KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN HYGIENE PERORANGAN DAN PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DENGAN KELUHAN GANGGUAN KULIT DAN
KECACINGAN PADA PETUGAS PENGANGKUT SAMPAH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2011
1. Apakah saudara/i mandi secara teratur (minimal 2 kali satu hari): a. Ya/selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
2. Apakah saudara/i mandi secara teratur dengan menggunakan sabun: a. Ya/selalu
c. Tidak
3. Apakah saudara/i mengganti pakaian sehari-hari (minimal 1 kali sehari): a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
4. Apakah saudara/i pernah memakai pakaian orang lain: a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang c. Ya/ selalu
5. Apakah pakaian sehari-hari saudara/i selalu dicuci sebelum dipakai: a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
6. Apakah pakaian sehari-hari saudara/i selalu dicuci dengan menggunakan sabun atau bahan pembersih pakaian lainnya:
a. Ya/ selalu b. Kadang-kadang c. Tidak
7. Apakah pakaian sehari-hari saudara/i selalu dijemur setelah dicuci : a. Ya/selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
8. Apakah saudara/i mencuci rambut secara teratur (minimal 2x seminggu): a. Ya/selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
9. Apakah saudara/i mencuci rambut dengan menggunakan shampoo atau bahan pencuci lainnya:
c. Tidak
10.Apakah saudara/i menggunakan topi atau payung untuk menghindari sinar matahari saat bepergian atau bekerja:
a. Ya/ selalu b. Kadang-kadang c. Tidak
11.Apakah saudara/i mengeringkan rambut terlebih dahulu sebelum menggunakan topi, helm atau penutup kepala lainnya:
a. Ya/ selalu b. Kadang-kadang c. Tidak
12.Apakah saudara/i melepas ikat rambut dan/ penutup kepala pada saat tidur: a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
13.Apakah saudara/i membersihkan atau menyikat gigi minimal 2x sehari atau setiap sehabis makan:
a. Ya/ selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
14.Setiap membersihkan/ menyikat gigi, apakah saudara/i selalu memakai sikat gigi sendiri:
a. Ya/ selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
15.Setiap membersihkan/ menyikat gigi, apakah saudara/i menggunakan pasta gigi:
16.Apakah saudara/i mengganti sikat gigi minimal setiap 4 bulan sekali: a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
17.Apakah saudara/i membersihkan bagian dalam, permukaan gigi serta lidah setiap kali menyikat gigi:
19.Apakah saudara/i menggunakan handuk dan sapu tangan orang lain: a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang c. Ya/ selalu
20.Apakah saudara/i membersihkan telinga secara teratur: a. Ya/ selalu
b. Kadang- kadang c. Tidak pernah
21.Apakah saudara/i menggunakan benda tajam setiap membersihkan telinga: a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang c. Ya/ selalu
22.Apakah saudara/i mencuci tangan sebelum makan: a. Ya/selalu
23.Apakah saudara/i mencuci tangan setelah bekerja: a. Ya/selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
24.Apakah saudara/i menggunakan sabun setiap kali mencuci tangan: a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
25.Apakah saudara/i mencuci kaki sebelum tidur: a. Ya/ selalu
b. Kadang/kadang c. Tidak
26.Apakah saudara/i mencuci kaki setelah bekerja: a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
27.Apakah saudara/i menggunakan sabun setiap kali mencuci kaki: a. Ya/selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak
III. Pemakaian Alat Pelindung Diri
30.Apakah saudara/i memakai pakaian pelindung/ pakaian kerja setiap kali bekerja:
a. Ya/selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
31.Apakah saudara/i memakai pakaian pelindung/ pakaian kerja yang menutupi seluruh tubuh:
a. Ya/ selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
32.Apakah saudara/i memakai pakaian kerja dalam keadaan bersih: a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
33.Apakah saudara/i menggunakan pelindung tangan/ sarung tangan setiap kali bekerja:
a. Ya/selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
36.Apakah saudara/i menggunakan alas kaki yang tertutup : a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
37.Apakah saudara/i menggunakan alas kaki yang tertutup dalam keadaan bersih setiap saat bekerja:
a. Ya/selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
38.Apakah saudara/i menggunakan masker setiap kali bekerja: a. Ya/ selalu
b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
39.Apakah saudara/i menggunakan masker setiap kali bekerja dalam keadaan bersih:
a. Ya/ selalu b. Kadang-kadang c. Tidak pernah
IV. Keluhan Gangguan Kulit
40.Apakah saudara/i pernah mengalami keluhan kesehatan kulit sebagai berikut selama bekerja:
41.Kapan saudara/i mulai mengalami keluhan tersebut: _______________________
_______________________
43.Seberapa sering saudara/i mengalami keluhan tersebut: a. 3 bulan : ___ kali
b. 1 bulan : ___ kali c. 1 minggu: ___ kali
44.Apakah keluhan tersebut hilang setelah diobati dan timbul lagi setelah kontak dengan sampah?
