambaran sketsa jaring cantrang dapat dilihat pada Gambar 4.

Analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif komparasi dari penghitungan karakteristik desain dan konstruksi hasil pengukuran lapangan dengan Standar pukat tarik cantrang (SNI 01-7236-2006). Pada analisis ini akan menjelaskan setiap bagian-bagian alat tangkap cantrang nelayan Rembang dan Brondong.

Batasan pada SNI 01-7236-2006 menjadi acuan untuk mengamati karakteristik desain dan konstruksi cantrang.

1) Batasan bentuk jaring ke arah memanjang merupakan nilai ratio perbandingan bagian-bagian jaring:

l/m; l/b; m/b; a/b; c/b; d/b; Sqr/b; e/b dan f/b ... (1) dengan:

l = panjang tali ris atas; m = panjang tali ris bawah; a = keliling mulut jaring; b = panjang total jaring;

(44)

Nilai batasan bentuk konstruksi cantrang arah memanjang berdasarkan SNI 01-7236-2006 sebagai berikut:

l/m = 0,890 - 1,035 l/b = 0,935 - 1,090 m/b = 0,970 - 1,130 a/b = 1,095 - 1,275 c/b = 0,535 - 0,625 d/b = 0,535 - 0,625 Sqr/b = -

e/b = 0,340 - 0,395 f/b = 0,050 - 0,060

Keterangan:

1) Panjang bagian-bagian kearah memanjang: 2) Panjang bagian-bagian kearah melintang:

Panjang tali ris atas : l Keliling mulut jaring : a Panjang tali ris bawah : m Setengah keliling mulut jaring : h Panjang total jaring : b Lebar ujung depan sayap atas : g2 Panjang bagian sayap atas : c Lebar ujung belakang sayap atas : g1 Panjang bagian sayap bawah : d Lebar ujung depan sayap bawah : h1 Panjang bagian badan jaring : e Lebar ujung belakang sayap bawah : h2 Panjang bagian kantong jaring : f Lebar ujung depan badan : i

[image:44.595.58.458.39.767.2]
(45)

2) Batasan bentuk jaring kearah melintang merupakan nilai ratio perbandingan antara lebar bagian-bagian jaring dengan lebar setengah keliling mulut jaring, dengan perbandingan:

g2 /h; g1 /h; h2 /h; h1 /h; i/h; i1 /h; j/h; j1 /h ... (2)

dengan :

h = setengah keliling mulut jaring; g2 = lebar ujung depan sayap atas

g1 = lebar ujung belakang sayap atas; h2 = lebar ujung depan sayap bawah

h1 = lebar ujung belakang sayap bawah; i = lebar ujung depan badan jaring

i1 = lebar ujung belakang badan jaring; j = lebar ujung depan kantong;

j1 = lebar ujung belakang kantong

Nilai batasan bentuk konstruksi cantrang secara melintang berdasarkan SNI 01-7236-2006 :

g2/h = 0,535 - 0,625

g1/h = 0,935 - 0,840

h2/h = 0,535 - 0,625

h1/h = 0,725 - 0,840

i/h = 1,000

i1/h = 0,160 - 0,185

j/h = 0,070 - 0,080 j1/h = 0,070 - 0,080

3) Bagian jaring dan jumlah kisi – kisi jaring yang dimiliki nelayan akan berbeda-beda atau setiap kapal. Jumlah kisi pada cantrang tertera pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2 Jumlah kisi-kisi pada jaring cantrang

No. Bagian – bagian jaring Jumlah kisi jaring*)

1. Bagian sayap atas 4 ~ 6

2. Bagian sayap bawah 4 ~ 6

3. Bagian medan jaring atas ---

4. Bagian badan 5 ~ 7

5. Bagian kantong 1 ~ 2

*) Identifikasi BBPPI

(46)
[image:46.595.62.490.27.840.2]

4) Pengamatan bahan material dan ukuran mata jaring pada setiap bagian jaring yang diamati mengacu pada Tabel 3.

Tabel 3 Material dan ukuran mata jaring cantrang

No Bagian - bagian jaring Material jaring*) Ukuran mata jaring*) 1. Bagian sayap atas PE.380 d/6 ~ d/9 atau R.

