Setelah pelarangan trawl tahun 1980, cantrang sebagai salah satu alat tangkap berkantong telah berkembang di wilayah pantai utara Jawa Tengah yaitu Rembang dan Jawa Timur yaitu Brondong. Pada kedua daerah ini terlihat adanya kemiripan pada desain pada bagian-bagian jaring cantrang, walaupun terdapat modifikasi yaitu penambahan kisi dibagian sayap dan badan jaring.
Jaring cantrang terdiri dari bagian sayap, badan dan kantong. Bagian sayap cantrang terdapat 5 bagian jaring, badan jaring terdapat 13 bidang jaring dan bagian kantong terdapat 1 bidang jaring. Seluruh bagian jaring tersebut disambung, sehingga dari bagian badan sampai bagian kantong yang cenderung menyempit atau membentuk kerucut.
Salah satu karakteristik cantrang yang dioperasikan nelayan pantai utara Jawa (Rembang dan Lamongan), yaitu bagian badan jaring yang memiliki kisi- kisi antara 11 – 13 bagian jaring. Bagian kantong cantrang cenderung lebih panjang dari sayap jaring berdasarkan perbandingan melintang. Dari perbandingan membujur tergambar bahwa bagian badan lebih pendek dari total panjang jaring, sehingga kantung jaring dapat lebih lebar dan panjang. Demikian pula bagian sayap pada jaring cantrang pada saat digunakan dapat membuka lebar dilihat dari perbandingan sayap atas dan lebar jaring. Berdasarkan perhitungan dari konstruksi jaring, keliling mulut jaring cantrang milik nelayan Rembang dan Brondong berturut-turut sebesar 46,56 m dan 55 m. Hal ini akan mempengaruhi daerah tangkapan yang sesuai untuk dioperasikan cantrang.
Daerah penangkapan cantrang umumnya berada pada perairan dangkal yaitu 10 hingga 30 m. Pada saat penelitian pengaruh arus pasang surut lebih dominan. Hal ini ditentukan oleh kedalaman daerah operasi yang masih dipengaruhi pasang surut. Berdasarkan hasil pengamatan pengujian cantrang model di flume tank menunjukkan bahwa dengan karakteristik jaring cantrang nelayan dapat dioperasikan pada daerah perairan dangkal. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui arah arus dan kecepatan penarikan jaring yang sesuai kemampuan.
Penangkapan yang dilakukan dekat dengan daerah Tanjung Jepara dan perairan pada kedalaman 20 – 30 meter, memiliki kecenderungan arah hauling seragam, yaitu menuju barat. Operasi penangkapan cantrang dilakukan pada kedalaman perairan 12 – 20 meter di utara Teluk Rembang, terdapat perpecahan arus menuju utara serta selatan dan arah hauling sering berubah berdasarkan perubahan arus. Aktivitas hauling pada area Teluk Rembang di kedalaman kurang dari 12 meter, arahnya cenderung seragam yaitu menuju utara.
Ditinjau dari kondisi tersebut, cantrang nelayan dapat dioperasikan pada kedalaman 25 meter di perairan utara Jawa dengan arus searah, sedangkan dibeberapa daerah yang berdekatan dengan perairan tanjung sangat sulit beroperasi dikarenakan pola arus yang tidak searah. Panjang lintasan saat penarikan tali selambar akan lebih panjang. Untuk mengoperasikan cantrang pada kedalaman lebih dari 25 meter, membutuhkan tali selambar yang lebih panjang,
namun penambahan tali selambar akan mengganggu ruang gerak nelayan diatas kapal.
Operasi penangkapan cantrang terdiri dari sembilan tahapan yang dimulai dengan penurunan tali pelampung dan tali selambar (pemutaran tali) yang dilakukan dibagian kanan kapal, penurunan danleno dan sayap jaring, penarikan selambar, pengangkatan danleno dan sayap, angkat badan, angkat dan buka kantong jaring, serta sortir penurunan pelampung hingga menaikkan bagian kantong jaring. Secara keseluruhan rata-rata satu kali pengoperasian cantrang dengan panjang tali selambar 850 meter dilakukan dalam waktu 60 hingga 65 menit (Hardiantiko et. al. 2011). Untuk panjang tali selambar 1000 meter, waktu pengoperasian cantrang diselesaikan rata-rata selama 1 jam 17 menit 37 detik atau 77 menit 37 detik. Panjang tali penarikan yang tersebut, menjadikan zona aksi (zone of action) cantrang untuk menggiring ikan semakin panjang.
Penelitian dapat memberikan gambaran besaran tinggi bukaan mulut jaring di dalam air melalui pengamatan pengujian dengan model cantrang skala laboratorium. Berdasarkan pengamatan laboratorium, tinggi bukaan mulut jaring semakin rendah dengan bertambahnya kecepatan arus di flume tank, dimana pada kecepatan 20, 30, dan 50 cm/dt, masing tinggi bukaan mulut jaring 34 cm, 24 cm dan 18 cm dengan prediksi tinggi jaring sebenarnya 10,2 m, 7,2 m dan 5,4 m. Performa jaring model akan menyesuaikan tinggi bukaan mulut jaring dengan kecepatan arus yang mengalir menuju sayap, badan hingga kantong, sehingga semakin besar arus yang mengalir, maka bukaan jaring akan semakin rendah (Kokane dan Hreinsson 2008). Tinggi jaring mulut jaring akan mengalami penurunan bersamaan dengan meningkatnya kecepatan dan penyebaran arus (Nikonorov 1975; Chi 1988; Queirolo D 2009) yang melewati model jaring.