a. Ya b. Tidak
45.Ketika anda mengalami keluhan tersebut, siapa yang melakukan pengobatan:
Lampiran 7. Output Analisa Data
Distribusi Responden Berdasarkan Umur Kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 15-22 7 15.6 15.6 15.6
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-laki 45 100.0 100.0 100.0
Distribusi Responden Berdasarkan Lama bekerja Kategorik (tahun) Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid < 6 tahun 24 53.3 53.3 53.3
6 tahun lebih 21 46.7 46.7 100.0
Total 45 100.0 100.0
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Tingkat pendidikan
Distribusi Responden Berdasarkan Hygiene perorangan Kategorik Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Pemakaian APD kategorik
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Memenuhi syarat 4 8,9 8,9 8,9
Tidak memenuhi syarat
41 91,1 91,1 100,0
Total 45 100,0 100,0
Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Gangguan Kulit
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Ada keluhan 23 51.1 51.1 51.1
Tidak ada keluhan
22 48.9 48.9 100.0
Total 45 100.0 100.0
Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Kesehatan Kulit yang Dialami Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Gatal-gatal 16 35.6 69.6 69.6
Bercak merah 1 2.2 4.3 73.9
Benjolan berisi cairan 4 8.9 17.4 91.3
Benjolan tidak berisi cairan
1 2.2 4.3 95.7
Luka yang bernanah 1 2.2 4.3 100.0
Total 23 51.1 100.0
Missing System 22 48.9
Distribusi Responden Berdasarkan Pemeriksaan Kecacingan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Ditemukannya telur
Jenis cacing yang ditemukan pada feses Frequency Percent
Distribusi Responden Berdasarkan Observasi Kebersihan Kuku
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Kuku bersih dan
Hygiene Perorangan Kategorik * Mengalami Keluhan Gangguan Kulit
Mengalami keluhan gangguan kulit
Total Ada keluhan Tidak ada keluhan
Hygiene perorangan kategorik
Baik 23 22 45
Chi-Square Tests
Value df
Continuity Correctionb ,228 1 ,633
Likelihood Ratio 1,049 1 ,306
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,96. b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square ,549a 1 ,459
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,990 1 ,320
Fisher's Exact Test 1,000 ,613
Linear-by-Linear Association
,537 1 ,464
N of Valid Cases 45
a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,44. b. Computed only for a 2x2 table
syarat Expected Count
4,6 36,4 41,0
Total Count 5 40 45
Expected Count
Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian
Gambar 1. Salah Satu Truk Pengangkut Sampah
Gambar 3. Petugas Pengangkut Sampah yang Bekerja Tanpa Memakai APD
Gambar 5. Peneliti Melakukan Wawancara Saat Responden Beristirahat
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2011. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) Saat Bekerja. Diakses dari http://www.asuransi-kesehatan.org/, tanggal 8 Agustus 2011 Asror, F. 2005. Hubungan Higiene perorangan dengan Kejadian Kecacingan
pada Petugas Pengangkut Sampah di Kota Pekalongan. Diakses dari http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=2511, tanggal 20 September 2011
Aswar, A., 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedelapan, PT Mutiara Sumber Widya, Jakarta
Brown, Robin G. dan Tony B., 2005. Lecture Notes Dermatologi. Edisi Kedelapan. Erlangga Medical Series, Jakarta
Chahaya S, I. 2005. Perilaku tentang Pemakaian Alat Pelindung Diri serta Keluhan Kesehatan Petugas Penyapu Jalan di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/, tanggal 20 September 2011
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Cetakan Pertama, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Chandra,Y. G., dkk. 2006. Analisis Jalur Pemajanan terhadap Kejadian Kecacingan pada Petugas Pengangkutan Sampah Kota Surakarta. Diakses dari http://ebooktake.biz/view/ebook/, tanggal 27 April 2011
Dainur. 1995. Materi-materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ketiga, Widya Medika, Jakarta
Daryanto, 2003. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bengkel. Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta
Djuanda, A., dkk, 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cetakan Pertama, Penerbit FKUI, Jakarta
Entjang, I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ketigabelas, PT Citra Aditya Bakti, Bandung
Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan Pertama, Hipokrates, Jakarta Hetharia, R., 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Cetakan
Karim, M. H., Hasbi I., Rita D. 2008. Hubungan Hygiene Perorangan dengan Penyakit Kulit pada Anak Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Bittuang Kabupaten Tana Toraja. Diakses dari http://www.poltekkes-mks.ac.id/index.php/tutorials-mainmenu-48/, tanggal 12 April 2013
Mukono, H.J. 2006. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Edisi Kedua, Airlangga University Press, Surabaya
Muslim, H.M. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Cetakan Pertama, Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Notoatmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua, PT Rineka Cipta, Jakarta.
____________ . 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Cetakan Pertama, PT Rineka Cipta, Jakarta.
Pasricha, J.S., 2002. Treatment of Skin Diseases. Fourth Edition, Oxford & IBH Publishing CO. PVT. LTD, Kolkatta.
Potter, 2005. Fundamental Keperawatan. Edisi Keempat, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Ridley, J., 2008. Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta
Sarwono, E., dkk. 2002. Green Company Pedoman Pengelolaan Lingkungan, Keselamatan & Kesehatan Kerja (LK3). Cetakan Pertama, PT Astra International Tbk, Jakarta.
Sauer, G. C., 1985. Manual of Skin Diseases. Fifth Edition, J. B. Lippincott Company, United States of America
Sembiring, K. 2011. Karakteristik dan Pengetahuan Produsen terhadap Zat Pewarna pada Gulali di Sekolah Dasar di Kecaamatan Medan Baru (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Situmeang, S. M. F. 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol
di PT X Medan (Tesis). Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Slamet, J. S. 2009. Kesehatan Lingkungan. Cetakan Kedelapan, Gadjah Mada
Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya.
Soter, N. A., and Howard P. B., 1984. Pathophysiology of Dermatologic Diseases. McGraw-Hill Book Company, United States of America
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Cetakan Keenam, Alfabeta, Bandung
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Widada, A. 2001. Hubungan Antara Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri
dan Personal Hygiene dengan Intensitas Infeksi Cacing Perut dan Status Gizi pada Pekerja Pengangkut Sampah di Kota Yogyakarta.
Diakses dari
http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail &act=view&typ=html&buku_id=7260&obyek_id=4, tanggal 4 April 2013
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan desain cross sectional, yaitu suatu pendekatan yang sifatnya sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam suatu kurun waktu tertentu, untuk mengetahui hubungan
hygiene perorangan dan penggunaan alat pelindung diri terhadap keluhan gangguan kulit dan kecacingan pada petugas pengangkut sampah.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena :
1. Masih banyak petugas pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar merupakan satu instansi pemerintah yang belum lama terbentuk, dimana sebelumnya proses pengangkutan sampah dikelola oleh setiap kecamatan yang ada di Kota Pematangsiantar.
3. Belum pernah dilakukan penelitian yang sama di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar.
3.2.2. Waktu Penelitian
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah petugas pengangkut sampah yang berjumlah 81 orang di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar pada tahun 2011. 3.3.2. Sampel
Oleh karena skala pengukuran variabel adalah kategorik, maka untuk perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut:
2
p = proporsi dari pustaka didapat 0,69
3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Adapun pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling. Dari jumlah populasi yaitu 81 orang, sampel yang diinginkan adalah 45 responden. Oleh karena anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel, maka pengambilan sampel dilakukan dengan mengundi anggota populasi (lottery technique). Sebelum dilakukan pengundian, populasi disusun dalam daftar kerangka sampling (sampling frame). Dari kerangka sampling ditarik 45 responden secara acak sebagai sampel yang akan diteliti, dalam hal ini pengambilannya dengan cara mengundi populasi melalui kerangka sampling sehingga semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data primer, berupa data: karakteristik responden; kondisi hygiene
perorangan; pemakaian Alat Pelindung Diri (APD); keluhan gangguan kulit; dan kejadian kecacingan, diperoleh dari observasi dan wawancara langsung dengan petugas pengangkut sampah yang terpilih menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan dan pilihan jawaban yang telah disediakan dan pemeriksaan laboratorium. 3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder, berupa profil Dinas Kebersihan; dan data jumlah petugas pengangkut sampah, diperoleh dari Kantor Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar. 3.5. Defenisi Operasional
rambut dan kulit kepala, kebersihan gigi, kebersihan mata, kebersihan telinga serta kebersihan tangan, kaki dan kuku.
2. Alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya.
3. Keluhan gangguan pada kulit adalah rasa gatal-gatal (saat pagi, siang, malam, ataupun sepanjang hari), muncul bercak merah, bercak putih, benjolan berisi cairan, benjolan tidak berisi cairan, luka yang bernanah pada kulit permukaan tubuh.
4. Cacingan (atau sering disebut kecacingan) merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat.
3.6. Aspek Pengukuran
Aspek pengukuran adalah mengukur hygiene perorangan dan pemakaian alat pelindung diri. Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Likert (Sugiyono, 2008).
1. Hygiene Perorangan
Hygiene perorangan ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan adalah 29 dengan total skor sebesar 87 dengan kriteria sebagai berikut:
b. Jawaban b = 2 c. Jawaban c = 1
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam dua (dua) kategori yaitu: -. Baik, bila responden memberi jawaban yang benar ≥ 80 % atau memiliki
nilai (skor) ≥ 70 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang hygiene
perorangan.
-. Kurang, bila responden memberikan jawaban yang benar < 80 % atau memiliki nilai (skor) < 70 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang
hygiene perorangan. 2. Pemakaian alat pelindung diri
Pemakaian alat pelindung diri ini dapat diukur dengan memberikan skor terhadap kuesioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan adalah 10 dengan total skor sebesar 30 dengan kriteria sebagai berikut:
Untuk setiap pertanyaan mempunyai 3 pilihan yaitu: a. Jawaban a = 3
b. Jawaban b = 2 c. Jawaban c = 1
Berdasarkan jumlah nilai diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kategori yaitu: -. Memenuhi syarat, bila responden memberi jawaban yang benar ≥ 80% atau
memiliki nilai (skor) ≥ 24 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang
-. Tidak memenuhi syarat, bila responden memberikan jawaban yang benar < 80% atau memiliki nilai (skor) < 24 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang pemakaian alat pelindung diri.
3. Keluhan Gangguan Kulit
Ada salah satu keluhan gangguan kulit, seperti: gatal-gatal (saat pagi, siang, malam, ataupun sepanjang hari), muncul bercak merah, bercak putih, benjolan berisi cairan, benjolan tidak berisi cairan, luka yang bernanah pada kulit permukaan tubuh.
4. Kecacingan
Dengan melihat ditemukannya telur cacing pada feses petugas pengangkut sampah melalui pemeriksaan laboratorium.
3.7. Alat, Bahan dan Prosedur Penelitian Pemeriksaan Kecacingan 3.7.1. Alat dan Bahan Penelitian Laboratorium
Alat : - deck glass (kaca penutup) - lidi
- mikroskop - objek gelas Bahan: feses
Reagensia : eosin 1%
3.7.2. Prosedur Pemeriksaan Kecacingan
berisi feses responden untuk diperiksa di laboratorium. Adapun prosedur pemeriksaan kecacingan di laboratorium adalah:
1. Teteskan eosin 1% pada objek gelas.
2. Tambahkan feses seujung lidi dan ratakan di atas objek gelas pada eosin. 3. Tutup dengan deck glass.
4. Lihat di bawah mikroskop. Telur cacing yang umumnya berwarna kekuningan akan berubah warna menjadi merah. Jika hal ini terlihat, maka telur cacing dikatakan positif pada feses. Sebaliknya telur cacing dikatakan negatif pada feses jika tidak ada perubahan warna.
3.8. Teknik Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan mendeskripsikan masing-masing variabel yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Oleh karena masing-masing variabel independen dan variabel dependen merupakan data kategorik maka kemudian data dianalisa dengan menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Analisa data dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas dengan α (0,05). Ho diterima jika p>α berarti tidak ada hubungan dan Ho ditolak jika
p<α berarti ada hubungan. Apabila uji Chi-square tidak memenuhi syarat maka
BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kantor Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar terletak di Kelurahan Pondok Sayur Kecamatan Siantar Martoba Kota Pematangsiantar. Susunan organisasi Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar mulai dibentuk dan beroperasi kembali sejak dikeluarkannya Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar No. 02 tahun 2011 terhitung sejak tanggal 28 Februari 2011 yang sebelumnya pengangkutan sampah dikelola oleh setiap Kecamatan di Kota Pematangsiantar. Petugas pengangkut sampah Kota Pematangisiantar tercatat sebanyak 81 orang. Wilayah kerja petugas pengangkut sampah meliputi Pasar Horas, Pasar Dwikora dan enam kecamatan yang terdiri dari 43 kelurahan. Jenis armada pengangkut sampah sebanyak 3 jenis, yaitu: truk besar (fuso)/ armroll 5 unit yang ditempatkan dan diangkut dari pasar kota pematangsiantar, truk sedang (colt diesel) 27 unit yang digunakan untuk mengangkut sampah dari TPS di tiap kelurahan, dan truk kecil (pick up) 4 unit digunakan sebagai penyisir/ patroli sampah yang di tiap wilayah kerja apabila ada sampah yang tertinggal.
4.2. Karakteristik Responden 4.2.1. Umur
Tabel 4.1. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Kelompok terbanyak adalah berada pada usia 23-30 tahun, yaitu sebanyak 15 orang (33,3%) dan 1 orang (2,2%) responden berada pada kelompok umur 55-62 tahun.
4.2.2. Jenis Kelamin
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar dapat diketahui bahwa keseluruhan responden yang bekerja berjenis kelamin laki-laki, yaitu berjumlah 45 orang (100%).
4.2.3. Lama Bekerja
Distribusi responden berdasarkan lama bekerja di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar dapat di lihat pada Tabel 4.2. di bawah ini:
Tabel 4.2. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Lama Bekerja di Kota Pematangsiantar
No. Lama Bekerja n %
1. < 6 tahun 24 53.3
2. ≥ 6 tahun 21 46.7
Total 45 100.0
4.2.4. Tingkat Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar dapat dilihat pada Tabel 4.3. di bawah ini:
Tabel 4.3. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kota Pematangsiantar
No. Tingkat Pendidikan n %
1. Dasar 18 40.0
2. Menengah 27 60.0
Total 45 100.0
Berdasarkan tabel 4.3. di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak adalah yang berpendidikan menengah yaitu sebanyak 27 orang (60.0%).