280 ~ 420 tex Ø = 0,64 ~ 0,83 mm

101,6 ~ 203,3 mm (4 ~ 8 inch) 2. Bagian sayap bawah

3. Bagian square - -

4. Bagian badan PA 210 d/9 ~ 12 atau R. 230 ~ 390 tex Ø = 0,50 ~ 0,65 mm

25,4 ~ 101,6 mm ( 1 ~ 4 inch)

5. Bagian kantong 19,1 ~ 25,4 mm

( ¾ ~ 1 inch) *) Identifikasi BBPPI

Sumber : Fachrudin et al. (2009)

5) Material dan ukuran diameter tali temali untuk alat tangkap cantrang berukuran sesuai dengan kebutuhan nelayan dengan mengacu pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Material dan ukuran tali temali pada jaring cantrang

No Tali temali Material tali temali Tegangan*) 1. Tali ris atas Polyethyline (PE) St. hr = (5 ~ 8) Rn

2. Tali ris bawah St. gr = (7 ~ 10) Rn

3. Tali kekang Polyamide (PA) St. br = (6 ~ 9) Rn

4. Tali selambar St. wr = (12 ~ 18) Rn

Catatan:

Pemberat cantrang = 3,50 ~ 6,50 kg

Daya apung cantrang (B) = 110 ~ 125 kgf/m Daya tenggelam cantrang (S) = 125 ~ 150 kgf/m *) Identifikasi BBPPI

Sumber : Fachrudin et al. (2009)

6) Karakteristik bentuk baku konstruksi cantrang memiliki nilai perbandingan diameter benang dengan ukuran mata jaring pada setiap bagian jaringnya. Nilai perbandingan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5 Perbandingan antara diameter benang dengan ukuran mata jaring No Bagian - bagian jaring Perbandingan Dt / mo*) Material jaring PE

1. Bagian sayap atas 0,0030 ~ 0,0085

2. Bagian medan jaring atas -

3. Bagian badan 0,0060 ~ 0,0330

4. Bagian kantong 0,0250 ~ 0,0425

(47)

Tabel 5 (lanjutan)

No Bagian - bagian jaring Perbandingan Dt / mo*) Materal jaring PA

1. Bagian sayap atas 0,0025 ~ 0,0065

2. Bagian medan jaring atas ---

3. Bagian badan 0,0045 ~ 0,0260

4. Bagian kantong 0,0195 ~ 0,0340

Pukat tarik cantrang rata – rata 0,0085 ~ 0,0225 *) Identifikasi BBPPI

Sumber : Fachrudin et al. (2009)

7) Hanging ratio (E) merupakan nilai perbandingan dari daya apung dan daya tenggelam pada setiap bagian jaring. Nilai E mengacu pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Nilai hanging ratio pada jaring cantrang

No Bagian – bagian jaring Hanging ratio (E)*)

1. Bagian sayap atas 0,85 ~ 0,90

2. Bagian mulut 0,50

3. Bagian badan 0,95 ~ 1,00

*) Identifikasi BBPPI

Sumber : Fachrudin et al. (2009)

8) Ukuran panjang tali temali untuk tali ris atas dan bawah, tali kekang dan tali selambar. Ukuran panjang yang sesuai dengan ukuran jaring dapat mengikuti Tabel 7 dan formula berikut.

Tabel 7 Panjang tali temali pada jaring cantrang

No Tali temali Panjang*)

1. Tali ris atas : l ( 0,860 ~ 1,050 ) x b 2. Tali ris bawah : m ( 0,890 ~ 1,090 ) x b

3. Tali kekang : br ( 0,032 ~ 0,036 ) x b

4. Tali selambar : wr ( 15,0 ~ 25,0 ) x b

Keterangan: b = panjang total jaring *) Identifikasi BBPPI

Sumber : Fachrudin et al. (2009)

(48)

Keliling mulut jaring (circumference at net mouth) dalam keadaan teregang, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis (Y.Shu dalam Nomura 1981), sebagai berikut:

45 . 2 2

/ 5 ,

2 xdl xV BHP a

... (3) dengan:

a = keliling mulut jaring (dalam m) dimana a/b = 1,065 – 1,305

BHP = daya motor penarik pukat/kapstan gardan (dalam HP), sebesar 85% x Maximum Continuous Rating (Break Horse Power = BHP)

Dt = diameter benang kisi – kisi jaring (dalam mm) mo = ukuran mata jaring kisi – kisi jaring (dalam mm)

d/l = perbandingan antara diameter benang jaring dengan ukuran mata jaring rata – rata (Dt / mo)

V = kecepatan tarik (1 ~ 2 knot atau 0,5 ~ 1,0 m/detik) b = panjang total jaring = ( 0,765 ~ 0,940 ) x a

10)Tahanan jaring (net resistance), dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis (Koyama T 1977). Tahanan jaring dipengaruhi oleh keliling mulut jaring, panjang total jaring perbandingan antara diameter benang jaring dengan ukuran mata jaring rata–rata, dan kecepata tarik. Jumlah tahanan jaring cantrang (Rn) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis (Koyama dalam Nomura 1981), sebagai berikut:

atau Rn = 16 x a x b x Dt / mo x V ² ... (4) dengan :

Rn = Tahanan jaring (Kgf )

a = Keliling mulut jaring dalam keadaan teregang

b = Panjang total jaring dalam keadaan teregang (dalam m)