Tinggi mulut jaring cantrang dapat mempengaruhi gerombolan ikan dan mencegah ikan untuk melepaskan diri hingga bagian kantong. Hal ini sesuai dengan yang diungkap Nikonorov (1975), dimana alat tangkap beraksi terhadap ikan pada zona aksi (zone of action) dan jarak ikan dengan mulut jaring semakin dekat maka akhirnya ikan tertangkap. Estimasi bentuk bukaan mulut jaring menunjukkan bahwa bentuk yang optimal atau bulat pada kecepatan 0,2 – 0,3 m/dt atau kurang dari 1 knot. Pada penelitian ini belum dapat mengukap perbedaan tinggi bukaan jaring perbandingan antara hasil laboratorium dengan kondisi saat beroperasi diperairan laut. Kondisi dan ukuran yang akurat dapat dilakukan menggunakan peralatan pendukung yang memadai, seperti net sonde.
Bagian mulut jaring cantrang dapat terbuka apabila adanya arus dan penarikan tali selambar menggunakan tenaga mekanis di kapal. Proses pengoperasian jaring memerlukan waktu tertentu, dimana waktu yang dibutuhkan untuk penarikan tali selambar sama dengan waktu yang diperlukan untuk menggerakkan cantrang di atas dasar perairan (Mulyanto dan Subroto 1993). Panjang tali selambar pada periaran dangkal akan memberikan luas sapuan semakin besar. Hal ini diperlihatkan dari hasil estimasi bahwa tali selambar yang berada di permukaan dasar perairan semakin panjang mencapai 800 m. Berdasarkan uraian tersebut, cantrang nelayan dimungkinkan untuk dioperasikan pada perairan dengan kedalaman yaitu 2 kali tinggi bukaan mulut jaring atau
berkisar pada kedalam 12 m, sedangkan panjang tali selambar dapat dikondisikan tetap.
Selama pengoperasian cantrang aktivitas berupa jaringan kerja yang berlangsung cukup cepat, dimana terdapat waktu-waktu aman dan kritis. Pada Jaringan kerja jalur kritis selama operasi berlangsung, antara lain pada tahap turun tali, angkat sayap jaring, angkat badan dan kantong jaring, serta sortir ikan.
Keterbatasan area kerja di atas kapal posisi ABK sangat aktif dimana akan banyak hilir mudik, memungkinkan terjadi kecelakaan terutama aktivitas hilir mudik ABK selama operasi penangkapan cantrang. Luasan kerja nelayan sangat sempit dan berisiko kecelakaan tinggi, seperti pada penarikan sayap, badan dan kantong jaring. ABK cenderung berdesakan, sehingga diperlukan area tambahan dan penggunaan peralatan khusus untuk penarikan tersebut.
Tingkat keparahan dan peluang kecelakaan tertinggi terdapat pada waktu aktivitas hauling, khususnya pada penyiapan mesin gardan yang menyebabkan meninggal dunia. Tahapan hauling rata-rata tingkat keparahan dan peluang kecelakaan berada pada indeks risiko 4 dan 5.
Tindakan pencegahan pada operasi penangkapan cantrang, antara lain peralatan tambahan dan alat bantu pada saat mengatur tali pada gardan, peraturan penggunaan alat dan teknis pada saat hauling dan pengaturan tali selambar, penambahan ruang kerja pada saat hauling. Peningkatan pengetahuan nelayan sangat dibutuhkan, khususnya penggunaan peralatan pada operasi penangkapan cantrang, seperti penanganan tali yang terbelit, jaring terpuntal dan terputusnya tali saat penarikan dan banyak lagi.
Area penarikan jaring sangat terbatas atau sempit, dimana pergerakan ABK tidak leluasa dan sering berdesakan. Berdasarkan pengamatan dilapangan teridentifikasi bahwa kecelakaan yang sering terjadi pada kegiatan penanrikan tali selambar. Untuk menghindari kondisi yang terbatas dan kecelakaan selama operasi penangkapan, perlu dilakukan rekayasa pengurangan panjang jaring dan penambahan peralatan yang membantu masalah tali yang terjepit (slip) pada kelos kapstan.
Nelayan Rembang dan Brondong sering kali mengoperasikan cantrang pada perairan dangkal bahkan mendekat pantai atau sekitar terumbu karang umumnya kedalaman 10 hingga 20 meter. Pada operasian penangkan cantrang tidak jarang mengalami kegagalan penangkapan. Hal ini disebabkan adanya perubahan arah arus perairan pada saat penurunan jaring atau adanya pertemuan arus yang berlawanan dan gelombang perairan yang tinggi. Sehingga bentuk dan konstruksi cantrang yang digunakan nelayan, dapat dioperasikan pada perairan dengan kedalaman tiga kali tinggi bukaan mulut jaring yang optimal.