4.3. Hygiene Perorangan Responden
Distribusi responden berdasarkan hygiene perorangan yang meliputi: kebersihan kulit, kebersihan rambut dan kulit kepala, kebersihan gigi, kebersihan mata, kebersihan telinga, kebersihan tangan, kaki dan kuku, dapat dilihat pada Tabel 4.4. di bawah ini:
Tabel 4.4. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Hygiene Perorangan di Kota Pematangsiantar
No. Hygiene Perorangan
Skor
1 2 3
n % n % n %
1. Mandi secara teratur (minimal 2 kali satu
hari) 8 17.8 6 13.3 31 68.9
2. Mandi secara teratur dengan menggunakan
sabun 0 0.0 0 0.0 45 100.0
3. Mengganti pakaian sehari-hari (minimal 1
kali sehari) 2 4.4 3 6.7 40 88.9
4. Pernah memakai pakaian orang lain 0 0.0 11 24.4 34 75.6
5. Pakaian sehari-hari selalu dicuci sebelum
dipakai 0 0.0 2 4.4 43 95.6
menggunakan sabun atau bahan pembersih pakaian lainnya
7. Pakaian sehari-hari selalu dijemur setelah
dicuci 0 0.0 0 0.0 45 100.0
8. Mencuci rambut secara teratur (minimal 2x
seminggu) 1 2.2 3 6.7 41 91.1
9. Mencuci rambut dengan menggunakan
shampoo atau bahan pencuci lainnya 0 0.0 0 0.0 45 100.0
10. Menggunakan topi atau payung untuk menghindari sinar matahari saat bepergian atau bekerja
6 13.3 7 15.6 32 71.1
11. Mengeringkan rambut terlebih dahulu sebelum menggunakan topi, helm atau penutup kepala lainnya
8 17.8 6 3.3 31 68.9
12. Melepas ikat rambut dan/ penutup kepala
pada saat tidur 2 4.4 3 6.7 40 88.9
13. Membersihkan atau menyikat gigi minimal
2x sehari atau setiap sehabis makan 17 37.8 4 8.9 24 53.3
14. Memakai sikat gigi sendiri pada saat
membersihkan/ menyikat gigi 1 2.2 0 0.0 44 97.8
15. Menggunakan pasta gigi setiap
membersihkan/ menyikat gigi 1 2.2 0 0.0 44 97.8
16. Mengganti sikat gigi minimal setiap 4 bulan
sekali 16 35.6 8 17.8 21 46.7
17. Membersihkan bagian dalam, permukaan
gigi serta lidah setiap kali menyikat gigi 14 31.1 3 6.7 28 62.2
18. Istirahat atau tidur secara teratur dan cukup
(6-7 jam setiap hari) 11 24.4 23 51.1 11 24.4
19. Menggunakan handuk dan sapu tangan orang
lain 1 2.2 7 15.6 37 82.2
20. Membersihkan telinga secara teratur 1 2.2 11 24.4 33 73.3
21. Menggunakan benda tajam setiap
membersihkan telinga 0 0.0 8 17.8 37 82.2
22. Mencuci tangan sebelum makan 0 0.0 0 45 100.0
23. Mencuci tangan setelah bekerja 0 0.0 1 2.2 44 97.8
24. Menggunakan sabun setiap kali mencuci
tangan 0 0.0 6 13.3 39 86.7
25. Mencuci kaki sebelum tidur 31 68.9 2 4.4 12 26.7
26. Mencuci kaki setelah bekerja 1 2.2 2 4.4 42 93.3
27. Menggunakan sabun setiap kali mencuci kaki 2 4.4 7 15.6 36 80.0
28. Membersihkan/ memotong kuku 1 kali dalam
seminggu 5 11.1 12 26.7 28 62.2
29. Memotong kuku sampai pendek dan
Keterangan:
1. Skor 1 berarti responden menjawab ‘tidak’ dari pertanyaan yang diajukan
2. Skor 2 berarti responden menjawab ‘kadang-kadang’ dari pertanyaan yang diajukan
3. Skor 3 berarti responden menjawab ‘ya’ dari pertanyaan yang diajukan
handuk dan sapu tangan orang lain, 73,3% responden membersihkan telinga secara teratur, 82,2% responden tidak menggunakan benda tajam setiap membersihkan telinga, 100% responden mencuci tangan sebelum makan, 97,8% responden mencuci tangan setelah bekerja, 86,7% responden menggunakan sabun setiap kali mencuci tangan, 68,9% responden tidak mencuci kaki sebelum tidur, 93,3% responden mencuci kaki setelah bekerja, 80,0% responden menggunakan sabun setiap kali mencuci kaki, 62,2% responden membersihkan/ memotong kuku 1 kali dalam seminggu, 88,9% responden memotong kuku sampai pendek dan membersihkannya. 4.4. Alat Pelindung Diri yang Dipakai Responden
Alat pelindung diri yang dipakai oleh responden meliputi pakaian pelindung, sarung tangan, alat pelindung kaki, masker. Distribusi responden di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar berdasarkan pemakaian alat pelindung diri dapat dilihat pada Tabel 4.5. di bawah ini:
Tabel 4.5. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Pemakaian APD di Kota Pematangsiantar
No. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Skor
1 2 3
n % n % n %
1. Memakai pakaian pelindung/ pakaian
kerja setiap kali bekerjas 0 0.0 0 0.0 45 100.0 2. Memakai pakaian pelindung/ pakaian
kerja yang menutupi seluruh tubuh 20 44.4 12 26.7 13 28.9 3. Memakai pakaian kerja dalam keadaan
bersih 0 0.0 20 44.4 25 55.6
4. Menggunakan pelindung tangan/ sarung
tangan setiap kali bekerja 40 88.9 3 6.7 2 4.4 5. Menggunakan pelindung tangan/ sarung
tangan dalam keadaan bersih setiap kali bekerja
41 91.1 3 6.7 1 2.2 6. Menggunakan alat pelindung kaki/ alas
7. Menggunakan alas kaki yang tertutup 24 53.3 8 17.8 13 28.9 8. Menggunakan alas kaki yang tertutup
dalam keadaan bersih setiap saat bekerja 27 60.0 15 33.3 3 6.7 9. Menggunakan masker setiap kali bekerja 41 91.1 3 6.7 1 2.2 10. Menggunakan masker setiap kali bekerja
dalam keadaan bersih 41 91.1 3 6.7 1 2.2
1. Skor 1 berarti responden menjawab ‘tidak’ dari pertanyaan yang diajukan
2. Skor 2 berarti responden menjawab ‘kadang-kadang’ dari pertanyaan yang diajukan
3. Skor 3 berarti responden menjawab ‘ya’ dari pertanyaan yang diajukan
4.5. Keluhan Gangguan Kulit
Distribusi responden yang mengalami keluhan gangguan kulit selama bekerja di Dinas Kebersihan Kota Pematangsiantar dapat dilihat pada Tabel 4.6. di bawah ini: Tabel 4.6. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Ada Tidaknya
Keluhan Gangguan Kulit di Kota Pematangsiantar
No. Keluhan Gangguan Kulit n %
Keluhan gangguan kulit selama bekerja
1. Ada Keluhan 23 51.1
2. Tidak ada keluhan 22 48.9
Total 45 100.0
Keluhan gangguan kulit yang dirasakan
1. Gatal-gatal 16 69.6
2. Bercak merah 1 4.3
3. Bercak putih 0 0.0
4. Benjolan berisi cairan 4 17.4
5. Benjolan tidak berisi cairan 1 4.3
6. Luka yang bernanah 1 4.3
Total 23 100.0
4.6. Kecacingan
Distribusi responden yang mengalami kecacingan dengan ditemukannya telur cacing pada feses dalam pemeriksaan di laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4.7. di bawah ini:
Tabel 4.7. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Pemeriksaan Kecacingan di Kota Pematangsiantar
Pemeriksaan Kecacingan n %
Ditemukan telur cacing pada feses 5 11.1
Tidak ditemukan telur cacing pada feses 40 88.9
Total 45 100.0
Berdasarkan Tabel 4.7. di atas dapat diketahui bahwa ada 5 responden (11.1%) yang mengalami kecacingan berdasarkan pemeriksaan feses di laboratorium dan 40 responden (88.9%) yang tidak ditemukan telur cacing pada feses.