= Perbandingan diameter benang jaring dengan ukuran mata jaring rata – rata (Dt/mo)

V = Kecepatan penarikan dan pengangkatan jaring (1 ~ 2 knot atau 0,5 ~ 1,0 m/detik)

Pada jaring cantrang memiliki kemampuan mengapung atau daya apung dan daya tenggelam. Komponen pukat tarik cantrang mempunyai massa jenis lebih kecil dari 1,00 gr/cm3 (massa jenis air tawar) atau lebih kecil dari 1,025 gr/cm3 (massa jenis air laut), maka komponen pukat tarik mempunyai daya apung. Sebaliknya bila memiliki nilai lebih besar dari 1,025 gr/cm3 akan memiliki daya tenggelam.

(49)

a. ℓ

B = Wk ( ——— - 1 ) ... (7) k

dengan:

B = Daya apung komponen

Wk = Berat komponen cantrang ( grf / kgf)

a. ℓ = Massa jenis air laut ( 1,025 gr/cm3 atau kg/dm3)  k = Massa jenis komponen cantrang (gr/kg)

Menurut Fridman (1969) karakteristik penting gerakan trawl di dalam air dipengaruhi oleh kedalaman trawl, jarak antara trawl dan kapal saat hauling sepanjang haluan yang ditempuh, dan panjang warp. Tahanan tali selambar (warp rope resistance), dapat ditentukan dengan menggunakan rumus atau formula teoritis dari Nomura (1975), yang disimbolkan sebagai Rwr dengan satuan

kilogram force (kgf). Nilai tahanan tali selambar dipengaruhi oleh sudut tali selambar terhadap arah aliran air (0,022 ~ 0,036), densitas/kerapatan massa air, panjang dan diameter tali selambar, dan kecepatan tarik (1 hingga 2 knot).

Kedudukan cantrang di dalam perairan tergantung dari sudut kemiringan tali selambar, panjang tali selambar dan kedalaman perairan. Sudut kemiringan tali selambar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

dengan:

β = Sudut kemiringan tali selambar terhadap garis tengah kapal (derajat) L = Panjang tali selambar (m)

H = Kedalaman perairan (m)

 = Sudut kemiringan tali selambar terhadap dasar perairan = 90° –β

Kecepatan kapal dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

3 3 / 2 2 s s V BHP x Ca atau BHP x Ca V    ... (8) dengan:

Vs = Kecepatan kapal (m/det)  = Displacement Kapal (ton)

Ca = Koefisien admirality (Kapal kayu 55 – 70) BHP = Daya motor penggerak kapal

11)Bukaan mulut jaring dapat diduga dengan menggunakan formula (Prado 1990), sebagai berikut:

- Bukaan mulut jaring vertikal

(50)

dengan:

VO = Dugaan bukaan mulut jaring secara vertikal (m) n = Jumlah mata jaring pada mulut jaring

a = Ukuran mata jaring (m) 0,25 (to) 0,3 = Hanging ratio

- Bukaan mulut jaring horizontal

... (10) dengan:

S = Dugaan jarak antar sayap pada mulut jaring (m) HR = Panjang tali ris atas (m)

0,5 (to) 0,6 = Hanging ratio

Hasil dan Pembahasan

Konstruksi jaring cantrang

Kajian desain dan konstruksi jaring cantrang dari data lapangan yang diperoleh sebagai berikut:

1) Keliling mulut jaring (a)

Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan keliling mulut jaring dari nelayan Rembang dan Brondong sebesar masing-masing 68,57 dan 37,72 m. Jaring nelayan rembang memiliki bukaan mulut yang lebih besar dibandingkan dengan jaring nelayan Brondong.

2) Komparasi karakteristik bentuk cantrang berdasarkan standar dan realisasi pembuatannya.

[image:50.595.57.486.25.794.2]

Berdasarkan hasil pengukuran dilapangan, cantrang yang dipergunakan nelayan memiliki beberapa kisi yang hampir sama (Tabel 8). Pada bagian sayap jaring memiliki 5 kisi, dimana dari seluruh sampel yang diukur mempunyai jumlah yang sama. Untuk bagian badan jaring cantrang terdiri dari 12 hingga 13 kisi, sedangkan kisi bagian kantong berjumlah 1 kisi. Tabel 8 Kisi-kisi pada bagian jaring

No. Bagian-bagian jaring Pengukuran

Rembang1 Rembang 2 Rembang 3 Brondong 4 1. Bagian sayap atas 5 kisi 5 kisi 5 kisi 5 kisi

Gambar

Gambar 1 Kerangka pikir
Gambar 3 Kerangka Penelitian
Gambar 4 Bagian-bagian jaring cantrang (BSN 2006)
Tabel 3 Material dan ukuran mata jaring cantrang
+7

Referensi

Dokumen terkait