4.7 Observasi Kebersihan Kuku
Distribusi responden berdasarkan observasi kebersihan kuku dapat dilihat pada Tabel 4.8. di bawah ini.
Tabel 4.8. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Observasi Kebersihan Kuku di Kota Pematangsiantar
Observasi Kebersihan Kuku n %
Kuku bersih dan pendek 15 33.3
Kuku tidak bersih dan atau tidak pendek 30 66.7
Total 45 100.0
4.8. Analisa Bivariat
4.8.1. Hubungan Hygiene Perorangan dengan Keluhan Gangguan Kulit
Distribusi responden berdasarkan hubungan hygiene perorangan dengan keluhan gangguan kulit dapat dilihat pada Tabel 4.9. di bawah ini:
Tabel 4.9. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan
Hygiene Perorangan Dengan Keluhan Gangguan Kulit di Kota
Pematangsiantar
hygiene perorangan dengan kategori baik. Sebanyak 23 (51,1%) responden mengalami keluhan gangguan kulit dan 22 (48,9%) responden tidak mengalami keluhan gangguan kulit.
Variabel hygiene perorangan tidak dapat dianalisis terhadap keluhan gangguan kulit karena variabel data homogen.
4.8.2. Hubungan Hygiene Perorangan dengan Kecacingan
Distribusi responden berdasarkan hubungan hygiene perorangan dengan kecacingan dapat dilihat pada Tabel 4.10. di bawah ini:
Tabel 4.10. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan
Hygiene Perorangan Dengan Kecacingan di Kota Pematangsiantar
Berdasarkan Tabel 4.10 di atas dapat dilihat bahwa 45 responden memiliki
hygiene perorangan dengan kategori baik. Sebanyak 5 orang (11,1%) mengalami kecacingan dan 40 orang (88,9%) tidak mengalami kecacingan.
Variabel hygiene perorangan tidak dapat dianalisis terhadap kecacingan karena data variabel homogen.
4.8.3. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Keluhan Gangguan Kulit
Distribusi responden berdasarkan hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit dapat dilihat pada Tabel 4.11 di bawah ini:
Tabel 4.11. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Keluhan Gangguan Kulit di Kota Pematangsiantar mengalami keluhan gangguan kulit sebanyak 3 (6,7%) responden. Sedangkan responden yang pemakaian alat pelindung diri dengan tidak memenuhi syarat ada sebanyak 41 orang, sebagian besar responden tidak mengalami keluhan gangguan kulit ada sebanyak 21 (46,7%) responden.
variabel di atas diuji dengan menggunakan uji exact fisher. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji exact fisher pada tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05 didapat
hasil p = 0,321. Artinya tidak terdapat hubungan bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.
4.8.4. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri dengan Kecacingan
Distribusi responden berdasarkan hubungan pemakaian alat pelindung diri dengan kecacingan dapat dilihat pada Tabel 4.12. di bawah ini:
Tabel 4.12. Distribusi Petugas Pengangkut Sampah Berdasarkan Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Dengan Kecacingan di Kota Pematangsiantar
Berdasarkan Tabel 4.12 di atas, responden yang pemakaian alat pelindung diri yang memenuhi syarat ada sebanyak 4 (8,9%) orang dan tidak mengalami kecacingan. Sedangkan responden yang pemakaian alat pelindung diri dengan kategori cukup ada sebanyak 41 orang, sebagian besar responden tidak mengalami keluhan gangguan kulit ada sebanyak 36 (80%) responden.
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Petugas Pengangkut Sampah di Kota Pematangsiantar Petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar merupakan tenaga kerja yang bertugas dalam proses pengumpulan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara hingga kepada tempat pembuangan akhir. Mereka turut memainkan peran penting di dalam pengelolaan sampah. Setiap hari mereka bekerja dengan menaikkan sampah ke dalam truk sampah dan menurunkannya kembali di tempat pembuangan akhir sampah. Pekerjaan ini dilakukan sehari-hari dengan atau tanpa memperhatikan bahaya yang akan didapatkan sehubungan dengan pekerjaan mereka di lingkungan kerja.
(2011), kelompok umur dalam suatu jenis pekerjaan penting untuk diketahui karena berkaitan dengan ancaman terhadap suatu penyakit karena biasanya orang dewasa lebih kebal terhadap penyakit dibandingkan kelompok umur remaja. Di samping itu, pada umumnya pekerja-pekerja muda cenderung bekerja kurang hati-hati dan jarang menggunakan peralatan pelindung diri dibandingkan pekerja yang telah berpengalaman.
Berdasarkan jenis kelamin responden, terlihat bahwa semua reponden yaitu 45 orang (100%) berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pengelolaan sampah di Kota Pematangsiantar hanya laki-lakilah yang diijinkan untuk melakukan pengangkutan sampah sedangkan perempuan tidak ditemukan pada bagian ini. Namun pada bagian pengelolaan lainnya, pekerja perempuan bisa saja dijumpai seperti pada penyapu jalan.
banyak pengalaman kerja yang dimiliki seseorang maka ia akan bekerja lebih berhati-hati terhadap kemungkinan dampak negatif dari pekerjaannya.
Berdasarkan karakteristik tingkat pendidikan responden, tingkat pendidikan dasar ada sebanyak 18 orang (40,0%) dan pada tingkat pendidikan menengah ada sebanyak 27 orang (60,0%). Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat menganggap penting dan telah memiliki kesadaran dalam menyelesaikan pendidikan minimal sembilan tahun tanpa memandang jenis pekerjaan yang akan dijalaninya. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi perilaku seseorang. Perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Dengan demikian, petugas pengangkut sampah dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat memperkecil terjadinya risiko gangguan kesehatan.
Penelitian menunjukkan hygiene perorangan responden berada pada kategori baik (100%). Kategori baik yang dimaksud adalah jika responden, pada saat menjawab pertanyaan kuesioner yang berjumlah 29 pertanyaan, memiliki jawaban yang benar ≥ 80 % atau memiliki skor ≥ 70 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang
hygiene perorangan. Hygiene perorangan responden berkategori baik dimungkinkan oleh karena petugas pengangkut sampah telah memiliki pengetahuan terhadap hal tersebut.
jika responden, pada saat menjawab pertanyaan kuesioner yang berjumlah 10 pertanyaan, memiliki jawaban yang benar < 80% atau dengan skor < 24 dari seluruh pertanyaan yang ada tentang pemakaian alat pelindung diri. Pemakaian alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat dimungkinkan oleh karena masih rendahnya tingkat kesadaran responden dan juga tidak didukung oleh ketersediaannya di Dinas Kebersihan.
Penelitian menunjukkan bahwa responden yang memiliki keluhan gangguan kulit ada sebanyak 23 orang (51,1%). Keluhan gangguan kulit tertinggi yang dirasakan oleh responden adalah keluhan gatal-gatal sebanyak 16 orang (69,6%). Keluhan gangguan kulit tersebut biasanya dialami pada saat pertama kali bekerja.
Bekerja sebagai petugas pengangkut sampah memiliki risiko tinggi untuk mengalami kecacingan. Namun penelitian menunjukkan bahwa responden tertinggi tidak mengalami kecacingan yaitu sebanyak 40 orang (88,9%).
5.2. Hygiene Perorangan dan Keluhan Gangguan Kulit
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada petugas pengangkut sampah di Kota Pematangsiantar yang berjumlah 45 orang (100%), diperoleh bahwa hygiene
perorangan seluruh responden berkategori baik. Responden yang mengalami keluhan gangguan kulit sebanyak 23 orang (51,1%), sedangkan responden yang tidak mengalami keluhan gangguan kulit ada sebanyak 22 orang (48,9%). Data tidak dapat dianalisis karena variabel data homogen.
menyebabkan terjadinya penyakit kulit. Sedangkan kebiasaan berpakaian, memakai alas kaki, dan memotong kuku yang tidak memenuhi syarat bukan merupakan terjadinya penyakit kulit.
Walaupun responden pada petugas pengangkut sampah telah melakukan
hygiene perorangan dengan baik namun mereka masih mengalami keluhan gangguan kulit. Hal tersebut bisa saja terjadi, disebabkan karena tidak semua aspek hygiene
perorangan dilakukan oleh responden dan juga banyaknya responden yang masih terbilang baru menjadi petugas pengangkut sampah sehingga terdapat 23 orang dari 45 responden mengalami keluhan gangguan kulit dan biasanya mereka mengalami hal tersebut pada saat pertama kali bekerja. Dengan demikian, faktor alergi juga memiliki peran yang tinggi terhadap keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah.
5.3. Hygiene Perorangan dan Kecacingan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa seluruh responden 45 orang (100%) memiliki hygiene
perorangan dengan kategori baik. Sebanyak 5 orang (11,1%) mengalami kecacingan dan 40 orang (88,9%) tidak mengalami kecacingan. Data tidak dapat dianalisis karena variabel data homogen.
Menurut Brown (2005) bahwa penduduk miskin dengan kebersihan diri (hygiene
perorangan) yang buruk mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk terinfeksi oleh semua jenis cacing.
Responden petugas pengangkut sampah memang memiliki hygiene
perorangan dengan kategori baik, namun masih didapati responden yang mengalami kecacingan. Hal ini dimungkinkan karena responden yang mengalami kecacingan tidak mengkonsumsi obat cacing, kebersihan lingkungan yang tidak baik, penyediaan air bersih yang kurang, dan kurang menjaga kebersihan makanan.
5.4. Pemakaian Alat Pelindung Diri dan Keluhan Gangguan Kulit
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden yang pemakaian alat pelindung diri yang memenuhi syarat ada sebanyak 4 orang, dimana ada 3 orang (6,7%) yang mengalami keluhan gangguan kulit. Sedangkan responden yang pemakaian alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat adalah 41 orang (91,1%), sebagian besar responden yaitu 20 orang (44,4%) mengalami keluhan gangguan kulit.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji exact fisher diketahui tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah yaitu nilai p = 0,321. Dalam penelitian ini pemakaian alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat dapat mengalami keluhan gangguan kulit.
pelindung diri seperti sarung tangan yang kedap air. Pekerja biasanya mengalami keluhan gangguan kulit tersebut pada saat pertama kali bekerja. Hal ini sejalan dengan pengamatan penelitian Situmeang (2008) pada pekerja pencuci botol di PT X Medan yang menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri yang benar terutama pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan.
Keluhan gangguan kulit yang dirasakan oleh responden bisa saja oleh karena zat kimia yang terdapat pada sampah dan mengiritasi kulit responden. Pratiknya dalam penelitian Situmeang (2008) mengatakan bahwa zat kimia dapat melarutkan lemak di permukaan kulit, merusak lapisan corneum/ lapisan keratin sehingga fungsi pelindung kulit menurun. Jika fungsi pelindung kulit sudah menurun, gangguan kulit akan terjadi dan dapat dirasakan.
5.5. Pemakaian Alat Pelindung Diri dan Kecacingan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden yang pemakaian alat pelindung diri yang memenuhi syarat ada sebanyak 4 orang dan tidak mengalami kecacingan. Sedangkan responden yang pemakaian alat pelindung diri yang tidak mengalami kecacingan adalah 41 orang, sebagian besar responden 36 (80,0%) tidak mengalami kecacingan dan 5 orang (11,1%) responden mengalami kecacingan yang dilihat dari hasil pemeriksaan feses responden di laboratorium yang menunjukkan bahwa terdapat telur cacing pada feses responden yang mengalami kecacingan.
kecacingan pada petugas pengangkut sampah yaitu nilai p = 0,613. Dalam penelitian ini pemakaian alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat dapat mengalami kecacingan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Widada (2001) yang menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara pemakaian alat pelindung diri dengan intensitas infeksi cacing perut. Kedekatan para petugas pengangkut sampah tersebut dengan sampah menyebabkan mereka berisiko terhadap infeksi berbagai organisme yang dapat menyebabkan penyakit yang salah satunya adalah infeksi cacing.
Dari hasil pemeriksaan kecacingan pada feses responden, yang dilakukan di laboratorium, didapati bahwa kelima responden yang mengalami kecacingan memiliki jenis cacing yang sama yaitu Ascaris lumbricoides (cacing gelang), yang merupakan jenis cacing dari golongan (filum) Nemathelmintes dan masuk dalam kelompok nematoda usus. Cacing ini hidup di usus dan penularan terjadi melalui makanan dan minuman yang masuk ke dalam usus. Infeksi cacing ini disebut
Ascariasis (Zulkoni, 2010).
Menurut penelitian Chandra (2006) terhadap petugas pengangkut sampah Kota Surakarta diketahui bahwa terdapat jalur pemajanan riel untuk kejadian kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dan Tricuris trichuria
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Distribusi karakateristik responden penelitian ini adalah terbanyak dari kelompok umur 31 – 38 tahun yaitu sebanyak 15 orang (33,3%). Distribusi berdasarkan lama bekerja yang terbanyak adalah < 6 tahun sebanyak 24 orang (46,7%). Distribusi berdasarkan tingkat pendidikan yang terbanyak adalah berpendidikan menengah yaitu sebanyak 27 responden (60.0%).
2. Distribusi hygiene perorangan pada petugas pengangkut sampah adalah semua responden (100%) memiliki hygiene perorangan dengan kategori baik.
3. Distribusi berdasarkan pemakaian alat pelindung diri pada petugas pengangkut sampah adalah sebanyak 41 responden (91,1%) dengan pemakaian alat pelindung diri yang tidak memenuhi syarat.
4. Distribusi berdasarkan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah adalah sebanyak 23 responden (51,1%) mengalami keluhan gangguan kulit dan 22 orang (48,9%) yang tidak mengalami keluhan gangguan kulit.
6. Tidak ada hubungan bermakna antara hygiene perorangan dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.
7. Tidak ada hubungan bermakna antara hygiene perorangan dengan kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar.
8. Tidak ada hubungan bermakna antara pemakaian alat pelindung diri dengan keluhan gangguan kulit pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar. 9. Tidak ada hubungan bermakna anatara pemakaian alat pelindung diri dengan
kecacingan pada petugas pengangkut sampah Kota Pematangsiantar. 6.2.1 Saran
Adapun saran yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi petugas pengangkut sampah untuk tetap dan semakin memperhatikan
hygiene perorangan sehingga tidak terkena penyakit yang berhubungan dengan sampah.
2. Bagi Dinas Kebersihan agar lebih meningkatkan sarana sanitasi dan menyediakan alat pelindung diri kepada petugas pengangkut sampah.
3. Bagi Dinas Kebersihan dapat bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dalam upaya
memberikan penyuluhan kepada petugas pengangkut sampah tentang tindakan
kebersihan diri dan penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja sehingga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Sampah
Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang (Notoatmodjo, 2003). Pembuangan sampah akhir merupakan suatu upaya yang tidak mungkin dicarikan alternatifnya, kecuali harus dimusnahkan atau dimanfaatkan (Chandra, 2007).
Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2007). Dari segi ini dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk ke dalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk di dalamnya).
2.1.1. Jenis dan Karakteristik Sampah 2.1.1.1. Jenis Sampah
Sebenarnya meliputi 3 jenis sampah yakni: sampah padat, sampah cair, dan sampah dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi berbagai jenis, yakni:
a. Sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/ besi, pecahan gelas dan plastik.
b. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa-sisa makanan, daun-daunan dan buah-buahan.
2. Berdasarkan dapat dan tidaknya dibakar
a. Sampah yang mudah dibakar, misalnya: kertas, karet, kayu, plastik dan kain bekas.
b. Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya: kaleng-kaleng bekas, besi/ logam bekas, pecahan gelas, dan kaca (Notoatmodjo, 2007).
3. Berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk.
a. Mudah membusuk, misalnya: sisa makanan dan potongan daging. b. Sulit membusuk, misalnya: plastik, karet dan kaleng (Chandra, 2007). 2.1.1.2. Karakteristik Sampah
Karakteristik sampah dapat dibagi menjadi: 1. Garbage
Merupakan jenis sampah yang terdiri dari sisa potongan hewan atau sayur-sayuran yang berasal dari proses pengolahan, persiapan, pembuatan, dan penyediaan makanan yang sebagian besar terdiri dari bahan yang mudah membusuk, lembab dan mengandung sejumlah air.
2. Rubbish
3. Ashes (abu)
Merupakan sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar, baik di rumah, di kantor, maupun industri.
4. Street Sweeping (sampah jalanan)
Berasal dari pembersihan jalan dan trotoar, terdiri dari kertas-kertas, kotoran, daun-daunan, dll.
5. Dead Animal (bangkai binatang)
Yaitu bangkai binatang yang mati karena bencana alam, penyakit atau kecelakaan.
6. Household refuse (sampah pemukiman)
Yaitu sampah campuran yang terdiri dari rubbish, garbage, ashes yang berasal dari daerah perumahan.
7. Abandoned vehicles (bangkai kendaraaan)
Yang termasuk jenis sampah ini adalah bangkai mobil, truk kereta api, satelit, kapal laut dan alat transportasi lainnya.
8. Sampah Industri
Terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri pengolahan hasil bumi, tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.
9. Demolotion wastes (sampah hasil penghancuran gedung/ bangunan) Yaitu sampah yang berasal dari perombakan gedung/ bangunan. 10.Construction wastes (sampah dari daerah pembangunan)
11.Sewage solid
Terdiri dari benda kasar yang umumnya zat organik hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengolahan air buangan.
12.Sampah khusus
Yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus dalam pengelolaannya, misalnya kaleng cat, film bekas, zat radioaktif, dan zat yang toksis (Mukono, 2006).
2.1.2. Sumber-sumber Sampah
Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber berikut:
1. Pemukiman Penduduk
Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbish), abu, atau sampah sisa tumbuhan.
2. Tempat umum dan tempat perdagangan
3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah
Sarana layanan masyarakat yang dimaksud di sini, antara lain, tempat hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan, kompleks militer, gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan sarana pemerintah yang lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah khusus dan sampah kering. 4. Industri berat dan ringan
Termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum, dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.
5. Pertanian
Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang, ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman (Chandra, 2007).
2.1.3. Pengelolaan Sampah Padat
Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik, yaitu: 1. Tahap Pengumpulan dan Penyimpanan di Tempat Sumber
sementara (tempat sampah) yang digunakan harus memenuhi persyaratan berikut ini:
a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor.
b. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan. c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaannya dapat diserahkan pada pihak pemerintah. Untuk membangun suatu dipo, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, di antaranya:
1. Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi kenderaan pengangkut sampah.
2. Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah.
3. Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat dan binatang lain masuk ke dalam dipo.
4. Ada kran air untuk membersihkan.
5. Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat dan tikus. 6. Mudah dijangkau masyarakat.
Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode: a. Sistem duet : tempat sampah kering dan tempat sampah basah.
2. Tahap Pengangkutan
Dari dipo, sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan sampah dengan mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh Dinas Kebersihan Kota (Chandra, 2007).
3. Tahap Pemusnahan
Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan, antara lain:
a. Sanitary landfill
Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Sampah dibuang pada tanah yang rendah, kemudian menimbun lagi dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis paling sedikit 60 cm, untuk mencegah pengorekan oleh anjing, tikus dan binatang-binatang lainnya (Entjang, 2000). Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill
yang baik harus memenuhi persyaratan: tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbunnya, dan tersedia alat-alat besar.
Ada tiga metode yang dapat digunakan dalam menerapkan teknik sanitary landfill ini, yaitu :
1. Metode galian parit (trench metod)
2. Metode area
Sampah dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa, atau pada lereng bukit kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang diperoleh dari tempat tersebut.
3. Metode Ramp
Metode Ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas. Prinsipnya adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari dengan tebal lapisan sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah.
Setelah lokasi sanitary landfill yang terdahulu stabil, lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana jalur hijau (pertamanan), lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir, dan sebagainya.
b. Incineration
Incineration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah dengan cara membakar sampah secara terkendali melalui pembakaran suhu tinggi. Keuntungan metode ini adalah bahwa pembakaran dapat dilakukan pada semua jenis sampah kecuali batu atau logam dan pelaksanaannya tidak dipengaruhi iklim. Manfaat sistem ini, antara lain:
Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya Tidak memerlukan ruang yang luas
Panas yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagai sumber uap
Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang
Peralatan yang dipergunakan dalam insenerasi, antara lain : 1. Charging apparatus
Charging apparatus adalah tempat pembuangan sampah yang berasal dari kendaraan pengangkut sampah. Di tempat ini sampah yang terkumpul ditumpuk dan diaduk.
2. Furnance
Furnance atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan jeruji besi yang berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk memisahkan abu dengan sampah yang belum terbakar. Dengan demikian tungku tidak terlalu penuh.
3. Combustion
Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang lebih panas dan berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar pada tungku pertama.
4. Chimney atau stalk
Chimney atau stulk adalah cerobong asap untuk megalirkan asap keluar dan mengalirkan udara ke dalam.
5. Miscellaneous features
Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu yang terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang.
c. Composting
menghasilkan bahan berupa kompos atau pupuk. Proses dekomposisi yang sifatnya anaerobik berlangsung dengan sangat lambat dan menghasilkan bau, tetapi dekomposisi aerobik berlangsung relatif lebih cepat dan kurang menimbulkan bau. Ada beberapa metode pembuatan kompos, antara lain: 1. Secara alami
Proses pembuatan kompos secara alami dapat dilakukan baik secara tradisional (anaerobik) maupun secara sederhana (aerobik). Metode tradisional, bahan organik dihancurkan tanpa bantuan udara, yaitu dengan meletakkan tumpukan sampah dalam lubang tanpa udara di tanah dan dibiarkan beberapa saat. Metode ini memerlukan waktu yang lama selain dapat menimbulkan bau akibat pembentukan gas H2S dan NH3. Pembuatan kompos dengan metode sederhana dilakukan dengan cara mengaduk atau membolak-balikkan sampah atau dengan menambahkan nutrien yang berupa lumpur atau kotoran binatang ke dalam sampah.
2. Mekanis
Pembuatan kompos secara mekanis dilakukan di pabrik untuk menghasilkan kompos dalam waktu yang singkat. Sampah organik yang telah dipisahkan dari sampah anorganik (karet, plastic, logam) dipotong kecil-kecil dengan alat pemotong. Potongan sampah tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
ditambahkan zat kimia tertentu untuk keperluan tanaman (mis., karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan sebagainya).
d. Hot feeding
Pemberian sejenis garbage kepada hewan ternak (mis., babi). Perlu diingat bahwa sampah basah perlu diolah terlebih dahulu (dimasak atau direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trichinosis ke hewan ternak.
e. Discharge to sewers
Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah memang baik.
f. Dumping
Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang, atau tempat sampah.
g. Dumping in water
Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya banjir.
h. Individual inceneration
Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk terutama di daerah pedesaan.
i. Recycling
j. Reduction
metode ini diterapkan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari jenis
garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian diolah untuk menghasilkan lemak.
k. Salvagimg
Pemanfaatan sampah yang dapat dipakai kembali misalnya kertas bekas,. Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit (Chandra, 2007).
2.1.4. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Masyarakat dan Lingkungan 2.1.4.1. Pengaruh Positif
Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif terhadap masyarakat dan lingkungannya, seperti berikut:
1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan dataran rendah.
2. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.
3. Sampah dapat diberikan utnuk makanan ternak setelah menjalani proses pengolahan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah tersebut terhadap ternak.
4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak serangga atau binatang pengerat.
6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup masyarakat.
7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuan budaya masyarakat. 8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu
negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain. 2.1.4.2. Pengaruh Negatif
Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, seperti berikut:
a. Pengaruh terhadap kesehatan
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit seperti lalat atau tikus.
2. Insidensi penyakit demam berdarah dengue akan meningkat karena vektor penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng atau pun ban bekas yang berisi air hujan.
3. Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan, misalnya luka akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan sebagainya.
4. Gangguan psikosomatis, misalnya sesak napas, insomnia, stress, dan lain-lain. b. Pengaruh terhadap lingkungan
1. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.
3. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran yang lebih luas.
4. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air menjadi dangkal.
5. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal.
6. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat, seperti jalan, jembatan, dan saluran air.
c. Terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat
1. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial budaya masyarakat setempat.
2. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.
3. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan atara penduduk setempat dan pihak pengelola.
4. Angka kasus kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehingga produktivitas masyarakat menurun.
5. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.
7. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.
8. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa (Chandra, 2007). 2.2. Pengertian Kulit
2.2.1. Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang lembut pada leher dan badan, dan yang berambut kasar terdapat pada kepala. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu epidermis atau kutikel, dermis atau korium dan subkutis atau hipodermis (Djuanda, 2007).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu : 1. Lapisan epidermis atau kutikel terdiri atas : stratum korneum atau lapisan tanduk,
stratum lusidum, stratum granulosum atau lapisan keratohialin, stratum spinosum atau lapisan malphigi dan stratum basale.
2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.
2.2.2. Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting selain fungsi utama yang menjamin kelangsungan hidup juga mempunyai arti lain, yaitu :
1. Fungsi proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, gangguan kimiawi, gangguan yang bersifat panas dan gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur.
2. Fungsi absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu pula yang larut lemak.
3. Fungsi ekskresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh.
4. Indera Perasa
Indera perasa di kulit terjadi karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok yaitu merasakan nyeri, perabaan, panas, dan dingin (Harahap, 2000).
5. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Termoregulasi)